• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dan juga dampak karena pandemi COVID-19, telah mengubah model dalam dunia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dan juga dampak karena pandemi COVID-19, telah mengubah model dalam dunia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tulisan ini hendak membahas mengenai tanggung gugat dalam pelayanan kesehatan dokter terhadap pasiennya berbasis elektronik, atau yang dikenal juga dalam bentuk telemedicine. Saat ini, keadaan telah berubah. Kemajuan teknologi dan juga dampak karena pandemi COVID-19, telah mengubah model dalam dunia industri, sebagai akibatnya mendorong adanya inovasi. Secara khusus, model bisnis kesehatan juga turut berubah—yang dahulu dilakukan secara konvensional berubah menjadi digital.

Menurut Rakesh Gorea, “telemedicine is the transfer of medical information and expertise via telecommunications and computer technologies, to facilitate diagnosis, treatment and management of patients”.1 Dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan No. 20 Tahun 2019, menyatakan, bahwa:

Telemedicine adalah pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat.

Berdasarkan dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa bahwa telemedicine adalah pelayanan kesehatan menggunakan teknologi kepada

1 Rakesh Gorea, “Legal Aspects of Telemedicine: Telemedicine Jurisprudence,” 12 Februari 2015, https://www.researchgate.net/publication/23662413, dikunjungi pada tanggal 18 Juni 2021 pukul 12.32.

(2)

2

pasien dengan melakukan diagnosis, pengobatan, dan konsultasi yang dilakukan dari jarak jauh.

Pola hubungan pasien dengan dokter yang biasanya dan umumnya terjadi karena adanya perjanjian terapeutik, Menurut Bahder Johan Nasution, perjanjian terapeutik adalah: “Perjanjian antara dokter dengan pasien berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak dimana yang menjadi objek dari perjanjian tersebut adalah upaya untuk penyembuhan pasien” 2. Sedangkan menurut Salim H. S., perjanjian terapeutik diartikan: “Kontrak yang dibuat antara pasien dengan tenaga kesehatan dan/atau dokter atau dokter gigi, di mana tenaga kesehatan dan/atau dokter atau dokter gigi berusaha melakukan upaya maksimal untuk melakukan penyembuhan terhadap pasien sesuai dengan kesepakatan yang dibuat antara keduanya dan pasien berkewajiban membayar biaya penyembuhannya”3. Berdasarkan dua pendapat tersebut, Penulis menyimpulkan secara sederhana bahwa perjanjian terapeutik menjadi dasar yang melahirkan hubungan hukum antara dokter dengan pasien yang mengikat keduanya, dengan objek tertentunya adalah upaya penyembuhan yang dilakukan oleh dokter kepada pasiennya. Sampai pada pengertian ini, dapat dilihat bahwa bukan kesembuhan pasien yang menjadi objek dari perjanjian terapeutik, melainkan upaya kesembuhan.

Perjanjian terapeutik yang sederhana tersebut, kini mengalami pengembangan. Seperti layanan telemedicine yang diselenggarakan oleh platform kesehatan. Hadirnya platform yang menyediakan layanan telemedicine membuat

2 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan: Pertanggung jawaban, Dokter, Rineka Cipta, Jakarta, Mei 2005, Cetakan Pertama, hlm. 18.

3 Bayu Wijanarko, Mudiana Permata Sari, “Tinjauan Yuridis Sahnya Perjanjian Terapeutik dan Perlindungan Hukum Bagi Pasien”, Universitas Sebelas Maret Surakarta, hlm 5.

(3)

3

pola hubungan dokter dan pasien yang tadinya direct, atau secara langsung tersebut menjadi in-direct. Artinya, ada pihak dalam layanan telemedicine berbasis platform tidak hanya dua pihak. Dalam hal ini, platform sebagai penyedia layanan telemedicine juga menjadi pihak yang tidak dapat terlepaskan dari layanan telemedicine yang disediakannya. Adapun kehadiran platform ialah berfungsi sebagai penghubung, atau sarana yang memfasilitasi dokter dan pasien agar dapat saling berinteraksi.

Oleh karenanya, hubungan antara dokter dan pasien dengan platform dilahirkan karena dokter dan pasien saling sepakat untuk menyetujui syarat dan ketentuan (yang kemudian disamakan sebagai perjanjian bagi pihak yang menyetujuinya), yang telah dibuat oleh pihak platform sendiri. Adapun perjanjian yang dibuat oleh pihak platform tersebut tunduk di dalam rezim ITE, yakni sebagaimana yang diatur dalam UU ITE. Dalam Pasal 1 angka 17 UU No. 19 Tahun 2016, mengartikan: “Perjanjian Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik”. Sedangkan menurut Abdul Halim dan Teguh Prasetyo:

“Perjanjian digital (elektronik) merupakan perjanjian yang dibuat atau dirancang sedemikian rupa dengan metode digital atau menggunakan sarana media elektronik”4. Oleh karenanya, secara sederhana dapat dikatakan bahwa perjanjian elektronik merupakan perikatan yang mengikat bagi para pihak yang dilakukan secara digital.

Perjanjian yang dibuat untuk mengikat para pihak di dalamnya tersebut kemudian menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dijalankannya. Artinya, secara otomatis para pihak memiliki tanggung jawabnya masing-masing dalam hal

4 Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-Commerce Studi Sistem Keamaan dan Hukum di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, hlm. 14.

(4)

4

menjalankan hak dan kewajiban yang dimiliknya sesuai dengan perjanjian yang mengikat mereka. Sebagaimana tanggung jawab diartikan sebagai: “Suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya”5. Pemahaman tanggung jawab lebih lanjut disampaikan oleh Titik Triwulan, yaitu: “hal yang dapat menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawabannya”6. Sehingga, tanggung jawab dapat dipahami sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh orang atas perbuatan yang dilakukannya.

Secara kontekstual, dalam telemedicine, dokter menjadi salah satu pihak yang memiliki hak dan tanggung jawab utama kepada pasiennya untuk melakukan upaya penyembuhan. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan bahwa: “Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang- undangan”7. Sedangkan pengertian lainnya, dokter adalah “tenaga kesehatan adalah orang yang mengabdikan diri didalam bidang kesehatan, yang memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kedokteran yang memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Namun, profesi dokter adalah suatu profesi yang disertai moralitas tinggi untuk memberikan pertolongan kepada siapa saja yang membutuhkannya. Akan tetapi, perlu dipahami

5 Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005.

6 Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010, hlm 48.

7 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 1 angka 2.

(5)

5

bahwa sebagai profesi, dokter memiliki nilai moralitas yang tinggi untuk memberikan pertolongan kepada siapa saja yang membutuhkannya, karena para profesional senantiasa melaksanakan perintah moral dan intelektual serta bersama mereka ingin menunjukan kepada masyarakat hal yang baik baginya8. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 10 UU No. 29 Tahun 2004, menyatakan bahwa pasien adalah: “setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi”9.

Sebagaimana telah disampaikan bahwa, hubungan dokter dan pasien yang lahir karena perjanjian terapeutik, maka akibat hubungan hukum inilah yang melahirkan adanya tanggung jawab yang yang dimiliki dokter. Secara spesifik, dalam konteks telemedicine, perlu ditinjau mengenai tanggung jawab yang diberikan oleh dokter kepada pasiennya. Mengingat, dalam layanan telemedicine, seorang dokter tidak dapat melakukan pemeriksaan secara langsung kepada pasiennya. Selain itu, hadirnya platform sebagai pihak yang menghubungkan antara dokter dan pasien dalam telemedicine, juga menjadi pihak turut berperan dalam penyelenggaraan pelayanan telemedicine. Hal demikian membuat posisi platform juga seharusnya tidak luput dari tanggung jawab hukum.

Akan tetapi, dalam penulisan skripsi ini Penulis akan mengupas lebih spesifik pada salah satu jenis telemedicine, yaitu teleconsultation yaitu sebuah layanan konsultasi medis yang dilakukan dokter untuk pasien yang dilakukan via platform. Pengerucutan ini Penulis lakukan, karena melihat bahwa platform hadir dengan teknologi informasi yang pada dasarnya menjadi media penghubung untuk

8 Benyamin Lumenta, Pasien , Citra , Peran Dan Perilaku, Kanisius, 1989, hlm. 81.

9 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Prakttik Kedokteran Pasal 1 angka 10.

(6)

6

pasien dan dokter. Sehingga layanan yang diberikan platform kesehatan untuk telemedicine hanya terbatas pada jenis teleconsultation antara pasien dengan dokter.

Mengacu pada penjelasan yang telah dipaparkan di atas, dapat dilihat bahwa munculnya praktik kedokteran pada layanan kesehatan teleconsultation melalui platform kesehatan dapat mengakibatkan suatu masalah hukum. Hal ini dapat berakibat pada timbulnya kerugian pada pasien yang tidak dapat biarkan tanpa adanya keadilan dan kepastian hukum. Untuk melindungi pasien dari malpraktek yang dilakukan baik oleh dokter ataupun platform kesehatan tersebut maka tanggung gugat dalam pelayanan kesehatan menjadi sangat penting untuk diteliti.

Tanggung gugat menurut Peter Mahmud Marzuki yang berarti liability sebagai tanggung gugat yang merupakan bentuk spesifik dari tanggung jawab. Tanggung gugat dalam hal ini ditujukan pada seseorang maupun badan hukum yang di haruskan membayar suatu bentuk kompensasi atau ganti rugi setelah munculnya peristiwa hukum atau tindakan hukum. Dalam hal ini karena perbuatan melanggar hukum sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain maupun badan hukum lain nya, sehingga tanggung gugat ini berada dalam ruang lingkup hukum privat.

Berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena kesalahannya mengganti kerugian tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan di atas, maka Penulis merumuskan beberapa pertanyaan yang hendak dijawab melalui penulisan skripsi ini, yaitu:

(7)

7

1. Hubungan apakah yang terdapat di dalam teleconsultation melalui layanan platform?

2. Apakah prinsip tanggung gugat dapat diterapkan kepada dokter dan platform dalam pelayanan kesehatan teleconsultation melalui platform?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian yang dilakukan Penulis ialah untuk mengetahui bentuk hubungan hukum terdapat di dalam layanan kesehatan teleconsultation melalui platform. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah prinsip tanggung gugat dapat diterapkan kepada dokter dalam pelayanan telemedicine. Lebih lanjut, penelitian ini juga ingin mengetahui batasan tanggung jawab yang dimiliki oleh platform sebagai pihak penyelenggara dalam layanan teleconsultation.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat mengonstruksikan bentuk hubungan hukum yang terjadi dalam layanan teleconsultation yang menggunakan sarana platform sebagai penghubung. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan memperkaya pemahaman terkait prinsip tanggung gugat dalam layanan kesehatan teleconsultation baik terhadap dokter maupun platform.

(8)

8 2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjawab penerapan prinsip tanggung gugat dalam pelayanan telemedicine antara dokter, pasien dan platform.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yang mana menurut Johnny Ibrahim adalah penelitian hukum yang berorientasi pada gejala-gejala hukum yang bersifat normatif, lebih banyak bersumber pada pengumpulan data kepustakaan.10 Maka dari itu penelitian ini akan mengkaji norma maupun kaidah dalam hukum positif dengan menggunakan peraturan perundang-undangan, serta literatur pendukung lainnya seperti buku-buku, jurnal, data platform serta yang berkaitan dengan penulisan ini.

2. Jenis Pendekatan

Karena jenis penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, maka dari itu pendekatan yang digunakan Penulis adalah pendekatan perundang- undangan, dan pendekatan konsep. Pendekatan perundang-undangan yang digunakan untuk meneliti kesesuaian aturan-aturan yang ada atas prinsip tanggung gugat dapat diterapkan dalam pelayanan kesehatan dokter dengan pasien dalam telemedicine, sehingga dapat dipahami resiko yang akan terjadi dalam praktik kesehatan yang diberikan.

10 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu Media, Surabaya, 2005, hlm. 145-146.

(9)

9 3. Bahan Hukum

i. Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas,11 sehingga bahan hukum primer terdiri dari aturan hukum yang diurut berdasarkan hierarkinya. Didalam penyusunan penelitian ini Penulis menggunakan bahan hukum primer yaitu: UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Permenkes No. 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Bahan hukum primer ini digunakan sebagai acuan untuk menemukan prinsip tanggung gugat dapat diterapkan dalam pelayanan kesehatan dokter dengan pasien dalam teleconsultation.

ii. Sekunder

Bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi12. Di dalam penelitian ini, yang digunakan untuk bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, doktrin ahli hukum, data maupun informasi yang terpercaya mengenai prinsip tanggung gugat,

11 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, Mei 2005, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, hlm. 141.

12 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, Mei 2005, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, hlm. 142.

(10)

10

kesehatan, praktik dan konsep penyelenggaraan telemedicine secara spesifik dalam jenis teleconsultation.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan profil perempuan miskin di Kecamatan Wedi, (2) mengukukur potensi perempuan miskin dalam mengembangkan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan tekanan kempa terhadap sifat fisik dan mekanik papan partikel dari bungkil jarak kepyar dengan

Berdasarkan perumusan strategi yang telah dilakukan menggunakan tiga alat bantu (matriks SWOT, matriks IE, matriks grand strategy ), maka alternatif strategi yang

Dalam menentukan rating pengaman keluaran genset menurut PUIL 2000 pasal 5.6.1.2.3 yang berisi “generator yang bekerja pada 65 V atau kurang dan dijalankan oleh motor

Api-api dapat misalnya diolah menjadi kue bolu, donat, dawet dan cendol, rambai padi diolah menjadi jus buah segar dan sirup, dan nipah dimanfaatkan sebagai penghasil gula nipah

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan lama penyuntikan vitamin C dosis tinggi yang berbeda yaitu P0 (kontrol),

Pada seorang yang mempunyai kebugaran jantung paru yang baik, berbagai sistem dalam tubuhnya mampu mengambil oksigen dari udara secara optimal, mendistribusikannya ke

Pendekatan konseptual digunakan peneliti untuk dapat menemukan serta memberi jawaban atas permasalahan- permasalahan hukum, terutama yang terkait dengan akibat hukum