• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI DAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DI SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA YANG BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI DAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DI SMP."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

Lia Monica Br Kemit NIM 4101111026

Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan rahmat-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi berjudul “Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Belajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI dan Model Pembelajaran Problem Based Learning di SMP”, disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNIMED.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Bapak Rektor UNIMED Prof. Dr. Ibnu Hajar, MS beserta seluruh Wakil Rektor sebagai pimpinan UNIMED, Bapak Prof. Drs. Motlan, M.Sc, Ph.D selaku Dekan FMIPA UNIMED beserta Pembantu Dekan I, II, dan III di lingkungan UNIMED, Bapak Drs. Edy Surya, M.Si selaku Ketua Jurusan Matematika, Bapak Drs. Zul Amry, M.Si selaku Ketua Program Studi Jurusan Matematika dan Bapak Drs. Yasifati Hia, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Matematika. Ucapan terima kasih juga kepada Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran guna kesempurnaan skripsi ini, Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd, Bapak Dr. Edy Surya, M.Si, dan Ibu Dra. Hamidah Nasution, M.Si, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran mulai dari perencanaan penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi ini, Ibu Dra. Nurliani Manurung, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Akademik, dan kepada seluruh Bapak dan Ibu dosen serta staf pegawai jurusan Matematika FMIPA UNIMED.

Teristimewa penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada Ayahanda Roberto Kemit dan Ibunda Nambunta Br Tarigan yang terus

memberikan motivasi, dukungan finansial dan doa demi keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini, juga kepada Adik-Adikku, Yore, Elisa, dan Ana yang juga selalu memberikan dukungan dan doa.

(4)

v

Sitepu, S.Pd dan Ibu Rehulina Br Saragih, S.Pd, selaku guru bidang studi matematika SMP Letjen Jamin Ginting’s Berastagi yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada B’Reza, Mevi, Lilis, Oen, dan teman-teman seperjuangan lainnya di jurusan matematika kelas B Reguler 2010 serta kepada K’Epi Siregar, yang telah banyak membantu penulis

selama perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi ini, beserta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut memberi semangat dan bantuan kepada penulis.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya skripsi ini bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2014 Penulis,

(5)

Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa yang Belajar dengan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe TAI dan Model Pembelajaran Problem Based Learning di SMP

LIA MONICA BR KEMIT (NIM. 4101111026)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan berdasarkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan menerapkan 2 model pembelajaran, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dan model pembelajaran Problem Based Learning di kelas VII SMP Letjen Jamin Ginting’s Berastagi T.A. 2014/2015.

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Letjen Jamin Ginting’s Berastagi T.A. 2014/2015 yang terdiri dari 4 kelas paralel. Sedangkan, yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sampel homogen, yang dipilih secara acak setelah sebelumnya diberikan pretest untuk populasi, siswa sebagai sampel sebanyak 2 kelas, yaitu kelas VII-A sebanyak 31 orang yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dan kelas VII-B sebanyak 31 orang yang belajar dengan model pembelajaran Problem Based Learning.

(6)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan i

Riwayat Hidup ii

Abstrak iii

Kata Pengantar iv

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah 1

1.2. Identifikasi Masalah 6

1.3. Batasan Masalah 7

1.4. Rumusan Masalah 7

1.5. Tujuan Penelitian 7

1.6. Manfaat Penelitian 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Masalah dalam Matematika 9

2.2. Pemecahan Masalah Matematika 10

2.3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 12 2.4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Accelerated

Instruction) 15

2.5. Model Pembelajaran Problem Based Learning 22 2.6. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team

Accelerated Instruction) dan Pembelajaran Problem Based

Learning 27

2.7. Materi Pelajaran Bilangan Pecahan 29

2.8. Kerangka Konseptual 36

2.9. Definisi Operasional 39

2.10. Hipotesis Tindakan 40

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian 41

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 41

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi 42

3.3.2. Sampel 42

3.4. Variabel Penelitian dan Instrumen Penelitian

3.4.1. Variabel Penelitian 42

3.4.2. Instrumen Penelitian 43

3.5. Desain Penelitian 47

(7)

3.7. Uji Prasyarat Instrumen 51

3.8. Teknik Analisis Data 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Uji Prasyarat Instrumen Penelitian 56 4.2. Deskripsi Data Hasil Penelitian 57 4.3. Analisis Data Hasil Penelitian

4.3.1. Pengujian Persyaratan Analisis 70 4.3.2. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian 72

4.4. Temuan Penelitian 73

4.5. Pembahasan Hasil Penelitian 74

4.6. Keterbatasan Penelitian 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 78

5.2. Saran 78

DAFTAR PUSTAKA 80

(8)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Sehelai Kain 29

Gambar 2.2. Sepotong Kain 33

Gambar 2.3. Bermain Sirkus 34

Gambar 2.4. Roti 35

Gambar 3.1. Prosedur Penelitian 50

Gambar 4.1. Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kedua

Kelompok Sampel 59

Gambar 4.2. Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa Kelas TAI 63

Gambar 4.3. Pola Jawaban Butir Soal Nomor 1 pada Kelas TAI

(Penyelesaian Benar) 64

Gambar 4.4. Pola Jawaban Butir Soal Nomor 1 pada Kelas TAI

(Penyelesaian Kurang Lengkap) 64 Gambar 4.5. Pola Jawaban Butir Soal Nomor 2 pada Kelas TAI

(Penyelesaian Benar) 65

Gambar 4.6. Pola Jawaban Butir Soal Nomor 3 pada Kelas TAI

(Penyelesaian Benar) 65

Gambar 4.7. Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa Kelas PBL 67

Gambar 4.8. Pola Jawaban Butir Soal Nomor 1 pada Kelas PBL

(Penyelesaian Benar) 68

Gambar 4.9. Pola Jawaban Butir Soal Nomor 1 pada Kelas PBL

(Penyelesaian Tidak Benar) 68 Gambar 4.10. Pola Jawaban Butir Soal Nomor 2 pada Kelas PBL

(Penyelesaian Benar) 69 Gambar 4.11. Pola Jawaban Butir Soal Nomor 3 pada Kelas PBL

(Penyelesaian Tidak Benar) 69 Gambar 4.12. Hasil Uji Hipotesis Penelitian berdasarkan Perhitungan dari

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif 16 Tabel 2.2. Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning 26

Tabel 3.1. Rancangan Penelitian 41

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Soal Pretest 43

Tabel 3.3. Kisi-Kisi Soal Posttest 44

Tabel 3.4. Skor Pedoman Penskoran Soal 44 Tabel 3.5. Pedoman Pengklasifikasian Pemecahan Masalah

Matematika Siswa dengan Skala 5 47 Tabel 3.6. Two Pretest-Posttest Control Group Design 48 Tabel 4.1. Rekapitulasi Data Hasil Uji Validitas Pretest 56 Tabel 4.2. Rekapitulasi Data Hasil Uji Validitas Posttest 57 Tabel 4.3. Perbandingan Pretest Kedua Kelompok Sampel 58 Tabel 4.4. Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kedua

Kelompok Sampel secara Kuantitatif 59 Tabel 4.5. Data Pretest Aspek Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 60 Tabel 4.6. Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Kedua Kelompok Sampel 61 Tabel 4.7. Data Posttest Aspek Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 62 Tabel 4.8. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

secara Kuantitatif Kelas TAI 62

Tabel 4.9. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

(10)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas TAI 82 Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas PBL 106 Lampiran 3. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) 156 Lampiran 4. Kisi-Kisi Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika 181

Lampiran 5. Kisi-Kisi Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika 183

Lampiran 6. Pretest 185

Lampiran 7. Alternatif Penyelesaian dan Penskoran Pretest 188

Lampiran 8. Posttest 192

Lampiran 9. Alternatif Penyelesaian dan Penskoran Posttest 194 Lampiran 10. Pedoman Penskoran Jawaban Siswa dalam Pemecahan

Masalah 198

Lampiran 11. Hasil Uji Validitas Tes 199 Lampiran 12. Hasil Uji Reliabilitas Tes 204

Lampiran 13. Data Pretest Populasi 209

Lampiran 14. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas TAI

dan PBL 211

Lampiran 15. Pembagian Kelompok Heterogen Masing-Masing Kelas

Sampel 212

Lampiran 16. Prosedur Perhitungan Rata-Rata, Varians, dan Simpangan

Baku 214

(11)

Pendedekan merupakan salah satu komponen penteng dalam menengkatkan

kualetas sumber daya manusea. Oleh karena etu, perubahan atau perkembangan

pendedekan adalah hal yang memang seharusnya terjade sejalan dengan perubahan

budaya kehedupan. Perubahan dalam arte perbaekan pendedekan pada semua

tengkat perlu terus-menerus delakukan sebagae antesepase kepentengan masa depan.

Pendedekan yang baek adalah pendedekan yang mampu mendukung pembangunan

de masa mendatang, yang berarte mampu mengembangkan potense peserta dedek,

sehengga yang bersangkutan mampu menghadape dan memecahkan problema

kehedupan yang dealamenya.

Mengacu pada konsep pendedekan yang baek adalah pendedekan yang

mampu mendukung pembangunan de masa mendatang, maka dalam setuase

masyarakat yang selalu berubah, pendedekan hendaknya melehat jauh ke depan dan

memekerkan apa yang dehadape peserta dedek de masa yang akan datang. Buchore

(dalam Treanto, 2011: 5) mengungkapkan: “Pendedekan yang baek adalah

pendedekan yang tedak hanya memperseapkan para seswanya untuk sesuatu profese

atau jabatan, tetape untuk menyelesaekan masalah-masalah yang dehadapenya

dalam kehedupan sehare-hare”.

Pemerentah Indonesea telah berupaya melaksanakan berbagae cara untuk

menengkatkan kualetas pendedekan. Salah satunya kurekulum yang berubah secara

terus menerus, sampae pada derencanakannya Kurekulum 2013. Pada hakekatnya

Kurekulum 2013 merupakan paradegma baru dalam pendedekan yang deharapkan

akan membawa perbaekan de dunea pendedekan.

Matemateka menjade salah satu mata pelajaran yang sangat penteng de

jenjang pendedekan dasar dan menengah, hal ene dapat delehat dare waktu jam

pelajaran Matemateka de sekolah lebeh banyak debandengkan dengan pelajaran

laen. Penyebab utama pentengnya matemateka adalah karena dapat melateh

seseorang (seswa) berpeker dengan jelas, loges, sestemates, bertanggung jawab,

(12)

2

memeleke keprebadean baek dan keterampelan menyelesaekan masalah dalam

kehedupan sehare-hare. Ada banyak alasan tentang perlunya seswa belajar

matemateka, Romberg (dalam Wedjajante, 2009: 405) menyebutkan 5 tujuan

belajar matemateka bage seswa, yaetu : “(1) belajar tentang nelae matemateka, (2)

menjade percaya dere dengan kemampuannya sendere, (3) menjade pemecah

masalah matemateka, (4) belajar untuk berkomunekase secara matemates, dan (5)

belajar untuk bernalar secara matemates”.

Corneleus dalam Abdurrahman (2009: 253) mengemukakan bahwa:

Matemateka perlu deajarkan kepada seswa karena : (1) selalu degunakan dalam kehedupan sehare-hare; (2) semua bedang stude memerlukan keterampelan matemateka yang sesuae; (3) merupakan sarana komunekase yang kuat, sengkat dan jelas; (4) dapat degunakan untuk menyajekan enformase dalam berbagae cara; (5) menengkatkan kemampuan berpeker loges, keteletean, dan kesadaran keruangan dan (6) memberekan kemampuan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

Sedangkan, berdasarkan hasel belajar matemateka, Lenner (dalam Abdurrahman,

2009: 253) mengemukakan bahwa “kurekulum bedang stude matemateka

hendaknya mencakup tega elemen, yaetu : (1) konsep, (2) keterampelan dan (3)

pemecahan masalah”.

Dare pernyataan de atas, salah satu aspek yang detekankan dalam kurekulum

adalah menengkatkan kemampuan pemecahan masalah seswa. Pemecahan masalah

merupakan bagean dare kurekulum matemateka yang sangat penteng karena dalam

proses pembelajaran maupun penyelesaeannya, seswa demungkenkan memperoleh

pengalaman menggunakan pengetahuan dan keterampelan yang sudah demeleke

untuk deterapkan pada pemecahan masalah yang deanggap tedak ruten.

Naroheta (2010: 1439) menyatakan “kemampuan pemecahan masalah yang

merupakan salah satu hasel belajar matemateka tengkat tengge merupakan hasel

belajar yang sangat penteng dekuasae oleh seswa. Hal ene desebabkan karena setelah

selesae menempuh pendedekan, para seswa akan terjun ke masyarakat yang penuh

dengan masalah-masalah atau problema-problema kemasyarakatan”.

Selama ene pembelajaran matemateka terkesan kurang menyentuh kepada

substanse pemecahan masalah. Seswa cenderung menghafalkan konsep-konsep

(13)

kurang. Karena seswa selalu tedak terpacu untuk mau mencare sendere ede-edenya,

hanya guru yang selalu berperan aktef dalam proses belajar-mengajar. Hal ene

dedukung oleh Naroheta (2010: 1438) yang mengungkapkan “pembelajaran

matemateka de kelas maseh dedomenase oleh guru yang delakukan karena guru

mengejar target kurekulum untuk menghabeskan matere pembelajaran atau bahan

ajar dalam kurun waktu tertentu. Guru juga lebeh menekankan pada seswa untuk

menghafal konsep-konsep, terutama rumus-rumus praktes yang besa degunakan

oleh seswa dalam menjawab ulangan umum atau ujean naseonal, tanpa melehat

secara nyata manfaat matere yang deajarkan dalam kehedupan sehare-hare. Dengan

demekean, seswa akan semaken beranggapan bahwa belajar matemateka etu tedak

ada artenya bage kehedupan mereka, abstrak dan sulet depahame. Semua etu pada

akhernya akan bermuara pada rendahnya prestase belajar matemateka seswa”.

Berdasarkan hasel observase awal de SMP Letjen Jamen Genteng’s dan

wawancara sengkat dengan guru bedang stude matemateka kelas VII-A

menunjukkan bahwa pembelajaran matemateka de kelas maseh dedomenase oleh

guru, yakne guru sebagae sumber utama pengetahuan. Pola pembelajaran dalam

pembelajaran matemateka yang delakukan adalah (1) pembelajaran deawale

penjelasan sengkat matere oleh guru, seswa deajare teore, defenese, teorema yang

harus dehafal, (2) pemberean contoh soal dan (3) deakhere dengan pelatehan soal.

Dare hasel wawancara juga deperoleh bahwa maseh banyak seswa yang mengalame

kesuletan dalam memahame matere operase belangan pecahan karena seswa merasa

matere tersebut tedak ada hubungannya dengan kehedupan sehare-harenya, sehengga

kemampuan seswa dalam menyelesaekan soal-soal cereta operase belangan pecahan

maseh rendah. Jeka deberekan soal cereta terkaet pemecahan masalah kehedupan

sehare-hare, nelae yang deperoleh seswa cenderung lebeh rendah debandeng soal

objektef. Dare jawaban yang deberekan seswa dapat delehat bahwa sebagean besar

seswa mengalame kesuletan untuk menafserkan masalah yang deberekan ke dalam

bentuk matemateka. Selaen etu seswa juga mengalame kesuletan dalam menentukan

konsep matemateka yang dapat degunakan untuk menyelesaekan masalah yang

deberekan. Mereka cenderung mengambel kesempulan untuk melakukan operase

(14)

4

memekerkan apa yang dementa dalam soal. Metode ceramah yang depergunakan

dalam pembelajaran menyebabkan seswa terpaku mendengarkan cereta dan

betul-betul membosankan, setuase pembelajaran dearahkan pada learning to know, dan

permasalahan yang desampaekan cenderung bersefat akademek (book oriented)

yang tedak mengacu pada masalah-masalah kontekstual yang dekat dengan

kehedupan seswa.

Banyak guru mengalame kesuletan dalam mengajar anak bagaemana

memecahkan permasalahan (sereng desebut soal cereta) sehengga banyak anak

yang juga kesuletan mempelajarenya. Kesuletan ene besa muncul karena paradegma

bahwa jawaban akher sebagae satu-satunya tujuan dare pemecahan masalah. Anak

serengkale menggunakan teknek yang keleru dalam menjawab permasalahan sebab

penekanan pada jawaban akher. Padahal keta perlu menyadare bahwa proses dare

memecahkan masalah yaetu bagaemana keta memecahkan masalah jauh lebeh

penteng dan mendasar. Keteka jawaban akher deutamakan, anak mungken hanya

belajar menyelesaekan suatu masalah khusus, namun keteka proses detekankan,

anak tampaknya akan belajar lebeh bagaemana menyelesaekan masalah-masalah

laennya.

Hal ene sejalan dengan Kellen (dalam Sanjaya, 2010: 131) yang

menyatakan bahwa: “No teaching strategy is better than others in all

circumstance, so you have to be able to use a variety ow teaching strategies, and

make rational decisions about when each ow the teaching strategies is likely to

most ewwective”.

Untuk belajar memecahkan masalah, seswa harus memeleke kesempatan

untuk menyelesaekan masalah. Namun, Arends (dalam Treanto, 2011: 7)

menyatakan: “Dalam mengajar guru selalu menuntut seswa untuk belajar dan

jarang memberekan pelajaran tentang bagaemana seswa untuk belajar, guru juga

menuntut seswa untuk menyelesaekan masalah, tetape jarang mengajarkan

bagaemana seswa menyelesaekan masalah”.

De dalam menyelesaekan suatu masalah, seswa deharapkan terlebeh dahulu

memeleke beberapa kemampuan, antara laen kemampuan memahame konsep,

(15)

laennya, mampu menerapkan konsep dengan setuase yang baru, serta mampu

mengevaluase tugas yang dekerjakan. Hal ne dedukung oleh Treanto (2011: 88)

yang mengungkapkan “pentengnya pemahaman konsep dalam proses belajar

mengajar sangat memengaruhe sekap, keputusan, dan cara-cara memecahkan

masalah. Untuk etu yang terpenteng terjade belajar yang bermakna dan tedak hanya

seperte menuang aer dalam gelas pada subjek dedek”.

Jeka seswa mampu memecahkan sendere masalahnya, maka pembelajaran

akan lebeh bermakna. Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar

menggunakan model-model elmeah atau berpeker secara sestemates, loges, teratur,

dan telete. Tujuannya adalah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan

kognetef untuk memecahkan masalah secara raseonal, lugas, dan tuntas. Seperte

pendapat Bruner (dalam Treanto 2011: 91), bahwa “berusaha sendere untuk

mencare pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertaenya, menghaselkan

pengetahuan yang benar-benar bermakna”.

Salah satu cara yang dapat menengkatkan kemampuan pemecahan masalah

seswa adalah dengan pembelajaran berbases masalah yang menunjang

pembelajaran learned centered. Model pembelajaran Problem Based Learning

bernaung dalam teore konstrukteves yang menyatakan bahwa bage seswa agar

benar-benar memahame dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja

memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk derenya, berusaha dengan

susah payah dengan ede-ede (Treanto, 2011: 28). Problem Based Learning

(Pembelajaran Berdasarkan Masalah) merupakan salah satu pembelajaran enovatef

yang dapat memberekan kondese aktef kepada seswa. Pembelajaran dengan

Problem Based Learning adalah pembelajaran dengan cere utama pengajuan

pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaetan antar deseplen,

penyeledekan autentek, kerjasama, dan menghaselkan karya atau hasel peragaan.

Model pembelajaran Problem Based Learning berusaha membantu seswa menjade

pelajar yang mandere dan otonom. Pada model pembelajaran ene, peran guru

adalah mengajukan masalah, mengajukan pertanyaan, memfaseletase penyeledekan

(16)

6

Seperte yang deungkapkan oleh Ratuaman (dalam Treanto, 2011: 92) :

Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan model yang efektef untuk pengajaran proses berpeker tengkat tengge. Pembelajaran ene membantu seswa untuk memproses enformase yang sudah jade dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendere tentang dunea soseal dan seketarnya. Pembelajaran ene cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

Model pembelajaran laen yang juga bernaung dalam teore konstrukteves

adalah model pembelajaran kooperatef. Seperte yang deungkapkan Treanto (2011:

56) bahwa “pembelajaran kooperatef bernaung dalam teore konstrukteves.

Pembelajaran ene muncul dare konsep bahwa seswa akan lebeh mudah menemukan

dan memahame konsep yang sulet jeka mereka saleng berdeskuse dengan temannya.

Seswa secara ruten bekerja dalam kelompok untuk saleng membantu memecahkan

masalah-masalah yang kompleks”.

Salah satu tepe model pembelajaran kooperatef adalah model pembelajaran

kooperatef tepe Team Assited Individualization atau sekarang lebeh dekenal dengan

Team Accelerated Instruction (Slaven, 2010: 187). Tepe ene mengombenasekan

keunggulan pembelajaran kooperatef dan pembelajaran endevedual. Kegeatan

pembelajarannya lebeh banyak degunakan untuk pemecahan masalah. Cere khas

pada tepe TAI ene adalah seteap peserta dedek secara endevedual belajar matere

pembelajaran yang sudah deperseapkan oleh guru. Hasel belajar endevedual debawa

ke kelompok-kelompok untuk dedeskusekan dan saleng debahas oleh anggota

kelompok dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan

jawaban sebagae tanggung jawab bersama.

Berdasarkan latar belakang de atas, maka penelete tertarek untuk mengadakan

peneletean dengan judul : “Perbedaan BKemampuan B Pemecahan B Masalah

Matematika B Siswa B yang B Belajar B dengan B Model B Pembelajaran B Kooperatif

TipeBTAIBdanBModelBPembelajaranBProblem Based eearningBdiBSMP”.

(17)

Berdasarkan latar belakang masalah de atas, maka dapat deedentefekase

beberapa permasalahan sebagae berekut :

1. Guru yang maseh terus-menerus menggunakan pembelajaran

konvenseonal dengan metode ceramah.

2. Guru jarang mengajarkan pemecahan masalah.

3. Guru tedak pernah menggunakan model pembelajaran yang

menuntut seswa untuk memecahkan masalah, seperte Problem

Based Learning dan Team Accelerated Instruction.

4. Kemampuan seswa dalam memecahkan masalah matemateka maseh

rendah.

5. Kemampuan seswa dalam memecahkan masalah matemateka dalam

matere operase belangan pecahan maseh rendah.

1.3.BBBatasanBMasalah

Berdasarkan edentefekase masalah, beberapa masalah yang akan dekaje de

dalam peneletean debatase sesuae dengan manfaatnya untuk dapat delakukan

analeses yang lebeh efektef, jelas, dan terarah. Maka, masalah yang akan dekaje

dalam peneletean ene debatase pada pembelajaran kooperatef tepe Team Accelerated

Instruction (TAI) dan Problem Based Learning serta kemampuan pemecahan

masalah matemateka seswa pada sub pokok bahasan belangan pecahan de kelas VII

SMP Letjen Jamen Genteng’s Berastage T.A. 2014/2015.

1.4.BBRumusanBMasalah

Berdasarkan latar belakang, edentefekase masalah, dan batasan masalah de

atas, maka rumusan masalah dalam peneletean ene adalah : “Apakah kemampuan

pemecahan masalah matemateka seswa yang belajar dengan model pembelajaran

kooperatef tepe Team Accelerated Instruction (TAI) lebeh tengge debandeng dengan

model pembelajaran Problem Based Learning pada sub pokok bahasan belangan

pecahan de kelas VII SMP Letjen Jamen Genteng’s Berastage T.A. 2014/2015 ?”

(18)

8

Adapun tujuan dare peneletean ene adalah untuk mengetahue apakah

kemampuan pemecahan masalah matemateka seswa yang belajar dengan model

pembelajaran kooperatef tepe Team Accelerated Instruction (TAI) lebeh tengge

debandeng dengan model pembelajaran Problem Based Learning pada sub pokok

bahasan belangan pecahan de kelas VII SMP Letjen Jamen Genteng’s T.A.

2014/2015.

1.6.BBManfaatBPenelitian

Setelah melakukan peneletean deharapkan hasel peneletean ene dapat

memberekan manfaat bage semua kalangan de antaranya yakne :

1. Bage seswa, melalue pembelajaran matemateka dengan model

pembelajaran kooperatef tepe Team Accelerated Instruction (TAI)

dan Problem Based Learning deharapkan terbena sekap belajar

yang posetef dan kreatef dalam memecahkan masalah.

2. Bage guru, perangkat dan hasel peneletean dapat memperluas

wawasan pengetahuan yang dejadekan bahan pertembangan dan

masukan dalam mengembangkan model pembelajaran dalam

membantu seswa memecahkan masalah matemateka.

3. Bage penelete, dapat menambah khasanah pengetahuan bage dere

sendere, terutama mengenae perkembangan serta kebutuhan seswa,

sebelum memasuke proses belajar mengajar yang sesungguhnya. 4. Bage sekolah, bermanfaat untuk mengambel keputusan yang tepat

dalam penengkatan kualetas pengajaran, serta mejade bahan

pertembangan atau bahan rujukan untuk menengkatkan prestase

belajar seswa khususnya pada pelajaran matemateka.

5. Sebagae bahan enformase awal dan perbandengan bage pembaca

maupun penules laen yang bermenat melakukan peneletean yang

(19)

78

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning pada sub pokok bahasan bilangan pecahan di kelas VII SMPS Letjen

Jamin Ginting’s Berastagi. Selisih rata-rata pretest dan posttest kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang belajar dengan Team Accelerated Instruction (TAI) lebih tinggi di aspek memahami masalah dan merencanakan

penyelesaian dibanding siswa yang belajar dengan Problem Based Learning. Sementara, kedua aspek tersebut merupakan dasar untuk melakukan pemecahan masalah.

Siswa yang belajar dengan model kooperatif tipe Team Accelerated Instruction (TAI) memperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika sebesar 68,81 yang sebelumnya 37,77, terjadi peningkatan rata-rata proporsi sebesar 31,04. Sementara siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Problem Based Learning memperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah

matematika sebesar 59,16 yang sebelumnya 39,16, terjadi peningkatan rata-rata proporsi sebesar 20.

5.2. Saran

Berdasarkan temuan yang peneliti temukan dalam penelitian ini, ada beberapa saran peneliti terkait penelitian ini, di antaranya:

(20)

79

khususnya pada pokok bahasan bilangan pecahan, sehingga model pembelajaran tersebut dapat menjadi salah satu variasi pembelajaran matematika yang dapat diterapkan oleh guru.

2. Dengan adanya beberapa keterbatasan dalam melaksanakan penelitian ini, sebaiknya dilakukan penelitian lanjut yang meneliti tentang pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif Team Accelerated Instruction

(TAI) dan Problem Based Learning pada pokok bahasan lain, mengukur aspek yang lain atau jenjang sekolah yang berbeda.

3. Guru yang hendak menggunakan model pembelajaran Team Accelerated Instruction (TAI) dan Problem Based Learning dalam pembelajaran

matematika di kelas diharapkan dapat mendesain pembelajaran dengan seefektif mungkin, sehingga pembelajaran dapat selesai tepat waktu. 4. Bagi pihak terkait lainnya seperti pihak sekolah diharapkan untuk lebih

memperhatikan kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran yang digunakan dalam mengajarkan matematika dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2010). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arends, R. (2008). Learning to Teach, Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Dahar, R.W. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.

Daryanto. (2013). Inovasi Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrama Widya.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam_Universitas Negeri Medan. (2010). Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi Mahasiswa Program Studi Pendidikan FMIPA UNIMED. Medan: FMIPA Unimed.

Hariyati, E., Mardiyana dan Budi. (2013). Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction (TAI) dan Problem Based Learning (PBL) pada Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Multiple Intelligences Siswa SMP Kabupaten Lampung Timur Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Elektonik Pembelajaran Matematika, Vol.1, No.7, halaman 721-731.

Holipah, S. (2011). Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematik antara Siswa yang Mendapatkan Model Pembelajaran Navick dan yang Mendapatkan Pembelajaran Konvensional pada Siswa SMP. Skripsi FMIPA UPI Bandung [online] tersedia di http://www.repositoryupi.edu/skripsi-matematika/item/22 (diakses tanggal 20 Agustus 2014)

Hudojo, H. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

________. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Surabaya: Universitas Negeri Malang/UM Press.

Istarani. (2012). 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada.

Narohita, G.A. (2010). Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Siswa SMP. JIPP: 1437-1449.

(22)

81

Nuh, M. (2013). Salinan Lampiran Permendikbud No.68 Tahun 2013 Tentang KD dan Struktur Kurikulum SMP-Mts. Jakarta: Depdikbud.

_____________.Matematika Kurikulum 2013. . Jakarta: Depdikbud.

Polya, G. (1973). How To Solve It. New Jersey: Princeton University Press.

Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Slavin, R.E. (2010). Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito

Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Wena, M. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

Widjajanti, D.B. (2009). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Calon Guru Mahasiswa Matematika : Apa Dan Bagaimana Mengembangkannya). Makalah Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika: FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Thus, knowing the effectiveness of food label on making a healthier food choice for consumers, especially a lower calories food, is important.. A narrative review on the

Terlihat dari Gambar 2 menjelaskan bahwa ketika melakukan scan rfid maka id number akan di proses di dalam database id number yang terdapat di dalam raspberry, jika id

86 Siti Arbainah 4052760662210113 Sejarah Kebudayaan Islam MIS DURIAN LUNJUK Hulu Sungai Tengah ASRAMA HAJI BANJARBARU. 87 Ichsan Sugiharto 8460758659200012 Sejarah Kebudayaan Islam

Usia perkawinan yang ideal menurut Islam, adalah perkawinan yang telah memiliki kesiapan dan kematangan, baik secara fisik maupun mental, namun kedewasaan atau

Peras 1 buah mengkudu ( Morinda citrifolia L.) lalu campurkan airnya ke dalam hasil tumbukan bersama 1 gelas air panas. Peras lalu saring campuran bahan di atas sampai

Konsentrasi nitrat di

Sehubungan dengan pelelangan yang dilakukan oleh Pokja V Pengadaan Barang/Jasa Tahun Anggaran 2014 pada Kantor Layangan Pengadaan Kabupaten Musi Banyuasin untuk kegiatan :. APBD

Berdasarkan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa