• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yusuf Abu Ubaidah As Sidawi Syahrul Fatwa Abu Abdillah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Yusuf Abu Ubaidah As Sidawi Syahrul Fatwa Abu Abdillah"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Penulis

Yusuf Abu Ubaidah As Sidawi Syahrul Fatwa Abu Abdillah

(3)

BAB KEENAM BELAS

17

Zakat Fithri

Zakat adalah salah satu kewajiban dalam Islam. Bahkan ia meru­

pakan salah satu rukun Islam yang terpenting setelah syahadat dan shalat. Al-Qur'an, Hadits dan Ijma’ ulama telah menetapkan hu­

kum wajibnya zakat. Berikut ini adalah panduan praktis seputar za­

kat fithri. Allahul Muwaffiq.

A. Definisi Zakat Fithri

Zakat secara bahasa maknanya berkembang, bertambah, suci, dan berkah.309 Sedangkan fithri secara bahasa bermakna berbuka.310 Kare­

na itu, bila kedua kata ini digabungkan maka maknanya adalah za­

kat yang ditunaikan seorang muslim untuk dirinya atau orang lain pada akhir bulan Ramadhan saat orang-orang yang puasa telah ber­

buka dan selesai dari ibadah puasanya.311

Zakat ini dinamakan sebagai zakat fithri berdasarkan hadits Ibnu Umar d yang akan datang. Ia dinamakan juga dengan zakat Ra­

madhan, sebagaimana haditsnya Abu Hurairah a bahwasanya dia berkata:

ل ِ ا ل ُ

وسُرَ نِك َّ وَ

نَاضَمَرَ ةِك َ زَ ظِفْبِِ n

309 An-Nihayah fi Gharib al-Hadits 2/307 Ibnu Atsir, at-Ta'rifat hlm 117 Ali al- Jurjani, Mu’jam Maqayis al-Lughah hlm. 436 Ibnu Faris.

310 Mu'jam Maqayis al-Lughah hlm. 820 Ibnu Faris

311 Minhatul Allam 4/457 Abdullah bin Shalih al-Fauzan

(4)

“Rasulullah n menugasiku menjaga zakat Ramadhan.” 312 Adapun istilah yang masyhur di masyarakat bahwa zakat ini ber­

nama zakat fithrah tidak bisa disalahkan seratus persen(!!) karena menurut Imam an-Nawawi kalimat ini adalah istilah yang diguna­

kan oleh para ahli fiqih. Istilah (zakat fithrah) tersebut diambil dari kata fithrah yang bermakna khilqah (ciptaan). Allah berfirman:

ۚايَْلَعَ سَانّلا رَطَفَ تِلّا لِّا تَرَطْفِ ﴿

(Tetaplah atas) fithrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fithrah itu. (QS. ar-Rum [30]: 30)

Maksudnya zakat khilqah yaitu zakatnya badan dan jiwa313 sebagai­

mana ada istilah zakat harta.314 Walaupun demikian, kita sepakat bahwa menggunakan lafazh yang dinashkan itu lebih utama. Walla­

hu A'lam.

B. Hukumnya

Zakat fithri hukumnya wajib. Kewajiban ini turun bersamaan de­

ngan kewajiban puasa Ramadhan yaitu pada tahun kedua hijriah.315 Dasar wajibnya zakat fithri adalah hadits Abdullah bin Umar d bahwasanya dia berkata:

ل ِ ا ل ُ

وسُرَ ضَرَفَ

نْمِ عًاصَ وْأ َ n

،رٍم ْ تَ نْمِ عًاصَ رِطْفِل ْ ا ةَكَزَ

نَمِ يِبِك َ ل ْ

اوَ يِغِصّلاوَ ،ث َ نْلُاوَ رِكَلّاوَ ،رّل ُْ اوَ دِبْعَلْا عََ ي ٍ عِش َ يَمِلِسْمُل ْ

ا

312 HR. Bukhari No. 2311

313 Al-Majmu’ 6/103 an-Nawawi. Lihat pula Kifayah al-Akhyar hlm. 273 Taqiyud­

din Muhammad bin Husaini asy-Syafi’i.

314 Minhatul Allam 4/457 Abdullah bin Shalih al-Fauzan, ash-Shiyam fil Islam hlm. 596 Sa’id al-Qahthani.

315 Al-I’lam Bi Fawa'id Umdah al-Ahkam 5/123 Ibnu Mulaqqin, Fathul Qadir 5/425 asy-Syaukani, Mughnil Muhtaj 1/401 asy-Syarbini.

(5)

HUKUMNYA 111

“Rasulullah n mewajibkan zakat fithri satu sha’ dari kurma, atau satu sha’ dari gandum bagi budak, orang yang merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil, dan orang dewasa dari kaum muslimin.” 316

Imam Ibnul Mundzir v berkata: “Para ulama telah sepakat bahwa zakat fithri hukumnya wajib.” 317

C. Kepada Siapa Diwajibkan?

Zakat fithri diwajibkan atas orang-orang yang memenuhi syarat se­

bagai berikut:

1. Muslim

Wajib bagi seluruh kaum muslimin—baik yang merdeka, budak, laki-laki, wanita, anak kecil, atau pun orang dewasa—untuk menu­

naikan zakat fithri.318 Berdasarkan haditsnya Ibnu Umar d di atas.

Imam Ibnu Qudamah v mengatakan: “Kesimpulannya, bahwa zakat fithri wajib bagi setiap muslim baik anak kecil, dewasa, laki- laki, maupun wanita menurut pendapat mayoritas ahli ilmu. Dan zakat fithri ini juga wajib bagi anak yatim. Hendaknya walinya anak yatim mengeluarkan zakatnya dari harta anak yatim tersebut, dan juga wajib bagi seorang budak.” 319

Adapun orang kafir tidak wajib bayar zakat fithri dan tidak sah bila membayarnya.320 Allah berfirman:

لِِوسُرَبِوَ لِّبِ اورُفَكَ مْنُّأَ لّإِ مْتُُاقَفَنَ مْنُْمِ لَبَقْتُ نْأَ مْهُعَنَمَ امَوَ ﴿

316 HR. Bukhari No. 1503, Muslim No. 984

317 Al-Ijma’ hlm. 55 Ibnul Mundzir. Lihat pula al-Iqna’ fi Masa'il Ijma’ 1/218 Ibnul Qaththan, al-Mughni 4/280 Ibnu Qudamah.

318 Bidayatul Mujtahid 1/326 Ibnu Rusyd

319 Al-Mughni 4/283

320 Kifayatul Akhyar hlm. 274

(6)

Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir ke­

pada Allah dan Rasul-Nya. (QS. at-Taubah [9]: 54)

Sebabnya ialah fungsi zakat fithri sebagai pembersih jiwa, dan hal itu tidak pantas bagi orang kafir.321

Permasalahan.

Adakah zakat fithri bagi janin?

Para ulama madzhab Hanabilah menganjurkan untuk mengelu­

arkan zakat fithri bagi janin.322 Dasarnya adalah sebuah atsar dari Utsman bin Affan a bahwasanya beliau mengeluarkan zakat fithri bagi janin.323

Imam Ibnul Mundzir v mengatakan: “Para ulama telah sepakat bahwasanya tidak ada kewajiban zakat bagi janin yang masih dalam perut ibunya. Imam Ahmad bin Hanbal ber­

sendirian dalam masalah ini dengan menganjurkan zakat bagi janin dan tidak mewajibkannya.” 324

Akan tetapi, anjuran mengeluarkan zakat fithri bagi janin ini disyaratkan bila usia janin telah mencapai empat bulan, ketika telah ditiupkan rohnya.325

2. Mampu dan mempunyai kecukupan

Maksudnya, zakat fithri tidak wajib melainkan bagi orang yang mempunyai kecukupan lebih dari satu sha’ untuk hari raya dan ma­

lamnya,326 lebih dari cukup untuk kebutuhan makan pokoknya, ma­

kan pokok keluarganya, dan kebutuhan yang asasi lainnya.327

321 Ta’liq ar-Raudh al-Murbi’ hlm. 164 Abdullah ath-Thayyar dkk.

322 Al-Mufashshal fi Ahkam al-Mar'ah 1/462 Abdul Karim Zaidan

323 Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 3/212

324 Al-Ijma’ hlm. 50. Lihat pula al-Iqna’ fi Masa'il Ijma’ 1/219 Ibnul Qaththan.

325 Asy-Syarh al-Mumthi’ 6/161 Ibnu Utsaimin

326 Maka barang siapa yang tidak mampu bayar zakat fithri saat tiba waktu wajib­

nya gugurlah kewajiban tersebut. (Bada'i al-Fawa'id 4/1348 Ibnul Qayyim)

327 Al-Majmu’ 6/51, al-Mughni 4/307, Kifayatul Akhyar hlm. 274.

(7)

KEPADA SIAPA DIWAJIBKAN? 113 Apabila seseorang punya makanan pokok untuk dirinya dan ke­

luarganya untuk hari raya dan malamnya, kemudian makanan itu masih sisa satu sha’ maka hendaklah dia mengeluarkan zakat fithri­

nya.328

Imam al-Khaththabi v mengatakan: “Zakat fithri itu wajib bagi setiap orang yang puasa, orang kaya yang mempunyai keluasan atau orang miskin yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan pokok­

nya, karena penyebab wajibnya zakat fithri adalah untuk member­

sihkan jiwa, dan hal ini dibutuhkan oleh setiap orang yang puasa.

Apabila mereka semua sama dalam hal ini maka sama pula dalam kewajibannya.” 329

3. Mendapati waktu wajibnya zakat

Yaitu saat tenggelamnya matahari pada malam Idul Fithri,330 karena zakat fithri disyari’atkan untuk pembersih jiwa orang yang puasa, dan hal tersebut terwujud ketika ibadah puasa telah sempurna, yaitu saat tenggelamnya matahari akhir dari bulan Ramadhan. Itulah pen­

dapat yang dipilih oleh mayoritas ulama. Dasarnya ialah haditsnya Ibnu Umar d:

ل ِ ا ل ُ

وْسُرَ ضَرَفَ

نَاضَمَرَ نْمِ رِطْفِلا ْ n ةَكَزَ

“Rasulullah n mewajibkan zakat fithri dari bulan Rama­

dhan.” 331

Barang siapa masuk Islam setelah matahari tenggelam, atau meni­

kah atau mendapat anak setelah matahari tenggelam maka tidak wa­

jib membayar zakat fithri, karena tidak mendapati sebab wajibnya zakat fithri tersebut.332

328 Asy-Syarh al-Mumthi’ 6/151 Ibnu Utsaimin

329 Ma’alim as-Sunan 2/47 al-Khaththabi

330 Inilah pendapat mayoritas ulama. Ta’liq ar-Raudh al-Murbi’ 4/174 Abdullah ath-Thayyar dkk.

331 HR. Bukhari No. 1503, Muslim No. 984

(8)

Perhatian.

Seorang insan wajib mengeluarkan zakat fithri un­

tuk dirinya sendiri dan untuk orang-orang yang wajib dia beri nafkah semisal istri333 dan anak-anaknya dengan syarat bila mereka tidak mampu membayarnya. Apabila mereka mampu membayar sendiri, maka kewajiban tetap pada pundak mere­

ka, karena mereka termasuk keumuman hadits Ibnu Umar di atas.334

Imam Ibnu Hubairah v berkata: “Para ulama telah sepa­

kat bahwasanya wajib bagi yang terkena seruan perintah zakat fithri untuk membayarnya dengan perbedaan sifat mereka.” 335 Beliau juga berkata: “Para ulama telah sepakat bahwasanya wajib bagi anak kecil yang mampu (memiliki harta) untuk membayar zakat fithri. Dan wajib bagi kedua orang tua untuk membayari zakatnya anak-anak mereka yang tidak mampu.” 336

D. Hikmah dan Manfaat Zakat Fithri

Tidak ragu lagi bahwa menunaikan zakat fithri mengandung hik­

mah yang sangat banyak. Di antara hikmah yang paling penting dan menonjol adalah:

Pertama: Pembersih dosa orang yang puasa

Karena saat kita puasa mesti ada saja kekurangan, hingga dengan zakat fithri kekurangan tersebut dapat terhapus dan menjadikan pu­

asa kita sempurna.

332 Al-Kafi 2/170 Ibnu Qudamah, ar-Raudh al-Murbi’ 4/175—tahqiq: Abdullah at- Thayyar dkk.

333 Lihat pembahasan menarik dalam Jami’ Ahkam an-Nisa' 2/136–142 Musthafa al-Adawi; apakah suami wajib mengeluarkan zakat fithri istrinya ataukah istri tetap mengeluarkan zakatnya sendiri?

334 Asy-Syarh al-Mumthi’ 6/155, Ahadits Shiyam hlm. 159 Abdullah bin Shalih al- Fauzan

335 Al-Ifshah 1/220 Ibnu Hubairah

336 Ibid. 1/221

(9)

HIKMAH DAN MANFAAT ZAKAT FITHRI 115 Kedua: Membantu fakir miskin

Sehingga mereka mendapat kecukupan pada hari raya dan ikut merasakan bahagia, tidak meminta-minta orang lain. Jadilah hari raya adalah hari kebahagiaan bagi semua lapisan masyarakat.

Ketiga: Solidaritas antar kaum muslimin

Karena orang yang mampu akan memberikan hartanya kepada yang tidak mampu. Sehingga rasa peduli dan solidaritas antar sesa­

ma kaum muslimin akan terpupuk dan terjalin dengan baik.

Keempat: Mendapat pahala dan ganjaran yang besar

Apabila zakat fithri itu diberikan kepada yang berhak dan sesuai waktunya serta ikhlas hanya mengharap wajah Allah semata.

Kelima: Zakat bagi badan

Yaitu manakala Allah memberi nikmat bagi badan dengan tetap sehat dan bertahan hidup selama setahun. Seluruh manusia dalam hal ini sama, kewajiban mereka cukup memberikan satu sha’ saja.

Keenam: Sebagai rasa syukur kepada Allah

Dengan nikmat yang Allah berikan kepada seluruh orang yang puasa yaitu berupa kekuatan sehingga dapat menyempurnakan iba­

dah puasa hingga selesai.

Sungguh Allah mempunyai hikmah yang mendalam, rahasia-ra­

hasia yang mungkin tidak bisa dijangkau oleh akal seluruh manu­

sia.337

E. Waktu Mengeluarkan Zakat Fithri

Menurut pendapat yang terkuat dan berdasarkan dalil-dalil yang shahih, waktu mengeluarkan zakat fithri ada dua:338

1. Waktu yang afdhal (lebih utama)

Yaitu sejak malam hari raya hingga sebelum shalat Idul Fithri. Ber­

dasarkan hadits Ibnu Umar d dia berkata:

337 Irsyad Ulil Albab Li Nailil Fiqh Bi Aqrab at-Thuruq wa Asrar al-Asbab hlm. 134 Abdurrahman as-Sa’di

338 Ittihaf Ahlil Iman Bi Durus Syahri Ramadhan hlm. 124 Shalih al-Fauzan, Ah­

kam Ma Ba’da ash-Shiyam hlm. 12–13 Muhammad bin Rasyid al-Ghufaili

(10)

بِّلّا ن ّ أَ

ةِل َ n صّلا ل َ

إِ سِالّا جِورُخُ ل َ بْقَ رِطْفِلْا ةِكَزَبِ رَمَأ َ

“Adalah Nabi n memerintahkan agar menunaikan zakat fith­

ri sebelum keluarnya manusia menuju shalat.” 339

Imam Ibnu Tin berkata: “Yaitu sebelum keluarnya manusia menuju shalat ’id dan setelah shalat shubuh.” 340

2. Waktu yang boleh

Yaitu satu hari atau dua hari sebelum hari raya. Ibnu Umar d ber­

kata:

بِّلّا ض َ رَفَ

مٍوْيَبِ رِطْفِل ْ n

ا لَبْقَ نَوطُعْيُ اونُكَوَ ...رطْفِل ْ

ا ةَقَدَصَ

يِْمَوْيَ وْأ َ

“Nabi n mewajibkan sedekah fithri ... dan mereka para saha­

bat memberikannya satu hari atau dua hari sebelum hari raya.” 341

Dan tidak boleh mengeluarkan zakat fithri setelah shalat ’id. Ba­

rang siapa yang membayar zakat fithri setelah shalat ’id, maka dia berdosa dan tidak diterima zakatnya342. Ibnu Abbas d berkata:

ل ِ ا ل ُ وسُرَ ضَرَفَ

ثِف َ رّلاوَ وِغْلّلا نَمِ مِئِاصّللِ ةًرَهْطُ رِطْفِلْا ةَكَزَ n نْمَوَ ة ٌ َ ل

وبُقْمَ ةٌكَزَ هَِف َ ةِلَصّلا لَبْقَ اهَادّأَ نْمَ يِكِاسَمَلْلِ ةًمَعْطُوَ

تِاق َ دَصّلا نَمِ ةٌقَدَصَ هَِفَ ةِلَصّلا دَعْبَ اهَادّأ َ

“Rasulullah n mewajibkan zakat fithri sebagai pembersih orang yang puasa dari perbuatan yang sia-sia dan kotor serta

339 HR. Bukhari No. 1503, Muslim No. 984

340 Fathul Bari 7/145 Ibnu Hajar

341 HR. Bukhari No. 1511, Muslim No. 984

342 Asy-Syarh al-Mumthi’ 6/172 Ibnu Utsaimin, Fatawa Lajnah Da'imah 9/373

(11)

WAKTU MENGELUARKAN ZAKAT FITHRI 117 memberi makan orang miskin. Barang siapa yang menunai­

kannya sebelum shalat, maka itu adalah zakat yang diterima.

Dan barang siapa yang menunaikannya setelah shalat maka dia adalah sedekah seperti sedekah-sedekah lainnya.” 343

Imam Ibnul Qayyim v berkata: “Tuntutan dua hadits ini, bah­

wasanya tidak boleh mengakhirkan pembayaran zakat fithri setelah shalat ’id. Dan waktunya dianggap habis dengan selesainya shalat

’id. Inilah yang benar, tidak ada yang dapat menentang dua hadits ini, dan tidak ada yang menghapusnya serta tidak ada ijma’ yang da­

pat menolak pendapat yang didasari dua hadits ini.” 344

Faedah.

Masalah Badan Pengelola Zakat

Terkadang di antara kita ada yang mewakilkan pemberian za­

kat kepada badan-badan pengelola zakat. Masalahnya, boleh­

kah menyerahkan zakat fithri kepada badan-badan pengelola zakat yang terkadang memberikannya kepada fakir miskin se­

telah selesai shalat hari raya Idul Fithri? Jawaban atas masalah ini diperinci sebagai berikut:

• Apabila badan pengurus zakat tersebut mewakili pemberi zakat dan penerima zakat, seperti badan-badan resmi yang ditunjuk atau diizinkan pemerintah, maka boleh memberi­

kan zakat kepada mereka meskipun mereka akan membe­

rikannya kepada fakir miskin setelah hari raya.

• Apabila badan pengurus hanya mewakili pemberi zakat saja, bukan mewakili penerima zakat, seperti badan-badan yang tidak resmi dari pemerintah atau tidak mendapat izin pemerintah, maka mereka harus memberikan zakat fithri kepada fakir miskin sebelum shalat ’id, dan tidak boleh mewakilkan kepada badan-badan tersebut jika diketahui bahwa mereka memberikannya kepada fakir miskin setelah

343 HR. Abu Dawud No. 1609, Ibnu Majah No. 1827, dihasankan oleh al-Albani dalam al-Irwa' No. 843.

344 Zadul Ma’ad 2/21

(12)

shalat ’id.345

F. Ukuran dan Jenisnya

1. Ukuran zakat fithri

Ukuran zakat fithri adalah satu sha’ Rasulullah n. Hal ini berdasar­

kan hadits-hadits yang masyhur dari Rasulullah n, di antaranya adalah:

Abu Sa’id al-Khudri a berkata:

وْأ َ

،يٍعِش َ نْمِ عًاصَ وْأ َ

،مٍاعَطَ نْمِ عًاصَ رِطْفِل ْ

ا ةَكَزَ جُرِن ُْ انّك ُ بٍيبِزَ نْمِ ع ً اصَ وْأ َ

،طٍقِأ َ

نْمِ عًاصَ وْأ َ

،رٍم ْ تَ نْمِ عًاصَ

“Dahulu kami mengeluarkan zakat fithri satu sha’ makanan, atau satu sha’ gandum, atau satu sha’ kurma, atau satu sha’

keju atau satu sha’ anggur kering.” 346

Satu sha’ adalah empat mud. Satu mud adalah satu cakupan ke­

dua tangan laki-laki berperawakan sedang, dalam keadaan jari-jema­

ri tidak menggenggam juga tidak melebar.347

Maka satu sha’ bila ditimbang hasilnya sekitar 2,04 kilogram.348

Catatan.

Lalu bagaimana dengan ukuran beras? Karena ukur­

an di atas adalah untuk ukuran gandum, maka bagaimanakah jika berupa beras? Setelah dilakukan uji coba di Pondok Pesan­

tren al-Furqon al-Islami349 pada tahun 1426 H, ternyata ukuran satu sha’ bila dengan beras hasilnya adalah 2,33 kilogram atau 2,7 liter beras kualitas sedang. Allahu A’lam.350

345 Lihat Nawazil Zakat hlm. 512–513 Abdullah bin Manshur al-Ghufaili

346 HR. Bukhari No. 1506, Muslim No. 985

347 Al-Qamus al-Muhith hlm. 407 dan 955 Fairuz Abadi, Fathul Bari 11/597, Fata­

wa Lajnah Da'imah 9/365.

348 Majalis Syahri Ramadhan hlm. 327 Ibnu Utsaimin

349 Yang beralamat di Ds. Srowo, Kec. Sidayu, Kab. Gresik 61153.

(13)

UKURAN DAN JENISNYA 119 2. Jenis makanan yang dizakatkan

Adapun jenis yang dikeluarkan untuk zakat fithri adalah sebagaima­

na tersebut dalam hadits di atas dan seluruh makanan pokok yang umum dimakan oleh manusia dalam negerinya seperti beras.351 Pe­

nyebutan empat jenis makanan dalam hadits di atas karena memang itulah makanan pokok manusia pada zaman Nabi n. Abu Sa’id al- Khudri a berkata:

ل ِ ا لِوسُرَ دِه ْ عَ فِ جُرِنُْ انّكُ

.مٍاعَطَ نْمِ عًاصَ رِطْفِل ْ n ا مَوْيَ

رُمْلّاوَ طُقِل َْ

اوَ بُيبِزّلاوَ يُعِش ّ لا انَمَاعَطَ نَكَوَ دٍيعِسَ وبُأ َ ل َ اقَوَ

“Dahulu kami mengeluarkan zakat fithri pada zaman Nabi n satu sha’ makanan. Dan makanan kami ketika itu adalah gan­

dum, anggur kering, keju, dan kurma.” 352

Imam Ibnul Qayyim v mengatakan: “Dan lima jenis makanan ini adalah makanan pokok umumnya manusia di kota Madinah saat itu, adapun penduduk sebuah negeri, bila makanan pokoknya selain lima jenis di atas, maka yang wajib bagi mereka adalah mengeluar­

kan satu sha’ dari makanan pokok mereka. Apabila makanan po­

kok mereka seperti susu, daging, ikan maka hendaklah mereka me­

ngeluarkan zakatnya dari makanan pokok tersebut apa pun bentuk­

nya. Ini adalah pendapatnya mayoritas ulama dan ini adalah penda­

pat yang benar, tidak menerima selainnya.” 353

350 Ukuran Zakat Fithri oleh Ustadzuna al-Fadhil Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf pada Majalah Al Furqon edisi khusus Th. 7 1428 H.

351 Majmu’ Fatawa 25/68 Ibnu Taimiyyah, Syarh Shahih Muslim 7/61 an-Nawawi, Kifayatul Akhyar hlm. 276, Ittihaf Ahlil Iman hlm. 125.

352 HR. Bukhari No. 1510

353 I’lamul Muwaqqi’in 3/12 Ibnul Qayyim

(14)

3. Permasalahan: Zakat fithri dengan uang?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa zakat fithri tidak boleh diganti dengan uang.354 Ini merupakan madzhab Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah.355 Adapun madzhab Hanafiyyah membolehkan­

nya.356

Pendapat yang membolehkan ini banyak diikuti oleh para penu­

lis, seperti Ahmad al-Ghumari dalam Tahqiqul Amal fi Ikhraj Zaka­

til Fithri bil Mal, Husain bin Ali ash-Shuda dalam risalahnya Jawaz Ikhraj Zakatil Fithri Naqdan, dan lain-lain. Namun, pendapat yang kuat adalah pendapat pertama, karena beberapa alasan:

• Dalil-dalil pendapat pertama lebih kuat dibandingkan dalil- dalil pendapat kedua

• Mengeluarkan zakat fithri dengan uang menyelisihi sunnah Rasulullah n, karena pada masa beliau mata uang sudah ada, namun tidak dinukil kabar beliau memerintahkan kepada para sahabatnya mengeluarkan zakat fithri dengan dinar atau pun dirham.

• Ibadah ini telah dibatasi dengan tempat, waktu jenis dan ukurannya, maka tidak boleh diselisihi, karena ibadah harus berdasarkan dalil.

• Mengeluarkannya dengan uang berarti mengubah zakat fithri dari suatu syi’ar yang tampak menjadi shadaqah yang tersem­

bunyi.

• Sesuai dengan kaidah bahwa tidak boleh berpindah kepada badal (ganti) melainkan bila aslinya tidak ada.357

G. Yang Berhak Menerima Zakat Fithri

Ulama berselisih pendapat dalam masalah ini menjadi dua pendapat:

354 Masa'il Mu’ashirah Mimma Ta'ummu Bihi al-Balwa fi Fiqhil Ibadat hlm. 378 Na­

yif bin Jam’an

355 Ma’alim as-Sunan 2/219, al-Mughni 4/295, Kifayatul Akhyar hlm. 276

356 Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah 23/344

357 Ahkam Ma Ba’da ash-Shiyam hlm. 32–33 Muhammad bin Rasyid al-Ghufaili

(15)

YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITHRI 121 Pendapat Pertama: Zakat fithri penyalurannya seperti zakat-za­

kat yang lain, yaitu kepada delapan golongan yang tersebut dalam ayat:

مْبُُولُقُ ةِفَلّؤَمُلْاوَ ايَْلَعَ يَلِمِاعَلْاوَ يِكِاسَمَلْاوَ ءِارَقَفُلْلِ تُاقَدَصّلا امَنّإِ ﴿ نَمِ ةًضَيرِفَ ۖلِيبِسّلا نِبْاوَ لِّا لِيبِسَ فِوَ يَمِرِاغَلْاوَ بِاقَرّلا فِوَ

يٌكِحَ يٌلِعَ لُّاوَ ۗلِّا

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) bu­

dak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan un­

tuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu kete­

tapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. at-Taubah [9]: 60)

Ayat ini umum mencakup pula zakat fithri. Adapun penyebutan miskin dalam hadits Ibnu Abbas d tidak menunjukkan kekhusus­

an untuk mereka saja, sebagaimana dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah n mengutus Mu’adz bin Jabal a untuk mengambil za­

kat harta, beliau bersabda:

فِ ة ً قَدَصَ مْهِيْلَعَ ضَتََفْا لَا نّأ َ

مْهُمْلِعْأ َ

فَ كَلِلَِ اوعُاطَأ َ

مْهُ نْإِف َ مْهِئِارَق َ فُ عََ دّرَتُوَ مْهِئِايَنِغْأ َ

نْمِ ذُخَؤْتُ ،مْهِلِاوَم ْ أَ

“Apabila mereka menaatimu, maka kabarkanlah kepada me­

reka bahwasanya Allah telah mewajibkan zakat pada harta mereka, zakat itu diambil dari orang kaya di antara mereka dan disalurkan kepada orang fakir di antara mereka.” 358

358 HR. Bukhari No. 1395, Muslim No. 29

(16)

Berdasarkan hadits ini tidak ada seorang pun yang mengatakan bah­

wa zakat harta itu khusus bagi orang fakir saja.359

Pendapat Kedua: Zakat fithri penyalurannya khusus untuk fakir dan miskin. Karena Ibnu Abbas d berkata:

ل ِ ا ل ُ وسُرَ ضَرَفَ

ثِف َ رّلاوَ وِغْلّلا نَمِ مِئِاصّللِ ةًرَهْطُ رِطْفِلْا ةَكَزَ n

يِكِاسَمَل ْ

لِ ة ً مَعْطُوَ

“Rasulullah n mewajibkan zakat fithri sebagai pembersih orang yang puasa dari perbuatan sia-sia dan kotor serta mem­

beri makan orang miskin.” 360

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah v berkata: “Pendapat ini lebih kuat dalilnya.” 361 Imam Ibnul Qayyim v berkata: “Termasuk pe­

tunjuk Nabi n dalam zakat fithri adalah pengkhususan orang-orang miskin. Nabi n tidak pernah membagikannya kepada delapan go­

longan, tidak memerintahkan dan tidak pernah dikerjakan oleh seo­

rang sahabat pun dan tidak pernah dikerjakan oleh orang-orang yang datang setelah mereka. Bahkan kami katakan, tidak boleh me­

nyalurkan zakat fithri kecuali kepada orang-orang miskin. Pendapat ini lebih kuat daripada yang mengatakan boleh menyalurkannya ke­

pada delapan golongan.” 362 Pendapat kedua ini juga dikuatkan oleh para ulama lainnya.363

Kedua pendapat di atas—sebagaimana Anda lihat—sangat kuat dalilnya, namun tidak ragu lagi bahwa kaum fakir dan miskin lebih utama untuk diperhatikan.

359 Subulus Salam 4/57 ash-Shan’ani

360 HR. Abu Dawud No. 1609, Ibnu Majah No. 1827; dihasankan al-Albani da­

lam al-Irwa': 843.

361 Majmu’ Fatawa 25/73 Ibnu Taimiyyah

362 Zadul Ma’ad 2/21

363 Seperti Imam asy-Syaukani dalam Nailul Authar 3/103, Syaikh al-Albani da­

lam Tamamul Minnah hlm. 387, Syaikh Ibnu Baz dalam Fatawa-nya 14/215, Syaikh Ibnu Utsaimin dalam asy-Syarh al-Mumthi’ 6/184.

(17)

TEMPAT PENYALURAN ZAKAT FITHRI 123

H. Tempat Penyaluran Zakat Fithri

Zakat fithri hendaklah dikeluarkan ditempat dia tinggal dan menghabiskan puasa Ramadhannya364 karena ada sebuah kaidah yang disebutkan oleh para ulama bahwa zakat fithri mengikuti ba­

dan, sedangkan zakat harta mengikuti harta itu berada.365 Rasulul­

lah n berkata kepada Mu’adz bin Jabal a:

نْمِ ذُخَؤْتُ ، مْهِلِاوَم ْ أَ فِ ةًقَدَصَ مْهِيْلَعَ ضَتََفْا لَا نّأ َ

مْهُمْلِعْأ َ فَ

مْهِئِارَق َ فُ عََ دّرَتُوَ مْهِئِايَنِغْأ َ

“Maka kabarkanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewa­

jibkan zakat yang diambil dari orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang fakir di antara mereka.”366

Syaikh Abdul Aziz bin Baz v berkata: “Yang sunnah adalah mem­

bagikan zakat fithri kepada orang-orang fakir di tempat orang yang mengeluarkan zakat dan tidak dipindah ke negeri atau tempat lain, untuk mencukupi kebutuhan orang-orang fakir di daerahnya.” 367 Dalam kesempatan yang lain beliau juga berkata: “Maka mengeluar­

kan zakat di daerahmu yang engkau tinggal di dalamnya adalah le­

bih utama dan lebih berhati-hati.” 368

Faedah.

Boleh bagi beberapa orang yang mengeluarkan zakat fithri untuk memberikannya kepada satu orang miskin saja, demikian pula sebaliknya, boleh bagi satu orang yang memba­

yar zakat fithri untuk memberikannya kepada beberapa orang miskin. Karena Nabi hanya menentukan ukuran zakat dan ti­

dak menentukan ukuran orang penerima zakat.369 Berdasarkan

364 Ahadits Shiyam hlm. 159 Abdullah bin Shalih al-Fauzan, Ittihaf Ahlil Iman hlm. 124 Shalih al-Fauzan

365 Asy-Syarh al-Mumthi’ 6/214 Ibnu Utsaimin

366 HR. Bukhari No. 1395, Muslim: No. 19

367 Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 14/213

368 Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 14/214, Fatawa Lajnah Da'imah 9/284

(18)

keumuman ayat:

يِكِاسَمَلْاوَ ءِارَقَفُلْلِ تُاقَدَصّلا امَنّإِ ﴿

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang- orang fakir dan orang-orang miskin. (QS.Taubah [9]: 60)

Imam Ibnu Qudamah v berkata: “Saya tidak mengetahui adanya perselisihan dalam masalah ini.” 370

Sebagai penutup pembahasan ini, alangkah bagusnya kita nukil­

kan di sini ucapan as-Suyuthi v:

هِمِارَسسصِنْا كِسسشْوَلِ مْسسكُنْمِ عٌسسجِرْمَ لْسسهَفَ

هِمِأسسسسيَقِوَ هِمِوْسسسسصَ نْسسسسمِ هُتَأسسسسفَ أسسسسمَوَ

هِمِأسسسسمَتَ دَسسسسسنْعِ رِسسسسطْفِلْا ةَأسسسسسكَزَ اوْدّاأَوَ

هِمِأيَسسسسصِلِ ةًرَسسسسهْطُ اّلاإِ ضْرَسسسسفْتُ مْسسسسلَوَ

هِمِأسسسسسسعَ رَسسسسسسيْفِكْتَ مِوْسسسسسسصّلا رِهْسسسسسسشَبِ

ىضَقَنْا دِقَ مْكُنْعَ مِوْصّلا رَهْشَ نّاإِ الَاأَ

هِسسسسقِارَفِلِ شٌحِوْتَسسسسسْمُ مُسسسسكُيْفِ لْسسسسسهَوَ

هِسسسقّحَ جَارَسسسخْاإِ مُوْسسسقَ أسسسيَ اوْسسسلُمِهْتُ الَفَ

هِوِسسسسسغْلَ رِسسسسسيْفِكْتَلِ اّلاإِ تْعَرِسسسسسشُ أسسسسسمَوَ

هِسسسبّرَلِ ىلّسسسصَوَ ىسسسكّزَ نْسسسمَ زَأسسسفَ دْسسسقَفَ

Ingatlah bahwa bulan puasa telah selesai

Adakah di antara kalian yang bertaubat ketika akan berpi­

sah dengannya?

Adakah di antara kalian yang sedih karena berpisah dengan­

nya?

Dan menyesali kekurangan puasa dan shalat malamnya?

Wahai kaum, janganlah kalian lalaikan untuk mengeluarkan kewajiban

Keluarkan zakat fithri ketika Ramadhan telah selesai

369 Ar-Raudh al-Murbi’ 4/187 al-Buhuthi, asy-Syarh al-Mumthi’ 6/184 Ibnu Utsai­

min

370 Al-Mughni 4/316 Ibnu Qudamah

(19)

TEMPAT PENYALURAN ZAKAT FITHRI 125 Tidaklah ia disyari’atkan kecuali ‘tuk melebur kesia-siannya

Tidaklah ia diwajibkan kecuali membersihkan puasanya Sungguh beruntung orang yang berzakat dan dan shalat un­

tuk Rabbnya

Di bulan puasa yang akan meleburkan dosanya selama se­

tahun.371

371 Al-Izdihar hlm. 68 as-Suyuthi

(20)

18

Shalat Hari Raya

A. Perayaan Islam

Perayaan dalam Islam hanya ada dua macam yaitu Idul Fithri dan Idul Adha berdasarkan hadits:

سٍن َ أَ نْعَ

بِّلّا م َ دِقَ :لَاقَ a نَوْبُعَل ْ n

يَ نِامَوْيَ ةِنَي ْ دِمَلْا لِهْلِ َ وَ

نَوْبُعَل ْ

تَ نِامَوْيَ مْك ُ لَوَ مْكُيْلَعَ تُمْدِقَ :لَاقَفَ ،ةِيّلِهِالَْا فِْ امَهِيْفِ

مُوْيَ :امَهُنْمِ ايًْخَ امَهِبِ لُا مُك ُ لَدَبْأَ دْقَوَ ،ةِيّلِهِالَْا فِ امَهِيْفِ

رِطْفِل ْ

ا مُوْيَوَ رِح ْ لّا

Dari Anas bin Malik a berkata: “Tatkala Nabi n datang ke kota Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari untuk bersenang gembira di waktu jahiliah, lalu beliau bersabda:

‘Saya datang kepada kalian sedangkan kalian memiliki dua hari raya untuk bergembira di masa jahiliah. Dan sesungguh­

nya Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik:

Idul Adha dan Idul Fithri.” 372

Adapun perayaan dan peringatan pada zaman sekarang tak terhi­

tung jumlahnya baik di negeri muslim apalagi nonmuslim. Lihat saja betapa banyaknya perayaan yang diselenggarakan di kuburan,

372 Shahih. Riwayat Ahmad 3/103, Abu Dawud No. 1134), dan Nasa'i 3/179.

(21)

PERAYAAN ISLAM 127 petilasan, tokoh, negara, dan lain-lain dari perayaan-perayaan yang tidak diizinkan oleh Allah. Di India misalnya, berdasarkan peneliti­

an, penduduk muslim di sana memiliki 144 hari perayaan setiap ta­

hunnya.373

B. Makna Idul Fithri/Idul Adha

Ibnul Arabi v mengatakan: “’Id itu dinamakan ’id karena beru­

lang setiap tahun dengan kegembiraan baru.” 374

Al-Allamah Ibnu Abidin v mengatakan: “Dinamakan ’id kare­

na Allah menganugerahkan berbagai macam nikmat kepada hamba- Nya sebagaimana hari-hari biasa seperti bolehnya makan setelah di­

wajibkannya puasa, zakat fithri, kesempurnaan haji, daging sembe­

lihan, dan sebagainya. Demikian pula karena pada hari tersebut tampak kesenangan dan kegembiraan pada manusia.” 375

Perhatian.

Banyak orang Indonesia menerjemahkan Idul Fith­

ri dengan “Kembali Suci”. Terjemahan ini salah kaprah ditinjau dari segi bahasa dan syara’ sebagaimana dijelaskan oleh Us­

tadzuna Abu Unaisah Abdul Hakim Abdat b dalam Majalah As-Sunnah 5/Th. 1 hlm. 34–35 dan Ustadzuna Abu Nu’aim v dalam Majalah Al Furqon 3/Th. 1 hlm. 12–13. Semoga Allah membalas kebaikan mereka berdua.

C. Sunnah-Sunnah Sebelum Shalat Hari Raya

1. Mandi

Ketahuilah bahwasanya tidak shahih semua hadits dari Rasulullah n yang berkaitan tentang mandi dalam shalat dua hari raya. Imam

373 Al-Qaulul Mubin fi Akhtha'il Mushallin hlm. 412–413 Syaikh Masyhur bin Ha­

san Salman

374 Lisanul Arab 3/319

375 Hasyiyah Ibnu ’Abidin 2/165

(22)

al-Bazzar v mengatakan: “Saya tidak mengetahui hadits shahih tentang mandi dua hari raya.” 376

Akan tetapi, terdapat beberapa atsar dari sebagian sahabat yang menunjukkan hal ini. Di antaranya ialah dari Abdullah bin Umar d bahwasanya beliau mandi di hari raya Idul Fithri ketika hendak pergi ke lapangan.377

2. Berpakaian bagus

Al-Allamah Ibnu Qayyim al-Jauziyyah v berkata: “Nabi n me­

makai pakaian terbagusnya untuk shalat hari raya. Beliau mempu­

nyai pakaian khusus untuk shalat hari raya dan shalat Jum’at…” 378 Al-Hafizh Ibnu Hajar v berkata: “Ibnu Abi Dunya dan al-Bai­

haqi meriwayatkan dengan sanad shahih bahwa Ibnu Umar d me­

makai pakaian terbagusnya untuk shalat dua hari raya.” 379

Imam Malik v mengatakan: “Saya mendengar ahli ilmu, mere­

ka mensunnahkan seorang memakai minyak wangi dan pakaian ba­

gus pada setiap hari raya.” 380 3. Makan sebelum Idul Fithri

سٍن َ أَ نْعَ

ل ِ ا ل ُ وْسُرَ نَكَ :ل َ اقَ a تّحَ رِطْفِل ْ n

ا مَوْيَ وْدُغْيَ ل َ

تٍارَمَتَ ل َ كُأْيَ

Dari Anas bin Malik a berkata: “Rasulullah tidak berangkat pada Idul Fithri hingga beliau memakan beberapa kurma.” 381

376 Dinukil oleh Ibnu Hajar dalam at-Talkhis 2/607.

377 HR. Malik dalam al-Muwatha' (1/177), Syafi’i dalam al-Umm (1/265) dan di­

shahihkan an-Nawawi dalam al-Majmu’ (5/6). Lihat pula atsar lainnya dalam Irwa'ul Ghalil 1/176 oleh al-Albani.

378 Zadul Ma’ad (1/441). Lihat pula Silsilah ash-Shahihah No. 1279 oleh al-Albani.

379 Fathul Bari 2/439.

380 Al-Mughni 2/228 oleh Ibnu Qudamah

381 HR. Bukhari No. 953

(23)

SUNNAH-SUNNAH SEBELUM SHALAT HARI RAYA 129 4. Tidak makan sebelum Idul Adha

ةَدَيْرَبُ نْعَ

بِّلّا ن َ كَ :لَاقَ a تّحَ رِطْفِل ْ n

ا مَوْيَ جُرُيَْ ل َ هِتِك َ

يْسِن َ نْمِ لَكُأ ْ

يَفَ عَجِرْيَ تّحَ ل ُ كُأْيَ لَ رِحْلّا مَوْيَوَ ،مَعَطْيَ

Dari Buraidah a berkata: “Nabi n tidak keluar pada Idul Fithri hingga makan terlebih dahulu. Adapun pada Idul Adha beliau tidak makan hingga pulang dan makan dari daging kur­

ban sembelihannya.” 382

Ibnu Qudamah v berkata: “Demikianlah pendapat mayoritas ahli ilmu seperti Ali a, Ibnu Abbas d, Syafi’i v, dan sebagainya.

Saya tidak mendapati perselisihan pendapat tentangnya.” 383 5. Berjalan Kaki

لِّع َ نْعَ

ايًشِامَ دِيْعِل ْ a ا ل َ

إِ جَرُت َْ نْأ َ

ةِنّسّلا نَمِ :ل َ اقَ

Dari Ali a berkata: “Termasuk sunnah yaitu engkau keluar shalat hari raya dengan berjalan kaki.” 384

Hikmahnya banyak sekali, di antaranya lebih menyemarakkan syi’ar Islam, merendahkan diri dan tidak sombong, menjalin keber­

samaan, dan tidak mengganggu orang yang berjalan. Adapun kalau ada udzur, seperti tempat lapangannya jauh, sudah tua, atau sakit, maka boleh berkendaraan. Wallahu A’lam.

382 Hasan. Riwayat Tirmidzi No. 542, Ibnu Majah No. 1756, ad-Darimi 1/375, dan Ahmad 5/352.

383 Al-Mughni 3/259

384 Hasan. Riwayat Tirmidzi No. 530, Ibnu Majah No. 161; dihasankan al-Albani dengan syawahidnya dalam Shahih Tirmidzi 1/164.

(24)

6. Menempuh jalan yang berbeda

ل ِ ا دِبْعَ نِب ْ رِبِاجَ نْعَ

بِّلّا ن َ كَ :لَاقَ d دٍيْعِ مَوْيَ نَكَ اذ َ إِ n

قَيْرِطّلا ف َ لَاخَ

Dari Jabir bin Abdillah d berkata: “Rasulullah apabila (be­

rangkat dan pulang) pada hari raya mengambil jalan yang ber­

beda.” 385 7. Takbir

ضِ َ قْيَ تّحَوَ ،لّصَمُلْا تَِأ ْ

يَ تّحَ بُّك َ

يُفَ ،رِطْفِل ْ

ا مَوْيَ جُرُيَْ نَكَ

يَْبِك ْ

لّا عَطَقَ ةَل َ

صّلا ضَقَ اذَإِف َ ،ةَلَصّلا

“Nabi n apabila pada hari raya Idul Fithri, beliau bertakbir hingga sampai di lapangan dan melaksanakan shalat. Apabila selesai shalat maka beliau memutus takbirnya.” 386

Syaikh al-Muhaddits al-Albani v mengomentari hadits di atas:

“Dalam hadits ini terdapat dalil tentang disyari’atkannya takbir se­

cara keras ketika berjalan menuju lapangan sebagaimana dikerjakan oleh kaum muslimin, sekalipun mayoritas mereka sudah mulai me­

remehkan sunnah ini … Akan tetapi, perlu kami sampaikan bahwa mengeraskan takbir di sini tidak disyari’atkannya secara bersama- sama dengan satu suara (dikomando) sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang. Demikian pula setiap dzikir yang disyari’atkan de­

ngan suara keras atau lirih, maka tidak boleh dikerjakan secara ja­

ma’i (bersama-sama) dengan satu suara. Hendaknya kita waspada

385 HR. Bukhari No. 986

386 HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf dan al-Mahamili dalam Kitab Sha­

lah al-’Idain dengan sanad shahih mursal tetapi hadits ini memiliki syawahid sehingga menjadi kuat. Lihat ash-Shahihah No. 170.

(25)

SUNNAH-SUNNAH SEBELUM SHALAT HARI RAYA 131 terhadap hal tersebut dan selalu kita ingat bahwa sebaik-baik petun­

juk adalah petunjuk Muhammad n.” 387

Dan tidak ada sifat takbir yang shahih dari Nabi n. Hanya, ter­

dapat beberapa riwayat dari sahabat, di antaranya dari Abdullah bin Mas’ud a:

دُمْل َْ ا لِِوَ بَُكْأَ لُا بَُكْأَ لُاوَ ،لُا لّإِ لَٰإِ لَ ،بَُكْأَ لُا بَُكْأَ لُا

Inilah yang lebih masyhur yaitu membaca lafazh “Allahu Akbar” se­

banyak dua kali, sekalipun shahih pula membacanya sebanyak tiga kali.388

Ibnu Abbas d:

ل ُ ا ،لّجَأ َ وَ بَُك ْ

َ أ

ل ُ ا ،دُمْلَْا لِِوَ بَُكْأ َ

ل ُ ا ،بَُكْأ َ

ل ُ ا بَُكْأ َ ل ُ ا انَادَهَ امَ عَ َ بَُك ْ

أ َ

Salman al-Khair a:

ايًْبِك َ بَُك ْ أ َ

ل ُ ا ،بَُكْأ َ

ل ُ ا ،بَُكْأ َ ل ُ ا

D. Shalat Hari Raya

Tibalah saatnya sekarang pembicaraan kita tentang shalat hari raya, hukum, waktu, tempat sifat, dan hukum-hukum lainnya yang ber­

kaitan dengan shalat hari raya. Berikut ini kami sampaikan secara ringkas dengan berusaha memilih pendapat yang lebih kuat—insya Allah—tanpa taklid kepada seorang pun.

1. Hukumnya

Shalat hari raya hukumnya fardhu ’ain menurut pendapat yang le­

bih kuat berdasarkan hadits:

387 Silsilah Ahadits ash-Shahihah 1/121

388 Lihat Irwa'ul Ghalil 3/125–126 dan Tamamul Minnah hlm. 356.

(26)

ةَيّطِعَ مّأ ُ نْعَ

ل ِ ا ل ُ s

وْسُرَ انَرَمَأ َ :تْل َ

اقَ

فِ نّهُجَرِن ُْ نْأ َ n

ضُيّل ُْ ا امّأَفَ ،ر ِ و ْ دُلُْا تِاوَذَوَ ضَيّلُْاوَ قَتِاوَعَلْا حَضْلْ َ

اوَ رِطْفِل ْ ا ايَ :تُل ْ

قُ .يَْمِلِسْمُل ْ

ا ةَوَعْدَوَ يَْل َْ ا نَدْهَشْيَوَ لّصَمُلْا نَلْتَ ِ ع ْ يَفَ

اهَتُخْأ ُ اهَسَبِل ْ

لُِ :ل َ اقَ .بٌابَل ْ

جِ اهَل َ نُوْك ُ يَ لَ انَادَحْإِ لِا لَوْسُرَ

اهَبِابَل ْ جِ نْمِ

Dari Ummu Athiyyah s berkata: “Rasulullah n memerin­

tahkan kepada kami untuk mengeluarkan gadis-gadis yang menjelang usia baligh, wanita-wanita yang tengah haid, dan gadis-gadis pingitan pada hari raya Idul Fithri dan Idul Adha.

Adapun wanita yang haid, mereka menjauhi tempat shalat dan menghadiri kebaikan dan undangan kaum muslimin.

Saya berkata: ‘Wahai Rasulullah, seorang di antara kami tidak memiliki jilbab, apakah dia diperbolehkan tidak berangkat?’

Rasulullah n menjawab: ‘Hendaknya temannya meminja­

minya jilbab sehingga mereka menyaksikan kebaikan dan un­

dangan kaum muslimin.’”   389

يّرِاصَن ْ لَا ةَحَاوَرَ نِبْ لِا دِبْعَ تِخْأ ُ نْعَ

ل s

ِ ا لِوْسُرَ نْع َ

نِي ْ دَيْعِلْا فِ نِْعْيَ قٍاطَنِ تِاذَ كُّ عََ جُوْرُل ُْ ا بَجَوَ :لَاقَ هُنّأَ n

Dari saudarinya Abdullah bin Rawahah al-Anshari s dari Rasulullah n bersabda: “Wajib keluar bagi setiap orang yang punya nithaq (pakaian sejenis sarung/rok yang ada pengikat­

nya) yakni pada dua hari raya.” 390

389 HR. Bukhari No. 351, Muslim No. 890

390 Hasan. Riwayat ath-Thayyalisi 1/146, Ahmad 6/358, Abu Nu’aim dalam al- Hilyah 7/163 dan al-Baihaqi 3/306. Lihat Silsilah ash-Shahihah No. 2408 dan 2115.

(27)

SHALAT HARI RAYA 133

قُيْدّصّلا رٍك ْ بَ وْبُأَ لَاقَ

ل َ a

إِ جُوْرُل ُْ ا قٍاطَنِ تِاذَ كُّ عََ قّحَ :

نِي ْ دَيْعِلْا

Abu Bakar ash-Shiddiq a berkata: “Kewajiban bagi setiap yang punya nithaq untuk keluar shalat dua hari raya.” 391 Hal ini merupakan pendapat Abu Hanifah, juga salah satu pendapat Syafi’i dan Ahmad. Pendapat ini juga dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,392 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah,393 asy-Syaukani,394 Shidiq Hasan Khan,395 ash-Shan’ani,396 al-Albani,397 dan lain-lain.

2. Tempatnya

Menurut sunnah yang selalu diamalkan oleh Rasulullah n dan para khalifah sepeninggal beliau, tempat pelaksanaan shalat hari raya ada­

lah di lapangan. Kecuali apabila ada udzur, seperti hujan, maka bo­

leh di masjid. Pendapat ini dikuatkan oleh mayoritas ulama.

Syaikh al-Allamah Ahmad Syakir398 v menukil pendapat ulama madzhab tentang sunnahnya shalat hari raya di lapangan. Di antara­

nya:

Dalam al-Fatawa al-Hindiyyah (1/118) dinyatakan: “Shalat hari raya ke tanah lapang adalah sunnah sekalipun masjid cukup bagi mereka. Demikianlah pendapat para ulama dan inilah pendapat yang benar.”

Dalam al-Mudawwanah (1/171) diceritakan bahwa Imam Malik v berkata: “Tidak boleh melaksanakan shalat hari raya di dua

391 Shahih. Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 2/184 dan dishahihkan al-Albani dalam Shalatul ’Idain hlm. 13.

392 Majmu’ Fatawa 23/161

393 Hukmu Tariki Shalah hlm. 11

394 As-Sailul Jarrar 1/315

395 Raudhah Nadiyyah 1/357–358

396 Subulus Salam 2/135

397 Tamamul Minnah hlm. 344 dan Shalatul ’Idain hlm. 13

398 Ta’liq Sunan Tirmidzi 2/421–424

(28)

tempat dan di masjid, tetapi hendaknya di tanah lapang sebagaimana dikerjakan oleh Nabi n dan para penduduk negeri.”

Ibnu Qudamah al-Hanbali v: “Menurut sunnah shalat hari raya adalah di lapangan. Hal ini diperintahkan oleh Ali (bin Abi Thalib) a dan dianggap baik oleh al-Auza’i, ulama Hanafiyyah, dan Ibnul Mundzir.” 399

Imam Syafi’i v berkata dalam al-Umm (1/207): “Telah sampai kabar kepada saya bahwa Nabi n keluar ke lapangan Madinah un­

tuk menunaikan shalat hari raya. Demikian pula orang-orang sete­

lahnya dan seluruh penduduk negeri, kecuali Makkah, karena saya belum mengetahui bahwa mereka shalat hari raya kecuali di masjid.

Hal ini menurut saya—Wallahu A’lam—karena Masjidil Haram ada­

lah sebaik-baik tempat di dunia … Dan apabila suatu penduduk memiliki masjid yang mencukupi mereka, maka saya berpenda­

pat agar mereka tidak keluar dari masjid, sekalipun apabila ke­

luar ke lapangan juga tidak apa-apa. Dan seandainya masjidnya tidak mencukupi mereka, maka saya membenci mereka shalat di masjid tersebut walaupun (shalatnya) tidak perlu diulang kem­

bali. Dan apabila ada udzur seperti turun hujan atau lainnya, maka saya anjurkan agar mereka shalat di masjid dan tidak pergi ke la­

pangan.”

Syaikh Ahmad Syakir v mengatakan: “Hadits-hadits shahih menunjukkan bahwa Nabi n shalat hari raya di lapangan dan dite­

ruskan oleh generasi selanjutnya. Tidak pernah mereka melaksana­

kan shalat hari raya di masjid kecuali apabila ada udzur seperti hu­

jan atau selainnya. Inilah madzhab imam empat dan ahli ilmu lain­

nya. Saya tidak mengetahui seorang ulama pun yang menyelisihi hal itu kecuali pendapat Syafi’i yang memilih shalat di masjid apabila mencukupi penduduk negeri. Kendatipun demikian, beliau membo­

lehkan shalat di lapangan walaupun masjid mencukupi mereka, bah­

kan secara tegas beliau membenci shalat hari raya di masjid apabila masjidnya tidak mencukupi penduduk negeri. Shalat di lapangan

399 Al-Mughni 2/229–230

(29)

SHALAT HARI RAYA 135 mempunyai hikmah yang sangat dalam yaitu kaum muslimin mem­

punyai dua hari dalam setahun untuk saling bertemu dengan sauda­

ra lainnya, baik pria, wanita, dan anak-anak guna bermunajat kepa­

da Allah dengan satu kata, shalat di belakang satu imam, bertakbir, bertahlil, dan berdo’a kepada Allah secara ikhlas seakan-akan mere­

ka satu hati. Mereka semua bergembira akan kenikmatan Allah se­

hingga hari raya memiliki makna yang berarti.” 400 3. Waktunya

Waktunya yaitu ketika matahari naik setinggi tombak. Afdhalnya, mempercepat shalat Idul Adha di awal waktu supaya manusia lekas melaksanakan sembelihan kurban dan mengakhirkan shalat Idul Fithri agar supaya manusia merasa longgar dalam mengeluarkan za­

kat fithr. Adapun batas akhir waktunya adalah sesudah tergelincinya matahari.401

Akan tetapi, apabila kabar datangnya hari ’id baru sampai pada­

nya ketika waktu sudah habis, maka shalat ’id ditunda besok hari­

nya berdasarkan hadits:

بِّلّا بِاح َ صْأ َ

نْمِ ل َُ ةٍمَوْمُعُ نْعَ ،سٍنَأَ ن ِ ب ْ يِْمَعُ بِْأ َ نْعَ

n

اذَإِوَ ،اوْرُطِف ْ يُ نْأَ مْهُرَمَأَفَ ،سِمْل َ ابِ ل َ ل َ

هِل ْ ا اوُأ َ

رَ مْهُنّأ َ

نَوْدُهَشْيَ

مْهُل ّ صَمُ ل َ

إِ اوْدُغ ْ يَ نْأَ اوْحُبَصَأَ

Dari Abu Umair bin Anas dari paman-pamannya yang terma­

suk sahabat Nabi n bahwasanya mereka menyaksikan hilal pada hari kemarin, maka Nabi n memerintahkan kepada mereka supaya berbuka dan di waktu paginya supaya pergi ke lapangan.402

400 Lihat pula risalah Shalatul ’Idain fil Mushalla Hiya Sunnah hlm. 37 al-Albani.

401 Lihat Zadul Ma’ad 1/442 Ibnu Qayyim, al-Mauizhah Hasanah hlm. 43–44 Shiddiq Hasan Khan, dan Minhajul Muslim hlm. 278 Abu Bakar al-Jazairi.

402 HR. Abu Dawud No. 1157, Ahmad 20061, dishahihkan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram No. 395.

(30)

4. Apakah ada shalat sebelum dan sesudahnya?

سٍابّعَ نِب ْ ا نِعَ

بِّلّا ن ّ أَ : a مْل َ n

،يِْتَعَك ْ رَ رِطْفِل ْ

ا مَوْيَ لّصَ

اهَدَعْبَ ل َ وَ اهَل َ

بْقَ لّصَيُ

Dari Ibnu Abbas d berkata: “Nabi n shalat Idul Fithri dua raka’at, beliau tidak shalat sebelum dan sesudahnya…” 403 Al-Hafizh Ibnu Hajar v berkata: “Kesimpulannya, tidak ada shalat sunnah sebelum dan sesudahnya, berbeda halnya dengan orang yang menyamakannya dengan Jum’at.” 404

Akan tetapi, ada riwayat yang zhahirnya bertentangan dengan hadits di atas:

دٍيْعِسَ بِْأ َ نْعَ

بِّلّا ن َ كَ :لَاقَ a

،ائًيْشَ دِيْعِل ْ n

ا لَبْقَ لّصَيُ ل َ

يِْتَعَك ْ

رَ لّصَ لِِنِْمَ ل َ

إِ عَجَرَ اذ َ إِفَ

Dari Abu Sa’id a berkata: “Rasulullah n tidak pernah shalat sebelum ’id, tetapi apabila pulang ke rumahnya beliau shalat dua raka’at.” 405

Cara mengkompromikan antara kedua hadits tersebut yaitu penia­

daan pada hadits pertama di atas khusus di lapangan saja, bukan di rumah sebagaimana dijelaskan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam at-Tal­

khis hlm. 144 dan disetujui al-Albani dalam Irwa'ul Ghalil 1/100.406 Demikian pula apabila shalat ’id diselenggarakan di masjid karena hujan misalnya, maka boleh seseorang shalat tahiyatul masjid.407

403 HR. Bukhari No. 989

404 Fathul Bari 2/476

405 Hasan. Riwayat Ibnu Majah No. 1293, Ahmad 3/28, 40, dan al-Hakim 1/297;

dihasankan al-Albani dalam Irwa'ul Ghalil 1/100.

406 Lihat pula Subulus Salam 2/139 ash-Shan’ani.

407 Fatawa Lajnah Da'imah 8/305

(31)

SHALAT HARI RAYA 137 5. Apakah ada adzan dan iqamat?

ةَرَمُسَ نِب ْ رِبِاجَ نْعَ

ل ِ ا لِوْسُرَ عَمَ تُيْل ّ a

صَ :ل َ اقَ

نِي ْ دَيْعِلا n

ةٍمَاقَإِ ل َ

وَ نٍاذ َ أَ يِْغَبِ يِْتَرّمَ لَوَ ،ةٍرّمَ يَْغَ

Dari Jabir bin Samurah a berkata: “Saya shalat dua hari raya bersama Rasulullah n tidak hanya sekali atau dua kali tanpa ada adzan dan iqamat.” 408

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah v berkata: “Nabi n apabila sampai ke tanah lapang, beliau memulai shalat tanpa adzan dan iqamat serta ucapan ةًعَمِاجَ ةُلَصّلا . Menurut sunnah, semua itu tidak usah dilaku­

kan.” 409 Bahkan Imam ash-Shan’ani menegaskan kebid’ahannya.410 6. Sifat shalat hari raya

Adapun sifat-sifat shalat hari raya adalah sebagai berikut:

a) Dua Raka’at

Hal ini berdasarkan riwayat Umar a:

رَمَعُ نْعَ

حَضْل َ a ا ةُل َ

صَوَ ،نِاتَعَك ْ

رَ رِف َ سّلا ةُلَصَ :لَاَق

نِاسَلِ عَ َ ،صْ ٍ ق َ يُْغَ مٌامَتَ ،نِاتَعَكْرَ رِطْفِلْا ةُلَصَوَ ،نِاتَعَكْرَ

دٍمّمَُ

n

Dari Umar a berkata: “Shalat safar itu dua raka’at, shalat dhuha itu dua raka’at, dan shalat hari raya itu dua raka’at, sempurna tanpa dikurangi menurut lisan Muhammad.” 411

408 HR. Muslim No. 887

409 Zadul Ma’ad 1/442

410 Subulus Salam 2/67

411 Shahih. Riwayat Ahmad 1/37, Nasa'i 3/183, dan al-Baihaqi 3/200.

(32)

b) Takbiratul Ihram kemudian takbir tujuh kali pada raka’at pertama dan lima kali pada raka’at kedua.

ةَشَئِعَ نْعَ

ل ِ ا ل َ s وْسُرَ نّأ َ رِطْفِلا فِ بُّك َ يُ نَكَ n

ىوَسِ اسًخ َْ ةِيَنِالّا فِوَ تٍايَْبِكْتَ عُبْسَ لَوْلْ ُ

ا فِ :حَضْل َْ

اوَ

عِوْك ُ رّلا ت َْ يَْبِكْتَ

Dari Aisyah s bahwasanya Rasulullah n bertakbir pada shalat Idul Fithri dan Idul Adha pada raka’at pertama tu­

juh takbir dan pada raka’at kedua lima kali takbir selain dua takbir rukuk.” 412

Imam al-Baghawi v berkata: “Inilah pendapat mayoritas ahli ilmu dari kalangan sahabat dan generasi setelahnya yaitu takbir tujuh kali pada raka’at pertama selain takbir iftitah dan lima tak­

bir pada raka’at kedua selain takbir berdiri sebelum membaca.

Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Bakar, Umar, Ali, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abu Said al-Khudri, dan ini juga merupakan pendapat ahli Madinah dan Zuhri, Umar bin Abdul Aziz, Malik, al-Auza’i, Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq (bin Ra­

hawaih).” 413

c) Mengangkat tangan ketika takbir

Tidak ada hadits yang jelas tentang mengangkat tangan pada sha­

lat hari raya, tetapi kami berpendapat sunnahnya mengangkat ta­

ngan ini berdasarkan keumuman hadits:

412 Shahih. Riwayat Abu Dawud No. 1150, Ibnu Majah No. 1280, Ahmad 6/70, dan al-Baihaqi 3/287; dishahihkan al-Albani dalam Irwa'ul Ghalil 3/107 No. 639.

413 Syarhus Sunnah 4/309. Lihat pula Majmu’ Fatawa 24/220–221 Ibnu Taimiyyah dan Nailul Authar hlm. 284–286 asy-Syaukani.

(33)

SHALAT HARI RAYA 139

رٍج ْ حُ نِبْ لِئِاوَ نْعَ

عَمَ هِيْدَيَ عُفَرْيَ ل ِ ا ل َ وْسُرَ تُيْأ َ a رَ :ل َ اقَ

يِْبِك ْ لّا

Dari Wa'il bin Hujr a berkata: “Saya melihat Rasulullah n mengangkat tangannya bersamaan dengan takbir.” 414 Ibnul Qayyim v berkata: “Dan adalah Ibnu Umar d—salah seorang sahabat yang sangat bersemangat mengikuti sunnah—

mengangkat tangannya pada setiap takbir.” 415

Imam Ahmad bin Hanbal v berkata: “Saya berpendapat bahwa hadits ini meliputi juga takbir pada shalat hari raya.” 416

Ibnu Qudamah v menguatkan pendapat ini seraya mengata­

kan: “Inilah pendapat Atha', al-Auza’i, Abu Hanifah, dan Syafi’i.” 417

Al-Firyabi meriwayatkan dalam Ahkamul ’Idain (2/136) de­

ngan sanad shahih dari Walid bin Muslim, dia berkata: “Saya ber­

tanya kepada Imam Malik bin Anas tentangnya (mengangkat ta­

ngan pada takbir tambahan), maka beliau menjawab: ‘Ya, angkat­

lah tanganmu pada setiap takbir dan saya tidak mendengar ten­

tangnya.’” 

Pendapat mengangkat tangan ini juga dipilih oleh Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz v dan para ulama la­

innya.418

d) Membaca do’a di sela-sela takbir

Tidak ada penukilan dari Nabi n tentang bacaan di sela-sela tak­

bir. Akan tetapi, telah shahih dari Ibnu Mas’ud a bahwa baca­

annya adalah pujian kepada Allah dan shalawat kepada Nabi n

414 Hasan. Riwayat Ahmad 4/316 dan dihasankan al-Albani dalam Irwa'ul Ghalil No. 641.

415 Zadul Ma’ad 1/443

416 Al-Mughni 3/273

417 Al-Mughni 3/272

418 Lihat Fatawa Lajnah Da'imah 8/32.

(34)

serta do’a, dan ini dibenarkan oleh Sahabat Hudzaifah dan Abu Musa al-Asy’ari d.419

Al-Baihaqi v berkata setelah meriwayatkan atsar ini (3/291):

“Ucapan Abdullah bin Mas’ud ini hanya terhenti padanya, dan kami mengikutinya tentang dzikir antara dua takbir, sebab tidak ada pengingkaran dari sahabat lainnya…” Inilah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dan Syafi’i serta dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.420

Perhatian.

Point c) dan d) merupakan masalah khilafiyyah (perselisihan) di kalangan ulama. Maka hendaknya seorang penuntut ilmu menyikapi perselisihan mereka dengan lapang dada dan penuh adab tanpa harus saling menghujat dan men­

cela sehingga menyulut api permusuhan dan memutus tali persahabatan.421

Semoga Allah merahmati Imam Yunus as-Sadafi tatkala mengatakan: “Tidak pernah saya melihat orang yang lebih cer­

dik daripada Syafi’i. Saya pernah berdialog dengannya tentang suatu permasalahan kemudian kami berpisah. Tatkala dia ber­

jumpa denganku, dia mengambil tanganku seraya berucap:

‘Wahai Abu Musa! Apakah kita tidak bisa untuk selalu ber­

sahabat walaupun kita tidak bersepakat dalam suatu masa­

lah?!’ ”   422

419 Shahih. Riwayat ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabir 3/37, al-Baihaqi 3/291, al-Mahamili dalam Ahkamul ’Idain 2/121; dishahihkan al-Albani dalam Irwa'ul Ghalil No. 642.

420 Lihat al-Mughni 3/274, Majmu’ Fatawa 219–230, dan Fatawa Lajnah Da'imah 8/32.

421 Lihat Kitab al-Ilmu hlm. 30–33 Ibnu Utsaimin.

422 Siyar A’lam Nubala' 10/16 adz-Dzahabi

(35)

SHALAT HARI RAYA 141 e) Membaca al-Fatihah dan surat

Apabila telah selesai takbir, selanjutnya hendaknya membaca Su­

rat al-Fatihah secara keras dan membaca Surat Qaf pada raka’at pertama dan al-Qamar pada raka’at kedua.423

Sunnah juga apabila membaca Surat al-A’la dan al-Ghasyi­

yah.424 Ibnul Qayyim v mengatakan: “Telah shahih dari Nabi n kedua bacaan tersebut dan tidak shahih selain dua bacaan ter­

sebut.” 425

f) Gerakan lainnya seperti sifat shalat biasa lainnya, tidak ada perbedaan.426

7. Ketinggalan shalat hari raya

Orang yang ketinggalan shalat hari raya secara jama’ah hendaknya shalat dua raka’at. Imam Bukhari v membuat bab dalam Shahih- nya “Bab apabila seorang ketinggalan shalat ’id maka shalat dua ra­

ka’at”. Berkata Atha': “Apabila ketinggalan shalat ’id maka shalat dua raka’at.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar v menjelaskan: “Dalam judul bab ini terda­

pat dua hukum:

• Disyari’atkannya shalat ’id bagi orang yang ketinggalan secara jama’ah, baik karena urusan dharuri ataukah tidak.

• Menggantinya sebanyak dua raka’at.” 427

Imam Malik v berkata: “Setiap orang yang shalat ’id sendirian, baik laki-laki maupun perempuan, menurut saya dia takbir tujuh kali pada raka’at pertama sebelum membaca dan lima kali pada ra­

ka’at kedua sebelum membaca.” 428

423 HR. Muslim No. 891

424 HR. Muslim No. 878

425 Zadul Ma’ad 1/443

426 Baca Shifat Shalat Nabi dan Ashlu Shifat Shalat Nabi karya Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani.

427 Fathul Bari 2/550

428 Al-Muwatha' No. 592

(36)

8. Takbir hukumnya sunnah

Apabila seorang meninggalkannya baik secara sengaja maupun lupa, maka tidak membatalkan shalat tanpa ada perselisihan pendapat di kalangan ulama sekalipun tidak ragu lagi bahwa orang yang mening­

galkannya jelas menyelisihi sunnah.429

E. Khotbah Hari Raya

Setelah shalat selesai, hendaknya ada khotbah berdasarkan hadits:

سٍابَعَ نِب ْ ا نَعَ

ل ِ ا لِوْسُرَ عَمَ دَيْعِل ْ a

ا تُدْهِش َ :لَاقَ

بِْأ َ n وَ

ةِبَطْل ُْ ا لَبْقَ نَوْلّصَيُ اوْنُكَ مْهُكُّفَ ،نَامَثْعُوَ رَمَعُوَ ر ٍ ك ْ بَ

Dari Ibnu Abbas d berkata: “Saya menyaksikan ’id bersama Rasulullah n, Abu Bakar, Umar, dan Utsman f. Mereka se­

mua shalat lebih dulu sebelum khotbah.” 430

Inilah sunnah yang dipraktikkan oleh para sahabat dan para ulama salaf hingga sekarang. Dan diceritakan bahwa orang yang pertama kali mendahulukan khotbah sebelum shalat adalah Marwan bin Ha­

kam.431

Dan hendaknya para khatib menggunakan kesempatan emas ini untuk membimbing umat dan menjelaskan pada mereka tentang pokok-pokok agama dan ketakwaan, lebih utamanya adalah masalah tauhid dan syirik. Dan janganlah membicarakan masalah-masalah yang tidak ada gunanya seperti politik ala kuffar, mengkritik peme­

rintah, filsafat, tasawuf, dan sebagainya.

Khotbah ’id itu hanya sekali, bukan dua kali seperti khotbah Jum’at. Adapun hadits mengenai khotbah ’id dua kali derajatnya dha’if jiddan (lemah sekali).432

429 Lihat al-Mughni 2/244 Ibnu Qudamah.

430 HR. Bukhari No. 962, Muslim No. 884

431 Lihat Sunan Tirmidzi 2/411.

(37)

BILA HARI RAYA BERTEPATAN DENGAN HARI JUM’AT 143

F. Bila Hari Raya Bertepatan Dengan Hari Jum’at

1. Tidak wajib shalat Jum’at

Apabila hari raya bertepatan dengan hari Jum’at maka bagi orang yang melaksanakan shalat ’id tidak wajib shalat Jum’at. Namun, hendaknya imam mengadakan shalat Jum’at supaya orang yang ingin shalat Jum’at dan yang belum shalat ’id ikut serta shalat bersa­

manya. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah a:

ةِعَمُل ُْ ا ن ِ ع َ هُأ َ زَجْأ َ

ءَاشَ نْمَفَ ،نِادَيْعِ اذ َ هٰ مْكُمِوْيَ فِْ عَمَتَجْا دِقَ

نَوْعُمّمُ َ انّإِوَ

“Pada hari ini telah berkumpul dua hari raya pada kalian, maka barang siapa ingin, sesungguhnya tidak wajib Jum’at ba­

ginya, tetapi kami melaksanakannya.” 433

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah v berkata: “Inilah pendapat terku­

at yang dinukil dari Nabi n dan para sahabatnya seperti Umar, Uts­

man, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, dan sebagainya. Dan tidak ada pengingkaran dari sahabat lainnya.” 434

Adapun bagi yang tidak melaksanakan shalat hari raya, maka dia berkewajiban melaksanakan shalat Jum’at.

2. Bagi yang tidak shalat Jum’at karena telah shalat ’id) tetap wajib shalat zhuhur

Masalah ini diperselisihkan oleh para ulama. Mayoritas ulama ber­

pendapat bahwa orang yang tidak shalat Jum’at tetap wajib menger­

jakan shalat zhuhur. Sedangkan sebagian ulama seperti asy-Syaukani

432 Sebagaimana dijelaskan oleh asy-Syaukani dalam Nailul Authar 3/291 dan al- Albani dalam Tamamul Minnah hlm. 348.

433 HR. Abu Dawud 1075, Ibnu Majah No. 1371, dishahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud.

434 Majmu’ Fatawa 24/211

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tunjangan Khusus Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Papua, yang selanjutnya disebut dengan TKPKD Provinsi Papua adalah tunjangan yang diberikan sebagai insentif

Hasil dari identifikasi tersebut, diperoleh penjadwalan pekerja housekeeping pada hotel non bintang di Daerah Istimewa Yogyakarta masih terdapat beberapa kelemahan yaitu

Proses pembelajaran matematika di kelas merupakan salah satu penentu keberhasilan peserta didik. Guru dituntut untuk memberikan inovasi baru dalam proses belajar

Penyusunan skripsi ini sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Hal ini membuktikan bahwa hasil penelitian yang dilakukan peneliti dapat membuktikan hipotesis yaitu melalui bermain kartu bilangan dapat meningkatkan kecerdasan logika

Pengajar dalam mengetahui kemampuan berpikir kreatif peserta didik pada pembelajaran fisika merasa kesulitan, hal ini menjadi isu yang menarik bagi

penulis untuk mengangkat ide tersebut untuk dijadikan perancangan desain dalam tugas akhir.. Harapan penulis terhadap tugas akhir ini yaitu dapat memperluas pengetahuan

Pada gambar kedua adalah perubahan desain opening terdapat gambar yang identik dengan bola basket seperti bola basket, papan ring basket dan sepatu basket, terdapat juga