• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBIASAAN NILAI- NILAI RELIGIUS TERHADAP PEMBINAAN CIVIC CULTURE SISWA DI SMP NEGERI 44 BANDUNG: Studi Deskriptif di SMP Negeri 44 Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBIASAAN NILAI- NILAI RELIGIUS TERHADAP PEMBINAAN CIVIC CULTURE SISWA DI SMP NEGERI 44 BANDUNG: Studi Deskriptif di SMP Negeri 44 Bandung."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBIASAAN NILAI- NILAI RELIGIUS TERHADAP PEMBINAAN

CIVIC CULTURE SISWA DI SMP NEGERI 44 BANDUNG

(Studi Deskriptif di SMP Negeri 44 Bandung)

Dwi Laras, NIM: 1102070 ABSTRAK

Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relative menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang berulang- ulang. Pembiasaan yang dilakukan dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah merupakan sebuah upaya yang dilakukan dalam membimbing sikap dan perilaku peserta didiknya yang berkarakter sesuai dengan nilai- nilai yang berlaku didalam masyarakat. Pembiasaan yang dilakukan terhadap anak secara berkala, akan menumbuhkan perilaku baik yang kemudian akan menjadi kebiasaan baik dan akhirnya berubah menjadi karakter. Pembentukan civic culture di sekolah merupakan bagian yang tidak terpisahkan oleh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Tetapi disekolah masih terpisah dan tidak terintegrasi secara utuh dalam pembiasaan pembentukan karakter. Pembinaan civic culture erat kaitannya dengan kebiasaan perilaku warga Negara Indonesia yang berkarakter. Yang memiliki ciri khas dan corak tersendiri dibandingkan dengan Negara lain. Oleh karena itu, untuk membentuk sikap serta karakter siswa yang sesuai dengan norma dan budaya yang berlaku dalam masyarakat, pentingnya menamankan pembiasaan baik terhadap siswa sejak usia dini. Salah satunya dengan program pembiasaan nilai- nilai religius yang diterapkan di SMP Negeri 44 Bandung untuk membina budaya kewarganegaraan (civic culture) siswa.. Pembiasaan yang diterapkan adalah empat kegiatan yaitu pembacaan asmaul husna dan sholawat, sholat dhuha bersama, sholat dzuhur berjamaah dan hafalan 4 ayat 4 surat. Pelaksanaan pembiasaan ini diterapkan setiap pagi disekolah dimulai pukul 06.45 saat sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Diikuti oleh seluruh warga sekolah, dimana seluruh siswa dan guru secara bersama-sama melakukan 4 kegiatan tersebut dilapangan, masjid dan koridor sekolah yang dipimpin oleh salah seorang guru atau siswa. Hasil penelitian menunjukkan pembiasaan nilai- nilai religius dalam pembinaan civic culture siswa yang diterapkan di sekolah mencapai keberhasilan. Dilihat dari perilaku dan karakter siswa yang lebih baik, religius, disiplin, tanggung jawab, mandiri, kreatif, toleransi, jujur, peduli sosial, peduli lingkungan, kreatif dan berprestasi. Program pembiasaan ini menjadi salah satu program unggulan disekolah dan membawa siswa kepada jalan yang benar. Program ini menunjukan peningkatan dan kemajuan setiap tahunnya dan mendapatkan apresisasi dari berbagai pihak karena berhasil dalam membimbing serta membina siswa menjadi individu yang lebih baik dan berkualitas.

Kata kunci:

(2)

PEMBIASAAN NILAI- NILAI RELIGIUS TERHADAP PEMBINAAN

CIVIC CULTURE SISWA DI SMP NEGERI 44 BANDUNG

(Studi Deskriptif di SMP Negeri 44 Bandung)

Dwi Laras, NIM: 1102070 ABSTRACT

Habituate is a process to form attitude and behaviour relative permanent and automatic true repeating learning process. Habituate conducted in civic education learning at the school as an effort conducted to lead attitude and behavior to student character. Appropriate with values valid in the citizen. Habituate connected toward student with scale, with appear good behavior and then will be good habbit and at the end catch to be character. Form of civic culture of the school is a part not separate by civic education learning. But at the school, still separate and disintergration as a whole in habituate form character. Leading civic culture correlation with habbit citizenship behavior in Indonesia who had character and have stereotype with different character comparing with another country. Therefore to form attitude and character of student who appropriate with norm and culture in citizen, very important to make a good citizen toward student since child. One of them is habituate values of religious program who had implementation at SMP Negeri 44 Bandung to lead student civic culture. Implementation of habituate are reading of Asmaul Husna and Sholawat, together to pray Dhuha, together to pray Dzuhur and memories four ayat four surah. Implementation of habituate conducted every morning at the school start 06.45 WIB before learning begin. Following all the people of the school, whereas all the student and teacher as together doing four activities at the field, mosque, and in front of class. Who reading by one of teacher of the student. Result of the research showed habituate religious values in leading student civic culture who conducted of the school got success. It can be seen from student behavior and character is better religious, discipline, responsibility, stand alone, creative, tolerance, honest, social careness, environmental careness, and achievement. This habituate program become on of excellent program at the school and bring student to the right way. This program should increasing and developing every year and got appreciate from many people because succeed to lead student to be better and quality person.

(3)
(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

PERNYATAAN... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN………. xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Kegunaan Penulisan ... 12

E. Penjelasan Istilah ... 13

F. Sistematika Penulisan ………. 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 19

A. Tinjauan Mengenai Pembiasaan ... 19

1. Pengertian Pembiasaan ... 19

2. Karakteristik Pembiasaan ... 21

3. Proses Pembiasaan ………... 22

B. Tinjauan mengenai Nilai Religius ... 23

1. Pengertian Religius ... 23

C. Tinjauan mengenai Civic Culture ... 26

1. Pengertian Civic Culture ... 26

2. Ciri- Ciri Civic Culture ... 27

3. Proses Pembelajaran ... 28

D. Tinjauan mengenai Civic Culture sebagai pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ……… 34

1. Pengertian pendidikan kewarganegaraan………….……. 34

2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan………..…. 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 39

1. Pendekatan Penelitian ... 39

2. Metode Penelitian ... 41

B. Teknik Pengumpulan Data ... 41

1. Observasi ... 42

2. Wawancara ... 43

3. Studi Literatur ... 43

4. Studi Dokumentasi ……….. 44

C. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 44

(5)

2. Subjek Penelitian ... 44

D. Tahap Penelitian ... 46

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 46

2. Tahap Pelaksanaan ... 47

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 47

1. Reduksi Data ... 47

2. Penyajian Data ... 48

3. Penarikan Kesimpulan ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian ... 49

1. Profil SMP Negeri 44 Bandung ... 40

2. Visi, Misi, dan Strategi Sekolah ... 50

a. Visi ... 50

b. Misi ... 50

3. Sejarah SMP Negeri 44 Bandung ... 51

4. Sarana dan Prasarana SMP Negeri 44 Bandung ... 52

5. Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan ... 54

6. Data Siswa SMP Negeri 44 Bandung ... 55

7. Struktur Organisasi ... 57

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 58

1. Program Pembiasaan nilai- nilai Religius di SMP Negeri 44 Bandung ... 58

2. Pelaksanaan Program Pembiasaan nilai- nilai Religius Terhadap Pembinaan Civic Culture di SMP Negeri 44 Bandung ... 61

3. Bentuk keberhasilan Program Pembiasaan nilai- nilai Religius Terhadap Pembinaan Civic Culture di SMP Negeri 44 Bandung ... 66

C. Matriks Hasil Penelitian ... 67

D. Analisis dan Pembahasan Hasil Penelitian………. 93

1. Penerapan Program Pembiasaan nilai- nilai Religius di SMP Negeri 44 Bandung……….. 93

2. Pelaksanaan Program Pembiasaan nilai- nilai Religius Terhadap Pembinaan Civic Culture di SMP Negeri 44 Bandung……….. .. 98

3. Bentuk keberhasilan Program Pembiasaan nilai- nilai Religius Terhadap Pembinaan Civic Culture di SMP Negeri 44 Bandung……….. 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

A. Keimpulan ... 108

B. Saran ... 109

1. Bagi Sekolah ... 109

2. Bagi Guru ... 110

3. Bagi Guru PKn ……… 110

(6)

5. Bagi Orang Tua ... 110

6. Bagi Departemen Pendidikan Kewarganegaraan ... 111

7. Bagi Sekolah Lain ………... 111

8. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 111

(7)

DAFTAR TABEL

A. Sarana dan Prasarana SMP Negeri 44 Bandung

4.1Data ruang belajar (kelas)……….. 53

4.2Data Ruang Belajar Lainnya ……….………. 54

4.3Data Ruang Kantor…….……… 54

4.4Data Ruang Penunjang……….……….. 54

B. Data Tenaga Pendidik dan Kependidikan SMP Negeri 44 Bandung 4.5Data Tenaga Pendidik dan Kependidikan SMP Negeri 44 Bandung……… 55

(8)

DAFTAR BAGAN

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini permasalahan yang timbul dari kalangan remaja semakin marak

terjadi. Banyak persoalan-persoalan yang ditimbulkan dari perilaku yang sudah jauh

melenceng dari nilai dan moral peserta didik. Menurut Cohen ( dalam Willis, 2008, hlm. 5) “perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang melanggar atau bertentangan, atau menyimpang dari aturan-aturan normatif dari

pengertian-pengertian normatif ataupun dari harapan-harapan lingkungan sosial yang

bersangkutan”.

Dengan melihat kondisi generasi bangsa yang saat ini bisa dikatakansudah jauh

melenceng dari nilia-nilai agama dan nilai-nilai moral, pentingnya pembiasaan-

pembiasaan baik dan penanaman nilai-nilai agama dan moral di lingkungan sekolah

dalam membentuk siswa berkarakter mulia. Seperti tercantum dalam sila pertama dalam Pancasila, “Ketuhanan yang Maha Esa” bahwasannya Ketuhanan memiliki posisi tertinggi dalam seseorang berperilaku dilingkungan masyarakat. Kualitas

warga Negara yang baik adalah yang memiliki perilaku yang baik, yang dapat

dijadikan teladan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, menjalankan

demokratis yang baik dan Pancasilais.

Pembinaan peran generasi muda sangatlah diperlukan untuk masa depan, karena

masa depan adalah lanjutan masa sekarang yang dijalani oleh para generasi muda

untuk perubahan kearah yang lebih baik dengan berpedoman pada tujuan nasional

Indonesia yang terkandung dalam pembukaan UUD NRI Tahun 1945 alinea 4, yaitu

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut

(10)

dan keadilan sosial. Pentingnya pembinaan nilai- nilai budaya kewarganegaraan

kepada generasi muda dilakukan untuk memberikan arahan dalam menentukan dan

membentuk sikap yang lebih baik.

Budaya kewarganegaraan (civic culture) memberikan kontribusi dalam

pengembangan sikap maupun perilaku masyarakat dalam menentukan suatu

keputusan. Hal ini disebabkan agar segala keputusan yang diambil tidak menjadi

suatu kesalahan langkah dalam bertindak. Nilai- nilai budaya kewarganegaraan (civic

culture) yang diterapkan dalam kehidupan sehari- hari bersinergi dengan ideologi

kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila. Dapat dipahami bahwa nilai- nilai yang

terkandung dalam Pancasila telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat

Indonesia. Dengan begitu, kepribadian masyarakat Indonesia telah terdapat di dalam

jiwa Pancasila. Harus sesuai dengan nilai- nilai yang dijabarkan didalamnya dan

mengamalkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak hanya sebagai

pedoman bagi Negara Indonesia akan tetapi dapat menjadi jiwa dalam setiap

individu masyarakat Indonesia.

Budaya kewarganegaraan (civic culture) merupakan suatu pembentukan identitas

warganegara dengan melakukan pengembangan sikap dan perilaku. Pengembangan

tersebut dapat dilakukan masyarakat dengan turut berpartisipasi secara aktif di dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu suatu pembentukan identitas setiap

warganegara harus dilakukan dengan berbagai upaya seperti pembinaan dan

pembiasaan- pembiasaan untuk menghasilkan pribadi anak bangsa yang berkarakter

baik.

Nilai- nilai budaya kewarganegaraan (civic culture) yang diterapkan dalam

kehidupan sehari- hari bersinergi dengan ideologi kebangsaan Indonesia yaitu

Pancasila. Dapat dipahami bahwa nilai- nilai yang terkandung dalam Pnacasila telah

disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia. Dengan begitu

(11)

itu, segala tindakan yang kita lakukan berpedoman dengan nilai- nilai yang

terkandung tersebut.

Budimansyah dan Suryadi (2008, hlm. 186) mengungkapkan pengertian budaya

kewarganegaraan (civic culture) sebagai berikut:

Civic culture adalah sikap dan tindakan yang terlembagakan yang dibangun atas dasar nilai- nilai yang menekankan pentingnya hak partisipasi warga Negara untuk mengambil keputusan- keputusan yang berkaitan dengan berbagai aspek kepentingan publik.

Pembinaan civic culture memberikan kontribusi dalam pembentukan identitas

warga Negara. Adapun tujuan pembinaan tersebut ialah membentuk warga Negara

yang berkarakter sesuai dengan nilai- nilai Pancasila. Selain itu civic culture juga

dapat mengembangkan peran serta masyarakat secara aktif disegala bidang, baik

bidang sosial dalam bergaul dilingkungan masyarakat sebagai individu yang selalu

berhubungan dengan individu lain, ekonomi, politik, budaya dan lainnya, sehingga

mampu memunculkan sikap warga Negara yang cerdas dan bertanggung jawab dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pentingnya pembinaan budaya kewarganegaraan (civic culture) kepada peserta

didik dengan berbagai pembinaan dan pembiasaan untuk menumbuhkan sikap dan

perilaku yang sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara untuk menciptakan generasi penerus yang baik dan

memiliki karakter yang sesuai dengan yang berlaku dalam masyarakat Indonesia.

Hartomo dan Azis (1999, hlm. 127) menguraikan beberapa arahan pembinaan

dan pengembangan generasi muda ditujukan pada pengembangan yang memiliki

keselarasan dan keutuhan antara ketiga sumbu orientasi hidup, yakni:

(12)

Maha Esa, yang bertakwa kepada-Nya dalam segala aspek kehidupan, berbudi pekerti luhur dan bermoral Pancasila.

2) Orientasi kedalam terhadap dirinya sendiri. Pengembangan sebagai insane biologis, insane intelek serta insane kerja guna mengembangkan bakat- bakat dan kemampuan jasmaniah dan rohaniah agar dapat memberikan prestasi yang maksimal dengan mengembangkan faktor- faktor kemampuan dalam dirinya.

3) Orientasi keluar terhadap lingkungan (budaya, sosial dan moral) dan masa depannya. Sumbu orientasi keluar dibagi atas (a). pengembangan sebagai insane sosial budaya, (b). pengembangan sebagai insane sosial politik dan sebagai insane patriot, (c). pengembangan sebagai insane sosial ekonomi, (d). pengembangan pemuda terhadap masa depannya, kepekaan terhadap masa depannya yang menumbuhkan kemampuan untuk mawas diri, kreatif, kritis serta menumbuhkan kesadaran bagi kesinambungan nilai- nilai luhur bangsa dan Negara.

Berdasarkan pendapat diatas, bahwa arah pembinaan civic culture dapat

ditujukan bagi generasi penerus bangsa yaitu generasi muda, dimana arahan

pembinaan berorientasi pada kehidupan, baik berorientasi kepada Tuhan Yang Maha

Esa, orientasi pada dirinya serta pada orang lain yang berada disekitarnya. Arahan

pembinaan semata- mata dilakukan untuk membimbing dan mengarahkan peserta

didik untuk berperilaku yang sesuai dengan moral dan Pancasila, patuh dan tunduk

terhadap Penciptanya serta menjalani segala hak dan kewajiban yang harus

ditunaikan olehnya sebagai makhluk ciptaan- Nya dan individu yang berdiam dalam

suatu lingkungan yang berinteraksi dengan individu lain,dan memiliki sikap dan

karakter yang mencerminkan sebagai warga Negara yang baik.

Dalam prakteknya, Remaja usia 13 sampai dengan 18 tahun memiliki perilaku

yang rentan terlibat atau terpengaruh oleh hal- hal negatif dalam lingkungan mereka

bergaul, karena di usia itu umumnya remaja- remaja cenderung ingin tahu dan

mencoba- coba hal baru yang baru mereka temui, dan dalam prakteknya tidak jarang

yang menyimpang dalam bergaul dengan lingkungan sekitarnya. Fenomena rill

contohnya seperti tawuran antara pelajar, pornografi dan pornoaksi yang diperankan

oleh para pelajar, penyalahgunaan narkoba, dan penyalahgunaan media yang semakin

(13)

Soekanto (2012, hlm. 165) mengatakan bahwa:

Seorang anak dalam perkembangannya dipengaruhi baik oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam diri sendiri(intern),maupun faktor-faktor yang berasal dari lingkungan luar diri pribadinya(ekstern). Diri pribadi manusia umumnya terdiri dari tiga aspek yaitu, rasionya atau aspek kognitif, emosinya atau aspek afektif, dan yang ketiga merupakan hasil penyerasian antara aspek afektif atau yang disebut aspek konatif atau kehendak manusia.

Perilaku menyimpang yang melanda kalangan siswa atau pelajar umumnya

dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya ialah dalam pergaulan di lingkungan

masyarakat. Perilaku menyimpang siswa pada dasarnya lahir dari ekspresi sikap

kenakalan yang muncul dari lingkungan pergaulannya. Secara fonomenologis gejala

kenakalan timbul dalam masa pubertas, di mana jiwa dalam keadaan labil, sehingga

mudah terseret oleh lingkungan. Seseorang anak tidak tiba-tiba menjadi nakal, tetapi

menjadi nakal karena beberapa saat setelah dibentuk oleh lingkungan yang terdiri dari

keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Selain permasalahan yang timbul dari diri pribadi remaja, banyak hal- hal

penyebab lainnya yang menjadikan remaja berprilaku menyimpang.Salah satunya

yaitu lingkungan keluarga dan sekolah.Keluarga merupakan langkah awal dalam

perkembangan dan pertumbuhan kepribadian anak, dimana anak tumbuh dan

berkembang dari lingkungan terdekat mereka yaitu keluarga. Apabila keluarga

memiliki kemampuan baik dalam membentuk perilaku anaknya, jelas anak akan

tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang baik pula.

Pentingnya pembinaan civic culture dengan pembiasaan- pembiasaan baik yang

dilakukan siswa sejak usia dini agar siswa tidak salah langkah dalam bergaul dan saat

terjun dalam lingkungan masyarakat.

Menurut Ali Syamsudin dalam bukunya Mengukir Sifat Kepribadian Muslim

(2009, hlm. 74), Pendidikan karakter merupakan “Sebuah usaha untuk mendidik

(14)

dalam kehidupan sehari- hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya”.

Adapun tujuan pendidikan karakter menurut Dharma Kusuma dkk (2011, hlm.

43) ialah:

1. Menguatkan dan mengembangkan nilai- nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/ kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai- nilai yang dikembangkan;

2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai- nilai yang dikembangkan oleh sekolah;

3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.

Kemampuan yang harus dikembangkan pada peserta didik melalui

persekolahan adalah berbagai kemampuan yang akan menjadikan manusia sebagai

makhluk yang berketuhanan (tunduk patuh pada konsep ketuhanan) dan mengemban

amanah sebagai pemimpin didunia. Kemampuan yang perlu dikembangkan pada

peserta didik adalah kemampuan mengabdi kepada Tuhan yang menciptakannya,

kemampuan untuk menjadi dirinya sendiri, kemampuan untuk hidup secara harmoni

dengan manusia dan makhluk lainnya dan kemampuan untuk menjadikan dunia ini

sebagai wahana kemakmuran dan kesejahteraan bersama.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa “anak sejak lahir telah membawa fitrah

keagamaan. Fitrah itu baru berfungsi di kemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap kematangan”. (Jalaludin, 1996, hlm. 65).

Komaruddin Hidayat (Mansyur, 2011, hlm. 73) mengatakan bahwa

Hakikat spiritual anak tercermin dalam sikap spontan, imajinasi, dan kreativitas yang tak terbatas dan semua itu dilakukan dengan terbuka serta ceria.Spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai- nilai agama, dan moral.Spiritual memberi arah dan arti pada kehidupan.Caranya dengan melalui pembiasaan perkataan, tindakan dan perhatian, dan lain sebagainya.

Pembinaan civic culture yang sangat penting diberikan pada anak untuk

menumbuhkan sikap dan moral serta karakter yang baik ialah pemberian pendidikan

(15)

dilahirkan kecuali dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanya lah yang

menjadikannya yahudi, nashrani dan majusi". (H.R. Imam Muslim).

Implementasi dalam Islam, tersimpul dalam karakter pribadi Rasulullah SAW.

Dalam pribadi Rasul, tersemai nilai-nilai akhlak yang mulia dan agung. Al-qur’an

dalam surat Al-ahzab ayat 21 mengatakan:

Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

Dan diantara ayat Al-qur’an yang menjadi dasar sikap baik seseorang adalah

surat Luqman ayat 17-18 sebagai berikut yang artinya:

Artinya: “Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”.

Anak akan senantiasa mengikuti perilaku yang diperintahkan atau

dicerminkan dari gurunya, untuk itu dalam memberikan pembelajaran di sekolah,

guru perlu memperhatikan cara mereka mengajar dan memperhatikan perilaku-

perilaku anak didiknya. Guruyang mempunyai prilaku yang baik akan senantiasa

memberikan suritauladan yang baik kepada peserta didiknya, mendidik dengan

panggilan hati, berintegritas menjalankan profesi, tidak jemu mengasah kompetensi,

dan tulus mengabdikan diri untuk mengeluarkan peserta didik dari jerat kebodohan

sebagaimana ketulusan pengabdian menghamba kepada Tuhannya.

Pentingnya pembinaan civic culture dengan pembiasaan menanamkan nilai-

nilai dan norma- norma dalam lingkungan sekolah agar menciptakan perilaku anak

yang baik yang akan senantiasa melahirkan karakter anak yang baik pula dan

menjunjung tinggi nilai- nilai agama dalam menjalankan kehidupannya. Menjadi

(16)

yang mampu menjadi individu yang berkualitas yang sesuai dengan nilai- nilai yang

berlaku di masyarakat.

Pondasi penopang tangguhnya perilaku manusia yang pertama ialah dimensi

religiusitas. Agama merupakan ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan

(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang

berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Sejalan dengan itu tercermin pula dalam sila pertama dalam Pancasila yaitu

Ketuhanan Yang Maha Esa, dari sila pertama dari Pancasila tersebut tercermin,

bahwa sikap ketuhanan atau berkarakter religius dan berakhlak mulia merupakan hal

wajib yang harus dimiliki masyarakat Indonesia dalam menjalankan kehidupan

berbangsa dan bernegara, dengan memiliki akhlak mulia dan berkarakter akan

senantiasa memberikan pengaruh baik pada perilaku- perilaku lainnya yang akan

dijalani. Perilaku- perilaku baik lainnya akan tumbuh dan terwujud apabila individu

memiliki rasa kecintaan pada Tuhan yang telah menciptakannya. Selain itu, prinsip

kehidupan yang didapatkan dari Pancasila adalah adil, kesadaran akan ketuhanan,

memiliki integritas, kebijaksanaan, dan mentalitas berkelimpahan yang penuh

keberadaban.

Menurut Sisdiknas No 20 Tahun 2003 Pasal 3 menyebutkan bahwa

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab"

Maka kita dapat memahami bahwa tujuan utama pendidikan adalah

membentuk insan yang beriman dan berakhlak mulia.

Seperti yang terkandung dalam Surat al-A’raf (7) ayat 172:

(17)

agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani

Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”

Dengan menyadari kehadiran Tuhan pada dirinya, setiap muslim selalu

berusaha sesuai dengan kemampuannya untuk mewujudkan kehendak yang

diperintahkan Tuhan seraya menjauhi perbuatan-perbuatan yang disinyalir akan

mengundang murka-Nya.

Untuk itu pentingnya menanamkan pembinaan civic culture dengan

pembiasaan- pembiasaan baik dalam membentuk prilaku siswa dan pembinaan

berakhlak mulia pada siswa yang diberikan sekolah dengan penanaman nilai- nilai

religius pada siswa, tersedianya sekolah yang baik sangat dibutuhkan.

Peran pendidikan dalam mencegah terjadinya perilaku menyimpang di

kalangan siswa adalah dengan dilaksanakannya program pembinaan siswa yang

dirancang oleh sekolah tanpa mengabaikan kegiatan belajar mengajar, ini dapat

berarti bahwa program pembinaan siswa dan kegiatan belajar mengajar dapat berjalan

seiringan. Program pembinaan siswa di sekolah dapat berupa extrakulikuler atau

program keahlian lainnya tentunya sesuai minat dan bakat siswa.

Menurut Willis (2008, hlm.142) upaya pembinaan remaja dimaksudkan ialah:

1. Pembinaan terhadap remaja yang tidak melakukan kenakalan, dilaksanakan di rumah, sekolah, dan masyarakat. Pembinaan seperti ini telah di ungkapkan pada upaya preventif yaitu upaya menjaga jangan terjadi kenakalan remaja. 2. Pembinaan terhadap remaja yang telah mengalami tingkah laku kenakalan

atau yang telah menjalani sesuatu hukuman karena kenakalannya. Hal ini perlu dibina agar supaya mereka tidak mengulangi lagi kenakalannya. Dalam hal ini pembinaan dapat diarahkan dalam beberapa aspek :

a. Pembinaan mental dan kepribadian beragama.

b. Pembinaan mental ideologi negara yakni pancasila, agar menjadi warga negara yang baik.

c. Pembinaan kepribadian yang wajar untuk mencapai pribadi yang stabil dan sehat.

(18)

Pembinaan civic culture dengan pembiasaan nilai- nilai religius yang

diterapkan dalam lingkungan sekolah terhadap siswa untuk membentuk perilaku

siswa kearah yang lebih baik merupakan salah satu upaya yang dilakukan sekolah

untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki perilaku yang sesuai dengan nilai-

nilai dan norma- norma yang berlaku di masyarakat dan Negara, mampu membentuk

siswa menjadi pribadi yang berkarakter lebih baik dan bertanggung jawab terhadap

dirinya dan orang- orang disekitarnya. Mampu menjadi warga Negara yang memiliki

sikap dan perilaku yang sesuai dengan aturan yang berlaku dalam negaranya. Menjadi

contoh yang baik dan generasi penerus bangsa yang memberikan nama baik untuk

negaranya serta menjadi warga Negara yang baik (to be good citizenship) dengan

melakukan suatu tindakan/ kegiatan yang bermanfaat dan berdaya guna bagi Negara

Indonesia.

Dengan diterapkannya pembinaan civic culture dengan pembiasaan nilai- nilai

religius siswa yang diberlakukan oleh SMP Negeri 44 Bandung seharusnya

memberikan banyak nilai- nilai yang didapatkan oleh siswa- siswanya, antara lain

menumbuhkan karakter religius dan barakhlak mulia sebagai makhluk ciptaan Tuhan,

senantiasa tunduk dan patuh terhadap apa yang diperintahkanNya, senantiasa

berprilaku baik, jujur, disiplin dan bertanggung jawab terhadap hak dan kewajiban

yang seharusnya dijalani sebagai makhluk Tuhan, menunjukan perilaku yang baik

dalam lingkungan masyarakat, berbangsa dan bernegara, bermoral dan menjadi

contoh bagi teman- teman dan lingkungannya, menjadi warga Negara yang memiliki

sikap yang sesuai dengan kebiasaan dan aturan yang berlaku dalam lingkungannya.

PEMBIASAAN NILAI- NILAI RELIGIUS TERHADAP PEMBINAAN CIVIC

CULTURE SISWA DI SMP NEGERI 44 BANDUNG ( Studi Deskriptif di SMP

(19)

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, penulis dapat

mengidentifikasi masalah umum yang akan diungkap dalam penelitian ini yaitu

Bagaimana Pembiasaan Nilai-Nilai Religius Terhadap Pembinaan Civic Culture

Siswa di SMP Negeri 44 Bandung?

2. Rumusan Masalah

Untuk mempermudah penulis dalam melakukan penelitian ini, maka masalah

umum tersebut dijabarkan sebagai masalah khusus yang menjadi rumusan

masalah penelitian ini, yaitu:

a. Bagaimana program penerapan pembiasaan nilai-nilai religius di SMP Negeri

44 Bandung?

b. Bagaimanakah pelaksanaan program pembiasaan nilai-nilai religius terhadap

pembinaan civic culture siswa?

c. Bagaimanakah bentuk keberhasilan program pembiasaan nilai-nilai religius

terhadap pembinaan civic culture siswa?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembiasaan nilai-nilai

religius terhadap civic culture siswa di SMP Negeri 44 Bandung

2. Tujuan Khusus

Selain tujuan umum, penelitian ini pula memiliki tujuan khusus yakni untuk:

a. Untuk melihat dan mengetahui penerapan pembiasaan nilai-nilai religius

siswa di SMP Negeri 44 Bandung

b. Untuk melihat dan mengetahui pelaksanaan pembiasaan nilai-nilai religius

(20)

c. Untuk melihat dan mengetahui bentuk keberhasilan pembiasaan nilai-nilai

religius terhadap civic culture siswa

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berkaitan dengan upaya untuk memperoleh informasi dan data

mengenai pembiasaan nilai- nilai religius terhadap pembinaan civic culture siswa di

SMP Negeri 44 Bandung. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dapat diperoleh

kegunaan sebagai berikut:

1. SegiTeoritis

Melalui penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan sesuatu yang berguna

dalam tataran teoritis bagi pelaksanaan dan pengembangan keilmuan tentang

karakter religus bagi siswa- siswa di sekolah menengah. Secara keilmuan diharapkan

agar memberikan pengetahuan dan pengalaman kepada siswa mengenai pentingnya

mengedepankan pendidikan spiritual dan mengamalkannya dalam menjalankan

kehidupan sehari- hari dalam lingkungan masyarakat, memiliki nilai- nilai dan

norma-norma yang berlaku di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, agar

menghindarkan diri dari hal- hal negatif yang tidak diinginkan. Selain itu dapat

membentuk karakter siswa yang religius dan bermoral baik terhadap dirinya sendiri

maupun lingkungan sekitarnya.

2. SegiPraktis

Secara praktis penelitian ini berguna untuk:

a. Diketahuinya penerapan pembiasaan nilai-nilai religius siswa di SMP Negeri 44

Bandung

b. Diketahuinya pelaksanaan pembiasaan nilai-nilai religius terhadap pembinaan

civic culture siswa

c. Diketahuinya bentuk keberhasilan pembiasaan nilai-nilai religius terhadap

(21)

3. Segi Isu

Secara isu penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana

penerapan nilai-nilai religius terhadap pembinaan civic culture siswa di SMP Negeri

44 Bandung.

E. Penjelasan Istilah

Untuk menghindari kekeliruan dalam mengartikan istilah-istilah yang peneliti

gunakan dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi pengertian dari setiap istilah

tersebut sebagai berikut:

1. Pengertian Pembiasaan

Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relative

menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran yang berulang- ulang.

Model pembiasaan yang diterapkan diberbagai sekolah mempunyai tujuan yang

hendak dicapai dalam pembentukan karakter/ watak siswa, sebagaimana yang

dijelaskan oleh Budimansyah (2010, hlm. 63):

Habituasi adalah proses penciptaan aneka situasi dan kondisi (persistentlife situation) yang berisi aneka penguatan ( reinforcement) yang memungkinkan peserta didik pada satuan pendidikannya, dirumahnya, di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berprilaku sesuai dengan nilai dan menjadikan perangkat nilai yang telah diiternalisasi dan dipersonalisasi melalui proses olah hati, olah pikir, olah raga dan olah rasa dan karsa itu sebagai karakter atau watak.

Sedangkan Naping (dalam Dahliyana, 2009, hlm. 30) menjelaskan bahwa

(22)

Penjelasan diatas memberikan kesimpulan bahwa pembiasaan atau habituasi

bertujuan untuk menumbuh kembangkan karakter atau watak seseorang agar

dapat berprilaku sesuai dengan yang ingin dicapai.

Bourdy (dalam Dahliyana, 2009, hlm. 32) menyebutkan bahwa

Habituasi adalah struktur struktur kognitif yang memperantai individu dan realita sosial. Habitus merupakan subjektif yang terbentuk dari pengalaman individu berhubungan dengan individu lain dalam jaringan struktur objektif yang ada dalam ruang sosial. Secara muda habitus diindikasikan oleh skema- skema yang merupakan perwakilan konseptual dari benda- benda dalam realita sosial. Skema itu diungkapkan dalam wujud istilah penanaman. Skema itu berhubungan sedemikian rupa membentuk struktur kognitif yang memberi kerangka tindakan kepada individu dalam kehidupan kesehariannya bersama orang lain. Habitus merupakan hasil pembelajaran lewat pengalaman, aktivitas bermain, dan juga pendidikan masyarakat dalam arti luas.

Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (dalam Dahliyana, 2009,

hlm. 32) menyebutkan bahwa “Habituasi sebagai pembiasaan yang artinya

merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relatif menetap dan

bersifat otomatis melalui pembelajaran yang berulang- ulang”.

2. Pengertian Civic Culture

Civic culture merupakan budaya yang ada di masyarakat dan harus

dikembangkan terus oleh masyarakat karena civic culture merupakan budaya

yang mampu membentuk identitas pribadi masyarakat. Identitas pribadi

masyarakat yang bersumber dari civic culture tersebut dikembangkan melalui

pendidikan kewarganegaraan dalam berbagai bentuk dan latar. Elemen civic

cultur yang paling central dan perlu dikembangkan adalah civic virtue.

Berkenaan dengan civic virtue menurut Quigley, dkk (dalam Budimansyah

dan Winataputra, 2012, hlm. 234) adalah “kemauan dari warganegara untuk menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi”.

(23)

dan komitmen yang diperlukan untuk memelihara dan memajukan kewarganegaraan dan pemerintahan yang demokratis”.

Civic virtue sebagai bagian dari civic culture yang tidak dapat dilepaskan atau

dipisahkan. Seperti halnya dengan civic disposition dan civic commitments. Yang

memiliki arti menurut Quigley, dkk (dalam Budimansyah dan Winataputra, 2012,

hlm. 235) mengungkapkan bahwa:

Secara konseptual civic dispositions meliputi sejumlah karakteristik kepribadian, yakni civility atau keadaban ( hormat pada orang lain dan partisipasi dalam kehidupan masyarakat), individual responsibility atau tanggung jawab individual, self- discipline atau disiplin diri, civic mindedness atau kepekaan terhadap masalah kewargaan, open- mindedness ( terbuka, skeptic, mengenal ambiguitas), compromise ( prinsip konflik dan batas- batas kompromi), toleration of diversity atau toleransi atas keberagaman, patience dan persistence atau kesabaran dan ketaatan, compassion atau keterharuan, generosity atau kemurahan hati, and loyality to the nation and its principle atau kesetiaan pada bangsa dan segala aturan.

Budimansyah dan Suryadi (2008,hlm. 186) mengungkapkan pengertian

budaya kewarganegaraan (civic culture) sebagai berikut

Civic culture adalah sikap dan tindakan yang terlembagakan yang dibangun atas dasar nilai- nilai yang menekankan pentingnya hak partisipasi warga Negara untuk mengambil keputusan- keputusan yang berkaitan dengan berbagai aspek kepentingan publik.

3. Pengertian Religius

Religius berasal dari kata Religi yang memiliki arti bersifat keagamaan dan ia

sangat terkesan atas kehidupan.

Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa religius merupakan salah satu karakter

yang dimiliki manusia dimana religious itu merupakan sikap patuh manusia terhadap

penciptanya yaitu Allah SWT. Seseorang yang senantiasa tunduk dan patuh atas

ajaran dan perintah Allah melalui Rasulullah saw, Al-Qur’an dan hadist merupakan

(24)

Berkaitan dengan hal tersebut bahwa dalam pembelajaran dipersekolahan sangat

pentingnya penanaman sifat atau karakter religius yang diberikan pada siswa- siswa

agar siswa- siswa tersebut dalam menjalankan kehidupannya sesuai dengan apa yang

diyakininya. Tidak hanya mementingkan kehidupan duniawi semata namun akhirat

pula.

Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan

zaman dan perubahan moral yang kekinian semakin buruk. Dalam hal ini siswa

diharapkan mampu memiliki dan berprilaku dengan ukuran baik dan buruk yang di

dasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama khususnya agama Islam. Pembentukan

karakter religius ini tentu dapat dilakukan jika seluruh komponen masyarakat

danstake holders pendidikan dapat berpartisipasi dan berperan serta, termasuk orang

tua dari siswa itu sendiri.

4. Program Kegiatan di SMP Negeri 44 Bandung

Program pembiasaan merupakan salah satu program yang diadakan di SMP

Negeri 44 Bandung sejak tahun 2005. Program ini merupakan program yang sengaja

dibuat dan diterapkan dilingkungan sekolah tersebut karena melihat situasi sekolah

yang dirasa kurang memiliki nilai- nilai agamis pada siswa- siswanya.Terbukti

dengan banyaknya kasus yang melibatkan siswa- siswa sekolah tersebut, diawali

permasalahan kecil dengan melanggar peraturan- peraturan yang sekolah buat hingga

terdengar kabar adanya bom meletop disekolah tersebut. Terjadinya perkelahian antar

pelajar, tawuran dan kenakalan remaja lainnya yang membuat pihak sekolah berpikir

bagaimana caranya untuk membina moral dan karate siswa untuk menjadi individu

yang baik, positif dan berakhlak mulia.

Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, guru- guru dan kepala sekolah

khususnya memutuskan untuk membuat dan menerapkan program pembiasaan

diantaranya pembacaan asmaul husna dan sholawat, sholat dhuha, sholat dzuhur dan

(25)

siswa semata- mata untuk meningkatkan ketaqwaan dan membentuk serta membina

karakter baik terhadap dirinya dan Allah SWT, terhadap keluarga dan lingkungannya.

Adapun program yang dilakukan setiap hari yaitu pembacaan Asmaul Husna saat

sebelum proses pembelajaran dimulai dengan membaca dan memperdalam asma-

asma Allah dan sholawat, kemudian melaksanakan shalat Dhuha setelah pembacaan

Asmaul Husna, dilanjut dengan hafalan 4 ayat 4 surat yang dilakukan sebelum sholat

Dzuhur, dan setelahnya menjalankan shalat Dzuhur berjamaah.

Banyaknya kegiatan berjumlah empat (pembacaan Asmaul Husna dan sholawat,

shalat Dhuha, hafalan surat dan shalat dzuhur berjamaah), hafalan surat yang dibaca

berjumlah empat, yaitu surah Yasin, Ar- Rahman Al- Waqiah dan Al- Mulk. Dan

jumlah ayat yang dihafal per hari berjumlah empat.

Adapun harapan dari dibentuknya program tersebut ialah semata- mata untuk

meningkatkan karakter siswa agar terhindar dari perilaku- perilaku menyimpang yang

saat ini kebanyakan dialami oleh remaja- remaja SMP dan SMA.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi yang berisi rincian tentang urutan penulisan.

a. Bagian pertama berupa pendahuluan yang berisi uraian mengenai latar belakang

masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, penjelasan istilah, lokasi dan subjek penelitian dan sistematika

penulisan.

b. Bagian kedua berupa kajian pustaka yang berisi mengenai pendidikan karakter

dan karakter religius

c. Bagian ketiga berupa metode penelitian yang berisi mengenai pendekatan dan

metode penelitian, teknik pengumpulan, subjek penelitian, teknik pengolahan dan

analisis data dan tahap-tahap data penelitian.

d. Bagian keempat berupa hasil penelitian dan pembahasan yang berisi mengenai

(26)

pembiasaan, keberhasilan penerapan pembiasaan nilai-nilai religius, hasil

penelitian, analisis data dan pengujian, hipotesis dan pembahasan.

e. Bagian kelima berupa kesimpulan dan saran yang berisi mengenai kesimpulan

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena dalam penelitian

kualitatif ini, peneliti ingin mempelajari dan mengamati pengembangan program

pembiasaan yang dilakukan siswa di SMP Negeri 44 Bandung terhadap

pembinaan civic culturesiswa secara mendalam, menyeluruh dan meluas.

Peneliti ingin mengetahui secara mendalam bagaimana proses pembiasaan ini

dilakukan terhadap perilaku dan sikap siswa dalam bergaul di lingkungan

sekolah dan masyarakat. Peneiti ingin mengetahui secara mengakar, pelaksanaan

program pembiasaan- pembiasaan baik ini terhadap moral dan karakter peserta

didik sebelum dan setelah mengikuti berbagai kegiatan dalam program ini dan

perbedaannya dengan sekolah lain yang tidak memiliki program tersebut.

peneliti ingin mengetahui seberapa besar keberhasilan yang dicapai program

pembiasaan ini terhadap sikap siswa setelah diterapkannya pembiasaan baik

tersebut disekolah. Dan kendala- kendala yang dihadapi dalam penerapan

kegiatan tersebut.

Kirk dan Miller (1986, hlm. 9) mendefinisikan bahwa “penelitian kualitatif

adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental

bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan

berhubungan dengan orang- orang tersebut dalam bahasannya dan dalam

peristilahannya”.

Sugiyono (2012, hlm. 15) mengemukakan bahwa

(28)

(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Dari pengertian diatas, bahwa metode kualitatif berlandaskan pada filsafat

postpositivisme dan dimana peneliti sebagai instrumen kunci. Menurut

Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2007, hlm. 4) mendefinisikan “metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang dapat diamati”.

Sedangkan Creswell (2010, hlm. 4) menjelaskan “bahwa penelitian

kualitatif merupakan metode-metode untuk mengekplorasi dan memahami

makna yang-oleh sejumlah individu atau sekelompok orang-dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan”.

Selain beberapa definisi diatas mengenai pengertian penelitian kualitatif,

salah satu alasan mengapa peneliti menggunakan metode ini adalah karena

metode kualitatif memiliki banyak kelebihan, sebagaimana yang

diungkapkan oleh Sugiyona (2010, hlm. 41) bahwa penelitian kualitatif

memiliki kompetensi sebagai berikut

1. Memiliki wawasan yang luas dan mendalam tentang bidang yang akan diteliti.

2. Mampu menciptakan report kepada setiap orang yang ada pada situasi sosial yang akan diteliti. Menciptakan report berarti mampu menciptakan hubungan yang akrab dengan setiap orang yang ada pada konteks sosial.

3. Memiliki kepekaan untuk melihat setiap gejala yang ada pada obyek (penelitian situasi sosial).

4. Mampu menggali sumber data dengan observasi partisipasi, dan wawancara mendalam secara triangulasi serta sumber- sumber lain, 5. Mampu menganalisis data kualitatif secara induktif berkesinambungan

mulai dari analisis deskriptif, domain, komponensial, dan tema kultural/ budaya.

6. Mampu menguji kredibilitas, dependabiltas, komfirmabilitas, dan tranferabilitas hasil penelitian.

(29)

8. Mampu membuat laporan secara sistematis, jelas, lengkap dan rinci, 9. Mampu membuat abstraksi hasil penelitian, dan membuat artikel

untuk dimuat kedalam jurnal ilmiah dan

10.Mampu mengkomunikasikan hasil penelitian kepada masyarakat luas.

Pemilihan pendekatan kualitatif karena sesuai dengan sifat dan masalah

serta tujuan peneliti yang ingin diperoleh yakni berusaha untuk memperoleh

gambaran yang nyata dan proses tentang program pembiasaan yang

dilakukan di SMP Negeri 44 Bandung terhadap pembinaan civic culture

siswa.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi Deskriptif. Menurut Arikunto (2005, hlm. 234) mengemukakan bahwa “studi deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi

mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan”.

Menurut pendapat yang telah dijelaskan diatas bahwa metode deskriptif

adalah suatu metode yang berusaha menggambarkan, menjelaskan, dan

melukiskan gejala, situasi atau kejadian yang ada pada masa sekarang secara

lengkap sesuai dengan masalah penelitian. Dengan kata lain, metode ini

sesuai dengan masalah serta tujuan penelitian yang ingin diperoleh peneliti,

berusaha menemukan gambaran yang nyata tentang bagaimana pembiasaan

nilai religius terhadap pembinaan civic culture siswa di SMP Negeri 44

Bandung.

Penelitian deskriptif dilakukan dengan mengumpulkan data yang

diperoleh, menyusun, menjelaskan kemudian menganalisis atau

menyimpulkan. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan secara jelas

suatu keadaan yang ingin disimpulkan sehingga tujuan penelitian dapat

(30)

B. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang akan peneliti lakukan adalah:

1. Observasi

Menurut Nasution (dalam Sugiyono, 2012, hlm. 310) menyatakan bahwa “observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi”.

M.Q Patton (dalam Nasution, 2003, hlm. 59) menjelaskan bahwa observasi

member manfaat sebagai berikut

a. dengan berada di lapangan peneliti lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi, jadi ia dapat memperoleh pandangan yang holistic atau menyeluruh.

b. pengalaman langsung memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep- konsep atau pandangan sebelumnya. Pandangan induktif membuka kemungkinan menemukan penemuan atau discovery.

c. peneliti dapat melihat hal- hal yang kutang atau tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada di lingkungan itu, karena telah dianggap “bisa” dan karena itu tidak akan terungkapkan dalam wawancara.

d. peneliti dapat menemukan hal- hal yang sedianya tidak akan terungkapkan oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitive atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga.

e. peneliti dapat menemukan hal- hal diluar persepsi responden, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.

f. dalam lapangan peneliti tidak hanya dapat mengadakan pengamatan akan tetapi juga memperoleh kesan- kesan pribadi.

g. dengan terjun ke lapangan, peneliti dapat memperoleh gambaran secara langsung mengenai kondisi umum objek yang akan diteliti, selain itu juga peneliti mempunyai banyak kesempatan untuk mendapatkan data yang lebih banyak yang dapat dijadikan dasar untuk memperoleh data yang valid, akurat dan lebih terperinci.

Metode observasi digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai

program pembiasaan nilai religius terhadap pembinaan civic culture siswa di

SMP Negeri 44 Bandung. Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini

(31)

2. Wawancara

Menurut Moleong (2007: 186) menjelaskan bahwa:

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakap itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.Wawancara ialah percakapan dengan maksud tertentu.

Wawancaramerupakan percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara dan yang diwawancarai.“Wawancara adalah teknik pengumpulan

data dengan mengadakan dialog, tanya jawab antara peneliti dan responden

secara sungguh-sungguh” (Danial dan Wasriah, 2009).

Dari pernyataan tersebut, bahwa wawancara merupakan percakapan yang

dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara dan terwawancara yang

memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Dengan melakukan wawancara, yaitu untuk mengetahui apa yang ada dalam

pikiran orang lain secara mendalam mengenaipembiasaan nilai religius terhadap

pembinaan civic culture siswa di SMP Negeri 44 Bandung.

3. Studi Literatur

Studi literatur yaitu mempelajari buku-buku sumber untuk mendapatkan

dataatau informasi teoritis yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Studi Literatur yang diungkapkan oleh Kartini Kartono (1996, hlm. 33) bahwa “Studi literature merupakan teknik penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan datadan informasi dengan bantuan macam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan”. Melihat uraian dia atas maka dapat dikatakan bahwa Studi Literatur merupakan suatu alat pengumpul data untuk

mengungkapkan berbagai teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang

dihadapi atau diteliti sebagai bahan pembahasan hasil penelitian yang diambil

(32)

4. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan sejumlah dokumen yang

diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah

penelitianseperti lokasi penelitian, keadaan penelitian, kegiatan penelitian dan

sebagainya.

Menurut Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2010, hlm. 217) dokumen

digunakan untuk keperluan penelitian karena alasan- alasan sebagai berikut:

a. Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong.

b. Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.

c. Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks. d. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas

tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

Dalam penelitian ini, studi dokumentasi dilakukan untuk menelusuri dan

menemukan informasi dari berbagai dokumen yang tercatat agar data yang

diperoleh lebih akurat. Dokumen yang ditelusuri bisa berupa buku, jurnal,

catatan harian, foto-foto kegiatan yang berkaitan dengan penelitian.

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Untuk mengefektifkan penelitian agar terfokus pada objek yang akan diteliti

maka penulismenjadikan SMP Negeri 44 Bandungsebagai tempat yang sesuai

untuk dijadikan lokasi penelitian karena berkaitan dengan judul yang akan

penulis teliti.

2. Subjek Penelitian

Agar penelitian ini terarah sesuai dengan masalah yang akan diteliti, maka

penulis perlu menentukan subjek penelitian yang mampu memberikan

(33)

(2003, hlm. 32) bahwa “subjek penelitian adalah sumber yang dapat

memberikan informasi bertalian dengan tujuan yang ingin dicapai”.

Berdasarkan uraian diatas, maka yang dijadikan subjek penelitian meliputi:

siswa SMP Negeri 44 Bandung dalam menganalisis program pembiasaan nilai

religius terhadap pembinaan civic culture siswa di SMP Negeri 44 Bandung

Hal ini penulis anggap karena subjek diatas representative purposive karena

subjek tersebut akan memberikan informasi data sehubungan dengan penelitian

ini. Serta informasi dari informan lain akan digunakan oleh penulis untuk

membandingkan informasi yang telah diperoleh dari subjek penelitian agar

hasil yang diperoleh akurat dan dapat dipercaya. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh S. Nasution (2003, hlm. 10) bahwa

Data atau informasi dari satu pihak harus dicek kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain, misalnya dari pihak kedua, ketiga dan seterusnya dengan menggunakan metode yang berbeda-beda. Tujuannya ialah membendaingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari berbagai pihak, agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data

D. Tahap-Tahap Penelitian

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dilakukan dengan memilih masalah, menentukan judul dan

lokasi penelitian dengan tujuan untuk menyesuaikan keperluan dan kepentingan

fokus penelitian yang akan diteliti. Lokasi yang dipilih adalah SMP Negeri 44

Bandung.

Setelah judul dan masalah ditentukan maka peneliti mulai melakukan studi

lapangan untuk mendapatkan gambaran umum yang nyata tentang subjek yang

akan diteliti. Setelah peneliti mendapatkan gambaran umum mengenai subjek

penelitian, maka tahap selanjutnya adalah menyusun pedoman wawancara dan

format observasi sebagai instrument untuk pengumpulan data yang diperlukan.

Sebelum melaksanakan penelitian, terlebih dahulu penulis menempuh proses

(34)

a. Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Ketua Jurusan

PKn.

b. Setelah memperoleh surat izin dari Ketua Jurusan PKn kemudian

diteruskan kepada Pembantu Dekan Bidang Akademik dan

Kemahasiswaan atas nama Dekan FPIPS untuk mendapatkan surat

rekomendasi untuk disampaikan kepada Rektor UPI.

c. Selanjutnya peneliti menyerahkan surat izin dari UPI kepada Direktur

Pembinaan dan Kemahasiswaan UPI.

Setelah mendapatkan izin langsung, penulis berkonsultasi dengan guru

sekolah untuk mengetahui gambaran umum pertama siswa. Selanjutnya

melakukan konsultasi dengan guru PKn dan DKM 44 untuk mengatur jadwal

observasi. Setelah mendapatkan gambaran secara umum serta jadwal kegiatan

dari guru PKn dan DKM 44, maka penulis menyusun waktu dan suasana yang

tepat untuk melakukan pengamatan langsung atau observasi.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah selesai tahap persiapan, maka peneliti langsung terjun ke lapangan

untuk melaksanakan penelitian. Pelaksanaan penelitian dimaksudkan untuk

mengumpulkan data dari responden. Adapun langkah-langkah yang ditempuh

peneliti sebagai berikut:

a. Menghubungi pihak sekolah, guru PKn dan DKM 44 SMP Negeri 44

Bandung

b. Melakukan wawancara dengan pihak sekolah, DKM 44 dan guru PKn

SMP Negeri 44 Bandung

c. Melakukan wawancara dengan para siswa, kemudian hasil wawancara

tersebut ditulis dan disusun dalam bentuk catatan lengkap.

d. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi kemudian

(35)

E.Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data ialah suatu langkah penting dalam penelitian

karena dapat memeberi makna terhadap data yang dikumpulkan oleh peneliti.

Pengolahan data dan analisis data akan dilakukan melalui suatu proses yaitu

menyusun, mengakategorikan data, mencari kaitan isi dari berbagai data yang

diperoleh dengan maksud untuk mendapatkan maknanya.

Kemudian setelah selesai mengadakan wawancara dengan subjek penelitian,

peneliti menuliskan kembali data-data yang terkumpul dengan tujuan agar dapat

mengungkapkan data dan informasi secara mendetail. Data yang diperoleh dari

hasil wawancara disusun dalam bentuk catatan lengkap setelah didukung oleh

hasil observasi, dokumentasi dan literatur.

Berdasarkan hasil pengumpulan data dari hasil wawancara, observasi dan

studi dokumentasi, maka peneliti melakukan prosedur pengolahan dan analisis

dari hasil pengumpulan data. Proses analisis data ini dimulai dengan menelaah,

memeriksa seluruh data dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan,

dan dokumentasi. Apabila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa

belum memuaskan maka peneliti akan melajutkan pertanyaan lagi sampai tahap

diperoleh data yang kredibel.

Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2012, hlm. 337), langkah-langkah

analisis data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu

1. Data Reduction (reduksi data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan

membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan

memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk

(36)

2. Data Display (penyajian data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar katagori, flowchart dan sejenisnya.

Miles and Humberman (dalam Sugiyono, 2012, hlm. 341) menyatakan “the

most frequent form of display data for qualitative research databin the past has been narrative tex”.

Penyajian data yang disusun secara singkat, jelas dan terperinci akan

memudahkan dalam memahami gambaran-gambaran terhadap aspek-aspek

yang diteliti baik secara keseluruhan maupun bagian demi bagian. Penyajian

data selanjutnya dilakukan dalam bentuk uraian atau laporan sesuai dengan

data hasil penelitian yang diperoleh.

3. Conclusion/verification

Kesimpulan awal yang dikemukakan bersifat sementara, dan akan berubah

bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan

pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat

peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang

Referensi

Dokumen terkait

Tidak sedikit wisatawan yang kesulitan dalam menentukan destinasi wisata yang akan dikunjungi dikarenakan banyaknya alternative destinasi wisata dikota Batu oleh

Terima kasih atas dukungan dan doa yang kalian berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dan semoga kita sukses semua dan dapat berkumpul kembali..

BENTUK-BENTUK PERJUANGAN TOKOH UTAMA MENGEJAR IMPIAN DALAM NOVEL BIRU KARYA AGNES JESSICA: KAJIAN PSIKOLOGI.. SASTRA Oleh Bima

Apabila besar sudut H lebih besar 15º maka bentuk profil wajah adalah cembung, sedangkan bila lebih kecil dari 7º maka bentuk profil wajah adalah cekung karena letak Pog’ lebih

Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2012, dengan kami ini minta kepada Saudara Direktur untuk hadir dalam melakukan Pembuktian Kualifikasi dengan membawa berkas asli data perusahaan pada

Penelitian ini menjelaskan dan menganalisis tentang masalah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyimpang remaja dengan mengambil lokasi penelitian di Kampung

POKJA BARANG DAN JASA

Angka kejadian risiko depresi post- partum pada ibu nifas di RSUD Sleman adalah 36,3%, jenis persalinan berpengaruh secara signifikan terhadap risiko depresi postpartum dengan nilai