• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN KERAJAAN PAGARUYUNG DI LUHAK TANAH DATAR, SUMATERA BARAT (1349-1809).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERKEMBANGAN KERAJAAN PAGARUYUNG DI LUHAK TANAH DATAR, SUMATERA BARAT (1349-1809)."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN KERAJAAN PAGARUYUNG

DILUHAK TANAH DATAR, SUMATERA BARAT

(1349-1809)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh :

Muhammad Yudhis Febriansyah

NIM : 309121040

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa ta’ala, karena atas berkah dan rahmat-Nya lah, maka penulis dapat menyelesaikan tulisan ini yang berjudul

“PERKEMBANGAN KERAJAAN PAGARUYUNG DI LUHAK TANAH DATAR, SUMATERA BARAT (1349-1809). Tak lupa shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjunganku Nabi Besar Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam,

beserta sahabat, dan generasi pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulisan ini mengenai perkembangan Kerajaan Pagaruyung di Sumatera Barat

dimulai pada tahun 1349 sampai dengan 1809. Dalam penulisan ini penulis melakukan

studi dengan dua metode, yakni melalui Research Library atau juga kepustakaan dan

juga metode Field Research atau penelitian lapangan. yang mana dalam kedua metode

ini, penulis mengumpulkan data-data dari literatur-literatur berupa buku-buku dan juga

mewawancarai secara mendalam orang-orang yang dapat memberikan informasi atau

dapat memberikan keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Selama proses

penelitian dan pengumpulan data, penulis juga menghadapi tantangan yang berat,

dikarenakan luasnya cakupan penelitian serta sedikit sekali informasi mengenai hal yang

penulis teliti, akan tetapi berkat doa yang tulus, ditambah niat yang baik, serta didorong

oleh kemauan yang kuat dan usaha yang gigih, akhirnya penulis dapat melalui itu semua

dengan sangat baik dan menjadikan pengalaman-pengalaman yang tidak enak tersebut

sebagai pelajaran, sesuai dengan kata pepatah “dimana ada kemauan pasti selalu ada

jalan”. Ada banyak sekali pihak yang terlibat dalam pengerjaan ini, akan tetapi kalau

disebutkan satu persatu namanya rasanya tidak mungkin, dikarenakan terbatasnya

halaman, akan tetapi ada orang-orang yang menurut penulis sangat berpengaruh dalam

penulisan ini, yang rasanya tanpa mereka penulisan ini tidaklah memungkinkan. Maka

pada kesempatan ini dengan segenap ketulusan hati, penulis mengucapkan terimakasih

kepada :

1. Kepada bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.si selaku Rektor Universitas Negeri

Medan.

2. Kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial, bapak Dr. H. Restu, M.S beserta seluruh staffnya.

3. Kepada ibu Dra. Lukitaningsih, M.Hum selaku ketua jurusan Pendidikan Sejarah.

4. Kepada ibu Dra. Hafnita Lubis selaku sekertaris jurusan.

5. Kepada bapak Dr. Hidayat, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing

(3)

tujukan kepada beliau yang telah memberi masukan-masukan yang sangat penting

selama proses penulisan skripsi ini dari awal hingga akhir. Tentu tanpa jasa-jasa dari

beliau penulisan skripsi ini tidaklah memungkinkan.

6. Kepada bapak Pristi Suhendro, S.Hum, M.Si yang juga pernah menjadi dosen

pembimbing akademik penulis, juga menjadi dosen penguji penulis yang telah

mengoreksi serta memberi masukan-masukan yang bermanfaat bagi penulis.

7. Kepada bapak Drs. Yushar Tanjung, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan

masukan yang penting dan bermanfaat dalam penulisan ini.

8. Kepada ibu Dra. Flores Tanjung, M. A selaku dosen penguji, yang sudah memberikan

masukan yang penting dan bermanfaat dalam penulisan ini.

9. Kedua Orang Tuaku Tercinta, Ayahandaku Machrizal, B.Sc dan Ibundaku Dra. Elni

Evita. Penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya tiada terkira saya tujukan

kepada mereka. Karena mereka yang dengan kesabaran dan penuh kasih sayang, serta

pengertian yang mendalam telah memberi dukungan kepada penulis untuk

menyelesaikan tulisan ini, tanpa bantuan dan kehadiran mereka tentu saya tidak bisa

menyelesaikan penulisan ini. Saya persembahkan tanda mata ini untuk mereka.

10. Kepada kedua adikku tersayang Muhammad Arief Rachmadsyah dan Elfany Rizqi

Syahputri, yang sudah banyak mengalah, serta memberikan kehangatan keluarga yang

mana hal itu telah mendorong penulis dapat menyelesaikan pendidikan S.1 ini,

terimakasih banyak atas semua kesabarannya.

11. Kepada Kakek-Nenekku Alm. Adnan Ilyas dan Hj. Anizar, Alm. Muchtar dan Alm. Hj

Raminah. Kepada Bundaku Emnalizar S.pd dan Om Feri yang mana telah membantuku

dan menemani dalam meneliti ke Sumatera Barat. Kepada Makwo Tinit dan Makwo Ina

yang telah banyak memberi bantuan kepada ku saat meneliti di Sumatera Barat terutama

tempat menginap, Kepada Om Muardi yang telah banyak memberikan bantuan-bantuan

serta ilmu-ilmu Arkeologi yang sangat bermanfaat selama penulis berada di Sumatera

Barat, kepada Bang Dayat beserta Istri yang telah banyak membantu dalam pengurusan

izin penelitian, Kepada Pak Karnain, Datuk Rangkayo Baso, Mak Katik, dan Pak

Yunizar yang telah banyak sekali membantu baik berupa informasi dan masukan maupun

penginapan selama penulis berada di sana. Kepada Tari yang mana juga telah banyak

membantu saat meneliti di Sumatera Barat. Kepada Om Adi dan Kak Pida, juga Om

Agus dan Bu Yun. Kepada saudara saudaraku Kak Putri, Kak Liza, Kak Devi, Kak Inel,

Bang Kiki, Nanda, Ridha, Nico, Noval, Aldi, Aldo, Rizky, dan Adinda Putri, Sari,

(4)

iv

Mutya, Bang Romi gelar ‘Katik Bagindo’, tim Mutya, Mutma, Didi, Dice, Agung, dan

Hakim.

12. Kepada sahabat-sahabatku yang selalu memberikan bantuan dan masukan kepada

penulis: Alan, Juliansyah ‘Anca’, Rahardian ‘Madian’, Panji, Rozie, Wadah, Ulfa, Syah

RezaSiregar ‘badak’. Anak-anak FU : Hendi, Tata, Ami, Angga, Noman, Isal ‘Black’.

13. Kepada teman-teman, kakak-kakak, dan adik stambukku Hari Hikmah, kak Mulyani

yang juga dengan sabar memberi masukan serta membimbing penulis dalam menulis

skripsi ini, Bang Amrin dengan segala pemikirannya, Bang Ipen yang ganteng dan baik

hati, Juga Bang Pomo dengan ketenangan yang menjadi ciri khasnya. Nur Hikmah atas

bantuannya saat seminar, Warzukni yang juga telah membantu penulis dalam pengerjaan

penulisan proposal, teman-teman PPL SMP N 2 Gebang, temasuk Umi dan Bapak.

Teman-teman duduk di kantin FIS yang akhirnya mereka sidang juga, mereka-mereka ini

adalah, Yasir, Risdam, Armendo, Irfan, Syarif, Agus ‘Black’, Arif, Riza. Dan tak lupa

untuk Tia Anugrah Ginting, yang mau menjadi panitia dan melayani tamu-tamu dan

dosen-dosen saat kami sidang. Juga buat anak Sejarah B Reguler 2009 atas semua

pengalaman yang tak terlupakan.

Semoga Allah Subhanahu Wa ta’ala melimpahkan berkah dan rahmatnya bagi kita semua. Penulis sangat berharap tulisan ini memberikan manfaat bagi semua pembacanya,

memberi keterangan bagi yang tidak tahu, serta menambah pengetahuan bagi mereka

yang telah tahu. Tak lupa pula, yang mana jika ada kiranya kekhilafan, ataupun salah

perkataan, maupun karena salah pengertian pada penulisan skripsi ini, besarlah harapan

saya akan diberi maaf. Akhir kata saya mengutip suatu kalimat agung yang berbunyi

“Wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad” (“Perhatikan sejarahmu untuk hari esokmu”

(QS 59:18) ).

Medan, 2014

Penulis

Muhammad Yudhis Febriansyah

(5)

DAFTAR PUSTAKA

Amran, Rusli. 1981. Sumatra Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan

Budiardjo, Miriam. 1981. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia

Fakultas Ilmu Sosial. 2007. Buku Pedoman Penulisan Skripsi Dan Proposal

Penelitian

Gottschalk, Luis. 2008. Mengerti Sejarah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

Ilyas, Azwardy. 2013. Istano Basa Pagaruyung. Padang: Dinas Parawisata

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.

Johnson, Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik Dan Modern. Jilid 1 & 2. Jakarta:

Gramedia

MD, Mansoer. 1970. Sedjarah Minangkabau. Jakarta: Bhratara

Naim, Mochtar. 2013. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada

Navis, A.A. 1982. Alam Terkembang Jadi Guru. Jakarta: Grafitipers

Notosusanto, Nugroho. 1984. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka

Notosusanto, Nugroho. 1984. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka

Perret, Daniel. 2010. Kolonialisme Dan Etnisitas Batak Dan Melayu Di Sumatera

Tumur Laut. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Ricklefs, MC. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi

Sanggoeno Dirajo, Ibrahim. 2013. Tambo Alam Minangkabau. Bukit Tinggi: Kristal

(6)

Suryanegara, Ahmad Mansur. 2010. Api Sejarah. Bandung: Salamadani

Toynbee, Arnold. 2007. Sejarah Umat Manusia. Jakarta: Pustaka Pelajar

Sumber Internet

http://id.wikipedia.org/wiki/Monarki diakses pada hari Rabu 15 Mei 2013 pukul

09.36

http://saripedia.files.wordpress.com/2010/11/sumbar.jpg diakses pada hari

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Kerangka Konseptual ... 8

1. Perkembangan Kerajaan ... 8

2. Kerajaan Pagaruyung ... 11

3. Kondisi Sosial Politik Masyarakat Di Kerajaan Pagaruyung ... 13

4. Penyebaran Islam Di Sumatera ... 15

5. Keruntuhan Kerajaan ... 17

B. Kerangka Berfikir ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. Metode Penelitian ... 22

B. Lokasi Penelitian ... 23

C. Sumber Data ... 23

D. Tekhnik Pengumpulan Data ... 24

(8)

vi

BAB IV PEMBAHASAN ... 26

4.1. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pagaruyung ... 26

A. Kerajaan Darmasraya Sebagai Cikal Bakal Kerajaan Pagaruyung ... 27

B. Ekspedisi Pamalayu ... 30

C. Zaman Adityawarman ... 34

4.2. Kondisi Sosial Politik Kerajaan Pagaruyung ... 40

A. Keadaan Masyarakat ... 41

B. Pemerintahan ... 47

C. Hubungan Kerajaan Pagaruyung Dengan Kerajaan Lain ... 53

a. Hubungan Kerajaan Pagaruyung Dengan Kesultanan Aceh Dalam Konteks Sosial Politik ... 55

b. Negri Sembilan Sebagai Koloni Kerajaan Pagaruyung Di Semenanjung Malaka... 62

c. Hubungan Kerajaan Pagaruyung Dengan Belanda ... 65

4.3. Proses Masuknya Agama Islam Ke Kerajaan Pagaruyung ... 73

A. Masuknya Agama Islam Di Sumatera Barat ... 73

B. Penyebaran Agama Islam Di Kerajaan Pagaruyung ... 80

C. Dampak Penyebaran Islam Bagi Kerajaan Pagaruyung ... 86

4.4. Proses Runtuhnya Kerajaan Pagaruyung ... 90

A. Proses Kemunduran ... 91

B. Gerakan Paderi ... 96

C. Peristiwa Kota Tengah ... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 111

(9)

ABSTRAKSI

MUHAMMAD YUDHIS FEBRIANSYAH. 309121040. PERKEMBANGAN KERAJAAN PAGARUYUNG DI LUHAK TANAH DATAR, SUMATERA BARAT (1349-1809). SKRIPSI S1. JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH. FAKULTAS ILMU SOSIAL. 2014.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang berdirinya Kerajaan Pagaruyung, mengetahui kondisi sosial politik Kerajaan Pagaruyung, mengetahui proses masuknya agama Islam ke Kerajaan Pagaruyung, mengetahui proses keruntuhan Kerajaan Pagaruyung, dan untuk mengetahui peninggalan-peninggalan Kerajaan Pagaruyung yang masih ada.

Penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan perkembangan Kerajaan Pagaruyung sejak tahun 1349 sampai dengan 1809. Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah Library Research atau studi pustaka dan Field Research atau penelitian lapangan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode sejarah dengan langkah-langkah yang merujuk pada metode sejarah, yakni Heuristik dan kritik sumber. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yakni data-data berupa suatu produk dari kegiatan manusia yang didapat dari literatur-literatur berupa buku dan juga hasil wawancara yang mendalam dengan orang-orang yang dapat memberikan informasi atau keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka peneliti memilih studi kepustakaan dan studi lapangan. Verivikasi data dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis kualitatif.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yang pertama, latar belakang berdirinya kerajaan Pagaruyung yakni kerajaan Darmasraya, ekspedisi Pamalayu, dan zaman dityawarman. Kedua kondisi sisoal dan politik masyarakat kerajaan Pagaruyung, dimana adalah keadaan masyarakat, pemerintahan, dan hubungan kerajaan Pagaruyung dengan kerajaan lain. Yang ketiga, proses masuknya agama Islam ke kerajaan Pagaruyung, dimulai dengan masuknya Islam di Sumatera Barat, proses penyebaran Islam di kerajaan Pagaruyung, dan dampak ajaran Islam bagi kerajaan Pagaruyung. Dan keempat adalah, proses keruntuhan kerajaan Pagaruyung, dimulai dari proses kemunduran, gerakan Paderi, dan peristiwa Kota Tengah.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa Kerajaan Pagaruyung merupakan salah satu Kerajaan terbesar di Nusantara, yang merupakan lanjutan dari Kerajaan Darmasraya/Melayu. Setelah masuknya Islam, maka seluruh rakyat Kerajaan Pagaruyung memeluk Islam dan Kerajaan Pagaruyung berubah menjadi Kerajaan Islam. Walapun raja Pagaruyung tidak memiliki kekuasaan dan tentara seperti raja-raja pada umumnya, akan tetapi ia mendapat kedaulatan dan penghormatan yang tinggi dari rakyat. Runtuhnya Kerajaan ini diakibatkan oleh suatu gerakan pembaruan agama dan juga terdapat peran Belanda dibelakangnya.

(10)

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Kerajaan Pagaruyung yang terletak di Batu Sangkar, Luhak Tanah Datar,

merupakan sebuah kerajaan yang pernah menguasai seluruh Alam Minangkabau.

Bahkan pada masa keemasannya kerajaan ini pernah menguasi seluruh wilayah

Sumatera Tengah.

Menurut prasasti–prasasti yang ditemukan seperti prasasti Kubu Rajo, prasati

Pagaruyung, dan Prasasti Suroaso. Yang pertama kali mendirikan kerajaan serta raja

pertama dari kerajaan Pagaruyung adalah Adityawarman (1347 – 1375), seorang

paglima perang Majapahit yang juga merupakan keturunan dari kerajaan Darmasraya

(Melayu). Pada mulanya kerajaan Pagaruyung yang dipimpin oleh Adityawarman

yang juga dibesarkan dalam lingkungan istana Majapahit, merupakan kerajaan yang

menganut agama Budha, baru pada pertengahan abad ke-16 kerajaan Pagaruyung

memeluk agama Islam dimana pada saat itu kerajaan Pagaruyung dipimpin oleh

Sultan Alif.

Alam Minangkabau terdiri dari Pesisir, Darat, dan Rantau. Darat, yang

merupakan kekuasaan inti dari kerajaan Pagaruyung terbagi menjadi tiga luhak, yakni

Luhak Agam (sekeliling Bukit Tinggi), Luhak Tanah Datar (Selingkar Batusangkar),

dan Luhak Lima Puluh Kota (sekitar Payakumbuh). Pada Abad ke-14 saat

Adityawarman mendirikan kerajaan Pagaruyung, ketiga Luhak tersebut praktis masuk

kedalam wilayah kekuasaan dari kerajaan Pagaruyung dimana ketiga Luhak tersebut

merupakan wilayah asli Minangkabau serta pusat kekuasaan kerajaan Pagaruyung.

Tempat raja bertempat tinggal terdapat di Luhak Tanah Datar tepatnya di

Batusangkar.

Sebelum Adityawarman mendirikan kerajaan Pagaruyung ketiga Luhak

tersebut merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Darmasraya, yang merupakan cikal

bakal kerajaan Pagaruyung. Pada pertengahan abad ke-14 saat Adityawarman

mendirikan kerajaan Pagaruyung, dia memindahkan pusat kerajaannya lebih ke

daerah pedalaman, yakni di daerah Batu Sangkar, di Luhak Tanah Datar. Dan

Adityawarman mendirikan pemerintahan dengan sistem pemerintahan yang terpusat

(11)

yang cukup besar atas ke tiga Luhak serta daerah rantau atau daerah taklukkan

kerajaan Pagaruyung yang letaknya berada diluar wilayah ketiga Luhak tersebut yang

meliputi seluruh Sumatera Tengah dan sebagian Sumatera Utara.

Dengan wafatnya Adityawarman dan tepatnya sejak abad ke-15 tidak ada

pemerintah kerajaan Pagaruyung/Minangkabau lagi yang berwibawa dan ditaati oleh

seluruh daerah Alam Minagkabau, pada saat itu menurut Mansour (1970:23)

“Kerajaan Pagaruyung adalah konfederasi republik-republik genealogis disebut

Luhak”. Yang mana setiap daerahnya berdiri sendiri-sendiri yang diperintah oleh

seorang penghulu yang memiliki kekuasaan besar atas daerah yang dipimpinnya,

pemerintahan penghulu tersebut disebut Nagari.

Ketika agama Islam masuk dan berkembang terutama sejak abad ke-16 yang

dimana pengislaman kerajaan Pagaruyung tak terlepas dari peran Kesultanan Aceh

yang saat itu sudah menguasai daerah-daerah pantai di Pesisir Barat yakni mulai dari

Barus, Tiku, Pariaman, hingga Indrapura. Pada masa itu kekuasaan raja yang berada

di Batu Sangkar tidak lebih sebagai simbolis saja, pada saat itu banyak daerah dari

ketiga Luhak yang berdiri sendiri-sendiri dan diperintah oleh seorang penghulu di

tiap-tiap Nagari. Kekuasaan raja pada saat itu hanya merupakan simbol belaka, tidak

memerintah dan hanya menjalankan upacara-upacara yang ditetapkan adat, akan

tetapi tetap mendapatkan penghormatan dari rakyat. Yang menurut Amran (1981:53)

“nama kerajaan Minangkabau (Pagaruyung) tidak lain dari nama kolektif untuk begitu

banyak Nagari, daerah-daerah merdeka berbentuk republik-republik mini, tetapi dari

keturunan yang sama, mempunyai adat istiadat dan bahasa yang sama pula”.

Saat itu kekuasaan raja berbentuk tiga serangkai atau yang dikenal dengan

nama Rajo Nan Tigo Selo, yakni Raja Alam, Raja Adat, dan Raja Ibadat. Kekuasaan

ketiga raja tersebut diperkuat pula dengan sebuah dewan menteri, yang disebut Basa

Ampek Balai yakni: Bandaharo di Sungai Tarab, Tuan Kadi dari Padang Ginting,

Mangkudum dari Suroaso, dan Indomo dari Sumanik.

Agama Islam masuk ke Minangkabau dengan cara yang damai, agama ini

disebar luaskan oleh Kesultanan Aceh yang saat itu telah menguasai sebagaian besar

wilayah Pesisir Pantai Barat Sumatera. Awalnya Islam menyebar dari pesisir lalu

terus masuk kedalam ke wilayah kerajaan Pagaruyung dan akhirnya raja beserta para

pemuka adat menerima ajaran ini dan menjadikan Islam sebagai agama (lebih

tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Alif dimana Syekh Burhanuddin yang

(12)

3

pendidikan Agama yang terdapat di Ulakan, Syekh Burhanuddin juga mendapat

julukan Tuanku Ulakan dan sampai sekarang makamnya masih ada dan ramai

dikunjungi).

Dengan cepat Agama Islam menyebar dan dianut oleh mayoritas penduduk

Minangkabau, baik oleh raja, penghulu, sampai kaum ninik mamak, dan rakyat.

Agama Islam dengan cepat menyatu dengan adat sehingga ada pepatah Minang yang

menyebutkan “Adat basandi Syara’, Syara’ basandi Kitabullah”, (Syara’ berarti agama yang berarti Islam). Kaum Penghulu dan Ulama hidup berdampingan di dalam

suatu Nagari, para Ulama bertugas mengajarkan ilmu agama di Surau-Surau dan

hanya terbatas pada ilmu agama saja, sedangkan untuk urusan politik dan

pemerintahan di pegang oleh Penghulu suatu kampung, rakyat biasanya lebih patuh

kepada penghulu daripada kepada Ulama karena pada saat itu pemegang kekuasaan

tertinggi serta pembuat aturan adalah penghulu, karena Rajo Nan Tigo Selo serta para

dewan menterinya hanya berupa simbolis, kekuasaan tertinggi ada ditangan penghulu

termasuk prajurit-prajurit dari tiap-tiap kampung atau Nagari.

Dengan kekuasaan yang dimilikinya para Penghulu sebagai pemuka adat dan

pembuat peraturan dari suatu Nagari kadang membuat aturan- aturan yang

bertentangan dengan agama dan sering pula melakukan tindakan-tindakan yang tidak

sesuai dengan ajaran Islam, seperti berjudi, menyabung ayam, minum-minuman keras,

dan terutama hukum Matrelineal yang berpihak kepada garis keturunan dari pihak Ibu

terkhusus dalam hukum warisan.

Golongan Agama pada saat itu hanya berperan sebagai pendidik generasi

muda dan pembimbing kehidupan rohani masyarakat. Kedudukan dan fungsi sebagai

rohaniawan masyarakat itu tidak dibarengi oleh kekuasaan praktis apapun juga. Lebih

jauh Mansour (1970:21) menyebutkan “sebagai golongan terpelajar mereka

mengalami tekanan jiwa, karena merasa tidak kebagian tempat dan memperoleh

penilaian yang wajar dalam hierarki pemerintahan dalam Nagari. Karena itu merasa

tidak puas. Perasaan tidak puas itu berkembang dan meluas”. Rasa ketidak puasan

dari golongan agama ini seringkali diakibatkan dari tindakan-tindakan para penghulu

yang tidak selamanya sejalan dengan hukum agama.

Dengan melihat kondisi masyarakat yang melakukan perbuatan yang tidak

sesuai dengan ajaran agama seperti: berjudi, minum-minuman keras, menyabung

ayam, dan lain sebagainya maka timbullah suatu keinginan untuk mengembalikan

(13)

agama. Gerakan perbaharuan agama ini telah mulai dilakukan sejak di Luhak Agam

pada tahun 1780-an. Pada saat yang sama di Kota Mekkah terjadi suatu penaklukkan

kota Mekkah oleh kaum Wahabi. Kaum Wahabi melancarkan revolusi agama Islam di

tanah Arab dengan tujuan membersihkan praktek-praktek agama dari pengaruh bidah

dan dikembalikan dengan kemurnian ajaran Islam yang dilakukan secara radikal dan

menggunakan kekerasan.

Pada saat terjadi penaklukkan kota Mekkah tersebut di Mekkah sendiri

terdapat tiga orang haji asal Minangkabau yang menyaksikan penaklukkan tersebut,

ketiganya Yakni: Haji Sumanik, Haji Piobang, dan Haji Miskin, serta pada tahun 1803

mereka pulang kembali ke daerah asal mereka masing-masing. Dengan kejadian yang

mereka saksikan atas penaklukkan kota mekkah tersebut maka timbullah keinginan

untuk melakukan yang sedemikian terhadap daerah mereka masing-masing yang

mana pada saat itu kondisi di Minangkabau sendiri membantu mereka untuk

melakukan apa yang mereka anggap sebagai kewajiban mereka.

Dengan demikian timbullah suatu gerakan pembaharuan Agama atau yang

lebih dikenal dengan nama gerakan Paderi. Gerakan ini mulai melancarkan aksinya

melakukan pembaharuan agama Islam di ketiga Luhak sekaligus, akan tetapi

mendapatkan perlawanan yang sengit di Luhak Tanah Datar yang mengakibatkan

terbunuhnya keluarga kerajaan Pagaruyung di Kota Tengah pada 1809 yang dengan

kejadian tersebut maka berakhir pulalah kekuasaan kerajaan Pagaruyung.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “PERKEMBANGAN KERAJAAN PAGARUYUNG DI

LUHAK TANAH DATAR, SUMATERA BARAT (1349-1809)” B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi identifikasi

masalah adalah sebagai berikut :

1. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pagaruyung.

2. Kondisi Sosial Politik Kerajaan Pagaruyung.

3. Proses Masuknya Agama Islam Ke Kerajaan Pagaruyung.

(14)

5 C. Pembatasan Masalah

Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini, dikarenakan

luasnya cakupan penelitian dan kurangnya sumber data tentang penelitian ini, maka

diberikan pembatasan masalah bagi penelitian yang akan diteliti. Yang mana sebagai

berikut:

1. Pembatasan Waktu.

Waktu penulisan penelitian ini, di mulai pada tahun 1349 sampai dengan tahun

1809. Adapun pemilihan 1349 adalah, karena menurut sumber prasasti Pagaruyung,

yang menyebutkan pada tahun tersebut Adityawarman diangkat menjadi raja dan di

tasbihkan menjadi seorang Bhairawan. Sehingga dari prasasi tersebut, maka tulisan ini

diangkat dimulai pada tahun 1349 dan berakhir pada tahun 1809 adalah, karena pada

tahun tersebut di kerajaan Pagaruyung terjadi suatu perselisihan antara penguasa

pemerintahan dan kaum pembaharuan agama (gerakan Paderi), yang mana pada saat

itu para petinggi kerajaan banyak yang terbunuh, dan setelah tragedi tersebut maka

kerajaan Pagaruyung sudah tidak ada lagi (runtuh).

Dengan luasnya jangka waktu penelitian kerajaan Pagaruyung tersebut, yakni

dari 1349-1809, atau selama empat abad lebih, maka tidaklah memungkin kan untuk

waktu yang panjang tersebut dituliskan semua dalam tulisan ini. Oleh karena itu,

maka dilakukan pembatasan masalah waktu penelitian. Dimana pada penulisan ini

waktu yang dibatasi di bagi menjadi tiga periode, yakni awal pendirian kerajaan

Pagaruyung, menjadi periode pertama, yakni pada abad ke-14, periode kedua adalah

masa pertengahan kerajaan Pagaruyung yakni pada abad ke-15, dan periode ketiga

adalah saat keruntuhan kerajaan Pagaruyung, yang ditandai dengan proses

kemundurannya, dimulai dari ahir abad ke-19. Sehingga waktu yang dibatasi dalam

penelitian ini adalah abad ke-14 pada tahun 1349, kemudian abad ke-15, dan terakhir

abad ke 19, sampai dengan tahun 1809.

Adapun pembatasan masalah ini dilakukan karena luasnya jangka waktu

penelitian dan sangat sedikit sekali informasi atau sumber-sumber yang berkaitan

dengan jangka waktu penelitian tersebut. Alasan pemilihan waktu pada abad ke 14

adalah, karena pada saat itu kerajaan Pagaruyung pertama sekali didirikan. Kemudian,

alasan pemilihan abad ke 15 adalah karena pada saat itu Islam masuk ke kerajaan

Pagaruyung, yang mana ini sangat berpengaruh besar bagi kerajaan tersebut,

disamping itu terdapat banyak informasi dan sumber penelitian pada abad tersebut,

(15)

akhir abad ke-19 adalah karena pada periode ini terjadi proses kemunduran kerajaan

Pagaruyung yang berakhir dengan peristiwa kota tengah.

2. Pembatasan Peristiwa.

Dengan luasnya jangka waktu penelitian tersebut, dan dengan di lakukannya

pembatasan masalah. Maka dalam penulisan ini juga dilakukan pembatasan peristiwa.

Peristiwa-peristiwa yang dibahas dalam penelitian ini adalah peristiwa penting yakni

latar belakang pendirian kerajaan Pagaruyung seperti ekspedisi Pamalayu, dan masa

pemerintahan Adityawarman. Untuk kondisi sosial politik masyarakat, akan di bahas

keadaan umum masyarakat sebelum kedatangan Islam yakni pada abad ke-14 dan

sesudah kedatangan Islam, yakni pada abad ke 16. Untuk sisitem pemerintahan, akan

dibahas pemerintahan pada masa Adityawarman dan pada masa Sultan Alif,

dikarenakan suber kedua pemerintahan mereka banyak terdapat. Selain itu akan

dibahas pula proses masuknya agama Islam di kerajaan Pagaruyung. Dan proses

keruntuhan kerajaan Pagaruyung yang dimulai dari proses keruntuhan, gerakan

Paderi, dan diakhiri dengan peristiwa Kota Tengah.

D. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pagaruyung.

2. Bagaimana Kondisi Sosial Politik Kerajaan Pagaruyung.

3. Bagaimana Proses Masuknya Agama Islam Ke Kerajaan Pagaruyung.

4. Bagaimana Proses Runtuhnya Kerajaan Pagaruyung.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui latar belakang berdirinya Kerajaan Pagaruyung.

2. Untuk mengetahui kondisi sosial politik Kerajaan Pagaruyung.

3. Untuk mengetahui proses masuknya agama Islam ke Kerajaan Pagaruyung.

4. Untuk mengetahui proses keruntuhan Kerajaan Pagaruyung.

F. Manfaat Penelitian

Demi tercapainya tujuan penelitian diharapkan penelitian ini memberi

beberapa manfaat sebagai berikut :

1. Memberi pengetahuan dan wawasan kepada peneliti dan pembaca mengenai

(16)

7

2. Sebagai penambah wawasan kepada peneliti serta pembaca tentang kerifan

lokal melalui penelitian ini.

3. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi peneliti lain yang ingin

bermaksud mengadakan penelitian dalam masalah yang sama.

4. Untuk UNIMED, menambah perbendaharaa karya ilmiah khususnya bagi

(17)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

1. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pagaruyung.

Kesimpulan yang dapat diambil dari latar belakang kerajaan Pagaruyung

adalah, bahwa terdapat tiga faktor yang melatar belakangi berdirinya kerajaan

Pagaruyung, yakni kerajaan Darmasraya, kspedisi Pamalayu, dan Adityawarman.

Ketiga faktor tersebut merupakan alasan yang melatar belakangi kerajaan

Pagaruyung.

Kerajaan pagaruyung merupakan lanjutan dari kerajaan Darmasraya.

Sebelumnya, kerajaan Darmasraya merupakan kerajaan terbesar dan terkuat di

Sumatera, hal inilah yang mengundang raja Kertanegara untuk mengadakan hubungan

persahabatan ke kerajaan Darmasraya. Maka diadakanlah hubungan diantara kedua

kerajaan tersebut yang dimulai dengan ekspedisi yang dilakukan kerajaan Singashari

ke kerajaan Darmasraya, atau yang lebih dikenal dengan ekspedisi Pamalayu. Dimana

ekspedisi Pamalayu ini merupakan tindakan dari kerajaan Singashari untuk menjalin

persahabatan dengan kerajaan Darmasraya.

Raja Darmasraya kemudian membalasnya dengan mengirimkan kedua putri

kerajaan untuk dipersunting oleh raja Singashari. Kedua putri tersebut adalah Dara

Petak dan Dara Jingga. Saat dalam perjalanan ke Jawa, di kerajaan Singashari terjadi

kekacauan politik yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Singashari. Setelah runtuh,

kerajaan Singashari digantikan oleh kerajaan Majapahit yang merupakan lanjutan dari

kerajaan Singashari. Setibanya di Jawa, Raden Wijaya, raja Majapahit yang pertama

kemudian menikahi salah satu putri tersebut yakni Dara Petak, hal ini untuk

melanjutkan hubungan persahabatan yang telah di bangun oleh raja Singashari

sebelumnya.Sedangkan putri yang seorang lagi, Dara Jingga, dikawinkan dengan

salah satu petinggi istana Majapahit, dan dari pernikahan tersebut lahirlah

Adityawarman.

Adityawarman merupakan salah seorang panglima perang kerajaan Majapahit

dan juga seorang pejabat istana yang memiliki kedudukan penting di istana Majapahit.

Setelah gagal menduduki tahta Majapahit sepeninggalnya Jayanegara yang juga

(18)

107

disana ia dinobatkan sebagai raja. Setelah menjadi raja di Darmasraya Adityawarman

kemudian memindahkan pusat kekuasaannya ke daerah lebih pedalaman dan

kemudian mendirikan kerajaan Pagaruyung, yang mana nama Pagaruyung diambil

dari nama wilayah tempat pusat kekuasaan kerajaan yang baru didirikan

Adityawarman, yakni Nagari Pagaruyung yang ada di Luhak Tanah Datar.

Pemindahan kekuasaan dan pendirian kerajaan Pagaruyung ini dilakukan

untuk memperkuat kedudukan Adityawarman di Sumatera dan juga untuk melepaskan

hubungan dengan Majapahit.

2. Kondisi Sosial Politik Kerajaan Pagaruyung.

Kerajaan Pagaruyung memiliki sistem pemerintahan tiga raja di puncak

pemerintahan, atau yang disebut juga Rajo Nan Tigo Selo, ketiga raja tersebut adalah,

Raja Alam sebagai pemimpin tertinggi, Raja Adat sebagai pemimpin adat, dan Raja

Ibadat sebagai pemimpin agama. Selain ketiga raja diatas, mereka juga dibantu oleh

dewan menteri yang disebut basa empat balai.

Wilayah inti dari kerajaan Pagaruyung terdiri dari tiga Luhak, yakni Luhak

Tanah Datar, Luhak Agam, dan luhak Lima Puluh Kota. Pada masa pemerintahan

Adityawarman, ketiga Luhak tersebut menyatu di bawah pimpinan pusat, akan tetapi

setelah wafatnya Adityawarman, kewibawaan itu mulai pudar, puncaknya apada abad

ke-16, dimana saat itu kekuasaan raja di Pagaruyung sangatlah kabur, raja hanya

dianggap sebagai simbol pemersatu, tidak memiliki kekuasaan yang nyata, dan hanya

dianggap sebagai tokoh sakral yang mengatur ekuilibrium diantara nagari-nagari yang

bermusuhan.

Sejak abad ke-16, sudah tidak ada lagi pemerintahan pusat kerajaan

Pagaruyung yang berwibawa dan ditaati, saat itu wilayah kerajaan Pagaruyung telah

terpecah-pecah dan berdiri sendiri-sendiri, yang dipimpin oleh tiap penghulu di tiap

kampung yang memeliki kekuasaan yang otonom. Kampung-kampung yang berdiri

sendiri-sendiri itu disebut Nagari, dengan penghulu sebagai pimpinan kampung yang

memiliki kekuasaan otonom dan kepemimpinannya dipilih secara demokrasi dan

musyawarah. Pada saat itu nama kerajaan Pagaruyung tidak lain dari nama kolektif

untuk begitu banyak Nagari, daerah-daerah merdeka berbentuk republik-republik

mini, tetapi dari keturunan yang sama, mempunyai adat istiadat dan bahasa yang sama

pula.

Walaupun raja tidak memiliki kekuasaan apa-apa, akan tetapi raja masih

(19)

saja ini meruakan suatu proses ritual adat. rakyat kerjaan Pagaruyung sangat

menghormati adat, mereka menjadikan adat sebagai pandangan hidup mereka, dan

penghormatan kepada raja juga merupakan salah satu yang dianjurkan oleh adat.

Sepanjang masa berdirinya, ada dua kerajaa yang memiliki pengaruh besar

bagi kerajaan Pagaruyung, yakni kesultanan Aceh dan Belanda. Aceh merupakan

kesultanan yang pernah menguasai kerajaan Pagaruyung, terutama di pesisir barat

wilayah kerajaan Pagaruyung, yakni sejak abad ke-16. Selain penguasaan, Aceh juga

sangat berperan dalam merubah tatanan sosial di kerajaan Pagaruyung.

Setelah Aceh, kemudian masuklah Belanda. Pada awalnya, Belanda datang ke

kerajaan Pagaruyung hanya untuk berdagang emas dan lada. Akan tetapi ketika

mereka mendapati bahwa kerajaan ini lemah baik secara pemerintaha dan militer,

maka perdagangan berubah menjadi monopoli perdagangan. Sejak abad ke-17,

Belanda telah memonopoli perdagangan di Sumatera Barat. Selain Aceh dan Belanda,

juga ada negeri Sembilan di Semenanjung Malaka. Dimana Negeri Sembilan ini

merupakan koloni kerajaan Pagaruyung di Semenanjung Malaka. Raja-raja yang

berkuasa di egeri Sembilan merupakan raja-raja yang dikirim dari kerajaan

Pagaruyung, adat serta bahasa yang dipakai di Negeri Sembilan pun sama dengan

yang dipakai di kerajaan Pagaruyung. Sehingga saat itu ada ungkapan bahwa Negeri

Sembilan itu Minangkabaunya Semenanjung Malaka.

3. Proses Masuknya Agama Islam Ke Kerajaan Pagaruyung.

Pada awalnya agama Islam telah masuk ke Sumatera Barat jauh sebelum

kerajaan Pagaruyung berdiri, saat kerajaa Pagaruyung didirikan, sudah terdapat

komonitas masyarakat muslim di wilayah timur kerajaan ini, atau daerah Riau

sekarang.

Agama Islam baru berkembang dan menyebar secara luas di kerajaan

Pagaruyung terjadi pada abad ke-16, dimana penyebaran Islam di kerajaan

Pagaruyung dilakukan oleh kesultanan Aceh yang saat itu juga menguasai pesisir

barat kerajaan Pagaruyung. Puncak penyebaran agama Islam di kerajaan Pagaruyung,

terjadi pada masa pemerintahan Sultan Alif, yakni pada pertengahan abad ke-16.

Dimana pada saat itu Sultan Alif masuk Islam, dan pengislaman Sultan Alif di

lakukan oleh Syekh Burhanuddin, seorang panglima Aceh yang juga menjadi

penguasa di Pariaman. Syekh Burhanuddin selain aktif berdakwah dan mengislamkan

raja Pagaruyung, juga membangun pusat pendidikan Islam di Ulakan, sehingga beliau

(20)

109

Setelah Islam menyebar secara luas di kerajaan Pagaruyung, hal ini

mempengaruhi kepercayaan setiap masyarakatnya. Dimana agama Islam menjadi

agama yang dianut oleh seluruh masyarakat di kerajaan Pagaruyung. Selain itu

dampak penyebaran Islam ini juga mempengaruhi tatanan pemerintahan dan sosial di

kerajaan Pagaruyung.

Adat serta budaya Minangkabau kemudian di sesuaikan dengan agama Islam,

begitu pula dalam sistem pemerintahan, terdapat raja ibadat sebagai pemimpin agama

yang tugasnya mengurusi persoalan mengenai agama Islam. Di masyarakat, agama

Islam menjadi pedoman dalam adat, sehingga ada ungkapan yang mengatakan adat

berpegang kepada agama, dan agama berpegang kepada kitabullah. Yang dimaksud

agama disini adalah Islam dan kitabullah adalah Al-quran.

4. Proses Runtuhnya Kerajaan Pagaruyung.

Proses keruntuhan kerajaan Pagaruyung dimulai dari proses kemunduran

kerajaan ini yang telah terjadi mulai abad ke-16. Saat itu peerintahan pusat di kerajaan

pagaruyung telah tidak ada lagi. Tiap-tiap wilayah erdiri sendiri-sendiri dengan

kekuasaan otonom di masing-masing wilayahnya. Perpecahan tersebut menjadikan

kerajaan Pagaruyung sangat lemah dalam kekuatan politik da militer, dimana kerajaan

Pagaruyung juga tidak memiliki tentara nasional yang siap melindungi kerajaan jika

ada serangan dari pihak luar.

Selain kelemahan dari segi politik dan militer, di dalam masyarakat

pagaruyung juga telah terjadi pergesekan antara pembaharuan dengan kaum yang

tidak mau menerima pembaharuan. Gerakan pembaharuan tersebut dikenal dengan

nama gerakan Paderi. Gerakan Paderi pada awalnya adalah aksi yang dilakukan oleh

para Ulama untuk turun ke jalan demi memperbaiki kebiasaan buruk di masyarakat.

Akan tetapi dalam menjalankan aksinya, kaum Paderi terbentur dengan para penghulu

atau kaum adat yang melakukan perlawanan karena merasa kekuasaan dan

kedudukannya terancam.

Walaupun di hormati oleh masyarakat, akan tetapi kedudukan para Ulama

hanya terbatas pada pengajar agama saja yang dilakukan di surau-surau. Kekuasaan

pemerintah masih dipegang oleh para penghulu, yang mana rakyat lebih patuh

terhadap penghulu daripada terhadap Ulama. Sedangkan para penghulu banyak juga

yang melakukan tindakan yang melarang agama seperti yang disebutkan diatas,

sehingga banyak rakyat yang mengikutinya. Dari sini timbullah suatu pergesekan

(21)

Pada tahun 1803, kembalilah tiga orang Haji asal Minangkabau yang telah

menunaikan ibadah ke Tanah Suci, mereka adalah Haji Sumanik, Haji Miskin, dan

Haji Piobang. Saat berada di tanah suci, mereka menyaksikan penaklukkan kota

Mekkah yang dilakukan oleh kaum Wahabi. Yang mana dilakukan secara radikal oleh

kaum Wahabi, untuk mengembalikan kemurnian ajaran Islam. Dari sanalah ketiga

Haji ini terinsipirasi untuk melakukan hal yang sama di daerah mereka. Maka

dimulailah gerakan pembaharuan agama tersebut yang bermula di Agam, dan terus

menyebar sampai ke ketiga Luhak lainnya dalam waktu singkat, dan kemudian

gerakan ini dikenal sebagai gerakan Paderi.

Gerakan Paderi bukanlah gerakan adat melawan agama seperti yang di

kemukakan oleh sarjana-sarjana Barat. Akan tetapi gerakan ini adalah gerakan

pembaharuan Islam yang terjadi di Minangkabau. Saat terjadi gerakan ini, ada yang

mendukung ada pula yang tidak. Mereka yang tidak mendukung adalah para penghulu

yang merasa kedudukannya terancam akan hadirnya gerakan ini. Sehingga mereka,

para penghulu ini melakukan perlawanan kpada kaum Paderi. Akan tetapi perlawanan

para penghulu selalu dapat di menangkan oleh kaum Paderi.

Puncak perlawanan dari para pemuka adat adalah pada tahun 1809, pada saat

itu, para pemuka adat yang diketuai oleh Raja Alam Yang Dipertuan Pagaruyung

sepakat untuk mengadakan perundingan dengan kaum Paderi di Kota Tengah. Akan

tetapi ditengah perundingan tersebut, terjadi ketidak sepahaman sehingga

menyebabkan Tuanku Lelo dari angkatan perang Paderi, melakukan penyerangan.

Imbas dari penyerangan tersebut adalah terbunuhnya sebagian besar pemuka adat,

sedangkan raja alam sendirj berhasil melarikan diri bersama cucunya. Dengan

demikian maka berakhirlah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung di Minangkabau. Setelah

tragedi tersebut, Kerajaan Pagaruyung sudah tidak ada lagi dan pada masanya nanti

akan di ambil alih oleh Belanda. Yang berakhir dengan meletusnya perang Paderi,

yakni perang antara Belanda dengan rakyat Minangkabau yang di pelopori oleh kaum

(22)

111 B. SARAN.

Adapun saran-saran yang diajukan sesuai dengan hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk peneliti-peneliti selanjutnya agar mampu mengupas lebih dalam tentang

perkembangan Kerajaan Pagaruyung.

2. Masih terdapat banyak sekali sumber-sumber prasasti berbahasa Sansekerta

yang berada di Luar Negeri. Bagi Pemerintah diharapkan dapat

mengembalikan prasasti-prasasti tersebut, dikarenakan itu merupakan

peninggalan Sejarah bangsa Indonesia. Dan sebagai bukti fisik akan

keberadaan sejarah masa lampau Bangsa Indonesia.

3. Masih terdapat sedikit sekali sumber-sumber yang berkaitan dengan Kerajaan

Pagaruyung, hal ini dikarenakan kurangnya penelitian akan Kerajaan ini.

Pemerintah diharapkan dapat lebih memperhatikan penelitian tentang

Kerajaan Pagaruyung dengan melakukan ekskavasi untuk mendapatkan

temuan-temuan Arkeologis, sehingga dapat mendukung teori-teori yang sudah

ada dan menambah teori baru, serta gambaran yang lebih jelas tentang

keberadaan Kerajaan Pagaruyung, serta sejarahnya.

4. Para peneliti selanjutnya diharapkan menguasai bahasa Sansekerta dan

mengerti tulisan Pallawa, hal ini dikarenakan banyak sekali sumber-sumber

sejarah kita dimasa lampau yang, yang menggunakan bahasa Sansekerta

dengan tulisan berhuruf Pallawa. Sehingga lebih memudahkan pemahaman

akan sejarah bangsa kita dengan pandangan sebagai orang Indonesia.

5. Penelitian-penelitian akan sejarah Kerajaan Pagaruyung diharapkan lebih

diperbanyak, hal ini demi menambah wawasan serta pengetahuan akan sejarah

(23)
(24)
(25)

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Aplikasi Giberelin terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Tomat Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan giberelin secara terpisah hanya berpengaruh nyata terhadap

Tutkimustulosten mukaan sosiaali- ja terveysalan naisyrittäjien kokemuksia työssäjaksamiseen vaikuttavista tekijöistä voitiin jakaa seitsemään osatekijään:

Kanker yang diketahui gejalanya oleh Peserta yang telah didiagnosis atau mendapat pengobatan dalam 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal berlaku Asuransi Tambahan PRU hospital

BCMA merupakan salah satu jenis teknologi yang menggunakan alat scan untuk membandingkan barcode pada gelang pasien dengan barcode pada obat yang diresepkan, elektronik

Fermentasi merupakan suatu reaksi oksidasi reduksi yang memanfaatkan sumber energi karbon, nitrogen, dan pospor untuk membentuk senyawa dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi

Mengacu pada hasil penelitian dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan, bahwa komponen ekosistem kebun pertanian organik 23 Karang Rejo Kota Metro tersusun

’Food’, Formula Balita, dan Pakan Ternak (2008-2016) Beserta Toksisitasnya”.Penyusunan Laporan Internship ini merupakan salah satu syarat akademikuntuk menyelesaikan

Simplisia biji jinten hitam bisa didapat dari berbagai belahan dunia termasuk dari India dan Indonesia, tetapi yang paling populer digunakan adalah jinten hitam yang berasal