• Tidak ada hasil yang ditemukan

USM TANGGUNG JAWAB HUKUM PERUSAHAAN ASURANSI TERHADAP TINDAKAN WANPRESTASI KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN KONSUMEN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "USM TANGGUNG JAWAB HUKUM PERUSAHAAN ASURANSI TERHADAP TINDAKAN WANPRESTASI KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN KONSUMEN SKRIPSI"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

i

USM

TANGGUNG JAWAB HUKUM PERUSAHAAN ASURANSI TERHADAP TINDAKAN WANPRESTASI KAITANNYA DENGAN

PERLINDUNGAN KONSUMEN SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna menyelesaikan

Program Studi Strata 1 Ilmu Hukum

Oleh

Nama : M. Yoga Setyawan NIM : A.111.15.0079

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEMARANG

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Asuransi Terhadap Tindakan Wanprestasi Kaitanya Dengan Perlindungan Konsumen ” untuk melengkapi tugas dan syarat mata kuliah Skripsi.

Penulis banyak menyadari berbagai kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi, mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam penyusunan Skripsi ini, namun berkat bantuan, petunjuk, serta saran-saran maupun arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya dan rasa hormat kepada:

1. Bapak Andy Kridasusila, S.E., M.M., selaku Rektor Universitas Semarang beserta segenap jajarannya.

2. Ibu B. Rini Heryanti, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Semarang dan selaku dosen pembimbing utama yang telah banyak memberikan penggarahan sehingga tersusunlah skripsi ini.

3. Ibu Dharu Triasih, S.H.,M.H. selaku dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingannya dan nasehat-nasehatnya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.

4. Bapak Muhammad Iftar Arya Putra, S.H, M.H. selaku Dosen Wali yang telah membimbing dan memberi arahan kepada penulis dalam menempuh pendidikan Strata Satu (S-1) Fakultas Hukum Universitas Semarang;

(7)
(8)

vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto :

“Barang siapa yang mempelajari ilmu pengetahuan yang seharusnya yang di

tujukan untuk mencari ridho Allah bahkan hanya untuk mendapatkan kedudukan/

kekayaan duniawi maka ia tidak akan mendapatkan baunya surge nanti pada hari

kiamat.”

(Riwayat Abu Hurairah radhiallahu anhu)

“Intelligence plus character- that is the goal of thrue education” (Martin Lauther King Jr)

Kupersembahkan Untuk : 1. Ibu saya Sri Sukarsih. 2. Ayah saya Subur.

3. Kakak saya Elsa Setyasih dan adik saya Annisa Septyani. 4. Dosen Fakultas Hukum.

5. Teman-Teman Seperjuangan Kelas B. 6. Alamamater.

(9)

viii

ABSTRAK

Perusahaan asuransi adalah lembaga sanggup menanggung setiap risiko yang akan dihadapi nasabahnya. Suatu perjanjian asuransi dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing. Adakalanya didalam perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan salah satu pihak. Namun bagaimana apabila perusahaan asuransi yang melakukan wanprestasi dan melanggar perjanjian kepada pemegang polis, contohnya klaim asuransi yang sukar diperoleh atau berbelit-belit pengurusannya. Permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimana tanggung jawab hukum atas tindakan wanprestasi yang dilakukan perusahaan asuransi serta bentuk penyelesaian bila timbul sengketa. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Data yang dipergunakan adalah data sekunder, teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab hukum atas tindakan wanprestasi perusahaan asuransi yaitu perusahaan asuransi harus memenuhi kewajibannya terhadap pemegang polis yang mengalami kerugian dalam hal pengajuan klaim, sepanjang tertanggung dapat membuktikan telah melakukan kewajibannya untuk membayar premi maupun syarat-syarat lain yang telah ditentukan, serta adanya sanksi administratif yang telah diatur dalam Pasal 71 Undang- Undang Nomor 40 tahun 2014. Apabila timbul sengketa asuransi dapat di selesaikan melalui pengadilan dan luar pengadilan. Melalui pengadilan apabila sengketa asuransi tidak menemukan titik temu antara penanggung dan tertanggung, penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat ditempuh melalui lembaga penyelesaian sengketa BMAI dengan mediasi, ajudikasi, dan arbitrase. Pemerintah juga membentuk OJK yang salah satu tugasnya adalah untuk menyelesaikan sengketa kontrak asuransi.

(10)

ix ABSTRACT

Insurance companies are institutions that are able to approve any risks that will be accounted for. Each insurance agreement can be completed with the approval of the parties that have been approved respectively. Sometimes the agreement is not carried out due to a default by one of the parties. But how to ask an insurance company that defaults and wins an agreement with the policyholder, for example an insurance claim that is difficult to obtain or complicated management. This study uses normative juridical methods. The data used are secondary data types and the technique used in this study is descriptive analysis. The problem of this research is the legal liability for default actions taken by insurance companies and the form of settlement if a dispute arises. Based on the results of research can conclude legal liability for default actions of insurance companies that is the insurance company must be responsible for the policyholders who spend losses in the case of filing a claim, running the insured can help increase spending for payment of premiums according to specified requirements, Article 71 of Law Number 40 of 2014. If there is, then licensing regulations can be resolved through courts and f oreign courts. Through the court, with the court's approval not finding a meeting point between the guarantor and the insured, the resolution of disputes outside the court can be resolved through the BMAI dispute resolution agency through mediation, adjudication, and arbitration. The government also made OJK, one of its tasks is to res olve insurance contract dispute.

(11)

x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……….………i HALAMAN ORISINALITAS……..………..……….………ii HALAMAN PENGESAHAN…..………...……….……iii A. PENGESAHAN MEMPERBANYAK……….………….iii B. PENGESAHAN UJIAN……….…………iv KATA PENGANTAR…..………....………...v

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN………..vii

ABSTRAK………viii

DAFTAR ISI………....x

BAB I PENDAHULUAN……….………….….….1

1.1 Latar Belakang…………...………..……....….1

1.2 Perumusan Masalah………...……….…....…..5

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian ..………....…..……...…..5

1.4 Keaslian Penelitian………...…....6

1.5 Sistematika………....………..………..7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….……….9

2.1 Pengertian Asuransi………..…...….9

2.2 Syarat Sahnya Perjanjian Asuransi………..………...…12

2.3 Jenis-Jenis Asuransi………...…..…………...15

2.4 Prinsip-Prinsip Asuransi………….………..………….….16

2.5 Tujuan dan Manfaat Asuransi………...………...…...18

2.6 Tinjauan Umum Mengenai Wanprestasi………...….………..22

BAB III METODE PENELITIAN……….………27

3.1 Jenis Penelitian………...………..……..27

3.2 Spesifikasi Penelitian………...………...………28

3.3 Metode Pengumpulan Data………...…..………....28

3.4 Metode Analisis Data………..………...………...….…..…..29

BAB IV HASIL PENILITIAN DAN PEMBAHASAN………30

4.1 Penyelesaian Sengketa Apabila Perusahaan Asuransi Melakukan Wanprestasi Dalam Kaitanya Dengan Perlindungan Konsumen…...…..30

(12)

xi

4.2 Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Asuransi Atas Tindakan

Wanprestasi Kaitanya Dengan Perlindungan Konsumen………....46

BAB V PENUTUP……….60

5.1 Simpulan……….60

5.2 Saran………...………61

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dan dalam bahasa Inggris disebut Insurance1. Asuransi pada umumnya adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang menjamin berjanji terhadap pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi pengganti kerugian, yang mungkin di derita oleh yang dijamin selaku akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu terjadi. Di masa kehidupan, manusia tidak dapat meramalkan apa yang akan terjadi diwaktu yang akan datang secara sempurna, meskipun dengan menggunakan berbagai alat analisis. Hal itu pula yang terjadi pada perusahaan maupun individu. Risiko dimasa datang dapat terjadi terhadap kehidupan seseorang misalnya saja kematian, sakit, atau risiko dipecat dari pekerjaan. Dalam dunia bisnis risiko yang dihadapi dapat berupa kerugian akibat kebakaran, kerusakan atau kehilangan. O leh karena itu setiap risiko yang akan dihadapi harus ditanggulangi, sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi. Perusahaan asuransi adalah lembaga yang mau dan sanggup menanggung setiap risiko yang akan dihadapi nasabahnya baik perorangan maupun badan usaha.

Dalam kondisi demikian, kehadiran asuransi tentu akan membuat risiko dimasa yang akan datang dapat teratasi dengan baik. Pada prinsipnya asuransi adalah suatu perjanjian antar tertanggung dan penanggung untuk merundingkan ganti rugi yang diderita tertanggung yang akan diganti oleh penanggung

(14)

2

(perusahaan asuransi) setelah tertanggung me nyepakati pembayaran sejumlah uang yang disebut premi. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian Pasal 1 menjelaskan definisi asuransi yang berisi ”asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk :

a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.

b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana”.

Perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung risiko atas ketidak pastian yang dialami pihak tertanggung dalam hal ini nasabahnya mempunyai perjanjian ataupun perikatan yang menjadi modal dasar keterikatan hubungan antara pihak asuransi dengan nasabahnya. Hubungan keterikatan pihak asuransi dengan nasabahnya sudah otomatis berkaitan dengan bentuk layanan perlindungan asuransi yang diberikan oleh pihak asuransi kepada nasabahnya, selanjutnya pihak nasabah akan memberikan premi atau kompensasi atas layanan perlindungan perusahan asuransi tersebut kepada diri nasabah tersebut.

(15)

3

Suatu perjanjian asuransi dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak yaitu tertanggung dan penanggung telah memenuhi prestasinya masing- masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya didalam perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak. Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, dimana salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian2. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu 3:

a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali.

b. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.

Sedangkan menurut Subekti, bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu4: a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya.

c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Namun bagaimana apabila perusahaan asuransilah yang melakukan wanprestasi dan melanggar perjanjian asuransi kepada pemegang polis, contohnya klaim asuransi yang sukar diperoleh atau berbelit-belit pengurusannya, merupakan

2 Nindyo Pramono, Huk um Komersil (Jakarta: Pusat Penerbitan UT, 2003), halaman 221. 3 R. Setiawan, Pok ok -Pok ok Huk um Perjanjian (Jakarta: Putra Abadin, 1999), halaman 18.

(16)

4

titik awal adanya persengketaan di antara para pihak oleh karena telah terjadi wanprestasi dengan segala konsekuensi atau akibat hukumnya.

Salah satu institusi yang berwenang dan berfungsi di dalam memberikan pertanggung jawaban hukum tersebut ialah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, yang pada Pasal 55 ayat (1) menyatakan bahwa: “Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK”. Defenisi pelaku usaha jasa keuangan menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan Pasal 1 angka 1 adalah : ”Pelaku usaha Jasa Keuangan adalah Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Bank K ustodian, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Lembaga Pembiayaan ,Perusahaan Gadai, dan Perusahaan Penjaminan, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah.”

Manakala timbul perselisihan atau persengketaan di antara pemegang polis asuransi dengan perusahaan asuransi, seperti halnya yang pernah terjadi pada PT.Prudential Life yang menolak klaim asuransi terhadap pemegang polis yaitu Ibu Hotmauli Manurung, penolakan klaim juga pernah dilakukan oleh PT.Allianz terhadap pemegang polis bernama Ifranius dan masih banyak lagi kasus yang lain. Sesuai dengan fungsi, tugas dan kewenangannya pada Otoritas Jasa Keuangan

(17)

5

melakukan mekanisme penyelesaian sengketa konsumen baik melalui peradilan atau litigasi, maupun penyelesaian sengketa di luar peradilan atau non-litigasi.

Melalui penelitian ini, penulis tertarik untuk menganalisis hal yang berkaitan dengan tanggung jawab hukum perusahaan asuransi yang melakukan tindakan wanprestasi dikaitkan dengan perlindungan konsumen.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk penyelesaian sengketa apabila perusahaan asuransi melakukan wanprestasi terhadap pemegang polis?

2. Bagaimana tanggung jawab hukum perusahaan asuransi atas tindakan wanprestasi dalam kaitanya dengan perlindungan konsumen ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian A. Tujuan penelitian:

1. Untuk mengetahui bentuk penyelesain sengketa apabila perusahaan asuransi melakukan wanprestasi terhadap pemegang polis.

2. Untuk mengetahui lebih mendalam tanggung jawab hukum atas tindakan wanprestasi yang dilakukan perusahaan asuransi dalam kaitanya dengan perlindungan konsumen.

B. Manfaat penelitian:

1. Manfaat teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan ilmu pengetahuan pada umumnya, hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai acuan untuk mmperbaiki dan mengembangkan peraturan tentang asuransi, dan sebagai referensi serta tambahan bagi para akademisi yang nantinya digunakan untuk penelitian kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

(18)

6

2. Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi aparatur hukum dan upaya penyelesaian masalah wanprestasi kepada pemegang polis atau pihak tertanggung.

1.4. Keaslian Penelitian

Keaslian penulis dapat diuji dari beberapa peniliti terdahulu yang mempunyai karakteristik yang relatif sama dalam hal tema kajian, namun berbeda dalam hal pemfokusan dalam penilitian serta metode analisis yang digunakan. Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan, penulis menemukan judul yang memiliki tema kajian yang sama yaitu :

a. Andy Wirawan Salim Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 2011 tentang ”Wanprestasi Dalam Perjanjian Asuransi Kebakaran: Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung-RI Nomor: 911 K/Pdt/2009” yang memfokuskan pada hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung dalam perasuransian serta bentuk wanprestasi dalam perjanjian asuransi di dalam Putusan Mahkamah Agung-RI Nomor: 911 K/Pdt/2009.

b. Dewa Ayu Widiastuti Meranggi Fakultas Hukum Universitas Udayana tentang “Wanprestasi Dalam Pembayaran Premi Asuransi Dihubungkan Dengan Tanggung Jawab Penanggung Asuransi Jiwa” yang berfokus pada faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam pembayaran premi serta pelaksanaan penggantian kerugian.

c. Satriyo Bagus Pamungkas Fakultas Hukum Universitas Diponegoro 2017 tentang “ Tanggung Jawab Perusahaan Asuransi Pt. Asuransi Mitra Maparya Cabang Semarang Terhadap K laim Kebakaran Yang Menimpa CV. Indoprinting Semarang” yang memfokuskan pada tanggung jawab perusahaan

(19)

7

asuransi PT.Asuransi Mitra Maparya Cabang Semarang terhadap ganti rugi klaim kebakaran pada CV.Indoprinting Semarang.

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul tentang “Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Asuransi Terhadap Tindakan Wanprestasi Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen”. Kajian penelitian skripsi ini berbeda dari penelitian sebelumnya, penulis mengkaji dan mengambil rumusan masalah tentang bagaimana bentuk penyelesaian sengketa apabila perusahaan asuransi melakukan wanprestasi terhadap pemegang polis dan bagaimana tanggung jawab hukum perusahaan asuransi atas tindakan wanprestasi dalam kaitanya dengan perlindungan konsumen, maka penulis tertarik untuk mengambil judul ini sebagai judul skripsi.

1.5. Sistematika

Penyusunan penelitian ini akan disajikan dalam sistematika pembahasan yang terdiri dari 3 bab, yaitu:

BAB I : Pendahuluan

Dalam Bab ini diuraikan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II :Tinjauan Pustaka

Dalam Bab ini menguraikan tentang tinjauan tentang definisi asuransi, syarat sahnya perjanjian asuransi, jenis-jenis asuransi, prinsip-prinsip asuransi, tujuan dan manfaat asuransi, serta tinjaun umum megenai wanprestasi.

(20)

8 BAB III: Metode Penelitian

Dalam Bab ini menguraikan mengenai metode penelitian untuk menjelaskan prosedur penelitian secara mendetail mengenai metode penelitian apa yang digunakan. Bab ini berisi empat sub Bab yaitu terdiri dari jenis penelitian, spesifikasi penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

BAB IV: Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Uraian mengenai hasil penelitian yang menganalisis permasalahan-permasalahan yang ditemukan denga n teori-teori hukum serta undang-undang, adapun permasalahan yang dianalisis yaitu bagaimana bentuk penyelesaian sengketa apabila perusahaan asuransi melakukan wanprestasi dan tanggung jawab hukum perusahaan asuransi atas tindakan wanprestasi dalam kaitanya dengan perlindungan konsumen. BAB V: Penutup

Menguraikan simpulan dari hasil penelitian serta saran peneliti terhadap pihak terkait yang berhubungan dengan hasil temuan penelitian.

(21)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Asuransi

Subekti, dalam bukunya memberikan definisi mengenai asuransi yaitu, asuransi atau pertanggungan sebagai suatu perjanjian yang termasuk dalam golongan perjanjian untung-untungan (kansovereenkomst). Suatu perjanjian untung- untungan ialah suatu perjanjian yang dengan sengaja digantungkan pada suatu kejadian yang belum tentu terjadi, kejadian mana akan menentukan untung-ruginya salah satu pihak5. Ada 2 (dua) pihak yang terlibat dalam asuransi, yaitu pihak penanggung sebagai pihak yang sanggup menjamin serta menanggung pihak lain yang akan mendapat suatu penggantian kerugian yang mungkin akan dideritanya sebagai suatu akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu terjadi dan pihak tertanggung akan menerima ganti kerugian, yang mana pihak tertanggung diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak penanggung6. Sedangkan Abbas Salim, dalam bukunya memberikan definisi sebagai berikut, asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti kerugian-kerugian besar yang belum pasti. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, orang bersedia membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang, agar biasa menghadapi kerugian-kerugian besar yang mungkin terjadi pada waktu mendatang7

Di dalam K itab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Bab Kesembilan Pasal 246 dijelaskan tentang pengertian asuransi yang berisi :

5 Subekti, Pok ok -Pokok Huk um Perdata (Jakarta: PT. Intermasa, 2001), halaman 217. 6 Ibid.

7 Abbas Salim, Asuransi dan Manejemen Resik o (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003), halaman 1.

(22)

10

”Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang di harapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.”

Dalam pengertian yang terdapat dalam Pasal 246 K itab Undang-Undang Hukum Dagang (K UHD) tersebut dapat d i simpulkan adanya 3 (tiga) unsur penting dalam asuransi, yaitu:

a. Pihak tertanggung atau dalam bahasa Belanda disebut verzekerde mengikatkan kepada pihak penanggung atau dalam bahasa Belanda disebut verzekeraar.

b. Pihak penanggung mempunyai kewajiban untuk me mbayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung, karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.

c. Suatu kejadian atau peristiwa yang tidak tentu jelas akan terjadi. Ada 2 (dua) pihak yang terlibat di dalam perjanjian asuransi, yaitu8:

a. Penanggung atau verzekeraar, asuradur, penjamin; ialah mereka yang dengan mendapat premi, berjanji akan mengganti kerugian atau membayar sejumlah uang yang telah disetujui, jika terjadi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya, yang mengakibatkan kerugian bagi tertanggung. Jadi penanggung adalah sebagai subjek yang berhadapan dengan tertanggung, dan yang biasanya menjadi penanggung adalah suatu badan usaha yang memperhitungkan untung rugi dalam tindakan-tindakannya.

8 Mashudi dan Moch.Chaidir Ali, Huk um Asuransi (Bandung: Mandar Maju, 1995), halaman 25.

(23)

11

b. Tertanggung atau terjamin verzekerde, insured, adalah manusia dan badan hukum, sebagai pihak yang berhak dan berkewajiban, dalam perjanjiaan asuransi, dengan membanyar premi. Tertanggung ini dapat dirinya sendiri, seorang ketiga, dan dengan perantaraan seorang makelar.

Selain dari pengertian-pengertian asuransi yang diuraikan di atas, dapat juga di lihat rumusan asuransi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

Perjanjian asuransi terjadi seketika setelah tercapai kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, hak dan kewajiban timbal balik timbul sejak saat itu. Perjanjian asuransi harus diwujudkan dalam dokumen yang lazim disebut dengan polis, berdasarkan Pasal 255 KUHD asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis yang merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi, di dalam polis tertuang perjanjian serta persyaratan asuransi antara penanggung dan tertanggung, meskipun pada hakikatnya persyaratan ini ditentukan secara sepihak oleh penanggung saja, namun tertanggung setelah memberikan persetujuan tentang ditutupnya perjanjian asuransi tersebut dianggap menyetujui segala persyaratan yang diajukan dalam polis tersebut. O leh karena itu, biasanya polis hanya ditandatangani oleh pihak penanggung saja.

Apabila dilihat dari uraian- uraian dari pengertian asuransi diatas, maka dari sudut pandang hukum dapat disimpulkan bahwa asuransi merupakan suatu kontrak (perjanjian) pertanggungan risiko antara tertanggung dengan penanggung, dimana penanggung berjanji untuk membayar kerugian yang disebabkan risiko

(24)

12

yang dipertanggungkan kepada tertanggung, sedangkan tertanggung membayar secara periodik kepada penanggung untuk mendapatkan pembayaran kerugian. 2.2. Syarat Sahnya Perjanjian Asuransi

Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang sebagai perjanjian, maka ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian dalam K itab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku juga terhadap perjanjian asuransi. Syarat-syarat sah suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, ada 4 syarat sah suatu perjanjian yaitu kesepakatan para pihak, kewenangan berbuat, objek tertentu, dan kausa yang halal.

a. Kesepakatan (Consensus)

Kesepakatan antara tertanggung dan penanggung dibuat secara bebas, artinya tidak berada dibawah pengaruh, tekanan, atau paksaan pihak tertentu. Kedua belah pihak sepakat menentukan syarat-syarat perjanjian asuransi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

b. Kewenangan (Authority)

Kedua pihak tertanggung dan penanggung wenang melakukan perbuatan hukum yang diakui oleh Undang-Undang. Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat subjektif artinya kedua pihak sudah dewasa, sehat ingatan, tidak berada di bawah pewalian (trusteeship), atau pemegang kuasa yang sah. Kedua belah pihak harus cakap menurut hukum untuk bertindak sendiri. Kewenangan objektif artinya tertanggung mempunyai hubungan yang sah dengan benda objek asuransi karena benda-benda tersebut adalah kekayaannya sendiri. Kewenangan pihak tertanggung dan penanggung tersebut tidak hanya dalam rangka mengadakan perjanjian asuransi, tetapi juga dalam hubungan internal di

(25)

13

lingkungan perusahaan asuransi bagi penanggung dan hubungan dengan pihak ketiga bagi tertanggung.

c. Objek tertentu (fixed object)

Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan, dapat pula berupa raga atau jiwa manusia. Objek tertentu berupa harta kekayaan dan kepentingan ya ng melekat pada harta kekayaan terdapat pada perjanjian asuransi kerugian. Karena yang mengasuransikan objek itu adalah tertanggung, maka dia harus mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan objek asuransi itu. Dikatakan ada hubungan langsung apabila tertanggung memiliki sendiri harta kekayaan, jiwa atau raga yang menjadi objek asuransi. Dikatakan ada hubungan tidak langsung apabila tertanggung hanya mempunyai kepentingan atas objek asuransi. Menurut ketentuan Pasal 599 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, dianggap tidak mempunyai kepentingan adalah orang yang mengasuransikan benda oleh Undang-Undang dilarang diperdagangkan dan kapal yang mengangkut barang yang dilarang tersebut. Apabila diasuransikan juga, maka asuransi tersebut batal.9

d. Kausa yang Halal (Legal Cause)

Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang Undang-Undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Berdasarkan kausa yang halal itu, tujuan yang hendak dicapai oleh tertanggung dan penanggung adalah beralihnya risiko atas objek asuransi yang diimbangi dengan pembayaran premi. Jadi, kedua belah

9 Abdulkadir Muhammad, Huk um Asuransi Indonesia (Bandung: Citra Aditya, 1999), halaman 52.

(26)

14

pihak berprestasi, tertanggung membayar premi, penanggung menerima peralihan risiko atas objek asuransi. Jika premi dibayar maka risiko beralih, jika premi tidak dibayar, risiko tidak beralih.

e. Pemberitahuan (Notification)

Kewajiban pemberitahuan ini diatur di dalam Pasal 251 K itab Undang- Undang Hukum Dagang yang berisi:“Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal- hal yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifafnya, sehingga, seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan”.

Tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan objek asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat mengadakan asuransi. Apabila tertanggung lalai, maka akibat hukumnya asuransi batal. Menurut ketentuan Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, semua pemberitahuan yang salah, atau tidak benar, atau penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung tentang objek asuransi, mengakibatkan asuransi itu batal. Kewajiban pemberitahuan itu berlaku juga apabila setelah diadakan asuransi terjadi pemberatan risiko atas objek asuransi. Kewajiban pemberitahuan tidak bergantung pada ada itikad baik atau tidak dari tertanggung. Apabila tertanggung keliru memberitahukan, tanpa kesengajaan, juga mengakibatkan batalnya asuransi, kecuali jika tertanggung dan penanggung telah memperjanjikan lain. Biasanya

(27)

15

perjanjian seperti ini dinyatakan dengan tegas dalam polis dengan klausula “sudah diketahui”. 10

2.3. Jenis-Jenis Asuransi

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang di dalam Pasal 247 menyebutkan tentang 5 (lima) macam asuransi, yaitu:

a. Asuransi terhadap kebakaran

b. Asuransi terhadap bahaya hasil-hasil pertanian c. Asuransi terhadap kematian orang (asuransi jiwa) d. Asuransi terhadap bahaya di laut dan perbudakan

e. Asuransi terhadap bahaya dalam pengangkutan di darat dan di sungai-sungai.

Pada saat ini telah banyak berkembang jenis-jenis asuransi yang ada di masyarakat yaitu asuransi yang sudah diatur dalam KUHD seperti yang disebutkan di atas dan asuransi yang di atur diluar KUHD. Berdasarkan ilmu pengetahuan asuransi dapat di golongkan menjadi tiga kelompok yaitu, pertanggungan kerugian, pertanggungan sejumlah uang, dan pertanggungan sosial.

Molengraaff membedakan 2 (dua) bentuk utama asuransi, yaitu11 : a. Asuransi kerugian

Merupakan pertanggungan hak-hak kekayaan, bagian-bagian dari kekayaan. 1. Ini adalah asuransi untuk mendapatkan ganti rugi jika kekayaan

mengalami kekurangan. Demikian ini disebut juga asuransi kekayaan.

10 Ibid., halaman 54.

11 Mashudi, Moch. Chidir Ali, Pengertian Elementer Huk um Perjanjian Perdata (Bandung: Mandar Maju, 2001), halaman 22.

(28)

16

2. Kerugian yang diderita akan diganti, sebab itu untuk asuransi ini disyaratkan adanya kemungkinan kerugian yang dapat dinilai dengan uang (kehilangan atau untung yang seharusnya diterima).

b. Asuransi sejumlah uang (sommen verzekering)

Merupakan pertanggungan untuk mendapatkan sejumlah uang tertentu, terlepas dari kerugian yang diderita, terhadap suatu kejadian (biasanya mengenai diri tertanggung atau orang lain) yang belum tentu kapan akan terjadi, ini juga dinamakan asuransi orang (jiwa, sakit, cacat, dan lain-lain).

Jika dilihat dari jenis asuransi yang di kemukakan oleh Molengraaff tersebut, maka asuransi kecelakaan lalu lintas jalan dapat digolongkan ke dalam jenis asuransi sejumlah uang (sommen verzekering), yaitu dimana asuransi ini merupakan pertanggungan untuk mendapatkan sejumlah uang tertentu, yang belum tentu kapan terjadi diderita yang mana juga di namaka n asuransi orang yang meliputi jiwa, sakit, cacat dan lain- lain, di mana dalam asuransi kecelakaan lalu lintas jalan meliputi pertanggungan asuransi meninggal d unia, luka-luka, dan cacat tetap akibat adanya peristiwa kecelakaan yang belum pasti terjadi.

2.4. Prinsip-Prinsip Asuransi

Prinsip-prinsip hukum yang terdapat didalam asuransi ini, membantu menjelaskan tentang dasar-dasar kontrak asuransi. Pemahaman karakteristik prinsip-prinsip asuransi tersebut akan membantu konsumen asuransi dalam membaca dan memahami kontrak asuransi serta mendalami konsepsi hukum yang melatar belakangi kontrak asuransi pada umumnya.

(29)

17 Prinsip-prinsip perjanjian asuransi, yaitu12 :

1. Prinsip keseimbangan (indemnity)

Suatu mekanisme dimana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya ia menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian

2. Prinsip kepentingan terhadap objek yang diasuransikan (insurable interest) Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum. 3. Prinsip itikad baik yang sempurna (utmost goodfaith)

Suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta material mengenai sesuatu yang akan diasuransikan, baik diminta maupun tidak. Artinya adalah si penanggung harus dengan jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat atau kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas objek atau kepentingan yang dipertanggungkan.

4. Prinsip subrogasi bagi penanggung (subrogation)

Terhadap orang-orang ketiga, berhubung dengan penerbitan kerugian tersebut, dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang-orang ketiga itu.

5. Penyebab utama (proximate cause)

12 Muchlisin Riadi, “Pengertian, Unsur, dan Manfaat Asuransi”, https://www.Ka jianpustaka.Co m/2017/ 10/Pengertian -Unsur-Prinsip-Manfaat-Asuransi.Ht ml (Diakses 6 Januari 2019) 2019.

(30)

18

Suatu penyebab aktif dan efisien yang mengakibatkan rangkaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru.

6. Kontribusi (contribution)

Hak penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung untuk ikut memberikan ganti ruginya.

2.5. Tujuan dan Manfaat Asuransi a. Tujuan asuransi

Perjanjian asuransi itu mempunyai tujuan untuk mengganti kerugian pada tertanggung, jadi tertanggung harus dapat menunjukkan bahwa dia menderita kerugian dan benar-benar menderita kerugian. Di dalam asuransi itu setiap waktu selalu dijaga supaya jangan sampai seorang tertanggung yang hanya bermaksud menyingkirkan suatu kerugian saja dan mengharapkan suatu untung menikmati asuransi itu dengan cara memakai spekulasi, yang pe nting ialah bahwa tertanggung harus mempunyai kepentingan bahwa kerugian untuk mana ia mempertanggungkan dirinya itu tidak menimpanya. Secara umum asuransi mempunyai tujuan sebagai berikut13 :

1. Pegalihan risiko

Menurut teori pengalihan risiko (risk transfer theory), tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaannya atau jiwanya, dia akan menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat

(31)

19

raganya. Secara ekonomi, kerugian material atau korban jiwa atau cacat raga akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya. Untuk mengurangi atau menghilangkan beban risiko tersebut pihak tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban risiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta keka yaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung. Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung14.

2. Pembayaran ganti kerugian.

Jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam praktiknya, kerugian yang timbul itu bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi bertujuan

untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh dideritanya. Jika dibandingkan dengan jumlah premi diterima dari beberapa tertanggung maka jumlah ganti kerugian yang dibayarkan kepada tertanggung yang menderita kerugian itu tidaklah begitu besar jumlahnya.

(32)

20

Kerugian yang diganti oleh penanggung itu hanya sebagian kecil dari jumlah premi yang diterima dari seluruh tertanggung. Dari sudut perhitungan ekonomi, keadaan ini merupakan faktor pendorong perkembangan perusahaan asuransi disamping faktor tingginya pendapatan perkapita warga negara.

b. Manfaat asuransi

Asuransi selaku lembaga keuangan bukan bank mempunyai peranan cukup besar sekali baik bagi masyarakat maupun bagi pembangunan. Adapun peranan tersebut berupa manfaatnya yang dapat disimpulkan sebagai berikut15 :

1. Asuransi dapat memberikan rasa terjamin atau rasa aman dalam menjalankan usaha. Hal ini karena seseorang akan terlepas dari kekhawatiran akan tertimpa kerugian akibat suatu peristiwa yang tidak diharapkan, sebab walaupun tertimpa kerugian akan mendapat ganti rugi dari perusahaan asuransi.

2. Asuransi dapat menaikkan efisiensi dan kegiatan perusahaan, sebab dengan memperalihkan risiko yang lebih besar kepada perusahaan asuransi, perusahaan itu akan mencurahkan perhatian dan pikirannya pada peningkatan usahanya.

3. Asuransi cenderung kearah perkiraan penilaiaan biaya yang layak. Dengan adanya perkiraan akan suatu risiko yang jumlahnya dapat dikira-kira sebelumnya maka suatu perusahaan akan memperhitungkan adanya ganti rugi dari asuransi di dalam ia menilai biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.

15 Man Suparman, Dkk, Huk um Asuransi Perlindungan Tertanggung, Asu ransi Deposito, Usaha Perasuransian (Bandung: Alumni Bandung, 1997), halaman 70.

(33)

21

4. Asuransi merupakan dasar pertimbangan dari pemberian suatu kredit. Apabila seseorang meminjam kredit bank, maka bank biasanya meminta kepada debitur untuk menutup asuransi benda jamin.

5. Asuransi dapat mengurangi timbulnya kerugian-kerugian. Dengan ditutupnya perjanjian asuransi, maka risiko yang mungkin dialami seseorang dapat ditutup oleh perusahaan asuransi.

6. Asuransi merupakan alat untuk membentuk modal pendapatan atau untuk harapan masa depan. Dalam hal ini fungsi menabung dari asuransi terutama dalam asuransi jiwa.

7. Asuransi merupakan alat pembangunan. Dalam hal ini premi yang terkumpul oleh perusahaan asuransi dapat dipakai sebagai dana investasi dalam pembangunan, bantuan kredit jangka pendek menengah maupun jangka panjang, bagi usaha-usaha pembangunan.

Herman Darmawi, dalam bukunya menyebutkan salah satu manfaat asuransi yaitu asuransi dapat mengurangi kekhawatiran, fungsi primer dari asuransi adalah mengurangi kekhawatiran akibat ketidak pastian. Bila seseorang telah membayar premi asuransi, mereka terbebas dari kekhawatiran kerugian besar dengan memikul suatu kerugian kecil (dalam hal ini berupa premi yang telah di bayar). Kerugian kecil itu sesunggungnya merupakan bagian yang di pikulnya untuk kerugian kelompok itu. Dengan membayar premi, ia memperoleh kepastian biaya kemungkinan kerugian, jika tidak ada asuransi maka mereka yang menghadapi risiko tidak akan dapat meramalkan apakah mereka akan tertimpa kerugian besar, kerugian kecil atau tidak16.

(34)

22

2.6. Tinjaun Umum Megenai Wanprestasi

Wanprestasi adalah kelalaian debitur untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Apabila debitur tidak melakukan apa yang dijalankanya, maka dikatakan ia melakukan wanprestasi, debitur dikatakan juga telah alpa, lalai, atau ingkar janji. Debitur juga dapat dikatakan wanprestasi apabila ia melanggar perjanjian dengan melakukan atau berbuat sesuatu yang seharusnya tiak boleh dilakukanya. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa 4 macam, yaitu17:

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukanya. 2. Melaksanakan apa yang dijanjikanya tapi terlambat.

3. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tapi tidak sebagaimana dijanjikan. 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian yang tidak boleh dilakukanya. Terhadap kelalaian atau kealpaan debitur diancam beberapa sanksi atau huk uman. Hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang lalai ada 4 macam, yaitu 18 :

1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti rugi.

2. Pembatalan perjanjian aau juga dinamakan pemecahan perjanjian 3. Peralihan risiko.

4. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim. Selain diperlakukan sanksi-sanksi di atas, pada saat terjadi wanprestasi pihak kreditur juga masih dapat menuntut pemenuhan perjanjian terhadap pihak debitur. Namun perlu diperhatikan bahwa pemenuhan perjanjian tersebut bukanlah suatu sanksi dari wanprestasi, sebab hal itu memang sudah dari semula

17 Subekti, Huk um Perjanjian (Jakarta: PT Intermasa, 2004), halaman 45. 18 Ibid.

(35)

23

sebagai kesanggupan si debitur, hal ini diatur dalam pas al KUHPerdata 1267 yang berisi:”pihak yang merasa perjanjian tidak dipenuhi, boleh memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan akan memaksa pihak yang lainya untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian itu disertai penggantian biaya rugi dan bunga”

Apabila kreditur tidak memilih untuk menuntut pemenuhan perjanjia n dari debitur, melainkan menuntut ditetapkanya sanksi-sanksi yang telah disebut diatas, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berhutang melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, harus dibuktikan dimuka hakim. Terkadang tidak mudah untuk mengatakan bahwa seseorang telah melakukan wanprestasi, karena seringkali dalam perjanjian tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang dijanjikan. Penentuan apakah seorang melakukan wanprestasi paling mudah dilakukan dalam perjanjian yang bertujuan untuk tidak melakukan suatu perbuatan. Apabila orang itu melakukanya berarti ia melanggari perjanjian tanpa perlu memperhatikan kapan terjadinya.

Jika dalam perjanjian untuk menyerahkan suatu barang atau untuk melakukan suatu perbuatan tidak ditetapkan batas waktunya, maka untuk menyatakan siberutang melakukan wanprestasi, pelaksanaan prestasi itu harus ditagih terlebih dahulu. Kepada debitur itu harus diperingatkan bahwa kreditur menghendaki pelaksanaan perjanjian. Kalau prestasi dapat seketika dilakukan misalnya dalam jual beli suatu barang tertentu sudah di tangan si penjual maka prestasi tadi dapat dituntut seketika. Apabila prestasi tidak dapat seketika dilakukan, maka si berutang perlu diberikan waktu yang pantas, misalnya dalam

(36)

24

jual beli barang yang belum berada di tangan penjual atau pembayaranya kembali uang pinjaman, dan lain sebagainya.

Berikut akan dijelaskan mengenai sanksi-sanki dari wanprestasi tersebut19 : a. Ganti rugi

Ganti rugi setidak-tidaknya terdiri dari 3 unsur yaitu biaya, rugi, dan bunga. Dalam soal penuntutan ganti rugi Undang-Undang memberikan ketentuan-ketentuan tentang apa yang dapat dimasukan dalam ganti rugi tersebut, dengan demikian seorang debitur yang melakukan wanprestasi masih dilindungi oleh Undang-Undang terhadap kesewenang-wenangan si kreditur. Jadi dapat dilihat bahwa ganti rugi itu dibatasi hanya meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi.

b. Pembatalan perjanjian

Pembatalan perjanjian bertujuan untuk membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Kalau suatu pihak sudah menerima sesuatu dari pihak yang lain, baik uang maupun barang maka itu harus dikembalikan. Masalah pembatalan perjanjian karena lalai ini diatur dalam Pasal 1266 KUHPerdata yang mengatur mengenai perikatan bersyarat. Hal ini karena pembatalan perjanjian akibat wanprestasi terjadi dalam perjanjian yang mengandung syarat batal dimana syarat batal tersebut menurut Undang-Undang dicantumkan dalam setiap perjanjian. Pasal 1266 KUHPerdata menyebutkan:

(37)

25

1. Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjnjian-perjanjian yang timbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibanya.

2. Dalam hal demikian perjanjian tidak batal demi hukum, te tapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim.

3. Permintaan ini harus juga dilakukan meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban itu dinyatakan dalam perjanjian.

4. Jika syarat batal dinyatakan dalam perjajian, hakim leluasa menurut keadaan atas permintaan si tergugat untuk memberika suatu jangka waktu guna kesempatan memenuhi kewajibnya jangka waktu dimana tidak boleh lebih dari satu bulan.

Dengan adanya ketentuan bahwa pembatalan perjanjian itu harus diminta kepada hakim, tidak mungkin perjanjia n itu batal secara otomatis pada waktu debitur secara nyata melalaikan kewajibanya. Putusan hakim tidak bersifat declaratoir tetapi constitutuf yang secara aktif membatalkan perjanjian itu20. c. Peralihan risiko

Risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugia n jika terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak, yang me nimpa barang yang menjadi objek perjanjian21. Peralihan risiko dapat digambarkan dalam jual beli, menurut Pasal 1460 KUHPerdata, maka risiko dalam jual beli barang tertentu dipikulkan kepada si pembeli meskipun barangnya belum diserahkan. Kalau si penjual itu terlambat menyerahkan barangnya. Maka kelalaian itu diancam dengan mengalihkan risiko tadi dari si pembeli kepada si penjual. Jadi dengan lalainya

20 Ibid.

(38)

26

si penjual risiko itu beralih kepada dia. Perihal peralihan risiko ini tidak berlaku dalam hal perjanjian sepihak mengingat tidak adanya kewajiban secara timbal balik atau kontra prestasi22.

d. Membayar biaya perkara

Pihak yang dikalahkan dalam pengadilan diwajibkan membayar perkara. Seorang debitur yang lalai tentu akan dikalahkan kalau sampai terjadi suatu perkara didepan hakim, sehingga debitur yang lalai tersebut hsrus membayar biaya perkara. O leh karena itu pembayaran ongkos biaya perkara disimpulkan sebagai sanksi bagi debitur yang melakukan wanprestasi.

22 Cahyono, Akh mad Budi Dan Surini Ahlan Sja rif, Mengenal Hukum Perdata (Jakarta : CV Gitama Jaya, 2008), halaman 45.

(39)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

Menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala umum hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. Di samping itu juga diadakan pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan23.

Metode penelitian merupakan ilmu yang menyajikan bagaimana cara atau prosedur maupun langkah-langkah yang harus di ambil dalam suatu penelitian secara sistematis dan logis sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya. Dalam suatu penelitian metode merupakan salah satu faktor untuk membahas suatu permasalahan, dimana metode penelitian merupakan cara utama yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodelogis, dan kosisten. Dalam penelitian suatu kegiatan ilmiah didasarkan pada sistematik dan pemikiran tertentu deng jalan menganalisanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.1. Jenis Penelitian

Pemilihan metode penelitian disesuaikan batasan isu hukum yang akan dicari jawabanya yaitu tentang tanggung jawab hukum perusahaan asuransi yang melakukan tindakan wanprestasi. Untuk dapat memberikan jawaban atas isu hukum tersebut digunakan jenis penelitian hukum normatif, suatu penelitian yang bertumpu pada telaah yuridis normatif peraturan perundang- undangan yang

(40)

28

berlaku yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas. Prinsip metode penelitian yuridis normatif adalah menemukan masalah kemudian menuju kepada identifikasi masalah dan pada akhirnya menuju pada penyelesain masalah24.

3.2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adala h deskriptif analitis, yaitu penelitian yang menggambarkan peraturan perundang- undangang yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum positif yang menyangkut permasalahan yang sedang diteliti25. Dalam spesifikasi penelitian yang menggunakan penelitian deskriptif analitis ini berusaha menguraikan hasil penelitian sesuai permasalahan yang diangkat sehingga diharapkan mendapatkan gambaran yang jelas, rinci, dan sistematis. Kemudian dari gambaran tersebut dianalisa yang bertujuan untuk mendapatkan hasil atau jalan keluar yang lebih spesifik yang sesuai dengan produk hukum atau peraturan yang berlaku.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Karena penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif maka data yang digunakan adalah jenis data sekunder, yang diambil dengan cara studi pustaka dan studi dokumentasi. Data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu: a. KUHPerdata

b. KUHD

c. Sekertariat Negara Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

24Roni Hanit ijo Su mitro, Metodelogi Penelitian Huk um (Jakarta: Gha lia , 2010), hala man 34.

(41)

29

d. Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. e. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor:1/POJK.07/2013 tentang

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. b. Bahan hukum sekunder

Bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis serta memahami bahan hukum primer, seperti buku-buku hasil karya para pakar, hasil- hasil penelitian, atau kegiatan ilmiah lainya yang memiliki kaitan atau hubungan dengan permasalahan penelitian ini.

3.4. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif, dimana pembahasan serta hasil penelitian diuraikan dengan kata-kata berdasarkan data yang diperoleh. Data yang terkumpul akan di analisis dengan cara mencari dan menentukan hubungan antara data yang diperoleh dari penelitian dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

(42)

30

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Penyelesaian Sengketa Apabila Perusahaan Asuransi Melakukan Wanprestasi Dalam Kaitanya Dengan Perlindungan Konsumen

Perjanjian asuransi sebagai bukti adanya hubungan hukum antara perusahaan asuransi dengan pemegang polis, didapat ketika penandatanganan perjanjian asuransi, bentuk perjanjian asuransi adalah perjanjian baku yang di dalamnya terdapat klausula-klausula baku yang menempatkan pemegang polis pada posisi yang kurang seimbang dengan perusahaan asuransi. Munir Fuady menjelaskan beberapa faktor penyebab kontrak baku sering menjadi berat sebelah, adalah sebagai berikut26:

a. Kurang adanya atau bahkan tidak adanya kesempatan bagi salah satu pihak untuk melakukan tawar-menawar, sehingga pihak yang kepadanya disodorkan kontrak tidak banyak kesempatan untuk mengetahui isi kontrak tersebut, apalagi ada kontrak yang ditulis dengan huruf- huruf yang sangat kecil.

b. Karena penyusunan kontrak yang sepihak, maka pihak penyedia dokumen biasanya memiliki cukup banyak, waktu untuk memikirkan mengenai klausula-klausula dalam dokumen tersebut, bahkan mungkin saja sudah berkonsultasi dengan para ahli, sedangkan pihak yang kepadanya disodorkan dokumen tidak banyak kesempatan dan seringkali tidak familiar dengan klausula-klausula tersebut.

26 Munir Fuady, Huk um Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis (Bandung: Citra Aditya Bakti), halaman 78.

(43)

31

c. Pihak yang kepadanya disodorkan kontrak baku menempati kedudukan yang sangat tertekan, sehingga hanya dapat bersifat “take it or leave it”. Karakteristik perjanjian baku dalam hubungan hukum perasuransian menyebabkan perlindungan terhadap pemegang Polis menjadi lemah, sehingga hukum diharapkan dapat memberikan jaminan dan perlindungan hukum yang jelas. Sejak penandatangan perjanjian asuransi sudah tercantum unsur perjanjian baku atau kontrak baku yang berpotensi merugikan, dan ditambah dengan pelaksanaan isi perjanjian asuransi yang juga berbelit-belit dan cenderung dipersukar, maka kedudukan pemegang polis menjadi lebih lemah dan tidak berdaya.

Dalam setiap perjanjian selalu terdap at potensi adanya sengketa. Ketika terciptanya sebuah perjanjian maka hak dan kewajiban para pihak mulai diberlakukan, saat salah satu pihak menolak untuk melaksanakan kewajibannya maka pihak yang berhak atas kewajiban tersebut akan menutut haknya sehingga terjadilah wanprestasi dan menyebabkan sengketa. Penyebab sering timbul sengketa- sengketa hukum pada perusahaan asuransi adalah :27

a) Terjadi perbedaan interpretasi terhadap pelaksanaan kewajiban yang telah disepakati kedua belah pihak

b) Perusahaan asuransi tidak melakukan kewajiban sesuai pembayaran klaim kepada tertanggung

c) Penanggung menolak pengganti kerugian yang diderita tertanggung d) Melakukan penjualan produk yang belum mendapat ijin pihak otoritas

27 Rifky Haryo Anggoro, “Penyelesaian Sengketa Klaim Asuransi Kerugian Pada PT Allianz Utama Di Semarang” ( Skripsi Fakultas Huku m, Universitas Semarang, 2013), Halaman 40.

(44)

32

e) Melakukan penanggungan melebihi dari kewenangan tanpa me lakukan reasuransi

Apabila sudah timbul suatu sengketa antara penanggung dan tertanggung, maka penyelesaian sengketa asuransi dapat dilakukan dengan melalui beberapa cara yaitu:

A. Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI)

Salah satu upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan oleh tertanggung adalah dengan meminta bantuan BMAI sebagai salah satu lembaga penyelesaian sengketa alternatif, BMAI bersifat imparsial karena dibentuk dengan tujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi konsumen asuransi, meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada perasuransian dan dapat mendukung perasuransian yang lebih baik pada masa yang akan datang28, Dalam menyelesaikan sengketa BMAI tidak berfungsi sebagai pihak yang memberikan nasehat hukum namun lebih seba gai penengah perselisihan diantara kedua pihak yang bersengketa. BMAI memberikan pelayanan untuk menyelesaikan sengketa antara perusahaan asuransi dan tertanggung atau pemegang polis. BMAI memiliki beberapa cara dalam menyelesaikan sengketanya yaitu :

1. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui upaya musyawarah dan mufakat yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah yang di fasilitasi mediator. Mediator setelah menerima permohonan penyelesaian sengketa dari pemohon beserta bukti pendukungnya akan menghubungi

28 Tio ma Roniuli Hariandja, “Penyelesaian Sengketa Asuransi Melalui Badan Mediasi Asuransi Indonesia”(Tesis Fakultas Huku m,Un iversitas Airlangga Surabaya, tahun 2007,halaman 47.

(45)

33

termohon guna mendapatkan keterangan terkait sengketa yang diajukan pemohon, lalu mengadakan investigasi dan mengetahui duduk perkara. Setelah itu, mediator mengadakan pertemuan bersama dengan para pihak dan berupaya memberikan masukan agar proses negosiasi menjadi lebih mudah untuk mencapai kesepakatan di antara para pihak. Setelah pertemuan dan negosiasi, para pihak diharapkan mempunyai kesamaan pendapat yaitu apakah termohon mengubah keputusan penolakan klaim dan dengan demikian membayar klaim ataukah pemohon dapat menerima alasan penolakan klaimnya oleh termohon dan dengan demikian tidak mendapat pembayaran atas klaimnya. Dalam proses mediasi, keputusan akhir ada di tangan para pihak dan bukan pada mediator. Mediator hanya berfungsi sebagai fasilitator untuk memudahkan para pihak bernegosiasi untuk mengambil keputusan. Jika mediasi berhasil dan tercapai kesepakatan antara para pihak, maka akan dibuat perjanjian mediasi yang berisi semua hal yang disepakati pemohon dan termohon. Namun apabila tidak berhasil, maka pemohon dapat mengajukan permohonan ke Ketua BMAI untuk melanjutkan ke tingkat Ajudikasi atau memilih upaya hukum lain (Arbitrase atau Pengadilan).

Menurut Suyud Margono mediasi mengandung unsur-unsur 29: a) Proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.

b) Pihak ketiga yang menengahi disebut mediator. Mediator terlibat dan diterima para pihak yang bersengketa didalam proses.

29 Purwanto, “ Efe ktifitas Penerapan Alternative Dispute Resolution (ADR) Pada Penyelesian Sengketa Bisnis Asuransi di Indonesia”, Jurnal Risalah Hukum 2005, halaman 11.

(46)

34

c) Mediator tidak memiliki kewenangan untuk membuat keputusan selama perundingan.

d) Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa.

Syarat- syarat suatu sengketa asuransi agar dapat di selesaikan melalui mediasi dan dapat di terima oleh BMAI telah diatur dalam Pasal 4 Surat Keputusan No.008/SK-BMAI/11.2014 Tentang: Peraturan Dan Prosedur Mediasi BMAI yang berisi :

1)Semua Sengketa dapat diajukan dan ditangani oleh BMAI, dengan ketentuan:

a) Pemohon yang mengajukan adalah pihak yang berkepentingan.

b) Anggota yang terlibat dalam Sengketa harus merupakan pihak yang tunduk pada yurisdiksi BMAI karena masih terdaftar sebagai Anggota.

c) Sengketa yang timbul dari permasalahan berkaitan dengan hubungan Pemohon dengan Anggota.

d) Lingkup Sengketa yang diajukan harus berada dalam yurisdiksi BMAI sejak BMAI didirikan.

e) Anggota tidak dapat menyelesaikan Sengketa secara langsung dengan Pemohon sesuai dengan tuntutan Pemohon dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak disampaikannya keberatan oleh Pemohon kepada Anggota.

Kemudian untuk batas nilai tuntutan ganti rugi atau manfaat polis yang dipersengketakan tidak melebihi Rp. 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh

(47)

35

juta rupiah) per klaim, untuk asuransi kerugian/umum dan Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) per klaim untuk asuransi jiwa atau Asuransi jaminan sosial. Dalam surat keputusan tersebut juga di jelaskan mengenai sengketa yang tidak dapat diterima/ diproses oleh BMAI yang tercantum dalam Pasal 5, yang berbunyi :

Sengketa berikut tidak dapat diproses oleh BMAI:

1) Keputusan yang dibuat atas dasar pertimbangan komersial;

2) Kebijakan harga dan kebijakan lainnya, seperti suku premi, biaya dan kurs valuta asing;

3) Kasus yang sedang dalam proses investigasi oleh pihak yang berwajib, termasuk kasus-kasus dengan tuduhan adanya penipuan atau tindakan kriminal dan kasus tersebut telah dilaporkan kepada yang berwajib untuk dilakukan investigasi;

4) Sengketa yang telah lebih dari 6 (enam) bulan sejak Anggota memberikan surat Penolakan Final;

5) Sengketa yang sebelumnya telah diselesaikan secara langsung antara Pemohon dengan Anggota;

6) Sengketa yang belum mendapat Penolakan Final dari Anggota.

7) Sengketa yang berkaitan dengan Anggota yang dikenakan sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) dan/atau Pencabutan Izin Usaha Perasuransian.

8) Sengketa yang pernah atau sedang disidangkan di Pengadilan.

2. Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga yang mana pihak ketiga ini di tunjuk oleh pihak yang bersengketa untuk

(48)

36

menetepkan suatu keputusan. Ajudikasi merupakan cara selanjutnya yang dapat dilakukan para pihak yang bersengketa apabila dalam mediasi tidak menemukan kesepakatan. Mediator akan meminta persetujuan kepada ketua BMAI untuk melanjutkan ke ajudikasi namun para pihak dapat menolak dan mencari cara penyelesaian sengketa lainnya. Proses persidangan ajudikasi di BMAI dibuat sesuai prinsip cepat dan murah. Pemeriksaan sengketa dilakukan secara tertulis yaitu dokumen permohonan permohon dan jawaban penanggung, masing- masing berikut buktinya. Pemeriksaan secara lisan atau tatap muka dapat dilakukan apabila perlu. Tidak ada replik maupun duplik atau kesimpulan. Setiap pemeriksaan dilakukan secara tertutup dan kehadiran pihak lain harus sesuai persetujuan majelis serta para pihak. Hukum yang berlaku adalah huk um tempat ajudikasi dilakukan. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia dan bahasa lain yang disetujui oleh Majelis.

Syarat agar sengketa asuransi dapat di selesaikan melalui ajudikasi memiliki ketentuan yang sama dengan syarat-syarat penyelesaian melalui mediasi yaitu :

a) Pemohon yang mengajukan adalah pihak yang berkepentingan.

b) Anggota yang terlibat dalam Sengketa harus merupakan pihak yang tunduk pada yurisdiksi BMAI karena masih terdaftar sebagai Anggota. c) Sengketa yang timbul dari permasalahan berkaitan dengan hubungan

Pemohon dengan Anggota.

d) Lingkup Sengketa yang diajukan harus berada dalam yurisdiksi BMAI sejak BMAI didirikan.

(49)

37

e) Anggota tidak dapat menyelesaikan Sengketa secara langsung dengan Pemohon sesuai dengan tuntutan Pemohon dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak disampaikannya keberatan oleh Pemohon kepada Anggota.

Nilai tuntutan ganti rugi atau manfaat polis yang dipersengketakan agar dapat di selesaikan melalui ajudikasi harus tidak melebihi Rp750.000.000 (tujuhratus lima puluh juta rupiah) per klaim untuk asuransi kerugian/umum dan Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) per klaim untuk asuransi jiwa atau asuransi jaminan sosial

3. Arbitrase adalah adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa ini dilakukan dengan cara para pihak menye rahkan kepada pihak ketiga yang netral untuk memutuskan sengketa. Hal yang membedakan dengan pengadilan adalah arbitrase ini bersifat tertutup sehingga kerahasiaan dan nama baik para pihak yang bersengketa tetap terjaga. Syarat agar arbitrase bisa dilakukan yakni dengan membuat perjanjian arbitrase yang berisi klausula arbitrase. Dalam perjanjian tersebut, harus disebutkan secara tegas mengenai penunjukkannya atas forum Arbitrase BMAI. Para pihak yang telah terikat tersebut dianggap telah sepakat dan meniadakan proses pemeriksaan perkara melalui Pengadilan Negeri dan/a tau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya. sengketa diperiksa dan diadili oleh seorang Arbiter Tunggal atau sebuah Majelis Arbiter yang terdiri dari 3 orang Arbiter. Pemilihan Arbiter Tunggal dilakukan berdasarkan kesepakatan para

(50)

38

pihak. Sementara untuk Majelis Arbitrase, masing- masing pihak memilih sendiri arbiter dan satu arbiter yang berdasarkan pemilihan dua arbiter tersebut untuk bertindak sbagai Ketua Majelis yang mana bertugas untuk memimpin dan mengatur jalannya persidangan. Ketiga arbiter tersebut mempunyai hak yang sama dalam menetapkan putusan perkara dan keputusan majelis diambil berdasarkan pendapat suara terbanyak yaitu pendapat dua atau tiga arbiter. Putusan majelis arbitrase bersifat final dan mengikat. Putusan tersebut didaftarkan BMAI ke panitera Pengadilan Negeri tempat Pemohon berasa. Para arbiter harus dipilih oleh para pihak dari nama-nama orang yang tercantum dalam daftar arbiter BMAI, orang-orang yang namanya tidak terdaftar di BMAI tidak boleh ditunjuk, kecuali jika tidak terdapat keahlian pada arbiter terdaftar untuk memeriksa perkara yang disengketakan.

Nilai tuntutan ganti rugi atau manfaat polis yang dipersengketakan agar dapat di selesaikan melalui arbitrase harus tidak melebihi Rp 750.000.000 (tujuhratus lima puluh juta rupiah) per klaim untuk asuransi kerugian/umum dan Rp 500.000.000 (limaratus juta rupiah) per klaim untuk asuransi jiwa atau asuransi jaminan social

B. Pengadilan Negeri

Menurut data dari BMAI tahun 2017 menunjukkan, jumlah sengketa yang ditangani oleh BMAI melalui mediasi dan ajudikasi mencapai sebanyak 276 kasus sengketa asuransi umum, 226 kasus sengketa asuransi jiwa, dan 3 kasus sengeketa asuransi sosial. Pada asuransi umum, kasus dimana asuransi harus membayar klaim mencapai sebanyak 145 kasus , sementara untuk yang tidak

(51)

39

membayar klaim mencapai 131 kasus, di asuransi jiwa, harus membayar klaim mencapai 105 kasus , dan tidak membayar klaim sebanyak 121 kasus, dan pada asuransi sosial tidak membayar klaim sebanyak 3 kasus30. Dari sini dapat dilihat bahwa lebih banyak penolakan klaim oleh perusahaaan asuransi dilakukan, sehingga banyak dari sengketa asuransi berakhir di Pengadilan. Hal ini disebabkan karena masyarakat menilai bahwa pengadilan memiliki kekuatan yang lebih besar dalam memaksa pihak lawan untuk memenuhi kewajibannya. Sengketa asuransi yang masuk dalam pengadilan akan masuk pada hukum perdata dimana para pihak yang bersengketa berharap jika pihak lawan dapat dipaksa untuk melakukan kewajibannya. Penyelesaian sengketa di pengadilan memiliki kekurangan seperti proses yang lama karena para pihak dapat melakukan upaya hukum apabila putusan pengadilan dianggap tidak adil. Upaya hukum ini dapat berlangsung dari Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung, setelah diputus oleh Mahkamah Agung pun para pihak masih dapat mengajukan Peninjauan Kembali. Proses yang dilalui sangat lama sehingga biaya yang dikeluarkan juga besar.

C. Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Dalam perjanjian perasuransian penanggung disebut dengan pelaku usaha dan tertanggung disebut dengan konsumen. Pasal 251 KUHD lebih berpihak kepada penanggung sedangkan tertanggung memiliki posisi yang lebih lemah karena didalam Pasal tersebut berisi :

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan adanya pengaruh Bauran Promosi yang terdiri dari Periklanan, Promosi Penjualan, dan Publisitas baik secara

Dari presentase pada table yang berisikan kuesioner pertanyaan yang di berikan kepada koresponden, banyak sekali yang perlu diperhatikan dan dapat dilihat dari rata-

mengkaji kemampuan tanaman mendong (Fimbristylis globulosa) yang ditanam dengan inokulasi bakteri penghasil eksopolisakarida Azotobacter maupun arang aktif dalam menurunkan

Dalam hal ini yang menjadi kajian peneliti adalah yang berkaitan dengan objek jaminan fidusia yang disita oleh Negara akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan debitur

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah hasil belajar akuntansi yang diajar

Hasil tabulasi silang sikap orang tua dengan sibling rivalry diketahui bahwa sebagian besar sikap orang tua yang mempunyai sifat positif tidak mempunyai anak

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,

“Asuransi atau Pertanggungan adalah dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk