PERILAKU PROSOSIAL PENGEMIS
(Studi Deskriptif pada Pengemis di Kota Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar SarjanaPsikologi
pada Jurusan Psikologi
Disusun oleh:
Tenthree Nissa Utami
0800934
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PERILAKU PROSOSIAL PENGEMIS
(STUDI DESKRIPTIF PADA PENGEMIS DI KOTA BANDUNG)
Oleh:
TenthreeNissaUtami
Sebuahskripsi yang diajukanuntukmemenuhisalahsatusyarat memperolehgelarSarjanapadaFakultasIlmuPendidikan
© TenthreeNissaUtami 2014 UniversitasPendidikan Indonesia
Maret 2014
HakCiptadilindungiundang-undang
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ASBTRAK
Tenthree Nissa Utami (0800934). Perilaku Prososial Pengemis (Studi Deskriptif pada
Pengemis di Kota Bandung). Skripsi Jurusan Psikologi FIP UPI, Bandung (2014).
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui perilaku prososial pengemis yang dilihat dari gambaran motivasi, faktor-faktor yang mempengaruhi dan bentuk perilaku prososial. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif, menggunakan metode penelitian deskriptif. Sampel dalam penelitian ini dipilih secara non probability sampling
dengan teknik purposive sampling. Karakteristik pengemis yang akan diteliti adalah pengemis dewasa awal (usia 21-40 tahun), yang merupakan pengemis berpengalaman dan pengemis komtemporer kontinyu terbuka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek W memiliki motivasi perilaku prososial cenderung pada motivasi integrasi moral yang ditandai dengan keinginan untuk menolong karena ada kewajiban lingkungan yang cukup kuat. Sedangkan pada subjek T, motivasi perilaku prososial cenderung pada hipokrisi moral, karena T ingin menunjukkan kesan baik, namun ingin juga tampak bermoral di hadapan orang lain. Kedua subjek menunjukkan gambaran bentuk perilaku prososial casual helping, substantial personal helping dan emotional helping, namun dengan bentuk pertolongan yang berbeda-beda. Misalnya, bentuk bantuan berupa tenaga, materi, mendengar keluh-kesah orang lain, dan bantuan kecil lainnya yang bersifat spontan. Dari kedua subjek juga ditemukan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prosial mereka. Faktor-faktor ini berkaitan dengan kondisi lingkungan, waktu, empati, dan norma-norma sosial yang berlaku di lingkungan mereka. Rekomendasi dari penelitian ini ditujukan kepada masyarakat agar menyikapi dengan bijak pengemis yang masih berkeliaran di jalanan karena sebenarnya pengemis memiliki perilaku prososial yang baik, sehingga seharusnya mereka bisa melakukan banyak hal lain yang lebih baik dan berguna bagi bagi dirinya dan orang lain.
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
The Beggars Prosocial Behavior (Descriptive Study on The Beggars in Bandung). This
study aimed to determine the beggar prosocial behavior in terms of the description of the motivation , the factors that influence prosocial behavior and the types . This research is a qualitative approach, using the descriptive research method. The sample in this study is selected by non probability sampling with purposive sampling technique . Characteristics studied beggars are early adulthood (ages 21-40 years), which is a "seasoned beggar" and "beggars contemporary open continuous" . The results of this study indicate that subject W motivation prosocial behavior tends to the integration of moral motivation is characterized by a desire to help because there is a fairly strong environmental obligations. While on the subject T, motivation tends prosocial behavior on moral hypocrisy, because she wanted to show a good impression, but would also seem have high a moral standart in front of others. Both subjects showed casual helping, substantial personal helping and emotional helping, but in different types of prosocial behavior. For example, they showed helping others with some effort and material, listening complaints of others and spontaneous relief. Of the two subjects also found many factors that influence their prosocial behavior. These factors are associated with the environment, time, empathy, and social norms prevailing in their environment. Recommendations from this study are addressed to the public in order to address the wise to beggars who still roam the streets. Beggars actually have a good prosocial behavior, so they should be able to do many other things for the better and useful for themselves and others.
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 5
C. Rumusan Masalah ... 6
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 6
F. Struktur Oraganisasi Skripsi ... 7
BAB II KAJIAN TEORI A. Perilaku Prososial 1. Definisi Perilaku Prososial ... 9
2. Motivasi Perilaku Prososial ... 11
3. Faktor-faktor Perilaku Prososial ... 12
4. Teori-teori Perilaku Prososial ... 15
5. Jenis-jenis Perilaku Prososial ... 19
B. Pengemis 1. Definisi Pengemis ... 20
2. Faktor Mengemis ... 21
3. Identitas Pengemis ... 22
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 23
B. Definisi Operasional ... 23
C. Pemilihan Subjek dan Subjek Penelitian ... 24
D. Teknik Pengumpulan Data ... 24
E. Teknik Analisis Data... 25
F. Pengujian Keabsahan Data ... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Anamnesa Subjek ... 27
1. Subjek W ... 27
2. Subjek T ... 28
B. Keabsahan Data ... 28
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Subjek W ... 29
2. Subjek T ... 31
D. Riwayat Hidup ... 32
1. Subjek W ... 32
2. Subjek T ... 33
E. Pembahasan E. 1. Hasil dan Pembahasan Subjek W 1. Gambaran Motivasi Perilaku Prososial ... 35
2. Gambaran Faktor-faktor Perilaku Prososial ... 38
3. Gambaran Hal-hal yang Mempengaruhi Perilaku Prososial ... 45
4. Gambaran Bentuk Perilaku Prososial ... 49
5. Gambaran Umum Perilaku Prososial Subjek W ... 56
E. 2. Hasil dan Pembahasan Subjek T 1. Gambaran Motivasi Perilaku Prososial ... 57
2. Gambaran Faktor-faktor Perilaku Prososial ... 59
3. Gambaran Hal-hal yang Mempengaruhi Perilaku Prososial ... 66
4. Gambaran Bentuk Perilaku Prososial ... 69
5. Gambaran Umum Perilaku Prososial Subjek W ... 75
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 78
B. Rekomendasi ... 79
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
[image:8.612.74.539.154.612.2]DAFTAR GAMBAR
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Verbatim Wawancara
Lampiran 2 Reduksi dan Display Data Subjek Lampiran 3 Pedoman Wawancara
Lampiran 4 Lembar Member Check
Lampiran 5 Lembar Observasi
Lampiran 6 Surat Pernyataan Persetujuan untuk Ikut dalam Penelitian Lampiran 7 SK Pembimbing
1
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak manusia lahir, manusia telah hidup dengan orang lain. Mereka
saling membutuhkan dan saling ketergantungan. Sebagai contoh, saat manusia
dilahirkan ke dunia, mereka membutuhkan bidan atau dukun beranak untuk
membantunya keluar dari rahim ibunya. Dari dasar kebutuhan dan ketergantungan
inilah manusia memiliki dorongan yang kuat untuk berinteraksi dengan orang lain.
Berinteraksi dengan lingkungan adalah salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan
manusia untuk bertahan hidup (Soekanto, 1982). Dari interaksi antar manusia
tersebut, maka ada proses simpati yang merupakan sebuah proses saat seseorang
tertarik pada orang lain untuk suatu keperluan. Misalnya, saat seseorang simpati
pada orang yang terlihat sedang kesulitan, maka seseorang tersebut akan
membantunya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Perilaku inilah yang
biasa disebut dengan perilaku prososial (Baron dan Byrne, 2005)
Menurut asusmsi penulis, perilaku prososial biasa muncul pada orang yang
mampu, atau dari golongan orang dengan kondisi keuangan menengah keatas.
Mereka memungkin untuk mengeluarkan uang atau hartanya untuk membantu
orang lain. Posisi mereka sebagai orang yang lebih superior juga akan selalu
diminta bantuannya untuk membantu orang yang membutuhkan. Lalu bagaimana
orang yang berada dibawah dengan kondisi ekonomi rendah dan posisi inverior
mereka, misalnya pengemis.
Menurut Departemen Sosial (2006), mengemis merupakan sebuah pekerjaan
untuk mendapat belas kasihan dari orang lain dengan menampilkan kondisi yang
2
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
biasanya ditampilkan dengan berpakaian lusuh oleh seseorang yang tua renta atau
cacat fisik, atau oleh perempuan sambil menggendong anak balita yang malang dan
sangat memprihatinkan serta membutuhkan pertolongan pangan dan sandang. Jadi,
dari pekerjaan meminta dan mengiba (mengemis) seperti ini membuat seseorang
akan selalu bergantung pada orang lain karena selalu mendapat pertolongan dari
orang lain. Dari Departemen Sosial (2006), pengemis biasanya juga penyandang
masalah kesejahteraan ganda. Selain pengemis mereka merupakan penyandang
cacat, lanjut usia terlantar, anak terlantar, penderita penyakit kronis seperti kusta
dan tentunya fakir miskin
Mengemis tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang serba kekurangan
dari segi fisik dan materi, tetapi banyak juga ditemukan pengemis yang masih muda
dan kuat. Mereka lebih memilih menjadi pengemis dibanding menjadi pekerja.
Penghasilan sebagai pengemis cukup besar bahkan jauh lebih besar dibandingkan
jika mereka bekerja sebagai buruh tani atau pekerjaan lainnya (Departemen Sosial,
2006).
Dari PMKS DEP-SOS RI tahun 2004, jumlah pengemis di Indonesia
mencapai angka 28.305 jiwa. Jumlah pengemis tidak dapat disebutkan secara pasti
karena setiap waktu mengalami peningkatan. Misalnya jumlah pengemis di kota
Bandung pada tahun 2000, sekitar 100 jiwa dan di tahun 2010 bertambah menjadi
459 jiwa (Antara JABAR, 2010). Dari Dinas Kesejahteraan Sosial kota Surakarta,
yaitu 300 orang tahun 2002, 300 orang tahun 2003, 400 orang tahun 2004 dan 505
orang tahun 2005 dan terus meningkat dari tahun ke tahun (Moh. Soeharsono,
Berita Jawa Pos, 2005).
Pada tahun 2005, Pemerintah Daerah Kota Badung sudah mengeluarkan
peraturan larangan beredarnya pengemis dan gelandangan di jalanan demi
ketertiban, kebersihan dan keindahan kota. Dalam Pasal 15 Perda K3 tersebut
disebutkan, pemerintah daerah melakukan penertiban terhadap tuna susila, anak
3
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pemulangan tuna wisma, pengemis, pengamen, tuna susila, dan orang telantar
dalam perjalanannya ke daerah asalnya. Dalam praktiknya, penertiban pengemis ini
baru mulai gencar dilakukan pada akhir tahun 2013.
Menurut hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap seorang
pengemis yang biasa bekerja di bawah jembatan Pasteur-Surapati, ia terpaksa
melakukan pekerjaan ini demi memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Rata-rata
penghasilannya Rp. 20.000,00 perhari, Pengemis tersebut berpendapat bahwa,
dirinya tidak memiliki keahlaian apapun untuk bekerja, sedangkan untuk memulai
usaha, ia tidak memiliki modal. Pengemis tersebut juga menyebutkan bahwa, ia
tinggal bersama dengan para pengemis lainnya dalam suatu kontrakan di daerah
Sukajadi, dan mereka hidup saling berbagi disana.
Berdasarkan penelitian sebuah lembaga survey di Jakarta, pendapatan bruto
mereka antara Rp. 50.000,- sampai dengan Rp. 100.000,- perhari (Jawaposonline,
2006). Dalam perkembangannya, banyak sekali pengemis yang ditemukan memiliki
penghasilan yang cukup besar. Ditulis oleh Hutajulu (dalam Okezone.com, 2013),
Dinas Sosial Jakarta Selatan pernah menemukan pengemis yang mengantongi uang
sejumlah Rp. 3.500.000,00 dari hasil mengemis selama 10 hari. Kasus ini adalah
satu dai banyak kasus pengemis dengan penghasilan yang cukup besar. Di
penampilan yang mereka tampakkan dalam mencari uang sungguh memperhatinkan
dan membuat orang lain iba sehingga orang-orang tersebut ingin mendermakan
uang mereka kepada pengemis. Padahal banyak pengemis yang sebetulnya hidup
makmur, namun ada juga yang hidup dalam kemiskinan.
Dalam penelitian Habibullah (2010) mengenai konsep diri pengemis di
PSBK kota Bekasi, sebanyak 57% pengemis memiliki konsep diri yang baik.
Konsep diri ini termasuk dalam beberapa aspek yaitu mempunyai penilaian baik
terhadap fisik diri sendiri, kondisi psikis, penilaian yang baik terhadap interaksi
sosial dengan individu lain dan lingkungannya, hubungan yang baik dengan Tuhan,
4
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
perasaan dan penilaian yang baik terhadap seorang individu sebagai anggota
keluarga. Dalam penelitian Koswara (2009), bagi mereka yang memiliki konsep diri
yang buruk, mereka memiliki perasaan-perasaan malu dan terhina atas pekerjaan
mereka sebagai pengemis yang dianggap sampah masyarakat dan penyandang
masalah sosial oleh masyarakat.
Perilaku prososial pada dasarnya ada pada setiap manusia, hal ini terjadi
karena naluri alamiah sebagai makhluk yang saling membutuhkan tidak akan dapat
dihilangkan dari diri manusia. Rasa ketergantungan seperti kebutuhan untuk dibantu
ketika musibah muncul secara spontan tanpa bisa dibendung (Baron dan Byrne,
2005). Menurut Limyati (dalam Suara Pembaharuan, 2007), keikutsertaan
seseorang dalam memberikan bantuan didasari oleh berbagai alasan. Secara sadar
ataupun tidak, selain demi kebaikan orang lain, seseorangpun memperoleh
keuntungan dari pertolongan yang diberikannya, juga mendapatkan kepuasan
tersendiri dalam dirinya. Perpaduan kepuasan dan pengorbanan yang dilakukan oleh
pemberi pertolongan ini terjadi baik pada tindakan yang relatif aman seperti
membantu orang menyebrang atau tindakan yang berbahaya sekalipun seperti
menolong orang asing yang tenggelam (Baron dan Byrne, 2005).
Menurut Papilaya (dalam Asia, 2008), saat ini dalam masyarakat umum,
perilaku prososial sudah jarang ditemui. Orang sudah tidak mau lagi berkorban
untuk meringankan beban orang lain. Misalnya, dalam bus yang sesak, seorang ibu
hamil yang tidak mendapatkan tempat duduk, dibiarkan saja berdiri
bedesak-desakkan dengan orang-orang yang berdiri. Menurut Hamidah (dalam Asia, 2008),
manusia cenderung egois dan berbuat sesuatu untuk mendapatkan suatu imbalan
(materi). Sikap ini menimbulkan ketidakpedulian terhadap lingkungan sosialnya.
Dampaknya terutama di kota-kota besar, orang menampakkan sikap materialistik,
acuh pada lingkungan sekitar dan cenderung mengabaikan norma-norma yang
5
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang melakukan, baik kaya ataupun miskin, asalkan orang tersebut memiliki
kepeduli pada lingkungan.
Menurut Staub (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2006). terdapat beberapa
faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial, seperti, self-gain yaitu harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu,
misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan. Faktor
selanjutnya adalah empati, seperti hubungan antara besarnya empati dengan
kecenderungan menolong. Hubungan antara empati dengan perilaku menolong
secara konsisten ditemukan pada semua kelompok umur. Ketika melihat suatu
kejadian yang membutuhkan pertolongan orang dihadapkan pada dilema menolong
atau tidak menolong. Salah satu hal yang menjadi pertimbangan untuk menolong
atau tidak menolong adalah biaya untuk menolong dibanding biaya tidak menolong.
Pertimbangan ini meliputi situasi saat terjadinya peristiwa, karakteristik
orang-orang yang ada di sekitar, karakteristik orang-orang yang akan ditolong, dan kedekatan
hubungan antar orang yang akan ditolong dengan penolong. Latar belakang
kepribadian juga menjadi faktor dalam perilaku prososial, misalnya individu yang
mempunyai orientasi sosial yang tinggi cenderung lebih mudah memberi
pertolongan, demikian juga orang yang memiliki tanggung jawab sosial tinggi
Menurut asusmsi penulis, pada fenomena pengemis ini, pekerjaan mereka
sebagai pengemis ini menuntut orang lain untuk berperilaku prososial. Dalam
keadaan yang lusuh, cacat, membawa bayi, dan tidak berdaya akan membangkitkan
empati orang lain. Dengan kondisi memprihatinkan seperti itu, orang lain akan
mempersepsikan kondisi mereka itu sebagai kondisi darurat, kemudian mereka akan
memberi pertolongan. Dari fenomena ini, maka timbul pertanyaan bagaimana
pengemis berperilaku prososial. Pemberian pertolongan secara terus-menerus
kepada pengemis, tentu akan mempengaruhi perilaku prososial pada pengemis.
Individu yang sering mendapatkan pertolongan, dan pertolongan tersebut dijadikan
6
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dalam berperilaku prososial. Mungkin mereka akan memiliki perilaku prososial
yang baik karena mereka beranggapan bahwa mereka selalu ditolong maka mereka
juga harus menolong atau mereka kurang memiliki perilaku prososial karena
menganggap dirinya juga dalam kondisi tidak berdaya yang perlu dibantu. Di sisi
lain, banyak dari mereka yang memiliki penghasilan yang cukup besar dari
pekerjaan mengemis dan memiliki konsep diri yang baik, yang seharusnya dapat
mencegah diri mereka untuk melakukan pekerjaan tersebut.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan apa yang telah dicantumkan dalam latar belakang masalah,
penelitian ini difokuskan pada perilaku prososial pengemis. Hal ini mencakup
bagaimana bentuk dan kesediaan mereka dalam membantu, menolong, serta
menyejahterakan orang lain, motif dan faktor-faktor yang mempengaruhi mereka
dalam berperilaku prososial
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini bertujuan untuk memfokuskan kajian,
sehingga mempermudah proses pengambilan data dan pelaporan hasil penelitian.
Penelitian ini berfokus pada perilaku prososial pada pengemis. Perilaku prososial
merupakan tindakan menolong orang lain tanpa menyediakan suatu keuntungan
bagi penolong bahkan akan melibatkan suatu resiko bagi penolong. Hal ini
mencakup bagaimana kesediaan mereka dalam membantu, menolong, dan
menyejahterakan orang lain dengan tulus, tanpa meminta imbalan meskipun
berresiko pada dirinya. Sebagai berikut pertanyaan penelitian:
1. Bagaimanakah gambaran perilaku prososial pada pengemis dilihat dari
kesediaan mereka dalam membantu, menolong, dan menyejahterakan orang
7
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perilaku prososial pada
pengemis?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui gambaran perilaku prososial pada pengemis dilihat dari
kesediaan mereka dalam membantu, menolong, dan menyejahterakan orang
lain.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial pada
pengemis.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat
yang bersifat praktis. Manfaat teoritis yang dapat diberikan oleh penelitian ini
adalah untuk memperkaya teori mengenai perilaku prososial, khusunya perilaku
prososial pada pengemis.
Sementara itu, manfaat praktis yang dapat diberikan oleh penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Membantu pihak pekerja sosial untuk memberi gambaran perilaku
prososial pengemis sebagai acuan dalam pemberdayaan pengemis.
2. Bagi masyarakat luas, memberi gambaran perilaku prososial pengemis
agar memacu mereka melakukan perilaku prososial dengan lebih baik
lagi.
3. Bagi responden, memberikan gambaran umum tetang perilaku prososial
dengan tujuan untuk meningkatkan konsep dirinya.
8
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Struktur organisasi skripsi dari Bab I sampai Bab V dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Bab I Pendahuluan, berisi mengenai uraian latar belakang mengapa
perilaku prososial pengemis di Kota Bandung menjadi topik dalam
penelitian ini. Selanjutnya dalam Bab ini dijelaskan fokus penelitian,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta struktur
organisasi skripsi.
2. Bab II Kajian Teori, berisi tentang konsep perilaku prososial dan
pengemis. Hal ini akan memberi pandangan awal pada pembaca
mengenai perilaku prososial dan pengemis yang akan dibahas di Bab
berikutnya.
3. Bab III Metode Penelitian, berisi mengenai metode yang akan dilakukan
dalam penelitian ini. Hal ini berupa penjelasan rinci mengenai desain
penelitian, definisi operasional, metode pemilihan subjek dan subjek
penelitian, teknik pengumpulan data, teknis analisis data dan pengujian
keabsahan data.
4. Bab IV Hasil Penelitian, berisi tentang pemaparan hasil dan pembahasan
mengenai perilaku prososial pada pengemis di Kota Bandung sebagai
sebuah temuan dari penelitian ini.
5. Bab V Kesimpulan dan Saran, berisi tentang uraian kesimpulan dari
hasil pembahasan dan saran bagi pihak-pihak yang berkaitan dalam
23
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan
kualitatif, dengan menggunakan metode penelitian deskriptif. Silalahi (2009),
menyebutkan bahwa dalam penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan
secara jelas dan cermat karakteristik-karakteristik dari suatu gejala atau
permasalahan dalam situasi sosial. Metode deskriptif berfokus pada pertanyaan
‘bagaimana’ yang berupaya memperoleh dan menyampaikan fakta-fakta yang jelas,
cermat dan lengkap. Temuan dalam penelitian dengan metode ini haruslah luas dan
mendalam. Maksud luas adalah karena penelitian deskriptif ini tidak hanya
membahas variabel-variabel yang diteliti namun juga hal-hal yang berkaitan dengan
masalah tersebut. Sedangkan menurut Whitney (1960), merupakan pencarian fakta
dengan interpretas yang tepat. Dalam metode ini, peneliti bisa membandingkan
fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan penelitian suatu studi komparasi.
Pada penelitian ini, peneliti bermaksud untuk mendeskripsikan tentang
bagaimana perilaku prososial pada pengemis. Misalnya bagaimana bentuk perilaku
prososial mereka, apakah mereka berprilaku prososial hanya pada kelompoknya saja atau
juga pada tatanan masyarakat yang lebih luas lagi. Setelah peneliti mendapat gambaran
bagaimana perilaku prososial pada pengemis, peneliti akan berfokus pada faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku pengemis tersebut. Apakah alasan mereka berprilaku
prososial baik pada sesama pengemis ataupun pada orang-orang yang bukan pengemis.
24
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dalam penelitian ini, perilaku prososial yang akan diteliti berfokus pada
bagaimana bentuk-bentuk tindakan menolong yang dilakukan pengemis dan motif
mereka dalam berperilaku tersebut. Bentuk-bentuk perilaku prosial yang dimaksud
ini adalah, apa saja jenis perilaku prososial yang muncul pada pengemis baik pada
orang dikenal ataupun pada orang yang tidak dikenal. Selain itu juga, apa motif
mereka berperilaku prososial. Lebih lanjutnya, peneliti akan melihat faktor-faktor
mereka dalam melakukan tindakan menolong tersebut.
C. Metode Pemilihan Subjek dan Subjek Penelitian
Populasi yang akan menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah
pengemis di kota Bandung, Jawa Barat. Dari Dinas Sosial (2011), polpulasi
pengemis di Kota Bandung adalah 900 jiwa. Sampel dalam penelitian ini akan
dipilih secara non probability sampling dengan teknik purposive sampling. Purposive samling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008). Maksudnya, sampel adalah orang yang
paling mengerti dan dianggap paling tahu tentang apa yang akan peneliti dapat
dengan mudah menjelajahi objek atau situasi sosial yang diteliti. Berdasarkan
kebutuhan peneliti, karakteristik pengemis yang akan diteliti adalah pengemis
dewasa awal (usia 21-40 tahun), yang merupakan pengemis berpengalaman, yang
artinya, pengemis ini sudah melakukan pekerjaan mengemis sejak lama dan sangat
dipengaruhi oleh masa lalu. Misalnya, orang tuanya dulu adalah pengemis,
kemudian saat ini pekerjaan tersebut turun ke anaknya. Karakter pengemis
selanjutnya adalah, komtemporer kontinyu terbuka yang maksudnya adalah orang yang memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan mengemis namun dalam jangka
waktu yang pendek (sementara), mengikuti kebutuhan mereka di masa kini.
Misalnya, pada pengemis-pengemis musiman ketika hari raya atau ketika seseorang
dalam kondisi keuangan sangat buruk lalu mereka mengemis, namun mereka
25
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
D. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian kualitatif instrumen data adalalah peneliti itu sendiri
(Sugiyono, 2008). Ada tiga macam metode pengumpulan dalam penelitian kualitatif
yaitu:
a. In depth interview (wawancara mendalam)
Menurut Bungin (2008), wawancara mendalam merupakan suatu cara
mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka
dengan informan dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap
mengenai topik yang akan digali.
b. Observasi
Menurut Bungin (2008), observasi merupakan kemampuan untuk
menggunakan pengamatan melalui hasil kerja indera. Hasil observasi
bisa berupa aktivitas, peristiwa, objek dan kondisi tertentu untuk
memperoleh gambaran dalam menjawab pertanyaan penelitian.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan dokumen tertulis yang isinya berupa
catatan harian dan rekaman penelitian atau program.
Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan metode wawancara dan
observasi. Pada wawancara, peneliti akan menggunakan pedoman wawancara yang
akan dibuat sebelum wawancara berlangsung. Dalam observasi, peneliti akan
melakukan observasi secara partisipan (peneliti mengikuti kegiatan subjek untuk
26
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
nonpartisipan (peneliti mengamati dari jauh dalam menggali informasi mengenai
subjek).
E. Teknik Analisis Data
Menurut Moleong (2007), teknik analisis data dilakukan melalu tiga tahap,
yaitu tahap reduksi data, display data (penyajian data) dan verifikasi. Reduksi data meliputi pemilihan, pengategorian, dan penyderhanaan data untuk memudahkan
keorganisasian data dalam keperluan analisis data dan penarikan kesimpulan.
Display data atau penyajian data merupakan pemaran data yang tersusun secara
sistematis yang memperlihatkan keratan alur data serta memperlihatkan apa yang
sebenarnya terjadi sehingga memudahkan peneliti untuk menarik kesimpulan atau
verifikasi. Verifikasi dilakukan sejak pengambilan data, dilakukan dengan mencatat
fenomena-fenomena yang menunjukkan keteraturan kondisi, kondisi yang berulang
serta pola yang dominan. Verifikasi ini akan tampak jelas dan tegas ketikan
melakukan pemeriksaan kembali pada catatan lapangan, studi pustaka serta diskusi
dengan teman sejawat.
Menurut Janice Mc. Drury (dalam Moleong, 2007), urutan analisa setelah
mendapat data:
a. Membaca/ mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan
yang ada dalam kata
b. Mempelajari kata-kata kunci tersebut dalam upaya menemukan
tema-tema yang berasal dari data
c. Menemukan model yang ditemukan
d. Koding yang telah dilakukan.
27
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Keabsahan data digunakan agar data yang diperoleh bisa
dipertanggungjawabkan dari segala segi. Dalam penelitian ini, uji keabsahan data
menggunakan cara pengujian credibility (kredibilitas), yaitu dengan perpanjangan pengamatan, peningkatkan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan
78
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran perilaku prososial terhadap
dua pengemis di Kota Bandung, menerangkan bahwa masing-masing pengemis
memiliki gambaran perilaku prososial dan memiliki faktor-faktor pengaruh yang
berbeda
Gambaran perilaku prososial diawali dengan motivasi. Pada subjek W,
motivasi perilaku prososial cenderung pada motivasi integrasi moral yang ditandai
dengan keinginan untuk menolong karena ada kewajiban lingkungan yang cukup
kuat. Sedangkan pada subjek T, motivasi perilaku prososial cenderung pada
hipokrisi moral, karena T ingin menunjukkan kesan baik, namun ingin juga tampak
bermoral di hadapan orang lain.
Kedua subjek menunjukkan gambaran bentuk perilaku prososial casual helping, substantial personal helping dan emotional helping, namun dengan bentuk pertolongan yang berbeda-beda. Misalnya, bentuk bantuan berupa tenaga, materi,
mendengar keluh-kesah orang lain, dan bantuan kecil lainnya yang bersifat spontan.
Dari kedua subjek juga ditemukan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku prosial mereka. Faktor-faktor ini berkaitan dengan kondisi lingkungan,
waktu, empati, dan norma-norma sosial yang berlaku di lingkungan mereka.
Dilihat dari perilaku prososial yang muncul pada masing-masing subjek,
79
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan subjek T. Hal ini ditinjau dari hasil obesevasi dan wawancara yang
dilakukan pada kedua subjek. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa, W lebih
sering menunjukkan perilaku menolong orang lain, baik dalam bentuk materi,
tenaga dan dukungan terhadap orang lain. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
subjek W memiliki intensitas perilaku sosial yang lebih tinggi dari subjek T.
B. Rekomendasi
Berikut ini adalah hal yang perlu direkomendasikan kepada pihak-pihak
tertentu berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap pengemis di kota
Bandung:
1. Kepada subjek, diharapkan mereka mendapatkan informasi penting bahwa
setiap manusia memiliki potensi untuk berbuat baik dan berguna bagi orang
lain. Perilaku prososial merupakan sebuah awal yang cukup bagus dalam
pertimbangan dan menyadarkan mereka untuk melepas pekerjaan mereka dan
memulai pekerjaan yang lebih baik dan berguna bagi orang lain.
2. Kepada masyarakat, diharapkan mendapat gambaran yang cukup luas mengenai
perilaku prososial pengemis. Hal ini bisa dijadikan sebagai acuan dalam
menyikapi pengemis yang masih berkeliaran di jalanan. Dua pengemis dalam
penelitian ini sebetulnya memiliki perilaku prososial yang baik. Seharusnya
mereka bisa melakukan banyak hal lain yang lebih baik dan berguna bagi bagi
dirinya dan orang lain.
3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengkaji lebih dalam lagi mengenai
perilaku prososial pada pengemis, sehingga mendapatkan informasi lebih
dalam, seperti aspek-aspek yang berkaitan dengan perilaku prososial yang
belum digali dalam penelitian ini. Penelitian selanjutnya juga diharapkan
memilih pengemis dengan karakter berbeda, misalnya pada pengemis
80
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
untuk memperoleh gambaran yang lebih luas mengenai perilaku prososial pada
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Antara Jateng, (2010). Pengemis Selama Ramadhan.[online]. Tersedia: http://www.antarajateng.com/detail/index.php?id=32926. 15 Mei 2011
Asia, Nur. (2008). Hubungan Antara Harga Diri dan Asertivitas dengan Perilaku Prososial Remaja. Malang: Universitas Muhammadiyah
Asih, Gusti Yuli dan Pratiwi, Margaretha MS. (2010). Perilaku Prososial Ditinjau dari Empati dan Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus: Kudus
Baron, R.A., Byrne, D. (2005), Psikologi Sosial jilid 2; Alih Bahasa, Ratna Djuwita dkk. Jakarta: PT Erlangga
Bina Desa. (1987). Bina Desa. Jakarta: LSM Bina Desa.
Bierhoff, H. W. (2002). Prosocial Behaviour. London: Psychology Press.
Dinas Sosial Kota Bandung. (2006). Pengertian dan Karakteristik Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial. Tersedia [online].
http://dissos.jabarprov.go.id/current.php?submenuheader=3&sel=listberita&xj= dinsos. 5 Mei 2011
Gunawan A. N .(2007). Hubungan Anatara Spritualitas dengan Perilaku Prososial pada Relawan Gempa Bumi. Skripsi tidak dipublikasikan. Yogyakarta: UII
Habibullah. (2010). Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol 15 No 2, Mei-Agustus 2010. http://kebijakansosial.wordpress.com
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Hutajuluh, Eka P. (2013). Menyoal Makmurnya Pengemis [online] tersedia: http://suar.okezone.com/read/2013/10/25/58/886704/menyoal-makmurnya-pengemis. 25 Oktober 2013
Indonesia, Republik. (1992). Peraturan Pemerintah NO. 31 Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis, dalam Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Tugas Rehabilitasi Sosial
Johan. (2007). Gambaran Upaya Penanganan Pengemis di Beberapa Wilayah Indonesia
Direktorat Rehabilitasi Sosial [online] tersedia:
http://rehsos.kemsos.go.id/module.php?name=News&file=article&sid=312. 12 Januari 2014
Kuswarno, Engkus. (2009). Fenomenologi (Konsepsi, Pedoman dan Contoh Penelitian). Bandung: Widya Padjadjaran
Lawang, Robbert MZ. (2004). Kapital Sosial dalam Perpektif Sosiologi. Jakarta: UI Press
Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Pidada, Sri Untari . 1993. Empati dan Reaksi Emosi Lainnya terhadap Distress yang Dialami Orang Lain: Suatu Studi Eksploratif pada Anak Laki-Laki dan Perempuan Usia 9-10 Tahun. Jurnal ISPSI No. 5 1993/1994: 40
Rizal, Khud. 2010. Fenomena Pengemis [online] tesedia:
http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/09/fenomena-pengemis/ htm. 4 April 2011
Sears, Feedman Peplau. (1999). Psikologi Sosial. Edisi Kelima. Jilid-2. Jakarta: Penerbit Erlangga
Tenthree Nissa Utami, 2014
Perilaku prososial pengemis: studi deskriptif pada pengemis di kota Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Soekanto, Soerjono (2006). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Suparlan, Parsudi. (2002). Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural. http://www.scripp.ohiou.edu/news/cmdd/artikel-ps.htm. 24 April 2011.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Taylor, Shelley E. Letita anne Peplau dan David O. Sears. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Kencana pernada Media group