BAKTEREMIA PADA NEONATUS : POLA KUMAN DAN
KEPEKAANNYA TERHADAP ANTIBIOTIKA
DI RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2014
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
MIA NURLAELI
K100110134
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
BAKTEREMIA PADA NEONATUS : POLA KUMAN DAN KEPEKAANNYA TERHADAP ANTIBIOTIKA DI RSUD DR. MOEWARDI
TAHUN 2014
BACTEREMIA IN NEONATES : BACTERIAL PATTERNS AND ITS SENSITIVITY TO ANTIBIOTICS IN Dr. MOEWARDI HOSPITAL
PERIOD 2014
Mia Nurlaeli*, M. Kuswandi** dan IkaTrisharyanti D. K*
* Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl.Ahmad Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102
email : tistarianmezuno93@gmail.com ** Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada
ABSTRAK
Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam jiwa, sehingga tindakan deteksi dini merupakan hal yang penting. Kecurigaan terhadap infeksi neonatus sangat penting untuk menghindari kesalahan dalam memilih antibiotik. Oleh karena itu pemantauan pola kuman dan kepekaannya harus dilakukan secara teratur untuk mendasari pemberian antibiotik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola kuman penyebab bakteremia pada neonatus dan kepekaannya terhadap antibiotika di RSUD Dr. Moewardi Surakarta (RSDM). Sepuluh isolat kuman didapatkan dari spesimen darah bayi penderita sepsis pada bulan Agustus 2014 di RSDM dan diuji kepekaannya menggunakan metode difusi cakram pada media Mueller Hinton agar. Sensitifitas dan resistensi kuman terhadap antibiotika uji ditentukan berdasarkan diameter zona hambat radikal. Hasil tersebut merupakan data primer yang kemudian digabungkan dengan 52 data sekunder hasil uji kepekaan kuman dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSDM pada bulan Januari-Maret 2014. Hasil penelitian menunjukkan persentase pola kuman penyebab sepsis neonatus terbanyak adalah Klebsiella pneumoniae (30,65%) dan Staphylococcus haemolyticus (22,60%). Pola kepekaan kuman menunjukkan Klebsiella pneumoniae dan Enterobacter cloacae sebagai kuman Gram negatif terbanyak memiliki persentase kepekaan sebesar 100% terhadap meropenem, sedangkan kuman Gram positif terbanyak yaitu Staphylococcus haemolyticus memiliki kepekaan paling tinggi terhadap gentamisin dengan persentase 35,71% diikuti Staphylococcus hominis dengan persentase kepekaan sebesar 83% terhadap gentamisin, sefotaksim dan piperasilin tazobaktam.
.
Kata kunci: Bakteremia, neonatus, pola kuman, Rumah Sakit Dr. Moewardi.
ABSTRACT
Bacteremia was defined as the presence of bacteria in the blood that can develop into sepsis. Bacteremia often indicates a life-threatening disease, so the act of early detection is important. Suspicions about neonatal infection is very important to avoid the fault in antibiotic selection. Therefore, monitoring of bacterial pattern and its sensitivity to antibiotics should regularly done to provide an accurate and reliable basis to give empirical therapy. The purpose of this study to determine the bacterial patterns that cause bacteremia in neonates and its sensitivity to empirical antibiotic in Dr. Moewardi Hospital Surakarta (RSDM). Ten isolates of bacteria obtained from babies blood with sepsis on August 2014 in RSDM and tested its sensitivity using disc diffusion method on Mueller Hinton agar. The sensitivity and resistance of bacteria to antibiotics is prescribed based on the diameter of radical zone inhibition. The results are the primary data which combined with 52 secondary data bacterial sensitivity from Clinical Microbiology Laboratory RSDM on January-March 2014. The results showed the percentage of the most bacteria that cause neonatal sepsis is Klebsiella pneumoniae (30.65%) and Staphylococcus haemolyticus (22.60%). The sensitivity pattern showed that Klebsiella pneumoniae and Enterobacter cloacae as Gram-negative bacteria have the highest sensitivity percentage (100%) to meropenem, whereas Gram-positive bacteria such as Staphylococcus haemolyticus have the highest sensitivity to gentamicin with the percentage 35.71%, followed by Staphylococcus hominis with the sensitivity percentage 83% to gentamicin, cefotaxime and piperacillin tazobaktam.
PENDAHULUAN
Bakteremia didefinisikan sebagai keberadaan kuman dalam darah yang dapat
berkembang menjadi sepsis. Bakteremia seringkali menandakan penyakit yang mengancam
jiwa, sehingga tindakan deteksi dini merupakan hal yang penting (Tiflah, 2006). Sepsis
adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada
bulan pertama kehidupan. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa terdapat
34 kasus kematian neonatus dari 1000 kelahiran hidup setiap tahun dan 98% kasus tersebut
berasal dari negara berkembang (Depkes, 2007). Data yang didapat dari Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007, terjadi 19 kematian neonatus dari 1000
kelahiran hidup di Indonesia (Sianturi et al., 2012). Angka kematian sepsis neonatus pada
tahun 2006 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dilaporkan sebesar 57,1% (Yulidar et al.,
2006). Penelitian terbaru di RSUP Sanglah Denpasar, angka kematian akibat sepsis
neonatus sebesar 30,4% (Putra, 2012).
Bakteremia atau sepsis yang terjadi selama masa kehamilan dan pasca persalinan
dapat disebabkan oleh kombinasi berbagai mikroorganisme, termasuk basilus dan kokus
jenis aerob dan anaerob (Prawirohardjo, 2009). Staphylococcus sp. menjadi kuman
terbanyak yang ditemukan pada kasus bakteremia pada pasien neonatus hingga anak-anak
di berbagai negara dari tahun ke tahun. Di Iran persentasenya sebesar 65,78% (Kalantar,
2008), Nepal 65% (Karki et al., 2010), Mesir 46% (El-Feky et al., 2011) dan Brazil 31,9%
(Pereira et al., 2013), sedangkan di Indonesia yaitu di RSUD Dr. Moewardi Surakarta,
Enterobacter sp. menjadi kuman penyebab bakteremia terbanyak dengan persentase 42,9%
diikuti Staphylococcus sp. dengan persentase 8,4% (Yulidar et al., 2006).
Penanganan awal bakteremia adalah pemberian antibiotik dan terapi suportif
dengan segera, sedangkan pilihan antibiotika tergantung pada insiden lokal untuk
mencegah terjadinya resistensi (Lissauer & Fanaroff, 2009). Di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta, kuman penyebab bakteremia dilaporkan telah resisten terhadap ampisilin
sebagai antibiotik empiris, bahkan persentase resistensi semua kuman uji terhadap
gentamisin mencapai 100% (Yulidar et al., 2006).
Dalam penggunaan antibiotik, tidak semua rumah sakit mempunyai program
berkesinambungan yang mengontrol kejadian resistensi bakteri, frekuensi terjadinya
infeksi, pedoman pemakaian antibiotik, serta monitoring pola resistensi yang dapat
digunakan untuk mengetahui antibiotik mana yang masih poten, aman, efektif dan
METODE PENELITIAN
Alat : Ose, penjepit, penangas air, oven (Memmert), mikropipet (Socorex), alat timbang
(Precisa), alat-alat gelas (Pyrex), inkubator (Memmert), Laminar Air Flow (CV. Srikandi
laboratory), inkubator shaker (New brunswick scientific excella e24), autoklaf (My life &
Hirayama).
Bahan : NaCl 0,9%, media transport Amies, media Nutrient Agar miring, media Mueller
Hinton agar, media Brain Heart Infusion, standar 0,5 McFarland, sepuluh isolat kuman
yang diisolasi dari darah bayi penderita sepsis diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi
Klinis RSUD Dr. Moewardi, delapan antibiotika yang dipilih berdasarkan Pedoman
Penggunaan Antibiotika RSUD Dr. Moewardi Periode 2011-2012, diantaranya: ampisilin,
gentamisin, sefotaksim, seftazidim, eritromisin, klindamisin, meropenem dan
piperasilin-tazobaktam, serta data sekunder yang diperoleh dari catatan medik Laboratorium
Mikrobiologi Klinik RSUD Dr. Moewardi Surakarta bulan Januari-Maret 2014.
Jalannya Penelitian : Sepuluh isolat kuman hasil isolasi darah bayi penderita sepsis pada
bulan Agustus 2014 diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUD Dr.
Moewardi Surakarta yang telah diidentifikasi dan diuji kepekaannya menggunakan alat
vitex oleh petugas laboratorium. Isolat kuman ditumbuhkan pada media NA miring sebagai
stok dan dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi UMS untuk dilakukan uji
kepekaan terhadap delapan antibiotika pilihan. Sebelum dilakukan uji kepekaan, isolat
kuman terlebih dahulu ditumbuhkan lagi pada media MH agar dengan cara streak plate
untuk mendapatkan koloni tunggal. Uji kepekaan kuman dilakukan dengan metode difusi
cara Kirby Bauer. Tiga sampai lima koloni kuman diambil menggunakan ose steril,
disuspensikan ke dalam media BHI cair dan dihomogenkan selama 2 jam di dalam
inkubator shaker, diatur kekeruhannya dengan penambahan NaCl 0,9% sampai sama
dengan standar 0,5 Mc Farland. Suspensi kuman diinokulasi pada cawan petri berisi media
MH, dibiarkan mengering beberapa saat baru kemudian ditempeli delapan disk antibiotika.
Setelah diinkubasi 18-24 jam pada suhu 37oC, diameter zona hambat masing-masing disk
antibiotika diukur dan dibandingkan dengan standar CLSI (Clinical and Laboratory
Standards Institute). Pada uji kepekaan kuman ini dilakukan satu kali orientasi dan dua kali
replikasi hingga didapat dua data kepekaan kuman terhadap delapan antibiotika sebagai
data primer yang kemudian digabungkan dengan data sekunder yang diambil dari catatan
medik Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUD Dr. Moewardi Surakarta bulan
Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan data primer berdasarkan hasil identifikasi kuman dan kepekaannya
terhadap antibiotika, sehingga diperoleh jenis kuman dan kepekaannya dengan cara
mengukur zona hambat radikal dari masing-masing disk antibiotika. Zona hambat tersebut
dibandingkan dengan standar diameter zona hambat dengan kriteria sensitif (S) dan
resisten (R) yang telah ditetapkan oleh Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI).
Hasil data primer kemudian digabungkan dengan data sekunder yang diperoleh dari catatan
medik Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUD Dr. Moewardi Surakarta bulan
Januari-Maret 2014. Dari kedua data tersebut dibuat persentase hasil dengan membagi hasil uji
kepekaan kuman dengan total isolat yang digunakan dan dikalikan seratus persen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik pasien neonatus dengan hasil biakan positif
Data karakteristik 52 pasien yang mempunyai hasil uji kepekaan kuman dapat
dilihat pada Tabel 1. Bayi laki-laki lebih banyak daripada bayi perempuan dengan
perbandingan jumlah 3 : 2. Sebagian besar penderita berusia < 4 hari dengan persentase
69,23%.
Tabel 1. Karakteristik pasien neonatus dengan hasil biakan positif di RSUD Dr. Moewardi.
Karakteristik Jumlah Persentase (%) Jenis kelamin
Menurut Nasution (2008) cit Aminullah (2005), Infeksi yang terjadi saat kehamilan
(prenatal) dan proses persalinan (intranatal) termasuk kelompok sepsis awitan dini (early
onset sepsis), sedangkan infeksi yang terjadi setelah proses persalinan atau sepsis awitan
lambat (late onset sepsis) biasanya berasal dari lingkungan sekitar, bakteri masuk ke dalam
tubuh melalui pernapasan, saluran cerna atau melalui kulit yang terinfeksi. Data
karakteristik pasien pada Tabel 1 menunjukkan bayi yang menderita sepsis lebih banyak
pada usia < 4 hari dibanding usia > 4 hari yang berarti angka kejadian sepsis neonatus di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta lebih banyak awitan dini dibanding awitan lambat.
Menurut Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum Departemen Kesehatan RI, sepsis
neonatus awitan dini memiliki kekerapan 3,5 kasus per 1000 kelahiran hidup dengan angka
mortalitas sebesar 15-50%, sedangkan sepsis awitan lambat angka mortalitasnya lebih
Pola kuman penyebab sepsis yang diisolasi dari spesimen darah
Berdasarkan hasil isolasi kuman dari data primer dan sekunder, didapatkan kuman
patogen penyebab sepsis adalah Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter baumanii,
Enterobacter cloacae,Enterobacter cloacaecomplex, dan Staphylococcus sp. Kuman yang
paling sering muncul adalah Klebsiella pneumoniae sebagai kuman Gram negatif dengan
persentase 30,65% diikuti Staphylococcus haemolyticus sebagai kuman Gram positif
dengan persentase 22,60%.
Tabel 2. Pola kuman hasil isolasi darah bayi penderita sepsis di RSUD Dr. Moewardi
Nama kuman Data primer Data sekunder Jumlah Persentase (%)
Klebsiella pneumoniae 5 14 19 30,65
Staphylococcus haemolyticus 2 12 14 22,60
Enterobacter cloacae - 8 8 12,90
Staphylococcus hominis 3 3 6 9,68
Staphylococcus epidermidis - 4 4 6,45
Acinetobacter baumanii - 4 4 6,45
Enterobacter cloacae complex - 2 2 3,22
Staphylococcus aureus - 2 2 3,22
Staphylococcus saprophyticus - 1 1 1,61
Staphylococcus capitis - 1 1 1,61
Staphylococcus xylosus - 1 1 1,61
Jumlah 10 52 62 100
Tabel 2 menjelaskan bahwa Klebsiella pneumoniae merupakan kuman patogen
terbanyak dari total 11 jenis kuman yang diisolasi. Menurut penelitian yang dilakukan di
Tuzla, Klebsiella pneumoniae merupakan kuman Gram negatif paling umum yang
menyebabkan infeksi di rumah sakit. Infeksi bakteri ini dapat menyebabkan manifestasi
klinis berupa pneumonia, bakteremia, infeksi luka, infeksi saluran kemih dan bakteriuria
karena penggunaan kateter (Hadzic et al, 2012). Penelitian sebelumnya di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta tahun 2006 mengenai pola kuman penyebab sepsis neonatorum
mendapatkan hasil persentase Klebsiella pneumoniae yang diisolasi dari spesimen darah
bayi penderita sepsis sebanyak 4,1% (Yulidar, 2006).
Distribusi kuman Gram positif dan Gram negatif
Penelitian dilakukan pada total 62 isolat kuman hasil kultur dan isolasi spesimen
darah bayi penderita sepsis di RSUD Dr. Moewardi. Sebanyak 33 isolat merupakan Gram
negatif dan 29 isolat Gram positif, sedangkan kuman terbanyak adalah Klebsiella
pneumoniae dengan persentase 30,65%. Dari hasil tersebut maka persentase kuman Gram
Gambar 1. Persentase total kuman Gram positif dan Gram negatif yang diisolasi dari spesimen darah bayi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Penelitian sebelumnya tentang pola kuman penyebab sepsis pada anak di RS. Cipto
Mangunkusumo juga mendapatkan hasil serupa, kuman penyebab terbanyak adalah Gram
negatif dengan persentase 65%. Penggunaan antibiotik secara luas saat rawat jalan,
peningkatan penggunaan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dan Pediatrics Intensive
Care Unit (PICU), penggunaan kateter intravena sentral jangka lama, kemoterapi dan
kortikosteroid menyebabkan kuman Gram negatif menjadi masalah bermakna di rumah
sakit (Dewi, 2011). Infeksi kuman yang terjadi melalui saluran air kemih ibu hamil
mengakibatkan angka kematian perinatal yang tinggi pada bayi disebabkan adanya
endotoksin yang berasal dari kuman Gram negatif (Jawetz et al., 1991).
Distribusi kuman Gram negatif yang diisolasi dari spesimen darah
Distribusi kuman Gram negatif sebanyak 53% terdiri dari beberapa kuman (Tabel
3) yaitu Klebsiella pneumoniae (57,57%), Enterobacter cloacae (24,24%), Acinetobacter
baumanii (12,12%) dan Enterobacter cloacae complex (6,07%).
Tabel 3. Pola kuman Gram negatif yang diisolasi dari spesimen darah di RSUD Dr. Moewardi periode 2014
Nama bakteri Jumlah Persentase (%)
Klebsiella pneumoniae 19 57,57
Enterobacter cloacae 8 24,24
Acinetobacter baumanii 4 12,12
Enterobacter cloacae complex 2 6,07
Jumlah 33 100
Sanchez et al. (2013) yang meneliti resistensi Klebsiella pneumoniae sejak tahun
1998-2010 di Amerika menemukan bahwa Penyebaran Klebsiella pneumoniae dapat
melalui sistem pencernaan atau melalui tangan petugas rumah sakit. Karena
kemampuannya yang dapat menyebar dengan cepat di lingkungan rumah sakit, Klebsiella
Di Indonesia, angka infeksi kuman ini juga cukup tinggi. Penelitian sebelumnya
menyebutkan bahwa Klebsiella pneumoniae menjadi kuman penyebab sepsis neonatus
terbanyak. Di RS. Cipto Mangunkusumo pada tahun 2011, persentase Klebsiella sebesar
24% mendominasi hasil isolasi kuman (Dewi, 2011), begitu juga penelitian di RS. Abdul
Muluk Bandar Lampung menunjukkan hasil serupa, Klebsiella sp. muncul sebagai kuman
terbanyak dengan persentase 25% (Apriliana, 2013).
Distribusi kuman Gram positif yang diisolasi dari spesimen darah
Distribusi total kuman Gram positif hanya terdiri dari satu jenis kuman yaitu
Staphylococcus sp. Dari 29 isolat Staphylococcus sp. yang ditemukan, Staphylococcus
haemolyticus adalah kuman yang paling banyak muncul dengan persentase 48,27% diikuti
Staphylococcus hominis (20,68%), Staphylococcus epidermidis (13,8%), Staphylococcus
aureus (6,9%) dan tiga kuman terakhir yaitu Staphylococcus saprophyticus,
Staphylococcus capitis dan Staphylococcus xylosus dengan persentase yang sama (3,45%)
(Tabel 4).
Tabel 4. Pola kuman Gram positif yang diisolasi dari spesimen darah di RSUD Dr. Moewardi periode 2014
Nama bakteri Jumlah Persentase (%)
Staphylococcus haemolyticus 14 48,27
Staphylococcus hominis 6 20,68
Staphylococcus epidermidis 4 13,8
Staphylococcus aureus 2 6,9
Staphylococcus saprophyticus 1 3,45
Staphylococcus capitis 1 3,45
Staphylococcus xylosus 1 3,45
Jumlah 29 100
Dari tujuh kuman Staphylococcus sp. yang ditemukan, enam isolat merupakan
Staphylococcus koagulase negatif, sedangkan satu kuman Staphylococcus aureus
merupakan koagulase positif. Hasil ini serupa dengan penelitian sebelumnya, dari sembilan
isolat Staphylococcus yang didapatkan dari spesimen darah bayi di RSDM Surakarta,
delapan diantaranya merupakan Staphylococcus koagulase negatif dan hanya satu isolat
Staphylococcus aureus (Yulidar, 2006). Penelitian Nash et al. (2013) di Chicago
menyatakan bahwa Staphylococcus koagulase negatif (CoNS) adalah kelompok kuman
yang biasa ditemukan dalam evaluasi sepsis klinis pada neonatus. Menurut Centers for
Disease Control and Prevention National Healthcare Safety Network, CoNS menyumbang
lebih dari 30% pada infeksi darah yang terjadi di banyak rumah sakit. Terdapat lebih dari
30 spesies CoNS termasuk S. haemolyticus, S. saprophyticus, S. hominis, S. capitis, S.
xylosus dan S. epidermidis yang biasa ditemukan. Pada abad 21, CoNS masih menjadi
Kepekaan kuman hasil isolasi terhadap antibiotika (Data primer)
Identifikasi dan isolasi spesimen darah bayi penderita sepsis dilakukan oleh petugas
Laboratorium Mikrobiologi Klinis RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan menghasilkan 10
isolat kuman paling dominan yang terdiri dari 3 jenis yaitu Klebsiella pneumoniae,
Staphylococcus hominis dan Staphylococcus haemolyticus. Sepuluh isolat kuman diuji
kepekaannya terhadap delapan antibiotika yang dipilih berdasarkan Pedoman Penggunaan
Antibiotika RSUD Dr. Moewardi Surakarta serta data catatan medik (lihat Lampiran 13),
diantaranya: ampisilin, gentamisin, seftazidim, sefotaksim, klindamisin, eritromisin,
piperasilin-tazobaktam dan meropenem. Tabel 5 menunjukkan rata-rata dua data replikasi
uji kepekaan kuman.
Tabel 5. Hasil uji kepekaan 10 isolat kuman penyebab sepsis terhadap antibiotika di RSUD Dr. Moewardi periode 2014
Jenis antibiotik K. pneumoniae S. hominis S. haemolyticus
(n = 5) (n = 3) (n = 2) R (%) S (%) R (%) S (%) R (%) S (%)
Seftazidim 100 0 100 0 100 0
Ampisilin 100 0 100 0 100 0
Piperasilin-tazobaktam 60 40 0 100 100 0
Gentamisin 100 0 33,33 66,67 100 0 Klindamisin 100 0 100 0 100 0 Eritromisin 100 0 100 0 100 0
Meropenem 0 100 33,33 66,67 50 50
Sefotaksim 100 0 100 0 100 0
Keterangan: R: Resisten; S: Sensitif.
Gentamisin yang selama ini dijadikan antibiotik empiris pada kasus sepsis neonatus
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta memiliki potensi yang rendah terhadap kuman uji,
bahkan resistensi tiga jenis kuman terhadap lima antibiotika empiris lainnya yaitu
ampisilin, seftazidim, klindamisin, eritromisin dan sefotaksim mencapai 100%. Tabel 5
menjelaskan hasil uji kepekaan sepuluh isolat kuman terhadap antibiotika pilihan,
Klebsiella pneumoniae telah resisten terhadap enam antibiotika uji dan hanya dua
antibiotika yang masih dapat digunakan karena masih menunjukkan potensi yaitu
meropenem dan piperasilin-tazobaktam.
Pada kelompok kuman Staphylococcus hominis, didapatkan persentase kepekaan
100% terhadap antibiotika piperasilin-tazobaktam, kepekaan diatas 50% terhadap
gentamisin dan meropenem, sedangkan terhadap lima antibiotika lainnya S. hominis
dinyatakan telah resisten. Pada kelompok bakteri terakhir yaitu S. haemolyticus, didapatkan
persentase kepekaan sebesar 50% hanya pada satu antibiotik uji yaitu meropenem,
sedangkan terhadap tujuh antibiotika lainnya kuman ini tidak menunjukkan angka
kepekaan, yang berarti Staphylococcus haemolyticus telah resisten terhadap ampisilin,
Antibiotika golongan karbapenem masih menunjukkan potensi yang tinggi dalam
melawan kuman penyebab sepsis neonatus. Penelitian lain yang mendapat hasil serupa
tentang kepekaan kuman terhadap antibiotika ini misalnya yang dilakukan di RS Abdul
Muluk Bandar Lampung pada tahun 2013, imipenem menunjukkan potensi yang tinggi
terhadap kuman penyebab sepsis neonatus dimana sebesar 73,7% isolat kuman
menunjukkan kepekaannya, sedangkan terhadap antibiotika golongan penisilin, kuman uji
menunjukkan angka resistensi yang tinggi yaitu sebesar 94,7% (Apriliana, 2013).
Gambar 2. Hasil uji kepekaan isolat kuman patogen penyebab sepsis neonatusterhadap antibiotika: (1) Meropenem; (2) Piperasilin-tazobaktam; (3) Seftazidim; (4) Klindamisin; (5) Gentamisin; (6) Sefotaksim; (7) Ampisilin; (8) Eritromisin
Gambar 2 adalah foto hasil uji kepekaan Klebsiella pneumonia, Staphylococcus
haemolyticus dan Staphylococcus hominis dengan metode difusi, hasil diameter zona
hambat radikal dibandingkan dengan standar CLSI untuk ditentukan sensitif (S) atau
resisten (R). Gambar di atas menunjukkan antibiotika yang masih poten adalah
meropenem. Bahkan dari sepuluh isolat kuman yang diujikan, delapan diantaranya
menunjukkan kepekaan terhadap antibiotika ini. Dalam Pedoman Penggunaan antibiotika
RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2012, antibiotika golongan karbapenem dijadikan
alternatif pada kasus sepsis yang disebabkan oleh infeksi Staphylococcus sp. Pada
Klebsiella, antibiotika yang masih menunjukkan potensi adalah meropenem dan
piperasilin-tazobaktam. Piperasilin digunakan sebagai antibiotika alternatif pada kasus
sepsis yang disebabkan oleh kuman Klebsiella di RSUD Dr. Moewardi.
Klebsiella pneumoniae (732D) Staphylococcus haemolyticus (503D)
Staphylococcus hominis (667D)
Pola kepekaan kuman Gram negatif terhadap antibiotika
Dari data gabungan hasil uji kepekaan kuman Gram negatif, didapatkan hasil
meropenem sebagai antibiotik yang paling poten dalam menghambat penyebaran kuman
Gram negatif dengan persentase 96,97% terhadap semua kuman uji.
Tabel 6. Hasil uji kepekaan kuman Gram negatif terhadap antibiotika di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014
Isolat kuman Gram negatif
Antibiotika*
Meropenem Gentamisin Ampisilin Seftazidim
Klebsiella Pneumoniae (n=19)
Sensitif (%) 100 10,52 0 10,52 Resisten (%) 0 89,48 100 89,48
Enterobacter cloacae (n=8)
Sensitif (%) 100 25 0 12,5 Resisten (%) 0 75 100 87,5
Enterobacter cloacae complex (n=2)
Sensitif (%) 100 100 0 0 Resisten (%) 0 0 100 100
Acinetobacter baumanii (n=4)
Sensitif (%) 75 0 0 0 Resisten (%) 25 100 100 100 *Berdasar Pedoman Penggunaan Antibiotika Periode 2011-2012 & data catatan medik tahun 2014 RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Dari catatan medik pasien sepsis neonatus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta,
diketahui ampisilin merupakan antibiotika empiris yang sering diresepkan pada kasus
sepsis neonatus di rumah sakit ini. Tabel 6 menjelaskan bahwa ke empat kuman Gram
negatif telah resisten (100%) terhadap ampisilin, begitu pula terhadap seftazidim dan
gentamisin, kuman Gram negatif sudah mengalami resistensi dengan angka persentase
yang cukup tinggi yaitu 94,25% terhadap seftazidim dan 66,12% terhadap gentamisin. Hal
ini mungkin terjadi karena kuman Gram negatif seperti Klebsiella pneumoniae dapat
memproduksi extended spectrum beta lactamase (ESBL) sehingga resisten terhadap banyak
antibiotika.Oleh karena itu, terapi kombinasi antibiotik betalaktam dan aminoglikosida
sangat dianjurkan untuk mencegah resistensi tersebut (Depkes RI, 2007).
Gambar 3 menunjukkan persentase antibiotika yang masih memiliki potensi tinggi
dalam menghambat penyebaran kuman Gram negatif adalah meropenem dengan persentase
kepekaan kuman sebesar 97%. Kuman Gram negatif menunjukkan persentase resistensi
mencapai 100% terhadap ampisilin. Tingginya angka resistensi kuman Gram negatif
tersebut dapat menjelaskan mengapa angka populasi kuman Gram negatif lebih banyak
dibanding kuman Gram positif pada penelitian ini.
Pola kepekaan kuman Gram positif terhadap antibiotika
Dari hasil uji kepekaan total kuman Gram positif, kebanyakan kuman
Staphylococcus telah resisten terhadap ketujuh antibiotika uji. Staphylococcus
haemolyticus sebagai kuman Gram positif terbanyak menunjukkan angka kepekaan yang
rendah terhadap banyak antibiotika. Persentase resistensinya di atas 50% terhadap semua
antibiotika yaitu eritromisin, klindamisin, meropenem, gentamisin, seftazidim, sefotaksim
dan piperasilin-tazobaktam.
Tabel 7. Pola kepekaan kuman Gram positif terhadap antibiotika di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014
Antibiotika Ket: E: Eritromisin; CC: Klindamisin; MEM: Meropenem; GM: Gentamisin; CAZ: Seftazidim; TZP: Piperasilin-tazobaktam; CTX: Sefotaksim. 1: berdasar Pedoman Penggunaan Antibiotika; 2: berdasar data catatan medik; 3: berdasar Pedoman Penggunaan Antibiotika Periode 2011-2012 & data catatan medik tahun 2014 RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Staphylococcus koagulase negatif (CoNS) merupakan kuman Gram positif yang
mendominasi hasil kultur spesimen darah bayi dengan sepsis di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Dari catatan medik pasien sepsis neonatus diketahui bahwa antibiotika yang
sefotaksim dan eritromisin, sedangkan dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa kuman yang
paling banyak muncul yaitu Staphylococcus haemolyticus ternyata memiliki persentase
resistensi yang cukup tinggi terhadap gentamisin dengan persentase 64,29%.
Gambar 4. Pola kepekaan kuman Gram positif terhadap antibiotika di RSDM tahun 2014 (data primer & sekunder). Ket: E: Eritromisin; CC: Klindamisin; MEM: Meropenem; GM: Gentamisin; CAZ: Seftazidim; TZP: Piperasilin-tazobaktam; CTX: Sefotaksim. 1: berdasar Pedoman Penggunaan Antibiotika; 2: berdasar data catatan medik; 3: berdasar Pedoman Penggunaan Antibiotika Periode 2011-2012 & data catatan medik tahun 2014 RSDM Surakarta.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa antibiotika yang biasa digunakan untuk
kasus sepsis neonatus seperti gentamisin, ampisilin, seftazidim, sefotaksim dan eritromisin
ternyata memiliki potensi yang rendah terhadap kuman Gram positif penyebab sepsis
neonatus, persentase kepekaan kuman terhadap antibiotika tersebut kurang dari 50%. Hasil
ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Tiflah pada tahun 2006 di Bangsal Bayi
Resiko Tinggi (BBRT) RSUD Dr. Kariadi Semarang, resistensi kuman terhadap ampisilin,
gentamisin dan sefotaksim sebagai antibiotika empiris memiliki persentase di atas 50%
(Tiflah, 2006). Pada penelitian pola kuman penyebab sepsis neonatus di RSUD Dr.
Moewardi pada tahun 2006, angka resistensi Staphylococcus terhadap antibiotika juga
memiliki persentase yang tinggi. Resistensi Staphylococcus terhadap seftazidim dan
gentamisin mencapai angka 100%, sedangkan kepekaan Staphylococcus terhadap
antibiotik lain seperti ampisilin, amikasin, sefotaksim, meropenem dan sefepim memiliki
persentase di bawah 30% (Yulidar, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian ini, penggunaan antibiotika yang banyak diresepkan
untuk kasus sepsis neonatus harus dievaluasi penggunaannya karena kuman penyebab
sepsis telah resisten terhadap antibiotika-antibiotika tersebut. Begitu pula Pedoman
Penggunaan Antibiotika harus dikaji ulang karena diketahui bahwa kuman-kuman uji telah
resisten terhadap beberapa antibiotika yang menjadi rekomendasi seperti golongan
penisilin, aminoglikosida dan sefalosforin. Kelemahan penelitian ini antara lain,
terbatasnya jumlah data sekunder dari catatan medik yang diambil hanya pada bulan
Januari-Maret 2014, data hasil uji kepekaan kuman yang diambil dari rata-rata dua
replikasi saja, selain itu juga pertimbangan biaya dan waktu.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Persentase pola kuman yang diisolasi dari spesimen darah bayi dengan sepsis di RSUD
Dr. Moewardi pada tahun 2014 adalah Klebsiella pneumoniae (30,65%), Staphylococcus
haemolyticus (22,60%), Enterobacter cloacae (12,90%), Staphylococcus hominis (9,68%),
Staphylococcus epidermidis (6,45%), Acinetobacter baumanii (6,45%), Enterobacter cloacae
complex (3,22%), Staphylococcus aureus (3,22%), dan tiga kuman terakhir dengan
persentase yang sama yaitu Staphylococcus saprophyticus, Staphylococcus capitis dan
Staphylococcus xylosus (1,61%).
2. Pola kepekaan kuman pada pasien sepsis neonatus di RSUD Dr Moewardi tahun 2014
menunjukkan Klebsiella pneumoniae dan Enterobacter cloacae sebagai kuman Gram
negatif terbanyak memiliki persentase kepekaan sebesar 100% terhadap meropenem,
sedangkan kuman Gram positif terbanyak yaitu Staphylococcus haemolyticus memiliki
kepekaan paling tinggi terhadap gentamisin dengan persentase 35,71% diikuti
Staphylococcus hominis dengan persentase kepekaan sebesar 83% terhadap gentamisin,
sefotaksim dan piperasilin tazobaktam.
Saran
1. Pentingnya program pengendalian infeksi secara aktif, pemantauan pola kuman dan
resistensinya secara berkala dalam rangka mencegah penyebaran multi-drug resistance
dengan menyertakan edukasi dan konseling pada klinisi kesehatan juga masyarakat
awam tentang kebijaksanaan penggunaan antibiotika.
2. Perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar dan data yang lebih
lengkap, juga analisis faktor-faktor yang berpengaruh pada kematian bayi dengan
sepsis.
3. Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan RSUD Dr. Moewardi Surakarta dalam
memilih antibiotika empiris dalam kasus sepsis neonatus, agar menggunakan
antibiotika yang memiliki potensi tinggi terhadap kuman patogen, dan tidak
menggunakan antibiotika yang diketahui bahwa kuman-kuman telah resisten terhadap
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada petugas Laboratorium Mikrobiologi Klinik dan staff Bagian
Pendidikan dan Pelatihan RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah banyak membantu
demi terlaksananya penelitian ini.
Daftar Acuan
Aminullah, A., Masalah Terkini Sepsis Nenatorum, Dalam : Update in Neonatal Infection, Pendidikan Berkelanjutan IKA XLVIII, Jakarta, 2005: 1-13.
Apriliana, E., Rukmono, P., Erdian, D. N. dan Tania, F., Bakteri Penyebab Sepsis Neonatorum dan Pola Kepekaannya Terhadap Antibiotika, Seminar Nasional Sains dan Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung 19-20 November 2013.
CLSI, 2011, Performane Standards for Antimicrobial Susceptibility Testing; Twenty-First International Supplement, USA, Clinical and Laboratory Standards Institute.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007, Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum, Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Dewi, R., 2011, Sepsis Pada Anak : Pola Kuman dan Uji Kepekaan, Majalah Kedokteran Indonesia, 61 (3): 101-106.
El-Feky, Elham, A.M., Rahman, Zeinab, A. dan Mansi, Y. A., 2011, Retrospective Analysis of Neonatal Bacteremia and Antimicrobial Resistance Pattern in Neonatal Intensive Care Unit, Research Journal of Medicine and Medical Sciences, 6 (2): 62-68.
European Centre for Disease Prevention and Control, 2013, Summary of the latest data on antibiotic resistance in the European Union, Stockholm.
Hadzic, S., Custovic, A., Smajlovic, J., Ahmetagic, S., 2012, Distribution of Nosocomial Infections Caused by Klebsiella pneumoniae ESBL strain, Journal of Environmental and Occupational Science, 1 (3), 141-146.
Jawetz, E., Melnick, J. L. & Adelberg, E. A., 1991, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, diterjemahkan oleh Tonang, H., EGC Penerbit buku kedokteran, Jakarta.
Kalantar, E., Motlagh, M., Lordnejad, H. & Beiranvand, S., 2008, The Prevalence of Bacteria Isolated from Blood Cultures of Iranian Children and Study of Their Antimicrobial Susceptibilities, Jundishapur Journal of Natural Pharmaceutical Products, 3 (1), 1-7.
Lissauer, T. & Fanaroff, A. A., 2009, At A Glance Neonatologi, diterjemahkan oleh Vidhia, U., Jakarta, Penerbit Erlangga.
Nash, C., Chu, A., Bhatti, M., Alexander, K., Schreiber, M. dan Hageman, J. R., 2013, Coagulase negative Staphylococci in the neonatal care unit: are we any smarter?, Neo reviews, 14 (6).
Pereira, C. A. P., Marra, A. R., Camargo, L. F. A., Pignatari, A. C. C., Sukiennik, T., Behar, P. R. P., et al. (2013) Nosocomial Bloodstream Infections in Brazilian Pediatric Patients: Microbiology, Epidemiology, and Clinical Features. PLoS ONE 8 (7): e68144
Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Jakarta, Penerbit Erlangga.
Prawirohardjo, 2009, Ilmu Kebidanan, Jakarta, PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Putra, J. P., 2012, Insiden dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sepsis Neonatus di RSUP Sanglah Denpasar, Sari Pediatri, 14 (3), 205-210.
Refdanita., Maksum, R., Nurgani, A. & Endang, P., 2004, Pola Kepekaan Kuman Terhadap Antibiotika di Ruang Rawat Intensif Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002, Makara Kesehatan, 8 (2), 41-48.
Sanchez, G. M., Master, R. N., Clark, R. B., Fyyaz, M., Duvvuri, P., Ekta, G., et al, 2013, Antimicrobial Drug Resistance, United States, 1998-2010. Emerging Infectious Disease, 19 (1), 133-135.
Shulman, S. T., Phair, J. P. dan Sommers, H. M., 1994., Dasar Biologi dan Klinis Penyakit Infeksi Edisi Keempat, diterjemahkan oleh Wahab, A. S., Yogyakata, Gadjah Mada University Press.
Sianturi, P., Hasibuan, B. S., Lubis, B. M., Azlin, E. dan Tjipta, G. D., 2012, Gambaran Pola Resistensi Bakteri di Unit Perawatan Neonatus, Sari Pediatri, 13 (6), 431-436.
Spicer, J., 2008, Clinical Microbiology and Infectious Diseases 2nd Edition, London, Churchill Livingstone Elsevier.
Tiflah, 2006, Bakteremia pada Neonatus: Hubungan Pola Kuman dan Kepekaan terhadap Antibiotik Inisial serta Faktor Risikonya di Bangsal Bayi Risiko Tinggi (BBRT) RS. DR. Kariadi Tahun 2004, skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.
Vandepitte, J., Verhaegen, J., Engbaek, K., Rohner, P., Piot, P. & Heuck, C. C., 2011, Prosedur Laboratorium Dasar untuk Bakteriologi Klinis Edisi Kedua, diterjemahkan oleh Lyana, S., Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.