INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi efek nefroprotektif jangka pendek pemberian dekok biji Persea americana Mill. untuk dapat menurunkan kadar kreatinin dan gambaran histologi ginjal pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui waktu efektif yang diperlukan untuk memberikan efek nefroprotektif.
Penelitian menggunakan tikus sehat, jantan galur Wistar, berumur 2-3 bulan, dan berat 150-250 gram. Tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan. Kelompok I diberikan larutan karbon tetraklorida-olive oil (1:1) dosis 2 mL/kgBB secara i.p. Kelompok II diberikan olive oil dosis 2 mL/kg BB secara i.p. Kelompok III adalah kontrol dekok yang diberikan dekok biji
Perseae americana Mill. dosis 360,71 mg/kgBB secara peroral dan setelah 6 jam dilakukan pengambilan darah dan organ ginjal. Kelompok IV-VII merupakan kelompok perlakuan yang diberikan dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71mg/kg BB, kemudian secara berturut-turut pada jam ke 1, 4, dan 6 jam setelah pemberian dekok, diberikan dosis nefrotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kg BB. Pada jam ke-48 setelah pemerian karbon tetraklorida, seluruh kelompok dilakukan pengambilan darah melalui sinus orbitalis mata untuk dilakukan penetapan kadar kreatinin dan dilakukan pengambilan organ ginjal untuk dilakukan pengamatan histologi ginjal. Analisis kadar kreatinin dilakukan dengan menggunakan ANOVA pola satu arah dan dilanjutkan dengan uji Scheffe.
Berdasarkan hasil penelitian, dekok biji Persea americana Mill. memberikan efek nefroprotektif dengan menurunkan kadar kreatinin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Gambaran histologi ginjal pada tikus perlakuan menunjukkan tidak ada perubahan patologi yang spesifik, dan hanya ditemukan terjadinya intratubular hialin cast dan dilatasi lumen tubulus. Waktu efektif dalam memberikan efek nefroprotektif yaitu 1 jam setelah pemberian dekok biji
Persea americana Mill.
ABSTRACT
This study investigated the short-term protective effect of the decoction of
Persea americana Mill.’s seeds against carbon tetrachloride induced
nephrotoxicity in rats. The creatinine level in serum and the kidney’s histological were measured for the evaluation of renal function. This study also determined the most effective time needed to give nephroprotective effect.
This study was carried out in healthy, male Wistar rats, 2-3 month old, and weighing 150-250 grams. The rats were divided into six groups of five each. Group I were treated with carbon tetrachloride-olive oil (1:1) 2 mL/kgBW i.p. The second group were additionally treated with olive oil 2mL/kgBW i.p. The third group (decoction control) received the decoction of Persea americana Mill.’s
seed (360,71 mg/kgBW, p.o.). The forth until sixth group were given decoction of
Persea americana Mill’s seed (360,71 mg/kgBW, p.o.), and after one, four, and six hour all rats in each group were given carbon tetrachloride 2 mL/kgBW intaperitonially. Fourty eight hours later, the blood was collected from sinus orbital eye to be measured of creatinine level and collected the kidney from each
group to knew the renal’s histological. Analysis of creatinine level used one-way ANOVA and then Scheffe test.
Based on the research, decoction of Persea americana Mill.’s seed gave
nephroprotective effects for reduced the activity of creatinine levels in rats that induced by carbon tetrachloride. The renal histology on the treatment group
showed that the renal histology weren’t change, we found only intratubular hialine cast and dilatation in tubular. The most effective time which one could
EFEK NEFROPROTEKTIF JANGKA PENDEK DEKOK BIJI Persea americana Mill.TERHADAP KADAR KREATININ DAN GAMBARAN
HISTOLOGI GINJAL PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Irene
NIM : 108114050
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
Persetujuan Pembimbing
EFEK NEFROPROTEKTIF JANGKA PENDEK DEKOK BIJI Persea americana Mill.TERHADAP KADAR KREATININ DAN GAMBARAN
HISTOLOGI GINJAL PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
Skripsi yang diajukan oleh :
Irene
NIM : 108114050
Telah disetujui oleh
Pembimbing
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
The only way to do great work is to love what you do. ~Steve Jobs~
Kupersembahkan karya kecil ini untuk...
Tuhan Yesus Kristus atas segala harmat, bimbingan, penyertaaan-Nya
Mama, Papa, Kakak-kakakku tercinta atas segala doa, dukungan,
dan semangat yang diberikan
Teman-teman tercinta
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul
EFEK NEFROPROTEKTIF DEKOK BIJI Persea americana Mill. TERHADAP KADAR KREATININ DAN GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA, tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah ini,
maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 17 Oktober 2013
Penulis
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Irene
Nomor Mahasiswa : 108114050
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
EFEK NEFROPROTEKTIF JANGKA PENDEK DEKOK BIJI Persea americana Mill.TERHADAP KADAR KREATININ DAN GAMBARAN
HISTOLOGI GINJAL PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet ataupun media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 17 Oktober 2013
Yang menyatakan,
vii PRAKATA
Puji syukur kepada tuhan Yang Maha Kasih atas berkat berlimpah yang
tiada henti, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “EFEK NEFROPROTEKTIF JANGKA PENDEK DEKOK BIJI Persea americana Mill. TERHADAP KADAR KREATININ DAN GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA”
dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesai skripsi ini tentunya tidak lepas
dari bantuan dan campur tangan banyak pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Dekan Fakultas Farmasi yang telah mengizinkan penulis menjalankan
pembelajaran selama masa studi.
2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing skripsi
atas segala kesabaran dalam membimbing, memberi masukan dan
memotivasi penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji skripsi atas
bantuan dan masukan demi kemajuan skripsi ini.
4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji skripsi dan yang
telah memberikan bantuan dalam determinasi tanaman Persea americana
viii
5. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt., selaku Kepala Penanggungjawab
Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam
penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.
6. Ibu drh. Ari selaku dokter hewan di laboratorium Imono yang telah
membantu dengan sabar dalam menyediakan hewan uji untuk penelitian
ini.
7. Ibu drh. Sitarina atas masukan dan bimbingannya demi kemajuan
penelitian ini.
8. Pak Heru Purwanto, Pak Suparjiman, dan Pak Kayatno selaku laboran
Laboratorium Farmakologi-Toksikologi dan Biokimia, Pak Wagiran
selaku laboran Farmakognosi-Fitokimia, atas segala bantuan selama
pelaksanaan skripsi ini.
9. Keluargaku tercinta Papa, Mama, kedua kakakku tercinta atas segala
dukungan, semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman FSM A 2010, FSM B 2010, FST A 2010, dan seluruh
angkatan 2010 atas kebersamaan kita.
11. Teman-teman “Persea americana” Lydia S., Ni Luh Putu Dian P.P., Inneke
Devi P.S., Gidion Krisnandi Y., Ike Kumalasari A., Angelia Rosari,
Priscilla Diana V., Rotua Silitonga, Komang Ayu N.S., Liana Risha G.,
Robert D.P., Yudytha A.Q., dan Adrienne Roma atas kerja sama, bantuan,
suka, duka, dan perjuangan dalam menyelesaikan skripsi hingga akhir.
12. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu yang turut
ix
Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh
karena itu, penulis membuka dan mengharapkan kritik, saran dan masukan yang
dapat membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi, serta semua pihak
baik mahasiswa, lingkungan akademis dan masyarakat luas.
Yogyakarta, 17 Oktober 2013
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
INTISARI ... xix
ABSTRACT ... xx
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang …………... 1
1. Perumusan masalah ... 4
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 5
xi
1. Tujuan umum ... 5
2. Tujuan khusus ... 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 7
A. Persea americana Mill. ... 7
1. Taksonomi ... 7
2. Sinonim ... 7
3. Nama daerah ... 7
4. Morfologi ... 7
5. Kandungan kimia ... 8
6. Khasiat dan kegunaan ... 9
B. Anatomi dan Fisiologi Ginjal ... 9
C. Nefron ... 14
D. Kerusakan Ginjal ... 21
1. Penyakit yang mengenai glomerulus ... 22
2. Penyakit yang mengenai tubulus dan interstisium ... 23
3. Penyakit yang mengenai pembuluh darah ... 26
E. Kreatinin ... 26
1. Mekanisme pembentukan kreatinin ... 26
2. Faktor yang mempengaruhi kreatinin darah ... 27
3. Metode pemeriksaan kreatinin ... 28
F. Karbon Tetraklorida ... 28
xii
H. Keterangan Empiris ... 31
BAB III. METODE PENELITIAN ... 32
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 32
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 32
1. Variabel utama ... 32
2. Varibel pengacau ... 32
3. Definisi operasional ... 33
C. Bahan Penelitian ... 33
1. Bahan utama ... 33
2. Bahan kimia ... 34
D. Alat Penelitian ... 34
1. Peralatan pembuatan dekok biji Persea americana Mill. ... 34
2. Peralatan penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. 34 3. Peralatan uji nefroprotektif ... 35
E. Tata Cara Penelitian ... 35
1. Determinasi tanaman Persea americana Mill. ... 35
2. Pengumpulan bahan ... 35
3. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill. ... 35
4. Pembuatan dekok biji Persea americana Mill. ... 36
5. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50% ... 36
xiii
7. Pengelompokan hewan uji ... 37
8. Pembuatan serum ... 38
9. Penetapan kadar kreatinin ... 38
10. Pembuatan preparat histologi tikus ... 39
F. Tata Cara Analisis Hasil ... 39
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Penyiapan Bahan ... 41
1. Hasil determinasi tanaman ... 41
2. Penetapan kadar air serbuk kering biji Persea americana Mill. .. 41
B. Uji pendahuluan ... 42
1. Penetapan dosis nefrotoksin karbon tetraklorida ... 42
2. Penentuan waktu cuplikan darah ... 42
C. Hasil Biokimia Uji Nefroprotektif Jangka Pendek Dekok Biji Persea americana Mill. pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida 45 1. Kontrol nefrotoksin karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB ... 46
2. Kontrol negatif olive oil dosis 2mL/kgBB ... 50
3. Kontrol dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71
mg/kgBB ...
4. Kelompok perlakuan jangka pendek dekok biji Persea
americana Mill. dosis 360,71 mg/kgBB pada tikus terinduksi
karbon tetraklorida 2mL/kgBB ...
52
52
xiv
americana Mill. pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 56
1. Kontrol nefrotoksin karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB ... 56
2. Kontrol negatif olive oil dosis 2mL/kgBB ... 57
3. Kontrol dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71 mg/kgBB ... 59
4. Kelompok perlakuan jangka pendek dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71 mg/kgBB pada tikus terinduksi karbon tetraklorida 2mL/kgBB ... 59
E. Rangkuman Pembahasan ... 62
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
A. Kesimpulan ... 65
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
LAMPIRAN ... 72
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Purata kadar kreatinin tikus pada jam ke-0, 24, 48, dan 72
setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2mL/kgBB ... 43
Tabel II. Hasil ujiScheffe kadar kreatinin tikus jam ke-0, 24, 48, dan 72 setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 44
Tabel III. Hasil purata kadar kreatinin pemberian jangka pendek dekok
biji Persea americana Mill. pada tikus terinduksi karbon
tetraklorida ... 48
Tabel IV. Hasil uji Scheffe kadar kreatinin tikus pemberian jangka pendek
pada tikus setelah pemberian karbon tetraklorida ... 49
Tabel V. Purata kadar kreatinin setelah pemberian olive oil dosis
2mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 48 jam (n = 5) ... 50
Tabel VI. Hasil uji t-test berpasangan kadar kreatinin tikus setelah
pemberian olive oil dosis 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan jam
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Letak ginjal... 10
Gambar 2. Struktur ginjal ... 11
Gambar 3. Struktur mikroskopis bagian korteks ginjal ... 11
Gambar 4. Struktur mikroskopis bagian medula ginjal ... 12
Gambar 5. Struktur nefron ... 14
Gambar 6. Struktur glomerulus dan kapiler glomerular ... 15
Gambar 7. Glomerulus ginjal dan kapsula Bowman ginjal secara mikroskopik ... 16
Gambar 8. Tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal secara mikroskopik ... 17
Gambar 9. Tubulus koligens secara mikroskopik ... 18
Gambar 10. Mekanisme pembentukan urin ... 21
Gambar 11. Ginjal normal secara mikroskopik ... 22
Gambar 12. Mekanisme terjadinya nefritis tubulointerstisium kronik pada glomerulonefritis ... 24 Gambar 13. Gambaran mikroskopik nefritis interstisial kronik (diwarnai dengan haematoxylin dan eosin, perbesaran 600x) ... 25
Gambar 14. Proses pembentukan kreatinin ... 27
Gambar 15. Struktur molekul karbon tetraklorida ... 28
Gambar 16. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida 30
xvii
0, 24, 48, dan 72 jam setelah pemberian karbon tetraklorida
dosis 2 mL/kgBB ... 44
Gambar 18. Diagram batang rata-rata kadar kreatinin tikus pemberian
karbon tetraklorida jam ke-1, 4, dan 6 setelah pemberian
dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71 mg/kgBB ... 47
Gambar 19. Diagram batang rata-rata kadar kreatinin tikus setelah
pemberian olive oil dosis 2 mL/kgBB pada jam ke-0 dan
jam ke-48 ... 51
Gambar 20. Gambaran mikroskopik pada ginjal yang menunjukkan
terjadinya intratubular hialin cast ... 58
Gambar 21. Gambaran mikroskopik pada ginjal yang menunjukkan
degenerasi epitel tubulus ... 59
Gambar 22. Gambaran mikroskopik pada ginjal yang menunjukkan tidak
adanya perubahan patologi spesifik ... 60
Gambar 23. Gambaran mikroskopik pada ginjal yang menunjukkan
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.Hasil determinasi serbuk tanaman Persea americana
Mill... 73
Lampiran 2. Foto dekok biji Persea americana Mill. ... 75
Lampiran 3. Surat pengesahan determinasi tanaman Persea americana Mill. ... 76
Lampiran 4. Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics Committee (MHREC) ... 77
Lampiran 5. Hasil pembacaan preparat histologi ginjal tikus ... 78
Lampiran 6. Analisis data statistik penentuan waktu cuplikan darah pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB ... 79
Lampiran 7. Hasil analisis statistik darah pada kelompok praperlakuan dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71 mg/kgBB pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 84
Lampiran 8. Hasil analisis statistik data kadar kreatinin pada kelompok olive oil dosis 2mL/kgBB ... 89
Lampiran 9. Perhitungan efek nefroprotektif ... 92
Lampiran 10. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill... 92
Lampiran 11. Perhitungan konversi dosis untuk manusia ... 93
xix INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi efek nefroprotektif jangka pendek pemberian dekok biji Persea americana Mill. untuk dapat menurunkan kadar kreatinin dan gambaran histologi ginjal pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui waktu efektif yang diperlukan untuk memberikan efek nefroprotektif.
Penelitian menggunakan tikus sehat, jantan galur Wistar, berumur 2-3 bulan, dan berat 150-250 gram. Tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan. Kelompok I diberikan larutan karbon tetraklorida-olive oil (1:1) dosis 2 mL/kgBB secara i.p. Kelompok II diberikan olive oil dosis 2 mL/kg BB secara i.p. Kelompok III adalah kontrol dekok yang diberikan dekok biji Perseae americana Mill. dosis 360,71 mg/kgBB secara peroral dan setelah 6 jam dilakukan pengambilan darah dan organ ginjal. Kelompok IV-VII merupakan kelompok perlakuan yang diberikan dekok biji Persea americana Mill. dosis 360,71mg/kg BB, kemudian secara berturut-turut pada jam ke 1, 4, dan 6 jam setelah pemberian dekok, diberikan dosis nefrotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kg BB. Pada jam ke-48 setelah pemerian karbon tetraklorida, seluruh kelompok dilakukan pengambilan darah melalui sinus orbitalis mata untuk dilakukan penetapan kadar kreatinin dan dilakukan pengambilan organ ginjal untuk dilakukan pengamatan histologi ginjal. Analisis kadar kreatinin dilakukan dengan menggunakan ANOVA pola satu arah dan dilanjutkan dengan uji Scheffe.
Berdasarkan hasil penelitian, dekok biji Persea americana Mill. memberikan efek nefroprotektif dengan menurunkan kadar kreatinin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Gambaran histologi ginjal pada tikus perlakuan menunjukkan tidak ada perubahan patologi yang spesifik, dan hanya ditemukan terjadinya intratubular hialin cast dan dilatasi lumen tubulus. Waktu efektif dalam memberikan efek nefroprotektif yaitu 1 jam setelah pemberian dekok biji Persea americana Mill.
xx ABSTRACT
This study investigated the short-term protective effect of the decoction of Persea americana Mill.’s seeds against carbon tetrachloride induced nephrotoxicity in rats. The creatinine level in serum and the kidney’s histological were measured for the evaluation of renal function. This study also determined the most effective time needed to give nephroprotective effect.
This study was carried out in healthy, male Wistar rats, 2-3 month old, and weighing 150-250 grams. The rats were divided into six groups of five each. Group I were treated with carbon tetrachloride-olive oil (1:1) 2 mL/kgBW i.p. The second group were additionally treated with olive oil 2mL/kgBW i.p. The third group (decoction control) received the decoction of Persea americana Mill.’s seed (360,71 mg/kgBW, p.o.). The forth until sixth group were given decoction of Persea americana Mill’s seed (360,71 mg/kgBW, p.o.), and after one, four, and six hour all rats in each group were given carbon tetrachloride 2 mL/kgBW intaperitonially. Fourty eight hours later, the blood was collected from sinus orbital eye to be measured of creatinine level and collected the kidney from each group to knew the renal’s histological. Analysis of creatinine level used one-way ANOVA and then Scheffe test.
Based on the research, decoction of Persea americana Mill.’s seed gave nephroprotective effects for reduced the activity of creatinine levels in rats that induced by carbon tetrachloride. The renal histology on the treatment group showed that the renal histology weren’t change, we found only intratubular hialine cast and dilatation in tubular. The most effective time which one could reduce the creatinine level and didn’t show the changed in renal histology was at 1 hours after the decoction of Persea americana Mill.’s seeds given to the rats.
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam sistem ekskresi yang
berfungsi untuk menyaring dan membuang sisa metabolisme dari dalam tubuh.
Melalui ginjal sebagian besar xenobiotika diekskresikan. Ginjal akan
mengeliminasi xenobiotika dari darah untuk menjaga agar tubuh tidak mengalami
keracunan akibat timbunan hasil metabolisme (Donatus, 2001). Kerusakan pada
ginjal diantaranya dapat disebabkan oleh penyakit seperti diabetes, hipertensi
maupun karena senyawa kimia (obat-obatan) (U.S. Department of Health and
Human Services, 2010; Central for Disease Control and Prevention, 2013).
Tahun 1995-1999 di Amerika, tercatat 100 kasus gagal ginjal per juta
penduduk pertahun. Angka ini terus meningkat 8% per tahunnya (Suwitra, 2009).
Tahun 2011 lalu di Amerika Serikat penyakit ginjal menduduki peringkat
sembilan penyebab kematian. Tercatat sedikitnya terjadi 45.000 kematian di
Amerika karena penyakit ginjal pada tahun 2011. Selain itu juga terdapat sekitar
20 juta orang dewasa di Amerika yang menderita gagal ginjal kronik (Central for
Disease Control and Prevention, 2013).
Angka kejadian penyakit gagal ginjal kronik di Indonesia sendiri cukup
tinggi. Menurut data dari Persatuan Nefrologi Indonesia (Perneftri), diperkirakan
prevalensi penyakit ginjal mencapai 200-250 orang pertahunnya (Resultanti,
Karbon tetraklorida (CCl4) adalah salah satu senyawa model yang
diketahui dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal (Goldfrank, Neal, Neal,
Mary, Robert, and Lewis, 2002). Karbon tetraklorida dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan ginjal karena karbon tetraklorida dapat membentuk radikal
bebas (Hippeli and Elstner, 1999). Senyawa radikal ini yang dapat menyebabkan
terjadinya nefrotoksisitas. Gagal ginjal akut yang berhubungan dengan keracunan
oleh CCl4 dapat menyebabkan penurunan kerja ginjal melalui sindrom
hepatorenal tetapi secara langsung dapat menyebabkan terjadinya luka pada
tubulus ginjal. CCl4 dapat juga menyebabkan terjadinya nekrosis pada tubulus
kontortus ginjal dan pada lengkung Henle (Goldfrank et al., 2002).
Saat ini banyak tumbuhan yang dapat digunakan sebagai salah satu
pengobatan alternatif untuk mengobati berbagai penyakit kronis seperti kanker,
gangguan ginjal, maupun gangguan hepar. Persea americana Mill. diketahui
mempunyai banyak kegunaan. Persea americana Mill. diketahui mengandung
komponen di antaranya yaitu avocadofuran, proanthocyanidin, quersetin,
quersetrin, luteolin, epigenin, catechin, isoquersetrin, tanin, dan saponin (Jerz and
Maria, 2009; Konsinska, Magdalena, Isabel, Teresa, Begona, and Gary, 2012;
Ding, Chin, Kinghorn, and Ambrosio, 2007). Pada ekstrak metanol biji Persea
americana Mill. diketahui adanya flavonoid, saponin, tanin terkondensasi,
alkaloid, dan triterpenoid (Leite et al.,2009).
Penelitian oleh Arukwe et al. (2012) menyebutkan biji Persea americana
Mill. mengandung saponin, tanin, alkaloid, komponen fenolik, sianogenik
diketahui terkandung sterol dan triterpenoid. Pada analisis lipid pada ekstrak
heksan biji Persea americana Mill. juga diketahui adanya asam palmitoleic
(1,6%), asam stearat (2,2%), palmitic acid (21,3%), oleic acid (24,1%) dan
linoleic acid (27,6%). Juga terdentifikasi adanya 1,2,4-trihydroxy-nonadecane and β-sitosterol pada ekstrak heksan (Ding et al., 2007).
Selain itu, hasil skrining fitokimia yang dilakukan oleh Zuhrotun,
Nikodemus, dan Muhtadi (2004) terhadap simplisia dan ekstrak etanol biji alpukat
menunjukkan bahwa biji alpukat mengandung polifenol, flavonoid, triterpenoid,
kuinon, saponin, tanin dan monoterpenoid dan seskuiterpenoid.
Senyawa-senyawa antioksidan dapat digunakan sebagai nefroprotektor
yang dapat mencegah radikal bebas yang terbentuk dari proses metabolisme CCl4.
Hal itu disebabkan karena senyawa tersebut dapat memberikan satu elektronnya
pada senyawa radikal bebas sehingga tidak lagi membentuk radikal (Winarsi,
2007).
Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2010) dekok merupakan
sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi sediaan herbal dengan air
pada suhu 900C selama 30 menit. Pada penelitian ingin diketahui apakah sediaan
dekok dari biji Persea americana Mill. mempunyai efek sebagai nefroprotektif.
Hal ini didasarkan pada kebiasaan masyarakat yang sering menggunakan air
rebusan dari sediaan herbal yang dibuat dengan pemanasan tinggi dan perebusan
dalam waktu yang relatif lama untuk mengobati berbagai penyakit.
Pada penelitian ini digunakan dekok dosis 360,71 mg/kgBB didasarkan
Penelitian efek nefroprotektif jangka pendek dekok biji Persea americana
Mill. dilakukan untuk membandingkan dengan penelitian efek nefroprotektif
jangka panjang dekok biji Persea americana Mill. terhadap tikus terinduksi
karbon tetraklorida (Quiraisyin, 2013) yang juga dilaksanakan bersamaan. Oleh
karena itu, penelitian efek nefroprotektif jangka pendek dekok biji Persea
americana Mill. pada tikus galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida menarik
untuk diteliti dan belum pernah dilakukan sebelumnya.
1. Perumusan masalah
a. Apakah praperlakuan jangka pendek dekok biji Persea americana
Mill. dosis 360,71 mg/kgBB mempunyai efek nefroprotektif pada tikus
yang terinduksi karbon tetraklorida dengan indikator perubahan kadar
kreanitin dan gambaran histologi ginjal?
b. Berapakah waktu paling efektif dekok biji Persea americana Mill.
dosis 360,71 mg/kgBB yang dapat menimbulkan efek nefroprotektif
pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida?
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang menggunakan biji Perseae americana Mill. yang pernah
dilakukan yaitu oleh Leite, et al. (2009) tentang komposisi kimia biji Perseae
americana Mill., toksisitas, dan efeknya sebagai larvasida. Arukwe, et al. (2012)
melakukan penelitian tentang komposisi kimia pada daun, buah, dan biji Persea
dari biji Persea americana Mill. terhadap tekanan darah dan profil lemak pada
tikus terkena hipertensi. Konsisnka, et al. (2009) melakukan penelitian komposisi
komponen fenolik dan kapasitas antioksidan dari biji Perseae americana Mill.
Pada tahun 2007 Ding, et al. meneliti efek kemopreventif dari buah Persea
americana Mill. Zuhrotun, et al. (2004) melakukan uji antidiabetik ekstrak etanol
biji Perseae americana Mill. Anaka, Ozolua, and Okpo (2009) melakukan
penelitian tentang efek ekstrak Persea americana Mill. pada tekanan darah tikus
Sprague Dawley. Berdasarkan penelusuran pustaka, penelitian dekok biji Perseae
americana Mill. mempunyai efek nefroprotektif pada tikus yang terinduksi karbon
tetraklorida jangka pendek belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Hasil pelitian ini diharapkan dapat ikut berperan
dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kefarmasian mengenai efek
nefroprotektif jangka pendek dekok biji Perseae americana Mill.
b. Manfaat praktis. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi
informasi waktu penggunaan dekok biji Persea americana Mill. yang efektif bagi
masyarakat.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Mengetahui efek nefroprotektif pemberian dekok biji Perseae americana
Mill. jangka pendek pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dengan indikator
2. Tujuan khusus
Mengetahui berapa waktu efektif dekok biji Perseae americana Mill.
yang dapat menimbulkan efek nefroprotektif pada tikus terinduksi karbon
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Persea americana Mill. 1. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub-Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Classis : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub-classis : Magnoliidae
Ordo : Laurales
Familia : Lauraceae
Genus : Persea
Spesies : Persea americana Mill. (Suhono et al., 2010).
2. Sinonim
Persea gratissima Gaertn., Persea drymifolia, Persea mubigena, Persea
guatemalensis (Sunarjono, 2008).
3. Nama daerah
Apokat, alpokat (Melayu), arpuket (Sunda), alpokat (Jawa), alpuket
(Betawi) (Suhono et al., 2010).
4. Morfologi
Persea americana Mill. merupakan pohon yang dapat tumbuh pada lahan
coklat kelat dengan tinggi 8-20 m, dan diameter 25-40 cm. Persea americana
Mill. berdaun tunggal, berwarna hijau tua, dan berbentuk lonjong. Daun
bertangkai dan mengumpul pada ujung ranting, berukuran 8x17 cm. Bunga
berwarna putih kekuningan dan wangi. Bunga Persea americana Mill. berkelamin
ganda. Benang sari berjumlah 12, berwarna coklat atau jingga, tumbuh
mengelilingi putik. Benang sari dan putik pada pohon ini tidak masak bersama
sehingga pembuahan sukar terjadi (Suhono et al., 2010).
Buah Persea americana Mill. termasuk buah buni berbentuk bulat. Buah
berwarna hijau, hijau kekuningan, dan coklat keunguan. Buah berukuran 5-30 cm
dengan berat 100-600 g. Daging buah berwarna hijau kekuningan atau kuning.
Daging buah tebal dengan rasa hambar atau sedikit manis dan berminyak. Berbiji
tunggal, dengan ukuran biji yang besar, berbentuk bulat atau lonjong, dan ditutupi
oleh selaput biji (Suhono et al., 2010).
5. Kandungan kimia
Alpukat mengandung beberapa komponen diantaranya yaitu
avocadofuran, proanthocyanidin, quersetin, quersetrine, luteolin, epigenin,
catechin, isoquersetrin, tanin, dan saponin (Jerz and Maria, 2009; Kosinska et al.,
2012; Ding et al., 2007). Pada ekstrak metanol biji Persea americana Mill.
diketahui adanya flavonoid, saponin, tanin terkondensasi, alkaloid, dan
triterpenoid (Leite et al., 2009).
Penelitian oleh Arukwe et al., (2012) menyebutkan biji Persea
americana Mill. mengandung saponin, tanin, alkaloid, komponen fenolik,
americana Mill. diketahui terkandung sterol dan triterpenoid. Pada analisis lipid
pada ekstrak hexane biji Persea americana Mill. juga diketahui adanya asam
palmitoleic (1,6%), asam stearat (2,2%), palmitic acid (21,3%), oleic acid
(24,1%) dan linoleic acid (27,6%). Juga terdentifikasi adanya
1,2,4-trihydroxy-nonadecane and β-sitosterol pada ekstrak heksan (Ding et al., 2007).
Selain itu, hasil skrining fitokimia yang dilakukan oleh Zuhrotun et al.
(2004) terhadap simplisia dan ekstrak etanol biji alpukat menunjukkan bahwa biji
alpukat mengandung polifenol, flavonoid, triterpenoid, kuinon, saponin, tanin dan
monoterpenoid dan seskuiterpenoid.
6. Khasiat dan kegunaan
Kegunaan dari ekstrak biji Persea americana Mill. yang telah diketahui
diantaranya berdasarkan penelitian Imafidon and Amaechina (2010) dan Anaka, et
al., (2009) ekstrak air biji Persea americana Mill. mempunyai khasiat sebagai
antihipertensi. Penelitian oleh Leite, et al., (2009) diketahui bahwa ekstrak
metanol dan heksan dari biji Persea americana Mill. mempunyai aktivitas sebagai
larvasidal dan antifungal. Penelitian oleh Zuhrotun, et al., (2004) menyebutkan
juga bahwa ekstrak metanol biji Persea americana Mill. mempunyai efek
antidiabetes. Ekstrak aqueous dari biji Persea americana Mill. diketahui juga
mempunyai aktivitas sebagai antidiabetes berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Alhassan et al., (2012).
B. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
Ginjal merupakan organ yang memproduksi urin, suatu cairan yang berisi
ginjal yang terletak pada sisi kanan dan kiri antara vetebra torakalis ke-12 dan
vetebra lumbalis ke-3. Ginjal kiri berada pada posisi superior dari ginjal kanan
karena hati menduduki banyak ruang di sebelah kanan (Gambar 1.) (Martini and
Nath, 2009).
Gambar 1. Letak ginjal (Sherwood, 2007)
Ginjal pada orang dewasa berbentuk seperti biji kacang dengan sisi
dalam menghadap ke tulang punggung. Ginjal berwarna merah-kecoklatan dengan
panjang sekitar 10 cm, lebar 5,5 cm dan dengan tebal 3 cm. Masing-masing ginjal
mempunyai berat kurang lebih 150 g. Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis dari
jaringan fibrus dan membentuk pembungkus halus (Martini and Nath, 2009).
Ginjal terdiri atas bagian korteks dan medula (Gambar 2.). Pada bagian
memiliki 1,25 juta nefron yang bila dikombinasikan mempunyai panjang sekitar
145 km.
Gambar 2. Struktur ginjal (Huether and McCance, 2008)
Bagian-bagian nefron yang terdapat pada bagian korteks ginjal
diantaranya yaitu glomerulus, kapsula Bowman, tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distal (Gambar 3.) (Martini and Nath, 2009). Bagian nefron
yang terdapat pada bagian medula diantaranya yaitu lengkung Henle, dan
collecting duct (Gambar 4.) (SIU School of Medicine, 2005).
Gambar 3. Struktur mikrokopis bagian korteks ginjal. P, tubulus kontortus proksimal; d, tubulus kontortus distal; glom, glomerolus
Gambar 4. Struktur mikroskopis bagian medula ginjal yang terdiri dari lengkung Henle bersegmen tipis (ts), lengkung Henle bersegmen tebal (dt),
dan collecting duct (cd) (SIU School of Medicine, 2005)
Ginjal adalah organ yang kaya akan pembuluh darah. Ginjal dapat
menerima sekitar 1200 mL darah per menit atau sekitar 25 % curah jantung
(Kumar, Abas, and Fausto, 2010). Sedikitnya selama 24 jam ginjal pada orang
dewasa mampu menyaring sekitar 180 L air (dimana total air dalam tubuh sekitar
25-60L) (Goldfrank et al., 2002).
Korteks ginjal adalah bagian paling kaya pembuluh darah bila
dibandingkan dengan bagian medula ginjal. Korteks ginjal menerima sedikitnya
90% dari total aliran darah ginjal. Masing-masing ginjal menerima darah melalui
renal arteri (Kumar et al., 2010).
Ginjal menerima aliran darah melalui arteri ginjal. Selanjutnya darah
dialirkan menuju ke arteri segmental dan arteri interlobar yang melewati renal
coloumn diantara piramid renal. Arteri interlobar kemudian mengalirkan darah
menuju arteri arcuate yang berada diantara korteks dan medula ginjal. Setelah itu
veins, arcuate vein, interlobar veins, dan terakhir menuju vena ginjal (Huether
and McCance, 2008).
Fungsi ginjal secara disingkat diantaranya yaitu
1. Pembentukan urin. Ginjal membentuk urin yang selanjutnya dialirkan
menuju ke ureter dan kandung kemih. Komposisi urin menunjukkan
pertukaran zat antara nefron dan darah di kapilar renal. Produk sisa
metabolisme protein diekskresikan, kadar elektrolit dikontrol dan pH
dipertahankan dengan ekskresi ion hidrogen.
2. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
3. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai terutama melalui
regulasi keseimbangan H2O. Fungsi ini penting untuk mencegah fluks-fluks
osmotik masuk atau keluar sel, yang masing-masing dapat menyebabkan
pembengkakan atau penciutan sel yang merugikan.
4. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian ion cairan ekstra seluler
termasuk natrium, klorida, kalium, kalsium, ion hidrogen, bikarbonat, fosfat,
sulfat, dan magnesium.
5. Mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh yang tepat dengan
menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- di urin.
6. Mengekskresikan produk-produk akhir (sisa) metabolisme tubuh seperti
urea, asam urat, dan kreatinin. Jika bahan-bahan ini menumpuk dalam tubuh
7. Mengeluarkan banyak senyawa asing seperti obat, aditif makanan, pestisida,
dan bahan eksogen non-nutritif lain yang masuk ke dalam tubuh (Sherwood,
2007).
C. Nefron
Nefron merupakan satuan-satuan fungsional ginjal dengan jumlah sekitar
1,25 juta nefron dalam tiap ginjal. Setiap nefron terdiri atas komponen vaskular
dan komponen tubular, dan keduanya berkaitan erat secara struktural maupun
fungsional (Gambar 5.) (Sherwood, 2007; Thorp, 2008).
Gambar 5. Struktur nefron (Sherwood, 2007)
Komponen-komponen penyusun nefron, secara umum terdiri atas :
a. Glomerulus. Glomerulus merupakan komponen vaskular nefron
zat terlarut dari darah yang melewatinya (Gambar 6.) (Sherwood, 2007; Leeson,
1996). Darah disuplai menuju glomerulus oleh arteriol afferent dan dibawa keluar
oleh arteriol efferent (Gambar 6.) (Thorp, 2008). Aparatus jukstaglomerulus
terletak dekat glomerulus pada masuknya arteriol afferent. Aparatus ini
merupakan tempat utama produksi renin pada ginjal (Kumar et al., 2010).
Gambar 6. Struktur glomerulus dan kapiler glomerular (Huether and McCance, 2008)
Terdapat lapisan pembungkus glomerulus yaitu sel lapisan epitel viseral.
Epitel viseral bergabung ke dalam dan menjadi bagian intrinsik dinding kapiler,
yang dipisahkan dari dinding endotel oleh suatu membran basal. Membran basal
ini terletak di antara sel epitel dan kapiler (Kumar et al., 2010).
Sel-sel endotel menyusun bagian terdalam dari rumbai kapiler. Sel-sel
endotel, membran basal, dan sel epitel viseral merupakan lapisan yang
Sel-sel mesangial merupakan sel-sel endotel yang berupa suatu jalinan
kontinyu antara lengkung-lengkung kapiler glomerolus dan berfungsi sebagai
jalinan penyokong (Gambar 7.). Ruang antar kapiler pada glomerolus disebut
mesangium (Ganong, 2010; Price and Wilson, 1985).
Gambar 7. Glomerulus ginjal dan kapsula Bowman ginjal secara mikroskopik
(SIU School of Medicine, 2005)
b. Kapsula Bowman. Kapsula Bowman merupakan bagian komponen
tubular nefron yaitu suatu tabung berongga berisi cairan yang dibentuk oleh satu
lapisan sel epitel. Komponen tubular berupa saluran kontinyu dari pangkal dekat
glomerulus hingga ke ujungnya di pelvis ginjal. Kapsul Bowman, suatu invaginasi
yang melingkupi glomerulus untuk mengumpulkan cairan dari kapiler glomerulus
(Gambar 7.). Cairan dari kapsula Bowman yang difiltrasi, kemudian dialirkan
menuju tubulus kontortus proksimal (Sherwood, 2007; Thorp, 2008).
c. Tubulus kontortus proksimal. Cairan yang berasal dari kapsula
terletak di dalam korteks ginjal dengan panjang 14 mm dan diameter 50-60 nm.
Berbentuk berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran lurus menuju kearah
medula yaitu ansa Henle (lengkung Henle) (Leeson et al., 1996).
d. Ansa Henle. Cairan selanjutnya dibawa menuju ansa Henle (lengkung
Henle) yang membentuk lengkungan U tajam atau hairpin yang masuk dalam
medula ginjal (Sherwood, 2007).
e. Tubulus kontortus distal. Tubulus kontortus distal terletak setelah
ansa Henle yang terdapat pada bagian kortek yang membentuk kumparan erat.
Tubulus kontortus distal lebih pendek dibandingkan dengan tubulus kontortus
proksimal (Gambar 8.) (Lesson et al., 1996; Sherwood, 2007).
Gambar 8. Tubulus kontortus proksimal (p) dan tubulus kontortus distal (d) secara mikroskopik
(SIU School of Medicine, 2005)
f. Tubulus koligentes. Tubulus kontortus ginjal selanjutnya mengalirkan
cairan menuju tubulus koligentes yang mana masing-masing tubulus ini menerima
cairan dari delapan nefron yang berbeda (Gambar 9.). Setiap duktus koligentes
berjalan ke dalam medula untuk mengosongkan cairan isinya ke dalam pelvis
Gambar 9. Tubulus koligens (cd) secara mikroskopik (SIU School of Medicine, 2005)
Nefron memiliki fungsi yang penting yang secara garis besar merupakan
proses dasar di ginjal yang diuraikan sebagai berikut :
a. Filtrasi glomerulus. Cairan yang difiltrasi melalui glomerulus menuju
kapsul Bowman disebut sebagai filtrat glomerulus. Cairan tersebut harus melewati
dinding kalpiler glomerulus, membran basal, dan lapisan dalam kapsul Bowman
(Setiadi,2007). Lapisan-lapisan tersebut berfungsi sebagai saringan molekuler
halus yang menahan sel darah dan protein plasma tetapi mudah terlewati oleh H2O
dan zat-zat terlarut dengan ukuran molekul kecil lewat (Sherwood,2007).
Komposisi cairan filtrat glomerulus serupa dengan cairan yang terserap masuk
dari ujung arteri ke dalam cairan interstisium. Cairan ini tidak mengandung
eritrosit dan hanya terdapat 0,03% protein dalam plasma (Setiadi,2007).
Terdapat gaya-gaya yang berperan dalam filtrasi glomerulus yang
diuraikan sebagai berikut :
1. Tekanan darah kapiler glomerulus. Tekanan ini ditimbulkan oleh
dan resisitensi terhadap aliran darah yang ditimbulkan oleh arteriol aferen dan
eferen. Tekanan darah pada glomerulus adalah 55 mmHg. Tekanan yang tinggi ini
disebabkan oleh perbedaan garis tengah arteriol aferen dan eferen dimana garis
tengah arteriol aferen lebih besar. Tekanan darah glomerulus yang tinggi ini
mendorong cairan keluar glomerulus menuju kapsul Bowman (Sherwood, 2007).
2. Tekanan osmotik koloid plasma. Tekanan ini disebabkan oleh
distribusi yang tidak seimbang dari protein-protein plasma pada kedua sisi
membran glomerulus. Protein plasma yang tidak dapat terfiltrasi berada pada
kapiler glomerulus, tetapi tidak pada kapsul Bowman. Oleh karena konsentrasi
H2O lebih tinggi pada kapsul Bowman maka timbul kecenderungan H2O utuk
berpindah menuju glomerulus. Gaya osmotik ini berkisar 30 mm Hg (Sherwood,
2007).
3. Tekanan hidrostatik kapsul Bowman. Tekanan yang ditimbulkan oleh
cairan pada bagian awal tubulus ini sekitar 15 mmHg. Tekanan ini cenderung
mendorong cairan keluar kapsul Bowman melawan filtrasi cairan glomerulus
(Sherwood, 2007).
Jumlah filtrat glomerulus yang terbentuk setiap menit disebut laju filtrasi
glomerolus (GFR = Glomerular Filtration Rate). GFR ditentukan oleh tiga gaya
diatas, permeabilitas dan luas permukaan kapiler yang berfungsi (Martini and
Nath , 2009). Pada keadaan normal, nilai GFR berkisar 120 mL/menit. Urin dalam
bentuk awal merupakan ultrafiltrat plasma kecuali sejumlah kecil protein yang
dapat diabaikan dan direabsorbsi pada tubulus (Laboratorium Amerind Bio-Clinic,
GFR dapat ditentukan dengan menggunakan rumus. Rumus Cockcroft
and Gault merupakan rumus umum yang biasa digunakan dengan pertimbangan
umur, berat badan, dan nilai kreatinin plasma (Pcr) (Huether and McCance, 2008).
GFR (mL/min) = 140− � ( )
� � 72 x 0.85 (wanita)
The National Kidney Foundation merekomendasikan perhitungan GFR
dengan rumus Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) yaitu :
GFR (mL/min) = 186 x Pcr -1,154 x umur -0,203 x ( 0,742 pada wanita dan
1,210 pada pria) (Huether and McCance, 2008).
b. Transport tubular. Pada tubulus kontortus proksimal terjadi proses
reabsorbsi 2/3 bagian filtrat glomerulus. Susunan anatomik nefron yang khusus
menyebabkan tekanan hidrostatik pada glomerulus lebih besar dibandingkan
tekanan onkotik. Pada bagian kapiler peritubular tubulus kontortus proksimal
tekanan hidrostatik lebih kecil dibandingkan tekanan onkotik (Laboratorium
Amerind Bio-Clinic, 2010).
Ion Cl- mengalami peningkatan di dalam tubulus. Air dan ion natrium,
ion bikarbonat, asam amino, dan glukosa mengalami proses reabsorbsi.
Peningkatan reabsorpsi natrium akan menyebabkan reabsorpsi air sehingga
volume plasma mengalami peningkatan. Peningkatan volume plasma berperan
dalam peningkatan tekanan darah yang seterusnya akan mengurangi iskemia
ginjal (Laboratorium Amerind Bio-Clinic, 2010; Price and Wilson, 1985).
Urin yang dikeluarkan mengandung air, ureum, kreatinin, fosfat, dan juga
sulfat hasil katabolisme tubuh. Terdapat pula ion K+, H+, asam urat. Protein dalam
pada tubulus kontortus proksimal. Selain itu dapat ditemukan adanya eritrosit,
leukosit, dan kristal metabolit serta sel-sel epitel dalam jumlah kecil
(Laboratorium Amerind Bio-Clinic, 2010).
Gambar 10. Mekanisme pembentukan urin (Huether and McCance, 2008)
D. Kerusakan Ginjal
Ginjal merupakan organ penting dalam sistem urinari yang berfungsi
untuk mengekskresikan produk sisa metabolisme tubuh. Penyakit ginjal terbilang
kompleks sehingga untuk mempermudah pemahaman tentang penyakit ginjal
maka penyakit ginjal dapat dibagi berdasarkan morfologik dasar ginjal yaitu
glomerulus, tubulus, interstisium dan pembuluh darah. Pendekatan ini cukup
dapat membantu, sebab terdapat kecenderungan yang khas awal penyakit pada
masing-masing komponen tersebut (Kumar et al., 2010).
Beberapa bagian pada ginjal yang rentan terhadap cedera seperti
penyakit glomerulus yang disebabkan oleh proses imunologik, sedangkan
penyakit pada tubulus dan interstisium sering disebabkan oleh bahan toksik atau
Penyakit ginjal kronik dapat merusak keempat komponen ginjal tadi dan
memuncak menjadi gagal ginjal kronik. Cadangan fungsional ginjal sebenarnya
cukup besar sehingga mungkin telah terjadi kerusakan yang luas sebelum timbul
tanda-tanda gangguan fungsional (Kumar et al., 2010).
Gambaran kondisi ginjal normal secara mikroskopik dalam dilihat pada
gambar 11.
Gambar 11. Ginjal normal secara mikroskopik (diwarnai dengan haematoxylin dan eosin). A. Korteks ginjal, 1: renal corpuscle; 2: proximal convoluted tubules; 3: distal convoluted tubulus; 4: Bowman’s capsulae space,
(B) Medula ginjal, 1: thick ascending limb of the loop of Henle; 2: interstitial connective tissue
(Gunin, 2000)
Beberapa penyakit pada ginjal yaitu diantaranya adalah
1. Penyakit yang mengenai glomerulus
Sebagian besar penyakit ini tidak menunjukkan adanya reaksi
peradangan selular (penyakit nefrotik), sedangkan yang lain disertai dengan
proteinuria yang disertai adanya eritrosit atapun leukosit pada urin (penyakit
nefritik). Penyakit nefrotik memperlihatkan adanya pengendapan kompleks
memperlihatkan adanya pengendapan kompleks imun pada subendotel
ataupun pada membran basal glomerulus dan atau mesangium (Ganong,
2010).
2. Penyakit yang mengenai tubulus dan interstisium
Cedera pada bagian tubulus umumnya berhubungan dengan
interstisium. Interstisium merupakan ruang diantara tubulus ginjal.
Kerusakan pada tubulus ginjal karena adanya senyawa nefrotoksik dapat
dilihat dengan adanya penyempitan pada tubulus kontortus proksimal,
nekrosis sel pada sel epitel tubulus kontortus proksimal (Kumar et al.,
2010). Selain itu pula nefrotoksisitas yang terjadi di tubulus kontortus
proksimal dapat berupa degenerasi disertai reaksi inflamasi dan perbaikan
tergantung dari tempat dan luasnya luka. Kelainan dapat berupa hidrofik,
inklusi, dan nekrosis (Glaister, 1986). Nekrosis merupakan pembengkakan
sel yang diikuti dengan lisisnya sel. Sel nekrotik akan terlihat membesar dan
terlihat merah dibandingkan dengan sel normal (Kumar et al., 2010).
Nefritis tubulointerstisium merupakan salah satu penyakit terjadi
pada tubulus dan interstisium. Terdapat dua jenis nefritis tubulointerstisium
yaitu akut dan kronis. Nefritis tubulointerstisium akut (Gambar 12.)
umumnya ditandai dengan terjadinya edema interstisial yang dapat disertai
dengan infiltrasi leukositik pada interstisium dan tubulus dan terjadinya
nekrosis tubulus fokal. Nefritis tubulointerstisium kronik ditandai dengan
terjadinya infiltrasi terutama oleh leukosit mononukleus, fibrosis
tubulointerstisium akut ditandai dengan adanya edema dan (jika ada)
eosinofil dan neutrofil sedangakan pada nefritis tubulointerstisium kronik
ditemukan adanya fibrosis dan atrofi tubulus (Kumar et al., 2010).
Gambar 12. Mekanisme terjadinya nefritis tubulointerstisium kronik pada glomerulonefritis
(Kumar et al., 2010)
Terjadinya kerusakan pada tubulus terutama tubulus kontortus
proksimal karena adanya toksin dapat terjadi dikarenakan pada tubulus ini
kadar sitokrom P-450 yang tinggi untuk mendetoksifikasi ataupun
mengaktifkan toksikan. Dengan demikian, tempat ini dapat menjadi sasaran
efek toksik (Lu, 1995).
Nefrotoksisitas pada tubulus kontortus distal umumnya berupa
kristaluria dan nekrosis papila ginjal. Hal ini terkait dengan fungsi tubulus
distal dalam mengatur keseimbangan air, elektrolit, dan asam basa (Glaister,
1986).
Nefritis interstisial merupakan peradangan pada daerah interstisium
infiltrasi lainnya. Pada nefritis interstisial akut menyebabkan terjadinya
disfungsi tubular ginjal dengan atau tanpa gagal ginjal. Disfungsi ginjal ini
umumnya bersifat reversibel (Kumar et al., 2010). Nefritis interstisial
ditandai dengan adanya pembengkakan tubulus kontortus proksimal,
sitoplasma yang keruh hingga penyempitan lumen bahkan menghilang. Sel
pada tubulus kontortus proksimal dan interstisium mengalami
pembengkakan yang disebabkan oleh pergeseran air ekstraseluler menuju
intrasel. Hal ini terjadi karena toksin menyebabkan terjadinya perubahan
muatan listrik permukaan sel epitel pada tubulus, transport ion aktif dan
asam organik, dan kemampuan mengkonsentrasikan dari ginjal hingga
akhirnya tubulus mengalami kerusakan (Wijaya and Miranti, 2005).
Nefritis interstisial kronik (Gambar 13.) terjadi dengan ditandai menyusutnya
tubulus dan terjadinya atrofi (ditunjukkan oleh tanda panah), dan dipisahkan oleh
fibrosis interstisial yang luas (ditunjukkan oleh panah) (Perazella and Markowitz,
2010).
Gambar 13. Gambaran mikroskopik nefritis interstisial kronik (diwarnai dengan hematoxylin dan eosin, perbesaran 600x)
3. Penyakit yang mengenai pembuluh darah
Sebagian besar penyakit ginjal melibatkan pembuluh darah secara
sekunder. Salah satu penyakit yang menyerang pembuluh darah yaitu
nefrosklerosis jinak yang menggambarkan kondisi patologi ginjal karena
sklerosis arteriol dan arteri kecil ginjal (Kumar et al., 2010).
E. Kreatinin
Kreatinin merupakan suatu produk akhir metabolisme otot yang
diproduksi dengan kecepatan yang relatif kontan (Sherwood, 2007). Kreatinin
berasal dari kreatin otot maupun kreatin fosfat yang disintesis dalam hati,
ditemukan dalam otot rangka dan darah, dan diekskresikan melalui urin.
Meningkatnya kadar kreatinin dalam darah merupakan indikasi rusaknya fungsi
ginjal (Lu, 1995).
1.Mekanisme pembentukan kreatinin
Kreatin adalah derivat atau turunan asam amino yang diperoleh dari
makanan (terutama daging merah) dan juga dibentuk di hati dari asam amino
arginin, glisin, dan metionin. Kreatin kemudian ditangkap oleh otot tubuh
membentuk fosfokreatin, senyawa fosfat berenergi tinggi (Gambar 14.).
Fosfokreatin kemudian dipecah untuk menyediakan cadangan energi
(ATP) dengan katalasi enzim kreatin kinase (Pasquale, 2000; Sacher and Richard,
2004). Dalam prosesnya, sejumlah kecil kreatin diubah secara ireversibel menjadi
Kreatinin diproduksi dalam kecepatan yang konstan tergantung pada
massa otot seseorang dan dibuang dari tubuh melalui ginjal (Fischbach and
Dunning, 2004). Nilai normal kadar kreatinin pada tikus adalah 0,2 – 0,8 mg/dL
(Malole dan Pramono, 1989).
Gambar 14. Proses pembentukan kreatinin (Pasquale, 2000).
2. Fakor yang mempengaruhi kadar kreatinin darah
Jumlah kreatinin umumnya dianggap tidak dipengaruhi asupan protein
namun terdapat pengaruh diet protein meskipun perubahan yang terjadi tidak
sebesar pengaruh terhadap kadar ureum. Jumlah kreatinin dalam tubuh terutama
dipengaruhi oleh massa otot. Oleh karena itu kreatinin darah pada laki-laki lebih
tinggi daripada perempuan, meningkatnya pada atlit dengan massa otot banyak,
dan juga pada kelainan pemecahan otot (rhabdomiolisis) (Laboratorium Amerind
Bio-Clinic, 2010). Adanya gangguan fungsi pada ginjal, akan mengurangi
ekskresi kreatinin dan akan berakibat terjadinya peningkatan kadar kreatinin
dalam darah (kreatinin serum). Oleh karena itu, kadar kreatinin serum dapat
3. Metode pemeriksaan kreatinin
Ada beberapa jenis pemeriksaan kreatinin darah diantaranya yaitu :
a. Jaffe Reaction. Dasar dari metode ini adalah kreatinin dalam suasana alkalis
dengan asam pikrat membentuk senyawa kuning jingga. Alat yang digunakan
photometer.
b. Kinetik. Dasar metodenya relatif sama hanya dalam pengukuran dibutuhkan
sekali pembacaan. Alat yang digunakan autoanalyzer.
c. Enzimatik. Dasar metode ini adalah dengan adanya substrat dalam sampel
bereaksi dengan enzim membentuk senyawa enzim substrat dengan menggunakan
alat photometer.
Meskipun sejumlah kecil disekresi, tes kliren kreatinin merupakan suatu
tes untuk memperkirakan GFR dalam klinik. Untuk melakukan tes kliren
kreatinin, cukup mengumpulkan contoh urin atau darah selama 24 jam (Price and
Wilson, 1985).
F. Karbon tetraklorida
Gambar 15. Struktur molekul karbon tetraklorida (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI., 1995) Karbon tetraklorida (Gambar 15.) adalah senyawa kimia dengan rumus
molekul CCl4. Karbon tetraklorida berupa cairan bening yang tidak mudah
disulfida dan memiliki kelarutan rendah dalam air (Oehha, 2000). Karbon
tetraklorida merupakan cairan yang mudah menguap dan senyawa kimia yang
dikhawatirkan menyebabkan karsinogen dan dibuktikan melalui penelitian
terhadap hewan uji. Karbon tetraklorida pada masa lalu sering digunakan sebagai
cairan pembersih dan bahan pemadam kebakaran (Departement of Health and
Human Services, 2011).
Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang bersifat toksik . Karbon
tetraklorida di dalam tubuh akan mengalami proses biotransformasi oleh enzim
CYP2E1 membentuk radikal bebas yaitu radikal triklormetil (CCl3) (Gambar
16.). Radikal ini kemudian akan bereaksi dengan oksigen dan membentuk radikal
triklorometil peroksi (OOCCl3) yang lebih reaktif (Gambar 16.) (Hippeli and
Elstner, 1999).
Radikal triklorometil dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sitokrom
P-450. Radikal triklorometil akan berikatan secara kovalen dengan lemak
mikrosomal dan protein, dan akan bereaksi secara langsung dengan membran
fosfolipid dan kolesterol. Reaksi ini juga menghasilkan kloroform, yang
merupakan salah satu metabolit dari karbon tetraklorida (Gambar 16.). Selain itu
pula radikal triklorometil dapat menginisiasi terjadinya radikal lipid yang
menyebabkan terbentuknya lipid hidroperoksidase (LOOH) dan radikal lipid
alkoksil (LO). Melalui proses fragmentasi, radikal lipid alkoksi tersebut akan
diubah menjadi malondialdehid (Greguz and Klaaseen, 2001). Senyawa aldehid
inilah yang akan menyebabkan kerusakan pada membran plasma dan
C
Gambar 16. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida
(Timbrell, 2008)
Senyawa radikal ini diketahui menyebabkan terjadinya hepatotoksisitas
dan juga merupakan suatu nefrotoksin. Gagal ginjal akut yang berhubungan
dengan keracunan oleh CCl4 dapat menyebabkan penurunan kerja ginjal melalui
sindrom hepatorenal tetapi secara langsung dapat menyebabkan terjadinya luka
pada tubulus ginjal. CCl4 dapat juga menyebabkan terjadinya nekrosis pada
tubulus kontortus ginjal dan pada lengkung Henle. Pembengkakan pada membran
glomerular umumnya terlihat (Goldfrank et al., 2002).
Tubuh sebenarnya mempunyai sistem pertahanan untuk mengatasi
radikal bebas, salah satunya yaitu enzim glutation-S-transferase (GST) sebagai
G. Dekoksi
Dekoksi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi
sediaan herbal dengan air pada suhu 900C selama 30 menit. Pembuatan dekok
dilakukan dengan mencampur simplisia dalam panci dengan air, dipanaskan
selama 30 menit terhitung mulai suhu 900C sambil sesekali diaduk. Serkai selagi
panas melalui kain flanel, dan tambahkan air panas secukupnya melalui ampas
hingga diperoleh volume yang dikehendaki (Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI, 2010).
H. Keterangan Empiris
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif untuk mendapatkan bukti
adanya efek nefroprotektif jangka pendek dekok biji Persea americana Mill. pada
32 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama
a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi
lama pemberian dekok biji Persea americana Mill. dengan dosis tertentu pada
tikus terinduksi karbon tetraklorida.
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah
kadar kreatinin dan struktur anatomi ginjal yang dilihat dari gambaran histologi
ginjal tikus dengan pemberian jangka pendek dekok biji Persea americana Mill.
pada tikus galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam
penelitian ini adalah kondisi hewan uji yaitu tikus galur Wistar dengan berat
badan 150-250 g dan umur 2-3 bulan, cara pemberian nefrotoksin secara
intraperitonial, cara pemberian dekok secara per oral, dan bahan uji yang
b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali
dalam penelitian ini yaitu kondisi patologis dari tikus galur Wistar yang
digunakan.
3. Definisi operasional
a. Variasi lama pemberian dekok biji Persea americana Mill. Variasi
lama pemberian dekok dilakukan selama 1, 4, dan 6 jam sebelum diberikan
nefrotoksin CCl4.
b. Penurunan kadar kreatinin. Kemampuan dekok biji Persea
americana Mill. pada dosis tertentu yang dapat menurunkan kadar kreatinin pada
tikus galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
c. Kerusakan struktur anatomi ginjal. Kerusakan struktur ini dilihat dari
gambaran histologi ginjal tikus yaitu ditandai dengan ditemukannya sel radang,
fibrosa, cacat seluler seperti nekrosis sel-sel epitel pada glomerulus, nefritis
tubulus dan interstisium, serta pembengkakan sel-sel tubulus proksimal sehingga
terjadi penyempitan lumen hingga hilangnya lumen.
C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus galur Wistar umur 2-3 bulan
dengan berat 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Bahan uji yang digunakan adalah biji Persea americana Mill yang
2. Bahan kimia
a. Bahan nefrotoksin yang digunakan yaitu karbon tetraklorida merk
Merck® yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas
Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Air suling sebagai pelarut yang digunakan untuk pembuatan sediaan
uji diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Instrumental
Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta.
c. Aqua bidestilata untuk blanko pengujian kreatinin diperoleh dari
Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi Sanata
Dharma Yogyakarta.
d. Kontrol serum kreatinin Cobas® (Preci Control ClinChem Multi 2)
Roche/Hitachi analyzer.
e. Formalin 37 %
f. Olive oil merk Bertolli sebagai kontrol negatif.
g. Reagen diasys untuk mengukur aktivitas serum kreatinin.
D. Alat Penelitian
1. Peralatan pembuatan dekok biji Persea americana Mill.
Panci enamel, termometer, stopwatch, timbangan elektrik Mettler
Toledo® , Beker glass, gelas ukur, labu ukur, batang pengaduk, cawan porselin,
kain flanel, pemanas.
3. Peralatan uji nefroprotektif
Peralatan gelas, seperti Beker glass, labu ukur, batang pengaduk, gelas
ukur, tabung reaksi, timbangan elektrik Mettler Toledo®, pipa kapiler, tabung
Eppendorf, spuit injeksi per oral dan syringe 3mL dan 5 mL Terumo®, spuit
injeksi intra peritonial dan syringe 1 mL Terumo®, stopwatch, vortex Genie
Wilten®, sentrifuge Centurion Scientific ®, mikro pipet, Mikro vitalab 200
Merck®, pinset, jarum pentul.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi serbuk biji Persea americana Mill.
Determinasi biji Persea americana Mill. dilakukan dengan mencocokan
ciri-ciri serbuk Persea americana Mill. yang diperoleh dari Padang dengan serbuk
biji Persea americana Mill. yang dibuat dari contoh otentik. Determinasi serbuk
biji dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang meliputi uji organoleptis serbuk, dan
ciri-ciri mikroskopis serbuk biji Perseae americana Mill.yang digunakan dengan
serbuk biji Persea americana Mill. pembanding.
2. Pengumpulan bahan
Bahan uji yang digunakan adalah sebuk biji Perseae americana Mill.
yang diperoleh dari Padang, Sumatra Barat pada bulan Januari 2013.
3. Penetapan kadar air serbuk biji Perseae americana Mill
Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan alat moisture