i
SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA SANITASI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) PADA BALITA DI DESA CEPOGO KECAMATAN CEPOGO
KABUPATEN BOYOLALI
Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat
Disusun Oleh : VITA AYU OKTAVIANI
J 410 050 018
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN
HUBUNGAN ANTARA SANITASI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) PADA BALITA DI DESA CEPOGO KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI
xviii+47+34
Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), merupakan salah satu penyebab kesakitan utama pada balita di negara berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sanitasi fisik rumah yang meliputi ventilasi rumah, pencahayaan alami rumah, kelembaban rumah, lantai rumah, dinding rumah, dan atap rumah dengan kejadian ISPA. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Nopember 2009 di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Subjek yang diteliti yaitu seluruh rumah yang di dalamnya terdapat balita berusia nol sampai lima tahun dengan besar sampel 62 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Uji statistik menggunakan uji chi square dengan menggunakan program SPSS versi 11. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara ventilasi rumah (p=0,046), pencahayaan alami rumah (p=0,001), lantai rumah (p=0,025), dinding rumah (p=0,00), dan atap rumah (p=0,026) dengan kejadian ISPA, sedangkan kelembaban rumah (p=0,883) tidak ada hubungan dengan kejadian ISPA.
Kata kunci : Infeksi Saluran Pernafasan Atas, Balita, Sanitasi Fisik Rumah. Kepustakaan : 33, 1990-2009
Surakarta, Oktober 2009
Pembimbing I Pembimbing II
Ambarwati, S.Pd, M.Si Sri Darnoto, SKM
NIK. 757 NIK. 1 001 015
Mengetahui, Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
Yuli Kusumawati, SKM, M.Kes(Epid) NIK. 863
iii
Vita Ayu Oktaviani. J 410 050 018
The Relationship Between House Physical Sanitation with the Occurrence of Exhalation Chanel Infenction (ISPA) Children Under Five Years Old in Cepogo Village, Cepogo District, Boyolali Sub-Province
ABSTRACT
Infection of exhalation Channel (ISPA), is one of the main painfulness cause in children under five years old in developing countries. The aim of this research was to know the relationship between house physical sanitation included house ventilation, house natural illumination, house dampness, house floor, house wall, and house roof with the occurrence of exhalation chanel infenction (ISPA) In Cepogo Village, Cepogo District, Boyolali Sub-Province. This research was done in November 2009 In Cepogo Village, Cepogo District, Boyolali Sub-Province. The type of this research was observational research with cross sectional approach. The subject were all of the house which have children under five years old with 62 respondents sample. The technique of intake sampel used cluster random sampling. The statistical test used chi square test by using SPSS version 11 program. The result of this research indicated that there was a relationship between house ventilation (p=0,046), house natural illumination (p=0,01), house floor (p=0,025), house wall (p=0,00), and house roof (p=0,026) with the occurrence of ISPA, but there was not relationship between house dampness (p=0,883) with the occurrence of ISPA.
KABUPATEN BOYOLALI
Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat
Disusun Oleh : VITA AYU OKTAVIANI
J 410 050 018
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN
v
@ 2009
Hak Cipta Pada Penulis
Skripsi dengan judul :
HUBUNGAN ANTARA SANITASI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) PADA BALITA DI DESA CEPOGO KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI Disusun oleh : Vita Ayu Oktaviani
Nim : J 410 050 018
Telah kami setujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta, Oktober 2009
Pembimbing I Pembimbing II
Ambarwati, S.Pd, M.Si Sri Darnoto, SKM
NIK. 757 NIK. 1 001 015
vii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:
HUBUNGAN ANTARA SANITASI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) PADA BALITA DI DESA CEPOGO KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI Disusun oleh : Vita Ayu Oktaviani
Nim : J 410 050 018
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 08 November 2009 dan telah diperbaiki sesuai dengan masukan Tim Penguji.
Surakarta, November 2009
Ketua Penguji : Ambarwati, S.Pd, M.Si (...) Anggota Penguji I : Sri Darnoto, SKM (...) Anggota Penguji II : Dwi Astuti, S.Pd, M.Kes (...)
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
“Orang yang cerdas adalah orang yang mau introspeksi diri dan beramal untuk bekal setelah mati. Adapun orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada ALLAH SWT”
{HR, Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah}
“Bermimpi adalah langkah pertama, kerja keras dan ketekunan adalah langkah-langkah selanjutnya, Rahmat dan Cinta ALLAH SWT adalah sumber keberuntungan yang membuat mimpi-mimpi menjadi nyata”
{Penulis}
Janganlah menjadi yang pertama jika hanya membuatmu sombong, tetapi jadilah yang terbaik jika itu mampu membuatmu bersyukur.
{Penulis}
Jangan pernah menyesali keadaan, karena menyesali keadaan berarti menyesali keadilan Tuhan, merusak hati dan melenyapkan harapan.
ix
PERSEMBAHAN
Karya ini ku persembahkan untuk kedua orang tuaku yang menjadi motivator dalam pencapaian tujuan hidup ini. Kalian adalah pemberi inspirasi terhebat di dunia, pemberi kasih sayang yang terkuat dan terkokoh, yang tak pernah bosan menyebutkan namaku dalam setiap sujud dan do’a kalian.
Untuk kakak dan adikku yang menjadi penyemangat dan pemberi canda tawa serta kasih sayang yang telah tercurah di setiap langkah ku.
Sahabat-sahabatku yang aku sayangi karena kebaikkan dan ketulusan kalian menerima aku apa adanya.
Almamater tercinta
Nama : Vita Ayu Oktaviani
Tempat/Tanggal Lahir : Pemalang, 6 Oktober 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Arbei 03 Bojongnangka, RT 03 RW 09 Desa
Bojongnangka, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang.
Riwayat Pendidikan :1. Lulus TK Pertiwi Bojongbata tahun 1993 2. Lulus SDN 05 Bojongnangka tahun 1999 3. Lulus SLTPN 02 Pemalang tahun 2002 4. Lulus MAN Pemalang tahun 2005
5. Menempuh pendidikan di Program Studi Kesehatan
xi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Sanitasi Fisik Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada Balita di Desa Cepogo Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Penulis menyadari tanpa bantuan berbagai pihak tidak banyak yang bisa penulis lakukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya selama pelaksanaan dan penyusunan laporan skripsi ini kepada :
1. Bpk. Arif Widodo, A.Kep, M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Ibu Yuli Kusumawati, SKM., M.Kes (Epid) selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
3. Ibu Ambarwati, S.Pd, M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bpk. Sri Darnoto, SKM selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Dwi Astuti, S.Pd, M.Kes selaku penguji skripsi yang telah memberikan masukan dalam skripsi ini.
8. Emill tersayang yang telah membantu dan memberikan motivasi, semangat pantang menyerah dan masih banyak yang tidak bisa penulis katakan.
9. Vella, Ninik, Nani, Yanti, Yeni, Vita, Kini, Nita, Rini, Diah, Bayu dan Yantri mereka adalah penghuni kost yang menjadi teman setia di kosan dan menjadi penghilang sedikit penat dan lelah selama kuliah.
10. Mba Rina, Mba Wita, Mas Rozi, dan Mba Nana yang telah memberikan banyak pengalaman tentang hidup jauh dari orang tua, nasihat, semangat, do’a serta mengajarkan penulis tentang arti sebuah persahabatan.
11. Melown, Idul, Junet, Rindem, dan Cumi adalah sahabatku yang selalu membantu, memberikan dukungan dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.
12. Semua teman-teman seperjuangan kesmas 2005.
13. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya penulis hanya bisa berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Surakarta, November 2009
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
ABSTRAK ... i
HALAMAN JUDUL ... iv
HAK CIPTA ... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vi
PERNYATAAN PENGESAHAN ... vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... viii
RIWAYAT HIDUP ... x
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
DAFTAR SINGKATAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
1. Masalah umum ... 4
2. Masalah khusus ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
1. Tujuan umum ... 5
2. Tujuan khusus ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) ... 7
1. Pengertian ISPA ... 7
2. Klasifikasi ISPA ... 7
3. Etiologi ISPA ... 8
4. Cara penularan ISPA ... 9
5. Pertolongan pertama penderita ISPA ... 9
6. Pencegahan ISPA ... 11
B. Sanitasi Fisik Rumah ... 11
1. Pengertian rumah ... 11
2. Ventilasi ... 13
3. Pencahayaan Alami ... 15
4. Kelembaban ... 16
D. Kerangka Konsep ... 18
E. Hipotesis ... 18
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20
B. Subjek Penelitian ... 20
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20
D. Populasi dan Sampel ... 20
1. Populasi ... 20
2. Sampel ... 20
E. Variabel Penelitian ... 23
F. Definisi Operasional Variabel ... 23
G. Pengumpulan Data ... 25
1. Jenis data ... 25
2. Sumber data ... 25
3. Cara pengumpulan data ... 25
4. Instrumen Penelitian ... 26
H. Jalannya Penelitian ... 26
I. Pengolahan data ... 27
J. Analisis Data ... 27
1. Analisis univariat ... 27
2. Analisis bivariat ... 27
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 28
B. Hasil Analisis Univariat ... 30
C. Hasil Analisis Bivariat ... 33
BAB V PEMBAHASAN A. Hubungan antara Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA ... 40
B. Hubungan antara Pencahayaan Alami Rumah dengan Kejadian ISPA . 41 C. Hubungan antara Kelembaban Rumah dengan Kejadian ISPA ... 41
D. Hubungan antara Lantai Rumah dengan Kejadian ISPA ... 42
E. Hubungan antara Dinding Rumah dengan Kejadian ISPA ... 43
F. Hubungan antara Atap Rumah dengan Kejadian ISPA ... 44
G. Keterbatasan Penelitian ... 45
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 46
B. Saran ... 46 DAFTAR PUSTAKA
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Tingkat Pendidikan Penduduk di Desa Cepogo Tahun 2008 ... 30 2 Mata Pencaharian penduduk di Desa Cepogo tahun 2008 ... 30 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Pekerjaan dan
Pendapatan ... 31 4 Perilaku Responden terhadap Sanitasi Fisik Rumah di Desa Cepogo ... 32 5 Ventilasi Rumah, Pencahayaan Alami Rumah dan Kelembaban Rumah
Responden di Desa Cepogo ... 32 6 Lantai Rumah, Dinding Rumah dan Atap Rumah Responden di Desa ....
Gambar Halaman
1 Kerangka Teori Penelitian ... 18
2 Kerangka Konsep Penelitian ... 18
3 Grafik hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA ... 34
4 Grafik hubungan antara pencahayaan alami rumah dengan kejadian ISPA 35 5 Grafik hubungan antara kelembaban rumah dengan kejadian ISPA ... 36
6 Grafik hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA ... 37
7 Grafik hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA ... 38
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Kuisioner penelitian
2. Pedoman Observasi Sanitasi Fisik Rumah 3. Hasil Pengolahan Data
4. Hasil Analisis
5. Surat Keterangan telah Melaksanakan Penelitian 6. Peta Desa Cepogo
AC : Air Conditioner
ARI : Acute Respiratory Infections DOV : Definisi Operasional Variabel IR : Incidence Rate
ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Atas KK : Kartu Keluarga
RW : Rukun Warga SD : Sekolah Dasar
SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama SPAL : Sarana Pembuangan Air Limbah SUSENAS : Survei Sosial Ekonomi Nasional TBC : Tuberculosis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kejadian penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di
Indonesia masih tinggi terutama pada balita, kasus kesakitan tiap tahun mencapai
260.000 balita. Pada akhir tahun 2000, ISPA mencapai enam kasus di antara
1000 bayi dan balita. Tahun 2003 kasus kesakitan balita akibat ISPA sebanyak
lima dari 1000 balita, salah satu penyebab ISPA pada balita yaitu sanitasi rumah
yang tidak sehat (Supraptini, 2006). Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) tahun 2004, di Indonesia rumah sehat dibagi menjadi tiga
kategori yaitu kategori baik, kategori sedang dan kategori kurang. Persentase
rumah sehat di Indonesia kategori baik mencapai 35,3%, kategori sedang 39,8%
dan kategori kurang 24,9%. Target rumah sehat di Indonesia sebesar 80%, dari
kategori rumah sehat di atas tidak ada yang memenuhi target, sehingga rumah
sehat di Indonesia belum tercapai (Depkes RI, 2000).
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Boyolali (2006), rumah penduduk di
Boyolali dapat dibedakan berdasarkan sifat bahannya yaitu yang terbuat dari batu
atau gedung permanen sebanyak 6146 rumah, terbuat dari setengah batu atau
semi permanen sebanyak 2399 rumah, terbuat dari kayu atau papan sebanyak
989 rumah, dan terbuat dari bambu 3187 rumah. Berdasarkan data tersebut
rumah penduduk Kabupaten Boyolali masih banyak yang berkategori rendah, hal
ini dapat memicu timbulnya penyakit ISPA (Dinas Kesehatan dan Sosial
Desa Cepogo merupakan desa yang terletak di dataran tinggi dengan
ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Mata pencaharian masyarakat di
desa tersebut rata-rata bertani dan berternak sapi. Kondisi fisik rumah di desa
tersebut yang berdinding bambu sebanyak 314 rumah, berdinding kayu 290
rumah, berdinding semi permanen 674 rumah, dan permanen 320 rumah.
Berdasarkan profil Puskesmas Cepogo (2006), angka kejadian ISPA di Desa
Cepogo sebanyak 1.053 kasus yang di dominasi pada golongan umur satu
sampai 59 bulan dengan Incidence Rate (IR) sebesar 1,09% dan tahun 2007
sebanyak 898 kasus yang didominasi pada umur satu sampai empat tahun
dengan IR 1,99%. Pada tahun 2008 kasus ISPA sebanyak 1092 kasus
sedangkan tahun 2009 dari bulan Januari sampai bulan Juli ISPA sebanyak
203 kasus (Kelurahan Cepogo 2007; Puskesmas Cepogo 2007-2009).
Menurut Notoatmodjo (2003), rumah yang luas ventilasinya tidak
memenuhi syarat kesehatan akan mempengaruhi kesehatan penghuni rumah,
hal ini disebabkan karena proses pertukaran aliran udara dari luar ke dalam
rumah tidak lancar, sehingga bakteri penyebab penyakit ISPA yang ada di
dalam rumah tidak dapat keluar. Ventilasi juga menyebabkan peningkatan
kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit,
oleh karena itu kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang
baik untuk perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit ISPA.
Sanitasi rumah dan lingkungan erat kaitannya dengan angka kejadian
penyakit menular, terutama ISPA (Taylor, 2002). Beberapa hal yang dapat
3
kebersihan rumah, kepadatan penghuni dan pencemaran udara dalam rumah
(Iswarini dan Wahyu, 2006). Selain itu juga faktor kepadatan penghuni,
ventilasi, suhu dan pencahayaan (Ambarwati dan Dina, 2007).
Menurut Ranuh (1997), rumah yang jendelanya tidak memenuhi
persyaratan menyebabkan pertukaran udara tidak dapat berlangsung dengan
baik, akibatnya asap dapur dan asap rokok dapat terkumpul dalam rumah, bayi
dan anak yang sering menghisap asap tersebut di dalam rumah lebih mudah
terserang ISPA. Rumah yang lembab dan basah karena banyak air yang
terserap di dinding tembok dan cahaya matahari pagi yang sulit masuk dalam
rumah juga memudahkan anak-anak terserang ISPA. Berdasarkan hasil
penelitian Yusup dan Sulistyorini (2005), diketahui bahwa ada hubungan yang
bermakna antara ventilasi, pencahayaan dan kepadatan penghuni dengan
kejadian ISPA pada balita.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan pada tanggal 13-14 September
2008, perilaku dan pengetahuan ibu tentang ISPA dibagi menjadi tiga kategori
dengan menggunakan metode hanlon kuantitatif yang meliputi kategori baik
antara 60-100%, kategori kurang baik antara 30-50% dan kategori tidak baik
kurang dari 30%. Pengetahuan ibu tentang ISPA sebanyak 73,1% dan perilaku
ibu sebanyak 86%, sehingga pengetahuan dan perilaku ibu tentang ISPA di
Desa Cepogo baik, sedangkan kasus ISPA tahun 2009 dari bulan Januari
sampai bulan Juli masih banyak yaitu 203 kasus. Berdasarkan uraian hasil
survei pendahuluan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
pencahayaan alami, kelembaban, lantai, dinding, dan atap rumah dengan
kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten
Boyolali.
B. Perumusan Masalah
1. Masalah umum
Apakah ada hubungan antara sanitasi fisik rumah dengan kejadian
ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten
Boyolali ?
2. Masalah khusus
a. Apakah ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA
pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali?
b. Apakah ada hubungan antara pencahayaan alami rumah dengan
kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo,
Kabupaten Boyolali?
c. Apakah ada hubungan antara kelembaban rumah dengan kejadian
ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten
Boyolali?
d. Apakah ada hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA pada
balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali?
e. Apakah ada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA
pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali?
f. Apakah ada hubungan antara atap rumah dengan kejadian ISPA pada
5
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan antara sanitasi fisik rumah dengan
kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo,
Kabupaten Boyolali.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA
pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.
b. Mengetahui hubungan antara pencahayaan alami rumah dengan
kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo,
Kabupaten Boyolali.
c. Mengetahui hubungan antara kelembaban rumah dengan kejadian
ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten
Boyolali.
d. Mengetahui hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA pada
balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.
e. Mengetahui hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA
pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.
f. Mengetahui hubungan antara atap rumah dengan kejadian ISPA pada
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat yang mempunyai balita yang menderita ISPA tentang
pentingnya menjaga kondisi fisik rumah seperti ventilasi yang memenuhi
standar, pencahayaan yang cukup, kelembaban yang cukup, lantai,
dinding, dan atap rumah yang baik.
2. Bagi instansi terkait khususnya Puskesmas Cepogo
Memberikan informasi agar dapat dijadikan pedoman dalam
pengambilan kebijakan pada program kepedulian pada balita yang terkena
ISPA.
3. Bagi peneliti lain
Dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya
misalnya mengenai hubungan antara asap dapur di rumah dengan kejadian
ISPA pada balita.
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup materi pada penelitian ini dibatasi pada hubungan
sanitasi fisik rumah yang meliputi ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban,
lantai, dinding, dan atap rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) 1. Pengertian ISPA
Menurut Khaidirmuhaj (2008), ISPA adalah penyakit infeksi saluran pernafasan atas yang meliputi infeksi mulai dari rongga hidung sampai dengan epiglottis dan laring seperti demam, batuk, pilek, infeksi telinga (otitis media), dan radang tenggorokan (faringitis).
Menurut Anonim (2008), ISPA adalah penyakit ringan yang akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu satu sampai dua minggu, tetapi penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi (gejala gawat) jika dibiarkan dan tidak segera ditangani.
2. Klasifikasi ISPA
Klasifikasi ISPA dapat dikelompokkan berdasarkan golongannya dan golongannya umur yaitu :
a. Menurut Anonim (2008), ISPA berdasarkan golongannya :
1) Pneumonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
2) Bukan pneumonia meliputi batuk pilek biasa (common cold), radang tenggorokan (pharyngitis), tonsilitis dan infeksi telinga (otitis media). b. Menurut Khaidirmuhaj (2008), ISPA dapat dikelompokkan berdasarkan
permenit untuk usia 2-11 bulan dan kurang dari 40 kali permenit untuk usia 12-59 bulan, serta tidak ada tarikan pada dinding dada. b) Pneumonia yaitu ditandai dengan nafas cepat (frekuensi pernafasan
sama atau lebih dari 50 kali permenit untuk usia 2-11 bulan dan frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 40 kali permenit untuk usia 12-59 bulan), serta tidak ada tarikan pada dinding dada.
c) Pneumonia berat yaitu adanya batuk dan nafas cepat (fast breathing) dan tarikan dinding pada bagian bawah ke arah dalam (servere chest indrawing).
2) Untuk anak usia kurang dari dua bulan :
a) Bukan pneumonia yaitu frekuensi pernafasan kurang dari 60 kali permenit dan tidak ada tarikan dinding dada.
b) Pneumonia berat yaitu frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 60 kali permenit (fast breathing) atau adanya tarikan dinding dada tanpa nafas cepat.
3. Etiologi ISPA
9
golongan Mexovirus, Adenovirus, Coronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus, dan lain-lain (Depkes RI, 2000).
4. Cara penularan
ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui AC (air conditioner), droplet dan melalui tangan yang dapat menjadi jalan masuk bagi virus. Penularan faringitis terjadi melalui droplet, kuman menginfiltrasi lapisan epitel, jika epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi sehingga terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada sinusitis, saat terjadi ISPA melalui virus, hidung akan mengeluarkan ingus yang dapat menghasilkan superinfeksi bakteri, sehingga dapat menyebabkan bakteri-bakteri patogen masuk ke dalam rongga-rongga sinus (WHO, 2008). 5. Pertolongan pertama penderita ISPA
Menurut Benih (2008), untuk perawatan ISPA di rumah ada beberapa hal yang dapat dilakukan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA yaitu :
a. Mengatasi panas (demam)
b. Mengatasi batuk
Dianjurkan untuk memberikan obat batuk yang aman misalnya ramuan tradisional yaitu jeruk nipis setengah sendok teh dicampur dengan kecap atau madu setengah sendok teh dan diberikan tiga kali sehari.
c. Pemberian makanan
Dianjurkan memberikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika terjadi muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan. d. Pemberian minuman
Diusahakan memberikan cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Hal ini akan membantu mengencerkan dahak, selain itu kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita. e. Lain-lain
11
mendapat obat antibiotik, selain tindakan di atas diusahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama lima hari penuh dan setelah dua hari anak perlu dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.
6. Pencegahan ISPA
Menurut Benih (2008), pencegahan ISPA ada empat yaitu : a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik
b. Melakukan immunisasi
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
B. Sanitasi Fisik Rumah 1. Pengertian rumah
Menurut Notoatmodjo (2003), rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Menurut Dinkes (2005), secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis meliputi pencahayaan, penghawaan, ruang gerak yang cukup, dan terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, dan cukup sinar matahari pagi.
d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah, antara lain fisik rumah yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
Menurut Dinkes (2005), rumah sehat adalah proporsi rumah yang memenuhi kriteria sehat minimum komponen rumah dan sarana sanitasi dari tiga komponen (rumah, sarana sanitasi dan perilaku) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Minimum yang memenuhi kriteria sehat pada masing-masing parameter adalah sebagai berikut :
1) Minimum dari kelompok komponen rumah adalah langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar tidur, jendela ruang keluarga, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur, dan pencahayaan.
2) Minimum dari kelompok sarana sanitasi adalah sarana air bersih, jamban (sarana pembuangan kotoran), sarana pembuangan air limbah (SPAL), dan sarana pembuangan sampah.
3) Perilaku
13
sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar, 1990). Sarana sanitasi tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan rumah, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manusia, dan penyediaan air. Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular, terutama ISPA. Lingkungan perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya ISPA (Azwar, 1990).
Rumah yang tidak sehat merupakan penyebab dari rendahnya taraf kesehatan jasmani dan rohani yang memudahkan terjangkitnya penyakit dan mengurangi daya kerja atau daya produktif seseorang. Rumah tidak sehat ini dapat menjadi reservoir penyakit bagi seluruh lingkungan, jika kondisi tidak sehat bukan hanya pada satu rumah tetapi pada kumpulan rumah (lingkungan pemukiman). Timbulnya permasalahan kesehatan di lingkungan pemukiman pada dasarnya disebabkan karena tingkat kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah, karena rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya (Notoatmodjo, 2003).
2. Ventilasi
ruangan yang terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu dan lubang angin. Selain itu ventilasi alamiah dapat juga menggerakan udara sebagai hasil sifat porous dinding ruangan, atap dan lantai.
b. Ventilasi buatan
Ventilasi buatan dapat dilakukan dengan menggunakan alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantaranya adalah kipas angin, exhauster dan AC.
Menurut Dinata (2007), syarat ventilasi yang baik adalah sebagai berikut:
1) Luas lubang ventilasi tetap minimal lima persen dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal lima persen dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan.
2) Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik, knalpot kendaraan, debu, dan lain-lain.
15
Menurut Dinata (2007), secara umum penilaian ventilasi rumah dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan rollmeter. Berdasarkan indikator penghawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah lebih dari sama dengan 10% dari luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah kurang dari 10% dari luas lantai rumah.
3. Pencahayaan Alami
4. Kelembaban
kelembaban rumah yang tinggi dapat mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Kelembaban juga dapat meningkatkan daya tahan hidup bakteri. Menurut Suryanto (2003), kelembaban dianggap baik jika memenuhi 40-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari 70%. Kelembaban berkaitan erat dengan ventilasi karena sirkulasi udara yang tidak lancar akan mempengaruhi suhu udara dalam rumah menjadi rendah sehingga kelembaban udaranya tinggi. Sebuah rumah yang memiliki kelembaban udara tinggi memungkinkan adanya tikus, kecoa dan jamur yang semuanya memiliki peran besar dalam patogenesis penyakit pernafasan (Krieger dan Higgins, 2002).
5. Lantai
17
lebih baik kalau dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan (Ditjen PPM dan PL, 2002).
6. Dinding
Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan banyak yang berdinding papan, kayu dan bambu. Hal ini disebabkan masyarakat pedesaan perekonomiannya kurang. Rumah yang berdinding tidak rapat seperti papan, kayu dan bambu dapat menyebabkan penyakit pernafasan yang berkelanjutan seperti ISPA, karena angin malam yang langsung masuk ke dalam rumah. Jenis dinding mempengaruhi terjadinya ISPA, karena dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik
bagi berkembangbiaknya kuman (Suryanto , 2003).
7. Atap
: Variabel diteliti
[image:36.612.117.513.88.605.2]: Variabel tidak diteliti
Gambar 1. Kerangka Teori
D. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Sanitasi fisik Rumah : 1. Ventilasi
[image:36.612.125.512.404.550.2]2. Pencahayaan alami 3. Kelembaban 4. Lantai 5. Dinding 6. Atap
Gambar 2. Kerangka Konsep
E. Hipotesis
1. Ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupataen Boyolali.
Variabel Terikat
Kejadian ISPA pada balita
Rumah 1. Ventilasi
2. Pencahayaan
alami
3. Kelembabaan
4. Lantai
5. Dinding
6. Atap
Status Ekonomi masyarakat Sanitasi Fisik
Rumah Kejadian
19
2. Ada hubungan antara pencahayaan alami rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupataen Boyolali.
3. Ada hubungan antara kelembaban rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupataen Boyolali.
4. Ada hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupataen Boyolali.
5. Ada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupataen Boyolali.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan
cross sectional yaitu rancangan studi epidemiologi yang mempelajari
hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati
status paparan dan penyakit serentak pada individu-individu dari populasi
tunggal, pada suatu saat atau periode (Murti, 1997).
B. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah seluruh rumah yang di dalamnya
terdapat balita berusia nol sampai lima tahun di Desa Cepogo, Kecamatan
Cepogo, Kabupaten Boyolali.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten
Boyolali dan di laksanakan pada bulan Agustus 2009.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi penelitian ini adalah semua kartu keluarga (KK) yang
mempunyai balita berusia nol sampai lima tahun di Desa Cepogo,
Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali yang berjumlah 426 KK
2. Sampel pada penelitian ini adalah sebagian KK yang mempunyai balita
21
a. Besar sampel dapat dihitung dengan rumus Khotari (1990) dalam
Murti (2006) sebagai berikut :
Jadi sampel yang diambil sebanyak 62 responden.
Keterangan :
n : Besar sampel
N : Besar populasi
P : Perkiraan proporsi (prevalensi) variabel dependen pada
populasi (95%)
q : 1-p
Z1-α/2 : Statistik Z (Z = 1,96 untuk α = 0,05)
d : Delta presisi absolut atau margin of error yang diinginkan di
kedua sisi proporsi (±5%).
b. Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan adalah cluster
adalah kelompok (misalnya dukuh atau rumah tangga) bukan individu
dan klaster yang dipilih secara random dari populasi (Murti, 2006).
Karena pencuplikan sampel adalah cluster random sampling dengan
jumlah sampel 62 responden, maka sampel akan dibagi menjadi 16
klaster. Jumlah klaster diambil dari jumlah rukun warga (RW) yang
masing-masing klaster terdiri dari tiga sampai empat responden.
c. Kriteria inklusi atau kriteria subjek yang memenuhi syarat sebagai
sampel penelitian ini adalah :
1) Merupakan warga yang berdomisili (tinggal menetap) dan
memiliki rumah di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten
Cepogo.
2) Mempunyai balita berusia nol sampai lima tahun dalam setiap KK
3) Bersedia menjadi responden.
d. Kriteria eksklusi atau kriteria subjek yang tidak memenuhi syarat
sebagai sampel penelitian ini adalah :
1) Bukan merupakan warga yang berdomisili (tinggal menetap) dan
tidak memiliki rumah di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo,
Kabupaten Cepogo.
2) Tidak mempunyai balita berusia nol sampai lima tahun dalam
setiap KK
23
E. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sanitasi fisik rumah yang
meliputi ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban, lantai, dinding, dan
atap rumah.
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian ISPA pada
balita.
F. Definisi Operasional Variabel
1. Variabel bebas
a. Ventilasi merupakan lubang angin untuk proses pergantian udara segar
ke dalam dan mengeluarkan udara kotor dari suatu ruangan tertutup
secara alamiah maupun buatan. Dengan kategori :
1) Baik (≥10% dari luas lantai)
2) Tidak baik (<10% dari luas lantai)
Skala : nominal
b. Pencahayaan alami merupakan penerangan rumah secara alami oleh
sinar matahari untuk mengurangi kelembaban dan membunuh bakteri
penyebab ISPA. Dengan kategori :
1) Baik (60-120 lux)
2) Tidak baik (<60 lux atau >120 lux)
c. Kelembaban merupakan kandungan uap air yang dapat dipengaruhi
oleh sirkulasi udara dalam rumah dan pencahayaan yang masuk dalam
rumah. Dengan kategori :
1) Baik (40-70%)
2) Tidak baik (<40% atau >70%))
Skala : nominal
d. Lantai merupakan salah satu bahan bangunan rumah untuk melengkapi
sebuah rumah. Dengan kategori :
1) Baik : kedap air dan tidak lembab (kramik dan ubin)
2) Tidak baik : menghasilkan debu dan lembab (semen dan tanah)
Skala : nominal
e. Dinding merupakan salah satu bahan bangunan rumah untuk
mendirikan sebuah rumah. Dengan kategori :
1) Baik : Permanen atau tembok
2) Tidak baik : semi permanen, bambu dan kayu atau papan
Skala : nominal
f. Atap merupakan salah satu bahan bangunan rumah yang berfungsi
untuk melindungi agar debu tidak langsung masuk ke dalam rumah.
Dengan kategori :
1) Baik : Genting dan menggunakan langit-langit
2) Tidak baik : asbes atau seng dan tidak menggunakan langit-langit
25
2. Variabel terikat
Kejadian ISPA merupakan infeksi saluran pernafasan atas pada
balita usia nol sampai lima tahun yang di tandai dengan batuk pilek,
demam, sakit telinga (otitis media), dan radang tenggorokan (faringitis),
yang terjadi pada saat ini atau enam bulan yang lalu dari bulan februari
sampai bulan juni di Desa Cepogo. Dengan kategori :
1) Pernah
2) Tidak pernah
Skala : nominal
G. Pengumpulan Data
1. Jenis data
Jenis data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang meliputi
ventilasi, pencahayaan alami, kelembaban, lantai, dinding, dan atap.
2. Sumber data
a. Data primer
Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung
kepada responden dengan menggunakan pedoman wawancara semi
terstruktur, observasi dan pengukuran dilakukan pada sanitasi fisik
rumah.
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi kesehatan seperti
desa yang meliputi data jumlah kasus, gambaran umum lokasi
penelitian dan data demografi.
3. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan
pengukuran. Wawancara secara langsung ditujukan kepada ibu yang
memiliki balita dengan menggunakan pedoman wawancara semi
terstruktur, observasi dan pengukuran mengenai sanitasi fisik rumah
dilakukan dengan menggunakan peralatan untuk mengukur luas ventilasi,
pencahayaan alami, kelembaban, lantai, dinding, dan atap rumah.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner,
pedoman observasi, formulir isian pengukuran, rollmeter, luxmeter,
hygrometer atau psychrometer sling, dan alat tulis.
Cara menggunakan luxmeter dalam pengukuran pencahayaan alami
rumah yaitu dengan mengukur pada setiap bagian ruangan yang akan
diukur melalui lima titik pada ruangan yang diukur dan hasilnya
dirata-rata. Cara menggunakan sling psychrometer sling untuk mengukur
kelembaban rumah yaitu dengan memutarkan alat dan mengitari ruangan
yang akan diukur, dan dilakukan sebanyak tiga kali dan hasilnya
dirata-rata.
H. Jalannya Penelitian
Peneliti mengadakan survei awal ke Puskesmas Cepogo untuk meminta
27
Kemudian datang ke kantor Kelurahan Cepogo untuk mencari data monografi,
dan datang ke Posyandu pada setiap dusun untuk mencari data jumlah KK
yang mempunyai balita. Penelitian dilakukan dengan mengadakan observasi
langsung pada lantai, dinding dan atap rumah, sedangkan pengukuran
langsung pada ventilasi, pencahayaan alami dan kelembaban rumah.
I. Pengolahan Data
Menurut Budiarto (2001), kegiatan dalam proses pengolahan data
meliputi editing, coding, entry, dan tabulating data.
1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan, kejelasan makna jawaban,
konsistensi maupun kesalahan antar jawaban pada kuesioner.
2. Coding, yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan proses
pengolahan data.
3. Entry, memasukkan data untuk diolah menggunakan komputer.
4. Tabulating, yaitu mengelompokkan data sesuai variabel yang akan diteliti
guna memudahkan analisis data.
J. Analisis Data
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan program
SPSS 11. Analisis data meliputi :
1. Analisis univariat
Analisis univariat (analisis persentase) dilakukan untuk
(independen), variabel terikat (dependen) maupun deskripsi karakteristik
responden.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square
dengan rumus :
Keterangan :
x² : chi square
O : frekuensi observasi
E : frekuensi harapan
Menurut Budiarto (2001), dasar pengambilan keputusan
penerimaan hipotesis dengan tingkat kepercayaan 95% :
a. Jika nilai sig p > 0,05 maka hipotesis penelitian diterima.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Keadaan geografis
Desa Cepogo memiliki luas wilayah 3.372.930 Ha dengan jumlah
penduduk 6.802 orang dan kepadatan penduduk 500 Km/jiwa. Dilihat dari
topografi, Desa Cepogo termasuk wilayah dataran tinggi dengan suhu
udara rata-rata 20°C. Adapun batas wilayah Desa Cepogo sebagai berikut :
a. Sebelah utara : Desa Kembang Kuning, Kecamatan Cepogo.
b. Sebelah timur : Desa Cabean Kunti, Kecamatan Cepogo.
c. Sebelah selatan : Desa Sukabumi, Kecamatan Cepogo dan Desa
Mliwis, Kecamatan Cepogo.
d. Sebelah barat : Desa Genting, Kecamatan Cepogo.
2. Keadaan demografi
Desa Cepogo terdiri dari 6.802 jiwa dengan perincian penduduk
laki-laki sebanyak 3.378 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 3.424
jiwa. Data mengenai tingkat pendidikan penduduk di Desa Cepogo
disajikan pada Tabel 1, sedangkan data mengenai mata pencaharian
Orang % 1. Tidak sekolah/Tidak tamat SD 3924 57,7
2. Tamat SD 1820 26,8
3. Tamat SMP 639 9,4
4. Tamat SMA 339 5
5. Tamat Perguruan tinggi 80 1,1
Total 6802 100
[image:48.612.142.509.142.257.2]Sumber : Data Monografi Desa Cepogo.
[image:48.612.141.511.143.257.2]Tabel 1, menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan penduduk Desa Cepogo adalah tidak sekolah atau tidak tamat SD (Sekolah Dasar) yaitu sebanyak 3.924 orang (57,7%) dan paling sedikit tamat perguruan tinggi sebanyak 80 orang (1,1%).
Tabel 2. Mata Pencaharian penduduk di Desa Cepogo tahun 2008
No Mata Pencaharian Jumlah
Orang %
1. Peternak 2163 45,8
2. Petani 1626 34,4
3. Swasta 713 15,1
4. Buruh 162 3,4
5. PNS 62 1,3
Total 4726 100
Sumber : Data Monografi Desa Cepogo.
[image:48.612.144.514.418.535.2]30
B. Hasil Analisis Univariat
[image:49.612.137.509.284.543.2]Berdasarkan tabulasi data skor hasil kuisioner diperoleh gambaran data tiap variabel yang disajikan pada Tabel 3, sedangkan gambaran data mengenai perilaku responden terhadap sanitasi fisik rumah di Desa Cepogo disajikan pada Tabel 4.
Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan
Karakteristik Jumlah
Orang % Pendidikan
Tidak sekolah/tidak tamat SD 15 24,2
Tamat SD 30 48,4
Tamat SMP 8 12,9
Tamat SMA 4 6,5
Tamat perguruan tinggi 5 8,1
Pekerjaan
Tidak bekerja/Ibu rumah tangga 27 43,5
Petani 13 21
Buruh 10 16,1
Swasta 12 19,4
PNS 0 0
Pendapatan
< Rp. 250.000,- 9 14,5
Rp. 250.000,- sampai Rp. 500.000,- 38 61,3
> Rp. 500.000,- 15 24,2
Tabel 4. Perilaku Responden terhadap Sanitasi Fisik Rumah di Desa
Cepogo
Perilaku Orang %
Baik 54 87,1
Tidak baik 8 12,9
Total 62 100
Tabel 4, menunjukkan bahwa perilaku responden terhadap sanitasi fisik rumah sebagian besar termasuk kategori baik, yaitu sebanyak 54 orang (87,1%). 1. Kondisi Sanitasi Fisik Rumah
a. Ventilasi, pencahayaan alami dan kelembaban
[image:50.612.140.516.475.622.2]Kondisi ventilasi rumah, pencahayaan alami rumah dan kelembaban rumah responden disajikan pada Tabel 5 berikut ini :
Tabel 5. Ventilasi Rumah, Pencahayaan Alami Rumah dan Kelembaban Rumah Responden di Desa Cepogo
Variabel Rumah %
Ventilasi
Baik 23 37,1
Tidak baik 39 62,9
Pencahayaan alami
Baik 27 43,5
Tidak baik 35 56,5
Kelembaban
Baik 44 71
Tidak baik 18 29
32
tidak baik sebanyak 35 rumah (56,5%). Sedangkan kelembaban rumah responden sebagian besar termasuk kategori baik sebanyak 44 rumah (71%).
b. Lantai, Dinding dan Atap Rumah
[image:51.612.164.506.312.457.2]Konstruksi rumah responden yang meliputi lantai, dinding dan atap disajikan pada Tabel 6 berikut ini :
Tabel 6. Lantai Rumah, Dinding Rumah dan Atap Rumah Responden di Desa Cepogo
Variabel Rumah %
Lantai
Memenuhi syarat 29 46,8
Tidak Memenuhi syarat 33 53,2
Dinding
Memenuhi syarat 28 45,2
Tidak Memenuhi syarat 34 54,8
Atap
Memenuhi syarat 34 54,8
Tidak Memenuhi syarat 28 45,2
Tabel 6, menunjukkan bahwa lantai rumah responden sebagian besar tidak memenuhi syarat sebanyak 33 rumah (53,2%). Dilihat dari dinding rumah sebagian besar tidak memenuhi syarat sebanyak 34 rumah (54,8%). Sedangkan dilihat dari atap rumah sebagian besar memenuhi syarat sebanyak 34 rumah (54,8%).
C. Hasil Analisis Bivariat
Pola hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA disajikan pada Gambar 3 sebagai berikut :
G ambar 3. Grafik Hubungan antara Ventilasi Rumah dengan
Kejadian ISPA
Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa ventilasi rumah yang tidak baik menyebabkan balita responden yang terkena ISPA lebih banyak. Hasil uji Chi square menunjukkan ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali (nilai p sebesar 0,046).
34
[image:53.612.167.517.167.388.2]Pola hubungan antara pencahayaan alami rumah dengan kejadian ISPA disajikan pada Gambar 4 sebagai berikut :
Gambar 4. Grafik Hubungan antara Pencahayaan Alami Rumah dengan Kejadian ISPA
Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui bahwa pencahayaan alami rumah yang tidak baik menyebabkan balita responden yang terkena ISPA lebih banyak. Hasil uji Chi square menunjukkan ada hubungan antara pencahayaan alami rumah dengan kejadian ISPA di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali (nilai p sebesar 0,001).
c. Pola hubungan antara kelembaban rumah dengan kejadian ISPA
36
d. Pola hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA
[image:55.612.162.516.191.440.2]Pola hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA disajikan pada Gambar 6 sebagai berikut :
Gambar 6. Grafik Hubungan antara Lantai Rumah dengan Kejadian ISPA
Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa lantai rumah yang tidak memenuhi syarat menyebabkan balita responden yang terkena ISPA lebih banyak. Hasil uji Chi square menunjukkan ada hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali (nilai p sebesar 0,025).
e. Pola hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA
Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa dinding rumah yang tidak memenuhi syarat menyebabkan balita responden yang terkena ISPA lebih banyak. Hasil uji Chi square menunjukkan ada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali (nilai p sebesar 0,00).
f. Pola hubungan antara atap rumah dengan kejadian ISPA
[image:56.612.158.514.111.342.2]38
Gambar 8. Grafik Hubungan antara Atap Rumah dengan Kejadian ISPA
BAB V
PEMBAHASAN
A. Hubungan antara Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA
Hasil analisis statistik dengan uji Chi square untuk hubungan antara
ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, didapatkan
nilai p (0,046) lebih kecil dari nilai α (0,05), dengan demikian terdapat
hubungan yang signifikan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA. Hasil
ini sejalan dengan hasil penelitian Yusup dan Sulistyorini (2005), di Desa
Penjaringan Sari, yang menyimpulkan bahwa ventilasi rumah di Desa
Penjaringan Sari rata-rata tidak di buka pada siang hari. Responden yang
terkena ISPA mempunyai ventilasi rumah yang baik sebanyak 10 rumah
(16,1%) dan ventilasi rumah yang tidak baik sebanyak 27 rumah (43,5%),
sedangkan responden yang tidak terkena ISPA mempunyai ventilasi rumah
yang baik sebanyak 13 rumah (21%) dan ventilasi rumah yang tidak baik
sebanyak 12 rumah (19,4%). Hal ini disebabkan karena ventilasi atau jendela
pada rumah responden rata-rata tidak dibuka dan masih banyak jendela pada
rumah responden berbahan kaca yang tidak bisa dibuka, sehingga proses
pertukaran udara pada rumah tidak lancar.
Dengan adanya ventilasi yang baik maka udara segar dapat dengan
mudah masuk ke dalam rumah sehingga kejadian ISPA akan semakin
berkurang. Sedangkan ventilasi yang tidak baik dapat menyebabkan
kelembaban tinggi dan membahayakan kesehatan sehingga kejadian ISPA
41
B. Hubungan antara Pencahayaan Alami Rumah dengan Kejadian ISPA
Hasil analisis statistik dengan uji Chi square untuk hubungan antara
pencahayaan alami rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo,
didapatkan nilai p (0,001) lebih kecil dari nilai α (0,05), dengan demikian
terdapat hubungan yang signifikan antara pencahayaan alami rumah dengan
kejadian ISPA. Hasil ini mendukung hasil penelitian Nindya dan Sulistyorini
(2005), di Desa Sidomulyo Sidoarjo, yang menyimpulkan bahwa pencahayaan
alami pada rumah di pengaruhi oleh ventilasi atau jendela rumah yang tidak di
buka pada siang hari. Responden yang terkena ISPA mempunyai pencahayaan
alami rumah yang baik sebanyak 10 rumah (16,1%) dan pencahayaan alami
rumah yang tidak baik sebanyak 27 rumah (43,5%), sedangkan responden
yang tidak terkena ISPA mempunyai pencahayaan alami rumah yang baik
sebanyak 17 rumah (27,4%) dan pencahayaan alami rumah yang tidak baik
sebanyak 8 rumah (12,9%). Hal ini disebabkan karena jendela kurang luas dan
jarang dibuka pada siang hari, tidak memiliki ventilasi rumah, dan kebanyakan
rumah menghadap ke arah barat dan utara. Cahaya matahari penting, karena
selain dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah juga
mengurangi kelembaban ruangan dalam rumah (Azwar, 1990).
C. Hubungan Kelembaban Rumah dengan Kejadian ISPA
Hasil analisis statistik dengan uji Chi square untuk hubungan antara
kelembaban rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo,
didapatkan nilai p (0,883) lebih kecil dari nilai α (0,05), dengan demikian
kejadian ISPA. Responden yang terkena ISPA mempunyai kelembaban rumah
yang baik sebanyak 26 rumah (41,9%) dan kelembaban rumah yang tidak baik
sebanyak 11 rumah (17,7%), sedangkan responden yang tidak terkena ISPA
mempunyai kelembaban rumah yang baik sebanyak 18 rumah (29%) dan
kelembaban rumah yang tidak baik sebanyak 7 rumah (11,3%). Hal ini
kelembaban rumah dipengaruhi oleh ventilasi rumah yang tidak baik sebanyak
(43,5%), lantai yang tidak kedap air dan menghasilkan debu, sebanyak
(38,7%). Rumah yang lembab memungkinkan tikus dan kecoa membawa
bakteri dan virus yang semuanya dapat berperan dalam memicu terjadinya
penyakit pernafasan dan dapat berkembang biak dalam rumah (Krieger dan
Higgins, 2002). Menurut Notoatmodjo (2003), kelembaban udara dalam
rumah menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri-bakteri penyebab
ISPA.
D. Hubungan lantai rumah dengan kejadian ISPA
Hasil analisis statistik dengan uji Chi square untuk hubungan antara
lantai rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, didapatkan
nilai p (0,025) lebih kecil dari nilai α (0,05), dengan demikian terdapat
hubungan yang signifikan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA. Hasil ini
mendukung hasil penelitian Toanabun (2003) yang mengadakan penelitian di
Desa Tual, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara, hasil
penelitian menunjukkan bahwa lantai rumah rata-rata di Desa Tual memakai
jenis lantai semen dan tanah. Responden yang terkena ISPA mempunyai lantai
43
yang tidak memenuhi syarat sebanyak 24 rumah (38,7%), sedangkan
responden yang tidak terkena ISPA mempunyai lantai rumah yang memenuhi
syarat sebanyak 16 rumah (25,8%) dan lantai rumah yang tidak memenuhi
syarat sebanyak 9 rumah (14,5%). Hal ini disebabkan karena lantai rumah
responden rata-rata berupa lantai semen dan tanah, sehingga pada saat musim
kemarau akan menghasilkan debu. Lantai yang terbuat dari semen rata-rata
sudah rusak dan tidak kedap air, sehingga lantai menjadi berdebu dan lembab.
Lantai yang baik harus kedap air, tidak lembab, bahan lantai mudah
dibersihkan dan dalam keadaan kering dan tidak menghasilkan debu (Ditjen
PPM dan PL, 2002).
E. Hubungan dinding rumah dengan kejadian ISPA
Hasil analisis statistik dengan uji Chi square untuk hubungan antara
dinding rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, didapatkan
nilai p (0,00) lebih kecil dari nilai α (0,05), dengan demikian terdapat
hubungan yang signifikan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA.
Dinding rumah yang baik menggunakan tembok, tetapi dinding rumah di Desa
Cepogo masih banyak yang berdinding bambu, papan atau kayu yaitu
sebanyak 4176 rumah (Dinas Kesehatan dan Sosial Boyolali, 2007).
Responden yang terkena ISPA mempunyai dinding rumah yang memenuhi
syarat sebanyak 5 rumah (8,1%) dan dinding rumah yang tidak memenuhi
syarat sebanyak 32 rumah (51,6%), sedangkan responden yang tidak terkena
(37,1%) dan dinding rumah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 2 rumah
(3,2%). Hal ini disebabkan karena penghasilan keluarga yang kurang.
Rumah yang berdinding tidak rapat seperti bambu, papan atau kayu
dapat menyebabkan ISPA, karena angin malam langsung masuk ke dalam
rumah. Jenis dinding yang mempengaruhi terjadinya ISPA disebabkan karena
dinding yang sulit dibersihkan dan menyebabkan penumpukan debu pada
dinding, sehingga dinding akan dijadikan sebagai media yang baik bagi
berkembangbiaknya kuman (Suryanto, 2003).
F. Hubungan atap rumah dengan kejadian ISPA
Hasil analisis statistik dengan uji Chi square untuk hubungan antara
atap rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, didapatkan
nilai p (0,026) lebih kecil dari nilai α (0,05), dengan demikian terdapat
hubungan yang signifikan antara atap rumah dengan kejadian ISPA. Hasil ini
sejalan dengan hasil penelitian Toanabun (2003), yang mengadakan penelitian
di Desa Tual, Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara, hasil
penelitian menunjukkan bahwa atap rumah rata-rata di Desa Tual memakai
atap genting dan tidak diberi langit-langit, sehingga debu yang langsung
masuk ke dalam rumah mengganggu saluran pernafasan pada balita yang ada
di desa tersebut. Responden yang terkena ISPA mempunyai atap rumah yang
memenuhi syarat sebanyak 16 rumah (25,8%) dan atap rumah yang tidak
memenuhi syarat sebanyak 21 rumah (33,9%), sedangkan responden yang
tidak terkena ISPA mempunyai atap rumah yang memenuhi syarat sebanyak
45
rumah (11,3%). Hal ini disebabkan karena atap rumah umumnya
menggunakan genting dan tidak memakai langit-langit karena keterbatasan
biaya pada keluarga responden. Atap rumah yang baik menggunakan genting
dan diberi langit-langit atau plafon agar debu tidak langsung masuk ke dalam
rumah (Nurhidayah, 2007).
G. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu berdasarkan teori kesehatan,
seseorang dapat terkena penyakit ISPA tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi
sanitasi fisik rumah namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain misalnya
status gizi, pemberian ASI, pemberian vitamin A, berat badan lahir rendah,
polusi asap rokok, polusi asap dapur, dan kepadatan hunian namun pada
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di
Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.
2. Ada hubungan antara pencahayaan alami pada rumah dengan kejadian
ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten
Boyolali.
3. Tidak ada hubungan antara kelembaban rumah dengan kejadian ISPA
pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.
4. Ada hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA pada balita di
Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.
5. Ada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA pada balita di
Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.
6. Ada hubungan antara atap rumah dengan kejadian ISPA pada balita di
Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.
B. Saran
1. Bagi masyarakat
a. Hendaknya masyarakat mempunyai kebiasaan untuk membuka jendela
setiap hari agar sirkulasi udara lancar dan cahaya matahari dapat
47
b. Hendaknya masyarakat menjaga kebersihan rumah seperti menyapu
lantai, mengepel lantai dan membersihkan debu-debu yang menempel
pada dinding dan lantai rumah, agar tidak dijadikan tempat
perkembangbiakkan kuman.
2. Bagi instansi terkait khususnya Puskesmas Cepogo
a. Agar meningkatkan sistem kewaspadaan dini terhadap kejadian ISPA
melalui peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu mengenai
pentingnya sanitasi fisik rumah yang sehat.
b. Hendaknya petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang ISPA
kepada setiap ibu misalnya pada acara pertemuan posyandu.
3. Bagi peneliti lain
Untuk peneliti lain dapat melakukan penelitian dengan
menambahkan variabel kepadatan penghuni rumah, suhu rumah dan polusi
udara dalam rumah (asap rokok atau asap dapur) pengaruhnya terhadap
Ambarwati dan Dina, 2007. Hubungan antara Sanitasi Fisik Rumah Susun (Kepadatan Penghuni, Ventilasi, Suhu, Kelembaban, dan Penerangan Alami) dengan Kejadian Penyakit ISPA. Abstrak Penelitian. Diakses : 09 Desember 2008.
http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2008
ambarwatid-6250&PHPSESSID=4e8c75dbb69c76fe85d1f25545d23762
Anonim, 2008. Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Diakses : 18 Oktober 2008. http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/12/klasifikasi-ispa-pada-balita/
Azwar, A., 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara.
Benih, C., 2008. Penanggulangan dan Pengobatan ISPA. Diakses : 09 Desember 2008.
http://www.benih.net/lifestyle/gaya-hidup/ispa-infeksi-saluran pernapasan-akut-penanggulangan-dan-pengobatannya.html
Budiarto, E., 2001. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.
Depkes RI, 2000. Informasi tentang ISPA pada Balita. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
Dewa dan Daru, 2001. Hubungan Perawatan di Rumah terhadap Perubahan Status ISPA Bukan Pneumonia menjadi Pneumonia di Kabupaten Kotabaru. Diakses : 09 Desember 2008.
http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2001 dewa2c-2441-iapa&q=kejadian
Dinata, A., 2007. Aspek Teknis dalam Penyehatan Rumah. Diakses : 09 Desember 2008. http://miqrasehat.blogspot.com/2007/07/aspek-teknis-dalam-penyeh atan-rumah.html
Dinkes, 2005. Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Diakses : 10 Januari 2009. http://httpyasirblogspotcom.blogspot.com/2009/04/infeksi-saluran-pernafa san-akut-ispa.html
Dinkes dan Sosial Boyolali, 2007. Profil Kesehatan Boyolali Tahun 2006. Boyolali: DKS Boyolali.
Iswarini dan Wahyu, D., 2006. Hubungan antara Kondisi Fisik Rumah, Kebersihan Rumah, Kepadatan Penghuni, dan Pencemaran Udara dalam Rumah dengan Keluhan Penyakit ISPA pada Balita. Diakses : 09 Desember 2008.
http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2006-iswarinidi-2501&PHPSESSID=0629b7ba39f6f4430c9571ce837f55fa
Kelurahan Cepogo, 2007. Data Monografi Kelurahan Cepogo Kecamatan Cepoga Kabupaten Boyolali. Boyolali.
Khaidirmuhaj, 2008. Pengertian ISPA dan Pneumonia. Diakses : 10 Januari 2009. http://www.google.co.id/search?hl=id&q=Menurut+Khaidirmuhaj+2008+I SPA+dapat+dikelompokkan+ISPA+berdasarkan+golongan+umur&meta=
Kothari, C. R., 1990. Research Methodology Methods and Techniques. New Delhi: Wiley Eastern Limited.
Krieger, J. dan Higgins, D. L., 2002. Housing and Health: Time Again for Public Health Action.
Murti, B., 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
________, 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nindya, T. S. dan Sulistyorini L., 2005. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita. Diakses : 09 Desember 2008.
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-04.pdf
Notoatmodjo, S., 2003a. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
____________, 2003b. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurhidayah, I., 2007. Hubungan antara Karakteristik Lingkungan Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis (TB) pada Anak di Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang. Skripsi. Bandung: Universitas Padjadjaran Fakultas Ilmu Keperawatan Bandung.
Puskesmas Cepogo, 2007. Profil Puskesmas Tahun 2006. Boyolali.
_______________, 2008. Profil Puskesmas Tahun 2007. Boyolali.
Sukar, 1996. Pengaruh Kualitas Lingkungan dalam Ruang terhadap ISPA Pnemonia. Bandung: Buletin Penelitian Kesehatan.
Supraptini, 2006. Gambaran Rumah Sehat di Indonesia. Diakses : 10 Januari 2009.
http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=52&prang=Supraptini
Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2004. Modul Kesehatan dan Rumah Tangga. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Suryanto, 2003. Hubungan Sanitasi Rumah dan Faktor Intern Anak Balita dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita. Skripsi. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Taylor, V., 2002. Health Hardware for Housing for Rural and Remote Indigenous Communities. Australia: Central Australian Division of General Practice.
Toanabun, A. H., 2003. Pengaruh Kondisi Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Penduduk terhadap Kejadian Penyakit ISPA pada Anak Balita di Desa Tual Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara Propinsi Maluku. Skripsi. Surabaya : Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Yusup, N. A. dan Sulistyorini L., 2005. Hubungan Sanitasi Rumah secara Fisik dengan Kejadian ISPA pada Balita. Diakses : 09 Desember 2008.
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-02.pdf
World Health Organization. 2008. Pencegahan dan Pengendalian ISPA di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Diakses : 14 Desember 2008. http://www.who.int/csr/resources/publications/AMpandemicbahasa.pdf
KUISIONER
HUBUNGAN ANTARA SANITASI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) PADA BALITA DI DESA CEPOGO KECAMATAN CEPOGO KABUPATEN BOYOLALI
A. IDENTITAS RESPONDEN
Nomor responden :
Nama :
Alamat :
Umur :
B. DATA SOSIAL EKONOMI
1. Pendidikan :
a. Tidak sekolah/tidak tamat SD
b. Tamat SD
c. Tamat SMP
d. Tamat SMA
e. Perguruan Tinggi
2. Pekerjaan :
a. Tidak bekerja
b. Petani
c. Buruh
d. Swasta
e. PNS
f. Lain-lain………...
3. Penghasilan keluarga tiap bulan:
a. Kurang dari Rp. 250.000
b. Rp. 250.000-500.000
4. Apakah balita ibu saat ini atau 6 bulan yang lalu dari bulan Februari-Juli pernah menderita ISPA dengan gejala batuk pilek, sakit tenggorokan dan sakit telinga ?
a. Pernah b. Tidak pernah
C. PERILAKU TERHADAP RUMAH
1. Setelah ibu mengetahui ISPA, apakah ibu melakukan pencegahan dini
seperti menjaga kebersihan perorangan dan kebersihan rumah ?
a. Ya b. Tidak
Jika tidak, berikan alasan ibu !...
...
2. Apakah ibu membersihkan rumah setiap hari seperti mengepel lantai,
menyapu lantai yang kotor dsb?
a. Ya b. Tidak
Jika tidak, berikan alasan ibu !...
...
3. Berapa kali ibu membersihkan rumah dalam sehari ?
a. Sekali dalam sehari b. >1 x dalam sehari
4. Apakah di rumah ibu ventilasi rumah atau jendela rumah selalu dibuka
setiap hari ?
a. Ya b. Tidak
Jika tidak, berikan alasan ibu !...
...
5. Apakah ibu menggunakan anglo untuk menghangatkan badan saat tidur ?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah anak ibu sering tertidur di lantai saat bermain atau nonton TV ?
a. Ya b. Tidak
PEDOMAN OBSERVASI SANITASI FISIK RUMAH
1. Ventilasi rumah :
a. Ada b. Tidak ada
Jika ada memenuhi syarat atau tidak ? ………
2. Pencahayaan rumah :
a. Baik b. Tidak baik
3. Kelembaban rumah :
a. Baik b. Tidak baik
4. Bahan lantai rumah :
a. keramik/ubin
b. Semen
c. Tanah
5. Bahan dinding rumah :
a. Permanen/batu
b. Semi permanen/setengah