56
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pada penelitian mengenai “Tinjauan hukum
tentang penetapan wali adhal menurut hukum perkawinan” (Studi kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo) diperoleh kesimpulan:
1. Berdasarkan UU No.1 Tahun 1974 memberi wewenang Majelis Hakim untuk memeriksa perkara permohonan penetapan wali adhal dengan cara membuktikan kebenaran peristiwa dan fakta yang diajukan Pemohon melalui alat bukti sah dan keterangan saksi-saksi dalam acara persidangan. Saksi kesatu, telah memberikan keterangan di bawah sumpah sebagai berikut.
a. Bahwa Saksi kenal dengan Pemohon dan orang tua Pemohon karena masih ada hubungan keluarga dengan Pemohon;
b. Bahwa saksi tahu Pemohon mau menikah dengan Suparjo;
c. Bahwa ia telah mencintai Pemohon dan pernah melamar Pemohon kepada ayah kandung Pemohon secara langsung sebanyak 3 kali, namun belum merestui rencana pernikahan dirinya dengan Pemohon alasannya karena adanya pesandari kakek Pemohon bahwa Pemohon tidak boleh menikah dengan tetangga (sekampung);
d. Bahwa antara Pemohon dengan calon suaminya sudah saling mencintai bahkan sudah melakukan hubungan sebagaimana layaknya suami istri bahkan Pemohon sudah hamil 3 bulan;
57
e. Bahwa antara dirinya dengan Pemohon, tidak ada hubungan keluarga atau semenda atau sesusuan yang dapat menghalangi dilangsungkannya pernikahan dirinya dengan Pemohon;
Saksi kedua, telah memberikan keterangan di bawah sumpah sebagai berikut.
a. Bahwa Saksi kenal dengan Pemohon dan orang tua Pemohon, karena saksiadalah Paman Pemohon dan juga sebagai tetangga Pemohon; b. Bahwa saksi telah mengetahui Pemohon telah menjalin hubungan
dengan seorang laki-laki bernama Suparjo berstatus jejaka dan sudah melakukan hubungan kelamin dan Pemohon sudah hamil 3 bulan, dan berniat untuk meresmikan hubungan keduanya ke jenjang pernikahan; c. Bahwa ia telah mencintai Pemohon dan pernah melamar Pemohon
kepada ayah kandung Pemohon secara langsung sebanyak 3 kali, namun belum merestui rencana pernikahan dirinya dengan Pemohon alasannya karena adanya pesan dari kakek Pemohon bahwa Pemohon tidak boleh menikah dengan tetangga (sekampung);
d. Bahwa, Calon suami sudah bekerja sebagai pedagang batu bata dengan berpenghasilan Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) setiap bulannya;
58
Dari keterangan para saksi tersebut yang sesuai dengan alat bukti, bahwa memang telah terjadi peristiwa seperti apa yang diterangkan oleh para saksi tersebut. Dalam suatu perkawinan harus memenuhi adanya rukun dan syarat perkawinan, salah satu rukun perkawinan adalah adanya wali. Perkawinan tidak dapat dilangsungkan tanpa adanya seorang wali, karena dalam perkawinan tanpa hadirnya seorang wali maka perkawinan tersebut dapat dianggap tidak memenuhi rukun perkawinan
Penetapan Majelis Hakim No. 005/Pdt.P/2012/PA.Skh mengabulkan permohonan pemohon bahwa wali yang menjadi wali nikah pemohon adalah wali adhal karena pemohon dapat membuktikan kebenaran permohonannya tersebut.
Prosedur penetapan wali pengganti terhadap wali adhol dilakukan dalam persidangan yang meliputi Pemanggilan pihak-pihak berperkara oleh Pengadilan Agama, Usaha perdamaian oleh Majelis Hakim, Pembacaan surat permohonan, Pemeriksaan persidangan, dan Pembacaan hasil penetapan majelis hakim.
2. Penetapan wali adhal/enggan berakibat perwaliannya pindah atau diganti oleh Wali Hakim. Hal ini sesuai dengan azas penentuan hukum atau menghilangkan kesulitan, azas taisir (mempermudah) dan tahfif (memperingan) sehingga memenuhi konsep demi kemaslahatan manusia.
59
diganti Kepala Seksi Urusan Agama Islam atas nama Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya.
Kedudukan Wali Hakim sebagai wali pengganti dari wali wanita memiliki fungsi menikahkan mempelai perempuan dengan calon mempelai laki-laki agar memenuhi persyaratan yang sah menurut Hukum dan perundangan-undangan yang berlaku. Selesai menikahkan mempelai berdua, kewajiban sebagai wali hakim dicabut kembali oleh Hakim Pengadilan Agama.
B. Saran
1. Wali nikah sebagai syarat dan rukun sahnya perkawinan perlu dipahami kedudukan dan fungsinya oleh setiap orang tua. Sedangkan perkawinan yang bersifat sakral dan jangka panjang perlu adanya pemahaman oleh setiap calon pengantin. Untuk itu perlu adanya sosialisasi dan penyuluhan secara berskala kepada masyarakat sehingga restu orang tuanya menyempurnakan pernikahan anak-anaknya.