• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan perawatan ortodonti modern adalah mencapai keseimbangan antara hubungan oklusal yang fungsional, estetik wajah yang baik, dan stabilitas hasil perawatan.2Setiap perawatan ortodonti dikatakan dapat mencapai suatu keadaan yang memuaskan apabila dapat mengatasi keluhan utama pasien yaitu penampilan wajah pasien yang lebih harmonis dan seimbang. Keadaan harmonis dan seimbang ini sangat ditentukan oleh susunan gigi yang teratur dengan inklinasi dan angulasi gigi anterior yang baik sesuai dengan kriteria oklusi normal.14

Diagnosis dan rencana perawatan yang tepatdiperlukan untuk mencapai tujuan

tersebut.2 Penampilan wajah seseorang di daerah sepertiga wajah bawah sangat ditentukan oleh posisi bibir sedangkan posisi bibir sangat ditentukan oleh inklinasi gigi anterior. Inklinasi gigi insisivus sentral ditetapkan melalui pengukuran derajat kemiringan/angulasi gigi pada sefalogram lateral melalui analisis sefalometri.1,14

2.1 Radiografi Sefalometri

Studi tentang sefalometri mulai dikembangkan oleh Ketcham dan Ellis (1919), Percy Brown (1921), dan Pacini (1922), tetapi baru dipopulerkan oleh B. Holly Broadbent pada tahun 1931. Pada tahun yang sama, Hofrath dari Jerman juga mengadakan penelitian tentang penggunaan radiografi sefalometri untuk menganalisis pertumbuhan wajah.15

Pengenalan Broadbent tentang sefalometri pada tahun 1931 merupakan awal baru di bidang ortodonti. Hubungan antara gigi, rahang, wajah, dan struktur kepala yang lebih stabil serta keberhasilan perawatan yang lebih baik dianggap dapat tercapai. Sejak saat itu, analisis sefalometri digunakan dalam menentukan hubungan

(2)

itu, sefalogram juga membantu banyak ortodontis untuk membuat keputusan apakah ekstraksi gigi diperlukan atau tidak dan digunakan sebagai perbandingan antara maloklusi sebelum perawatan dan hasil yang diperoleh dari perawatan.17

Analisis sefalometri dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1. Sefalogram frontal atau antero-posterior, yaitu gambaran frontal atau antero-posterior dari tengkorak kepala (Gambar 1A). Salah satu analisis sefalometri

yang menggunakan sefalogram frontal adalah analisis Mesh.10

2. Sefalogram lateral, yaitu gambaran lateral dari tengkorak kepala. Darisefalogram lateral dapat dilakukan analisis profil jaringan lunak aspek lateral (Gambar 1B).4,18 Beberapa analisis sefalometri yang menggunakan sefalogram lateral antara lain : analisis Down, analisis Steiner, analisis Ricketts, analisis McNamara, dan analisis Tweed.10

Gambar 1. Sefalogram: (A) Sefalogram frontal, (B) Sefalogram lateral6

Sefalometri mempunyai beberapa kegunaan, yaitu :

1. Membantu mendiagnosis dengan mempelajari struktur dental, skeletal dan jaringan lunak dari struktur kranio-fasial

(3)

4. Merencanakan suatu perawatan ortodonti

5. Mengevaluasi kasus yang telah dirawat (progress reports) 6. Menganalisis secara fungsional

7. Melakukan riset.4

2.2Sudut Interinsisal

Inklinasi gigi insisivus merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan estetika wajah pasien, terutama dalam melakukan tindakan diagnosis dan evaluasi perawatan ortodonti. Inklinasi gigi insisivus sentralis ditetapkan melalui pengukuran derajat kemiringan gigi dalam arah antero-posterior pada sefalogram lateral melalui analisis sefalometri (Gambar 2).14 Sudut inklinasi insisivus yang lebih besar dari normal berarti gigi dalam keadaan protrusif, sedangkan sudut inklinasi insisivus yang lebih kecil dari normal berarti retrusif. Perubahan sudut inklinasi gigi lebih banyak dipengaruhi letak gigi sedangkan letak tulang rahang dianggap lebih stabil dibandingkan letak gigi.15

Gambar 2. Sudut interinsisal secara sefalometri6

(4)

utama dalam menentukan rencana perawatan karena posisi akhir gigi insisivus bawah terhadap A-Pog dapat mempengaruhi profil jaringan lunak wajah dan stabilitas hasil perawatan.2

Menurut Ceylan dkk. perawatan terhadap perubahan posisi dan inklinasi gigi

insisivus bawah dilakukan terlebih dahulu, kemudian ditentukan perubahan gigi insisivus atas yang disesuaikan dengan posisi gigi insisivus bawah, dimana gigi

insisivus atas juga merupakan faktor yang penting dalam menentukan rencana perawatan. Creekmore menyatakan bahwa posisi optimal gigi pada rahang dan wajah lebih ditentukan oleh posisi gigi insisivus atas daripada posisi gigi insisivus bawah, dan menurut Russouw dkk., gigi insisivus atas memegang peranan penting sebagai petunjuk anterior dari gerakan protrusif mandibula.2

Menurut Irawati, sudut interinsisal berkaitan dengan kontak insisivus yang dihubungkan dengan kedalaman overbite. Inklinasi gigi insisivus atas dan insisivus bawah yang retrusif menyebabkan sudut interinsisal menjadi lebih besar. Besarnya sudut interinsisal akan mempengaruhi kontak antara gigi insisivus atas dan bawah (cit. Susilowati, 2009).1

2.3 Analisis Jaringan Lunak Wajah

Keberhasilan perawatan ortodonti sering dikaitkan dengan perbaikan

penampilan wajah termasuk profil jaringan lunak. Jaringan lunak merupakan faktor penting yang dapat mengubah penampilan estetik wajah. Menurut Harkati, wajah dengan estetik baik adalah wajah yang mempunyai keseimbangan dan keserasian bentuk, hubungan, serta proporsi komponen wajah yang baik.19

(5)

Analisis jaringan lunak wajah dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode langsung pada jaringan lunak, radiografi sefalometri, dan fotometri. Analisis profil wajah dengan metode sefalometri umumnya dilakukan dengan menggunakan bantuan garis dan bidang referensi intrakranial yang sangat bervariasi, seperti garis Sela Tursika-Nasion(S-N) dan bidang Frankfort Horizontal.19

Dari sefalogramlateral dapat dilakukan analisis jaringan lunak. Titik-titik yang

digunakan dalam analisis jaringan lunak (Gambar 3):6,10

a. Glabella (G) : titik paling anterior dari dahi pada dataran midsagital. b. Nasion kulit (N’) : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung. c. Pronasale (Pr) : titik paling anterior dari hidung.

d. Subnasale (Sn) : titik dimana septum nasal berbatasan dengan bibir atas. e. Labrale superior (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas. f. Superior labial sulcus (SLS) : titik tercekung diantara Sn dan Ls. g. Stomion superius (Stms) : titik paling bawah dari vermillion bibir atas. h. Stomion inferius (Stmi) : titik paling atas dari vermillion bibir bawah. i. Labrale inferius (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah. j. Inferior labial sulcus (ILS) : titik paling cekung diantara Li dan Pog’. k. Pogonion kulit (Pog’) : titik paling anterior jaringan lunak dagu. l. Menton kulit (Me’) : titik paling inferior dari jaringan lunak dagu.

(6)

Ada beberapa analisis jaringanlunak wajah diantaranya analisis menurut Ricketts, Steiner, Subtelny, dan Holdaway.8

2.3.1 AnalisisMenurut Ricketts

Ricketts menggunakan garis estetik (esthetic line) yang merupakan garis yang ditarik dari Pogonion kulit (Pog’) ke ujung hidung (Pr).20Dalam keadaan normal, bibir atas atau Labium superior (Ls) terletak 2-4 mm, dan bibir bawah atau Labium inferior (Li) terletak 1-2 mm di belakang garis estetik (Gambar 4).21 Titik Ls dan Li dapat berada di depan atau di belakang garis E maka diberi tanda negatif jika titik-titik ini terletak di belakang garis E, sebaliknya tanda positif jika terletak di depan garis E.6,22Apabila letak titik Ls lebih dari 4 mm di belakang garis E maka profil tampak cekung sebaliknya tampak cembung jika terletak di depan garis E. Namun menurut Ricketts nilai ideal tersebut dapat bervariasi tergantung umur dan jenis kelamin.13

(7)

2.3.2 AnalisisMenurut Steiner

Garis referensi yang digunakan adalah garis yang ditarik dari titik tengah bentuk lengkung S yang terletak antara ujung hidung (Pr) dan Subnasale (Sn) di bibir atas dengan Pogonion kulit (Pog’).20,22 Menurut Steiner, idealnya titik Labrale superior dan Labrale inferior menyinggung garis S (Gambar 5).6

Gambar 5. Analisis jaringan lunak wajah menurut Steiner (S line)20

2.3.3 AnalisisMenurut Subtelny

(8)

Gambar 6.Analisis konveksitas wajah menurut Subtelny. (1) Sudut

konveksitas wajahskeletal (N-A-Pog). (2) Sudut konveksitas wajah jaringan lunak (N’-Sn-Pog’). (3) Sudut konveksitas wajah jaringan lunak penuh (N’-Pr-Pog’)22

2.3.4 Analisis Menurut Holdaway

AnalisisHoldaway menggunakan garis Harmoni (garis H) dalam menentukan

keseimbangan dan keharmonisan profil jaringan lunak.13 Garis H diperoleh dengan menarik garis dari titik Pogonion kulit (Pog’) ke Labrale superior (Ls).6,20,22 Analisis

profil jaringan lunak yang dilakukan Holdaway berbeda dengan Ricketts dimana Holdaway tidak menggunakan puncak hidung sebagai titik penentuan analisisnya (Gambar 7).13

Holdaway melakukan 11 analisisuntuk memperoleh profil jaringan lunak yang seimbang dan harmonis yaitu terdiri dari :

1. Jarak puncak hidung (Pr)

(9)

6. Tebal bibir atas 7. Strain bibir atas 8. Sudut fasial

9. Kurvaturabibir atas

10. Besar sudut H

11. Kecembungan skeletal.6,22

Menurut Jacobson dan Vlachos, analisis Holdaway lebih terperinci, jelas dan luas pembahasannya tentang analisis profil jaringan lunak.10

Gambar 7. Analisis jaringan lunak wajah menurut Holdaway (H line)20

2.3.4.1 Jarak Puncak Hidung ke Garis H

(10)

2.3.4.2 Kedalaman Sulkus Labialis Superior

Sulkus labialis superior terletak pada titik tercekung antara titik Sn dengan titik Ls.12 Kedudukan bibir atas seimbang jika kedalaman sulkus labialis superior (Sls) sebesar 5 mm terhadap garis H. Apabila dijumpai kedalaman sulkus labialis

superior 3 mm pada bibir yang pendek atau tipis maka hal ini masih dapat diterima. Begitu juga pada bibir panjang atau tebal apabila dijumpai hasil pengukuran sebesar 7

mm, maka hal ini masih dianggap hasil yang seimbang (Gambar 8).10,13,23

2.3.4.3 Kedalaman Sulkus Labialis Inferior

Sulkus labialis inferior terletak pada titik tercekung antara titik Labraleinferior (Li) dengan titik Pog’.13 Profil jaringan lunak seseorang untuk kedalaman sulkus labialis inferior dikatakan harmonis dan seimbang jika kedudukan sulkus labialis inferior terhadap garis H sama seperti kedalaman sulkus labialis superior yaitu mendekati 5 mm (Gambar 8).10,13,23

2.3.4.4 Jarak Bibir Bawah ke Garis H

Bibir bawah paling anterior umumnya terletak pada titik Labrale inferior (Li). Jarak bibir bawah ke garis H diukur dari titik Li ke garis H dengan arah horizontal.13 Idealnya jarak bibir bawah ke garis H adalah 0 mm atau garis H menyinggung titik Li. Namun demikian menurut Holdaway masih dapat dikatakan harmonis dan seimbang jika jarak Li ke garis H dalam batasan -1 sampai dengan +2 mm. Tanda negatif menunjukkan letak titik Li di belakang garis H, sebaliknya dikatakan positif jika terletak di depan garis H (Gambar 8).10,13,23

2.3.4.5 Tebal Dagu

(11)

datar.10,13 Dagu datar dapat disebabkan oleh inklinasi insisivus bawah yang lebih protrusif (Gambar 8).10

Gambar 8. Jarak puncak hidung ke garis H, kedalaman sulkus labialis superior,jarak bibir bawah ke garis H, kedalaman sulkus labialis inferior, dan tebal dagu10

2.3.4.6 Tebal Bibir Atas

Pengukuran tebal bibir atas diukur dari 2 mm di bawah titik A skeletal ke

bagian luar kulit labialis superior. Idealnya tebal bibir atas adalah berkisar 14 mm (Gambar 9).10,13,23

2.3.4.7 Strain Bibir Atas

Strain bibir atas diukur secara horizontal dari titik perbatasan vermillion

(12)

mencapai setengah dari tebal bibir atas maka sebaiknya insisivus sentralis atas diretraksi ke palatinal.10,13

Gambar 9. Tebal bibir atas dan strain bibir atas10

2.3.4.8 Sudut Fasial

Sudut fasial yaitu sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis Frankfurt dengan garis N’-Pog’ yang membentuk sudut a. Sudut fasial yang ideal adalah berkisar antara 90º sampai 92º. Apabila sudut fasial lebih besar dari 92º menunjukkan profil cekung karena letak Pog’ lebih ke anterior, sebaliknya apabila sudut fasial lebih kecil dari 90º tampak profilnya cembung karena letak titik Pog’ lebih ke posterior (Gambar 10).10,13

2.3.4.9 Kurvatura Bibir Atas

(13)

berkisar 2,5 mm pada pasien yang mempunyai bibir dengan ketebalan normal, sedangkan pada kelompok yang mempunyai bibir tipis berkisar 1,5 mm dan 4 mm pada kelompok bibir tebal masih dapat diterima. Pada kelompok bibir tipis menunjukkan kurvatura bibir atas lebih datar sedangkan pada kelompok bibir tebal

menunjukkan lebih dalam (Gambar 10).10,13

Gambar 10. Sudut fasial dan kurvatura bibir atas10

2.3.4.10 Sudut H

(14)

2.3.4.11 Kecembungan Skeletal

Kecembungan skeletal diukur dari titik A ke garis Nasion-Pogonion skeletal (N-Pog).10,23 Titik A adalah titik tercekung antara spina nasalis anterior dengan puncak prosessus alveolar maksila.13 Dikatakan dengan tegas bahwa kecembungan

skeletal tidak termasuk pengukuran jaringan lunak namun sangat berguna dalam penentuan kecembungan wajah skeletal yang ideal jika jarak antara garis N-Pog ke

titik A sekitar -2mm sampai +2 mm (Gambar 11).10,13

Gambar 11. Sudut H dan kecembungan skeletal10

2.4Ras Campuran Antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu

Sebagian besar penduduk Indonesia adalah ras Paleomongoloid sebutan yang diberikan oleh Von Eickstedt untuk ras Melayu yang terdiri dari kelompok Proto-Melayu (Proto-Melayu Tua) dan Deutro-Proto-Melayu (Proto-Melayu Muda).6,24 Kelompok Proto-Melayu datang ke Indonesia pada tahun 2000 S.M. sedangkan Deutro-Proto-Melayu pada tahun 1500 S.M. Pada mulanya kelompok Proto-Melayu menempati pantai-pantai

(15)

Ciri-ciri jasmani yang berlainan pada umumnya antara kelompok Proto-Melayu dan Deutro-Proto-Melayu terdapat pada bentuk kepala. Buditaslim membuktikan bahwa ada perbedaan antara tinggi wajah total orang Batak (mewakili Proto-Melayu) dan orang Jawa (mewakili Deutro-Melayu) dimana wajah orang Batak lebih tinggi

daripada orang Jawa. Dengan kata lain, kelompokProto-Melayu memiliki kepala yang panjang (dolichocephalis) sedangkan orang Deutro-Melayu memiliki kepala

yang pendek (brachycephalis).24,25 Selain itu, Mundiyah berhasil menemukan bahwa lebar mesio-distal gigi pada kedua kelompok ini memiliki perbedaan ukuran yang bermakna (cit. Djoeana H,dkk., 2005).25

Kelompok Proto-Melayu adalah Batak, Gayo, Sasak, Dayak, dan Toraja. Sedangkan yang termasuk kelompok Deutro-Melayu adalah Aceh (kecuali Gayo dan Alas), Minangkabau, Sumatera pesisir, Rejang Lebong, Lampung, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Menado pesisir, Sunda kecil timur, Betawi, Makassar, dan Melayu.6,13,25

(16)
(17)

2.6 Kerangka Konsep

Mahasiswa FKG USU ras campuran antara Proto-Melayu

dengan Deutro-Melayu

Klas I Angle

Radiografi sefalometri lateral

Inklinasi gigi insisivus rahang atas dan rahang

bawah

Profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway (sudut fasial dan sudut H) Sudut

Gambar

Gambar 1. Sefalogram: (A) Sefalogram frontal, (B) Sefalogram
Gambar 2. Sudut interinsisal secara sefalometri6
Gambar 3. Titik-titik dalam analisis jaringan  lunak menurut Jacobson10
Gambar 4. Analisis jaringan lunak wajah menurut Ricketts (E line)20
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

 Menyebutkan nama alat musik tradisional yang terbuat dari bambu  Mengidentifikasi lagu daerah nusantara melalui kegiatan menyanyi  Menyanyikan dengan baik dan benar lagu-lagu

[r]

[r]

bimbingan anak cerdas dan berbakat Partisipasi dalam perkuliahan, Presentasi Uraian terbuka dan diskusi. A.1

[r]

[r]