• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CMC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SINTESIS DAN KARAKTERISASI CMC"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CMC (Carboksimetil Selulosa) DARI SELULOSA KULIT PISANG BARANGAN (Musa ascuminata) DENGAN

VARIASI KONSENTRASI NATRIUM MONOKLOROASETAT

SKRIPSI

OLEH:

DONNA PUSPA SARI NIM 141501197

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CMC (Carboksimetil Selulosa) DARI SELULOSA KULIT PISANG BARANGAN (Musa ascuminata) DENGAN

VARIASI KONSENTRASI NATRIUM MONOKLOROASETAT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

DONNA PUSPA SARI NIM 141501197

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul sintesis dan karakterisasi CMC (Carboxymethyl Cellulose) dari selulosa kulit pisang barangan (Musa ascuminata) dengan variasi konsentrasi natrium monokloroasetat. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Sri Yuliasmi, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt., yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., selaku ketua penguji dan Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan kepada Ibu Prof. Dr.

Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing akademik serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai. Penulis juga mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada keluarga, Ayah saya Samuel Pasaribu, Ibu saya Hotmauli Simbolon, serta saudaraku Monica Citra Septiani, Josua Pasaribu,

(5)

Desfaulina Pasaribu, dan Valentino Pasaribu yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti. Kepada seluruh keluarga yang selalu mendukung dan memberikan semangat serta doa kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Juni 2018 Penulis,

Donna Puspa Sari NIM 141501197

(6)
(7)

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CMC (CARBOXYMETHYL CELULOSE) DARI SELULOSA KULIT PISANG BARANGAN (Musa

ascuminata) DENGAN VARIASI KONSENTRASI NATRIUM MONOKLOROASETAT

ABSTRAK

Kandungan selulosa pada kulit pisang barangan mencapai 35 % dari beratnya. Sintesis karboksimetil selulosa meliputi proses alkalisasi dan karboksimetilasi menggunakan NaOH dan natrium monokloroasetat. Tujuan penelitian ini adalah memberikan informasi terkait proses pembuatan karboksimetil selulosa dengan variasi natrium monokloroasetat sehingga dihasilkan penggunaan natrium monokloroasetat yang optimal untuk proses karboksimetilasi.

Karboksimetil selulosa diperoleh dengan memanaskan kulit pisang barangan dalam NaOH 4 %, Diputihkan dengan natrium hipoklorit 3,5% dan air (1:1). Lalu dipanaskan dengan natrium hidroksida 17,5% dan diputihkan kembali, kemudian dialkalisasi dengan NaOH 30%, selanjutnya di tambahkan natrium monokloroasetat. Karboksimetil selulosa yang diperoleh ditentukan karakteristiknya melalui uji organoleptik, sifat fisikokimia, uji gugus fungsi dengan menggunakan analisis FT-IR. Kemudian hasil karakteristik diperbandingkan dengan karboksimetil selulosa komersial.

Hasil rendemen karboksimetil selulosa tertinggi pada variasi natrium monokloroasetat 3 g sebesar 177,28% terhadap berat selulosa. Hasil perbandingan karakterisasi karboksimetil selulosa kulit pisang barangan dengan karboksimetil selulosa komersial berturut-turut: pada uji organoleptik diperoleh hasil berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa; sifat fiskokimia meliputi pH dan kelarutan (air,alkohol, eter), susut pengeringan, viskositas, uji endapan, pembentukan busa, uji kualitatif, dan viskositas memenuhi persyaratan Hasil FT-IR CMC yang didapat mempunyai gugus yang mirip dengan CMC komersial. Hasil derajat substitusi meningkat dengan penambahan natrium monokloroasetat tetapi mengalami penurunan pada variasi konsentrasi 4 dan 5 g .

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan seluruh karboksimetil selulosa dari kulit pisang barangan dengan variasi konsentrasi natrium monokloroasetat dengan karboksimetil selulosa sebagai pembanding memilki karakteristik yang hampir sama dan dapat digunakan sebagai alternatif pembuatan karboksimetil selulosa.

Kata kunci: karboksimetil,sellosa,kulit pisang barangan, natrium monokloroasetat

(8)

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION CMC (CARBOXYMETHIL CELULOSE) FROM CELLULOSE BARANGAN BANANA’S PEEL (Musa

ascumiata) WITH VARIATIONS OF SODIUM MONOKLOROASETAT CONCENTRATION

ABSTRACT

Cellulose content in barangan banana’S Peel (Musa ascuminata) reaches 35% by weight. The synthesis of carboxymethyl cellulose includes alkalization process and carboxymethylation using NaOH and sodium monokloroacetate. The purpose of this study is to provide information related to the process of making carboxymethyl cellulose with sodium variation so as to produce optimal sodium monocloroacetic usage for carboximetilation process.

Carboxymethyl cellulose obtained by heating barangan banana’s peel in 4% NaOH, bleached with 3.5% sodium hypochlorite and water (1: 1). Then heat with 17.5% sodium hydroxide and re-bleached, then alkalized with 30% NaOH, then added sodium monokloroacetate. The obtained carboxymethyl cellulose is characterized by organoleptic test, physicochemical properties, functional group test using FT-IR analysis. Then characteristic results are compared with commercial carboxymethyl cellulose.

The highest yield of carboxymethyl cellulose in sodium monocloroacetic 3 g variation was 177. 28% to cellulose weight. The result of comparison of carboxymethyl cellulose characterization of barangan banana’s peel with commercial carboxymethyl cellulose respectively: on the organoleptic test obtained the result is white, odorless and tasteless; Phytochemical properties include pH and solubility (water, alcohol, ether), shrinkage drift, viscosity, precipitate test, foam formation, qualitative test, and viscosity meet requirements The resulting CMC FT-IR results have a group similar to a commercial CMC. The resulting degree of substitution increases with the addition of sodium monokloroacetate but decreases in the concentration variations of 4 and 5 g.

Based on the results obtained it can be concluded all carboxymethyl cellulose from banana skin barangan with variation of sodium monokloroacetate concentration with carboxymethyl cellulose as comparator have almost same characteristic and can be used as alternative carboxymethyl cellulose.

Keywords: carboxymethyl, cellose, barangan banana’S Peel, sodium monokloroacetate

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

SURAT PERNYATAAN... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tumbuhan ... 5

2.2.1 Sistematika Tumbuhan ... 5

2.1.2 Morfologgi Tanaman Pisang ... 5

(10)

2.2 Komponen Kulit Pisang Barangan ... 6

2.2.1 Selulosa ... 6

2.3 Karakterisasi Karboksimetil Selulosa ... 10

2.2.1 FT - IR ... 12

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

3.1 Lokasi Penelitian ... 17

3.2 Jenis Penelitian ... 17

3.3 Alat Bahan Penelitian ... 17

3.3.1 Alat Penelitian ... 17

3.3.2 Bahan Penelitian ... 17

3.4 Pengambilan, Identifikasi, dan Pengolahan ... 18

3.4.1 Pengambilan Sampel ... 18

3.4.2 Identifikasi Sampel ... 18

3.4.3 Pengolahan Sampel... 18

3.5 Pembuatan Pereaksi ... 19

3.5.1 Larutan Natrium Hidroksida 4 % ... 19

3.5.2 Larutan Natrium Hidroksida 17,5 % ... 19

3.5.3 Larutan Natrium Hidroksida 30 % ... 19

3.5.4 Pereaksi Natrium Hipoklorit 3,5 % ... 19

3.6 Isolasi Selulosa dari Kulit Pisang ... 19

3.7 Sintesis CMC dari Selulosa Kulit Pisang ... 19

3.8 Karakterisasi Karboksimetil Selulosa ... 20

3.8.1 Pemeriksaan Organoleptis ... 20

3.8.2 Sifat fisikokimia natrium karbksimetil selulosa ... 20

(11)

a. Penetapan pH ... 20

b. Susut Pengeringan Sampel ... 21

c. Kelarutan Zat dalam Air ... 21

d. Penentuan Viskositas Larutan CMC 2 % ... 21

e. Penentuan Derajat Substitusi ... 22

3.9 Analisis FT-IR ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Identifikasi Sampel ... 23

4.2 Hasil Sintesis CMC ... 23

4.3 Hasil Karakterisasi CMC ... 24

4.3.1 Sifat-sifat Fisikokimia KCMCKPB ... 25

4.4.2 Hasil Analisis ... 28

4.4 Penentuan Derajat Substitusi ... 30

4.5 Pengukuran Viskositas ... 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

5.1 Kesimpulan ... 35

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

LAMPIRAN ... 39

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil Sintesis CMC ... 23

4.2 Hasil Karakterisasi CMCKPB dan CMCK ... 25

4.3 Hasil Perhitungan Derajat Substitusi CMCKPB dan CMCK ... 26

4.3 Hasil Bilangan Gelombang CMCKPB dan CMCK ... 28

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur Selulosa ... 8 2.2 Mekanisme Reaksi Selulosa ... 11 3.9 Grafik Derajat Substitusi ... 30

(14)

DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN

Gambar Halaman

1 Potongan Kulit Pisang Barangan ... 40

2 Selulosa Kulit Pisang ... 40

3 CMC A ... 40

4 CMC B ... 40

5 CMC C ... 40

6 CMC D ... 40

7 CMC E ... 41

8 Spektrofotometer FT-IR ... 71

9 pH meter ... 71

10 Viskometer Brookfield ... 71

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil Identifikasi kulit pisang barangan ... 39

2 Gambar Kulit Pisang, Selulosa, dan CMC ... 40

3 Bagan Prosedur Kerja ... 43

4 Perhitungan rendemen selulosa dan NKSKPB ... 45

5 Perhitungan hasil susut pengeringan Karboksimetil Selulosa Kulit Pisang Barangan ... 47

6 Perhitungan Hasil Kelarutan Zat dalam Air Karboksimetil Variasi Natrium Monokloroasetat... 51

7 Perhitungan Hasil Viskositas KSKPB dan KSK ... 53

8 Perhitungan Derajat Substitusi KSKPB dan KSK... 55

9 Hasil FT- IR Selulosa Kulit Pisang Barangan ... 56

10 Hasil FT- IR Selulosa Baku ... 57

11 Hasil FT- IR CMC K ... 58

12 Hasil FT- IR CMC A ... 59

13 Hasil FT- IR CMC B... 60

14 Hasil FT- IR CMC C... 61

15 Hasil FT- IR CMC D ... 62

16 Hasil FT- IR CMC E ... 63

17 Perhitungan Derajat Substitusi KSKPB dan KSK... 64

18 Hasil Overlay CMC A dan CMC K ... 65

19 Hasil Overlay CMC B dan CMC K ... 66

20 Hasil Overlay CMC C dan CMC K ... 67

(16)

21 Hasil Overlay CMC D dan CMC K ... 68

22 Hasil Overlay CMC E dan CMC K ... 69

23 Hasil Overlay CMC A, B, C, D ... 70

24 Alat FT-IR, pH meter, Viskometer Brookfield ... 71

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produksi pisang Indonesia rata-rata 3,2 juta ton per tahun. Diperkirakan 1,5 juta ton diantaranya merupakan pisang meja untuk konsumsi segar. Bila diasumsikan sekitar 60 % (120 juta) dari jumlah penduduk Indonesia (200 juta).

Buah pisang biasanya dikonsumsi secara tidak langsung yakni denganmengolahnya terlebih dahulu agar menjadi berbagai produk yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan tanpa ada proses pengolahan. Dari berbagai proses pengolahan tersebut, tentunya menghasilkan limbah yang salah satunya adalah limbah kulit pisang. Limbah kulit pisang biasanya terbuang begitu saja atau hanya sebagai bahan pakan ternak yang secara ekonomis tidak termanfaatkan secara efisien (Nasrun, dkk., 2016).

Menurut data Balai Besar Litbang Industri Selulosa, kulit pisang memiliki kandungan selulosa yang tinggi sehingga berpotensi digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan CMC (Carboxymethyl Celulose) untuk meningkatkan nilai ekonomis yang lebih tinggi. Limbah kulit pisang memiliki kandungan selulosa yang tinggi (60-65%), hemiselulosa 6-8%, dan lignin 5-10%

terhadap kandungan selulosa kulit pisang (Novianti dan Setyowati, 2016).

CMCmerupakan molekul anionik yang mampu mencegah terjadinya pengendapan protein pada titik isoelektrik dan meningkatkan viskositas produk pangan, disebabkan bergabungnya gugus karboksil CMC dengan gugus muatan positif dari protein. Menurut BPS pada tahun 2016, penggunaan CMC setiap tahunnya mengalami peningkatan dan tercatat hingga 2016 data impor CMC mencapai

(18)

552.532 kg perbulannya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap CMC sangat tinggi (Ayuningtiyas, dkk.,2017).

Saat ini CMC telah banyak digunakan dan bahkan memiliki peranan yang penting dalam berbagai aplikasi.Karboksimetil selulosa secara luas digunakan dalam bidang pangan, kimia, perminyakan, pembuatankertas, tekstil, serta bangunan.Khusus bidang pangan, karboksimetil selulosa dimanfaatkan sebagai stabilizer, thickner, adhesive, danemulsifier.Pada bidang industridigunakan pada pembuatan detergen, cat, keramik, tekstil, kertas dan makanan. Fungsi CMC pada bidang formulasi adalah sebagai pengental, penstabil emulsi atau suspensi dan bahan pengikat (Kamal, 2010).

Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan CMC adalah karboksmetilasi karena menentukaan karakteristik CMC yang akan dihasilkan.

Pada proses karboksimetilasi digunakan reagen natrium monokloroasetat.Pada tahap karboksimetilasi ini adalah proses eterifikasi terjadi proses pelekatan gugus karboksilat. Jumlah natrium monokloroasetat yang digunakan akan berpengaruh terhadap substitusi dari unit anhidroglukosa pada selulosa.Menurut peneliti sebelumnya, diperoleh pengaruh reagent berupa natrium monokloroasetat yang cukup besar dalam proses pembuatan CMC. Semakin banyak natrium monokloroasetat yang digunakan menyebabkan parameter hasil analisa CMC meningkat, diantaranya nilai derajat substitusi (DS) meningkat, kemurnian meningkat, dan viskositas meningkat dengan demikian maka perlu dilakukan variasi natrium monokloroasetat untuk mengetahui pengaruh konsentrasi natrium monokloroasetat terhadap CMC yang dihasilkan(Ayuningtiyas, dkk.,2017).

(19)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut:

a. Apakah Karboksimetil selulosa dapat dibuat dari selulosa kulit pisang barangan?

b. Apakah karboksimetil selulosa dari kulit pisang barangan mempunyai karakteristik yang sama bila dibandingkan dengan karboksimetil selulosa komersial ?

c. Apakah terdapat pengaruh variasi konsentrasi natrium monokloroasetat terhadap berat karboksimetil selulosa yang dihasilkan?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dibuat hipotesis analisis sebagai berikut:

a. Karboksimetil selulosa dapat dibuat dari selulosa kulit pisang barangan b. Karboksimetil selulosa dari kulit pisang barangan mempunyai

karakteristik yang sama bila dibandingkan dengan karboksimetil selulosa komersial.

c. Terdapat pengaruh variasi konsentrasi natrium monokloroasetat terhadap berat karboksimetil selulosa yang dihasilkan.

(20)

1.4 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui bahwa Karboksimetil selulosa dapat dibuat selulosa kulit pisang barangan

b. Membandingkan karboksimetil selulosa dari kulit pisang barangan dengan karboksimetil selulosa komersial.

c. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi natrium monokloroasetat terhadap berat karboksimetil selulosa yang dihasilkan.

1.5 Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pemanfaatan kulit pisang barangan sebagai bahan tambahan CMC yang akan menambah nilai ekonomis dari kulit pisang barangan.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Tanaman Pisang dalam sistematika menurut Herbarium Medanense (2018) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Musaceae Genus : Musa

Spesies : Musa ascuminata Colla 2.1.2 Morfologi Tanaman Pisang

Tanaman Pisang mempunyai ciri spesifik yang mudah dibedakan dari jenis tanaman lainnya.Tanamannya terdiri dari daun, batang (bonggol), batang semu, bunga dan buah.Morfologi tanaman dapat tampak jelas melalui batangnya yang berlapis-lapis. Lapisan pada batang ini sebenarnya merupakan dasar dari pelepah daun yang dapat menyimpan banyak air (sukulenta) sehingga lebih tepat disebut batang semu (pseudostem). Lembaran daun pisang lebar dengan urat daun utama menonjol berukuran besar sebagai pengembangan dari morfologis lapisan batang semu.Batang pisang sesungguhnya terdapat di dalam tanah, yaitu yang sering disebut bonggol.Bunga pisang berupa tongkol yang disebut jantung.Bunga pisang terdiri dari beberapa lapisan yang disebut seludang.Seludang umumnya berwarna

(22)

merah tua.Diantara lapisan seludang bunga tersebut terapat bakal buah yang disebut sisiran tandan.Setiap sisiran tandan terdiri dari beberapa buah yang enak yan dimakan bila sudah matang atau direbus (Sunarjono, 2002).

2.2 Komponen Kulit Pisang Barangan 2.2.1 Selulosa

Selulosa merupakan komponen utama kayu dan serat tanaman, sedangkan katun yang berasal dari kapas merupakan selulosa murni.Selulosa tidak larut dalam air, dan bukan merupakan karbohidrat pereduksi. Jika dihidrolisis dalam suasana asam akan menghasilkan banyak molekul D-glukosa. Selulosa mempunyai ikatan β pada unit-unit monosakaridanya, dan merupakan poli β-D-glukopiranosida, yang di antara monomer-monomernya berikatan secara 1-β 4– β – glikosida. Selulosa umumnya terdiri dari sekitar 300.000 satuan monomer dan mempunyai berat molekul berkisar dari 250.000 sampai lebih dari 1.000.000 g/ml, dengan rumus molekul (C5H10O5)n. Didalam molekul selulosa, monomer-monomernya tersususun secara linear, seangkan diantara pita-pita satuan polimernya tersusun secara paralel. Oleh karena itu, diantara pita-pita polimer tersebut terdapat banyak jembatan hidrogen intermolekuler dan intramolekuler yang menyebabkan selulosa mempunyai struktur yang masif/kompak dan merupakan struktur dasar sel tumbuh-tumbuhan (Riswiyanto, 2002).

Selulosa mengandung sekitar 50 - 90% bagian kristal dan sisanya amorf. Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam, melainkan selalu berikatan dengan bahan lain seperti lignin dan hemiselulosa. Molekul selulosa merupakan mikrofibil dari glukosa yang terikat satu dengan lainnya membentuk

(23)

rantai polimer yang sangat panjang. Adanya lignin serta hemiselulosa di sekeliling selulosa merupakan hambatan utama untuk menghidrolisis selulosa (Sjostrom, 1993).

Unit penyusun (building block) selulosa adalah selobiosa karena unit keterulangan dalam molekul selulosa adalah 2 unit gula (D-glukosa). Selulosa adalah senyawa yang tidak larut di dalam air dan ditemukan pada dinding sel tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan.

Selulosa merupakan polisakarida struktural yang berfungsi untuk memberikan perlindungan, bentuk, dan penyangga terhadap sel, dan jaringan (Lehninger, 1982).

Selulosa adalah senyawa seperti serabut, liat, tidak larut dalam air dan ditemukan didalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai, batang, dahan dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Kayu terutama mengandung selulosa dan senyawa polimer lain. Selulosa tidak hanya merupakan polisakarida struktural ekstrasellular yang paling banyak dijumpai pada dunia tumbuhan, tetapi juga merupakan senyawa yang paling banyak diantara semua biomolekul pada tumbuhan atau hewan. Karena selulosa merupakan homopolisakarida linear tidak bercabang, terdiri dari 10.000 atau lebih unit D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosida senyawa ini akan kelihatan seperti amilosa, dan rantai utama glikogen (Lehninger, 1982).Struktur molekul selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(24)

Gambar 2.1 Struktur Molekul Selulosa (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Bervariasinya struktur kimia selulosa (α, β, γ) mempunyai pengaruh yang besar pada reaktivitasnya. Gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerah-daerah amorf sangat mudah dicapai dan mudah bereaksi, sedangkan gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerah-daerah kristalin dengan berkas yang rapat dan ikatan antar rantai yang kuat mungkin tidak dapat dicapai sama sekali.

Pembengkakan awal selulosa diperlukan baik dalam eterifikasi (alkali) maupun dalam esterfikasi (asam) (Sjostrom, 1993).

Lignin merupakan polimer kompleks phenylpropana, amorf, bersifat aromatis 1,3 dengan indeks bias 1,6. Berat molekul 1500-2000 yang bervariasi dengan jenis kayu. Kadar lignin dalam kayu 20-30%. Lignin merupakan bagian yang tidak diinginkan dalam pulp, sehingga harus dihilangkan atau diputihkan sesuai dengan mutu pulp yang diinginkan. Hal ini disebabkan oleh lignin yang mempunyai sifat menolak air (hidrofobik) dan kaku sehingga kandungan lignin dalam pulp akan menyulitkan penggilingan. Lignin dapat dijumpai pada tumbuh-tumbuhan sebagai zat perekat yang berhubungan dengan kekuatan kayu (Sjostrom, 1993).

Hemiselulosa semula diduga merupakan senyawa antara dalam biosintesis selulosa. Namun saat ini diketahui bahwa hemiselulosa termasuk dalam polisakarida heterogen yang dibentuk melalui jalan biosintesis yang berbeda dari

(25)

selulosa. Berbeda dengan selulosa yang merupakan homopolisakarida, Hemiselulosa merupakan heteropolisakarida. Seperti halnya selulosa kebanyakan hemiselulosa berfungsi sebagai bahan pendukung dalam dinding sel.

Hemiselulosa relatif mudah dihidrolisis oleh asam menjadi komponen-komponen monomernya. Jumlah hemiselulosa dari berat kering biasanya antara 20-30%

(Sjostrom, 1993).

Hemiselulosa adalah polimer bercabang atau tidak linier. Selama pembuatan pulp, hemiselulosa bereaksi lebih cepat dengan larutan pemasak dibandingkan dengan selulosa. Hemiselulosa bersifat hidrofil (mudah menyerap air) yang mengakibatkan strukturnya jadi kurang teratur. Kadar hemiselulosa dalam pulp jauh lebih kecil dibandingkan dengan serat asal, karena selama pemasakan hemiselulosa bereaksi dengan bahan pemasak dan lebih mudah terlarut daripada selulosa (Sjostrom, 1993).

Rantai hemiselulosa lebih pendek dari pada rantai selulosa.Hemiselulosa adalah polimer bercabang atau tidak linier.Selama pembuatan pulp, hemiselulosa bereaksi lebih cepat dengan larutan pemasak dibandingkan dengan selulosa.Hemiselulosa bersifat hidrofil (mudah menyerap air) yang mengakibatkan strukturnya jadi kurang teratur.Kadar hemiselulosa dalam pulp jauh lebih kecil dibandingkan dengan serat asal, karena selama pemasakan hemiselulosa bereaksi dengan bahan pemasak dan lebih mudah terlarut daripada selulosa (Sjostrom, 1993).

(26)

2.3 Karboksimetil Selulosa (CMC)

CMC adalah turunan selulosa yang dibuat dengan menukarkan gugus hidroksil selulosa dengan gugus karboksil yang terkandung dalam asam monokloroasetat dalam kondisi basa. Karboksimetil selulosa merupakan eter polimer selulosa linear dan berupa senyawa anion, yang dapat terurai secara biologi (biodegradable), tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam pelarut organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5-8.0, stabil pada rentang pH 2-10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik. Karboksimetil selulosa merupakan senyawa serbaguna yang memiliki sifat penting seperti kelarutan, reologi, dan adsorpsi di permukaan.

Selain sifat-sifat itu, viskositas dan derajat substitusi merupakan dua faktor terpenting dari karboksimetil selulosa. Meningkatnya kekuatan ionik dan menurunnya pH dapat menurunkan viskositas karboksimetil selulosa akibat polimernya yang bergulung (Rakhmatullah, 2015).

Pada proses pembuatan CMC terdiri dari dua tahap yaitu alkalisasi dan karboksimetilasi. Pada tahap alkalisasi serat selulosa akan mengembang yang menyebabkan struktur kristalin selulosa akan berubah an meningkatkan kemampuan kimia masuk ke dalam serat. Alkalisasi ilakukan menggunakan NaOH yang tujuannya mengaktifkan gugus-gugus OH sehingga memudahkan difusi reagen pada tahap karboksimetilasi. Pada tahap karboksimetilasi digunakan reagen natrium monokloroasetat dan terjadi reaksi eterifikasi. Dimana terjadi pelekatan gugus karboksilat pada struktur selulosa. Gugus karboksilat yang dimaksud terdapat pada asam natrium monokloroasetat yang digunakan akan

(27)

berpengaruh terhadap substitusi dari unit anidroglukosa pada selulosa.

(Ayuningtiyas, dkk., 2017). Gambar 2.2 menunjukkan mekanisme reaksi CMC:

Gambar 2.2 Mekanisme Reaksi CMC(Eliza, dkk., 2015).

(28)

2.4 FT – IR

Spektrofotometer inframerah telah dipakai secara komersial sejak tahun 1940-an. Pada saat itu, instrument mengandalkan prisma untuk bertindak sebagai elemen dispersive. Kemajuan paling signifikan dalam spektroskopi inframerah terjadi setelah pengenalan Fourier Transform Spektrometer (Masfria, dkk., 2015).

Spektroskopi inframerah adalah suatu teknik yang didasarkan pada getaran dari atom-atom molekul. Spektrum inframerah umumnya diperoleh dengan melewatkan radiasi inframerah melalui sampel dan menentukan sebagian kecil dari energi radiasi tertentu yang diserap, yaitu energi dimana setiap puncak dalam spectrum absorbsi muncul sesuai dengan frekuensi getaran bagian tertentu dari suatu molekul sampel (Masfria, dkk., 2015).

Spektroskopi inframerah secara umum digunakan untuk mengidentifikasi semua jenis senyawa organik dan sebagian senyawa anorganik, untuk menentukan gugus fungsi yang terdapat pada senyawa organik, dan untuk menentukan komposisi molekular pada suatu permukaan Keunggulan metode ini adalah tidak merusak senyawa yang diperiksa (Masfria, dkk., 2015).

Gugus-gugus yang terdapat pada CMC adalah gugus O-H memberikan serapan pada bilangan gelombang 3800-2700. Ikatan C=O memberikan serapan pada bilangan gelombang 1850-1600dan ikatan C-O dengan rentang 1300-1000.

Spektrum inframerah memiliki dua jenis spektrum yang khas. Pita gugus fungsi (functional group band) akan muncul pada kisaran yang sama, tidak membedakan rincian dari struktur molekulnya (1500 sampai 4000 cm-1). Pita-pita di derah sidik jari (fingerprint region) yaitu daerah 700 sampai 1500 cm-1 merupakan kekhasan untuk setiap senyawa. Pita-pita di daerah ini dihasilkan dari gabungan gerakan

(29)

bengkok dan regangan dari atom-atom yang ada dankhas untuk setiap senyawa (Hart, dkk., 2003; Indriyati,dkk., 2016).

Instrumen yang digunakan untuk mengukur serapan radiasi inframerah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrofotometer inframerah. Suatu bagan alat yang khas. Daerah antara 1400-4000 cm-1 (2,5 sampai kira-kira 7,1 µm), bagian kiri spektrum inframerah, merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus-gugus fungsional. Daerah ini menunjukkan absorpsi yang disebabkan oleh modus uluran. Daerah di kanan 1400 cm-1 seringkali sangat rumit karena banyak modus uluran maupun modus tekukan mengakibatkan terjadinya absorpsi. Dalam daerah ini biasanya korelasi antara suatu pita dan suatu gugus fungsional spesifik tak dapat ditarik dengan cermat; namun, tiap senyawa organik mempunyai resapannya yang unik di sini. Oleh karena itu bagian spektrum ini disebut sidikjari (fingerprint region). Meskipun bagian kiri suatu spektrum nampaknya sama untuk senyawa-senyawa yang mirip, daerah sidikan haruslah pula cocok antara dua spektra, agar dapat disimpulkan bahwa kedua senyawa itu sama (Fessenden dan Fessenden, 1986).

2.5 Karakterisasi Karboksimetil Selulosa

Kualitas CMC yang dihasilkan dinyatakan dengan beberapa karakterisasi yaitu, nilai derajat substitusis (DS), viskositas, tingkat kemurnian, pH dan gugus fungsi.

Namun diantara keempat parameter tersebut, DS merupakan parameter yang terpenting dalam menentukan kualitas CMC. DS merupakan perbandinga;n antara jumlah gugus hidroksil yang tersubstitusi oleh reagen SMCA dengan jumlah cincin anhidroglukosa (AGU) pada selulosa. DS maksimum bernilai 3. Nilai DS

(30)

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah jenis dan komposisi pelarut/media reaksi, konsentrasi alkali, konsentrasi kloroasetat, waktu reaksi, dan suhu reaksi (Pitaloka, dkk., 2015).

Perbedaan nilai DS yang dihasilkan ini berkaitan erat dengan peran media reaksi selama proses sintesis CMC. Pengaruh dari media reaksi yang digunakan dilihat dari nilai polaritas pelarut yang digunakan.Menurut Semakin kecil polaritas darisuatu media pelarut maka akan meningkatkan efektivitas reaksi karboksimetilasi dan menjaga molekul selulosa tetap tidak terdekomposisi oleh larutan alkali. Selain itu, semakin kecil polaritas media reaksijuga akan meyebabkan rendahnyakelarutan NaOH dalam sistem karena sifat sistem yang non polar. Pada sistem ini, NaOH yang berbentuk larutan akan membentuk lapisan di sekitar selulosa dan akan menyebabkan semakin banyak jumlah NaOH yang terdistribusi dalam selulosa dan mengkonversi selulosa menjadi alkali selulosa (Rakhmatullah, 2015).

Kondisi karboksimetilasi akan optimum jika pengembangannya optimum.

Konsentrasi NaOH yang tinggi ini juga kemungkinan melebihi batas kritis NaOH pada proses sintesis CMC sehingga penghancuran struktur kristalin menjadi sstruktur amorf akan membuat struktur amorf berorientasi kembali dan bergabung untuk membentuk struktur kristalin lain. Hal ini akan membuat struktur selulosa lebih padat dan sulit ditembus oleh reagen kimia. (Pitaloka, dkk., 2015).

DS sangat menentukan kelarutan CMC, CMC dengan harga DS kurang dari 0,3 hanya larut dalam larutan alkali sedangkan harga DS sama dengan atau lebih dari 0,4 dapat larut dalam air. Ditinjau dari segi kualitas, semakin besar harga derajat substitusi maka kualitas CMC semakin baik karena berarti kelarutannya dalam air

(31)

semakin besar pH CMC menjadi pertimbangan dalam penggunaannya, seperti dijelaskan oleh Imersionjika pH di bawah 1, larutan menjadi tidak homogen karena terbentuk endapan, sehingga untuk penggunaan di bidang industri, khususnya industri makanan, disarankan sifat CMC tidak terlalu asam. Dijelaskan selanjutnya bahwa larutan CMC 1% biasanya mempunyai pH 7,0 – 8,5 dan pada rentang 5 – 9 tidak terlalu berpengaruh terhadap viskositas CMC. Pada pH kurang dari 3 viskositas CMC bertambah karena terbentuknya gel yang sedikit larut, sedang pada pH di atas 10 viskositas CMC sedikit berkurang. Kadar air dalam CMC mempengaruhi daya tahan CMC karena adanya reaksi pembusukan secara kimia maupun mikrobiologi (Wijayani, dkk., 2005).

Viskositas adalah suatupernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Makin tinggi nilai viskositas maka akan makin besar tahanannya.

Viskositas adalah sifat dari cairan yang menunjukkan adanya hambatan-dalam, artinya bila di dalam cairan terdapat benda yang bergerak maka pergerakan dari benda “dihambat” oleh viskositas cairan. Makin besar nilai viskositas cairan, makin besar pula hambatan yang diberikan. Viskometer ada banyak macamnya.

Namun secara garis besar bisa dibedakan menjadi dua kategori, yaituViskometer yang bekerja dengan cara mengalirkan cairan, termasuk di dalam kategori ini adalah viskometer kapiler (missal Ubbelohde), viskometer Effluc-cup (missal Saybolt, Furol, Zahn cup).Viskometer yang bekerja dengan cara menggerakkan suatu benda di dalam cairandengan cara membiarkan bola jatuh (missal viskometer bola-jatuh), viskometer rotasi (misal viskometer Brookfield) (Sobbich dan Atedi, 2005).

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.2 Jenis Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental yang meliputi pengambilan sampel, identifikasi sampel, pengolahan sampel, isolasi selulosa, pembuatan karboksimetil selulosa dan karkterisasi karboksimetil selulosa.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian 3.3.1 Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, alumunium foil, ayakan, blender (Philips), cawan, desikator, Fourier Transform Infrared Spectrophotometer (Shidmadzu), hotplate stirrer, kertas saring, lemari pengering, neraca analitik (Sartorius), oven listrik (Fisher Scientific), pH indikator (Merck), pH meter (Hanna), stopwatch, dan termometer,

3.3.2 Bahan penelitian

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalahkulit pisang barangan dan bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analis produksi PT Smart lab adalah asam asetat glasial, isopropanol, natrium hidroksida pellet, methanol, natrium

(33)

monokloroasetat.PT Pentaza Multikarya adalah natrium hipoklorit. CMC komersial. Yang tidak berkualitas pro analisis adalah akuades, eter, barium klorida.

3.4 Pengambilan, Identifikasi dan Pengolahan sampel 3.4.1 Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, artinya tanpa membandingkan sampel yang diambil dengan sampel yang sama dari daerah lain.

Tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit pisang yang diperoleh darijalan Kapten Muslim, Helvetia, kota Medan , Provinsi Sumatera Utara.

3.4.2 Identifikasi sampel

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA), Universitas Sumatera Utara.

3.4.3 Pengolahan sampel

Kulit pisang yang dibersihkan dari pengotor, dicuci, ditiriskan dan diangin-anginkan. Dipotong kecil-kecil dengan ukuran kurang lebih 2 x 2 cm.

Kemudian dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu ±40ºC hingga rapuh.

Lalu dihaluskan sampai berbentuk serbuk. Diayak melalui ayakan mesh 20.

Disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat.

(34)

3.5. Pembuatan Pereaksi .

3.5.1 Larutan natrium hidroksida 4 %

Natrium hidroksida sebanyak 4 g dilarutkan dalam akuades secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM Depkes RI, 1995).

3.5.2 Larutan natrium hidroksida 17,5

Natrium hidroksida sebanyak 17,5 gram dilarutkan dalam akuades secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM Depkes RI, 1995).

3.5.3 Larutan natrium hidroksida 30%

Natrium hidroksida sebanyak 30 gram dilarutkan dalam akuades secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM Depkes RI, 1995).

3.5.4 Pereaksi Natrium Hipoklorit 3,5%

Larutan pekat natirum hipoklorit (10%) diambil sebanyak 35 mL kemudian dilarutkan ke dalam air suling hingga 100 mL (Ditjen POM Depkes RI, 1995).

3.6 Isolasi Selulosa dari Kulit Pisang

Isolasi selulosa batang pisang dilakukan dengan metode delignifikasi yaitu sebagai berikut:

Serbuk kulit pisang sebanyak 100 g dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambahkan 1L natrium hidroksida4%. Dipanaskan di atas hot plate pada suhu 90ºC selama 3 jam. Setelah itu disaring dan residu dicuci dengan akuades hingga pH netral. Residu diputihkan dengan natrium hipoklorit 3,5% sebanyak 1L dengan cara direndam selama 24 jam pada suhu kamar. Disaring dan residu dicuci dengan akuades hingga pH netral.Sampel yang telah dihilangkan ligninnya diisolasi

(35)

dengan natrium hidroksida 17,5%, dipanaskan pada suhu 80oC selama 1 jam.

Disaring dan residu dicuci dengan akuades hingga pH netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan kembali dengan natrium hipoklorit 3,5% selama 5 menit pada suhu 100oC. Disaring dan residu dicuci hingga pH netral diuji dengan pHindikator universal dan dikeringkan di oven pada suhu 60ºC, hingga kering (Ohwoavworhua dan Adelakun, 2005).

3.7 Sintesis CMC dari Selulosa Kulit Pisang

Sintesis CMC dilakukan dengan menimbang 5 gram berat kering selulosa kulit pisang dimasukkan ke dalam beaker 250 ml, ditambahkan 90 ml isopropanol terlebigh dahulu lalu ditambahkan 15 ml NaOH 15%ke dalam beaker dan diaduk hingga tercampur merata dengan sampel kemudian diletakkan pada hotplate stirer dan dialkalisasi pada suhu 25ºC selama 30 menit. Selanjutnya ditambahkan 3 g natrium monokloroasetat sedikit demi sedikit. untuk pros s karboksimetilasi.

Selanjutnya dikarboksimetilasi selama 3 jam pada suhu 60ºC hingga terbentuklah karboksimetil selulosa.Setelah itu campuran disaring dan residunya direndam menggunakan 100 ml metanol selama 24 jam. Kemudian campuran dinetralkan menggunakan larutan asam asetat glasial. Campuran kemudian disaring kembali dan residunya dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60ºC hingga beratnya konstan. Perlakuan yang sama untuk variasi monokloroasetat (1g, 2 g, 3g, 4g, 5g) mengikuti prosedur diatas (Safitri.,dkk, 2016).

(36)

3.8 Karakterisasi Karboksimetil Selulosa 3.8.1 Pemeriksaan Organoleptis

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan bentuk, warna, bau dan rasa sesuai dengan Farmakope Indonesia ke-V.

3.8.2 Sifat fisikokimia natrium karboksimetil selulosa

Sifat fisikokimia natrium karboksimetil selulosa meliputi penetapan pH , susut pengeringan, kelarutan zat dalam air, viskositas, derajat subtitusi.

a. Penetapan pH

CMC ditimbang 1 g dan dilarutkan dalam akuades 100 ml dengan memanaskan pada suhu 60ºC dan diaduk sampai larut. Setelah larut merata, didinginkan pada suhu ruang. Penetapan pH dilakukan dengan pH meter(Ditjen POM Depkes RI, 1995).

b. Susut Pengeringan Sampel

Ditimbang 1 g CMC dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

Dikeringkan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Setelah dikeringkan, botol timbang dalam keadaan tertutup dimasukkan ke dalam desikator, didinginkan pada suhu ruang dan ditimbang (Ditjen POM Depkes RI, 1995).

c. Kelarutan zat dalam Air

Sampel sebanyak 2 g diaduk dengan 80 mL air suling selama 10 menit,disaring dengan vakum melalui kertas saring. Pindahkan filtrat ke dalam gelas beker yang telah ditara ( ), lalu diuapkan hingga kering pada suhu 105C selama 1 jam, didinginkan di dalam desikator, lalu ditimbang ( ). Selisih berat antara residu dan gelas beker kosong tidak boleh lebih dari 0,25%. Menurut USP 27 dan NF 22

(37)

(2004), Kelarut dalam air (Za) dihitung berdasarkan persamaan berikut (USP 27 dan NF 22, 2004):

Za = x 100%

d. Penentuan Viskositas Larutan CMC 2 %

Penentuan viskositas sediaan menggunakan viskometer Brookfield.

Caranya : Ditimbang 2 g berat kering natrium CMC dimasukkan dalam lumpang kemudian ditambah dengan air panas secukupnya hingga mencapai volume 100 ml. Setelah air panas dimasukkan, campuran digerus sampai homogen dan dituangkan ke dalam gelas kimia. Lalu spindle diturunkan hingga spindle tercelup ke dalam formulasi. Selanjutnya akan dihidupkan dengan menekan tombol ON.

Kecepatan spindle diatur, Kemudian dibaca skalanya (dial reading) dimana jarum merah yang bergerak telah stabil. Nilai viskositas (η) dalam centipoise (cps) diperoleh dari hasil perkalian skala baca (dial reading) dengan faktor koreksi (f) khusus untuk masing-masing kecepatan spindle. Menurut Dalimunthe (2016), Nilai Viskositas dapat dihitung engan persamaan berikut ini:

e. Penentuan derajat substitusi

Penentuan harga derajat (DS) yang dihasilkan berdasarkan analisis spektrum infra merah. Harga derajat substitusi berkisar dari 0 sampai 3 dan bukan bilangan bulat karena angka tersebut menyatakan harga rata-rata dari keseluruhan sampel.

Viskositas (cps) = skala (dial reading ) × faktor koreksi

(38)

Menurut Dalimunthe (2016), secara kualitatif, derajat substitusi diindikasikan sejumlah serapan dari gugusOH gugus ester yang diperoleh dari nilai intensitas padaspektrum infra merah (%T). Rumus yang digunakan adalah:

3.9 Analisa FT-IR

Analisa gugus fungsi dilakukan menggunakan instrumen spektrofotometer FT-IR (Shimadzu) dengan teknik pellet KBr di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. CMC komersial digunakan sebagai pembanding.

Derajat Substitusi = 𝐴𝑏𝑠 𝐸𝑠𝑡𝑒𝑟𝐴𝑏𝑠𝑂𝐻 Abs = Log 𝑇

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Sampel

Hasil identifikasi sampel dilakukan oleh bagian Herbarium Medanase (MEDA) Uniersitas Sumatera Utara adalah tumbuhan pisang barangan (Musa ascuminata L) dari suku Musaceae. Hasil Identifkasi sampel dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 39.

4.2 HasilPembuatan Karboksimetil Selulosa Kulit Pisang Barang

Isolasiselulosa kulit pisang barangan dilakukan dengan metode delignifikasi.Selulosa yang diperoleh dari pengolahan kulit pisang 12,5 g adalah 3,125 g atau 25 %. Hasil hidrolisis alfa selulosa menjadi natrium karboksimetil selulosa A, B, C, D, dan E dengan variasi natrium monokloroasetat (1g, 2g, 3g, 4g, 5g) terdapat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil karboksimetilasi Selulosa Menjadi CMC Konsentrasi

NaOH (%)

Berat selulosa CMC Berat CMC % Berat*

30 % 3 g A 1,80 g 40,00%

30 % 3 g B 2,45 g 81,67%

30 % 3 g C 5,54 g 177,28%

30 % 3 g D 4,50 g 144,00%

30 % 3 g E 4,08 g 130,56%

Keterangan : *= % berat terhadap selulosa

Pembuatan CMC dipengaruhi oleh proses alkalisasi dan karboksimetilasi. Proses alkalisasi menggunakan NaOH bertujuan untuk mengaktifkan gugus gugus

(40)

reagen dari selulosa pada tahap reaksi karboksimetilasi. Selain itu, tujuan penambahan NaOH adalah sebagai pengembang selulosa, yang bertujuan memudahkan difusi reagen karboksimetilasi. Seiring dengan bertambahnya natrium monokloroasetat yang digunakan akan meningkatkan jumlah CMC yang dihasilkankarena jumlah natrium monoklorasetat akan berpengaruh pada substitusi dari unit anhidroglukosa pada selulosa (Ayuningtiyas, dkk., 2017).

Hasil rendemen yang diperoleh dari seluruh konsentrasi memperlihatkan bahwa rendemen terbesar diperoleh pada CMC C dengan variasi natrium monoklorasetat 3 g yaitu 177,28 % sementara pada CMC D dan E rendemen yang diperoleh semakin menurun. Hal ini disebabkan karena adanya sejumlah natrium monokloroasetat yang tidak bereaksi dengan alkali selulosa. Natrium monokloroasetat yang tidak bereaksi dengan alkali selulosa akan membentuk hasil samping berupa natrium glikolat dan natrium klorida (Ayuningtiyas, dkk., 2017).

4.3 Hasil Karakterisasi CMC Kulit Pisang Barangan 4.3.1 Sifat-sifat CMCKPB

Hasil sifat-sifat fisikokimia dari KSKPB yang meliputi organoleptik, kelarutan dalam (air, etanol, dan eter), pH, susut pengeringan, pembentukanendapan, dan uji identifikasi dari KSKPB dan karboksimetil selulosa komersialdapat dilihat pada Tabel 4.2

(41)

Tabel 4.2 Sifat-sifat Fisikokimia CMC Kulit Pisang

No Parameter Karboksimetil Selulosa dari Kulit Pisang Baran gan (Berat Natrium Monokloro Asetat)

KSK Persyaratan

A B C D E

1 Organolepti s

Serbuk Putih, tidak berbau, tidak berasa.

Serbuk Putih, tidak berbau, tidak berasa.

Serbuk Putih, tidak berbau, tidak berasa.

Serbuk Putih, tidak berbau, tidak berasa.

Serbuk Putih, tidak berbau, tidak berasa.

Serbuk Putih, tidak berbau, tidak berasa.

Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning gading, tidak berbau, tidak berasa (Ditjen POM Depkes RI, 2014)

2 Kelarutan dalam air

Terdispersi Terdispersi Terdispersi Terdispersi Terdispersi Terdispersi Terdispersi (Ditjen POM Depkes RI, 2014)

Kelarutan dalam alkohol

Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut (Ditjen POM Depkes RI, 2014)

Kelarutan dalam eter

Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut Tidak Larut (Ditjen POM Depkes RI, 2014)

3 Ph 6,78 7,72 7,89 7,4 6,72 7,24 6.5-8,5 (USP 27

dan NF 22,2004)

25

(42)

Tabel 4.2 Lanjutan 4 Susut

Pengeringan

5,34 3,08 4,37 4,63 3,99 4, 75 ≤ 10 % (USP 27

dan NF 22,2004) 5 Kelarutan

Zat dalam Air

0,242 0,120 0,191 0,2113 0,157 0,08 ≤0,25% (USP 27

dan NF

22,2004) 6 Pembentuka

n Endapan

Endapan halus putih

Endapan halus putih

Endapan halus putih

Endapan halus putih

Endapan halus putih

Endapan halus putih

Endapan halus putih (Ditjen POM, 2014) 7 Uji

Identifikasi

Terjadi warna merah ungu pada bidang atas antara dua lapisan

Terjadi warna merah ungu pada bidang atas antara dua lapisan

Terjadi warna merah ungu pada bidang atas antara dua

lapisan

Terjadi warna merah ungu pada bidang atas antara dua

lapisan

Terjadi warna merah ungu pada bidang atas antara dua lapisan

Terjadi warna merah ungu pada bidang atas antara dua lapisan

Terjadi warna merah ungu pada bidang atas antara dua lapisan (Ditjen POM, 2014)

26

(43)

Hasil uji organoleptik semua KSKPB dan KSK dari bentuk, warna, dan rasa berupa serbuk kasar, berwarna putih, dan tidak berbau. Baik KSKPB dan KSK sudah memenuhi persyaratan (Ditjen POM Depkes RI, 2014).

Sifat fisikokimia meliputi KSKPB dan KSK meliputi kelarutan (air,alkohol, dan eter), pH, Susut pengeringan, pembentukan endapan, dan pembentuka busa. Berasarkan hasil pengujian Kelarutan (air, alkohol, eter) baik KSKPB dan KSK semuanya memenuhi persyaratan yang terdapat dalam Farmakope edisi IV (1995), yaitu terdispersi dalam air, tidak larut dalam alkohol, tidak larut dalam eter.

Hasil dari uji kelarutan zat dalam air dilakukan untuk mengetahui tingkat kelarutan masing -masing zat jika dilarutkan ke dalam air. Berdasarkan hasil pengujian, kelarutan zat dalam air KSBPR yang didapatkan dari semua konsentrasi tidak melebihi 0, 25%. Hal ini menunjukkan bahwa kelarutan zat dalam air KSBPR semuanya telah sesuai dengan karboksimetil selulosa komersil dan memenuhi persyaratan USP 27 dan NF 22 (2014). Namun, hasil yang diperoleh hampir mendekati batas persyaratan hal ini menunjukkan bahwa kelarutan natrium karboksimetil selulosa dalam air rendah. Kelarutan natrium karboksimetil selulosa dalam air bergantung pada tingkat kemampuan CMC untuk mengikat air. Semakin tinggi kemampuan CMC mengikat air akan mempermudah kelarutannya (Wijayani, dkk., 2005).

Uji penetapan pH sangat penting dilakukan karena dapat mempengaruhi CMC yang didapatkan. Hasil Pengujian pH pada KSKPB dan KSK semuanya memenuhi persyaratan dalam USP 27 dan NF 22 (2014)yaitu 6,5 – 8,5. Pada uji susut pengeringan dilakukan untuk mengetahui persentase senyawa yang

(44)

mnghilang selama proses pemanasan. Susut pengeringan CMC menurut USP 27 dan NF 22, tidak lebih dari 10 %. Hasil uji pengeringan KSKPB dan KSK keduanya memenuhi syarat yang terdapat pada USP.

Pada uji pembentukan endapan KSKPB terbentuk endapan putih halus setelah ditambahkan reagen BaCl2. Hal ini sesuai dengan Farmakope Indonesia Edisi IV (1995). Hasil uji pembentukan busa yaitu tidak terbentuk busa pada larutan KSKPB setelah dikocok kuat-kuat. Hal ini sesuai bahwa CMC tidak terbentuk lapisan busa pada permukaan larutan (Anonim, 2011).

Pada pengujian identifikasi terbentuk warna merah ungu pada bidang batas antara dua lapisan setelah penambahan 1-naftol asam sulfat pekat. Hal ini sesuai dengan Farmakope Edisi IV (2014).

4.4 Hasil Analisis

Hasil analisis karboksimetil selulosa dari kulit pisang barangan menggunakan spektrofotometer FT-IR dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Bilangan Gelombang CMC Kulit Pisang Barangan dan CMC Komersil

No Nama Vibrasi OH

Vibrasi CH

Vibrasi C=O

Vibrasi CH2

Vibrasi C-O-C 1 CMC K 3394,72cm-

1 2920,23

cm-1

1597,08cm-

1 1415,75

cm-1

1056,99 cm-1 2 CMC A 3421,72

cm-1

2931,17cm-

1 1570,00

cm-1

1415,75 cm-1

1064,71 cm-1 3 CMC B 3425,58

cm-1

2931,80cm-

1 1600,92

cm-1

1415,75 cm-1

1064,85 cm-1 4 CMC C 3437,15

cm-1

2925,60cm-

1 1581,63

cm-1

1415,75cm-

1 1060,85

cm-1 5 CMC D 3421,72

cm-1

2924,00cm-

1 1600,92

cm-1

1419,61 cm-1

1060,85 cm-1 6 CMC E 3421,72cm-

1

2931,80 cm-1

1600,92 cm-1

1419,61 cm-1

1060,85 cm-1

(45)

Pada hasil FT-IR CMC kulit pisang barangan dari variasi natrium monokloroasetat 1 gram hingga 5 gram memiliki vibrasi (bilangan gelombang) yang mendeteksi vibrasi CMC. Terdapat bilangan gelombang berturut-turut yaitu 3421,72cm-1, 3425,588cm-1, 3437,15cm-1, 3421,72 cm-1, 3421,72 cm-1 yang merupakan bilangan gelombang dari adanya gugus OH pada bilangan 3500-3000 cm-1dan merupakan gugus OH yang menunjukan terbetuknya kelompok ikatan hidrogen antara atom hidrogen dalam satu kelompok gugus hidroksil lain monomer glukosa pada rantai polimer selulosadan merupakan ciri khas CMC.

Bilangan gelombang tersebut juga mendekati bilangan gelombang OH yang terdapat pada CMC komersil yaitu 3394,72 cm-1 (Safitri, 2014).

Munculnya vibrasi pada bilangan gelombang 2931,17 cm-1, 2931,80 cm-1, 2925,60 cm-1, 2924,00 cm-1, 2931,80 cm-1 merupakan gugus hidrokarbon dimana menurut indriyati (2016)Ikatan CH pada rantai alifatik memberikan serapan pada bilangan gelombang 3000-2850 cm-1. Bilangan gelombang tersebut mendekati bilangan gelombang C-H yang terdapat pada CMC komersil yaitu 2920,23 cm-1.

Pada bilangan Menurut Safitri, dkk. (2014), Berdasarkan identifikasi tersebut terbukti bahwa CMC yang dihasilkan mempunyai kemiripan gugus fungsi dengan CMC komersial dan mempunyai bilangan gelombang yang menunjukkan gugus konstituen pada CMC yaitu gugus karboksil dan CH2gelombang 1064,71cm-1, 1064,85cm-1,1064,85 cm-1 menujukkan adanya gugus CO.

Dari hasil sintesis CMC A, B, C, D, dan E telah terjadi substitusi karboksimetil yang dapat dilihat dari menurunnya intensitas gugus OH yang pada awalnya memiliki intensitas 71,683 menjadi 34,146, 40,00, 48,655, 47,554, dan 69,8.

(46)

4.5 Penentuan Derajat Substitusi

Derajat substitusi dilakukan untuk mengetahui jumlah gugus hidroksil yaitu (OH) yang tergantikan oleh natrium monkloroasetat (NaMCA) sebagai penanda terbentuknya CMC. Dalam hal ini, terjadi proses esterifikasi antara alkali selulosa dengan natrium mnokloroasetat. Hasil dari perhitungan derajat substitusi disajikan dalam Tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.4 Data Derajat SubstitusiCMC Kulit Pisang Barangan

No CMC Variasi Na. Monokloroasetat DS

1 CMC A 1,22

2 CMC B 1,28

3 CMC C 1,31

4 CMC D 1,03

5 CMC E 0,79

Gambar 4.9 Grafik Derajat Substitusi

Dari Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa derajat substitusi semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi natrium monokloroasetat yang digunakan namun pada CMC D dan E derajat substitusi mulai mengalami penurunan. Hal ini

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4

CMC A CMC B CMC C CMC D CMC E

(47)

dapat disebabkan adanya sejumlah asam monokloroasetat yang tiak bereaksi dengan alkali selulosa. Asam monokloroasetat yang tidak bereaksi dengan alkali selulosa akan membentuk hasil samping berupa natrium glikolat dan natrium klorida (Rakhmatullah, 2015).

Berdasarkan data yang diperoleh , dapat dilihat bahwa angka yang didapat berdasarkan spektrum infra merah dari keduanya masih berada dalam angka yang disyaratkan di dalam derajat substitusi dari 0sampai 3,00. Data Anonim (2011) menyebutkan bahwwa standar DS CMC untuk pangan berkisar 0,2 – 1,5. Pada industri pangan, CMC diproduksi dengan kisaran 0,7 – 0,9 (Ferdiansyah, dkk., 2015).

Nilai Derajat Substitusi yang dihasilkan berkaitan dengan peran media reaaksi, reagen alkalisasi dan reagaen karboksimetilasiselama proses sintesis CMC. Pengaruh dari media reaksi yang digunakan dilihat dari nilai polaritas pelarut yang digunakan. Pemilihan media reaksi dengan polaritas kecil akan meningkatkan laju reaksi pembentukan. Fungsi penambahan natrium monokloroasetat yang digunakan akan berpengaruh terhadap substitusi dari unit anhidroglukosa pada selulosa. Bertambahnya jumlah alkali yang digunakan akan mengakibatkan naiknya jumlah garam monokloroasetat yang terlarut, sehingga mempermudah dan mempercepat difusi garam monokloroasetat ke dalam pusat reaksi yaitu gugus hidroksi. Mengingat peranan kedua reagen tersebut, maka komposisi kedua reagen baik reagen alkalisasi maupun karboksimetilasi dalam proses ini sangat menentukan kualitas CMC yang dihasilkan (Pitaloka, dkk., 2015).

(48)

Derajat substitusi merupakan parameter yang penting menentukan kualitas dari suatu karboksimetil selulosa. Menyatakan bahwa dilihat dari segi kualitas, semakin besar nilai derajat substitusi maka kualitas dari karboksimetil selulosa semakin baik sebab kelarutannya dalam air semakin besar (Wijayani, dkk.., 2005).

4.6 Pengukuran Viskositas

Viskositas dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan apakah karboksimetil selulosa kulit pisang dan karboksimetil selulosa komersial sesuai dengan syarat yang terdapat dalam Anonim (2011) pada Tabel 4.4, sebagai berikut :

Tabel 4.5 Hasil Viskositas Kelarutan CMC 2 % menggunakan alat viskometer Brookfield paa suhu 25ºC

No CMC Nilai viskositas

1 Komersial 500

2 CMC A 100

3 CMC B 150

4 CMC C 250

5 CMC D 200

Hasil Pengukuran Viskositas yang diperoleh dari CMC Kulit Pisang (KSKPB) dan Karboksimetil Selulosa Komersial (KSK) terlihat berbeda jauh karena, hal tersebut dapat disebabkan oleh kemurnian, derajat substitusi dan kurangnya penambahan natrium monokloroaseatat. Nilai viskositas yang baik untui bahan pangan adalah ≥ 25. Derajat substitusi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya viskositas CMC. (Nur, dkk., 2015)

(49)

Viskositas suatu fluida merupakan daya hambat yang disebabkan oleh gesekan antara molekul-molekul cairan, yang mampu menahan aliran fluida sehingga dapat dinyatakan sebagai indikator tingkat kekentalannya. Kekentalan adalah sifat suatu zat cair (fluida) disebabkan adanya gesekan antara molekul – molekul zat cair dengan gaya kohesi pada zat cair tersebut. Gesekan – gesekan inilah yang menghambat aliran zat cair (Soebyakto, dkk., 2016)

(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan:

a. Karboksimetil selulosa dapat dibuat dari selulosa kulit pisang barangan.

b. Hasil karakterisasi CMC selulosa kulit pisang barangan dengan berbagai variasi konsentrasi natrium monokloroasetatdengan CMC komersial memiliki kesamaan yang dapat dilihat dari hasil karakterisasi yang terdiri dari organoleptis, kelarutan dalam air, kelarutn dalam alkohol, kelarutan dalam eter, pH. susut pengeringan, kelarutan zat dalam air, pembentukan endapan, uji identifikasi, viskositas, derajat substitusi, dan FT-IR.

c. Hasil dari variasi konsentrasi natrium monokloroasetat mendapatkan rendemen paling banyak pada penambahan natrium monokloroasetat 3g yaitu 5,54 g atau sebesar 177,28 %. Derajat substitusi terbaik yang dihasilkan juga pada penambahan natrium monokloroasetat 3g yaitu 1,31. Dan hasil analisis FT-IR semua variasi memiliki kemiripan struktur dengan CMC komersial dengan berbeda intensitasnya.

5.2 Saran

a. Membuat karboksimetil selulosa dengan variasi NaOH

b. Membuat karbksimetil selulosa dengan media reaksi isopropanol etanol

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2011). Sodium Carboxymethyl Cellulose. Compendium Of Food Additive Specifications. Roma: Food And Agriculture Organization Of The United Nations. Hal. 115-118.

Ayuningtiyas, S., Desiyana, F. D., dan Siswarni, M. Z. (2017). Pembuatan Karboksimetil Selulosa Dari Kulit Pisang Kepok Dengan Variasi Konsentrasi Natrium Hidroksida, Natrium Monokloroasetat, Temperatur Dan Waktu Reaksi.

Jurnal Teknik Kimia USU. 6(3): Hal. 1-3.

Dalimunthe, A. I. (2016). Pembuatan Natrium Karboksimetil Selulosa Dari Sekam Padi (Oryza sativa L.). Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara: Hal.

32.

Ditjen POM Depkes RI.(1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 175.

Eliza, M. Y., Shahruddin, M., Noormaziah, J., dan Wan Rosli, W. D. (2015).

Carboxymethyl Cellulose(CMC) from Oil Palm Empty Fruit Bunch (OPEFB) in the new solvent Dimethyl Sulfoxide (DMSO)/Tetrabutylammonium Fluoride (TBAF). Journal of physics: Conference Series 622: Hal. 3.

Ferdiansyah, M. K., Marseno, D. W., dan Pranoto, Y. (2017). Optimasi Sintesis Karboksi Metil Selulosa (CMC) dari Pelepah Kelapa Sawit Menggunakan Respon Surface Methodlogy (RSM). AGRITECH. 37(2): Hal. 159.

Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S. (1986). Organic Chemistry, Third Edition.

Alih Bahasa: Pudjaatmaka, A. H. (1982). Kimia Organik. Jilid 1. Edisi Ketiga.

Jakarta: Erlangga. Hal. 317 dan 324.

Hart, H., Craine, L. E., dan Hart, D. J. (1987). Organic Chemistry. Alih Bahasa:

Achmadi, S. S. (2003). Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Edisi Kesebelas.

Jakarta: Erlangga. Hal. 392-393.

Indriyati, W., Musfiroh, I., Kusmawati, R., Sriwidodo, dan Hassannah, A. N.

(2016). Karakterisasi Carboxymethyl Cellulose Sodium (Na-CMC) dari Selulosa Eceng Gondok (Eichhornia crassipess (Mart.) Solms.) yang Tumbuh di Daerah Jatinangor dan Lembaang. IJPST. 3 (3): Hal. 107-108.

Kamal, N. (2010). Pengaruh Bahan Aditif Cmc (Carboxymethyl Celulose) Terhadap Beberapa Parameter Pada Larutan Sukrosa. Jurnal Teknologi. 1 (17):

Hal. 78-79.

Lehninger, A. L. (1982). Principles Of Biochemistry. Alih Bahasa: Thenawijaya, M. (1994). Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 3. Jakarta: Erlangga. Hal 14.

(52)

Masfria, Muchlisyam, Nurmadjuzita, Nurbaya, S., Pardede, T. R., Azhar, C., dan Permata, Y. M. (2015). Kimia Analisis 1. Medan: USU Press. Hal.75-77.

Nasrun, Jalaludin, dan Herawati. (2016). Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Barangan Sebagai Bahan Pembuatan Pupuk Cair. JurnalTeknologi Kimia Unimal. 5(1): Hal. 19.

Novianti, P., dan Setyowati, W. A. E. (2016). Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Kepok Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kertas Alami Dengan Metode Pemisahan Alkalisasi. Pedidikan Kimia. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains. Hal.

460.

Nur, R., Tamrin, dan Muzakkar, M. Z. (2016). Sintesis Dan Karakterisasi Cmc (Carboxymethyl Celulose) Yang Dihasilkan Dari Selulosa Jerami Padi. J. Sains dan Teknologi Pangan. 1 (3): Hal. 229.

Ohwoavworhua, F. O., dan Adelakun, T. A. (2005). Some Physical Characteristics of Microcrystalline Cellulose Obtained from Raw Cotton of Cochlospermum planchonii. Tropical Journal Of Pharmaceutical Research. 4 (2):

Hal. 503.

Pitaloka, A. B., Hidayah, N. A., Saputra, A. H., dan Nasiklin, M. (2015).

Pembuatan Cmc Dari Selulosa Eceng Gondok Dengan Media Reaksi Campuran Larutan Isopropanol – Isobutanol Untuk Mendapatka Viskositas Dan Kemurnian Tinggi. Jurnal Integrasi Proses. 5 (2): Hal. 109-111.

Rahmawanty, D. Anwar, E., dan Bahtiar, A. (2014). Formulasi Gel Menggunakan Serbuk Daging Ikan Haruan (Channa Striatus) Sebagai Penyembuh Luka. Media Farmasi. 11(1): Hal. 37.

Rakhmatullah, R. (2015). Pembuatan Karboksimetil Selulosa dari Selulosa Mikrobial (Nata De Cassava). Skripsi. Bogor: IPB. Hal. 8, 9, dan 16.

Riswiyanto, S. (2002). Kimia Organik. Jakarta: Erlangga. Hal. 382

Safitri, D., Rahim, E. B., Prismawiryanti, dan Sikanna, R. (2017). Sintesis Karboksimetil Selulosa (Cmc) Dari Selulosa Kulit Durian (Durio zibethinus).

Kovalen. 3(1): Hal. 60-61.

Sjostrom, E. (1993). Wood Chemistry, Fundamentalal and aplications. Second Edition. Penerjemah: Sastrohamidjojo, H. (1995). Kimia Kayu, Dasar-dasar dan Penggunaan. Edisi II. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 69-70.

Sobbich, E. M., dan Atedi, B. (2005). Analisi Propagasi Ketidakpastian Pada Penentuan Viskositas Menggunakan Bola Jatuh. Jurnal Standarisasi. 7 (2):

Hal.60.

(53)

Soebyakto, Sidiq, M. F., dan Samyono, D. (2016). Nilai Koefisien Viskositas Diukur Dengan Metode Bola Jatuh Dalam Fluida Viskos. Jurnal Teknik Mesin. 13 (2): Hal. 7.

Sunarjono , H. H. (2002). Budidaya Pisang dengan Bibit Kultur Jaringan. Jakarta:

Swadaya. Hal. 15-19.

United States Pharmacopeia 27 dan National Formulary 22. (2004).

Carboxymethylcellulose Sodium. Rockville: United States Pharmacopeial Convention Inc. Hal. 39.

Wijayani, A., Ummah, K., dan Tjahjani, S. (2005). Karakterisasi Karboksimetil Selulosa (CMC) dari Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms).

Indo. J. Chem., 5(3): Hal. 28–229.

Lampiran 1. Hasil Identifikasi kulit pisang barangan

(54)

Lampiran 2. Gambar Kulit Pisang, alfa selulosa, dan CMC

(55)

Gambar 1. Kulit Pisang

Gambar 2. Selulosa Kulit Pisang

Gambar 3. CMC A

(56)

Gambar 4. CMC B

Gambar 5. CMC C

Gambar 6. CMC D

(57)

Lampiran 2 (Lanjutan)

Gambar 7. CMC E

(58)

Lampiran 3. Bagan Prosedur Kerja

1. Isolasiselulosa dari kulit pisang barangan

Dimsukkan ke dalam beaker glass

Dipanaskan dengan 1 L NaOH pada suhu 90ºC selama 3 jam, disaring Dicuci dengan akuades

Diputihkan dengan NaOCl 3,5% 1 L Direndam selama 24 jam pada suhu kamar

Dicuci dengan akuades hingga pH netral

Ditambahkan NaOH 17,5 %, sebanyak 0,75 L Dipanaskan pada suhu 80ºC selama 1 jam

Dicuci dengan akuades hingga pH netral, Disaring

Diputihkan kembali dengan NaOCl 3,5%

Dipanaskan pada suhu 100ºC selama 5 menit Dicuci dengan akuades hingga pH netral

Dikeringkan pada suhu 60ºC dalam oven hingga kering 100 g serbuk kulit pisang barangan

Filtrat Residu

Selulosa Filtrat Residu

Filtrat Residu

Filtrat Residu

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Molekul Selulosa (Fessenden dan Fessenden, 1986).
Gambar 2.2 Mekanisme Reaksi CMC(Eliza, dkk., 2015).
Tabel 4.1 Hasil karboksimetilasi Selulosa Menjadi CMC  Konsentrasi
Tabel 4.2 Sifat-sifat Fisikokimia CMC Kulit Pisang
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Addendum ( Bila ada ) Senin 21 Januari 2013 16:00 Didownload Melalui

Kegiatan Wisata Minat Khusus (Rafting dan Offroad) Peningkatan Minat dan Motivasi bagi Remaja, Lansia, Guru dan Murid melalui Live In Desa Wisata. Optimalisasi Peran Saka

Panitia Pengadaan Barang / Jasa Lainnya selaku Kelompok Kerja pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Bina Marga

Dengan diberikan kumpulan benda konkret, siswa dapat menyatakan kalimat matematika yang berkaitan dengan masalah tentang pengurangan dengan benar.. Dengan diberikan kumpulan

Pada Hari ini Selasa Tanggal Lima belas Bulan Januari Tahun Dua ribu tiga belas, yang bertanda tangan dibawah ini Panitia Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan

J 533 1 15 Jasa Konsultansi Pengawasan Pengawasan Revitalisasi Gedung Kantor

Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun

Di dalam sistem ini terdapat dua bagian halaman yaitu halaman bagi guru untuk menginput nilai, dan halaman khusus bagi staff administrasi sekolah untuk mendapatkan informasi