Oleh:
Lia Monica Br Kemit NIM 4101111026
Program Studi Pendidikan Matematika
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan rahmat-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi berjudul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Belajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI dan Model Pembelajaran Problem Based Learning di SMP”, disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNIMED.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Rektor UNIMED Prof. Dr. Ibnu Hajar, MS beserta seluruh Wakil Rektor sebagai pimpinan UNIMED, Bapak Prof. Drs. Motlan, M.Sc, Ph.D selaku Dekan FMIPA UNIMED beserta Pembantu Dekan I, II, dan III di lingkungan UNIMED, Bapak Drs. Edy Surya, M.Si selaku Ketua Jurusan Matematika, Bapak Drs. Zul Amry, M.Si selaku Ketua Program Studi Jurusan Matematika dan Bapak Drs. Yasifati Hia, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Matematika. Ucapan terima kasih juga kepada Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran guna kesempurnaan skripsi ini, Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd, Bapak Dr. Edy Surya, M.Si, dan Ibu Dra. Hamidah Nasution, M.Si, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran mulai dari perencanaan penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi ini, Ibu Dra. Nurliani Manurung, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Akademik, dan kepada seluruh Bapak dan Ibu dosen serta staf pegawai jurusan Matematika FMIPA UNIMED.
Teristimewa penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada Ayahanda Roberto Kemit dan Ibunda Nambunta Br Tarigan yang terus
memberikan motivasi, dukungan finansial dan doa demi keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini, juga kepada Adik-Adikku, Yore, Elisa, dan Ana yang juga selalu memberikan dukungan dan doa.
v
Sitepu, S.Pd dan Ibu Rehulina Br Saragih, S.Pd, selaku guru bidang studi matematika SMP Letjen Jamin Ginting’s Berastagi yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada B’Reza, Mevi, Lilis, Oen, dan teman-teman seperjuangan lainnya di jurusan matematika kelas B Reguler 2010 serta kepada K’Epi Siregar, yang telah banyak membantu penulis
selama perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi ini, beserta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut memberi semangat dan bantuan kepada penulis.
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya skripsi ini bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.
Medan, Oktober 2014 Penulis,
Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Belajar dengan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TAI dan Model Pembelajaran Problem Based Learning di SMP
LIA MONICA BR KEMIT (NIM. 4101111026)
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan berdasarkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan menerapkan 2 model pembelajaran, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dan model pembelajaran Problem Based Learning di kelas VII SMP Letjen Jamin Ginting’s Berastagi T.A. 2014/2015.
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Letjen Jamin Ginting’s Berastagi T.A. 2014/2015 yang terdiri dari 4 kelas paralel. Sedangkan, yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sampel homogen, yang dipilih secara acak setelah sebelumnya diberikan pretest untuk populasi, siswa sebagai sampel sebanyak 2 kelas, yaitu kelas VII-A sebanyak 31 orang yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dan kelas VII-B sebanyak 31 orang yang belajar dengan model pembelajaran Problem Based Learning.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan i
Riwayat Hidup ii
Abstrak iii
Kata Pengantar iv
Daftar Isi vi
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
Daftar Lampiran x
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Identifikasi Masalah 6
1.3. Batasan Masalah 7
1.4. Rumusan Masalah 7
1.5. Tujuan Penelitian 7
1.6. Manfaat Penelitian 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Masalah dalam Matematika 9
2.2. Pemecahan Masalah Matematika 10
2.3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 12 2.4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Accelerated
Instruction) 15
2.5. Model Pembelajaran Problem Based Learning 22 2.6. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team
Accelerated Instruction) dan Pembelajaran Problem Based
Learning 27
2.7. Materi Pelajaran Bilangan Pecahan 29
2.8. Kerangka Konseptual 36
2.9. Definisi Operasional 39
2.10. Hipotesis Tindakan 40
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian 41
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 41
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi 42
3.3.2. Sampel 42
3.4. Variabel Penelitian dan Instrumen Penelitian
3.4.1. Variabel Penelitian 42
3.4.2. Instrumen Penelitian 43
3.5. Desain Penelitian 47
3.7. Uji Prasyarat Instrumen 51
3.8. Teknik Analisis Data 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Uji Prasyarat Instrumen Penelitian 56 4.2. Deskripsi Data Hasil Penelitian 57 4.3. Analisis Data Hasil Penelitian
4.3.1. Pengujian Persyaratan Analisis 70 4.3.2. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian 72
4.4. Temuan Penelitian 73
4.5. Pembahasan Hasil Penelitian 74
4.6. Keterbatasan Penelitian 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 78
5.2. Saran 78
DAFTAR PUSTAKA 80
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Sehelai Kain 29
Gambar 2.2. Sepotong Kain 33
Gambar 2.3. Bermain Sirkus 34
Gambar 2.4. Roti 35
Gambar 3.1. Prosedur Penelitian 50
Gambar 4.1. Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kedua
Kelompok Sampel 59
Gambar 4.2. Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa Kelas TAI 63
Gambar 4.3. Pola Jawaban Butir Soal Nomor 1 pada Kelas TAI
(Penyelesaian Benar) 64
Gambar 4.4. Pola Jawaban Butir Soal Nomor 1 pada Kelas TAI
(Penyelesaian Kurang Lengkap) 64 Gambar 4.5. Pola Jawaban Butir Soal Nomor 2 pada Kelas TAI
(Penyelesaian Benar) 65
Gambar 4.6. Pola Jawaban Butir Soal Nomor 3 pada Kelas TAI
(Penyelesaian Benar) 65
Gambar 4.7. Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa Kelas PBL 67
Gambar 4.8. Pola Jawaban Butir Soal Nomor 1 pada Kelas PBL
(Penyelesaian Benar) 68
Gambar 4.9. Pola Jawaban Butir Soal Nomor 1 pada Kelas PBL
(Penyelesaian Tidak Benar) 68 Gambar 4.10. Pola Jawaban Butir Soal Nomor 2 pada Kelas PBL
(Penyelesaian Benar) 69 Gambar 4.11. Pola Jawaban Butir Soal Nomor 3 pada Kelas PBL
(Penyelesaian Tidak Benar) 69 Gambar 4.12. Hasil Uji Hipotesis Penelitian berdasarkan Perhitungan dari
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif 16 Tabel 2.2. Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning 26
Tabel 3.1. Rancangan Penelitian 41
Tabel 3.2. Kisi-Kisi Soal Pretest 43
Tabel 3.3. Kisi-Kisi Soal Posttest 44
Tabel 3.4. Skor Pedoman Penskoran Soal 44 Tabel 3.5. Pedoman Pengklasifikasian Pemecahan Masalah
Matematika Siswa dengan Skala 5 47 Tabel 3.6. Two Pretest-Posttest Control Group Design 48 Tabel 4.1. Rekapitulasi Data Hasil Uji Validitas Pretest 56 Tabel 4.2. Rekapitulasi Data Hasil Uji Validitas Posttest 57 Tabel 4.3. Perbandingan Pretest Kedua Kelompok Sampel 58 Tabel 4.4. Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kedua
Kelompok Sampel secara Kuantitatif 59 Tabel 4.5. Data Pretest Aspek Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 60 Tabel 4.6. Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kedua Kelompok Sampel 61 Tabel 4.7. Data Posttest Aspek Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 62 Tabel 4.8. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
secara Kuantitatif Kelas TAI 62
Tabel 4.9. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas TAI 82 Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas PBL 106 Lampiran 3. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) 156 Lampiran 4. Kisi-Kisi Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika 181
Lampiran 5. Kisi-Kisi Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika 183
Lampiran 6. Pretest 185
Lampiran 7. Alternatif Penyelesaian dan Penskoran Pretest 188
Lampiran 8. Posttest 192
Lampiran 9. Alternatif Penyelesaian dan Penskoran Posttest 194 Lampiran 10. Pedoman Penskoran Jawaban Siswa dalam Pemecahan
Masalah 198
Lampiran 11. Hasil Uji Validitas Tes 199 Lampiran 12. Hasil Uji Reliabilitas Tes 204
Lampiran 13. Data Pretest Populasi 209
Lampiran 14. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas TAI
dan PBL 211
Lampiran 15. Pembagian Kelompok Heterogen Masing-Masing Kelas
Sampel 212
Lampiran 16. Prosedur Perhitungan Rata-Rata, Varians, dan Simpangan
Baku 214
Pendedekan merupakan salah satu komponen penteng dalam menengkatkan
kualetas sumber daya manusea. Oleh karena etu, perubahan atau perkembangan
pendedekan adalah hal yang memang seharusnya terjade sejalan dengan perubahan
budaya kehedupan. Perubahan dalam arte perbaekan pendedekan pada semua
tengkat perlu terus-menerus delakukan sebagae antesepase kepentengan masa depan.
Pendedekan yang baek adalah pendedekan yang mampu mendukung pembangunan
de masa mendatang, yang berarte mampu mengembangkan potense peserta dedek,
sehengga yang bersangkutan mampu menghadape dan memecahkan problema
kehedupan yang dealamenya.
Mengacu pada konsep pendedekan yang baek adalah pendedekan yang
mampu mendukung pembangunan de masa mendatang, maka dalam setuase
masyarakat yang selalu berubah, pendedekan hendaknya melehat jauh ke depan dan
memekerkan apa yang dehadape peserta dedek de masa yang akan datang. Buchore
(dalam Treanto, 2011: 5) mengungkapkan: “Pendedekan yang baek adalah
pendedekan yang tedak hanya memperseapkan para seswanya untuk sesuatu profese
atau jabatan, tetape untuk menyelesaekan masalah-masalah yang dehadapenya
dalam kehedupan sehare-hare”.
Pemerentah Indonesea telah berupaya melaksanakan berbagae cara untuk
menengkatkan kualetas pendedekan. Salah satunya kurekulum yang berubah secara
terus menerus, sampae pada derencanakannya Kurekulum 2013. Pada hakekatnya
Kurekulum 2013 merupakan paradegma baru dalam pendedekan yang deharapkan
akan membawa perbaekan de dunea pendedekan.
Matemateka menjade salah satu mata pelajaran yang sangat penteng de
jenjang pendedekan dasar dan menengah, hal ene dapat delehat dare waktu jam
pelajaran Matemateka de sekolah lebeh banyak debandengkan dengan pelajaran
laen. Penyebab utama pentengnya matemateka adalah karena dapat melateh
seseorang (seswa) berpeker dengan jelas, loges, sestemates, bertanggung jawab,
2
memeleke keprebadean baek dan keterampelan menyelesaekan masalah dalam
kehedupan sehare-hare. Ada banyak alasan tentang perlunya seswa belajar
matemateka, Romberg (dalam Wedjajante, 2009: 405) menyebutkan 5 tujuan
belajar matemateka bage seswa, yaetu : “(1) belajar tentang nelae matemateka, (2)
menjade percaya dere dengan kemampuannya sendere, (3) menjade pemecah
masalah matemateka, (4) belajar untuk berkomunekase secara matemates, dan (5)
belajar untuk bernalar secara matemates”.
Corneleus dalam Abdurrahman (2009: 253) mengemukakan bahwa:
Matemateka perlu deajarkan kepada seswa karena : (1) selalu degunakan dalam kehedupan sehare-hare; (2) semua bedang stude memerlukan keterampelan matemateka yang sesuae; (3) merupakan sarana komunekase yang kuat, sengkat dan jelas; (4) dapat degunakan untuk menyajekan enformase dalam berbagae cara; (5) menengkatkan kemampuan berpeker loges, keteletean, dan kesadaran keruangan dan (6) memberekan kemampuan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Sedangkan, berdasarkan hasel belajar matemateka, Lenner (dalam Abdurrahman,
2009: 253) mengemukakan bahwa “kurekulum bedang stude matemateka
hendaknya mencakup tega elemen, yaetu : (1) konsep, (2) keterampelan dan (3)
pemecahan masalah”.
Dare pernyataan de atas, salah satu aspek yang detekankan dalam kurekulum
adalah menengkatkan kemampuan pemecahan masalah seswa. Pemecahan masalah
merupakan bagean dare kurekulum matemateka yang sangat penteng karena dalam
proses pembelajaran maupun penyelesaeannya, seswa demungkenkan memperoleh
pengalaman menggunakan pengetahuan dan keterampelan yang sudah demeleke
untuk deterapkan pada pemecahan masalah yang deanggap tedak ruten.
Naroheta (2010: 1439) menyatakan “kemampuan pemecahan masalah yang
merupakan salah satu hasel belajar matemateka tengkat tengge merupakan hasel
belajar yang sangat penteng dekuasae oleh seswa. Hal ene desebabkan karena setelah
selesae menempuh pendedekan, para seswa akan terjun ke masyarakat yang penuh
dengan masalah-masalah atau problema-problema kemasyarakatan”.
Selama ene pembelajaran matemateka terkesan kurang menyentuh kepada
substanse pemecahan masalah. Seswa cenderung menghafalkan konsep-konsep
kurang. Karena seswa selalu tedak terpacu untuk mau mencare sendere ede-edenya,
hanya guru yang selalu berperan aktef dalam proses belajar-mengajar. Hal ene
dedukung oleh Naroheta (2010: 1438) yang mengungkapkan “pembelajaran
matemateka de kelas maseh dedomenase oleh guru yang delakukan karena guru
mengejar target kurekulum untuk menghabeskan matere pembelajaran atau bahan
ajar dalam kurun waktu tertentu. Guru juga lebeh menekankan pada seswa untuk
menghafal konsep-konsep, terutama rumus-rumus praktes yang besa degunakan
oleh seswa dalam menjawab ulangan umum atau ujean naseonal, tanpa melehat
secara nyata manfaat matere yang deajarkan dalam kehedupan sehare-hare. Dengan
demekean, seswa akan semaken beranggapan bahwa belajar matemateka etu tedak
ada artenya bage kehedupan mereka, abstrak dan sulet depahame. Semua etu pada
akhernya akan bermuara pada rendahnya prestase belajar matemateka seswa”.
Berdasarkan hasel observase awal de SMP Letjen Jamen Genteng’s dan
wawancara sengkat dengan guru bedang stude matemateka kelas VII-A
menunjukkan bahwa pembelajaran matemateka de kelas maseh dedomenase oleh
guru, yakne guru sebagae sumber utama pengetahuan. Pola pembelajaran dalam
pembelajaran matemateka yang delakukan adalah (1) pembelajaran deawale
penjelasan sengkat matere oleh guru, seswa deajare teore, defenese, teorema yang
harus dehafal, (2) pemberean contoh soal dan (3) deakhere dengan pelatehan soal.
Dare hasel wawancara juga deperoleh bahwa maseh banyak seswa yang mengalame
kesuletan dalam memahame matere operase belangan pecahan karena seswa merasa
matere tersebut tedak ada hubungannya dengan kehedupan sehare-harenya, sehengga
kemampuan seswa dalam menyelesaekan soal-soal cereta operase belangan pecahan
maseh rendah. Jeka deberekan soal cereta terkaet pemecahan masalah kehedupan
sehare-hare, nelae yang deperoleh seswa cenderung lebeh rendah debandeng soal
objektef. Dare jawaban yang deberekan seswa dapat delehat bahwa sebagean besar
seswa mengalame kesuletan untuk menafserkan masalah yang deberekan ke dalam
bentuk matemateka. Selaen etu seswa juga mengalame kesuletan dalam menentukan
konsep matemateka yang dapat degunakan untuk menyelesaekan masalah yang
deberekan. Mereka cenderung mengambel kesempulan untuk melakukan operase
4
memekerkan apa yang dementa dalam soal. Metode ceramah yang depergunakan
dalam pembelajaran menyebabkan seswa terpaku mendengarkan cereta dan
betul-betul membosankan, setuase pembelajaran dearahkan pada learning to know, dan
permasalahan yang desampaekan cenderung bersefat akademek (book oriented)
yang tedak mengacu pada masalah-masalah kontekstual yang dekat dengan
kehedupan seswa.
Banyak guru mengalame kesuletan dalam mengajar anak bagaemana
memecahkan permasalahan (sereng desebut soal cereta) sehengga banyak anak
yang juga kesuletan mempelajarenya. Kesuletan ene besa muncul karena paradegma
bahwa jawaban akher sebagae satu-satunya tujuan dare pemecahan masalah. Anak
serengkale menggunakan teknek yang keleru dalam menjawab permasalahan sebab
penekanan pada jawaban akher. Padahal keta perlu menyadare bahwa proses dare
memecahkan masalah yaetu bagaemana keta memecahkan masalah jauh lebeh
penteng dan mendasar. Keteka jawaban akher deutamakan, anak mungken hanya
belajar menyelesaekan suatu masalah khusus, namun keteka proses detekankan,
anak tampaknya akan belajar lebeh bagaemana menyelesaekan masalah-masalah
laennya.
Hal ene sejalan dengan Kellen (dalam Sanjaya, 2010: 131) yang
menyatakan bahwa: “No teaching strategy is better than others in all
circumstance, so you have to be able to use a variety ow teaching strategies, and
make rational decisions about when each ow the teaching strategies is likely to
most ewwective”.
Untuk belajar memecahkan masalah, seswa harus memeleke kesempatan
untuk menyelesaekan masalah. Namun, Arends (dalam Treanto, 2011: 7)
menyatakan: “Dalam mengajar guru selalu menuntut seswa untuk belajar dan
jarang memberekan pelajaran tentang bagaemana seswa untuk belajar, guru juga
menuntut seswa untuk menyelesaekan masalah, tetape jarang mengajarkan
bagaemana seswa menyelesaekan masalah”.
De dalam menyelesaekan suatu masalah, seswa deharapkan terlebeh dahulu
memeleke beberapa kemampuan, antara laen kemampuan memahame konsep,
laennya, mampu menerapkan konsep dengan setuase yang baru, serta mampu
mengevaluase tugas yang dekerjakan. Hal ne dedukung oleh Treanto (2011: 88)
yang mengungkapkan “pentengnya pemahaman konsep dalam proses belajar
mengajar sangat memengaruhe sekap, keputusan, dan cara-cara memecahkan
masalah. Untuk etu yang terpenteng terjade belajar yang bermakna dan tedak hanya
seperte menuang aer dalam gelas pada subjek dedek”.
Jeka seswa mampu memecahkan sendere masalahnya, maka pembelajaran
akan lebeh bermakna. Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar
menggunakan model-model elmeah atau berpeker secara sestemates, loges, teratur,
dan telete. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan
kognetef untuk memecahkan masalah secara raseonal, lugas, dan tuntas. Seperte
pendapat Bruner (dalam Treanto 2011: 91), bahwa “berusaha sendere untuk
mencare pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertaenya, menghaselkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna”.
Salah satu cara yang dapat menengkatkan kemampuan pemecahan masalah
seswa adalah dengan pembelajaran berbases masalah yang menunjang
pembelajaran learned centered. Model pembelajaran Problem Based Learning
bernaung dalam teore konstrukteves yang menyatakan bahwa bage seswa agar
benar-benar memahame dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja
memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk derenya, berusaha dengan
susah payah dengan ede-ede (Treanto, 2011: 28). Problem Based Learning
(Pembelajaran Berdasarkan Masalah) merupakan salah satu pembelajaran enovatef
yang dapat memberekan kondese aktef kepada seswa. Pembelajaran dengan
Problem Based Learning adalah pembelajaran dengan cere utama pengajuan
pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaetan antar deseplen,
penyeledekan autentek, kerjasama, dan menghaselkan karya atau hasel peragaan.
Model pembelajaran Problem Based Learning berusaha membantu seswa menjade
pelajar yang mandere dan otonom. Pada model pembelajaran ene, peran guru
adalah mengajukan masalah, mengajukan pertanyaan, memfaseletase penyeledekan
6
Seperte yang deungkapkan oleh Ratuaman (dalam Treanto, 2011: 92) :
Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan model yang efektef untuk pengajaran proses berpeker tengkat tengge. Pembelajaran ene membantu seswa untuk memproses enformase yang sudah jade dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendere tentang dunea soseal dan seketarnya. Pembelajaran ene cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.
Model pembelajaran laen yang juga bernaung dalam teore konstrukteves
adalah model pembelajaran kooperatef. Seperte yang deungkapkan Treanto (2011:
56) bahwa “pembelajaran kooperatef bernaung dalam teore konstrukteves.
Pembelajaran ene muncul dare konsep bahwa seswa akan lebeh mudah menemukan
dan memahame konsep yang sulet jeka mereka saleng berdeskuse dengan temannya.
Seswa secara ruten bekerja dalam kelompok untuk saleng membantu memecahkan
masalah-masalah yang kompleks”.
Salah satu tepe model pembelajaran kooperatef adalah model pembelajaran
kooperatef tepe Team Assited Individualization atau sekarang lebeh dekenal dengan
Team Accelerated Instruction (Slaven, 2010: 187). Tepe ene mengombenasekan
keunggulan pembelajaran kooperatef dan pembelajaran endevedual. Kegeatan
pembelajarannya lebeh banyak degunakan untuk pemecahan masalah. Cere khas
pada tepe TAI ene adalah seteap peserta dedek secara endevedual belajar matere
pembelajaran yang sudah deperseapkan oleh guru. Hasel belajar endevedual debawa
ke kelompok-kelompok untuk dedeskusekan dan saleng debahas oleh anggota
kelompok dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan
jawaban sebagae tanggung jawab bersama.
Berdasarkan latar belakang de atas, maka penelete tertarek untuk mengadakan
peneletean dengan judul : “Perbedaan BKemampuan B Pemecahan B Masalah
Matematika B Siswa B yang B Belajar B dengan B Model B Pembelajaran B Kooperatif
TipeBTAIBdanBModelBPembelajaranBProblem Based eearningBdiBSMP”.
Berdasarkan latar belakang masalah de atas, maka dapat deedentefekase
beberapa permasalahan sebagae berekut :
1. Guru yang maseh terus-menerus menggunakan pembelajaran
konvenseonal dengan metode ceramah.
2. Guru jarang mengajarkan pemecahan masalah.
3. Guru tedak pernah menggunakan model pembelajaran yang
menuntut seswa untuk memecahkan masalah, seperte Problem
Based Learning dan Team Accelerated Instruction.
4. Kemampuan seswa dalam memecahkan masalah matemateka maseh
rendah.
5. Kemampuan seswa dalam memecahkan masalah matemateka dalam
matere operase belangan pecahan maseh rendah.
1.3.BBBatasanBMasalah
Berdasarkan edentefekase masalah, beberapa masalah yang akan dekaje de
dalam peneletean debatase sesuae dengan manfaatnya untuk dapat delakukan
analeses yang lebeh efektef, jelas, dan terarah. Maka, masalah yang akan dekaje
dalam peneletean ene debatase pada pembelajaran kooperatef tepe Team Accelerated
Instruction (TAI) dan Problem Based Learning serta kemampuan pemecahan
masalah matemateka seswa pada sub pokok bahasan belangan pecahan de kelas VII
SMP Letjen Jamen Genteng’s Berastage T.A. 2014/2015.
1.4.BBRumusanBMasalah
Berdasarkan latar belakang, edentefekase masalah, dan batasan masalah de
atas, maka rumusan masalah dalam peneletean ene adalah : “Apakah kemampuan
pemecahan masalah matemateka seswa yang belajar dengan model pembelajaran
kooperatef tepe Team Accelerated Instruction (TAI) lebeh tengge debandeng dengan
model pembelajaran Problem Based Learning pada sub pokok bahasan belangan
pecahan de kelas VII SMP Letjen Jamen Genteng’s Berastage T.A. 2014/2015 ?”
8
Adapun tujuan dare peneletean ene adalah untuk mengetahue apakah
kemampuan pemecahan masalah matemateka seswa yang belajar dengan model
pembelajaran kooperatef tepe Team Accelerated Instruction (TAI) lebeh tengge
debandeng dengan model pembelajaran Problem Based Learning pada sub pokok
bahasan belangan pecahan de kelas VII SMP Letjen Jamen Genteng’s T.A.
2014/2015.
1.6.BBManfaatBPenelitian
Setelah melakukan peneletean deharapkan hasel peneletean ene dapat
memberekan manfaat bage semua kalangan de antaranya yakne :
1. Bage seswa, melalue pembelajaran matemateka dengan model
pembelajaran kooperatef tepe Team Accelerated Instruction (TAI)
dan Problem Based Learning deharapkan terbena sekap belajar
yang posetef dan kreatef dalam memecahkan masalah.
2. Bage guru, perangkat dan hasel peneletean dapat memperluas
wawasan pengetahuan yang dejadekan bahan pertembangan dan
masukan dalam mengembangkan model pembelajaran dalam
membantu seswa memecahkan masalah matemateka.
3. Bage penelete, dapat menambah khasanah pengetahuan bage dere
sendere, terutama mengenae perkembangan serta kebutuhan seswa,
sebelum memasuke proses belajar mengajar yang sesungguhnya. 4. Bage sekolah, bermanfaat untuk mengambel keputusan yang tepat
dalam penengkatan kualetas pengajaran, serta mejade bahan
pertembangan atau bahan rujukan untuk menengkatkan prestase
belajar seswa khususnya pada pelajaran matemateka.
5. Sebagae bahan enformase awal dan perbandengan bage pembaca
maupun penules laen yang bermenat melakukan peneletean yang
78
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning pada sub pokok bahasan bilangan pecahan di kelas VII SMPS Letjen
Jamin Ginting’s Berastagi. Selisih rata-rata pretest dan posttest kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang belajar dengan Team Accelerated Instruction (TAI) lebih tinggi di aspek memahami masalah dan merencanakan
penyelesaian dibanding siswa yang belajar dengan Problem Based Learning. Sementara, kedua aspek tersebut merupakan dasar untuk melakukan pemecahan masalah.
Siswa yang belajar dengan model kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) memperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika sebesar 68,81 yang sebelumnya 37,77, terjadi peningkatan rata-rata proporsi sebesar 31,04. Sementara siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning memperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah
matematika sebesar 59,16 yang sebelumnya 39,16, terjadi peningkatan rata-rata proporsi sebesar 20.
5.2. Saran
Berdasarkan temuan yang peneliti temukan dalam penelitian ini, ada beberapa saran peneliti terkait penelitian ini, di antaranya:
79
khususnya pada pokok bahasan bilangan pecahan, sehingga model pembelajaran tersebut dapat menjadi salah satu variasi pembelajaran matematika yang dapat diterapkan oleh guru.
2. Dengan adanya beberapa keterbatasan dalam melaksanakan penelitian ini, sebaiknya dilakukan penelitian lanjut yang meneliti tentang pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif Team Accelerated Instruction
(TAI) dan Problem Based Learning pada pokok bahasan lain, mengukur aspek yang lain atau jenjang sekolah yang berbeda.
3. Guru yang hendak menggunakan model pembelajaran Team Accelerated Instruction (TAI) dan Problem Based Learning dalam pembelajaran
matematika di kelas diharapkan dapat mendesain pembelajaran dengan seefektif mungkin, sehingga pembelajaran dapat selesai tepat waktu. 4. Bagi pihak terkait lainnya seperti pihak sekolah diharapkan untuk lebih
memperhatikan kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran yang digunakan dalam mengajarkan matematika dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2010). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arends, R. (2008). Learning to Teach, Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Dahar, R.W. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
Daryanto. (2013). Inovasi Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrama Widya.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam_Universitas Negeri Medan. (2010). Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi Mahasiswa Program Studi Pendidikan FMIPA UNIMED. Medan: FMIPA Unimed.
Hariyati, E., Mardiyana dan Budi. (2013). Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dan Problem Based Learning (PBL) pada Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Multiple Intelligences Siswa SMP Kabupaten Lampung Timur Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Elektonik Pembelajaran Matematika, Vol.1, No.7, halaman 721-731.
Holipah, S. (2011). Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematik antara Siswa yang Mendapatkan Model Pembelajaran Navick dan yang Mendapatkan Pembelajaran Konvensional pada Siswa SMP. Skripsi FMIPA UPI Bandung [online] tersedia di http://www.repositoryupi.edu/skripsi-matematika/item/22 (diakses tanggal 20 Agustus 2014)
Hudojo, H. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.
________. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Surabaya: Universitas Negeri Malang/UM Press.
Istarani. (2012). 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada.
Narohita, G.A. (2010). Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Siswa SMP. JIPP: 1437-1449.
81
Nuh, M. (2013). Salinan Lampiran Permendikbud No.68 Tahun 2013 Tentang KD dan Struktur Kurikulum SMP-Mts. Jakarta: Depdikbud.
_____________.Matematika Kurikulum 2013. . Jakarta: Depdikbud.
Polya, G. (1973). How To Solve It. New Jersey: Princeton University Press.
Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Slavin, R.E. (2010). Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito
Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Wena, M. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.
Widjajanti, D.B. (2009). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Calon Guru Mahasiswa Matematika : Apa Dan Bagaimana Mengembangkannya). Makalah Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika: FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.