• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Evaluasi Ketepatan Antibiotik Pada Pasien Anak Terdiagnosa Pneumonia Di Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Evaluasi Ketepatan Antibiotik Pada Pasien Anak Terdiagnosa Pneumonia Di Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2014."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pneumonia adalah inflamasi akut pada parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri atau virus) dan menjadi penyebab utama mortalitas dan morbiditas anak (Karim et al., 2014). Pneumonia termasuk penyakit yang berbahaya karena paru-paru tidak mendapatkan asupan oksigen untuk dialirkan ke seluruh tubuh. Sreptococcus pneumoniae adalah bakteri yang menyerang sistem imun dan mengakibatkan infeksi pada sistem pernafasan (Kartasamita, 2010).

WHO menyebutkan bahwa angka kejadian pneumonia lebih besar terjadi di negara berkembang karena masalah kesehatan masih belum mendapatkan perhatian khusus. Jika dibandingkan dengan negara maju, angka kejadian pneumonia lebih kecil karena vaksinasi yang mudah didapat, asuransi kesehatan anak, dan pengobatan yang tersedia (Sectish and Prober, 2007). Diperkirakan lebih dari 2 juta tiap tahun kematian pada anak di bawah usia 5 tahun disebabkan oleh pneumonia, 5.500 anak meninggal setiap hari atau 4 bayi meninggal tiap satu menit (Gauri et al., 2012). Di negara berkembang, kejadian pneumonia anak ada 151,8 juta kasus per tahun dan 10% diantaranya merupakan pneumonia berat yang memerlukan perawatan khusus di rumah sakit. (Kartasamita, 2010). Di Indonesia sendiri, diperkirakan 140.000 anak per tahun atau rata-rata 1 anak meninggal setiap 5 menit akibat pneumonia (Depkes, 2006).

Pengobatan pneumonia menggunakan antibiotik yang bergantung pada ketepatan antibiotik. Selain itu penggunaan antibotik yang tidak tepat dapat menimbulkan efek samping, memperlama masa penyembuhan, mengakibatkan resistensi, dan meningkatkan biaya pengobatan. Ketepatan penggunaan dan pemilihan antibiotik menjadi penentu keberhasilan terapi untuk menghindari terjadinya efek samping. RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro dipilih sebagai tempat penelitian karena menurut data internal pada tahun 2013, pneumonia menempati urutan ke-5 dari 10 besar kasus penyakit terbanyak di rumah sakit tersebut.

(2)

Dari hasil penelitian Pingkan (2014), jenis antibiotika yang paling banyak digunakan pada pneumonia anak ialah kombinasi antibiotika ampisilin-kloramfenikol yakni sebesar 26,42%. Evaluasi penggunaan antibiotika yang rasional berdasarkan kriteria tepat pasien (100%), tepat indikasi (100%), tepat obat (100%) dan penggunaan antibiotika yang tidak rasional pada kriteria tepat dosis (8,93%) dan tepat lama pemberian (11,61%).

Berdasarkan beberapa hal sebelumnya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Evaluasi Ketepatan Antibiotik Pada Pasien Anak Terdiagnosis Pneumonia Di RSUP Soeradji Tirtonegoro Tahun 2014”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan sebab permasalahan, yaitu: Apakah peresepan antibiotik pada anak di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro berdasarkan ketepatan pemilihan obat, tepat indikasi, tepat dosis, dan tepat pasien sudah sesuai dengan Standar Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit (IDAI, 2009) dan Modul Tatalaksana Standar Pneumonia (Kemenkes, 2010)?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi peresepan antibiotik pada pasien anak terdiagnosa pneumonia di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2014 dengan Standar Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit (IDAI, 2009) dan Modul Tatalaksana Standar Pneumonia (Kemenkes, 2010) yang dilihat dari ketepatan pemilihan obat, tepat indikasi, tepat dosis, dan tepat pasien.

D. Tinjauan Pustaka

1. Pneumonia pada Anak a. Definisi

(3)

infeksi di ujung bronkhiol dan alveoli yang disebabkan berbagai mikroorganisme (Misnadiarly, 2008). Peradangan yang terdapat konsolidasi karena disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat sehingga pertukaran gas tidak dapat berlangsung di daerah yang mengalami konsolidasi disebut juga dengan pneumonia (Somantri, 2008).

b. Etiologi

Secara global, bakteri Pneumokokus diperkirakan menyebabkan kematian anak di bawah usia 5 tahun (O'Brien et al., 2009). Virus dan jamur juga dapat menyebabkan infeksi pneumonia (Mandell and Wunderink, 2008). Bahan kimia (hidrokarbon, lipoid substances) atau benda asing yang teraspirasi juga menjadi penyebab lainnya (Sectish and Prober, 2007).

Penyebab tersering kasus pneumonia adalah respiratory syncytial virus

(RSV), parainfluenza virus, influenza virus, dan adenovirus. Bakteri yang berperan penting adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenze,

Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta kuman atipik klamidia dan

mikoplasma. Penyebab terbanyak pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya umur adalah Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae (McIntosh, 2002).

b. Patofisiologi

Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Pada keadaan normal ada beberapa mekanisme yang melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral (Smeltzer and Bare, 2001).

(4)

kerusakan silia epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam submukosa dan perivaskular menjadi respon inflamasi awal. Terdapat sel-sel PMN dalam jumlah kecil dalam saluran nafas kecil. Jika dibiarkan, sejumlah mukus dan debris serta sel-sel inflamasi akan meningkat dan menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi ini akan diperberat dengan adanya edema submukosa yang bisa meluas ke dinding alveoli. Proses inflamasi yang berat akan mengakibatkan terjadinya denudasi (pengelupasan) epitel dan akan membentuk eksudat hemoragik. Terjadinya pneumonia bakterial karena rusaknya barier mukosa merupakan predisposisi pneumonia viral pada anak (Linchestein et al., 2003).

Gangguan komponen volume dari ventilasi akibat kelainan langsung di parenkim terjadi karena pneumonia yang berakibat gangguan volume tubuh yang berusaha mengkompensasi dengan meningkatkan volume tidal dan frekuensi nafas sehingga secara klinis terlihat takipnea dan dispnea dengan tanda-tanda

inspiratory effort. Penurunan ventilasi mengakibatkan tidak tercapainya ventilasi perfusi yang disebut ventilation perfusion mismatch, tubuh berusaha meningkatkannya sehingga terjadi usaha ekstra dan pasien terlihat sesak. Berkurangnya volume paru secara fungsional akan mengganggu proses disfusi yang menyebabkan gangguan pertukaran gas sehingga terjadi hipoksia. Gagal nafas bisa terjadi pada keadaan pneumonia yang berat (Lang, 2000).

c. Gambaran Klinis

Gejala pneumonia diantaranya adalah serangan akut dan membahayakan, demam, batuk, pilek wheezing, sakit kepala, malaise, myalgia (pada anak), nyeri abdomen (Suriadi, 2006).

(5)

2. Farmakoterapi Pneumonia

Menurut WHO (2003), golongan obat yang biasa digunakan di dunia adalah antibiotik dan non antibiotik. Namun untuk terapi pneumonia, antibiotik lebih sering digunakan. Zat yang dihasilkan oleh mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan mikroorganisme merupakan pengertian dari antibiotik.

Penggunaan antibiotik pada pneumonia anak dibagi menjadi dua, yaitu antibiotik oral dan antibiotik injeksi intravena.

Tabel 1. Pilihan antibiotik oral untuk pneumonia anak

(Kemenkes, 2010)

Tabel 2. Pilihan antibiotik intravena untuk pneumonia anak Umur atau berat badan Antibiotik Dosis Frekuensi

< 2 bulan

Umur atau berat badan

Kotrimoksasol Beri 2 kali sehari selama 3 hari

Amoksisilin Beri 2 kali sehari selama

(6)

Tabel 3. Pilihan antibiotik intravena untuk pneumonia anak Antibiotik Dosis Frekuensi Keterangan

Penisilin G 50.000 unit/kg/kali Dosis tunggal maks.

4.000.000 unit

Tiap 4 jam S. pneumonia

Ampisilin 100 mg/kg/hari Tiap 6 jam S. pneumoniae, H. Influenza Kloramfenikol 100 mg/kg/hari Tiap 6 jam S. pneumoniae, H. Influenza

Ceftriaxone 50 mg/kg/kali

Dosis tunggal maks. 2 gram

Satu kali sehari S. pneumoniae, H. Influenza

Cefuroxime 50 mg/kg/kali

Dosis tunggal maks. 2 gram

Tiap 8 jam S. pneumoniae, H. Influenza

Clindamycin 10 mg/kg/kali

Dosis tunggal maks. 1,2 gram

Tiap 6 jam S. aureus, S. pneumoniae, (alternatif untuk anak alergi

beta laktam, lebih jarang menimbulkan flebitis pada

pemberian IV daripada eritromisin)

(IDAI, 2009)

3. Penggunaan Obat Secara Rasional.

Kunci keberhasilan pelayanan kesehatan dapat dilihat dari penanganan penggunaan obat. Pemberian obat dengan dosis yang tepat dapat membantu proses penyembuhan. Penggunaan obat yang tidak rasional atau tidak tepat akan mengganggu proses penyembuhan, terjadi resistensi bakteri dan pemborosan akibat perencanaan pengobatan yang diluar rencana. Kriteria rasionalitas obat menurut WHO (2003) meliputi :

a. Tepat indikasi.

Obat yang diberikan harus sesuai dengan gejala yang dialami pasien. Tepat indikasi diasumsikan 100% karena pada penelitian retrospektif keadaan pasien sebenarnya tidak diketahui.

b. Tepat obat.

Memperhitungkan umur, berat badan, dan kronologi penyakit untuk memberikan pengobatan.

c. Tepat dosis.

(7)

d. Tepat pasien

Ketepatan pasien dilihat dari ada atau tidaknya kontraindikasi ketika obat diberikan. Jika obat yang digunakan pasien terdapat kontraindikasi, maka peresepan dikatakan tidak tepat pasien.

Sedangkan pemakaian obat yang tidak rasional dapat dikategorikan menjadi :

Gambar

Tabel 1. Pilihan antibiotik oral untuk pneumonia anak
Tabel 3. Pilihan antibiotik intravena untuk pneumonia anak

Referensi

Dokumen terkait

SOCIAL JUSTICE IN JOHN GRISHAM’S THE FIRM: SOCIOLOGICAL APPROACH..

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi korupsi pemerintahan di Indonesia, faktor yang akan dibahas antara lain tingkat

kimia yang terdapat dalam tanaman petai cina yang diduga sebagai antiinflamasi.

Perusahaan Umum Listrik Negara

POTENSIAL KATEGORI KETIDAKTEPATAN PEMILIHAN OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN DIABETES MELLITUS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT.. UMUM DAERAH R.A KARTINI JEPARA

(Motivasi Karier, Motivasi Mencari Ilmu, Motivasi Ekonomi, dan Motivasi Mengikuti Ujian Sertifikat Akuntan Publik (USAP)) Terhadap Minat Mahasiswa Akuntansi Untuk

Penelitian mengenai penggunaan makroinvertebrata sebagai indikator kualitas lingkungan telah banyak diterapkan di seluruh dunia, dimana pada stasiun pengamatan yang memiliki