PERKEMBANGAN KERAJAAN PAGARUYUNG
DILUHAK TANAH DATAR, SUMATERA BARAT
(1349-1809)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh :
Muhammad Yudhis Febriansyah
NIM : 309121040
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa ta’ala, karena atas berkah dan rahmat-Nya lah, maka penulis dapat menyelesaikan tulisan ini yang berjudul
“PERKEMBANGAN KERAJAAN PAGARUYUNG DI LUHAK TANAH DATAR, SUMATERA BARAT (1349-1809)”. Tak lupa shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjunganku Nabi Besar Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam,
beserta sahabat, dan generasi pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulisan ini mengenai perkembangan Kerajaan Pagaruyung di Sumatera Barat
dimulai pada tahun 1349 sampai dengan 1809. Dalam penulisan ini penulis melakukan
studi dengan dua metode, yakni melalui Research Library atau juga kepustakaan dan
juga metode Field Research atau penelitian lapangan. yang mana dalam kedua metode
ini, penulis mengumpulkan data-data dari literatur-literatur berupa buku-buku dan juga
mewawancarai secara mendalam orang-orang yang dapat memberikan informasi atau
dapat memberikan keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Selama proses
penelitian dan pengumpulan data, penulis juga menghadapi tantangan yang berat,
dikarenakan luasnya cakupan penelitian serta sedikit sekali informasi mengenai hal yang
penulis teliti, akan tetapi berkat doa yang tulus, ditambah niat yang baik, serta didorong
oleh kemauan yang kuat dan usaha yang gigih, akhirnya penulis dapat melalui itu semua
dengan sangat baik dan menjadikan pengalaman-pengalaman yang tidak enak tersebut
sebagai pelajaran, sesuai dengan kata pepatah “dimana ada kemauan pasti selalu ada
jalan”. Ada banyak sekali pihak yang terlibat dalam pengerjaan ini, akan tetapi kalau
disebutkan satu persatu namanya rasanya tidak mungkin, dikarenakan terbatasnya
halaman, akan tetapi ada orang-orang yang menurut penulis sangat berpengaruh dalam
penulisan ini, yang rasanya tanpa mereka penulisan ini tidaklah memungkinkan. Maka
pada kesempatan ini dengan segenap ketulusan hati, penulis mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Kepada bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.si selaku Rektor Universitas Negeri
Medan.
2. Kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial, bapak Dr. H. Restu, M.S beserta seluruh staffnya.
3. Kepada ibu Dra. Lukitaningsih, M.Hum selaku ketua jurusan Pendidikan Sejarah.
4. Kepada ibu Dra. Hafnita Lubis selaku sekertaris jurusan.
5. Kepada bapak Dr. Hidayat, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing
tujukan kepada beliau yang telah memberi masukan-masukan yang sangat penting
selama proses penulisan skripsi ini dari awal hingga akhir. Tentu tanpa jasa-jasa dari
beliau penulisan skripsi ini tidaklah memungkinkan.
6. Kepada bapak Pristi Suhendro, S.Hum, M.Si yang juga pernah menjadi dosen
pembimbing akademik penulis, juga menjadi dosen penguji penulis yang telah
mengoreksi serta memberi masukan-masukan yang bermanfaat bagi penulis.
7. Kepada bapak Drs. Yushar Tanjung, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan yang penting dan bermanfaat dalam penulisan ini.
8. Kepada ibu Dra. Flores Tanjung, M. A selaku dosen penguji, yang sudah memberikan
masukan yang penting dan bermanfaat dalam penulisan ini.
9. Kedua Orang Tuaku Tercinta, Ayahandaku Machrizal, B.Sc dan Ibundaku Dra. Elni
Evita. Penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya tiada terkira saya tujukan
kepada mereka. Karena mereka yang dengan kesabaran dan penuh kasih sayang, serta
pengertian yang mendalam telah memberi dukungan kepada penulis untuk
menyelesaikan tulisan ini, tanpa bantuan dan kehadiran mereka tentu saya tidak bisa
menyelesaikan penulisan ini. Saya persembahkan tanda mata ini untuk mereka.
10. Kepada kedua adikku tersayang Muhammad Arief Rachmadsyah dan Elfany Rizqi
Syahputri, yang sudah banyak mengalah, serta memberikan kehangatan keluarga yang
mana hal itu telah mendorong penulis dapat menyelesaikan pendidikan S.1 ini,
terimakasih banyak atas semua kesabarannya.
11. Kepada Kakek-Nenekku Alm. Adnan Ilyas dan Hj. Anizar, Alm. Muchtar dan Alm. Hj
Raminah. Kepada Bundaku Emnalizar S.pd dan Om Feri yang mana telah membantuku
dan menemani dalam meneliti ke Sumatera Barat. Kepada Makwo Tinit dan Makwo Ina
yang telah banyak memberi bantuan kepada ku saat meneliti di Sumatera Barat terutama
tempat menginap, Kepada Om Muardi yang telah banyak memberikan bantuan-bantuan
serta ilmu-ilmu Arkeologi yang sangat bermanfaat selama penulis berada di Sumatera
Barat, kepada Bang Dayat beserta Istri yang telah banyak membantu dalam pengurusan
izin penelitian, Kepada Pak Karnain, Datuk Rangkayo Baso, Mak Katik, dan Pak
Yunizar yang telah banyak sekali membantu baik berupa informasi dan masukan maupun
penginapan selama penulis berada di sana. Kepada Tari yang mana juga telah banyak
membantu saat meneliti di Sumatera Barat. Kepada Om Adi dan Kak Pida, juga Om
Agus dan Bu Yun. Kepada saudara saudaraku Kak Putri, Kak Liza, Kak Devi, Kak Inel,
Bang Kiki, Nanda, Ridha, Nico, Noval, Aldi, Aldo, Rizky, dan Adinda Putri, Sari,
iv
Mutya, Bang Romi gelar ‘Katik Bagindo’, tim Mutya, Mutma, Didi, Dice, Agung, dan
Hakim.
12. Kepada sahabat-sahabatku yang selalu memberikan bantuan dan masukan kepada
penulis: Alan, Juliansyah ‘Anca’, Rahardian ‘Madian’, Panji, Rozie, Wadah, Ulfa, Syah
RezaSiregar ‘badak’. Anak-anak FU : Hendi, Tata, Ami, Angga, Noman, Isal ‘Black’.
13. Kepada teman-teman, kakak-kakak, dan adik stambukku Hari Hikmah, kak Mulyani
yang juga dengan sabar memberi masukan serta membimbing penulis dalam menulis
skripsi ini, Bang Amrin dengan segala pemikirannya, Bang Ipen yang ganteng dan baik
hati, Juga Bang Pomo dengan ketenangan yang menjadi ciri khasnya. Nur Hikmah atas
bantuannya saat seminar, Warzukni yang juga telah membantu penulis dalam pengerjaan
penulisan proposal, teman-teman PPL SMP N 2 Gebang, temasuk Umi dan Bapak.
Teman-teman duduk di kantin FIS yang akhirnya mereka sidang juga, mereka-mereka ini
adalah, Yasir, Risdam, Armendo, Irfan, Syarif, Agus ‘Black’, Arif, Riza. Dan tak lupa
untuk Tia Anugrah Ginting, yang mau menjadi panitia dan melayani tamu-tamu dan
dosen-dosen saat kami sidang. Juga buat anak Sejarah B Reguler 2009 atas semua
pengalaman yang tak terlupakan.
Semoga Allah Subhanahu Wa ta’ala melimpahkan berkah dan rahmatnya bagi kita semua. Penulis sangat berharap tulisan ini memberikan manfaat bagi semua pembacanya,
memberi keterangan bagi yang tidak tahu, serta menambah pengetahuan bagi mereka
yang telah tahu. Tak lupa pula, yang mana jika ada kiranya kekhilafan, ataupun salah
perkataan, maupun karena salah pengertian pada penulisan skripsi ini, besarlah harapan
saya akan diberi maaf. Akhir kata saya mengutip suatu kalimat agung yang berbunyi
“Wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad” (“Perhatikan sejarahmu untuk hari esokmu”
(QS 59:18) ).
Medan, 2014
Penulis
Muhammad Yudhis Febriansyah
DAFTAR PUSTAKA
Amran, Rusli. 1981. Sumatra Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan
Budiardjo, Miriam. 1981. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia
Fakultas Ilmu Sosial. 2007. Buku Pedoman Penulisan Skripsi Dan Proposal
Penelitian
Gottschalk, Luis. 2008. Mengerti Sejarah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Ilyas, Azwardy. 2013. Istano Basa Pagaruyung. Padang: Dinas Parawisata
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Johnson, Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik Dan Modern. Jilid 1 & 2. Jakarta:
Gramedia
MD, Mansoer. 1970. Sedjarah Minangkabau. Jakarta: Bhratara
Naim, Mochtar. 2013. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Navis, A.A. 1982. Alam Terkembang Jadi Guru. Jakarta: Grafitipers
Notosusanto, Nugroho. 1984. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka
Notosusanto, Nugroho. 1984. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka
Perret, Daniel. 2010. Kolonialisme Dan Etnisitas Batak Dan Melayu Di Sumatera
Tumur Laut. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Ricklefs, MC. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi
Sanggoeno Dirajo, Ibrahim. 2013. Tambo Alam Minangkabau. Bukit Tinggi: Kristal
Suryanegara, Ahmad Mansur. 2010. Api Sejarah. Bandung: Salamadani
Toynbee, Arnold. 2007. Sejarah Umat Manusia. Jakarta: Pustaka Pelajar
Sumber Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Monarki diakses pada hari Rabu 15 Mei 2013 pukul
09.36
http://saripedia.files.wordpress.com/2010/11/sumbar.jpg diakses pada hari
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Kerangka Konseptual ... 8
1. Perkembangan Kerajaan ... 8
2. Kerajaan Pagaruyung ... 11
3. Kondisi Sosial Politik Masyarakat Di Kerajaan Pagaruyung ... 13
4. Penyebaran Islam Di Sumatera ... 15
5. Keruntuhan Kerajaan ... 17
B. Kerangka Berfikir ... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22
A. Metode Penelitian ... 22
B. Lokasi Penelitian ... 23
C. Sumber Data ... 23
D. Tekhnik Pengumpulan Data ... 24
vi
BAB IV PEMBAHASAN ... 26
4.1. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pagaruyung ... 26
A. Kerajaan Darmasraya Sebagai Cikal Bakal Kerajaan Pagaruyung ... 27
B. Ekspedisi Pamalayu ... 30
C. Zaman Adityawarman ... 34
4.2. Kondisi Sosial Politik Kerajaan Pagaruyung ... 40
A. Keadaan Masyarakat ... 41
B. Pemerintahan ... 47
C. Hubungan Kerajaan Pagaruyung Dengan Kerajaan Lain ... 53
a. Hubungan Kerajaan Pagaruyung Dengan Kesultanan Aceh Dalam Konteks Sosial Politik ... 55
b. Negri Sembilan Sebagai Koloni Kerajaan Pagaruyung Di Semenanjung Malaka... 62
c. Hubungan Kerajaan Pagaruyung Dengan Belanda ... 65
4.3. Proses Masuknya Agama Islam Ke Kerajaan Pagaruyung ... 73
A. Masuknya Agama Islam Di Sumatera Barat ... 73
B. Penyebaran Agama Islam Di Kerajaan Pagaruyung ... 80
C. Dampak Penyebaran Islam Bagi Kerajaan Pagaruyung ... 86
4.4. Proses Runtuhnya Kerajaan Pagaruyung ... 90
A. Proses Kemunduran ... 91
B. Gerakan Paderi ... 96
C. Peristiwa Kota Tengah ... 102
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 106
A. Kesimpulan ... 106
B. Saran ... 111
ABSTRAKSI
MUHAMMAD YUDHIS FEBRIANSYAH. 309121040. PERKEMBANGAN KERAJAAN PAGARUYUNG DI LUHAK TANAH DATAR, SUMATERA BARAT (1349-1809). SKRIPSI S1. JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH. FAKULTAS ILMU SOSIAL. 2014.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang berdirinya Kerajaan Pagaruyung, mengetahui kondisi sosial politik Kerajaan Pagaruyung, mengetahui proses masuknya agama Islam ke Kerajaan Pagaruyung, mengetahui proses keruntuhan Kerajaan Pagaruyung, dan untuk mengetahui peninggalan-peninggalan Kerajaan Pagaruyung yang masih ada.
Penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan perkembangan Kerajaan Pagaruyung sejak tahun 1349 sampai dengan 1809. Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah Library Research atau studi pustaka dan Field Research atau penelitian lapangan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode sejarah dengan langkah-langkah yang merujuk pada metode sejarah, yakni Heuristik dan kritik sumber. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yakni data-data berupa suatu produk dari kegiatan manusia yang didapat dari literatur-literatur berupa buku dan juga hasil wawancara yang mendalam dengan orang-orang yang dapat memberikan informasi atau keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka peneliti memilih studi kepustakaan dan studi lapangan. Verivikasi data dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis kualitatif.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yang pertama, latar belakang berdirinya kerajaan Pagaruyung yakni kerajaan Darmasraya, ekspedisi Pamalayu, dan zaman dityawarman. Kedua kondisi sisoal dan politik masyarakat kerajaan Pagaruyung, dimana adalah keadaan masyarakat, pemerintahan, dan hubungan kerajaan Pagaruyung dengan kerajaan lain. Yang ketiga, proses masuknya agama Islam ke kerajaan Pagaruyung, dimulai dengan masuknya Islam di Sumatera Barat, proses penyebaran Islam di kerajaan Pagaruyung, dan dampak ajaran Islam bagi kerajaan Pagaruyung. Dan keempat adalah, proses keruntuhan kerajaan Pagaruyung, dimulai dari proses kemunduran, gerakan Paderi, dan peristiwa Kota Tengah.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa Kerajaan Pagaruyung merupakan salah satu Kerajaan terbesar di Nusantara, yang merupakan lanjutan dari Kerajaan Darmasraya/Melayu. Setelah masuknya Islam, maka seluruh rakyat Kerajaan Pagaruyung memeluk Islam dan Kerajaan Pagaruyung berubah menjadi Kerajaan Islam. Walapun raja Pagaruyung tidak memiliki kekuasaan dan tentara seperti raja-raja pada umumnya, akan tetapi ia mendapat kedaulatan dan penghormatan yang tinggi dari rakyat. Runtuhnya Kerajaan ini diakibatkan oleh suatu gerakan pembaruan agama dan juga terdapat peran Belanda dibelakangnya.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Kerajaan Pagaruyung yang terletak di Batu Sangkar, Luhak Tanah Datar,
merupakan sebuah kerajaan yang pernah menguasai seluruh Alam Minangkabau.
Bahkan pada masa keemasannya kerajaan ini pernah menguasi seluruh wilayah
Sumatera Tengah.
Menurut prasasti–prasasti yang ditemukan seperti prasasti Kubu Rajo, prasati
Pagaruyung, dan Prasasti Suroaso. Yang pertama kali mendirikan kerajaan serta raja
pertama dari kerajaan Pagaruyung adalah Adityawarman (1347 – 1375), seorang
paglima perang Majapahit yang juga merupakan keturunan dari kerajaan Darmasraya
(Melayu). Pada mulanya kerajaan Pagaruyung yang dipimpin oleh Adityawarman
yang juga dibesarkan dalam lingkungan istana Majapahit, merupakan kerajaan yang
menganut agama Budha, baru pada pertengahan abad ke-16 kerajaan Pagaruyung
memeluk agama Islam dimana pada saat itu kerajaan Pagaruyung dipimpin oleh
Sultan Alif.
Alam Minangkabau terdiri dari Pesisir, Darat, dan Rantau. Darat, yang
merupakan kekuasaan inti dari kerajaan Pagaruyung terbagi menjadi tiga luhak, yakni
Luhak Agam (sekeliling Bukit Tinggi), Luhak Tanah Datar (Selingkar Batusangkar),
dan Luhak Lima Puluh Kota (sekitar Payakumbuh). Pada Abad ke-14 saat
Adityawarman mendirikan kerajaan Pagaruyung, ketiga Luhak tersebut praktis masuk
kedalam wilayah kekuasaan dari kerajaan Pagaruyung dimana ketiga Luhak tersebut
merupakan wilayah asli Minangkabau serta pusat kekuasaan kerajaan Pagaruyung.
Tempat raja bertempat tinggal terdapat di Luhak Tanah Datar tepatnya di
Batusangkar.
Sebelum Adityawarman mendirikan kerajaan Pagaruyung ketiga Luhak
tersebut merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Darmasraya, yang merupakan cikal
bakal kerajaan Pagaruyung. Pada pertengahan abad ke-14 saat Adityawarman
mendirikan kerajaan Pagaruyung, dia memindahkan pusat kerajaannya lebih ke
daerah pedalaman, yakni di daerah Batu Sangkar, di Luhak Tanah Datar. Dan
Adityawarman mendirikan pemerintahan dengan sistem pemerintahan yang terpusat
yang cukup besar atas ke tiga Luhak serta daerah rantau atau daerah taklukkan
kerajaan Pagaruyung yang letaknya berada diluar wilayah ketiga Luhak tersebut yang
meliputi seluruh Sumatera Tengah dan sebagian Sumatera Utara.
Dengan wafatnya Adityawarman dan tepatnya sejak abad ke-15 tidak ada
pemerintah kerajaan Pagaruyung/Minangkabau lagi yang berwibawa dan ditaati oleh
seluruh daerah Alam Minagkabau, pada saat itu menurut Mansour (1970:23)
“Kerajaan Pagaruyung adalah konfederasi republik-republik genealogis disebut
Luhak”. Yang mana setiap daerahnya berdiri sendiri-sendiri yang diperintah oleh
seorang penghulu yang memiliki kekuasaan besar atas daerah yang dipimpinnya,
pemerintahan penghulu tersebut disebut Nagari.
Ketika agama Islam masuk dan berkembang terutama sejak abad ke-16 yang
dimana pengislaman kerajaan Pagaruyung tak terlepas dari peran Kesultanan Aceh
yang saat itu sudah menguasai daerah-daerah pantai di Pesisir Barat yakni mulai dari
Barus, Tiku, Pariaman, hingga Indrapura. Pada masa itu kekuasaan raja yang berada
di Batu Sangkar tidak lebih sebagai simbolis saja, pada saat itu banyak daerah dari
ketiga Luhak yang berdiri sendiri-sendiri dan diperintah oleh seorang penghulu di
tiap-tiap Nagari. Kekuasaan raja pada saat itu hanya merupakan simbol belaka, tidak
memerintah dan hanya menjalankan upacara-upacara yang ditetapkan adat, akan
tetapi tetap mendapatkan penghormatan dari rakyat. Yang menurut Amran (1981:53)
“nama kerajaan Minangkabau (Pagaruyung) tidak lain dari nama kolektif untuk begitu
banyak Nagari, daerah-daerah merdeka berbentuk republik-republik mini, tetapi dari
keturunan yang sama, mempunyai adat istiadat dan bahasa yang sama pula”.
Saat itu kekuasaan raja berbentuk tiga serangkai atau yang dikenal dengan
nama Rajo Nan Tigo Selo, yakni Raja Alam, Raja Adat, dan Raja Ibadat. Kekuasaan
ketiga raja tersebut diperkuat pula dengan sebuah dewan menteri, yang disebut Basa
Ampek Balai yakni: Bandaharo di Sungai Tarab, Tuan Kadi dari Padang Ginting,
Mangkudum dari Suroaso, dan Indomo dari Sumanik.
Agama Islam masuk ke Minangkabau dengan cara yang damai, agama ini
disebar luaskan oleh Kesultanan Aceh yang saat itu telah menguasai sebagaian besar
wilayah Pesisir Pantai Barat Sumatera. Awalnya Islam menyebar dari pesisir lalu
terus masuk kedalam ke wilayah kerajaan Pagaruyung dan akhirnya raja beserta para
pemuka adat menerima ajaran ini dan menjadikan Islam sebagai agama (lebih
tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Alif dimana Syekh Burhanuddin yang
3
pendidikan Agama yang terdapat di Ulakan, Syekh Burhanuddin juga mendapat
julukan Tuanku Ulakan dan sampai sekarang makamnya masih ada dan ramai
dikunjungi).
Dengan cepat Agama Islam menyebar dan dianut oleh mayoritas penduduk
Minangkabau, baik oleh raja, penghulu, sampai kaum ninik mamak, dan rakyat.
Agama Islam dengan cepat menyatu dengan adat sehingga ada pepatah Minang yang
menyebutkan “Adat basandi Syara’, Syara’ basandi Kitabullah”, (Syara’ berarti agama yang berarti Islam). Kaum Penghulu dan Ulama hidup berdampingan di dalam
suatu Nagari, para Ulama bertugas mengajarkan ilmu agama di Surau-Surau dan
hanya terbatas pada ilmu agama saja, sedangkan untuk urusan politik dan
pemerintahan di pegang oleh Penghulu suatu kampung, rakyat biasanya lebih patuh
kepada penghulu daripada kepada Ulama karena pada saat itu pemegang kekuasaan
tertinggi serta pembuat aturan adalah penghulu, karena Rajo Nan Tigo Selo serta para
dewan menterinya hanya berupa simbolis, kekuasaan tertinggi ada ditangan penghulu
termasuk prajurit-prajurit dari tiap-tiap kampung atau Nagari.
Dengan kekuasaan yang dimilikinya para Penghulu sebagai pemuka adat dan
pembuat peraturan dari suatu Nagari kadang membuat aturan- aturan yang
bertentangan dengan agama dan sering pula melakukan tindakan-tindakan yang tidak
sesuai dengan ajaran Islam, seperti berjudi, menyabung ayam, minum-minuman keras,
dan terutama hukum Matrelineal yang berpihak kepada garis keturunan dari pihak Ibu
terkhusus dalam hukum warisan.
Golongan Agama pada saat itu hanya berperan sebagai pendidik generasi
muda dan pembimbing kehidupan rohani masyarakat. Kedudukan dan fungsi sebagai
rohaniawan masyarakat itu tidak dibarengi oleh kekuasaan praktis apapun juga. Lebih
jauh Mansour (1970:21) menyebutkan “sebagai golongan terpelajar mereka
mengalami tekanan jiwa, karena merasa tidak kebagian tempat dan memperoleh
penilaian yang wajar dalam hierarki pemerintahan dalam Nagari. Karena itu merasa
tidak puas. Perasaan tidak puas itu berkembang dan meluas”. Rasa ketidak puasan
dari golongan agama ini seringkali diakibatkan dari tindakan-tindakan para penghulu
yang tidak selamanya sejalan dengan hukum agama.
Dengan melihat kondisi masyarakat yang melakukan perbuatan yang tidak
sesuai dengan ajaran agama seperti: berjudi, minum-minuman keras, menyabung
ayam, dan lain sebagainya maka timbullah suatu keinginan untuk mengembalikan
agama. Gerakan perbaharuan agama ini telah mulai dilakukan sejak di Luhak Agam
pada tahun 1780-an. Pada saat yang sama di Kota Mekkah terjadi suatu penaklukkan
kota Mekkah oleh kaum Wahabi. Kaum Wahabi melancarkan revolusi agama Islam di
tanah Arab dengan tujuan membersihkan praktek-praktek agama dari pengaruh bidah
dan dikembalikan dengan kemurnian ajaran Islam yang dilakukan secara radikal dan
menggunakan kekerasan.
Pada saat terjadi penaklukkan kota Mekkah tersebut di Mekkah sendiri
terdapat tiga orang haji asal Minangkabau yang menyaksikan penaklukkan tersebut,
ketiganya Yakni: Haji Sumanik, Haji Piobang, dan Haji Miskin, serta pada tahun 1803
mereka pulang kembali ke daerah asal mereka masing-masing. Dengan kejadian yang
mereka saksikan atas penaklukkan kota mekkah tersebut maka timbullah keinginan
untuk melakukan yang sedemikian terhadap daerah mereka masing-masing yang
mana pada saat itu kondisi di Minangkabau sendiri membantu mereka untuk
melakukan apa yang mereka anggap sebagai kewajiban mereka.
Dengan demikian timbullah suatu gerakan pembaharuan Agama atau yang
lebih dikenal dengan nama gerakan Paderi. Gerakan ini mulai melancarkan aksinya
melakukan pembaharuan agama Islam di ketiga Luhak sekaligus, akan tetapi
mendapatkan perlawanan yang sengit di Luhak Tanah Datar yang mengakibatkan
terbunuhnya keluarga kerajaan Pagaruyung di Kota Tengah pada 1809 yang dengan
kejadian tersebut maka berakhir pulalah kekuasaan kerajaan Pagaruyung.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “PERKEMBANGAN KERAJAAN PAGARUYUNG DI
LUHAK TANAH DATAR, SUMATERA BARAT (1349-1809)” B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi identifikasi
masalah adalah sebagai berikut :
1. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pagaruyung.
2. Kondisi Sosial Politik Kerajaan Pagaruyung.
3. Proses Masuknya Agama Islam Ke Kerajaan Pagaruyung.
5 C. Pembatasan Masalah
Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini, dikarenakan
luasnya cakupan penelitian dan kurangnya sumber data tentang penelitian ini, maka
diberikan pembatasan masalah bagi penelitian yang akan diteliti. Yang mana sebagai
berikut:
1. Pembatasan Waktu.
Waktu penulisan penelitian ini, di mulai pada tahun 1349 sampai dengan tahun
1809. Adapun pemilihan 1349 adalah, karena menurut sumber prasasti Pagaruyung,
yang menyebutkan pada tahun tersebut Adityawarman diangkat menjadi raja dan di
tasbihkan menjadi seorang Bhairawan. Sehingga dari prasasi tersebut, maka tulisan ini
diangkat dimulai pada tahun 1349 dan berakhir pada tahun 1809 adalah, karena pada
tahun tersebut di kerajaan Pagaruyung terjadi suatu perselisihan antara penguasa
pemerintahan dan kaum pembaharuan agama (gerakan Paderi), yang mana pada saat
itu para petinggi kerajaan banyak yang terbunuh, dan setelah tragedi tersebut maka
kerajaan Pagaruyung sudah tidak ada lagi (runtuh).
Dengan luasnya jangka waktu penelitian kerajaan Pagaruyung tersebut, yakni
dari 1349-1809, atau selama empat abad lebih, maka tidaklah memungkin kan untuk
waktu yang panjang tersebut dituliskan semua dalam tulisan ini. Oleh karena itu,
maka dilakukan pembatasan masalah waktu penelitian. Dimana pada penulisan ini
waktu yang dibatasi di bagi menjadi tiga periode, yakni awal pendirian kerajaan
Pagaruyung, menjadi periode pertama, yakni pada abad ke-14, periode kedua adalah
masa pertengahan kerajaan Pagaruyung yakni pada abad ke-15, dan periode ketiga
adalah saat keruntuhan kerajaan Pagaruyung, yang ditandai dengan proses
kemundurannya, dimulai dari ahir abad ke-19. Sehingga waktu yang dibatasi dalam
penelitian ini adalah abad ke-14 pada tahun 1349, kemudian abad ke-15, dan terakhir
abad ke 19, sampai dengan tahun 1809.
Adapun pembatasan masalah ini dilakukan karena luasnya jangka waktu
penelitian dan sangat sedikit sekali informasi atau sumber-sumber yang berkaitan
dengan jangka waktu penelitian tersebut. Alasan pemilihan waktu pada abad ke 14
adalah, karena pada saat itu kerajaan Pagaruyung pertama sekali didirikan. Kemudian,
alasan pemilihan abad ke 15 adalah karena pada saat itu Islam masuk ke kerajaan
Pagaruyung, yang mana ini sangat berpengaruh besar bagi kerajaan tersebut,
disamping itu terdapat banyak informasi dan sumber penelitian pada abad tersebut,
akhir abad ke-19 adalah karena pada periode ini terjadi proses kemunduran kerajaan
Pagaruyung yang berakhir dengan peristiwa kota tengah.
2. Pembatasan Peristiwa.
Dengan luasnya jangka waktu penelitian tersebut, dan dengan di lakukannya
pembatasan masalah. Maka dalam penulisan ini juga dilakukan pembatasan peristiwa.
Peristiwa-peristiwa yang dibahas dalam penelitian ini adalah peristiwa penting yakni
latar belakang pendirian kerajaan Pagaruyung seperti ekspedisi Pamalayu, dan masa
pemerintahan Adityawarman. Untuk kondisi sosial politik masyarakat, akan di bahas
keadaan umum masyarakat sebelum kedatangan Islam yakni pada abad ke-14 dan
sesudah kedatangan Islam, yakni pada abad ke 16. Untuk sisitem pemerintahan, akan
dibahas pemerintahan pada masa Adityawarman dan pada masa Sultan Alif,
dikarenakan suber kedua pemerintahan mereka banyak terdapat. Selain itu akan
dibahas pula proses masuknya agama Islam di kerajaan Pagaruyung. Dan proses
keruntuhan kerajaan Pagaruyung yang dimulai dari proses keruntuhan, gerakan
Paderi, dan diakhiri dengan peristiwa Kota Tengah.
D. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pagaruyung.
2. Bagaimana Kondisi Sosial Politik Kerajaan Pagaruyung.
3. Bagaimana Proses Masuknya Agama Islam Ke Kerajaan Pagaruyung.
4. Bagaimana Proses Runtuhnya Kerajaan Pagaruyung.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui latar belakang berdirinya Kerajaan Pagaruyung.
2. Untuk mengetahui kondisi sosial politik Kerajaan Pagaruyung.
3. Untuk mengetahui proses masuknya agama Islam ke Kerajaan Pagaruyung.
4. Untuk mengetahui proses keruntuhan Kerajaan Pagaruyung.
F. Manfaat Penelitian
Demi tercapainya tujuan penelitian diharapkan penelitian ini memberi
beberapa manfaat sebagai berikut :
1. Memberi pengetahuan dan wawasan kepada peneliti dan pembaca mengenai
7
2. Sebagai penambah wawasan kepada peneliti serta pembaca tentang kerifan
lokal melalui penelitian ini.
3. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi peneliti lain yang ingin
bermaksud mengadakan penelitian dalam masalah yang sama.
4. Untuk UNIMED, menambah perbendaharaa karya ilmiah khususnya bagi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN
1. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pagaruyung.
Kesimpulan yang dapat diambil dari latar belakang kerajaan Pagaruyung
adalah, bahwa terdapat tiga faktor yang melatar belakangi berdirinya kerajaan
Pagaruyung, yakni kerajaan Darmasraya, kspedisi Pamalayu, dan Adityawarman.
Ketiga faktor tersebut merupakan alasan yang melatar belakangi kerajaan
Pagaruyung.
Kerajaan pagaruyung merupakan lanjutan dari kerajaan Darmasraya.
Sebelumnya, kerajaan Darmasraya merupakan kerajaan terbesar dan terkuat di
Sumatera, hal inilah yang mengundang raja Kertanegara untuk mengadakan hubungan
persahabatan ke kerajaan Darmasraya. Maka diadakanlah hubungan diantara kedua
kerajaan tersebut yang dimulai dengan ekspedisi yang dilakukan kerajaan Singashari
ke kerajaan Darmasraya, atau yang lebih dikenal dengan ekspedisi Pamalayu. Dimana
ekspedisi Pamalayu ini merupakan tindakan dari kerajaan Singashari untuk menjalin
persahabatan dengan kerajaan Darmasraya.
Raja Darmasraya kemudian membalasnya dengan mengirimkan kedua putri
kerajaan untuk dipersunting oleh raja Singashari. Kedua putri tersebut adalah Dara
Petak dan Dara Jingga. Saat dalam perjalanan ke Jawa, di kerajaan Singashari terjadi
kekacauan politik yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Singashari. Setelah runtuh,
kerajaan Singashari digantikan oleh kerajaan Majapahit yang merupakan lanjutan dari
kerajaan Singashari. Setibanya di Jawa, Raden Wijaya, raja Majapahit yang pertama
kemudian menikahi salah satu putri tersebut yakni Dara Petak, hal ini untuk
melanjutkan hubungan persahabatan yang telah di bangun oleh raja Singashari
sebelumnya.Sedangkan putri yang seorang lagi, Dara Jingga, dikawinkan dengan
salah satu petinggi istana Majapahit, dan dari pernikahan tersebut lahirlah
Adityawarman.
Adityawarman merupakan salah seorang panglima perang kerajaan Majapahit
dan juga seorang pejabat istana yang memiliki kedudukan penting di istana Majapahit.
Setelah gagal menduduki tahta Majapahit sepeninggalnya Jayanegara yang juga
107
disana ia dinobatkan sebagai raja. Setelah menjadi raja di Darmasraya Adityawarman
kemudian memindahkan pusat kekuasaannya ke daerah lebih pedalaman dan
kemudian mendirikan kerajaan Pagaruyung, yang mana nama Pagaruyung diambil
dari nama wilayah tempat pusat kekuasaan kerajaan yang baru didirikan
Adityawarman, yakni Nagari Pagaruyung yang ada di Luhak Tanah Datar.
Pemindahan kekuasaan dan pendirian kerajaan Pagaruyung ini dilakukan
untuk memperkuat kedudukan Adityawarman di Sumatera dan juga untuk melepaskan
hubungan dengan Majapahit.
2. Kondisi Sosial Politik Kerajaan Pagaruyung.
Kerajaan Pagaruyung memiliki sistem pemerintahan tiga raja di puncak
pemerintahan, atau yang disebut juga Rajo Nan Tigo Selo, ketiga raja tersebut adalah,
Raja Alam sebagai pemimpin tertinggi, Raja Adat sebagai pemimpin adat, dan Raja
Ibadat sebagai pemimpin agama. Selain ketiga raja diatas, mereka juga dibantu oleh
dewan menteri yang disebut basa empat balai.
Wilayah inti dari kerajaan Pagaruyung terdiri dari tiga Luhak, yakni Luhak
Tanah Datar, Luhak Agam, dan luhak Lima Puluh Kota. Pada masa pemerintahan
Adityawarman, ketiga Luhak tersebut menyatu di bawah pimpinan pusat, akan tetapi
setelah wafatnya Adityawarman, kewibawaan itu mulai pudar, puncaknya apada abad
ke-16, dimana saat itu kekuasaan raja di Pagaruyung sangatlah kabur, raja hanya
dianggap sebagai simbol pemersatu, tidak memiliki kekuasaan yang nyata, dan hanya
dianggap sebagai tokoh sakral yang mengatur ekuilibrium diantara nagari-nagari yang
bermusuhan.
Sejak abad ke-16, sudah tidak ada lagi pemerintahan pusat kerajaan
Pagaruyung yang berwibawa dan ditaati, saat itu wilayah kerajaan Pagaruyung telah
terpecah-pecah dan berdiri sendiri-sendiri, yang dipimpin oleh tiap penghulu di tiap
kampung yang memeliki kekuasaan yang otonom. Kampung-kampung yang berdiri
sendiri-sendiri itu disebut Nagari, dengan penghulu sebagai pimpinan kampung yang
memiliki kekuasaan otonom dan kepemimpinannya dipilih secara demokrasi dan
musyawarah. Pada saat itu nama kerajaan Pagaruyung tidak lain dari nama kolektif
untuk begitu banyak Nagari, daerah-daerah merdeka berbentuk republik-republik
mini, tetapi dari keturunan yang sama, mempunyai adat istiadat dan bahasa yang sama
pula.
Walaupun raja tidak memiliki kekuasaan apa-apa, akan tetapi raja masih
saja ini meruakan suatu proses ritual adat. rakyat kerjaan Pagaruyung sangat
menghormati adat, mereka menjadikan adat sebagai pandangan hidup mereka, dan
penghormatan kepada raja juga merupakan salah satu yang dianjurkan oleh adat.
Sepanjang masa berdirinya, ada dua kerajaa yang memiliki pengaruh besar
bagi kerajaan Pagaruyung, yakni kesultanan Aceh dan Belanda. Aceh merupakan
kesultanan yang pernah menguasai kerajaan Pagaruyung, terutama di pesisir barat
wilayah kerajaan Pagaruyung, yakni sejak abad ke-16. Selain penguasaan, Aceh juga
sangat berperan dalam merubah tatanan sosial di kerajaan Pagaruyung.
Setelah Aceh, kemudian masuklah Belanda. Pada awalnya, Belanda datang ke
kerajaan Pagaruyung hanya untuk berdagang emas dan lada. Akan tetapi ketika
mereka mendapati bahwa kerajaan ini lemah baik secara pemerintaha dan militer,
maka perdagangan berubah menjadi monopoli perdagangan. Sejak abad ke-17,
Belanda telah memonopoli perdagangan di Sumatera Barat. Selain Aceh dan Belanda,
juga ada negeri Sembilan di Semenanjung Malaka. Dimana Negeri Sembilan ini
merupakan koloni kerajaan Pagaruyung di Semenanjung Malaka. Raja-raja yang
berkuasa di egeri Sembilan merupakan raja-raja yang dikirim dari kerajaan
Pagaruyung, adat serta bahasa yang dipakai di Negeri Sembilan pun sama dengan
yang dipakai di kerajaan Pagaruyung. Sehingga saat itu ada ungkapan bahwa Negeri
Sembilan itu Minangkabaunya Semenanjung Malaka.
3. Proses Masuknya Agama Islam Ke Kerajaan Pagaruyung.
Pada awalnya agama Islam telah masuk ke Sumatera Barat jauh sebelum
kerajaan Pagaruyung berdiri, saat kerajaa Pagaruyung didirikan, sudah terdapat
komonitas masyarakat muslim di wilayah timur kerajaan ini, atau daerah Riau
sekarang.
Agama Islam baru berkembang dan menyebar secara luas di kerajaan
Pagaruyung terjadi pada abad ke-16, dimana penyebaran Islam di kerajaan
Pagaruyung dilakukan oleh kesultanan Aceh yang saat itu juga menguasai pesisir
barat kerajaan Pagaruyung. Puncak penyebaran agama Islam di kerajaan Pagaruyung,
terjadi pada masa pemerintahan Sultan Alif, yakni pada pertengahan abad ke-16.
Dimana pada saat itu Sultan Alif masuk Islam, dan pengislaman Sultan Alif di
lakukan oleh Syekh Burhanuddin, seorang panglima Aceh yang juga menjadi
penguasa di Pariaman. Syekh Burhanuddin selain aktif berdakwah dan mengislamkan
raja Pagaruyung, juga membangun pusat pendidikan Islam di Ulakan, sehingga beliau
109
Setelah Islam menyebar secara luas di kerajaan Pagaruyung, hal ini
mempengaruhi kepercayaan setiap masyarakatnya. Dimana agama Islam menjadi
agama yang dianut oleh seluruh masyarakat di kerajaan Pagaruyung. Selain itu
dampak penyebaran Islam ini juga mempengaruhi tatanan pemerintahan dan sosial di
kerajaan Pagaruyung.
Adat serta budaya Minangkabau kemudian di sesuaikan dengan agama Islam,
begitu pula dalam sistem pemerintahan, terdapat raja ibadat sebagai pemimpin agama
yang tugasnya mengurusi persoalan mengenai agama Islam. Di masyarakat, agama
Islam menjadi pedoman dalam adat, sehingga ada ungkapan yang mengatakan adat
berpegang kepada agama, dan agama berpegang kepada kitabullah. Yang dimaksud
agama disini adalah Islam dan kitabullah adalah Al-quran.
4. Proses Runtuhnya Kerajaan Pagaruyung.
Proses keruntuhan kerajaan Pagaruyung dimulai dari proses kemunduran
kerajaan ini yang telah terjadi mulai abad ke-16. Saat itu peerintahan pusat di kerajaan
pagaruyung telah tidak ada lagi. Tiap-tiap wilayah erdiri sendiri-sendiri dengan
kekuasaan otonom di masing-masing wilayahnya. Perpecahan tersebut menjadikan
kerajaan Pagaruyung sangat lemah dalam kekuatan politik da militer, dimana kerajaan
Pagaruyung juga tidak memiliki tentara nasional yang siap melindungi kerajaan jika
ada serangan dari pihak luar.
Selain kelemahan dari segi politik dan militer, di dalam masyarakat
pagaruyung juga telah terjadi pergesekan antara pembaharuan dengan kaum yang
tidak mau menerima pembaharuan. Gerakan pembaharuan tersebut dikenal dengan
nama gerakan Paderi. Gerakan Paderi pada awalnya adalah aksi yang dilakukan oleh
para Ulama untuk turun ke jalan demi memperbaiki kebiasaan buruk di masyarakat.
Akan tetapi dalam menjalankan aksinya, kaum Paderi terbentur dengan para penghulu
atau kaum adat yang melakukan perlawanan karena merasa kekuasaan dan
kedudukannya terancam.
Walaupun di hormati oleh masyarakat, akan tetapi kedudukan para Ulama
hanya terbatas pada pengajar agama saja yang dilakukan di surau-surau. Kekuasaan
pemerintah masih dipegang oleh para penghulu, yang mana rakyat lebih patuh
terhadap penghulu daripada terhadap Ulama. Sedangkan para penghulu banyak juga
yang melakukan tindakan yang melarang agama seperti yang disebutkan diatas,
sehingga banyak rakyat yang mengikutinya. Dari sini timbullah suatu pergesekan
Pada tahun 1803, kembalilah tiga orang Haji asal Minangkabau yang telah
menunaikan ibadah ke Tanah Suci, mereka adalah Haji Sumanik, Haji Miskin, dan
Haji Piobang. Saat berada di tanah suci, mereka menyaksikan penaklukkan kota
Mekkah yang dilakukan oleh kaum Wahabi. Yang mana dilakukan secara radikal oleh
kaum Wahabi, untuk mengembalikan kemurnian ajaran Islam. Dari sanalah ketiga
Haji ini terinsipirasi untuk melakukan hal yang sama di daerah mereka. Maka
dimulailah gerakan pembaharuan agama tersebut yang bermula di Agam, dan terus
menyebar sampai ke ketiga Luhak lainnya dalam waktu singkat, dan kemudian
gerakan ini dikenal sebagai gerakan Paderi.
Gerakan Paderi bukanlah gerakan adat melawan agama seperti yang di
kemukakan oleh sarjana-sarjana Barat. Akan tetapi gerakan ini adalah gerakan
pembaharuan Islam yang terjadi di Minangkabau. Saat terjadi gerakan ini, ada yang
mendukung ada pula yang tidak. Mereka yang tidak mendukung adalah para penghulu
yang merasa kedudukannya terancam akan hadirnya gerakan ini. Sehingga mereka,
para penghulu ini melakukan perlawanan kpada kaum Paderi. Akan tetapi perlawanan
para penghulu selalu dapat di menangkan oleh kaum Paderi.
Puncak perlawanan dari para pemuka adat adalah pada tahun 1809, pada saat
itu, para pemuka adat yang diketuai oleh Raja Alam Yang Dipertuan Pagaruyung
sepakat untuk mengadakan perundingan dengan kaum Paderi di Kota Tengah. Akan
tetapi ditengah perundingan tersebut, terjadi ketidak sepahaman sehingga
menyebabkan Tuanku Lelo dari angkatan perang Paderi, melakukan penyerangan.
Imbas dari penyerangan tersebut adalah terbunuhnya sebagian besar pemuka adat,
sedangkan raja alam sendirj berhasil melarikan diri bersama cucunya. Dengan
demikian maka berakhirlah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung di Minangkabau. Setelah
tragedi tersebut, Kerajaan Pagaruyung sudah tidak ada lagi dan pada masanya nanti
akan di ambil alih oleh Belanda. Yang berakhir dengan meletusnya perang Paderi,
yakni perang antara Belanda dengan rakyat Minangkabau yang di pelopori oleh kaum
111 B. SARAN.
Adapun saran-saran yang diajukan sesuai dengan hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk peneliti-peneliti selanjutnya agar mampu mengupas lebih dalam tentang
perkembangan Kerajaan Pagaruyung.
2. Masih terdapat banyak sekali sumber-sumber prasasti berbahasa Sansekerta
yang berada di Luar Negeri. Bagi Pemerintah diharapkan dapat
mengembalikan prasasti-prasasti tersebut, dikarenakan itu merupakan
peninggalan Sejarah bangsa Indonesia. Dan sebagai bukti fisik akan
keberadaan sejarah masa lampau Bangsa Indonesia.
3. Masih terdapat sedikit sekali sumber-sumber yang berkaitan dengan Kerajaan
Pagaruyung, hal ini dikarenakan kurangnya penelitian akan Kerajaan ini.
Pemerintah diharapkan dapat lebih memperhatikan penelitian tentang
Kerajaan Pagaruyung dengan melakukan ekskavasi untuk mendapatkan
temuan-temuan Arkeologis, sehingga dapat mendukung teori-teori yang sudah
ada dan menambah teori baru, serta gambaran yang lebih jelas tentang
keberadaan Kerajaan Pagaruyung, serta sejarahnya.
4. Para peneliti selanjutnya diharapkan menguasai bahasa Sansekerta dan
mengerti tulisan Pallawa, hal ini dikarenakan banyak sekali sumber-sumber
sejarah kita dimasa lampau yang, yang menggunakan bahasa Sansekerta
dengan tulisan berhuruf Pallawa. Sehingga lebih memudahkan pemahaman
akan sejarah bangsa kita dengan pandangan sebagai orang Indonesia.
5. Penelitian-penelitian akan sejarah Kerajaan Pagaruyung diharapkan lebih
diperbanyak, hal ini demi menambah wawasan serta pengetahuan akan sejarah