• Tidak ada hasil yang ditemukan

obat. Toksisitas yang lazim terjadi adalah toksisitas terhadap jantung, paru, hematologi, sumsum tulang, dan efek gastro intestinal..

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "obat. Toksisitas yang lazim terjadi adalah toksisitas terhadap jantung, paru, hematologi, sumsum tulang, dan efek gastro intestinal.."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Implikasi Anastesi Pada Kemoterapi Kanker Dewa Ayu Mas Shintya Dewi

Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Sanglah Abstrak

Kemoterapi merupakan aspek penting pada pengobatan kanker. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat kemoterapi dapat dibedakan : Alkilating Agent, Antibiotik, Antimetabolit, Mitotic Spindle / antimikrotubuler, Topoisomerase Inhibitor, Cytoprotective Agents, dan Obat yang lain yang tidak termasuk dalam golongan tersebut. Agen kemoterapi tidak dapat membedakan sel ganas dan sel normal sehingga dapat menimbulkan efek toksik pada sel normal. Toksisitas terhadap jantung, paru, hematologi, susmsum tulang dan gastrointestinal lazim terjadi. Memahami permasalahan post kemoterapi terhadap pasien yang akan menjalani pembedahan sangat penting bagi seorang ahli anastwsi.

Pendahuluan

Kanker adalah salah satu penyakit yang paling sering terjadi pada semua kelompok umur. Kanker merupakan penyebab kematian tersering kedua setelah penyakit jantung di Amerika Serikat. Kelangsungan hidup penderita kanker tergantung pada pilihan terapi yang digunakan termasuk didalamnya pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi. Kemoterapi, atau pengobatan kanker secara sistemik, dibuat untuk mematikan sel-sel kanker selama proses pertumbuhan dan pembelahan sel. Agen kemoterapi tidak dapat membedakan antara sel ganas dan sel normal sehingga efek toksik kemoterapi dapat terjadi pada organ sehat.

Selain itu agen kemoterapi juga dapat berinteraksi dengan medikasi yang lain.1 Kemoterapi merupakan aspek penting dari pengobatan kanker. Dengan kemoterapi penderita kanker dapat bertahan hidup lebih lam. Beberapa pasien post kemoterapi akan menjalani operasi elektif dan darurat, oleh karena itu penting untuk mengetahui efek dari agen kemoterapi pada sistem organ normal. Toksisitas obat kemoterapi kanker dan relevansinya dengan manajemen anestesi perioperatif berkaitan dengan agen tertentu yang digunakan, dosis kumulatif dan toksisitas

(2)

obat. Toksisitas yang lazim terjadi adalah toksisitas terhadap jantung, paru, hematologi, sumsum tulang, dan efek gastro intestinal . .2

Sangat penting bagi ahli anastesi untuk memahami hal-hal yang harus diperhitungkan ketika pasien dengan pengobatan kemoterapi datang untuk menjalani tes kelayakan untuk melakukan tindakan operasi.

Kemoterapi

Kemoterapi adalah pemberian golongan obat-obatan sitotoksik dengan tujuan menghambat pertumbuhan sel kanker dan bahkan ada yang dapat membunuh sel kanker. Obat itu disebut "sitostatika atau obat anti-kanker.

Berdasarkan kerjanya pada siklus sel, obat kemoterapi dapat dibedakan : CCDD (Cell Cycle Depending Drugs) dan CCID ( Cell Cycle Independing Drugs).3,4 .

CCDD, Obat ini bekerja selama terdapat proses pembelahan sel, dan dikelompokkan menjadi:

1) CCDD Specific Phase, obat jenis golongan ini hanya bekerja pada fase tertentu dalam proses pembelahan sel, sehingga obat ini dapat efektif bekerja jika terdapat dalam jumlah yang cukup pada sel tumor yang memasukki fase tertentu tersebut. 3,4

2) CCDD Non Spesific Phase, obat jenis golongan ini bekerja pada sel- sel tumor yang sedang aktif membelah tetapi tidak tergantung pada proses pembelahan sel, sehingga obat ini dapat efektif bekerja pada sel-sel tumor yang sedang aktif membelah tanpa tergantung fasenya. 3,4 CCID, obat ini membunuh sel tumor pada setiap keadaan dan tidak tergantung pada pembelahan sel. Obat sitostatika yang hanya dapat bekerja pada satu fase misalnya golongan alkaloid, sedangkan yang dapat bekerja pada beberapa fase sekaligus misalnya golongan antimetabolit.3,4

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat kemoterapi dapat dibedakan : Alkilating Agent, Antibiotik, Antimetabolit, Mitotic Spindle / antimikrotubuler, Topoisomerase Inhibitor, Cytoprotective Agents, dan Obat yang lain yang tidak termasuk dalam golongan tersebut.3,4

A.Alkilating Agent

(3)

Obat golongan ini bekerja dengan cara menghambat sintesa DNA dengan menukar gugus alkali sehingga membentuk ikatan silang DNA, mengganggu fungsi sel dengan melakukan transfer gugus alkali pada gugus amino, karboksil, sulfidril, atau fosfat, dan merupakan golongan sel spesifik fase non spesifik. Yang termasuk golongan ini antara lain: Amsacrine, Mephalan, Busulfan, Streptozocin, Chlorambucil, Dacarbazine, Cyclophospamid, Procarbazin, Ifosphamid, Carboplatin, Thiotepa, dan Cisplatin.3,4

B. Antibiotik

Obat anti kanker yang termasuk golongan antibiotik umumnya dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang bersifat non spesifik, terutama berguna untuk tumor yang tumbuhnya lambat. Mekanisme kerjanya terutama dengan cara menghambat sintesa DNA dan RNA. Yang termasuk golongan ini antara lain : Bleomicin, Mitoxantron, Idarubicin, Mithramicin, Daunorubicin, Epirubicin, Actinomicin D, Mitomicin, dan Doxorubicin.3,4

C. Antimetabolit

Obat anti kanker yang termasuk golongan antimetabolit bekerja dengan cara menghambat sintesa asam nukleat. Beberapa antimetabolit memiliki struktur analog dengan molekul normal sel yang diperlukan untuk pembelahan sel, sedangkan ada juga yang bekerja dengan cara menghambat enzim yang penting untuk pembelahan. Secara umum aktifitasnya meningkat pada sel yang membelah cepat. Yang termasuk golongan ini antara lain : Azacytidine, Fludarabin, Metotrexate, Capecitabine, Cladribin, Thioguanin, Mitoguazone, Cytarabin, Mercaptopurin, Luekovorin, Pentostatin, Hydroxyurea, Metothrexate, Capecitabine, Fluorouracil, Mitoguazon, Gemcitabine, dan Pentostatin.3,4

D. Mitotic Spindle / Antimikrotubuler

Obat anti kanker yang termasuk golongan mitotic spindle berikatan dengan protein mikrotubuler inti sel tumor, menghambat sintesis dan dan polimerisasi miktotubul sehingga menyebabkan mitosis berhenti pada metaphase, dan menyababkan replikasi sel terganggu.Yang termasuk golongan ini antara lain : Paclitaxel (Taxol), Docetaxel, Vinblastine, Vinorelbin, Vindesine, dan Vincristine.3,4

E. Topoisomerase Inhibitor

(4)

Obat anti kanker yang termasuk golongan topoisomerase Inhibitor bekerja dengan cara mengganggu fungsi enzim topoisomerase sehingga menghambat proses transkripsi dan replikasi. Yang termasuk golongan ini antara lain : Etoposit, Irinotecan, dan Topotecan.3,4

F. Cytoprotective Agents dan Lain-Lain

Yang termasuk golongan cytoprotective agen adalah Amifostin dan Dexrazoxan. Sementara utuk obat yang tidak termasuk golongan tersebut diatas adalah obat yang tidak mempunyai mekanisme khusus. Yang termasuk golongan ini antara lain : L-Asparaginase, Oktreotide, Anagrelide, Estramustine, Suramin, Interferon alfa, Lavamisol, IL-2, dan Hexamethylmelamine.3,4

Efek kemoterapi dan komplikasi terhadap organ

Efek dan masalah yang terjadi karena kemoterapi antikanker itu implikasi pada manajemen anestesi dapat dikelompokan menjadi efek pada sistem kardiovaskular, efek pada sistem respirasi, efek pada sistem lain (hepar, renal, CNS, hematopoetic), dan efek lainnya yang juga penting.2

A. Efek Pada sistem Kardiovaskular

Pasien kanker menerima serangkaian agen kemoterapi yang dapat mempengaruhi jantung. Anthracyclines; yaitu doxorubicin (adriamycin), daunorubisin, dan epirubicin adalah agen umum terlibat dalam pengembangan toksisitas jantung setelah kemoterapi kanker. Toksisitas jantung bisa bermanifestasi pada berbagai fase selama dan setelah kemoterapi, tiga jenis tergantung pada penampilan mereka dalam kaitannya dengan waktu terapi, telah diidentifikasi.2,5

Agen anthracycline dapat mengganggu kontraktilitas otot-otot jantung.5 Demikian pula, pasien yang menerima mitoxantrone dengan dosis total lebih dari 140 mg / m2 bisa menyebabkan gagal jantung kongestif dan anthracycline dapat menginduksi terjadinya kardiomiopati. Agen lain diketahui menyebabkan cedera jaringan miokard adalah siklofosfamid. Berbagai dosis siklofosfamid lebih dari 120 mg.kg-1 lebih dari 2 hari dapat mengakibatkan kegagalan jantung kongestif

(5)

parah dan perdarahan, miokarditis, perikarditis, dan nekrosis. Pasien yang menerima dosis harian busulfan per oral secara konvensional mungkin menderita fibrosis endokardium, dengan tanda-tanda dan gejala konstriktif kardiomiopati.

Pasien dengan penyakit jantung sebelumnya yang menerima interferon dalam dosis konvensional mungkin memiliki eksaserbasi penyakit yang mendasarinya.

Baru-baru ini, penggunaan mitomycin untuk waktu yang lama dan dosis telah terbukti menghasilkan kerusakan pada otot jantung.2

Pengobatan sebelumnya dengan anthracyclines dapat meningkatkan efek depresi miokard saat dilakukan anestesi, bahkan pada pasien dengan fungsi jantung saat istirahat normal pra operasi penilaian anestesi dari pasien yang telah menerima agen atas disebutkan mungkin memerlukan echocardiogram.5 Studi tersebut memungkinkan pengukuran tepat dari fraksi ejeksi ventrikel kiri dan deteksi disfungsi miokard regional dan global. Di mana saat kegagalan kongestif ditemukan, dokter harus menanganinya sebelum operasi.2

Selain efek samping di atas, agen anthracyclines dapat menyebabkan disritmia tidak berhubungan dengan dosis kumulatif. Disritmia dapat terjadi jam atau bahkan berhari-hari setelah pemberian. Disritmia umum yang diamati meliputi takikardia supraventricular, blok jantung komplit, dan ventrikel takikardia. Selain itu, doxorubicin dapat memperpanjang interval QT.5

Dalam beberapa tahun terakhir, telah diamati bahwa paclitaxel, ketika diberikan dalam kombinasi dengan cisplatinum, juga dapat menghasilkan ventrikel takikardia.2

Kardiotoksisitas akut dan subakut, dapat terjadi segera setelah dosis tunggal atau dalam pemberian serial terapi anthracycline. Toksisitas akut umumnya (40%) mengambil bentuk perubahan EKG seperti nonspesifik perubahan ST-T, penurunan tegangan QRS, dan perpanjangan QT. Penurunan R amplitudo gelombang telah dianggap oleh beberapa sinyal developmentof kardiomiopati kronis kemudian, meskipun tidak terbukti. Sinus takikardia adalah gangguan irama yang paling umum tetapi berbagai aritmia, termasuk ventrikel,

(6)

supraventrikular, dan takikardia junctional, telah dilaporkan. Atrioventrikular dan blok bundel-cabang juga telah melihat.2,5

Perubahan ini terjadi pada semua interval dosis dan kecuali untuk tegangan QRS menurun, menyelesaikan 1 sampai 2 bulan setelah penghentian terapi. Kematian mendadak juga dapat terjadi, karena fibrilasi ventrikel. Kasus yang jarang terjadi dari sub cardiotoxicity akut mengakibatkan kegagalan akut ventrikel kiri, perikarditis atau sindrom perikarditis miokarditis fatal, terutama pada anak-anak, telah dilaporkan 17 Jika pasien ini sembuh mereka tidak harus menerima perawatan lebih lanjut dengan anthracyclines. Pada pasien usia lanjut dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya, gagal jantung kongestif dapat terjadi, yang umumnya bersifat sementara dan merespon manajemen medis normal.2

Toksisitas pada jantung yang kronis setelah pemberian anthracyclines mengambil bentuk kardiomiopati. ulasan foto thorak dapat mengungkapkan kardiomegali. Perubahan EKG terjadi dengan agen ini dan termasuk perubahan non spesifik gelombang ST dan T, kontraksi prematur atrial dan ventrikel, sinus takikardia dan tegangan rendah QRS komplek. anthracycline kardiotoksisitas adalah fenomena yang berhubungan dengan dosis kumulatif. Insiden gagal jantung kongestif sekunder untuk anthracycline yang menginduksi kardiotosisitas berhubungan dengan peningkatan penggunaan dosis obat.2,5 Praga et al melaporkan bahwa kejadian rata-rata 7% pada 550 mg / m2, 15% pada 600 mg / m2, dan 35% pada 700 mg / m2. Pada Total dosis 20 kurang dari 400 mg / m2 kejadian CHF adalah 0,14%. Peningkatan pesat dalam insiden CHF setelah dosis 550 mg / m2 telah membuatnya menjadi populer secara empirik untuk membatasi dosis doxorubicin yang menginduksi toksisitas pada jantung.6

Kardiotoksisitas jangka panjang, dalam beberapa penelitian terbaru, secara luas dibahas di tempat lain telah melaporkan disfungsi ventrikel, gagal jantung dan aritmia yang terjadi pada pasien yang sebelumnya tanpa gejala setelah terapi anthracycline lebih dari setahun. Hal ini menunjukin bahwa doxorubicin dapat menyebabkan cedera pada otot jantung subklinis selama tahun pra remaja dan ini

(7)

pada tahun kemudian menghambat pertumbuhan miokardium selama percepatan pertumbuhan.

Antibiotik anthracycline bereaksi dengan sitokrom P-450 reduktase saat nicotinamide adenin dinukleotida fosfat berkurang untuk membentuk intermediet radikal semiquinone, yang pada gilirannya dapat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal superoksida anion. Ini dapat menghasilkan baik hidrogen peroksida dan hydroxylradicals, yang sangat merusak sel-sel sehingga menyebabkan myofibrillarlysis, vakuolisasi sitoplasma, dan degenerasi inti dan mitokondria di miosit. hasil kerusakan yang berat pada miosit akan menyebabkan penurunan kontraktilitas miokard dan CHF.2

Faktor resiko utuk terjadinya kardiotoksisitas anthracycline terlepas dari dosis total adalah, pada pasien yang telah menerima radiasi dosis tinggi untuk mediastinum dan mereka yang sedang di terapi siklofosfamid sangat rentan terhadap kardiomiopati. Faktor risiko lainnya adalah usia ekstrem, penyakit jantung iskemik sebelumnya, hipertensi, penyakit jantung katup dan penyakit hati.

Resiko yang terlibat pada dosis kumulatif di kisaran 300-450 mg / m2 adalah sekitar 1-10%, sedangkan dosis yang lebih tinggi dari ini mengundang risiko >

30%.5

Saat ini tersedia metode non invasif terbaik untuk menilai fungsi jantung adalah angiocardiography radionuklida. Parameter yang umum dipelajari dengan studi radio nuklida adalah ejeksi fraksi ventrikel kiri (LVEF). Penurunan LVEF kurang dari 45% dianggap untuk menunjukkan anthracycline diinduksi cardiotoxicity. 2-D echocardiography adalah metode non-invasif evaluasi jantung.

Disfungsi diastolik pada echocardiogram dapat mewakili manifestasi awal dari toksisitas anthracycline. Metode non-invasif yang lebih baru untuk mengetahui kerusakan miokard yang sebenarnya dengan menggunakan pencitraan dengan monoklonal indium - 111 - antimyosin antibodi. Antibodi ini mengikat myosin terkena dalam sel miokard nekrosis. Sebuah serapan difus pada pencitraan menunjukkan proses umum seperti kardiomiopati anthracycline; serapan fokus akan menyarankan patologi lokal seperti infark miokard.2,5

(8)

Agen kemoterapi lain juga memiliki efek yang merugikan jantung, yang penting bagi dokter anestesi untuk mengetahui. Tabel 1 merangkum mereka sebagai berikut:

Agent Efek Samping

Cyclophosphamide Fulminant CHF sekuder dengan

hemoragik miokarditis

Perikarditis akut dengan efusi

Resiko bertambah dengan dosis > 200 mg/m2 & kombinasi dengan Anthracycline

Bleomycin Perikarditis Akut

5-Fluorouracil Insufisiensi Koroner bermanifestasi seperti angina/ myocardial infark oleh karena spasme koroner

Paclitaxel dan Docetaxel Bradikardi asimtomatik, bradi &

takikardi yang parah termasuk ventrikel fibrilasi dan asistole, gangguan konduksi miokardial iskemik, infark, resiko bertambah dengan terapi Cisplatinum, edema perifer karena retensi cairan

Tabel 1. Kemoterapi lain yang juga memiliki efek terhadap jantung

Rencana anestesi yang tepat termasuk teknik pemantauan invasif bergantung pada penilaian pra operasi menyeluruh. Rekaman tekanan darah arteri secara invasif dan kateterisasi arteri pulmonalis mungkin diperlukan jika ada kerusakan miokard yang signifikan. Pasien yang diobati anthracycline saat dibawah pengaruh anestesi dapat mengembangkan gagal ventrikel kiri akut intraoperatif yang refrakter terhadap ß-agonis adrenergik reseptor. Amrinon dan sulmazole adalah kelas baru cardiotonics dengan obat inotropik yang berguna dalam kondisi seperti itu.2

B. Efek Pada Sistem Respirasi

(9)

Pasien kanker umumnya menderita komplikasi paru. 75% sampai 90%

dari komplikasi paru sekunder terhadap infeksi. Pasien kanker dapat menderita komplikasi infeksi sekunder karena kemoterapi (misalnya, Bleomycin), radiasi toraks, dan beberapa reseksi paru.7

Komplikasi paru adalah masalah yang signifikan; kegagalan pernafasan pada pasien kanker memerlukan bantuan ventilasi mekanis yang dikaitkan dengan tingkat kematian sekitar 75%. 26-28 Pada pasien dengan kanker sistemik, diagnosis banding infiltrat paru luas terlihat pada rontgen dada rutin; ada banyak penyebab infiltrat tersebut.7,8

Pemberian beberapa agen kemoterapi, seperti busulfan, siklofosfamid, paclitaxel, dll, dapat mengakibatkan komplikasi paru. Bleomycin, agen anti tumor, adalah terkemuka ini dalam memproduksi kerusakan paru-paru.8

Beberapa pola toksisitas paru yang dihasilkan oleh bleomycin telah dijelaskan: 1) Pneumonitis interstitial yang tergantung pada dosis berkembang ke fibrosis kronis; 2) Hipersensitivitas akut pneumonitis dengan eosinofilia perifer menyerupai pneumonia eosinofilik; 3) Sindrom nyeri dada akut; 4) bronkitis obliterans dengan pneumonia; 5) Penyakit paru veno oklusif.2

Sekitar 0-40% pasien dilaporkan 32 mengembangkan toksisitas paru, 11- 30% pasien akan memiliki fibrosis paru yang tidak mematikan dan kematian terkait dengan toksisitas bleomycin akan berkisar sekitar 2-10%. Pneumonitis interstitial progresif dan fibrosis adalah pola yang paling umum dari cedera paru yang diakibatkan oleh bleomycin. Gejala umumnya terjadi antara 4 sampai 10 minggu setelah terapi bleomycin, namun pada sekitar 20% pasien dengan fitur radiografi dan histologis toksisitas bleomycin dapat hadir tanpa gejala klinis.

Faktor risiko toksisitas paru bleomycin adalah usia tua, dosis kumulatif > 400-450 U, miskin cadangan udara paru, radioterapi, uremia, konsentrasi oksigen inspirasi yang lebih tinggi, dan obat lain antikanker yang diberikan secara serentak.7,8

Meskipun tingkat ambang dosis untuk pengembangan penyakit paru ada di 400-450 mg, fibrosis paru yang fatal telah dilaporkan dengan dosis serendah 50 mg. Mekanisme toksisitas paru terkait dengan penggunaan bleomycin, mungkin

(10)

karena sitotoksisitas langsung dan pada pasien yang menerima bleomycin, tipe I pneumocytes diganti dengan tipe II pneumocytes. Paparan terus bleomycin mencegah pengembalian tipe II untuk tipe I pneumocytes dan mengarah lebih lanjut untuk metaplasia tipe sel II menjadi epitel kuboidal. Paparan lebih lanjut mencegah perbaikan yang efektif dan fibroblas dan makrofag bermigrasi ke interstitium dan alveoli. Pada akhirnya akan terjadi fibrosis paru. Salah satu mekanisme yang diusulkan untuk toksisitas bleomycin melibatkan produksi superoksida dan gugus radikal bebas lainnya, yang kemudian memotong DNA inti. Produksi radikal sangat mengoksidasi mungkin ditingkatkan dengan inspirasi dari konsentrasi udara yang diperkaya oksigen.2,7

Presentasi klinisnya, lesi sering terlihat berada di lobus bawah dan daerah sub pleura dan dada X-ray menunjukkan basal bilateral dan infiltrat perihilar dengan fibrosis. Tanda dan gejala keracunan pertama adalah demam, batuk, dyspnoea, ronki bibasilar dan rales, yang dapat berkembang menjadi dispnea saat aktivitas dengan perubahan X-ray ringan dan PaO2 istirahat normal atau bentuk parah dari hipoksia saat istirahat. Deteksi awal fibrosis paru dapat dicapai melalui evaluasi serial fungsi paru. Pengukuran secara serial kapasitas difusi karbon monoksida (DLCO) mungkin menunjukkan adanya perubahan paru. Hipoksemia arteri umumnya ditemukan dan spirometri mengungkapkan penurunan volume paru kompatibel dengan penyakit paru restriktif. Regresi atau perbaikan dari patologi paru ini dapat terjadi dengan penghentian terapi segera. Terapi steroid telah ditemukan efektif dalam beberapa kasus. Kadang-kadang, toksisitas pada paru muncul sebagai edema non kardiogenik paru, pneumonitis kronis dan fibrosis, dan hipersensitivitas pneumonitis.2,8

Yang sangat penting untuk ahli anestesi adalah perdebatan tentang jumlah oksigen yang diberikan kepada pasien yang datang untuk operasi setelah diberi bleomycin. Perdebatan dipicu oleh laporan Goldiner dkk mereka mengambarkan 5 pasien yang menjalani operasi setelah menerima bleomycin, mendapatkan > 39%

oksigen intraoperatif, menimbulkan ARDS dan meninggal. Berikutnya 13 pasien, diberikan> 25% oxygen, selamat operasi tanpa komplikasi paru 0,35 kebutuhan untuk membatasi konsentrasi oksigen inspirasi kemudian dipertanyakan oleh La

(11)

Mantia et al, yang melaporkan serangkaian 16 pasien dengan periode perioperatif tanpa komplikasi meskipun menerima FiO2 tinggi (> 0.41) intraoperative.9

Sebuah studi terbaru oleh Donat et al mengevaluasi 77 pasien yang menjalani prosedur reseksi luas 97 setelah menerima bleomycin tampaknya telah memecahkan masalah ini. Mereka menemukan bahwa, meskipun konsentrasi oksigen terinspirasi adalah >40%, dan 25% pasien melakukan mengembangkan komplikasi paru kecil; tidak satupun dari mereka mengembangkan ARDS atau meninggal. Para penulis menyimpulkan bahwa pembatasan oksigen perioperatif tidak diperlukan dan keseimbangan cairan perioperatif yang teliti termasuk transfusi sebagai prediktor signifikan dari morbiditas paru pasca operasi. Mereka juga mencatat bahwa durasi operasi dan kapasitas vital paksa pasca-kemoterapi adalah faktor prediktif yang signifikan terkait dengan morbiditas paru. Atas dasar data yang tersedia tampaknya bijaksana untuk mengurangi konsentrasi oksigen inspirasi ke tingkat terendah untuk mempertahankan SPO > 90% 0,2.10

Pemantauan intraoperatif adalah kunci untuk administrasi yang aman dari oksigen untuk pasien ini. Analisis gas darah arteri harus dilakukan oleh kanula arteri atau pengambilan sampel yang dilakukan berselang. Penggunaan PEEP yang bijaksana intraoperatif untuk meningkatkan oksigenasi dan untuk mengobati kelainan ventilasi-perfusi mungkin lebih baik untuk penggunaan konsentrasi yang diperkaya oksigen. Keseimbangan cairan merupakan faktor penting dalam memprediksi morbiditas paru pada-pasien yang menerima bleomycin. Manajemen cairan konservatif penting; Penggunaan koloid lebih bermanfaat dibandingkan dengan kristaloid.2,7

Agen kemoterapi lain juga memiliki efek yang merugikan paru, yang sangat penting bagi dokter anestesi untuk memahami. Tabel 3 merangkum mereka sebagai berikut:

Obat Insiden Efek Samping

Busulfan 4-10% Fibrosis paru, lipoproteinosis pada alveolar paru

Cyclophosphamide < 2% Pneumositis dengan atau tanpa fibrosis

(12)

Mitomycin < 10% Fibrosis paru mirip dengan Bleomycin Cytosine arabinoside 5-32% Edema paru non kardiogenik dengan atau

tampa efusi pleura

Methotrexate 7% Hipersensitivitas pneumositis, edema paru non kardiogenik, fibrosis paru, pleurisy dengan nyeri dada akut

Tabel 2. Agen kemoterapi lain beserta komplikasinya C. Efek pada sistem renal

Cisplatinum, obat antikanker yang biasa digunakan telah ditemukan menghasilkan efek beracun seperti nefrotoksisitas, myelosupresi, neuropati distribusi kaus kaki dan sarung tangan, gangguan pendengaran dan penglihatan.

Faktor pembatas yang telah digunakan sebagai agen tunggal, tetap dapat menimbulkan nefrotoksisitas. 30% dari pasien yang menerima cisplatinum akan mengembangkan nefrotoksisitas, terutama jika hidrasi tidak dikontrol dengan baik. Hal ini menyebabkan koagulasi nekrosis sel epitel tubulus ginjal proksimal dan distal dan collecting duct yang mengarah ke penurunan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (GFR). Cisplatinum menyebabkan wasting magnesium dan kalium. Dosis tunggal 2 mg / kg atau 50-75mg / m2 akan menghasilkan nefrotoksisitas di 25-30% pada pasien.11

Gagal ginjal akut dapat timbul dalam waktu 24 jam dari pemberian dosis tunggal cisplatinum. Efek jangka panjang dilaporkan oleh Fjeldberg et al yang menemukan penurunan 12,5% dari GFR setelah 16-52 bulan setelah pemberian cisplatinum. Hidrasi yang tepat dengan diuresis paksa tampaknya menurunkan kejadian toksisitas ginjal dengan mengurangi konsentrasi cisplatinum di tubulus ginjal dan jumlah waktu yang tetap dalam kontak dengan tubulus ginjal.

Penggunaan normal saline sangat bermanfaat sebagai konsentrasi klorida yang tinggi dalam tubulus menghambat hidrolisis cisplatinum. Toksisitas ginjal dapat ditekankan jika pasien menerima aminoglikosida bersamaan. Analog baru dari cisplatinum, seperti carboplatinum dan oxaloplatinum nefrotoksik kurang dengan khasiat yang sama dalam mengendalikan keganasan. Methotrexate menyebabkan nefrotoksisitas akut sebagai akibat dari penumpukan di intratubular.12 Agen

(13)

kemoterapi lain juga memiliki efek yang merugikan ginjal dirangkum dalam Tabel 3 sebagai berikut:

Obat Efek Samping

Mitomycin Peningkatan serum creatinin yang

kronik dan progresif sampai mikroangipati anemia hemolitik

Methotrexate Efek fisik dikarenakan penumpukan

obat di tubulus ginjal

Ifosphamide Tubular nekrosis akut dan gagal ginjal Tabel 3. Agen kemoterapi lain yang mempunyai efek samping pada ginjal D. Efek pada sistem hepar

Disfungsi seluler pada hati dimanifestasikan sebagai serum enzim meningkat, infiltrasi lemak pada hati dan kolestasis, karena efek toksik langsung dari obat atau metabolit obat itu sendiri. L-asparginase dan sitarabin yang paling sering terlibat sebagai agen penyabab disfungsi hepatoseluler. Fungsi sintetik menurun dengan protein rendah dan kelainan koagulasi dapat dilihat. Ascites, hepatomegali yang menyakitkan, dan ensefalopati dapat diakibatkan setelah penggunaan sitarabin, siklofosfamid, mitomycin, dll.2,8

F. Efek pada SSP

Vinca Alkaloid adalah obat antikanker pertama ditemukan memiliki efek neurotoksik. Vincristine mungkin satu-satunya obat yang dosis untuk membatasi toksisitas adalah neurotoksisitas. Hal ini dapat mempengaruhi sistem saraf pusat, perifer atau sistem saraf otonom. Neuropati perifer hadir sebagai parestesia perifer dengan depresi refleks tendon dalam. Parestesia menjalar ke proksimal dengan berlanjutnya terapi. Gangguan disfungsi motorik dan gaya jalan dapat terjadi.

Vincristine, vinblastin, procarbazine, cisplatinum semua dapat menyebabkan neuropati toksik dengan paresthesia, hilangnya refleks tendon dalam dan kelemahan otot. efek saraf kranial dapat bermanifestasi sebagai opthalmoplegia dan palsy wajah. Neuropati otonom dapat hadir sebagai hipotensi ortostatik, disfungsi ereksi, sembelit, kesulitan dalam berkemih, atonia kandung kemih, dll.2

(14)

Cisplatinum, bersama dengan dampaknya pada ginjal juga mempengaruhi sistem saraf. 50% pasien yang menerima cisplatinum akan memperlihatkan neurotoksisitas tergantung pada dosis dan durasi pengobatan. Hal ini biasanya mengambil bentuk paresthesias. Pengobatan lebih lajut akan mengakibatkan hilangnya refleks tendon dalam, getaran rasa, dan ataksia sensorik.2

Saat anestesi regional dilakukan, harus disadari bahwa dalam persentase yang cukup besar pasien subklinis, neuropati yang tidak dikenali dapat hadir pada pasien dengan terapi cisplatinum sebelumnya. Baru-baru ini, setelah brakialis plexopathy blokade antar sisi tak sama panjang telah dilaporkan pada pasien yang menerima kemoterapi cisplatinum. Jadi, jika anestesi regional akan dilakukan, saat pemeriksaan praoperatif penilaian neurologis harus hati-hati, rinci, risiko dan manfaat harus dipikirkan baik-baik.5

Agen terapi kemo lainnya juga memiliki efek SSP yang merugikan disebutkan dalam Tabel 4 sebagai berikut:

Obat Insiden Efek Samping

Cytarabine 15-37% Disfungsi serebelar, neupati perifer, kejang, encepalopati, myelopati, palsy pseudobulbar

Ifosphamide 0-10% Disfungsi serebelar, hemiparesis, koma, abnormalitas ekstrapiramidal

5-Fluouracil 0-5% Disfungsi serebelar, multifocal leukoencepalopati

Methotrexate 0-2% Iritasi meningeal, paraparesis transient, ensefalopati

Paclitaxel 50-70%

(high dose)

Neuropati perifer, autonomic neuropati

Procarbazine - Efek serbelar : lethary, depresi sampai dengan psikosis, neuropati perifer Tabel 4. Agen kemoterapi lain yang memiliki efek pada SSP

G. Efek pada sistem hematopoetic

(15)

Fungsi sumsum Tulang pada pasien kanker dapat terganggu oleh gangguan tulang primer sumsum (misalnya, leukemia), metastasis tulang (misalnya, kanker payudara), serta kemoterapi myelosuppressive. Produksi salah satu atau semua elemen darah mungkin terganggu. Ada disfungsional pada proses koagulasi. PT dan PTT yang dipersingkat. Ada peningkatan faktor I, V, VIII, IX, XI dan FDP. Waktu hidup dari trombosit berkurang dan penurunan aktivitas antitrombin III. Tidak ada percobaan prospektif yang menetapkan jumlah trombosit minimal yang diperlukan untuk mencegah perdarahan dengan prosedur tertentu. Beberapa peneliti telah mempertahankan tingkat minimal 50.000 trombosit per mikroliter pada periode intraoperatif dan pasca operasi. Koreksi gangguan koagulasi lainnya penting sebelum melakukan intervensi bedah pada pasien thrombositopeni. Mengingat temuan ini, kerjasama yang erat di antara ahli bedah, ahli anestesi, dan ahli hematologi diperlukan untuk manajemen yang optimal dan keamanan maksimal. Myelosuppresive yang disebabkan oleh semua agen kemoterapi sebagian atau sepenuhnya reversibel dalam 1-6 minggu setelah penghentian terapi.2

H. Efek samping lain

Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH): - kelainan metabolik lain pada pasien dengan kanker seperti paru-paru, pankreas, adenokarsinoma, duodenum, thymoma, mesothelioma, leukemia, hodgkin, sarkoma sel retikulum, adalah SIADH, yang terjadi pada 1% sampai 2% pasien kanker. Beberapa obat, seperti vasopressin, carbamazepine, oksitosin, vincristine, vinblastin, siklofosfamid, fenotiazin, antidepresan trisiklik agen, narkotika, dan monoamine oxidase inhibitor, juga dapat menginduksi SIADH.2,7

Administrasi steroid: Pasien onkologi sering memiliki riwayat administrasi glukokortikoid eksogen sebagai bagian dari rejimen kemoterapi. Dokter pada saat evaluasi pra operasi harus memutuskan pada penggunaan dan jumlah cakupan steroid. Pasien yang telah menerima > 2 minggu glukokortikoid dalam satu tahun terakhir dianggap di beresiko mengalami supresi adrenal. Namun, banyak dari pasien ini mampu merespon terhadap stres normal. Tes stimulasi corticotrophin (ACTH) adalah tes definitif untuk mengidentifikasi penekanan adrenal.2,7

(16)

Kemoterapi dan penyembuhan luka: - Hasil dari prosedur bedah dapat dipengaruhi oleh gangguan penyembuhan luka yang disebabkan oleh agen anti neoplastik digunakan untuk mengobati tumor yang mendasarinya. neutropenia yang menyertai beberapa kemoterapi dalam waktu 7 sampai 10 hari administrasi dapat mengganggu fase awal penyembuhan luka. Kebanyakan pasien dengan WBC 500 / mm3 tidak memiliki efek yang merugikan dari leukopenia pada penyembuhan luka operasi. Anemia kronis juga memiliki sedikit efek pada luka operasi penyembuhan. Efek dari kemoterapi langsung pada penyembuhan luka tergantung pada dosis dan waktu pemberian obat relatif terhadap pembuatan luka.

Sebuah kejadian yang komplikasi tinggi terhadap penyembuhan luka telah dilaporkan pada wanita yang menjalani mastektomi setelah menerima kemoterapi pra operasi dan radiasi. Bleomycin belum dikaitkan dengan peningkatan komplikasi luka.2,12

Pertimbangan anastesi pada pasien post kemoterapi

Interaksi antara ahli anestesi dan seorang pasien kanker dimulai dengan kunjungan sebelum operasi untuk prosedur bedah. Tujuan kunjungan sebelum operasi adalah sebagai berikut: - 1) Untuk mengoptimalkan status fisik pasien; 2) Untuk menilai efek dari kanker dan terapi kanker (kemoterapi, radioterapi, dan operasi) pada pasien. Beberapa fitur penting dan perawatan sebelum merencanakan anestesi dalam kemoterapi seperti yang diterima :2

Dalam pemeriksaan pra-anestesi, harus mendapatkan yang keterangan dari yang bersangkutan, riwayat kesehatan yang komprehensif terakhir, kondisi sebelum operasi dan anestesi, obat, alergi, riwayat keluarga dan pemeriksaan sistemik lengkap yang sudah ada sebelumnya. Peran ahli anestesi di evaluasi praoperasi dan persiapan pasien bedah dan manajemen intraoperatif dan pasca operasi sangat penting. Ini dimulai dengan riwat medis secara menyeluruh dan pemeriksaan fisik.2,5,7,8

Uji klinis rutin seperti hitung darah lengkap, analisis urin, elektrolit serum, gula darah puasa, BUN serum, tes fungsi paru, PaO2 dan PaCO2 dengan analisis gas darah arteri, osmolalitas serum, bilirubin, kreatinin, amilase, tes fungsi hati, dada X -ray dan EKG adalah wajib. 51 Kesadaran akan efek samping dari

(17)

berbagai agen kemoterapi memungkinkan investigasi lain yang sesuai untuk dilaksanakan dan tindakan korektif dapat dilakukang bila memungkinkan akan memastikan pasien siap untuk dioperasi. 2,5,7,8

Immuno suppresion terjadi dengan penggunaan semua agen alkylating.

Perhatian cermat harus diberikan untuk teknik aseptik pada periode perioperatif untuk menghindari infeksi iatrogenik berpotensi mematikan.2

Pneumonitis dan fibrosis paru dapat disebabkan oleh banyak agen kemoterapi. Sejarah atau gejala dari dyspnea saat aktivitas atau dyspnea saat istirahat harus diwaspadai. Selain X-ray dada, analisis gas darah arteri juga diperlukan. Tes fungsi paru termasuk analisis gas darah arteri, spirometri, dan kapasitas difusi karbon monoksida harus dievaluasi. Temuan yang sesuai dengan fibrosis interstitial termasuk didalamnya peningkatan gradient arteri alveolar, penyakit paru-paru restriktif, dan penurunan kapasitas difusi karbon monoksida.52 Pasien yang memiliki terapi bleomycin tidak boleh menerima konsentrasi oksigen terinspirasi yang tinggi dan terapi cairan yang dianjurkan adalah koloid daripada kristaloid baik selama atau setelah operasi. Dukungan ventilator harus diantisipasi pada periode pasca operasi.2,5,7,8

Cardiotoxicity dapat terjadi pada-pasien yang telah menerima anthracyclines. EKG dapat mengungkapkan penurunan tegangan QRS, Interval waktu sistolik dapat ditingkatkan, dan fraksi ejeksi mungkin akan menurun. Gagal jantung kongestif ditangani menggunakan diuretik, digitalis dan oksigen. Saat operasi dan dalam ruang pemulihan pemantauan harus mencakup EKG, output urin, tekanan vena sentral d. Huetteman dan rekan 12 menunjukkan bahwa pengobatan sebelumnya dengan antrasiklin mungkin meningkatkan efek depresan miokardial dari anestesi bahkan pada individu dengan fungsi jantung yang sehat saat istirahat.2,5,7,8

Hepatotoksisitas dapat terjadi dengan penggunaan sebagian besar obat antikanker. Obat anestesi yang dicurigai sebagai penyebab kerusakan hati harus tidak diberikan. Busulfan, methotrexate, cisplatinum dan lain-lain dapat menyebabkan nefrotoksisitas. Larutan elektrolit seimbang dimulai malam sebelum

(18)

operasi akan membantu dalam menjaga aliran ginjal dan filtrasi glomerulus yang optimal. Obat yang berpotensi nefrotoksik harus dihindari.2,5,7,8

Keracunan sistem saraf pusat dan otonom dan neuropati perifer terjadi dengan vincristine, cisplatinum dan lain-lain. Oleh karena itu anestesi regional merupakan kontraindikasi. Status pra operasi dari sensorium dan defisit neurologis harus didokumentasikan. Anti cholinesterase berefek signifikan pada agen alkylating. Pengurangan dosis suksinilkolin diindikasikan untuk mencegah depresi pernafasan berkepanjangan. Penghambatan seperti Monoamine oxidase dapat terjadi dengan administrasi procarbazine. Karena aksi sinergis barbiturat, antihistamin, fenotiazin, narkotika dan antidepresan trisiklik harus digunakan dengan hati-hati. Diare adalah efek samping dari banyak obat anti kanker. Serum elektrolit dan kelainan cairan harus diperbaiki sebelum operasi dan juga pada periode pasca operasi.2,5,7,8

Efek dari siklofosfamid, inhibitor cholinesterase semu, bisa bertahan selama 3-4 minggu dari akhir penggunaannya, dan Z Sigmond dan Robins berpendapat bahwa kejadian ini mungkin membenarkan atau menjelaskan bahaya diakui karena interaksi obat dengan suxamethonium (a depolarisasi relaksan otot, dimetabolisme oleh pseudokolinesterase), menginduksi risiko apnea pasca operasi berlarut-larut.2,14

Interaksi negatif antara metotreksat dan obat non steroid anti inflamasi (NSAID) yang juga sudah banyak dikenal. Meskipun mekanisme interaksi ini tidak sepenuhnya jelas, NSAIDS dikenal untuk mengurangi ekskresi methotrexate. Sebuah kompetisi pada reseptor ekskresi di tubulus ginjal telah dikira menyebabkan hal ini namun mekanisme ini belum sepenuhnya dipahami;

interaksi ini mungkin mengakibatkan efek samping yang fatal bagi pasien.2

Pasien kanker seperti pasien risiko tinggi lain yang membutuhkan perawatan anestesi khusus dan pertimbangan yang layak. Semakin banyak pasien menjalani prosedur bedah dengan anestesi umum segera setelah menerima kemoterapi; kadang-kadang pengobatan tersebut dapat diberikan selama operasi.

Oleh karena itu, sebagai anastesi dibutuhkan pemahaman tentang patofisiologi

(19)

kanker dan pertimbangan interaksi antara farmakologis antikanker dan obat bius.2,5

Simpulan

Efek dan masalah yang terjadi karena kemoterapi antikanker itu implikasi pada manajemen anestesi dapat dikelompokan menjadi efek pada sistem kardiovaskular, efek pada sistem respirasi, efek pada sistem lain (hepar, renal, CNS, hematopoetic), dan efek lainnya yang juga penting.

Pasien kanker seperti pasien risiko tinggi lain yang membutuhkan perawatan anestesi khusus dan pertimbangan yang layak. Semakin banyak pasien menjalani prosedur bedah dengan anestesi umum segera setelah menerima kemoterapi; kadang-kadang pengobatan tersebut dapat diberikan selama operasi.

Oleh karena itu, sebagai anastesi dibutuhkan pemahaman tentang patofisiologi kanker dan pertimbangan interaksi antara farmakologis antikanker dan obat bius.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

1. Maracic L dan Nostrand JV. Anesthetic Implication for Cancer Chemotherapy. 2007. AANA Journal/Vol.75, No.3.

2. Gehdoo RP. Anticancer Chemoterapy and it’s Anaesthetic Implication.

2009. Indian Journal of Anaesthesia; 53 (1):18-29.

3. De Vita V.T. Jr: Principles of Cancer Management: Chemotherapy, in De Vita V.T. Jr. Hellman S, Rosenberg. S. A.,:Cancer Principles and Practise of Oncology, Volume 1. 7th edition. 2008. Philladelphia : Lippincott Raven Publisher.

4. Martin DA, James OA, John EN, Clinical Oncology 3rd ed. 2004.

Elsevier: Churchill Livingstone.

5. Huettemann E, Junker T and Chatzinikolaou KP. The influence of anthracycline therapy on cardiac function during anesthesia. 2004.

Anesth Analg;98:941–947.

6. Praga C, Beretta G, Vigo PL, Pollini C, Bonadonna G, Canetta R.

Adriamycin Cardiotoxicity:A survey of 1273 Patients. 1979. Cancer Treat Rep; 63: 827 – 834.

7. Huettemann, Egbert Sakka, Samir G. Anaesthesia and anti-cancer chemotherapeutic drugs. Anaesthesia and medical disease. 2005. Current Opinion in Anaesthesiology;18:307-314.

8. Kvolik S, Glavas OL, Sakic L, Margaretic D, Karner I. Anasthetic Implication of Anticancer Chemotherapy. 2003. Eur J Anaestheiol;20:859- 871.

9. Goldiner PL, Schweizer O. The Hazards of Anesthesia and Surgery in Bleomycin-Treated Patients. 1979. Seminars in Oncology;6:121 – 124.

10. Donat SM, Levy DA. Bleomycin Associated Pulmonary Toxicity: is Perioperative Oxygen Restriction Necessary ?.1998. The Journal of Urology; 160:1347 – 52.

11. Madias NE,Harrinton JT. Platinum Nephrotoxicity. 1978. AmJ Med;65:307 - 14.

12. Fjeldberg P, Sorensen J, Helkjaer PE. The Long Term Effects Of Cisplatin On Renal Function. 1986. Cancer; 58: 2214–17.

13. Schaffer MR, Barbul A. Chemotherapy and Wound Healing. In: Lefor AT, ed. Surgical Problems Affecting the Patient with Cancer. 1996.

Philadelphia, PA: Lippincott-Raven ;305–320.

14. EK Zsigmond and G Robins, The Effect of a Series of Anticancer Drugs on Plasma Cholinesterase Activity. 1972. Can Anaesth Soc J;19:75–82.

Gambar

Tabel 2. Agen kemoterapi lain beserta komplikasinya  C. Efek pada sistem renal

Referensi

Dokumen terkait

b) Bejana Tekan yang tidak dilengkapi dengan laporan hasil pemeriksaan las-lasan sambungan memanjang/melingkar pada badan (shell) dan sambungan las melingkar pada

Pada tahap ini ketika perancangan yang dilakukan sudah beres dari tahap inception sampai elaboration maka akan langsung di implementasikan kepada bahasa pemrograman

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TKG populasi lorjuk di Pantai Talang Siring pada bulan Januari sebagian besar adalah TKG II (60-70%), mencapai tahap matang pada

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SEL BETON UNTUK PENYIMPANAN LESTARI LIMBAH SEMI CAIR (RESIN) RADIOAKTIF ASAL RSG-GASlimbah semi cair atau kuasi padat di RSG-GAS dihasilkan dari

Apabila terdapat penerimaan Gratifikasi yang harus dilaporkan, maka Hakim maupun Aparatur Pengadilan Agama Sarolangun wajib melaporkan hal tersebut dan menyerahkan

Contoh lain, usaha-usaha masyarakat internasional atau Negara-negara dalam men- cegah dan memberantas kejahatan transnasio- nal dapat dilakukan dengan kerjasama secara fisik

Oleh sebab itu penulis membuat suatu Sistem Pendukung Keputusan Untuk Pemilihan Handphone Dengan Menggunakan Metode AHP Atau Analitycal Hierarchy Process, dengan basis

Dalam kondisi ini, curahan waktu kerja suami di luar berkebun tidak terpengaruh terhadap jumlah anggota keluarga yang dimiliki petani kopi.Variabel jumlah kredit yang