• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KOPI ARABIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN KOPI ARABIKA"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

HUMBANG HASUNDUTAN

SKRIPSI

OLEH:

IRVAN SELAMAT PURBA 120301094/ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

(2)

HUMBANG HASUNDUTAN

SKRIPSI

OLEH:

IRVAN SELAMAT PURBA 120301094/ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Kabupaten Humbang Hasundutan Nama : Irvan Selamat Purba

Nim : 120301094

Prodi : Agroteknologi

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

Ir. Posma Marbun, MP. Ir. Fauzi, MP.

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Sarifudin, MP.

Ketua Program Studi Agroteknologi

(4)

tanaman kopi arabika, padi gogo, dan cabai merah di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan. Diperoleh 16 (enam belas) SPL (satuan peta lahan) yang ditentukan berdasarkan peta jenis tanah, peta kemiringan lereng dan peta ketinggian tempat yang dihasilkan dari peta topografi dengan skala 1 : 50.000, kemudian dilakukan overlay. Penilaian kelas kesesuaian lahan berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah Bogor Tahun 1993 dan metode evaluasi lahan adalah metode matching berdasarkan Djaenuddin, 2011.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas kesesuaian lahan potensial tertinggi pada tanaman kopi arabika adalah SPL 7 (sangat sesuai) dan SPL 3, 4, 5, 8, 9, 10, 12, 15, 16 (sesuai marginal dengan faktor pembatas media perakaran), kelas kesesuaian lahan potensial tertinggi pada tanaman padi gogo adalah SPL 7 (sangat sesuai) SPL 6 (cukup sesuai dengan faktor pembatas bahaya erosi) dan pada SPL 3, 4, 5, 8, 10,12, 15, 16 (sesuai marginal dengan faktor pembatas media perakaran), kelas kesesuaian lahan potensial tertinggi pada tanaman cabai merah adalah SPL 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 12 15, 16 (sesuai marginal dengan faktor pembatas media perakaran) dan pada SPL 6 (sesuai marginal) dengan faktor pembatas bahaya erosi)

Kata kunci: kesesuaian lahan, kopi arabika, padi gogo, cabai merah.

(5)

rice, and red peppers In Pollung District Humbang Hasundutan District. There are 16 (sixteen) SPL (land map) units determined based on the soil type map, slope slope and altitude map resulting from topographic map with scale of 1: 50.000, then overlay.

Assessment of land suitability class based on the criteria of Bogor Land Research Center Staff Year 1993 and land evaluation method is the limit method based on Djaenuddin, 2011.

The results showed that the highest potential land suitability class on Arabica coffee plant was SPL 7 (very suitable) and SPL 3, 4, 5, 8, 9, 10, 12, 15, 16 (as marginal with rooting factor limiting factor), class the highest potential land suitability for upland rice cultivation is SPL 7 (very appropriate) SPL 6 (sufficient according to the erosion hazard limiting factor) and on SPL 3, 4, 5, 8, 10, 12, 15, 16 (corresponding marginally to the limiting factor rooting medium), the highest potential land suitability class for red pepper plant is SPL 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 12 15, 16 (as marginal with rooting factor limiting factor) and on SPL 6 (corresponding marginally) with erosion hazard limiting factor)

Keywords: land suitability, coffee arabica, upland rice, red pepper

(6)

Ayah Maludin Purba dan Ibu Nurmala Lumban Gaol. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di SD RK Santa Maria Doloksanggul pada tahun 1999-2006, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP RK Santa Lusia Doloksanggul pada tahun 2006-2009, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA swt. Budi Murni-1 pada tahun 2009-2012. Pada tahun 2012, penulis lulus ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur SNMPTN tertulis.

Penulis memilih Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan pada semester VII memilih minat studi Ilmu Tanah.

Semasa kuliah penulis merupakan anggota pada organisasi Himpunan Mahasiswa Agroteknologi (HIMAGROTEK), anggota aktif Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan anggota aktif Paduan Suara Transeamus Fakultas Pertanian.

Penulis telah menyelesaikan Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT. Wanasari Nusantara (WSN) Kecamatan Kuantan singingi Provinsi Riau pada tahun 2015.

(7)

berkat kasih dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah ”Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica) Padi Gogo (Oryza sativa L.) dan Cabai Merah (Capsicum annum L.) di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing skripsi ibu Ir. Posma Marbun, M.P selaku Ketua Komisi Pembimbing dan bapak Ir. Fauzi, M.P selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Desember 2017

Penulis

(8)

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ...vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... .3

Kegunaan Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah ... 4

Evaluasi Lahan ... 5

Karakteristik Lahan Untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan ... 7

Sifat Fisik Tanah Tekstur Tanah... 11

Drainase Tanah... 12

Kedalaman Tanah... 14

Warna Tanah ... 15

Bahaya Banjir ... 15

Bahaya Erosi ... 16

Sifat Kimia Tanah Kapasitas Tukar Kation ... 19

Kejenuhan Basa... 20

Ph Tanah... 20

C-Organik... 21

Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica) ... 21

Tanaman Padi Gogo (Oryza sativa L.) ... 23

Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) ... 24

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian... 27

Bahan dan Alat ... 27

Metode Penelitian ... 28

Pelaksanaan Penelitian Tahapan Persiapan... 29

Tahapan Kegiatan Dilapangan ... 29

(9)

Karakteristik Lahan ... 32

Evaluasi Kesesuaian Lahan ... 34

Pembahasan... 83

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 94

Saran... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98

LAMPIRAN...101

(10)

No Halaman

1. Jenis Usaha Perbaikan Pengelolaannya Karakteristik Lahan

Aktual (Saat Ini) untuk Menjadi Potensial Menurut Tingkat...8

2. Asumsi Tingkat Perbaikan Kualitas Lahan Aktual Untuk Menjadi Potensial Menurut Tingkat Pengelolaannya...10

3. Menentukan Kelas Tekstur di Lapangan...12

4. Tingkat Bahaya Erosi...16

5. Nama-nama desa pada Setiap SPL (Satuan Peta Lahan) di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan...33

6. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika pada SPL 1...34

7. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo SPL 1...35

8. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai Merah pada SPL 1...36

9. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika pada SPL 2...37

10. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo SPL 2...38

11. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai Merah pada SPL 2...39

12. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika pada SPL 3...40

13. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo SPL 3...41

14. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai Merah pada SPL 3...42

15. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika pada SPL 4...43

16. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo SPL 4...44

17. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai Merah pada SPL 4...45

18. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika pada SPL 5...46

(11)

23. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai Merah pada SPL 6...51

24. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika pada SPL 7...52

25. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo SPL 7...53

26. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai Merah pada SPL 7...54

27. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika pada SPL 8...55

28. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo SPL 8...56

29. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai Merah pada SPL 8...57

30. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika pada SPL 9...58

31. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo SPL 9...59

32. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai Merah pada SPL 9...60

33. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika pada SPL 10...61

34. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo SPL 10...62

35. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai Merah pada SPL 10...63

36. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika pada SPL 11...64

37. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo SPL 11...65

38. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai Merah pada SPL 11...66

39. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika pada SPL 12...67

40. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo SPL 12...68

41. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai Merah pada SPL 12...69

42. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika pada SPL 13...70

43. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo SPL 13...71

44. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai Merah pada SPL 13...72

(12)

47. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai Merah pada SPL 14...75

48. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika pada SPL 15...76

49. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo SPL 15...77

50. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai Merah pada SPL 15...78

51. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika pada SPL 16...79

52. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Gogo SPL 16...80

53. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai Merah pada SPL 16...81

(13)

No Halaman

1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kopi Arabika ... 102

2. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Gogo ... 103

3. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai Merah ... 104

4. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Pollung Periode Tahun 2006-2015 ... 105

5. Data Kelembapan Udara (%) rata-rata di Stasiun Pollung Periode Tahun 2006-2015 ... 105

6. Data Suhu Udara (oC) rata-rata di Stasiun Pollung Periode Tahun 2006-2015 ... 106

7. Perhitungan Tingkat Bahaya Erosi dengan Metode USLE... 106

8. Hasil Laboratorium Analisa Tanah ... 107

9. Peta Administrasi Kecamatan Pollung Kabupaten Humbahas ... 108

10. Peta Jenis Tanah di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbahas... 109

11. Peta Ketinggian Tempat Kecamatan Pollung Kabupaten Humbahas ... 110

12. Peta Kemiringan Lereng di Pollung Kabupaten Humbahas ... 111

13. Satuan Peta Lahan (SPL) di Pollung Kabupaten Humbahas ... 112

14. Peta Kelas Kesesuaian Lahan Aktual untuk tanaman Kopi Arabika ... 113

15. Peta Kelas Kesesuaian Lahan Potensial untuk tanaman Kopi Arabika ... 114

16. Peta Kelas Kesesuaian Lahan Aktual untuk tanaman Padi Gogo ... 115

17. Peta Kelas Kesesuaian Lahan Potensial untuk tanaman Padi Gogo ... 116

18. Peta Kelas Kesesuaian Lahan Aktual untuk tanaman Cabai Merah ... 117

19. Peta Kelas Kesesuaian Lahan Potensial untuk tanaman Cabai merah... 118

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial) (Ritung et al, 2007).

Setiap usaha pertanian menitik beratkan kepada tingginya produksi. Hal ini dapat dicapai bila didasari atas pemahaman kondisi lahan dengan komoditi pertanian yang akan dikembangkan. Oleh karena itu suatu lahan perlu dievaluasi sehingga komoditas yang akan dikembangkan dapat memberikan hasil yang optimal, dan menentukan lahan yang sesuai untuk ditanami tanaman yang akan dilakukan evaluasi.

Klasifikasi kesesuaian lahan yang digunakan menggunakan metode klasifikasi kesesuaian lahan telah dikembangkan diantaranya adalah metode FAO (1976). Terdapat empat macam kategori dalam klasifikasi lahan yaitu : 1. Order kesesuaian lahan (ordo) menunjukkan jenis atau macam kesesuaian lahan. Ordo kesesuaian lahan dibedakan menjadi dua yaitu: Ordo Sesuai (S) dan Ordo Tidak Sesuai (N), 2. Kelas kesesuaian lahan (Class) menunjukkan tingkat kesesuaian lahan dalam ordo klasifikasinya yaitu: Sangat sesuai (S1), Cukup sesuai (S2), Sesuai marginal (S3), Tidak sesuai sementara (N), 3. Sub kelas kesesuaian lahan

(15)

dalam suatu kelas, 4. Satuan kesesuaian lahan (Unit) menunjukkan pembagian lebih lanjut dari sub kelas (Sitorus, 2004).

Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non-pertanian, memerlukan teknologi tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti ekonomi cukup baik (Djaenuddin et al, 2011).

Kopi Arabika di Indonesia pada umumnya termasuk varietas typica (Coffea arabika var Typica) dan dari varietas ini telah diperoleh suatu kultivar yang banyak ditanam di Jawa Timur (Dataran Tinggi Ijen), yaitu kultivar Blawan Pasumah yang peka sekali terhadap penyakit karat daun, sehingga hanya dapat ditanam pada ketinggian ≥1000 m dpl (Pusat Data dan Statistik Pertanian, 2006).

Pengembangan budidaya padi gogo pada lahan kering merupakan alternatif strategis dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan nasional, karena lahan kering berpotensi tersedia cukup luas. Terdapat sekitar 59,3 juta ha lahan kering berpotensi di berbagai provinsi, dan sekitar 24.7 juta ha telah digunakan sebagai lahan kehutanan dan perkebunan. Namun demikian saat ini produktivitas padi gogo relatif masih rendah (2,57 ton/ha) dibanding dengan produktivitas padi sawah (4,75 ton/ha), karena penerapan teknologi budidaya yang belum optimal

(16)

terutama dalam penggunaan varietas unggul, pemupukan dan pengendalian penyakit blas (Pusat Data dan Statistik, 2009).

Produksi cabai besar segar dengan tangkai tahun 2014 sebesar 147.810 ton. Dibandingkan tahun 2013, terjadi penurunan produksi sebesar 14.123 ton (8,72%). Penurunan ini disebabkan oleh penurunan luas panen sebesar 1.946 hektar (11,34%), meskipun produktivitas meningkat sebesar 0,28 ton per hektar (2,95%) dibandingkan tahun 2013 (BPS, 2015).

Kecamatan Pollung merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan yang terletak di daerah dataran tinggi dengan berbagai ketinggian tempat yang berbeda (1200 mdpl - 1500 mdpl). Sumber mata pencaharian masyarakat pada Kecamatan Pollung adalah bertani. Tiap tahun perlu adanya peningkatan produksi pada sektor pertanian terutama pada komoditi padi gogo, cabai merah dan kopi arabika. Pada tahun 2014, produksi padi gogo berkisar 13,67 ton/ha, cabai merah 4,13 ton/ha, dan kopi arabika 579,20 ton/ha (Badan Pusat Statistik Kecamatan Pollung, 2014).

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan evaluasi kesesuaian lahan pada tanaman cabai, kopi arabika dan padi gogo di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan dan usaha-usaha perbaikan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi tanaman tersebut.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kesesuaian lahan di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan pada tanaman cabai merah, kopi arabika, dan padi gogo.

(17)

2. Memberikan alternatif managemen praktis dalam upaya meningkatkan produksi tanaman cabai merah, kopi arabika dan padi gogo.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Survei Tanah

Menurut Soil Survey Division Staff (1993) survei tanah mendeskripsikan karakteristik tanah-tanah di suatu daerah, mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, memplot batas tanah dan peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah. Perbedaan pengunaan tanah dan bagaimana tanggapan pengelolaan mempengaruhi tanah. Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah membantu pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan memprediksi pengaruh pengunaan lahan terhadap lingkungan (Rayes, 2007).

Tujuan survei tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah yang sama atau hampir sama sifatnya kedalam satuan peta tanah yang sama serta melakukan interpretasi kesesuaian lahan dari masing-masing satuan peta tanah tersebut untuk penggunaan- pengunaan lahan tertentu. Sifat-sifat satuan peta peta secara singkat dicantumkan dalam laporan survei tanah yang selalu menyertai peta tanah tersebut (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Survei tanah memisahkan jenis tanah dan menggambarkan dalam suatu peta beserta uraiannya. Klasifikasi dan survei merupakan dwitunggal yang saling melengkapi dan saling memberi manfaat bagi peningkatan daya gunanya. Survei tanah yang dilaksanakan dapat bertujuan untuk meningkatkan pembukaan areal, penanaman baru, rasionalisasi penggunaan tanah, pemecahan permasalahan kerusakan tanah dan sebagainya yang akan menghasilkan suatu rekomendasi untuk pelaksanaan tujuan tersebut (Saputri, 2010).

(19)

Evaluasi Lahan

Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan.

Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe pengunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini, maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe pengunaan lahan tersebut (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Pada umumnya pelaksanaan evaluasi lahan adalah memilih sistem-sistem yang sudah ada tergantung dari kepentingan evaluasi yang akan dilakukan dan kemudian dimodifikasikan dengan keadaan setempat dan disesuaikan dengan ketersediaan data. Evaluasi lahan dilakukan dengan tujuan untuk dapat menentukan nilai potensi suatu lahan dengan tujuan tertentu. Dalam evaluasi lahan perlu dipahami beberapa pengertian, antara lain 1) kemampuan lahan (land capability) adalah potensi lahan yang didasarkan atas kecocokan lahan untuk penggunaan lahan secara umum 2) kesesuaian lahan (land suitability) merupakan potensi yang didasarkan atas kesesuaian lahan untuk penggunaan lahan secara khusus 3) kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan sebelum dilakukan perbaikan lahan 4) kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan setelah dilakukan perbaikan lahan, 5) karakteristik lahan adalah sifat-sifat lahan yang dapat diukur besarnya seperti pH tanah, tekstur tanah, curah hujan, kadar hujan, kadar NPK, asam, basa dan lain-lain (Sitorus, 1985).

Dalam penelitian kelas kesesuaian lahan menurut Ritung (2007) digolongkan atas dasar kelas-kelas kesesuaian lahan sebagai berikut:

(20)

Kelas S1 : Sangat sesuai: Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.

Kelas S2 : Cukup sesuai: Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan. Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.

Kelas S3 :Sesuai marginal: Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.

Kelas N :Lahan yang tidak sesuai karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi.

Menilai klas kesesuaian lahan menjelaskan bahwa kesesuaian lahan dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu order S (sesuai) dan order N (tidak sesuai).

Lahan yang tergolong order S adalah lahan yang dapat digunakan untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya. Sedangkan yang termasuk order N adalah lahan tersebut mempunyai kesulitan sedemikian rupa sehingga mencegah penggunaannya

(21)

Kesesuaian lahan untuk tanaman pertanian pada dasarnya merupakan pencerminan kesesuaian kondisi fisik lahan terhadap peruntukan yang bersangkutan. Diketahuinya data kesesuaian lahan dan data produksi serta produktifitas pertanian daerah penelitian akan dapat menemukenali keselarasan antara kondisi lahan dengan kemampuan berproduksinya, sehingga diketahui wilayah-wilayah yang berkontribusi positif terhadap pengusahaan tanaman pertanian maupun yang bermasalah (Anggoro, 2006).

Menurut FAO (1977) dalam Nasution (2005) bahwa kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu biasanya dievaluasi dengan menggunakan karakteristik lahan atau kualitas lahan. Karakteristik lahan merupakan kelengkapan lahan itu sendiri, yang dapat dihitung atau diperkirakan. Seperti curah hujan, tekstur tanah dan ketersediaan air. Sedangkan kualitas lahan lebih merupakan sifat tanah yang lebih kompleks, seperti kesesuaian kelembaban tanah, ketahanan terhadap erosi dan bahaya banjir.

Karakteristik Lahan untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan

Karakteristik lahan adalah sifat-sifat lahan yang dapat diukur atau di estimasi. Sifat sifat lahan yang dapat kita estimasi untuk keperluan pertanian antara lain: tanah, iklim, topografi dan formasi geologi, vegetasi, dan sosial ekonomi. Setiap satuan peta lahan yang dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan, karakteristiknya dirinci dan di uraikan yang mencakup keadaan lingkungan fisik dan tanahnya. Data ini digunakan untuk interprestasi dan evaluasi lahan. Dari data lengkap yang diperoleh melalui survei atau penelitian tanah dilapangan maka dapatlah dibuat kelas kesesuaian lahan (Sastrohartono, 2011).

(22)

Karakteristik lahan terdiri atas 1) karakteristik tunggal, misalnya total curah hujan, kedalaman tanah, lereng dan lain-lain. 2) karakteristik majemuk, misalnya permeabilitas tanah, drainase, kapasitas tanah menahan air, dan lain-lain (Rayes, 2007).

Tabel 1. Jenis Usaha Perbaikan Karakteristik Lahan Aktual (Saat Ini) untuk Menjadi Potensial Menurut Tingkat Pengelolaannya

Kualitas/ Karakteristik Lahan Jenis Usaha Perbaikan Tingkat Pengelolaan 1. Rezim radiasi

Panjang/lama penyinaran matahari

Tidak dapat dilakuakan perbaikan - 2. Rezim suhu

Suhu rerata tahunan Tidak dapat dilakukan perbaikan - Suhu rerata bulan terdingin Tidak dapat dilakukan perbaikan - Suhu rerata bulan terpanas Tidak dapat dilakukan perbaikan - 3. Rezim kelembaban udara

Kelembaban nisbi Tidak dapat dilakukan perbaikan - 4. Ketersediaan air

Bulan kering Sisitem irigasi/pengairan Sedang, tinggi

Curah hujan Sisitem irigasi/pengairan Sedang, tinggi

5. Media perakaran

Drainase Perbaikan sistem drainase, seperti pembuatan saluran drainase

Sedang, tinggi

Tekstur Tidak dapat dilakukan perbaikan -

Kedalaman efektif Umumnya tidak dapat dilakukan perbaikan kecuali pada lapisan padas lunak dan tipis dengan membongkarnya saat pengolahan tanah.

Tinggi

Gambut (kematangan) Pengaturan sisitem drainase untuk mempercepat proses pematangan gambut

Tinggi

Gambut (ketebalan) Dengan teknik pemadatan gambut serta teknik penanaman serta pemilihan varietas

6. Retensi hara KTK pH

Pengapuran atau penambahan bahan organik

Pengapuran

Sedang, tinggi

(23)

Tabel 1, Lanjutan’

7. Ketersediaan hara Pengapuran

N total Pemupukan Sedang, tinggi

P2O5tersedia Pemupukan K2O dapat ditukar Pemupukan 8. Bahaya banjir

Periode frekuensi Pembuatan tanggul penahan banjir serta pembuatan saluran drainase untuk mempercepat pengaturan air

Tinggi

9. Kegaraman

Salinitas Reklamasi Sedang, tinggi

10. Toksisitas

Kejenuhan aluminium Pengapuran Sedang, tinggi

Lapisan pirit Pengaturan sisitem tata air tanah, tinggi permukaan air tanah harus di atas lapisan bahan sulfidik

Sedang, tinggi

11. Kemudahan pengolahan Pengaturan kelembaban tanah untuk mempermudah pengolahan tanah.

Sedang, tinggi 12. Terrain/potensi mekanisasi Tidak dapat dilakukan perbaikan - 13. Bahaya erosi Usaha pengurangan laju erosi,

pembuatan teras, peneneman sejajajr kontur, penanaman tanaman penutup tanah.

Sedang, tinggi

Sumber: (Rayes, 2007).

Keterangan:

 Tingkat pengelolaan rendah: pengelolaan dapat dilakukan oleh petani dengan biaya yang relatif rendah.

 Tingkat pengelolaan sedang: pengelolaan dapat dilakukan pada tingkat petani menengah, memerlukan modal yang cukup besar dab teknik pertanian sedang.

 Tingkat pengelolaan tinggi: pengelolaan hanya dilakukan dengan modal yang relatif besar atau menengah.

(24)

Tabel 2. Asumsi Tingkat Perbaikan Kualitas Lahan Aktual untuk Menjadi Potensial Menurut Tingkat Pengelolaannya

Kualitas/karakteristik lahan Tingkat pengelolaan

1. Rezim radiasi - - -

2. Rezim suhu - - -

3. Rezim lengas udara - - -

4. Ketersediaan air

Bulan kering - + ++

Curah hujan - + ++

5. Media perakaran

Drainase - + ++

Tekstur - - -

Kedalaman efektif - - +

Gambut: kematangan - - +

Gambut: ketebalan - - +

6. Retensi hara

KTK - + ++

Ph - + ++

7. Ketersediaan hara

N total + ++ +++

P2O5tersedia + ++ +++

K2O dapat ditukar + ++ +++

8. Bahaya banjir

Periode - + ++

Frekuensi - + ++

9. Kegaraman

Salinitas - + ++

10. Toksisitas

Kejenuhan aluminium - + ++

Lapisan pirit - + ++

11. Kemudahan pengolahan - + ++

12. Terrain/potensi mekanisasi - - +

13. Bahaya Erosi - + ++

Sumber: (Rayes, 2007).

Keterangan:

 - tidak dapat dilakukan perbaikan

 + Perbaikan dapat dilakukan dan akan dihasilkan kenaikan satu kelas tingkat lebih tinggi (S3 menjadi S2)

 ++ Kenaikan kelas dua tingkat lebih tinggi (S3 menjadi S1)

(25)

Sifat Fisik Tanah Tekstur tanah

Tekstur adalah perbandingan relatif fraksi pasir, debu dan liat yang menyusun massa tanah. Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikat air oleh tanah.

Pembatasan ketiga fraksi maisng-masing terkstur tanah dapat digambarkan dalam segitiga tekstur (trianguler texture). Titik sudutnya menunjukkan 100 % salah satu fraksi, sedangkan tiap sisi mengambarkan % berat masing-masing fraksi mulai 0 % samapai 100 %. Segitiga ini terbagi atas 13 bidang yang menunjukkan masing - masing terkstur tanah. Sebagai contoh 35 % liat + 40 % debu + 25 % pasir termasuk tekstur tanah lempung berliat, sedangkan 10 % liat + 5 % debu + 85 % pasir termasuk pasir berlempung (Mega et al., 2010).

Pengelompokan kelas tekstur yang digunakan pada adalah:

Halus (h) : Liat berpasir, liat, liat berdebu

Agak halus (ah) : Lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu

Sedang (s) : Lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu, debu

Agak kasar (ak) : Lempung berpasir Kasar (k) : Pasir, pasir berlempung Sangat halus (sh) : Liat (tipe mineral liat 2:1) (Ritung et al, 2007).

(26)

Tekstur adalah merupakan gabungan komposisi fraksi tanah halus (diameter ≤ 2 mm) yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur dapat ditentukan di lapangan seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Menentukan Kelas Tekstur di Lapangan

No. Kelas Tekstur Sifat Tanah

1 Pasir (S) Sangat kasar sekali, tidak membentuk bola dan gulungan, serta tidak melekat

2 Pasir berlempung (LS)

Sangat kasar, membentuk bola yang mudah sekali hancur, serta agak melekat.

3 Lempung berpasir (SL)

Agak kasar, membentuk bola agak kuat tapi mudah hancur, serta agak melekat.

4 Lempung (L) Rasa tidak kasar dan tidak licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, dan melekat.

5 Lempung berdebu (SiL)

Licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat.

6 Debu (Si) Rasa licin sekali, membentuk bola teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak melekat.

7 Lempung berliat (CL) Rasa agak kasar, membentuk bola agak teguh (lembab), membentuk gulungan tapi mudah hancur, serta agak melekat.

8 Lempung liat berpasir (SCL)

Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak teguh (lembab), membentuk gulungan tetapi mudah hancur, serta melekat.

9 Lempung liat berdebu (SiCL)

Rasa licin jelas, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat, melekat.

10 Liat berpasir (SC) Rasa licin agak kasar, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung, serta melekat.

11 Liat berdebu (SiC) Rasa agak licin, membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung, serta melekat.

12 Liat (C) Rasa berat, membentuk bola sempurna, bila kering sangat keras, basah sangat melekat.

Sumber : (Djaenudin et al., 2011).

Drainase Tanah

Parameter kondisi drainase perlu dicatat dalam kaitannya untuk penentuan klasifikasi baik kemampuan maupun kesesuaian lahan. Parameter ini dibutuhkan mengingat pengaruhnya yang besar pada pertumbuhan tanaman. Keterkaitan parameter ini dengan parameter fisik lainnya cukup besar. Pada daerah aluvial biasanya mempunyal drainase yang relatif jelek daripada pada daerah miring.

(27)

adanya cekungan atau dataran di sepanjang lereng tersebut, sehingga kondisi drainase di cekungan maupun dataran di lereng akan berbeda dengan kondisi drainase umum di lereng tersebut. Kondisi drainase pada lahan dengan batuan induk kapur akan berbeda dengan batuan vulkanik, karena kapur dapat meloloskan air, sedangkan batuan induk vulkanik umumnya didominasi oleh tekstur halus yang sulit dilalui air (Siswanto, 2006).

Kelas drainase tanah dibedakan dalam tujuh kelas sebagai berikut :

1. Cepat, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warn agley (reduksi).

2. Agak cepat, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogeny tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).

3. Baik, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogeny tanpa bercak atau karatan besi dan atau mangan serta warn agley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 100 cm.

4. Agak baik, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogeny tanpa bercak atau karatan besi dan atau mangan serta warn agley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 50 cm.

(28)

5. Agak terhambat, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan atau mangan serta warn agley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 25 cm.

6. Terhambat, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warn agley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan atau mangan seikit pada lapisan sampai permukaan.

7. Sangat terhambat, tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan (Djaenudin et al, 2011).

Kedalaman Tanah

Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. Lapisan tersebut dapat berupa kontak lithik, lapisan padas keras, padas liat, padas rapuh. Kedalaman efektif tanah diklasifikasikan sebagai

(29)

K0= dalam (>90 cm) K1= sedang (90-50 cm) K2= dangkal (50-25 cm) K3= sangat dangkal (<25 cm) (Rayes, 2007).

Pada satu unit lahan, kedalaman tanah mempunyai pola umum. Dibukit biasanya mempunyai kedalaman tanah terbesar dibandingkan lereng tengah.

Demikian pula tanah di lereng atas umumnya lebih dangkal dibandingkan dengan lereng tengah. Dengan mengikuti pola umum tersebut, maka kedalaman tanah dapat diidentifikasikan dengan penaksiran foto udara (Siswanto, 2006).

Warna Tanah

Warna tanah merupakan komposit (campuran) dari warna-warna komponen-komponen penyusunannya. Efek komponen-komponen terhadap warna komposit ini secara langsung proposional terhadap total permukaan tanah yang setara dengan luas permukaan spesifik dikali proporsi volumetrik masing- masingnya terhadap tanah, yang bermakna materi koloidal mempunyai dampak terbesar terhadap warna tanah, misalnya humus dan besi-hidroksida yang secara jelas menentukan warna tanah (Hanafiah, 2005).

Bahaya Banjir

Ancaman banjir sangat perlu diperhatikan dalam pengelolaan lahan pertanian karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.

(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007) mengelompokkan bahaya banjir sebagai berikut :

(30)

f0 = tidak ada banjir di dalam periode satu tahun

f1 = ringan yaitu periode kurang dari satu bulan banjir bisa terjadi dan bisa tidak.

f2 = sedang yaitu selama 1 bulan dalam setahun terjadi banjir.

f3 = agak berat yaitu selama 2-5 bulan dalam setahun dilanda banjir.

f4 = berat yaitu selama 6 bulan lebih dalam setahun dilanda banjir.

Bahaya Erosi

Tabel 4. Kriteria Tingkat Bahaya Erosi Menurut Kementerian Kehutanan

Solum Tanah (cm) Kelas Erosi

I II III IV V

Erosi (ton/ha/tahunan)

<15 15-60 60-180 180-480 >480

Dalam > 90 SR 0 R I S II B III SB IV

Sedang 60 - 90 R I SII B III SB IV SB IV

Dangkal 30 - 60 S II B III SB IV SB IV SB IV

Sangat Dangkal < 30 B III SB IV SB IV SB IV SB IV

Keterangan : 0 – SR = Sangat Ringan

I – R = Ringan

II – S = Sedang

III – B = Berat

IV – SB = Sangat Berat Sumber : (Peraturan Kementrian Kehutanan, 2009) Perhitungan (Prediksi) Laju Erosi Metode USLE

Prediksi erosi dengan metode USLE diperoleh dari hubungan antara faktor-faktor penyebab erosi itu sendri yaitu:

A = R * K * L *S * C * P

(31)

Dimana:

A = Banyaknya tanah tererosi (ton ha-1 yr-1)

R = faktor curah hujan dan aliran permukaan (Erosivitas) (MJ mm ha-1 hr-1 yr-1) K = faktor erodibilitas tanah (ton ha hr MJ-1 mm-1 ha-1)

LS = faktor panjang dan kemiringan lereng (dimensionless)

C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman (dimensionless) P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (dimensionless) (As-syakur, 2008).

a. Faktor Erosivitas Hujan (R)

Erosivitas (R) hujan adalah daya erosi hujan pada suatu tempat. Nilai erosivitas hujan dapat dihitung berdasarkan data hujan yang diperoleh dari penakar hujan otomatik dan dari penakar hujan biasa. Adapun persamaan yang digunakan dalam untuk menentukan tinggkat erosivitas hujan dalam penelitian ini adalah (Bols, 1978 dalam Arsyad, 2010 dalam As-syakur, 2008):

R = 6,119 (RAIN)1,21(DAY S)-0,47(MAXP)0;53 Keterangan :

- R adalah indeks erosivitas rata-rata bulanan - RAIN adalah curah hujan rata-rata bulanan (cm) - DAYS adalah jumlah hari hujan rata-rata perbulan

- MAXP adalah curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan bersangkutan

(As–syakur, 2008).

(32)

b. Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Erodibilitas adalah kemampuan tanah untuk menahan energi kinetik air hujan.

Indeks erodibilitas menyatakan laju erosi per indeks erosivitas hujan. Indeks erodibilitas tanah dihitung dengan persamaan Wischmeier dan Smith (1978) berikut:

K = 1,292[2,1 M1,14(10-4)(12 - a) + 3,25 (b - 2) + 2,5 (c - 3)]

100 keterangan:

K : indeks erodibilitas tanah

M : (% debu + % pasir sangat halus) x (100 - % lempung) a : persentase bahan organik (% C-organik x 1,724) b : kode struktur tanah

c : kelas permeabilitas profil tanah (Indriati, 2012).

c. Faktor Topografi (LS)

Faktor panjang lere ng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 kaki (22.13 m) di bawah keadaan yang identik. Sedangkan faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik. Secara umum persamaan untuk menentukan panjang lereng adalah Laen and Moldenhauer (2003):

L = ( )m

Dimana L adalah faktor panjang lereng, adalah panjang lereng (m) dan m

(33)

yang sering digunakan adalah nilai 0.5 (As-syakur, 2008). Suatu persamaan untuk mencari nilai LS dengan memanfaatkan data DEM pada SIG. Adapun persamaan itu adalah:

LS = (X * CZ/22,13)0,4* (sin /0,0896)1,3 Dimana:

LS = Faktor Lereng X = Akumulasi Aliran CZ = Ukuran pixel

= Kemiringan lereng (%) (As-syakur, 2008).

Akumulasi aliran merupakan nilai pixel yang dipengaruihi oleh aliran dari pixel dilereng atas. Pengolahan data DEM untuk mendapatkan nilai LS didalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak ArcView 3.3 dengan bantuan extensions Spatial Analyst dan Terrain Analysis (As-syakur, 2008).

d. Faktor Penutup dan Konservasi Tanah (CP)

- Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman (C) yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besar- nya erosi dari tanah yang identik dan tanpa tanaman.

- Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (P) yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam strip atau teras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik (As-syakur, 2008).

(34)

Sifat Kimia Tanah Kapasitas Tukar Kation

Kapasitas tukar kation merupakan ukuran kemampuan suatu koloid untuk mengadsorbsi dan mempertukarkan kation. Kation ini dapat didefenisikan pula sebagai ukuran kuantitas kation, dan segera dapat dipertukarkan dan yang menetralkan muatan negatif tanah. Jadi penetapan KTK merupakan pengukuran jumlah total muatan negatif per unit berat bahan (Mukhlis, 2014).

Didalam tanah selain terjadi proses pertukaran kation ada proses pertukaran anion (KTA) akan tetapi lebih banyak dibicarakan KTK karena sebagian besar unsur hara esensial didalam tanah dalam bentuk kation, sehingga reaksi-reaksi pertukaran juga banyak melibatkan kation (Winarso, 2005).

Kejenuhan Basa

Kejenuhan basa merupakan suatu sifat yang berhubungan dengan KTK.

Terdapat juga korelasi positif antara % kejenuhan basa dan pH tanah. Umumnya, terlihat bahwa kejenuhan basa tinggi jika pH tanah tinggi. Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudian pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya ≥ 80%, berkesuburan sedang jika kejenuhan basanya antara 50 dan 80%, dan tidak subur jika kejenuhan basanya

≤ 50% (Tan, 1998).

pH Tanah

pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas kemasaman, bukan ukuran total asam yang ada di tanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu seperti tanah liat

(35)

berat, gambut yang mampu menahan perubahan pH atau kemasaman yang lebih besar dibandingkan dengan tanah yang berpasir (Musa et al, 2007).

Kemasaman tanah (pH) dapat dikelompokkan sebagai berikut : pH < 4,5 (sangat masam) pH 6,6 – 7,5 (netral)

pH 4,5 – 5,5 (masam) pH 7,6 – 8,5 (agak alkalis) pH 5,6 – 6,5 (agak masam) pH > 8,5 (alkalis) (Arsyad, 2010).

C-Organik

Bahan organik tanah merupakan sumua bahan organik didalam tanah baik yang mati maupun yang hidup, walupun organisme hidup (biomassa tanah ) hanya menyumbang kurang dari 5 % dari total bahan organik. Jumlah dan sifat bahan organik sangat menentukan sifat biokimia, fisika, kesuburan tanah dan membantu menetapkan arah proses pembentukan tanah (Mukhlis, 2014).

Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah antara lain terhadap kapasitas pertukaran kation, kapasitas pertukaran anion, pH tanah, daya sangga tanah dan terhadap keharaan tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan negatif sehingga akan meningkatkan kapasitas pertukaran kation (KPK). Bahan organik memberikan konstribusi yang nyata terhadap KPK tanah. Sekitar 20 – 70 % kapasitas pertukaran tanah pada umumnya bersumber pada koloid humus (contoh: Molisol), sehingga terdapat korelasi antara bahan organik dengan KPK tanah (Atmojo, 2003).

Tanaman Kopi Arabika

Kopi merupakan komoditi penting dalam konstelasi perkebunan, disamping itu permintaan konsumsi kopi dunia semakin hari semakin meningkat.

(36)

Saat ini, produksi kopi Indonesia telah mencapai 600 ribu ton pertahun dan lebih dari 80 persen berasal dari perkebunan rakyat. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat pada periode berikutnya mengingat pangsa pasar ekspor dan kebutuhan konsumsi yang tinggi terhadap kopi. Kegiatan konsumsi akan mempunyai dampak ekologis (ecological footprint) yang tinggi sebagai akibat gaya hidup manusia yang pada ujungnya bertumpu pada kemampuan sumber daya alam untuk menyediakan kecukupan pemenuhan bahan baku tersebut (Arief et al, 2011).

Meskipun kopi merupakan tanaman tahunan, tetapi umumnya mempunyai perakaran yang dangkal. Oleh karena itu tanaman ini mudah mengalami kekeringan pada kemarau panjang bila di daerah perakarannya tidak di beri mulsa.

Secara alami tanaman kopi memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah.

Tetapi akar tunggang tersebut hanya dimiliki oleh tanaman kopi yang bibitnya berupa bibit semaian atau bibit sambungan (okulasi) yang batang bawahnya merupakan semaian (Bagian Penelitian dan Pengembangan Prov. Sumut , 2008).

Menurut Najiyati dan Danarti (1997) dalam Cibro (2012) Kopi arabika tumbuh pada ketinggian 600-2000 m di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh hingga 3 meter bila kondisi lingkungannya baik. Suhu tumbuh optimalnya adalah 18-26 o C. Biji kopi yang dihasilkan berukuran cukup kecil dan berwarna hijau hingga merah gelap. Umumnya berbuah sekali dalam setahun.

Seperti halnya tanaman lain, pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Bahkan tanaman kopi mempunyai sifat yang sangat khusus, karena masing-masing jenis kopi mengkehendaki lingkungan yang agak berbeda. Faktor-faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap

(37)

tanaman kopi antara lain adalah ketinggian tempat, curah hujan, sinar matahari, angin dan tanah (Najiyati dan Danarti, 1997).

Setiap jenis kopi memerlukan tinggi tempat dari permukaan laut dan temperatur yang berbeda-beda. Jenis Arabika dapat hidup pada 1000-1700 m diatas permukaan laut dengan suhu 16 -20ºC. Jenis Robusta dapat hidup pada 500- 1000 m diatas permukaan laut tetapi yang baik 800 m diatas permukaan laut dengan suhu 20ºC. Pertanaman kopi arabika yang dekat permukaan laut banyak diserang penyakit karat daun, sedang ketinggian lebih dari 2000 m sering diganggu embun upas. Jenis Liberica dapat hidup baik didaratan rendah (Sentani, 1991).

Curah hujan yang dibutuhkan tanaman kopi minimal dalam 1 tahun 1000 - 2000 mm, optimal 2000 - 3000 mm sedang di Indonesia curah hujan terletak 2000 - 3000 mm. Kopi Robusta menghendaki musim kemarau 3-4 bulan, tetapi pada waktu itu harus sering ada hujan yang cukup. Musim kering dikehendaki maximal 1,5 bulan sebelum masa berbunga lebat, sedangkan masa kering sesudah berbunga lebat sedapat mungkin tidak melebihi dua minggu. Pohon kopi tidak tahan terhadap angin yang kencang, lebih-lebih dimusim kemarau, karena angin ini akan mempertinggi penguapan air dipermukaan tanah dan juga dapat mematahkan pohon pelindung, untuk mengurangi hal-hal tersebut ditepi-tepi kebun ditanam pohon penahan angin (Sentani, 1991).

Syarat tanah yang dikehendaki oleh tanaman kopi adalah 1) mempunyai solum yang cukup dalam 2) gembur dengan bahan organik yang cukup 3) sangat cocok ditanam pada tanah bekas hutan 4) Keasaman (pH) tanah 5,5 - 6, Air tanah cukup dalam (Sentani, 1991).

(38)

Tanaman Padi Gogo

Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki pertahun sekitar 1500–2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalahn 23°C dan tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0–1500 m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jurnlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18–22 cm dengan pH antara 4–7 (Siswoputranto, 1976).

Temperatur sangat mempengaruhi pengisian biji padi. Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik pada suhu 230C ke atas. Temperatur yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada waktu pembungaan akan mengganggu proses pembuahan yang mengakibatkan gabah menjadi hampa. Hal ini terjadi akibat tidak membukanya bakal biji. Temperatur yang rendah pada waktu pengisian biji juga dapat menyebabkan rusaknya pollen dan menunda pembukaan tepung sari (Luh, 1991).

Tanaman padi dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi.

Di dataran rendah padi dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 650 m dpl dengan temperatur 22,50C – 26,50C sedangkan di dataran tinggi padi dapat tumbuh baik pada ketinggian antara 650 – 1.500 m dpl dan membutuhkan temperatur berkisar 18,70C – 22,50C (AAK, 1990).

(39)

Tanaman Cabai Merah

Suhu berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, demikian juga terhadap tanaman cabai. Suhu yang ideal untuk budidaya cabai adalah 24-280C. Pada suhu tertentu seperti 150C dan lebih dari 320C akan menghasilkan buah cabai yang kurang baik. Pertumbuhan akan terhambat jika suhu harian di areal budidaya terlalu dingin. Tjahjadi (1991) mengatakan bahwa tanaman cabai dapat tumbuh pada musim kemarau apabila dengan pengairan yang cukup dan teratur. Iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhannya antara lain:

a. Sinar Matahari

Penyinaran yang dibutuhkan adalah penyinaran secara penuh, bila penyinaran tidak penuh pertumbuhan tanaman tidak akan normal.

b. Curah Hujan

Walaupun tanaman cabai tumbuh baik di musim kemarau tetapi juga memerlukan pengairan yang cukup. Adapun curah hujan yang dikehendaki yaitu 800-2000 mm/tahun.

c. Suhu dan Kelembaban

Tinggi rendahnya suhu sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Adapun suhu yang cocok untuk pertumbuhannya adalah siang hari 21 0C - 28 0C, malam hari 130C – 160C, untuk kelembaban tanaman 80%.

d. Angin

Angin yang cocok untuk tanaman cabai adalah angin sepoi-sepoi, angin berfungsi menyediakan gas CO2 yang dibutuhkannya.

(40)

2. Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat untuk penanaman cabai adalah adalah dibawah 1400 m dpl. Berarti cabai dapat ditanam pada dataran rendah sampai dataran tinggi (1400 m dpl). Di daerah dataran tinggi tanaman cabai dapat tumbuh, tetapi tidak mampu berproduksi secara maksimal.

3. Tanah

Cabai sangat sesuai ditanam pada tanah yang datar. Dapat juga ditanam pada lereng-lereng gunung atau bukit. Tetapi kelerengan lahan tanah untuk cabai adalah antara 0-100. Tanaman cabai juga dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berpasir hingga tanah liat (Dermawan dan Harpernas, 2010).

Pertumbuhan tanaman cabai akan optimum jika ditanam pada tanah dengan pH 6-7. Tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung humus (bahan organik) sangat disukai (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). Sedangkan menurut (Tjahjadi, 1991) tanaman cabai dapat tum buh disegala macam tanah, akan tetapi tanah yang cocok adalah tanah yang mengandung unsur-unsur pokok yaitu unsur N dan K, tanaman cabai tidak suka dengan air yang menggenang.

(41)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan dengan luas 32.736,46 ha dan ketinggian tempat ± 1300 m di atas permukaan laut (dpl). Disamping itu penelitian juga dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2016 sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah yang diambil dari setiap Satuan Peta Lahan (SPL) serta bahan-bahan yang digunakan untuk analisis di laboratorium, kriteria kesesuaian lahan tanaman kopi, padi gogo, cabai merah dan peta administrasi.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah Peta Satuan Peta Lahan (SPL) Kecamatan Pollung skala 1 : 50.000 yang dihasilkan dari overlay antara Peta Jenis Tanah skala 1 : 50.000, Peta Kemiringan Lereng skala 1 : 50.000 dan Peta Ketinggian Tempat skala 1 : 50.000, Global Position System (GPS) untuk mengetahui titik koordinat dan ketinggian tempat, bor tanah untuk mengambil sampel tanah, meteran untuk mengukur kedalaman tanah, pisau untuk mengambil tanah dari bor tanah, kamera untuk mendokumentasikan kegiatan di lapangan, kantong plastik sebagai tempat sampel tanah, karet gelang untuk mengikat sampel tanah dalam kantong plastik, label untuk menandai sampel tanah, dan alat tulis serta peralatan analisis tanah di laboratorium.

(42)

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan data iklim yang dikasifikasikan berdasarkan tipe iklim Schimdt dan Ferguson, data kesuburan tanah meliputi sifat kimia dan fisika dievaluasi berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Staf Pusat Penelitian Tanah Bogor Tahun 1993.

Metode evaluasi lahan yang dilakukan adalah metode pembandingan (matching) merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi kemampuan lahan dengan cara mencocokkan serta memperbandingkan antara karakteristik lahan dengan kriteria kelas kemampuan lahan sehingga diperoleh potensi di setiap satuan lahan tertentu.

Untuk memperoleh kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kopi arabika (Coffea arabica), padi gogo (Oryza sativa L.) dan cabai merah (Capsicum annuum) di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan, maka data iklim data hasil pengamatan di lapangan (kondisi fisik lingkungan) dan data hasil analisis laboratorium dicocokkan (matching) dengan kriteri kelas kesesuaian lahan untuk kopi arabika (Coffea arabica), padi gogo (Oryza sativa L.) dan cabai merah (Capsicum annuum L.) oleh Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian (Djaenudin, 2011) sehingga diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual. Setelah melakukan usaha-usaha perbaikan pada faktor-faktor penghambatnya, maka selanjutnya diperolehlah kelas kesesuaian lahan potensial untuk tanaman kopi arabika (Coffea arabica), padi gogo (Oryza sativa L.) dan cabai merah (Capsicum annuum L.) tersebut di Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan.

(43)

Pelaksanaan Penelitian Tahap Persiapan

Sebelum kegiatan penelitian dilakukan maka terlebih dahulu diadakan rencana penelitian, konsultasi dengan dosen pembimbing, telaah pustaka, penyusunan usulan penelitian, pengadaan peta-peta yang dibutuhkan, dan persiapan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini.

Pengumpulan data iklim untuk Kecamatan Pollung selama 10 tahun terakhir (2006-2015) diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan meliputi data: curah hujan, temperatur, dan kelembaban udara.

Tahap Kegiatan di Lapangan

- Pengamatan karakteristik lahan pada setiap Satuan Peta Lahan (SPL) di lapangan.

- Pengambilan sampel tanah di setiap Satuan Peta Lahan (SPL) dilakukan secara zig-zag pada kedalaman 20-40 cm lalu dikompositkan dari beberapa lokasi pada SPL yang sama. Kemudian dimasukkan sampel tanah tersebut ke dalam plastik dengan berat tanah + 2 kg serta diberi label lapangan.

Tahap Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan metode Matching yaitu membandingkan karakteristik lahan pada setiap SPL dengan kriteria kelas kesesuaian lahan tanaman kopi arabika (Coffea arabica), padi gogo (Oryza sativa L.) dan cabai merah (Capsicum annuum L.), dan dalam buku Petunjuk Teknis Evauasi Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian oleh (Djaenudin et al , 2011).

(44)

Parameter Pengamatan

Karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Temperatur (tc)

- Rata-rata suhu tahunan dan kelembaban (%) serta curah hujan (mm/tahun) yang diambil dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sampali Medan untuk Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hansundutan.

2. Ketersediaan Oksigen (oa) - Drainase

3. Media Perakaran (rc) - Bahan kasar (%) - Kedalaman tanah (cm)

- Tekstur dengan metode hydrometer 4. Retensi Hara (nr)

- KTK (me/100g) metode ekstraksi NH

4OAc pH 7 - pH H2O metode elektrometri (1:2,5)

- Kejenuhan basa (%) NH

4-asetat 1N pH 7 - C-organik (%) metode Walkey and Black 5. Toksitas

- Salinitas (ds/m) 6. Sodisitas

- Alkalinitas / ESP (%)

(45)

7. Bahaya sulfidik

- Kedalaman sulfidik (cm) 8. Bahaya erosi

- Lereng (%)

- Tingkat bahaya erosi dihitung dengan metode USLE 9. Bahaya Banjir

- Genangan

10. Penyiapan Lahan (lp)

- Batuan di permukaan (%) - Singkapan batuan (%)

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Data Iklim

Data iklim selama 10 tahun terakhir (2006-2015) diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan meliputi data : Curah hujan, suhu udara dan kelembaban udara rata-rata.

Adapun data iklim yang diperoleh dengan data rata-rata berikut:

a. Suhu udara rata-rata tahunan :

- Ketinggian 1200 – 1300 m dpl : 20,040C - Ketinggian 1300 – 1400 m dpl : 19,440C - Ketinggian 1400 – 1500 m dpl : 18,840C - Ketinggian >1500m dpl : 18,24

b. Curah hujan rata-rata tahunan : 2034,4 mm/tahun c. Kelembaban rata-rata tahunan : 84,31 %

d. Lamanya bulan kering : 1,6 bulan

e. Tipe iklim (Schimdt dan Ferguson) : B (Basah) Karakteristik Lahan

Dari hasil pengamatan di lapangan, data iklim dan analisis tanah yang dilakukan pada kedalaman 0 cm – 30 cm dan 30 cm – 60 cm, maka diperoleh data karakteristik lahan sebanyak 16 (enam belas) daerah kesesuaian lahan.

(47)

Tabel 5. Nama-Nama Desa pada Setiap SPL (Satuan Peta Lahan)

SPL Desa Luas (ha)

SPL 1

(Inceptisol, 1200 m dpl, >40 %) Parsingguran 160,04 SPL 2

(Inceptisol, 1300-1400 m dpl, 0-8 %) Huta Paung, Pollung, Sipitu Huta 9,35 SPL 3

(Inceptisol, 1300-1400 m dpl, 8-15 %)

Huta Paung, Parsingguran, Pollung

Pollung, Ria Ria, Sipitu Huta 1773,1 SPL 4

(Inceptisol, 1300-1400 m dpl, 15-25 %)

Huta Julu, Huta Paung, Parsingguran

Pollung 611,7

SPL 5

(Inceptisol, 1300-1400 m dpl, 25-40 %)

Parsingguran, Pollung 580,9 SPL 6

(Inceptisol, 1300-1400 m dpl, >40 %)

Parsingguran

317,65 SPL 7

(Inceptisol, 1400-1500 m dpl, 8-15%)

Huta Paung, Pollung, Simangaronsang

Sipitu Huta 376,27

SPL 8

(Inceptisol, 1400-1500 m dpl, 8-15 %)

Aek Nauli I, Aek Nauli II, Huta Julu Huta Paung, Pandumaan, Pansur Batu

Parsingguran, Pollung, Ria Ria Simangaronsang, Sipitu Huta

5709,63

SPL 9

(Inceptisol, 1400-1500 m dpl, 15-25 %)

Huta Julu, Huta Paung, Parsingguran

Pollung, Ria Ria 1223,97 SPL 10

(Inceptisol, 1400-1500, m dpl, 25-40 %)

Parsingguran, Pollung, Ria Ria

152,27 SPL 11

(Inceptisol, >1500, m dpl, 8-15 %)

Aek Nauli I, Aek Nauli II, Huta Julu Pandumaan, Pansur Batu,

Parsingguran

2082,41 SPL 12

(Inceptisol, >1500, m dpl, 15-25 %)

Pollung, Ria Ria

33,27 SPL 13

(Inceptisol, 1300-1400, m dpl, 25-40 %)

Parsingguran, Pollung, Ria Ria

68,08 SPL 14

(Andisol, 1300-1400, m dpl, 0-8 %)

Simangaronsang, Sipitu Huta

428,51

SPL 15

(Andisol, 1300-1400, m dpl, 0-8 %)

Aek Nauli I, Aek Nauli II, Huta Paung Pandumaan, Pansur Batu,

Simangaronsang Sipitu Huta

1821,4

SPL 16

(Andisol, 1400-1500, m dpl, 0-8 %)

Aek Nauli I, Aek Nauli II, Huta Julu Huta Paung, Pandumaan, Pansur Batu

Sipitu Huta

1728,88

(48)

Evaluasi Kesesuaian Lahan

Kelas kesesuaian lahan aktual dan potensial untuk tanaman kopi arabika pada Satuan Peta Lahan 1 (SPL 1) pada Tabel 6 berikut:

Tabel 6. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Arabika pada SPL 1

Persyaratan Penggunaan

Lahan/Karakteristik Lahan Nilai Data Kelas Kes. Lahan Aktual

Kelas Kes. Lahan Potensial Tempratur (tc)

Temperatur rerata (°C) 20.04 S1 S1

Ketinggian tempat dpl (m) 1200-1300 S1 S1

Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm) 2034.4 S3 S1

Lamanya masa kering (bln) 1,6 S1 S1

Kelembapan (%) 84.31 S1 S1

Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase Baik S1 S1

Media perakaran (rc)

Tekstur Pasir berlempung

(Kasar) N N

Bahan kasar (%) <15 S1 S1

Kedalaman tanah (cm) >100 S1 S1

Retensi hara (nr)

KTK liat (cmol) 36.84 S1 S1

Kejenuhan basa (%) 10.55 S3 S1

pH H2O 5.34 S3 S1

C-organik (%) 7.51 S1 S1

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%) >40 N S3

Bahaya erosi (ton/ha/thn) 244,89 S3 S1

(Berat) Bahaya banjir (fh)

Genangan F0 S1 S1

Penyiapan lahan (lp)

Batuan dipermukaan (%) <5 S1 S1

Singkapan batuan (%) <5 S1 S1

Kesesuaian Lahan Aktual N (rc, eh)

Usaha Perbaikan Penambahan bahan organik;penanaman sejajar dengan kontur;penutup tanah

Kesesuaian Lahan Potensial N (rc)

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan di laboratorium, kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kopi arabika pada Tabel 6. adalah tidak sesuai / N (rc, eh) dengan faktor pembatas media perakaran dan bahaya erosi.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah didapat satu bagian yang merupakan wajah, proses selanjutnya adalah mengambil ( cropping ) wajah tersebut dari gambar input dengan ukuran yang sesuai dengan posisi wajah

Berdasarkan analisis yang dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM ) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV

Untuk membuktikan pengendalian closed loop matrix converter sebagai drive motor induksi 3 fase, simulasi Simulink dilakukan menggunakan software Matlab dengan beban 4

membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) b. membuat lembar observasi aktivitas siswa dan guru c. mempersiapkan tes hasil belajar belajar untuk mengetahui

Oleh sebab itu pemerintah Indonesia sudah mengupayakan untuk mengimbangi akan peningkatan kebutuhan produksi sumber energi listrik, untuk pemerintah telah

Hari kesebelas, saya mendapatkan tugas untuk membantu bagian produksi perangkat lunak untuk membuat user manual yang nantinya user manual ini ditujukan kepada

36 28 Februari 2019 Pada magang pada hari ke-36 membuat ini saya kembali ke tableau untuk membuat dashboard produk, dengan membuat beberapa worksheet yaitu urutan

ODP Pole adalah sebuah kotak terminal kabel fiber optik yang di pasang pada tiang kabel telepon yang berfungsi sebagai tempat untuk membagi core serat optic dari kabel utama