• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT KASAR DAUR ULANG TERHADAP SUSUT KERING PADA BETON MEMADAT MANDIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT KASAR DAUR ULANG TERHADAP SUSUT KERING PADA BETON MEMADAT MANDIRI"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user i

DAUR ULANG TERHADAP SUSUT KERING PADA BETON MEMADAT MANDIRI

“Influence of Using Recycled Coarse Aggregate on Drying Shrinkage of Self Compacting Concrete”

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

NUGROHO BUDI SANTOSA NIM. I 0107117

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

(2)

commit to user ii

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT KASAR DAUR ULANG TERHADAP SUSUT KERING PADA

BETON MEMADAT MANDIRI

“Influence of Using Recycled Coarse Aggregate on Drying Shrinkage of Self Compacting Concrete”

Disusun Oleh :

NUGROHO BUDI SANTOSA NIM. I 0107117

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011 Dosen Pembimbing I

Dr. techn. Ir. Sholihin As’ad, MT NIP. 19671001 199702 1 001

Dosen Pembimbing II

Endah Safitri, ST, MT.

NIP. 19701212 200003 2 001

(3)

commit to user vi ABSTRAK

Nugroho Budi Santosa, 2011. Pengaruh Penggunaan Agregat Kasar Daur Ulang Terhadap Susut Kering Pada Beton Memadat Mandiri. Tugas Akhir.

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pemanfaatan agregat daur ulang diharapkan mampu menambah keberlanjutan (sustainability) material selaras dengan semangat filosofis green concrete.

Penggunaan agregat daur ulang pada beton memadat mandiri (Self Compacting Concrete, SCC) memerlukan perhatian khusus yaitu sifat agregat ini memerlukan air bebas yang lebih tinggi karena sifat penyerapan air yang lebih besar, sedangkan pada SCC cenderung menggunakan komponen halus yang berfungsi sebagai pozzolan. Kedua hal ini berpotensi terjadinya penambahan susut kering pada beton. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan agregat kasar daur ulang sebagai pengganti agregat kasar alam terhadap susut kering pada SCC

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan total benda uji 33 buah.

Benda uji menggunakan agregat kasar batu pecah dan batu bulat. Setiap variasi terdiri dari 3 benda uji dengan persentase 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100 % dari berat total agregat yang direncanakan sesuai dengan mix desain. Benda uji yang digunakan adalah balok berukuran 7,5 x 7,5 x 28 cm3. Data yang diamati berupa nilai penyusutan kering yang selanjutnya dianalisis dan di dapat besar penyusutan kering dan prediksi susut kering jangka panjang menggunakan persamaan ACI Committee 209.

Dari analisis diperoleh bahwa penggunaan agregat kasar daur ulang dapat menambah susut kering yang terjadi. Hal ini dikarenakan nilai absorsi agregat daur ulang lebih besar daripada agregat alami. Nilai absorsi agregat daur ulang, batu pecah, dan batu bulat berturut-turut adalah 5,6%, 1,83%, dan 3,23%. Nilai susut kering terbesar pada umur 60 hari terdapat pada benda uji SCC dengan kadar agregat daur ulang 100% yaitu 1400,10 microstrain. Nilai prediksi susut kering terbesar pada umur 1000 hari terdapat pada benda uji SCC dengan kadar agregat daur ulang sebesar 100% yaitu 2263,77 microstrain. Dari penelitian dapat diketahui bahwa semakin besar prosentase agregat kasar daur ulang maka semakin besar pula susut kering dan prediksi susut jangka panjang yang terjadi.

Kata kunci: agregat kasar daur ulang, beton memadat mandiri, susut kering.

(4)

commit to user vii ABSTRACT

Nugroho Budi Santosa, 2011. Influence of Using Recycled Coarse Aggregate on Drying Shrinkage of Self Compacting Concrete. Final Project. Department of Civil Engineering Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, Surakarta.

Utilization of recycled aggregate is expected to increase sustainability of material with the spirit of green concrete. The addition of recycled aggregates in Self- compacting Concrete (SCC) requires special attention: the nature of this aggregate need much free water since its water absorption properties is higher, while the SCC tend to use fine component that serves as pozzolan. Both of these potentially increase the drying shrinkage in concrete. This study aims to observe the effect of recycled coarse aggregates as a substitute for natural coarse aggregate on drying shrinkage of SCC

This study used an experimental method with a total of 33 pieces of the test specimen object, those were samples using coarse aggregate crushed stone and cobblestone. Each variation consisted of 3 test specimens with the percentage of 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, and 100% of the total weight of aggregate. The samples were prisuis 7.5 x 7.5 x 28 cm3 in size. The data observed in the form of drying shrinkage. The totsl drys shrinkage was then calculated and the prediction of long –term drying shrinkage was determined based on ACI Committee 209.

From the analysis, it shows that the use of recycled coarse aggregate increases the occured drying shrinkage. This is because the value of recycled aggregate absorption is greater than natural aggregate. Absorption value of recycled aggregate, crushed stone, and round stones in was 5.6%, 1.83%, and 3.23%

respectively. The largest dry shrinkage at the age of 60 days on specimens with 100% recycled aggregate was 1400.10 microstrain. The largest prediction of dry shrinkage at the age of 1000 days on specimens with 100% recycled aggregate was 2263.77 microstrain. From the study it can be seen that the greater percentage of recycled coarse aggregate, the greater the drying shrinkage and long-term prediction of shrinkage that occurs.

Keywords: drying shrinkage, recycled coarse aggregate, self compacting concrete.

(5)

commit to user x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... . i

HALAMAN PERSETUJUAN... .ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

ABSTRAK... vi

KATA PENGANTAR...viii

DAFTAR ISI...x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR...xiv

DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL...xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

BAB 1. PENDAHULUAN.. ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... .1

1.2. Rumusan Masalah ... .5

1.3. Batasan Masalah ... .5

1.4. Tujuan Penelitian ... .5

1.5. Manfaat Penelitian.... ... ..6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.... ... ..7

2.1. Tinjauan Pustaka ... ..7

2.2. Landasan Teori ... 10

2.2.1. Self Compacting Concrete (SCC) ... 10

2.2.2. Beton Daur Ulang ... 13

2.2.3. Beton Daur Ulang Memadat Mandiri ... 14

2.2.4. Material Penyusun Beton Daur Ulang Memadat Mandiri ... 14

2.2.4.1. Semen Portland ... 14

2.2.4.2. Agregat ... 16

2.2.4.3. Air ... 23

2.2.4.4. Bahan Tambah ... 23 1

(6)

commit to user xi

2.3. Susut pada Beton (Shrinkage) ... 28

2.3.1. Susut Kering Beton (Drying Shrinkage) ... 28

2.3.2. Mekanisme Terjadinya Susut Kering ... 31

2.3.3. Prediksi Susut Kering Jangka Panjang... 32

2.3.4. Efek Susut Kering pada Struktur ... 34

2.3.5. Prinsip Pengukuran Susut Kering ... 35

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 36

3.1. Tinjauan Umum ... 36

3.2. Benda Uji ... 36

3.3. Alat ... 38

3.4. Bahan ... 39

3.5. Tahap Penelitian ... 39

3.6. Pengujian Bahan Dasar Beton ... 42

3.7. Perancangan Campuran Beton (Mix Design) ... 42

3.8. Pembuatan Benda Uji... 43

3.9. Pengujian Susut Kering Balok Beton... 44

BAB 4. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1. Hasil Pengujian Bahan ... 46

4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus ... 46

4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar ... 48

4.1.2.1. Hasil Pengujian Agregat Kasar Batu Pecah ... 48

4.1.2.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar Batu Bulat ... 50

4.1.2.3. Hasil Pengujian Agregat Kasar Daur Ulang ... 52

4.2. Rencana Campuran Adukan Beton ... 54

4.3. Hasil Pengujian Beton Segar dan Kuat Tekan Beton Memadat Mandiri ... 55

4.4. Hasil Pengujian Susut Kering Beton Memadat Mandiri Menggunakan Agregat Batu Pecah ... 56

4.5. Analisa Susut Kering Beton Memadat Mandiri Menggunakan Agregat Batu Pecah ... 59

4.6. Hasil Pengujian Susut Kering Beton Memadat Mandiri Menggunakan Agregat Batu Bulat... 60

(7)

commit to user xii

4.7. Analisa Susut Kering Beton Memadat Mandiri Menggunakan

Agregat Batu Bulat... 62

4.8. Perbandingan Susut Kering Beton Memadat Mandiri Menggunakan Agregat Batu Pecah Dan Batu Bulat ... 63

4.9. Analisa Perbandingan Susut Kering Beton Memadat Mandiri Menggunakan Agregat Batu Pecah dan Batu Bulat ... 65

4.10. Hasil Perhitungan Prediksi Susut Kering ... 67

4.11. Pembahasan Hasil Perhitungan Prediksi Susut Kering ... 71

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

5.1. Kesimpulan ... 72

5.2. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA... xix

LAMPIRAN... xx

(8)

commit to user 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembangunan dalam bidang konstruksi dari tahun ke tahun semakin berkembang.

Maraknya pembangunan mengakibatkan kebutuhan material konstruksi semakin banyak. Salah satunya adalah penggunaan beton sebagai bahan konstruksi karena awet dan ekonomis.

Banyaknya penggunaan beton dalam konstruksi mengakibatkan peningkatan kebutuhan material beton yang memicu penambangan batuan sebagai salah satu bahan pembentuk beton secara besar-besaran. Hal ini menyebabkan semakin berkurangnya jumlah sumber daya alam yang tersedia untuk keperluan pembuatan beton. Selain itu, material ini disadari berkontribusi besar terhadap gangguan dan pelestarian lingkungan

Di Indonesia, banyak bangunan tua yang terpaksa harus dibongkar karena bangunan tersebut perlu diperbaharui, mengalami kerusakan, atau tidak layak untuk dihuni.

Hasil bongkaran tersebut biasanya hanya dibuang sehingga menjadi limbah padat yang tidak memiliki nilai ekonomis. Disamping itu, pada saat ini beton siap pakai (ready mix) sedang marak digunakan untuk membuat konstruksi bangunan, namun pada penerapannya sering terjadi kelebihan supply dan sisanya terkadang dibuang di sembarang tempat.

Solusi untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan mendaur ulang beton hasil pembongkaran atau sisa ready mix sebagai agregat alternatif untuk menggantikan sebagian atau seluruh agregat alam di dalam campuran beton. Contoh reruntuhan bangunan dan limbah beton dapat dilihat pada Gambar 1.1.

(9)

commit to user

Gambar 1.1. Reruntuhan bangunan dan limbah beton

Pemanfaatan agregat daur ulang merupakan upaya menambah keberlanjutan (sustainability) material selaras dengan semangat filosofis green concrete yaitu menjadi material konstruksi yang berkelanjutan, dalam artian material konstruksi yang sejak proses produksi, selama umur penggunaan struktur, bahkan setelah menjadi limbah dapat terus berjalan secara harmonis dengan program perlindungan dan pelestarian lingkungan.

Setiao bangunan memiliki suatu umur layan tertentu. Setelah umur layan itu habis biasanya sisa bangunan setelah diruntuhkan hanya dibuang atau digunakan sebagai urugan saja. Sedangkan untuk membangun kembali bangunan baru dilakukan penambangan untuk memperoleh material baru. Hal ini akan memberikan dampak bagi lingkungan. Lain halnya jika sisa bangunan lama digunakan kembali untuk diolah menjadi agregat penyusun bangunan yang baru. Tentu saja hal ini akan menghemat pemakaian agregat alami karena agregat alam yang digunakan pada bangunan lama dapat dimanfaatkan kembali sehingga mempunyai umur layan dua kali lebih lama. Gambaran mengenai proses keberlanjutan material dapat dilihat pada Gambar 1.2

(10)

commit to user

Gambar 1.2. Proses keberlanjutan material konstruksi

Pengunaan material daur ulang (recycle) dalam campuran beton di Indonesia masih belum umum, kecuali banyak digunakan untuk pengurugan, lapisan pondasi jalan, dll.

Hal ini mungkin disebabkan bahan baku seperti semen dan agregat alami baik kasar maupun halus mudah didapat. Padahal cepat atau lambat, material akan semakin habis sehingga menyebabkan material dari tahun ke tahun akan semakin mahal.

Terutama agregat kasar atau kerikil yang hampir 78 % menjadi bahan pengisi utama campuran beton (Astanto, 2001).

Merujuk dari beberapa pemakai agregat daur ulang di berbagai negara, penggunaan agregat daur ulang memerlukan perhatian khusus, diantaranya adalah: sifat agregat ini memerlukan air bebas yang lebih tinggi karena sifat penyerapan air yang lebih besar, waktu pemadatan yang lebih lama karena plastisitasnya lebih rendah, dan sifat permukaan agregat lebih kasar. Penyerapan air yang berlebihan berakibat bertambahnya susut pada beton karena berkurangnya volume beton kering akibat dari penguapan. Secara visual, agregat daur ulang dapat dilihat pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3. Agregat daur ulang

Agregat daur ulang setelah proses produksi

MATERIAL BARU:

- kerikil - pasir - semen - air - dll Pemanfaatan

agregat daur ulang

(11)

commit to user

Pembangunan infrastruktur modern yang diikuti dengan perkembangan teknologi dalam bidang arsitektur memunculkan struktur bangunan yang beraneka bentuk.

Pengecoran komponen gedung artistik dengan bentuk geometri yang tergolong rumit akan susah dikerjakan apabila menggunakan beton normal. Untuk itu, diperlukan adanya teknologi beton yang mampu menenuhi kebutuhan tersebut. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan beton yang mampu mengalir dan memadat mandiri atau sering disebut dengan Self Compacting Concrete (SCC).

SCC adalah beton yang mampu mengalir sendiri yang dapat dicetak pada bekisting dengan tingkat penggunaan alat pemadat yang sangat sedikit atau bahkan tidak dipadatkan sama sekali. Beton ini memanfaatkan pengaturan ukuran agregat, porsi agregat dan admixture superplasticizer untuk mencapai kekentalan khusus yang memungkinkan beton segar mengalir sendiri tanpa bantuan alat pemadat. Beton ini akan mengalir sendiri dan mengisi semua ruang mengikuti prinsip grafitasi, termasuk pada pengecoran beton dengan tulangan pembesian yang sangat rapat. Beton ini akan mengalir ke semua celah di tempat pengecoran dengan memanfaatkan berat sendiri.

Oleh karena itu, SCC sangat cocok digunakan pada struktur bangunan dengan bentuk bekisting yang sulit dan penulangan yang rapat.

SCC cenderung menggunakan komponen halus yang lebih besar daripada beton biasa. Komponen halus berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang bersifat sebagai bahan semen (pozolan) seperti abu terbang (fly ash), silika fume, terak (blastfurnace slag), metakaolin dan lain-lain. Bahan semen yang lebih besar akan berpotensi terjadinya deformasi yang salah satunya disebabkan oleh susut (shrinkage). Masalah susut pada SCC perlu diperhatikan mengingat bahwa susut ini dapat menimbulkan retakan-retakan pada struktur dalam jangka waktu yang relatif lama dan adanya perubahan dimensi yang disebabkan penguapan air yang ada di dalam SCC dengan jangka waktu yang cukup lama.

(12)

commit to user

Di dalam penelitian ini dilakukan percobaan pemakaian agregat kasar daur ulang sebagai material pengganti sebagian atau seluruh agregat kasar alam pada SCC.

Kinerja beton yang diamati adalah perubahan panjang atau susut beton.

1.1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dirumuskan suatu masalah yaitu bagaimana pengaruh penggunaan agregat kasar hasil daur ulang terhadap susut kering (drying shrinkage) beton pada SCC.

1.2. Batasan Masalah

Pembahasan penelitian ini ditekankan terhadap susut kering pada SCC menggunakan agregat daur ulang. Batasan masalah yang digunakan adalah:

a. Agregat daur ulang yang dipakai adalah agregat kasar ukuran maksimal 20 mm yang berasal dari pengolahan beton sisa pengujian Laboratorium Bahan dan Bangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Agregat daur ulang digunakan sebagai pengganti sebagian atau seluruh agregat kasar alam dengan persentase 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100 % dari berat dari total agregat yang direncanakan sesuai dengan mix desain.

c. Agregat kasar alami yang dipakai adalah agregat kasar batu pecah dan agregat bulat batu kali.

d. Lama pengujian susut adalah 60 hari.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh penggunaan agregat kasar daur ulang sebagai pengganti agregat kasar alam terhadap susut kering pada SCC.

(13)

commit to user 1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat teoritis

Menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang teknologi beton, terutama tentang penggunaan agregat kasar daur ulang sebagai bahan pengganti agregat kasar alam terhadap susut kering beton pada SCC.

b. Manfaat praktis

Memberi informasi kepada masyarakat pada umumnya dan dunia teknik sipil pada khususnya mengenai potensi pemanfaatan agregat kasar daur ulang sebagai bahan beton alternatif yang mendukung program Global Green Concrete.

(14)

commit to user

7

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Self Compacting Concrete (SCC) adalah beton segar yang sangat plastis dan mudah mengalir karena berat sendirinya mengisi keseluruh cetakan yang dikarenakan beton tersebut memiliki sifat-sifat untuk memadatkan sendiri, tanpa adanya bantuan alat penggetar untuk pemadatan. SCC yang baik harus tetap homogen, kohesif, tidak segregasi, tidak terjadi blocking, dan tidak bleeding.

SCC pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1990-an sebagai bentuk upaya untuk mengatasi persoalan pengecoran komponen gedung artistik dengan bentuk geometri yang tergolong rumit apabila dilakukan pengecoran menggunakan beton normal. Riset tentang SCC masih terus dilakukan hingga sekarang dengan banyak aspek kajian, misalnya ketahanan, permeabilitas, dan kuat tekan. Kekuatan tekan beton kering 120 MPa sudah dapat dicapai karena penggunaan superplasticizer yang memungkinkan penurunan rasio air-semen (w/c) hingga nilai w/c = 0,3 atau lebih kecil ( Juvas, 2004).

Beton SCC juga digunakan sebagai material repair. Material beton ini meningkatkan kualitas beton repair karena dapat menghindari sebagian dari potensi kesalahan manusia akibat manual compaction. Pemadatan yang kurang sempurna pada saat proses pengecoran dapat mengakibatkan berkurangnya durabilitas beton. SCC cocok untuk struktur yang sulit untuk dilakukan pemadatan manual, misalnya karena tulangan yang sangat rapat ataupun karena bentuk bekisting yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pemadatan secara manual.

Selain itu, SCC bisa juga diaplikasikan untuk lantai, dinding, tunel, beton precast dan lain-lain.

Perbedaan utama SCC dengan beton konvensional terletak pada komposisi campuran beton, yaitu penggunaan porsi bahan pengisi yang cukup besar, sekitar 40 % dari volume total campuran beton. Bahan pengisi ini adalah pasir butiran

(15)

commit to user

halus dengan ukuran butiran maksimum (dmax ) ≤ 0,125 mm. Porsi besar bahan pengisi ini menyebabkan campuran beton cenderung berperilaku sebagai pasta.

SCC cenderung menggunakan komponen halus yang lebih besar daripada beton biasa. Komponen halus digunakan berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang bersifat sebagai bahan semen (pozolan) seperti abu terbang (fly ash), silika fume, terak (blastfurnace slag), metakaolin dan lain-lain.

Pemakaian fly ash mengacu pada penelitian Sugiharto, dkk (2010) yang menyebutkan bahwa penggunaan fly ash sampai perbandingan binder 5:5.

Penggunaan fly ash yang lebih banyak dari semen menyebabkan jumlah air yang dibutuhkan semakin berkurang. Penelitian H.S. Peng, H.J. Chen & T. Yen menunjukkan bahwa penggunaan efek dari penggantian fly ash terhadap semen sebesar 10% dapat meningkatkan kuat tekan beton pada umur 28 hari, sedangkan untuk penggantian 30% akan menurunkan kuat tekan beton pada umur 28 hari tetapi akan menambah nilai slump karena kehalusan butirannya dan bentuk partikelnya yang bulat, sehingga penelitian ini menggunakan fly ash sebesar 20%

dari berat powder agar nilai kuat tekan tidak terlalu turun dan dapat meningkatkan nilai slump.

Fly ash yang ditambahkan pada campuran beton akan bereaksi dengan Ca(OH)2

yang dihasilkan dari proses hidrasi C3S dan C2S untuk menghasilkan gel CSH baru. Pembentukan CSH baru akan dapat memperbaiki kinerja beton. Hal ini terbukti dengan penambahan fly ash sampai 20 % dari berat semen ke campuran beton akan meningkatkan kinerja beton (Supartono, 2005).

Penggunaan 1,5% silica fume yang digunakan berdasar penelitian Kurnia ,dkk (2011) yang menunjukan bahwa penggunaan silica fume tersebut dapat menghasilkan beton dengan kuat tekan 40 MPa pada umur 7 hari.

Silica fume bisa dipakai pengganti sebagian semen, untuk tujuan pengurangan dari kadar semen, meskipun tidak ekonomis. Kedua sebagai tambahan untuk memperbaiki sifat beton, baik beton segar maupun keras. Silica fume umumnya dipakai bersama bahan superplasticizer.

(16)

commit to user

Penggunaan superplasticizer yang memadai, biasanya berbahan polycarboxylate, memungkinkan penggunaan air pada campuran dapat dikurangi, namun pengurangan kemampuan pengerjaan (workability) dan kemampuan pengaliran (flowability) campuran beton dapat dijaga. (Hela dan Hubertova, 2006).

Dengan penggunaan superplasticizer yang tepat, meskipun dengan factor air semen (fas) yang rendah tetapi mampu menghasilkan workability yang tinggi.

Penggunaan fas yang rendah dalam campuran beton mampu mengurangi penggunaan air yang berlebih sehingga dapat mengurangi susut yang disebabkan oleh penguapan air.

Di sisi lain, terdapat teknologi beton lain yaitu beton daur ulang. Beton daur ulang didefinisikan sebagai rancangan campuran beton dengan menggunakan bahan hasil dari penghancuran beton jadi yang tidak terpakai, kemudian digunakan sebagai bahan agregat. Pemakaian agregat daur ulang memerlukan air bebas pada adukan yang lebih tinggi karena sifat penyerapan air yang lebih besar, waktu pemadatan yang lebih lama karena plastisitasnya lebih rendah dan sifat permukaan agregat lebih kasar. Penyerapan air yang tinggi mengakibatkan beton ini berpotensi untuk terjadi susut yang lebih besar.

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Debieb, (2009) mengatakan bahwa penyusutan beton menggunakan agregat daur ulang lebih tinggi (peningkatan sekitar 85%) daripada beton dengan agregat alam. Penyusutan Peningkatan ini mungkin karena porositas tinggi agregat daur ulang dan untuk peningkatan air karena kelebihan air diserap oleh mortir lama mengikuti agregat konten.

Berdasarkan hasil studi eksperimental, agregat daur ulang mengandung mortar sebesar 25 hingga 45% untuk agregat kasar, dan 70 hingga 100% untuk agregat halus. Di samping itu, pada agregat daur ulang sering kali terdapat retak mikro, dimana retak tersebut dapat ditimbulkan oleh tumbukan mesin pemecah batu (stone crusher) pada saat proses produksi agregat daur ulang yang tidak dapat membelah daerah lempengan atau patahan pada agregat alam. Selain itu, hasil dari pengujian eksperimental dengan sinar X (X-ray) terdapat perbedaan kandungan unsur-unsur kimia di dalam agregat daur ulang, yaitu unsur silika (Si) dan kalsium

(17)

commit to user

(Ca). Hal ini dikarenakan agregat daur ulang sebelumnya merupakan beton yang telah mengalami reaksi hidrasi, dimana unsur Si dan Ca yang terdapat pada agregat daur ulang diperoleh dari senyawa kalsium silika hidrat (C-S-H), ettringite (C-A-S-H), dan Ca(OH)2 pada pasta semen yang masih menempel pada agregat alam. Oleh karena itu, unsur Ca pada agregat daur ulang lebih banyak dari pada unsur Si. (Suharwanto, 2005)

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Self Compacting Concrete (SCC)

SCC adalah beton yang mampu mengalir sendiri yang dapat dicetak pada bekisting dengan tingkat penggunaan alat pemadat yang sangat sedikit atau bahkan tanpa alat pemadat sama sekali. Beton ini dicampur memanfaatkan pengaturan ukuran agregat, porsi agregat, komponen halus dan admixture superplasticizer untuk mencapai kekentalan khusus yang memungkinkannya mengalir sendiri. SCC merupakan penelitian yang sudah lama dilakukan di Jepang mulai era tahun 1990-an. Dalam perkembangannya di masyarakat luas, SCC ini menawarkan banyak keuntungan, diantaranya pengerjaan pemadatan beton di lapangan tanpa memerlukan pekerja pemadat yang banyak dan SCC ini juga dapat memenuhi tuntutan desainer untuk mewujudkan suatu struktur bentuk dan dengan tulangan yang kompleks.

Perbedaan utama SCC dengan beton konvensional terletak pada komposisi campuran beton, yaitu penggunaan porsi bahan pengisi yang cukup besar, sekitar 40 % dari volume total campuran beton. Bahan pengisi ini adalah pasir butiran halus dengan ukuran butiran maksimum (dmax ) ≤ 0,125 mm. Porsi besar bahan pengisi ini menyebabkan campuran beton cenderung berperilaku sebagai pasta.

Perbandingan proporsi campuran SCC dan beton konvensional dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(18)

commit to user

Gambar 2.1. Perbandingan proporsi campuran SCC dan beton konvensional (Okamura & Ouchi, 2003)

Dari Gambar 2.1. dapat dilihat bahwa perbedaan proporsi campuran SCC dengan campuran konvensional terletak pada jumlah agregat kasar (G) dan jumlah powder (P) terhadap semen (C). Powder adalah semen yang dikombinasikan dengan material pozzolan lainnya, fly ash, silica fume misalnya. Selain itu pada SCC juga digunakan admixture berupa superplasticizers. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada jumlah air (W) dan pasir (S)

Kontak dan gesekan antar partikel agregat bertambah apabila jarak relatif antar partikel berkurang. Kontak ini mengakibatkan meningkatnya internal stress pada saat pencetakan beton. Riset menunjukkan bahwa energi yang dibutuhkan beton untuk mengalir digunakan untuk mengakomodasi peningkatan internal stress yang mengakibatkan terjadinya penggumpalan (blockage). Mengurangi jumlah agregat kasar dari jumlah normalny akan efektif untuk menghindari terjadinya blockage.

Pasta dengan kekentalan tinggi juga dibutuhkan untuk menghindari penggumpalan (blockage) agregat kasar saat beton mengalir melalui tulangan.

Kekentalan dengan kemampuan alir yang baik ini dapat dicapai dengan menambahkan superplasticizers dan menjaga rasio air-powder tetap rendah (Okamura & Ouchi, 2003).

Self Compacting Concrete (SCC)

(dengan: Superplasticizer)

Beton Konvensional

(19)

commit to user

Menurut Muntu dan Gunawan (2004) dalam Adrianto (2010), suatu campuran beton dikatakan SCC jika memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

a. Pada beton segar (fresh concrete)

SCC dalam keadaan segar harus memiliki tingkat workability yang baik yaitu:

1) Filling ability atau kemampuan campuran beton segar untuk mengisi ruangan. Dapat diuji menggunakan slumpflow, V-funnel

2) Passing ability atau kemampuan campuran beton segar untuk melewati tulangan. Dapat diuji menggunakan L-box, U-box

3) Segregation resistance atau ketahanan campuran beton segar terhadap segregasi. Dapat diuji menggunakan V-funnel saat T5menit.

b. Pada beton keras (hardened concrete)

1) Memiliki tingkat absorbsi dan permeabilitas yang rendah, 2) Mempunyai tingkat durabilitas yang tinggi,

3) Mampu membentuk campuran beton yang homogen.

Menurut The European Federation of Specialist Construction Chemicals and Concrete Systems (EFNARC) beberapa kriteria teknis dari SCC adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1. Kriteria SCC menurut EFNARC

Metode Pengujian Satuan Tipe jangkauan nilai Minimal Maksimal

Slumpflow dengan kerucut Abrams mm 650 800

T50cm slumpflow detik 2 5

J-ring mm 0 10

V-funnel detik 6 12

L-box (h2/h1) 0,8 1,0

Sumber : EFNARC Specification and Guidelines for SCC (2002)

(20)

commit to user 2.2.2. Beton Daur Ulang

Beton agregat daur ulang adalah suatu rancangan campuran beton dengan menggunakan bahan hasil dari penghancuran beton jadi yang tidak terpakai, kemudian digunakan sebagai bahan agregat. Agregat hasil daur ulang ini mempunyai karakteristik yang berbeda dengan agregat aslinya. Hal ini disebabkan sudah adanya bahan pencampur lain yang terkandung pada butiran agregat tersebut, yaitu lapisan mortar yang melekat pada agregat. Lapisan mortar itu sendiri terdiri dari agregat dan pasta semen yang digunakan dalam campuran beton sebelumnya. Oleh karena itu perlu diteliti terlebih dahulu mengenai karakteristik agregat daur ulang itu sendiri. Adapun penelitian dari karakteristik agregat daur ulang tersebut dimaksudkan untuk memudahkan dalam perencanaan campuran beton.

Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dari hasil penelitian didapatkan bahwa beton daur ulang dengan agregat bekas pakai dapat digunakan sebagai beton struktural dengan kekuatan relatif sama dengan beton normal dimana kuat tekan yang dimiliki dapat mencapai 380 Kg/cm2 atau sekitar 98% dibanding beton normal, pada faktor air semen 0,4 dan dapat mencapai 350 kg/cm2 atau sekitar 92%

dibanding beton normal pada faktor air semen 0,5 (Lasino, 1999)

Lasino, (1999) juga mengatakan bahwa beton dengan agregat bekas pakai memiliki kekuatan lentur dan tarik lebih tinggi dibandingkan dengan beton normal, dan hal ini sangat menguntungkan apabila digunakan dalam struktur perkerasan kaku/lapisan perkerasan jalan dan lapangan terbang dimana sifat tersebut sebagai dasar dalam perencanaannya. Beberapa alternatif penggunaan agregat daur ulang dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Median jalan dan perkerasan kaku (rigid pavement)

(21)

commit to user

Beton daur ulang dapat dipakai dalam pembuatan beton non struktural seperti median jalan, pelat rumah minimalis, atau beton precast non struktural. Kuat lentur beton daur ulang lebih tinggi daripada beton normal sehingga beton ini cocok di aplikasikan sebagai bahan pembuatan perkerasan lentur (rigid pavement).

Agregat daur ulang yang dipakai pada penelitian ini berasal dari beton sisa pengujian di Laboratorium Bahan dan Bangunan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Bentuk agregat yang dihasilkan akan berbeda dari agregat aslinya, perbedaan tersebut dapat dilihat dari campurannya sehingga mempengaruhi kualitas (mutu) beton dan kelecakan (workability) dari beton itu sendiri.

2.2.3. Beton Daur Ulang Memadat Mandiri

Beton daur ulang memadat mandiri adalah beton memadat mandiri yang menggunakan agregat daur ulang (recycle) untuk mengganti sebagian atau seluruh agregat alam. Hanya saja terdapat persoalan dalam upaya kombinasi penggunaan SCC dengan agregat daur ulang. SCC memerlukan perhatian khusus dalam pembuatannya. Beton ini sangat sensitif terhadap perubahan proporsi komposisi bahan campuran dan kandungan air. Sedangkan agregat daur ulang memiliki sifat lebih banyak menyerap air daripada agregat alami. Oleh karena itu, penggunaan agregat daur ulang dalam beton memadat mandiri beresiko menambah susut beton.

2.2.4. Material Penyusun Beton Daur Ulang Memadat Mandiri 2.2.4.1. Semen Portland

Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan (PUBI-1982, dalam Tjokrodimuljo, 1996).

Fungsi semen adalah untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang padat dan juga untuk mengisi rongga-rongga antar butir agregat.

(22)

commit to user Empat unsur yang paling penting dalam semen adalah:

a. Trikalsium silikat (C3S) atau 3CaO.SiO3

b. Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2

c. Trikalsium aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3

d. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.FeO2

Jenis-jenis semen portland yang sering digunakan dalam konstruksi serta penggunaannya dicantumkan dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Jenis semen portland di Indonesia sesuai SII 0013-81

Jenis Semen Karakteristik Umum

Jenis I

Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti disyaratkan pada jenis-jenis lain

Jenis II Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang

Jenis III Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi

Jenis IV Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan panas hidrasi yang rendah

Jenis V Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat

Sumber : Kardiyono Tjokrodimuljo (1996)

Hidrasi merupakan aktifnya senyawa-senyawa dalam semen untuk memulai proses pengikatan ketika air ditambahkan. Pengerasan awal semen ini disebabkan oleh hidrasi trikalsium silikat, yang membentuk hydrated silica seperti selai dan kalsium hidroksida. Zat-zat mengkristal, mengikat bersama-sama pasir dan batu dalam pengerasan semen sisipkan dalam campuran mortar atau beton. Trikalsium aluminat dengan cara yang sama menghasilkan set awal, tetapi tidak memberikan kontribusi pada pengerasan akhir dari campuran. Hidrasi hasil dikalsium silikat sama tapi jauh lebih lambat, pengerasan secara bertahap selama periode tahun.

Proses hidrasi dan pengaturan dari campuran semen dikenal sebagai menyembuhkan; selama periode ini panas berevolusi.

(23)

commit to user

Semen portland dibuat dari batu kapur alami, bersama-sama dengan lempung, serpih, atau ledakan-tungku terak mengandung alumina dan silika, dalam proporsi perkiraan 60,% 19% kapur silika, alumina 8%, besi 5%, magnesium 5%, dan 3%

belerang trioksida.

2.2.4.2. Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini menempati sebanyak 60% - 80%

dari volume mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar atau beton. Berdasarkan ukuran besar butirnya, agregat yang dipakai dalam adukan beton dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat halus dan agregat kasar.

a. Agregat Halus

Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat halus adalah agregat yang berbutir kecil (antara 0,15 mm dan 5 mm). Dalam pemilihan agregat halus harus benar-benar memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Karena sangat menentukan dalam hal kemudahan pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Pasir sebagai bahan pembentuk mortar bersama semen dan air, berfungsi mengikat agregat kasar menjadi satu kesatuan yang kuat dan padat.

Menurut PBI 1971 (NI-2) pasal 33, syarat-syarat agregat halus (pasir) adalah sebagai berikut:

1) Agregat halus terdiri dari butiran-butiran tajam dan keras, bersifat kekal dalam arti tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca, seperti panas matahari dan hujan.

2) Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% terhadap jumlah berat agregat kering. Apabila kandungan lumpur lebih dari 5%, agregat halus harus dicuci terlebih dahulu.

(24)

commit to user

3) Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak.

Hal demikian dapat dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams Header dengan menggunakan larutan NaOH.

4) Agregat halus terdiri dari butiran-butiran yang beranekaragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat 1 (PBI 1971), harus memenuhi syarat sebagai berikut :

(a) Sisa di atas ayakan 4 mm , harus minimum 2% berat.

(b) Sisa di atas ayakan 1 mm , harus minimum 10% berat.

(c) Sisa di atas ayakan 0,25 mm , harus berkisar antara 80% - 90% berat.

Pasir di dalam campuran beton sangat menentukan dalam hal kemudahan pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Untuk memperoleh hasil beton yang seragam, mutu pasir harus dikendalikan. Oleh karena itu pasir sebagai agregat halus harus memenuhi gradasi dan persyaratan yang ditentukan. Batasan susunan butiran agregat halus dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Batasan susunan butiran agregat halus Ukuran saringan

(mm)

Persentase lolos saringan

Daerah 1 Daerah 2 Daerah 3 Daerah 4 10,00

4,80 2,40 1,20 0,60 0,30 0,15

100 90-100

60-95 30-70 15-34 5-20 0-10

100 90-100 75-100 55-90 35-59 8-30 0-10

100 90-100 85-100 75-100 60-79 12-40 0-10

100 95-100 95-100 90-100 80-100 15-50

0-15 Sumber :Kardiyono Tjokrodimuljo (1996)

Keterangan:

Daerah 1 : Pasir kasar Daerah 2 : Pasir agak kasar Daerah 3 : Pasir agak halus Daerah 4 : Pasir halus

(25)

commit to user b. Agregat Kasar Alam

Menurut Tjokrodimuljo (1996) disebutkan bahwa agregat kasar adalah agregat yang mempunyai ukuran butir-butir besar (antara 5 mm dan 40 mm). Sifat dari agregat kasar mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya tahannya terhadap disintegrasi beton, cuaca dan efek-efek perusak lainnya. Agregat kasar mineral ini harus bersih dari bahan-bahan organik dan harus mempunyai ikatan yang baik dengan semen.

Sifat-sifat bahan bangunan sangat perlu untuk diketahui, karena dengan mengetahui sifat dan karakteristik dari bahan tersebut, kita dapat menentukan langkah-langkah yang diambil dalam menangani bahan bangunan tersebut. Sifat- sifat dari agregat kasar yang perlu untuk diketahui antara lain ketahanan (hardness), bentuk dan tekstur permukaan (shape and texture surface), berat jenis agregat (spesific gravity), ikatan agregat kasar (bonding), modulus halus butir (finenes modulus), dan gradasi agregat (grading).

Menurut PBI 1971 (NI-2) pasal 3.4 syarat-syarat agregat kasar (kerikil) adalah sebagai berikut:

1) Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir keras dan tidak berpori. Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melebihi 20% dari berat agregat seluruhnya.

Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan.

2) Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% yang ditentukan terhadap berat kering. Apabila kadar lumpur melampaui 1% maka agregat kasar harus dicuci.

3) Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, seperti zat-zat yang reaktif alkali.

4) Kekerasan butir-butir agregat kasar yang diperiksa dengan bejana penguji dari Rudelof dengan beton penguji 20 ton, yang harus memenuhi syarat-syarat:

(a) Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19 mm lebih dari 24% berat.

(b) Tidak terjadi pembubukan sampai 19-30 mm lebih dari 22% berat.

(26)

commit to user

Kekerasan ini dapat juga diperiksa dengan mesin Los Angeles. Dalam hal ini tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50%.

5) Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beranekaragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat 1 PBI 1971, harus memenuhi syarat sebagai berikut:

(a) Sisa diatas ayakan 31,5 mm harus 0% berat .

(b) Sisa diatas ayakan 4 mm harus berkisar antara 90% dan 98% berat.

(c) Selisih antara sisa-sisa kumulatif diatas dua ayakan yang berurutan, maksimum 60% dan minimum 10% berat.

Batasan susunan butiran agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Persyaratan gradasi agregat kasar Ukuran saringan (mm)

Persentase lolos saringan

40 mm 20 mm

40 20 10 4,8

95-100 30-70 10-35 0-5

100 95 – 100

22-55 0-10

Sumber : Tjokrodimuljo (1996)

Susunan untuk butiran (gradasi) yang baik akan dapat menghasilkan kepadatan (density) maksimum dan porositas (voids) minimum. Sifat penting dari suatu agregat (baik kasar maupun halus) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan.

Secara alamiah bentuk agregat dipengaruhi oleh proses geologi batuan. Setelah dilakukan penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh teknik penambangan yang dilakukan, dapat berupa dengan cara peledakan ataupun dengan mesin pemecah batu. Jika dikonsolidasikan butiran yang berat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik jika dibandingkan dengan butiran yang pipih.

(27)

commit to user

Penggunaan pasata semennya akan lebih ekonomis. Bentuk–bentuk agregat ini lebih banyak berpengaruh terhadap sifat pengerjaan pada beton secar (fresh concrete). Test standar yang dapat dipergunakan dalam menentukan bentuk agregat ini adalah ASTM D-3398. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah sebagai berikut:

1). Agregat bulat

Agregat bulat terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena penggeseran. Rongga udaranya minimum 33%, sehingga rasio luas permukaannnya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk beton mutu tinggi, karena ikatan antara agregat kurang kuat.

2). Agregat bulat sebagian atau tidak teratur

Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut–sudutmya berbentuk bulat.

Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35%–38%, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk mutu tinggi karena ikatan antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).

3). Agregat bersudut

Agregat ini mempumyai sudut–sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di tempat–tempat perpotongan bidang–bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini berkisar antara 38%– 40%, sehingga membutuhkan lebih banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan atau untuk beton mutu tinggi karena ikatan antara agregatnya baik (kuat).

4). Agregat panjang

Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya lebih dari 9/5 dari ukuran rata–rata. Ukuran rata–rata ialah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat

(28)

commit to user

dengan ukuran rata–rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Agregat jenis ini cenderung menghasilkan kuat tekan beton yang buruk.

5). Agregat pipih

Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran–ukuran lebar dan tebalnya kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 35 ukuran rata-ratanya.

6) Agregat pipih dan panjang

Agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.

c. Agregat Kasar Daur Ulang

Suharwanto (2005) telah melakukan sejumlah pengamatan terhadap kinerja material dan kinerja struktur beton dengan agregat daur ulang. Kinerja material dan kinerja struktur beton agregat daur ulang cenderung berbeda dibandingkan kinerja beton beragregat normal. Berdasarkan hasil studi eksperimental, agregat daur ulang mengandung mortar sebesar 25% hingga 45% untuk agregat kasar, dan 70% hingga 100% untuk agregat halus. Kandungan mortar tersebut mengakibatkan berat jenis agregat menjadi lebih kecil, lebih poros atau berpori, sehingga kekerasannya berkurang, bidang temu (interface) yang bertambah, dan unsur-unsur kimia agresif lebih mudah masuk dan merusak. Disamping itu, pada agregat daur ulang juga terdapat retak mikro, dimana retak tersebut dapat ditimbulkan oleh tumbukan mesin pemecah batu (stone crusher) pada saat proses produksi agregat daur ulang, yang tidak dapat membelah daerah lempengan atau patahan pada agregat alam. Retak tersebut tertahan oleh kekangan mortar yang menyelimuti agregat alam. Kekangan mortar yang menyelimuti agregat alam pada agregat daur ulang dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(29)

commit to user

Gambar 2.3. Detail Agregat Daur Ulang

Beberapa perbedaan kualitas, sifat-sifat fisik dan kimia agregat daur ulang tersebut menyebabkan perbedaan sifat-sifat (propertis) material beton yang dihasilkan (Suharwanto, 2005). Perbedaan yang diamati diantaranya adalah menurunnya kuat tekan, kuat tarik, dan modulus elastisitasnya. Selain itu kemiringan kurva hubungan tegangan-regangan uniaksial dan multiaksial menjadi landai pada saat sebelum beban puncak dan menjadi curam setelah beban puncak.

Hal ini diakibatkan oleh lemahnya ketegaran retak dan bertambahnya jumlah bidang temu, yang memperlemah ikatan antara agregat kasar dan mortar.

Disamping itu, hubungan tegangan-regangan puncak multi aksial juga menjadi menurun. Perbedaan sifat-sifat material beton agregat daur ulang tersebut mengakibatkan beberapa perbedaan persamaan yang menggambarkan hubungan antara kuat tarik dan kuat tekan, modulus elastisitas dan kuat tekan, dan model konstitutif tegangan-regangan beton uniaksial, tegangan-regangan puncak multiaksial. Beberapa persamaan dan model konstitutif telah diperoleh dari hasil studi eksperimental untuk menggambarkan perbedaan sifat-sifat dan perilaku mekanik beton agregat daur ulang.

Perbedaan sifat-sifat dan perilaku mekanik material beton agregat daur ulang juga berpengaruh pada kinerja dan perilaku mekanik elemen struktur yang dibentuknya (Suharwanto, 2005). Perbedaan kinerja dan perilaku mekanik elemen struktur tersebut diantaranya adalah kemampuan deformabilitas, nilai daktilitas, nilai kekakuan, dan pola retak. Deformabilitas elemen struktur beton agregat daur ulang menjadi lebih besar pada saat beban yang sama, nilai daktilitas dan kekakuan menjadi kecil, dan pola retak menjadi lebih banyak hingga ke daerah momen dan geser (antara perletakan dan titik beban), bila dibandingkan dengan kinerja dan perilaku beton agregat alam.

Agregat Lama

Mortar Lama

(30)

commit to user 2.2.4.3. Air

Air merupakan bahan dasar pembuat dan perawatan beton, penting namun harganya paling murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta untuk menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Air yang memenuhi syarat sebagai air minum, memenuhi syarat pula untuk bahan campuran beton. Tetapi tidak berarti air harus memenuhi persyaratan air minum. Jika diperoleh air dengan standar air minum, maka dapat dilakukan pemeriksaan secara visual yang menyatakan bahwa air tidak berwarna, tidak berbau, dan cukup jernih. Menurut Tjokrodimuljo (1996), dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.

b. Tidak mengandung garam-garam yang merusak beton (asam, zat organik, dll) lebih dari 15 gram/liter.

c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

Menurut Tjokrodimuljo (1996) kekuatan beton dan daya tahannya berkurang jika air mengandung kotoran. Pengaruh pada beton diantaranya pada lamanya waktu ikatan awal serta kekuatan beton setelah mengeras. Adanya lumpur dalam air diatas 2 gram/liter dapat mengurangi kekuatan beton. Air dapat memperlambat ikatan awal beton sehingga beton belum mempunyai kekuatan dalam umur 2-3 hari. Sodium karbonat dan potasium dapat menyebabkan ikatan awal sangat cepat dan konsentrasi yang besar akan mengurangi kekuatan beton.

2.2.4.4. Bahan Tambah a. Pengertian Bahan Tambah

Bahan tambah merupakan bahan selain air, agregat, semen dan perkuatan dengan menggunakan serat yang digunakan sebagai bahan campuran semen untuk memodifikasi sifat beton segar, waktu pengerasan, dan kinerja beton saat keras dan ditambahkan ke dalam adukan sebelum atau selama proses pencampuran (mixing) (ASTM C 125, 2003).

(31)

commit to user b. Superplasticizer

Dalam penelitian ini digunakan bahan tambah superplasticizer, yaitu Sika Viscocrete 10. Sika Viscocrete 10 merupakan superplasticizer untuk beton dan mortar, digunakan untuk menghasilkan beton dengan tingkat flowability yang tinggi. Sika Viscocrete 10 antara lain digunakan pada beton mutu tinggi (High Performance Concrete), beton memadat mandiri (Self Compacting Concrete), beton massa (Mass Concrete), dan beton yang menuntut Workability Time lebih lama terutama untuk perjalanan jauh. Adapun spesifikasi (technical data) dari Sika Viscocrete 10 dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Data Teknis Sika Viscocrete 10

Bentuk Cair

Warna Pale Straw

Kerapatan relatif @ 20°C 1,06

Kandungan material kering % 30

Dosis % berat semen 0,2-1,5

pH 4,5

Water Soluble Chloride Content % <0,1 Chloride free Equivalent Sodium Oxide as Na2O 0,30

Sumber: www.sika.co.id

Tingginya flowability karena penambahan superplacticizer dikarenakan partikel- partikel semen lebih tersebar sehingga air yang menggumpal atau “terperangkap”

pada semen menjadi lebih sedikit. Terdapat dua macam mekanisme penyebaran partikel-partikel semen akibat penambahan superplasticizers yaitu:

1) Gaya tolak-menolak elektrostatik (electrostatic repulsion)

yaitu menjadikan nilai potensial zeta lebih negatif sehingga dapat memperbesar gaya tolak-menolak dari partikel-partikel yang bermuatan negatif (BREINS,2010). Mekanisme penyebaran partikel ditampilkan pada Gambar 2.4.

(32)

commit to user

Gambar 2.4. Mekanisme penyebaran partikel semen berdasarkan gaya tolak-menolak elektrostatik (electrostatic repulsion)

2) Proses pencegahan bentuk (steric hindrance)

Non ionic polymer yang terserap akan memperlemah gaya tarik-menarik antara partikel-partikel padat. Hal ini menyebabkan kemampuan penyebaran semen lebih stabil sehingga dapat menahan ketersebaran tersebut dalam waktu yang lama dan mengakibatkan campuran beton mempunyai ketahanan alir (slump retention) untuk waktu yang cukup lama pula (BREINS,2010).

Mekanisme steric hindranceditampilkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Mekanisme steric hindrance

c. Abu Terbang (Fly ash)

Fly ash adalah mineral admixture yang berasal dari sisa pembakaran batu bara yang tidak terpakai. Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat pozolanik, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat pada temperatur normal dengan adanya air. Dalam fly ash terdapat 3 senyawa utama yaitu : silika (SiO2) antara 25%-60%, alumina (Al2O3) antara 10%-30 % dan ferri oksida (Fe2O3) antara 5%-25%.

(33)

commit to user

Menurut Himawan dan Dharma (2004), beberapa keunggulan penggunaan fly ash antara lain:

a. Pada beton segar

1) Kehalusan dan bentuk bulat dari fly ash dapat meningkatkan workability.

2) Mengurangi terjadinya bleeding dan segregasi.

b. Pada beton keras

1) Meningkatkan kuat tekan beton setelah umur ± 52 hari.

2) Meningkatkan durabilitas beton.

3) Meningkatkan kepadatan (density beton).

4) Mengurangi terjadinya penyusutan beton.

Ketika fly ash dicampurkan ke beton, reaksi pozzolanic terjadi antara silica (SiO2) dan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) atau kapur yang merupakan produk hidrasi dari semen Portland. Penambahan fly ash pada semen Portland meningkatkan penyebaran partikel semen dan semen menjadi lebih reaktif (Dhir et al, 1986 pada Advanced Concrete Technology, 2003) .

Reaksinya adalah sebagai berikut:

Kalsium hidroksida + silica = trikalsium silikat + air

3Ca(OH)2 + SiO2 = 3CaO · SiO2 + 3H2O ...(2.1)

d. Debu Silika (Silicafume)

Silicafume yang digunakan adalah SikaFume produksi PT Sika Indonesia.

silicafume merupakan bahan tambah untuk beton yang berbentuk debu halus dan memiliki ukuran partikel yang sangat kecil. silicafume digunakan sebagai bahan tambahan yang memiliki pengaruh pada kekuatan beton dan sering digunakan untuk menghasilkan beton dengan mutu tinggi. Dengan penggunaan SikaFume, maka beton yang dihasilkan juga akan memiliki durability yang tinggi pula.

Silicafume (mikrosilika) berfungsi untuk mengurangi porositas semen. Silicafume merupakan salah satu bahan tambah (additive) yang merupakan hasil sampingan sebagai abu pembakaran dari proses pembuatan silicon metal atau silicon alloy dalam tungku pembakaran listrik. Mikrosilika ini bersifat pozzolan, dengan kadar

(34)

commit to user

kandungan senyawa silica-dioksida (SiO2) yang sangat tinggi (> 90 %), dan ukuran butiran partikel yang sangat halus, yaitu sekitar 1/100 ukuran rata- rata partikel semen. Bentuk dari silika fume seperti fly ash tetapi lebih kecil sekitar seratus kali lipatnya. Gambar detail ukuran butiran partikel semen, fly ash, ultra- fine fly ash, & silicafumedi tampilkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Ukuran butiran partikel semen, fly ash, ultra-fine fly ash, & silicafume menurut pengamatan Scanning Electronik Microscope (SEM)

Silika fume bisa dipakai pengganti sebagian semen, untuk tujuan pengurangan dari kadar semen, meskipun tidak ekonomis. Kedua sebagai tambahan untuk memperbaiki sifat beton, baik beton segar maupun keras. Silika fume umumnya dipakai bersama bahan superplasticizer

Manfaat penggunaan debu silika (silicafume) di antaranya:

1) Meningkatkan workability dengan waktu pengerjaan yang lebih lama.

2) Meningkatkan cohesiveness dan stability.

3) Meningkatkan durabilitas beton.

4) Permeabilitas beton sangat berkurang.

5) Meningkatkan ketahanan beton terhadap reaksi karbonasi.

6) Mengurangi infiltrasi klorida atau garam.

7) Meningkatkan kekuatan beton pada umur awal.

(35)

commit to user 2.3. Susut Pada Beton (Shrinkage)

Fenomena susut pada beton adalah berkurangnya volume beton akibat proses pengeringan dan fenomena deformasi jangka panjang beton yang disebabkan oleh adanya perubahan volume karena menguapnya air dari rongga-rongga mikro struktural beton sebagai akibat adanya proses hidrasi selama proses pengikatan beton.

Susut juga diartikan sebagai berkurangnya volume beton seiring penambahan waktu setelah proses pengerasan beton. Pengurangan ini terjadi akibat perubahan muatan campuran beton dan perubahan fisika-kimia, yang terjadi tanpa dipengaruhi gaya tekan yang timbul akibat beban luar, sehingga dapat digambarkan sebagai berkurangnya dimensi dari strain (in/in atau m/m) dalam kondisi kelembaban relatif dan temperatur yang konstan.

Menurut Nawi (1998), pada dasarnya ada dua jenis susut, yaitu:

a. Susut plastis, terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran beton segar di cetakan.

b. Susut pengeringan, terjadi setelah beton mencapai bentuk akhirnya dan proses hidrasi pasta semen telah selesai.

2.3.1 Susut Kering Beton ( Drying Shrinkage )

Susut kering beton terjadi setelah beton mencapai bentuk akhirnya dan proses hidrasi pasta semen telah selesai. Susut kering beton adalah berkurangnya volume elemen beton jika terjadi kehilangan uap air karena penguapan. Penguapan ini menghilangkan air pori, sehingga mengakibatkan adanya tegangan kapiler yang menyebabkan dinding-dinding kapiler tertarik dan volume beton menyusut. Beton akan terus menerus mengalami susut kering dalam jangka panjang bahkan sampai bertahun-tahun sampai air yang terkandung di dalam beton benar-benar habis menguap. Menurut Nawi (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya susut kering beton antara lain sebagai berikut:

(36)

commit to user

a. Agregat. Agregat berlaku sebagai penahan susut pasta semen. Jadi, beton dengan kandungan agregat yang semakin tinggi akan semakin berkurang perubahan volumenya akibat susut. Lagipula, derajat ketahanan beton ditentukan oleh sifat agregatnya, yaitu dengan modulus elastisitas yang tinggi atau dengan permukaan yang kasar akan lebih tahan terhadap proses susut.

b. Faktor air-semen. Semakin besar faktor air-semen, akan semakin besar pula efek susut.

c. Ukuran elemen beton. Kelajuan dan besarnya susut akan berkurang apabila volume elemen betonnya semakin besar. Akan tetapi, terjadinya susut akan semakin lama untuk elemen yang lebih besar karena lebih banyak waktu yang diperlukan untuk pengeringan sampai ke bagian dalam. Sebagai contoh, mungkin diperlukan waktu sampai satu tahun untuk tercapainya pengeringan pada kedalaman 10 in. dari permukaan luar, dan sepuluh tahun untuk mencapai 24 in.dari permukaan luar.

d. Kondisi lingkungan. Kelembaban relatif di sekeliling beton sangat mempengaruhi besarnya susut; laju perubahan susut semakin kecil pada lingkungan dengan kelembaban relatif yang tinggi. Temperatur di sekeliling juga merupakan faktor yang menentukan, yaitu susut akan tertahan pada temperatur rendah.

e. Banyaknya penulangan. Beton bertulang lebih sedikit susutnya dibandingkan dengan beton sederhana; perbedaan relatifnya merupakan fungsi dari persentase tulangan.

f. Bahan tambahan pada campuran beton. Pengaruh ini sangat bervariasi, bergantung pada bahan tambahan yang digunakan. Akselerator seperti kalsium klorida digunakan untuk mempercepat proses pengerasan beton dan memperbesar susut. Pozzolan juga dapat menambah susut, sedangkan bahan tambahan superplasticizers, plasticity retarding agent, retarder adalah bahan tambahan yang dapat meningkatkan workability campuran beton dan dapat mengurangi pemakaian air serta penundaan panas hidrasi sehingga dapat memperkecil susut pada beton.

(37)

commit to user

g. Jenis semen. Sangat perlu diperhatikan penggunaan semen yang mengandung kadar C3A yang terlalu tinggi. Jumlah C3A di dalam semen harus dibatasi, agar hidrasi dari semen dapat diperlambat. Begitu juga pembentukan panasnya (heat generation). Penggilingan semen yang terlalu halus (3500 Blaine) juga harus dihindari. Pada dasarnya adalah sangat beralasan bila jumlah semen dalam 1m3 beton dibatasi. Jumlah semen harus dibuat minimum dengan menggunakan admixture dan atau abu terbang. Sebaliknya makin besar kandungan gypsum (CaSO4.2H2O) dalam semen, akan menghasilkan setting time yang makin panjang.

Suatu rasio air-semen yang rendah akan membantu mengurangi susut akibat pengeringan dengan menjaga volume air yang dapat hilang pada suatu batas minimum. Grafik hubungan antara susut kering dengan fas dapat dilihat pada Gambar 2.7.

`

Gambar 2.7 Grafik hubungan antara susut kering dengan fas. (John Newman & Ban Seng Choo, 2003)

(38)

commit to user 2.3.2 Mekanisme Terjadinya Susut Kering

Berikut adalah mekanisme terjadinya penyusutan dalam beton:

a. Sifat dasar yang tidak stabil dari hasil pembentukan awal kalsium silikat hidrat pada penyusutan saat terjadi proses pengeringan. Sifat yang tepat dan terperinci dari mekanisme ini sukar dimengerti dan merupakan sesuatu yang bersifat permanen dan tidak dapat diubah.

b. Dalam pasta semen terdapat pori besar dan kecil. Mula-mula pori yang terdapat dalam beton terisi penuh air tetapi dengan bertambahnya umur beton, maka air tersebut perlahan-lahan akan menguap keluar dari beton. Air yang pertama menguap adalah air yang terdapat dalam pori yang besar. Berlangsung sampai air yang ada pada pori besar habis sehingga menyebabkan adanya tegangan kapiler yang cukup untuk menimbulkan susut pada beton. Setelah itu air dari kapiler beton yang lebih kecil dan lebih halus secara berangsur-angsur akan mulai menguap. Kehilangan air dari kapiler kecil inilah yang menyebabkan terjadinya tegangan pori yang signifikan dan juga menyebabkan terjadinya susut. Mekanisme susut ini akan dijelaskan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Mekanisme susut

(39)

commit to user

c. Luas permukaan dari sistem koloid pasta semen cukup luas, sehingga air yang terserap di permukaan akan mempengaruhi keseluruhan sifat sistem koloid tersebut. Ketika air menguap maka terjadi perubahan energi di dalam sistem koloid silikat hidrat. Perubahan energi ini akan menyebabkan susut.

d. Ferraris dan Wittman menyatakan bahwa perubahan energi permukaan merupakan sumber penyusutan pada kondisi kelembaban yang rendah.

e. Pada saat semen bercampur dengan air maka akan terjadi reaksi kimia, hal ini yang disebut sebagai proses hidrasi. Proses ini menghasilkan produk hidrasi yang berupa kalsium silikat gel (C-S-H gel) dan kalsium hidroksida. Air yang ada dalam beton sebagian digunakan untuk proses hidrasi dan sebagian lagi digunakan untuk mengisi pori-pori pada pasta semen. Pada saat beton mulai mengering, air bebas pada pori yang tidak terikat secara fisik maupun kimiawi akan keluar, tetapi tidak begitu signifikan menyebabkan perubahan volume.

Saat air bebas telah habis, air yang terikat secara fisik akan keluar, sehingga hal inilah yang secara signifikan menyebabkan terjadinya penyusutan.

Proses penyusutan tersebut berperan secara terpisah dan atau berkombinasi sehingga menyebabkan terjadinya susut kering.

2.3.3 Prediksi Susut Kering Jangka Panjang

Perkiraan nilai susut kering pada masa yang akan datang sangat penting digunakan dalam merencanakan umur dan daya tahan suatu struktur bangunan.

Sehingga perlu diadakan pengukuran nilai susut kering dalam jangka pendek.

Metode yang paling tepat digunakan untuk memprediksi nilai susut kering jangka panjang adalah dengan mengekstrapolasi nilai ultimate shrinkage dari pengukuran susut kering jangka pendek.

Menurut Brooks dan Neville (1970), besarnya susut kering saat beton berumur 1 tahun dapat diprediksi dari pengukuran besar susut kering beton umur 7 dan 28 hari, dengan menggunakan persamaan linier dan power. Brooks dan Neville hanya menyusun persamaan untuk menentukan besar susut kering beton yang berumur 1 tahun.

(40)

commit to user

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai susut kering beton. Diantaranya adalah ACI Committee 209, (Almudaiheem dan Hansen, 1987). Kemajuan dalam perkiraan dapat dicapai dengan menggunakan nilai susut kering yang diteliti dari pengujian jangka pendek (28 hari) untuk memperkirakan susut kering jangka panjang. ACI Committee 209 mengusulkan untuk memprediksi susut beton jangka panjang dari data-data jangka pendek yang dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.2.

瘰 =

⼠ .瘰 …..…… (2.2)

Dimana:

瘰 = nilai susut kering umur t (selama pengujian) 瘰 = besar ultimate shrinkage

t = umur pengujian ( hari )

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji korelasi Spearman didapatkan p= 0,050, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang hipertensi dengan kepatuhan meminum obat pada pasien hipertensi

Merujuk pada penelitian Rosmeli (2010), diketahui bahwa semenjak diimplementasikannya desentralisasi fiskal berdampak pada semakin meluasnya disparitas antar wilayah

Pada proses kegiatan stimulasi anak melalui metode bercerita minangkabau ada beberapa yang temuan, yaitu a) sikap anak, b) partisipasi anak. Temuan yang mengarah pada

menggunakan kartu kredit asli yang telah habis masa berlakunya, dengan cara meratakan huruf reliefnya kemudian mengganti masa berlaku yang baru. - Tindak pidana

Perbedaan Antara Bahasa pemrograman C dan C++ meskipun bahasa-bahasa tersebut menggunakan sintaks yang sama tetapi mereka memiliki perbedaan, C merupakan bahasa

Darmo Surabaya, Hambatan Customer Service di dalam memberikan pelayanan serta solusi dari hambatan tersebut, telah jelas tergambar bahwa Bank Jatim Syariah Cabang

Pada kasus dengan tidak dijumpainya lesi secara makroskopis, maka harus dilakukan biopsi yang multipel dari daerah dinding lateral, superior dan posterior pada pasien dengan

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah lewat dan Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberi suatu keputusan, permohonan yang