• Tidak ada hasil yang ditemukan

PK Pascaputusan MK No.34/PUU-XI/2013 Dalam Hukum Acara Perdata.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PK Pascaputusan MK No.34/PUU-XI/2013 Dalam Hukum Acara Perdata."

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

viii ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 268 ayat (3) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Bunyi ketentuan Pasal 268 ayat (3) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tersebut menyebutkan bahwa “Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja”. Setelah diuji materil terhadap UUD 1945 di Mahkamah Konstitusi, maka ketentuan tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, artinya PK, boleh dilakukan lebih dari satu kali. Dalam

(2)

viii

Pengadilan Agama Pelaihari yang tidak menolak secara mutlak, artinya jika PK yang kedua kalinya didasarkan atas novum, dalam putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata, maka PK yang kedua kalinya dapat diterima.

Kata Kunci : Perkara Perdata, Ketua Pengadilan, PK,

Referensi

Dokumen terkait

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN BANTUAN HUKUM CUMA-CUMA BAGI PENCARI KEADILAN TIDAK MAMPU DALAM PERKARA PERDATA MELALUI POS BANTUAN HUKUM LBH- PK

Inisiatif mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya oleh pihak yang bersangkutan, dan apabila perkara diajukan kepada Hakim, maka Hakim tidak boleh menolak untuk

Surat bukti (novum) menurut hukum sebagai alasan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara perdata berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Juncto Undang-undang

“Terhadap PK yang diajukan untuk kedua kalinya dalam perkara perdata pada prinsipnya tidak dapat diterima, karena Pasal 66 ayat (1) Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 Jo Undang

Realisasi asas praduga tidak bersalah da- lam perkara perdata, dapat juga disimpulkan dari penerapan asas audi et alteram partem yang merupakan varian dari asas

Meskipun Mahkamah Konstitusi telah memutus demikian, pada praktik permohonan peninjauan kembali yang diajukan lebih dari sekali tidak dapat diterima oleh Mahkamah Agung

3 Sehingga dari hal tersebut terlihat sekali perbedaan keberadaan juru sita dalam hukum acara perdata terhadap hukum acara peradilan tata usaha negra,

Oleh karena itu apabila suatu perkara diajukan permohonan peninjauan kembali yang kedua dan seterusnya, maka Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dengan mengacu secara