• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menunjukkan bahwa analisis biaya Dalam stuktur biaya produksi dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menunjukkan bahwa analisis biaya Dalam stuktur biaya produksi dapat"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu

Mardani et al (2017) Melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Analisis Usahatani Tanaman Pangan Jagung di Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen” Hasil menunjukkan bahwa analisis biaya Dalam stuktur biaya produksi dapat dikatagorikan dalam biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak berubah ketika kuantitas output berubah. Biaya variable adalah biaya yang besar kecilnya mempengaruhi kuantitas produksi.

Berdasarkan hasil kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan di Kecamatan Juli dalam usahatani jagung dapat disimpulkan bahwa Usahatani jagung di Kecamatan Juli layak diusahakan karena total penerima an petani jagung di daerah penelitian sebesar Rp.6.339.679,- per Ha dan total biaya sebesar Rp.4.654.321,- per Ha. Sehingga diperoleh total pendapatan sebesar Rp.34.983.351,- per Ha.

Azwar et al (2019) menganilisis Efisiensi Usahatani Padi Sawah Lahan Rawa di Kabupaten Ciamis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Rata-rata hasil produksi padi yang diperoleh di Kecamatan Lakbok sebanyak 3.600 kg/ha GKG. Sedangkan total pendapatan untuk petani di Kecamatan Lakbok sebesar Rp 7.197.137,37 per hektar per musim tanam dengan RC rasio 1,80 per musim tanam.

2) Besar determinasi (R2) adalah sebesar 0,913. Hal ini dapat diartikan bahwa variabel independen (luas lahan, benih, pupuk, pestisida, fungisida, insektisida dan tenaga kerja) dapat menjelaskan variabel dependen (produksi padi) sebesar 91,1

(2)

persen, sedangkan sisanya diterangkan oleh faktor lain di luar model yang diturunkan. Sedangkan nilai koefisien determinasi diperoleh nilai sebesar 0,958 artinya keeratan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen sebesar 95,8 persen. 3) Luas lahan, fungisida, insektisida dan tenaga kerja lebih besar dari satu, artinya kombinasi penggunaan faktor produksi yang berupa luas lahan, fungisida, insektisida dan tenaga kerja pada usahatani padi sawah belum mencapai efisiensi ekonomi. Sedangkan nilai efisiensi ekonomi untuk faktor produksi benih dan pestisida menunjukkan angka negatif, artinya penggunaan faktor produksi tersebut pada usahatani padi sudah terlalu banyak dan akan mengurangi tingkat pendapatan yang diperoleh.

Tahir et al. (2010) melakukan sebuah penelitia dengan judul “Analsis Efisiensi Produksi Sistem Usahatani Kedelai di Sulawesi Selatan” Hasil analisis fungsi produksi menunjukkan bahwa secara teknis faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi kedelai adalah tingkat pengalaman petani, jumlah angkatan kerja dalam keluarga, jumlah pupuk urea, jumlah pupuk KCl, jumlah pupuk organik, dummy status kepemilikan lahan sistem bagi hasil, dummy varietas kedelai (varietas unggul), dummy jarak tanam (40 x 15 cm dan 40 x 10 cm), dan dummy tipe lahan. Ketiga input produksi (pupuk) tersebut masih bisa dinaikkan jumlahnya untuk meningkatkan produksi. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap peningkatan TER (Technical Efficiency Rating) pada usahatani kedelai adalah luas lahan garapan petani, umur petani, tingkat pendidikan petani, dan tingkat pengalaman petani. Oleh karena itu, pencapaian efisiensi masih

(3)

dimungkinkan dengan mengurangi penggunaan tenaga kerja upahan (luar keluarga) untuk menambah pendapatan, serta mengurangi penggunaan benih kedelai, tenaga kerja upahan, dan luas lahan garapan untuk meningkatkan keuntungan usahatani kedelai.

Deviani et al. (2019) menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi produksi usahatani buncis di gabungan kelompok tani lembang agri kabupaten bandung barat. Cikidang merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Luas wilayah Desa Cikidang yaitu 532,861 Ha dan 113 Ha diantaranya digunakan sebagai lahan pertanian. Wilayah Desa Cikidang terdiri 4 dusun yaitu Kampung Pengkolan, Kampung Cireyod, Kampung Cikareumbi dan Kampung Sadang. Desa Cikidang terdiri dari 11 RW dan 48 RT.Berdasarkan keadaan topografinya, Desa Cikidang merupakan wilayah Desa Cikidang berada pada 1.312 -2.084 m dpl dengan keadaan curah hujan rata-rata 20 mm/ serta suhu rata-rata antara 14oC – 25oC dengan kelembaban udara rata-rata 74-82% per tahun. Hal Tersebut sesuai dengan syarat tumbuh tanaman buncis menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura bahwa tanaman buncis dapat tumbuh optimum pada suhu 20-25oC di ketinggian 1000-1500 m dpl, sehingga Desa Cikidang sangat cocok dijadikan wilayah pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani buncis adalah modal, pestisida dan benih di Gabungan Kelompok Tani Lembang Agri.

(4)

Sari et al. (2017) dampak erupsi Gunung Api Raung Terhadap Usahatani Tembakau Na-ooggst di Desa Ampel Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember.

Pada tahun 2015 terjadi Erupsi Gunung Api Raung yang menyebabkan berbagai macam kerusakan pada komoditas perkebunan termasuk tembakau. Abu vulkanik dari erupsi tersebut mengandung unsur silika yang menempel pada daun tembakau menyebabkan produksi dan kualitas tembakau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) produksi dan kualitas tembakau Na-Oogst Sebelum dan sesudah erupsi Gunung Api Raung di Desa Ampel Kecamatan Wuluhan; (2) pendapatan petani sebelum dan sesudah erupsi Gunung Api Raung di Desa Ampel Kecamatan Wuluhan. Penentuan daerah penelitian menggunakan purposive method. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan komparatif.

Metode pengambilan sampel menggunakan disproportionate stratified random samplingdengan responden sebanyak41 petani. Penelitian ini menggunakan data

primer dan sekunder. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif, analisis pendapatan, analisis uji beda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) produksi tembakau Na-Oogst sebelum dan sesudah terjadinya erupsi tidak berubah secara signifikan. Sedangkan kualitas tembakau sebelum dan sesudah erupsi mengalami perubahan. (2) terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan usahatani tembakau sebelum dan sesudah terjadinya erupsi.

Imaniyah et al., (2020) Melakukan sebuah peneltian dengan judul “ Dampak erupsi Gunung Kelud 2014 Terhadap Petani Pemilik Lahan Pada Pemilihan Pekerjaan dan Usahatani. Penelitian dilakukan dengan wawancara terpandu dengan

(5)

mengajukan 14 pertanyaan kepada petani pemilik lahan di Desa Pandansari, Kabupaten Malang dan Desa Kebonrejo, Kabupaten Kediri. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa hanya 7 dari 14 faktor yang berpengaruh sangat kuat. Faktor- faktor tersebut adalah pengalaman melakukan usaha lain, curahan waktu kerja, lama waktu menganggur, jumlah pendapatan, akses bantuan modl, ketersediaan air untuk irigasi dan pelatihan yang diberikan oleh pemerintah. Kemudian 7 faktor tersebut dianalisis dengan metode regresi logistik yang menyimpulkan bahwa faktor yang paling berpengaruh adalah pengalaman, curahan waktu kerja, pendapatan dan akses bantuan.

Sinaga et al. (2019) melakukan sebuah penelitian dengan judul “Dampak rupsi Gunung Sinabung Terhadap Produksi dan Harga Cabai Merah (Capsicum annum L) (Desa: Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kab. Karo). Hasil menunjukkan bahwa 1. Terdapat perbedaan yang nyata produksi cabai merah di daerah penelitian sebelum dan sesudah erupsi gunung Sinabung. Produksi usahatani cabai merah sebelum erupsi gunung Sinabung, sebanyak 1.932 kg per petani lebih tinggi dibanding setelah erupsi Gunung Sinabung sebaynak 1.342 kg per petani, dengan selisih 590 kg per petani. 2. Terdapat perbedaan yang tidak nyata harga produksi cabai merah di daerah penelitian sebelum dan sesudah erupsi gunung Sinabung. Harga jual produksi usahatani cabai merah sebelum erupsi gunung Sinabung sebanyak Rp12.581 per kg lebih rendah dibanding setelah erupsi Gunung Sinabung sebesar Rp 14.819 per kg, dengan selisih Rp 2.237 per kg. 3. Pendapatan usahatani cabai sebelum dan sesudah erupsi gunung Sinabung tergolong

(6)

rendah,karena lebih rendah dari UMK. Pendapatan usahatani cabai merah per bulan sebesar Rp 2.051.267per bulan, sedangkan UMK Kabupaten Karo untuk tahun 2018 adalah sebesar Rp2.619.234,41.

Supartama et al. (2013) melakukan sebuah penelitian dengan judul “Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Padi Sawah di Subak Baturiti Desa Balinggi Kecamatan Balinggi Kabapaten Parigi Moutong” Hasil analisis menujukkan rata- rata produksi padi sawah sebesar 6.005,75 kg GKP dan rata-rata penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp 18.017.250,00 per unit usahatani (1,3 ha)/MT atau Rp 14.242.885,38/ha/MT sedangkan totol biaya yang dikeluarkan petani responden rata-rata Rp 12.692.780,18 per unit usahatani (1,3 ha)/MT, atau Rp 10.033.818,32/ha/MT dan pendapatan usahatani padi sawah di Subak Baturiti Desa Balinggi Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong Rp. 5.324.469,83 per unit usahatani (1,3 ha) atau Rp 4.209.067,06 ha/MT dengan nilai R/C = 1,42 menujukkan bahwa R/C >1, usahatani menguntungkan (tambahan manfaat atau penerimaan lebih besar dari tambahan biaya). Subak Baturiti merupakan organisasi petani pemakai air, dan menjalankan konsep Tri Hita Karana yang memiliki hubungan timbal balik, antara manusia dengan tuhan, manusia dengan lingkungan dan manusis dengan manusia, maka kegiatan usahatani berjalan dengan baik dan harmonis.

Kamisi, (2013) melakukan sebuah penelitian dengan judul “Analisis Usahatani Bayam (Studi Kasus di Kelurahan Sasa Kecamatan Ternate Selatan Kota Ternate). Hasil analisis menunjukkan biaya total sekali produksi usahatani tanaman

(7)

bayam yaitu sebesar Rp. 16.405.000,- yang terdiri dari biaya variabel sebesar Rp.

6.040.000,- dan biaya tetap sebesar Rp. 10.365.000,-. Penerimaan dari masing- masing jenis bayam dalam sekali produksi, antara lain: Bayam merah sebesar Rp.

18.000.000,- dan bayam hijau sebesar Rp. 22.500.000,-. Jadi penerimaan total dari produksi bayam secara keseluruhan adalah sebesar Rp. 40.500.000,-. Pendapatan total dari usahatani tanaman bayam dalam sekali produksi yaitu sebesar Rp.

24.095.000,-. Nilai R/C rasio usahatani tanaman bayam sebesar 2,4687. Ini menunjukkan usahatani tersebut efisien dan menguntungkan sehingga layak dikembangkan. Nilai Break Even Poin (BEP) penerimaan, produksi, dan harga lebih kecil dari total penerimaan, produksi, dan harga. Dengan demikian usahatani tanaman bayam dapat menguntungkan dan layak dikembangkan.

Saputro et al. (2013) metode dasar yang digunakan dalam penelitiannya dengan metode analisis deskriptif. Pengambilan sampel dengan purposive sampling, yaitu di Kecamatan Minggir. Petani sampel ditentukan dengan metode acak sistematis dan diambil 30 sampel. Data dianalisis dengan (1) analisis pendapatan, (2) regresi linier berganda, (3) fungsi Cobb-Douglas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata per hektar petani cabai merah sebesar Rp 80.098.297,00. Faktor produksi luas lahan, bibit, pupuk Phonska, pupuk kandang, tenaga kerja, dan pestisida berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen sedangkan pupuk urea tidak berpengaruh nyata. Efisiensi penggunaan faktor produksi usaha tani cabai merah yang tidak efisien antara lain luas lahan, bibit, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk kandang, tenaga kerja, dan pestisida.

(8)

Nainggolan et al. (2019) berdasarkan dari hasil penelitian disimpulkan; a) erupsi menyebabkan memburukya fasilitas umum meliputi; akses terhadap air bersih, akses energi listrik, layanan kesehatan serta pelayanan rumah ibadah, anak- anak petani terkendala dalam melanjutkan pendidikan. b) petani mengalami keterbatasan dalam mengakses pinjaman untuk pembiayaan usahatani, c) mobilitas pengungsi yang tinggi mengakibatkan menurunnya penawaran tenaga kerja, d) erupsi menyebabkan terjadinya peningkatan rata-rata biaya produksi per petani;

usahatani wortel naik 23,01%, usahatani cabai naik 63,60% dan tomat naik 79,86%, e) erupsi mengakibatkan penurunan rata-rata pendapatan per petani; usahatani kol turun 18,34%, usahatani tomat turun 36,31% dan usahatani cabai turun 44,21%.

Berdasarkan penelitian disarankan; a) pemerintah harus membantu petani dalam penyediaan; bibit unggul bersertifikat, pupuk subsidi, bantuan modal usahatani dan sarana produksi, b) pemerintah harus melakukan pelatihan dan penyuluhan untuk mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor produksi usahatani, c) pemerintah harus melakukan perbaikan fasilitas-fasilitas umum yang mendukung kegiatan usahatani seperti; saluran irigasi, jalan-jalan kesentra usahatani yang telah rusak, d) pemerintah harus melakukan perbaikan atas fasilitas sosial yang mengalami kerusakan seperti; sarana dan prasarana sekolah dan rumah ibadah.

Farikin et al. (2016) melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Analisis Usahatani Kedelai Varietas Grobogan di Desa Pandanharum Kabupaten Grobogan”

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Pendapatan bersih Rp. 7.592.065,-/ha; 2) RC ratio = 1,73, BEP(Rp)= Rp.4.011,-/kg (riil Rp. 6.940,-/kg ), (4) BEP(Q)= 1.495

(9)

kg (riil 2.586 kg), dan ROI = 73,26%; 3)Persamaan regresi linier Ŷ=144.165 +7,095X1 **) -0,935X2+4,8653X3 *)+1,851X4(Adjusted RSquare= 0,997).Ada pengaruh yang sangat nyata secara simultan biaya sarana produksi dan tenaga kerja terhadap pendapatan usahatani kedelai. Secara parsial biaya benih (X1) berpengaruh sangat nyata dan pestisida(X3) berpengaruh nyata terhadap pendapatan.

Normansyah et al. (2014) melakukan sebuah penelitia dengan judul

“Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran di Kelompok Tani Jaya, Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor” Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan usahatani dari kelompok tani jaya desa ciaruteum ilir sebesar Rp. 3.649.993/Ha/tahun/petani dan usahatani sayuran ini dinilai layak untuk dijalankan dan berprospek bagus untuk dikembangkan. Saran yang bisa diajukan setelah dilakukan penelitian ini adalah: 1) Data hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani sayuran di kelompok tani jaya ini sangat menguntungkan dan efektif, hal tersebut juga menunjukkan bahwa usahatani sayuran ini mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan dengan cara penambahan luas area tanam. Dengan bertambahnya luas areal serta pengelolaan yang bagus akan meningkatkan produksi dan diikuti dengan bertambahnya pendapatan petani. 2) Disarankan ada pelatihan manajemen yang baik terhadap para anggota kelompok tani. Baik itu pelatihan mengenai teknis usahatani maupun non teknis seperti pelatihan menganalisis usahatani dengan baik. Hasil analisis ini bisa

(10)

dimanfaatkan untuk pengembangan usahatani terutama untuk mendapatkan pembiayaan dari lembaga peminjam modal.

Wijayanto et al. (2020) melakukan sebuah penelitian dengan judul

“Evaluasi Kebijakan Bencana Alam (Studi Pengaruh Kegiatan Penambangan Pasir Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Lumajang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan menggunakan metode analisa statistik deskriptif, Subjek penelitian ini adalah masyarakat sekitar tambang dan pekerja tambang. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui kuesioner dan observasi yang diberikan kepada masyarakat yang ditentukan dengan menggunakan teknik cluster sampling dengan teknik sampel acak. Berdasarkan analisis data yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa kegiatan Penambangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kondisi sosial, kegiatan Penambangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kondisi ekonomi. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan penambangan di kabupaten lumajang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kondisi sosial dan ekonomi.

2.2 Padi (Oryza sativa L.)

Tanaman padi merupakan salah satu tanaman pangan pentig yang dijadikan makanan pokok oleh setengah penduduk dunia karena mengandung nutrisi yang sangat diperlukan oleh tubuh. Menurut Poedjiadi (dalam Pratiwi, 2016), kandungan karbohidrat padi giling sebesar 78,9%, protein 6,8%, lemak 0,7% dan lain-lain 0,6%. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang besar

(11)

sehingga tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan pangan kususnya tanaman pangan padi. Noer et al. (2018) berpendapat bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan penduduk kebutuhan beras akan semakin meningkat.

Dalam hal ini, untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan beras tersebut maka produksi padi harus ditingkatkan dengan laju yang tinggi agar kebutuhan beras dapat dipenuhi.

Dalam meningkatkan produksi tanaman padi terdapat berbagai kendala yang disebabkan adanya perubahan dan perkembangan lingkungan yang strategis di luar sektor pertanian. Cara yang efektif dan efisien untuk meningkatkan produksi padi secara berkelanjutan yaitu dengan meningatkan produktivitas melalui ketepatan komponen teknologi dengan memperhatikan kondisi biotik serta pengelolahan lahan yang optimal (Makarim dan Las dalam Pratiwi, 2016). Pada umummnya tanaman padi di Indonesia para petani menggunakan metode tanam pindah (konvensional) pada kegiatan usahataninya. Penggunaan metode tanam yang tepat untuk meningkatkan produksi padi perlu pemberian bahan organik pada tanah yang ditanami padi. Selain itu, padi membutuhkan persedian unsur hara yang cukup untuk pross pertumbuhannya supaya memperoleh hasil yang maksimal.

2.3 Usahatani

Menurut Zaman Nur (2020) sebagai ilmu pengetahuan usahatani adalah ilmu mengkaji tentang bagaimana metode yang di gunakan oleh petani dalam menggunakan factor-factor produksi pertanian sepeti managemen, lahan,

(12)

tekhnologi, pupuk, modal tenaga kerja, benih dan obat pembasmi penyakit dan hama tanaman dengan efektif, efisien dari keberlanjutan serta mengelola sumberdaya, sehingga usahata tersebut dapat memberikan manfaat dan keuntungan semaksimal mungkin pada saat tertentu. Usahatani dapat dikatakan efektif apabila dapat mengelola sumber daya alam yang tersedia dengan semaksimal mungkin, serta dikatakan efisien apabila petani memanfaatkan sumber daya alam tersebut agar mampu mndapatkan hasil yang lebih banyak. Sedikit banyaknya produksi yang diperoleh sangat bergantung dari factor-factor produksi. Produksi dikenal sebagai hasil atau output yang diperleh oleh petani dalam mengelola usahataninya. Fungsi produksi atau factor relationship merupakan hubungan antara factor produksi (imput) dan produksi (output).

Sebaliknya menurut Mosher (Dalam shinta, 2011). Menjelaskan bahwa Usahatani merupakan pertanian rakyat dari perkataan farm dalam bahasa Inggris.

Dr. Mosher memberikan definisi farm sebagai suatu tempat atau sebagian dari permukaan bumi di mana pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji. Atau usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat pada tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan- perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan sebagainya.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang mempelajari atau membahas bagaimana cara menggunakan

(13)

sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar dapat diperoleh hasil yang maksimal. Sumber daya terebut adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen

.

Gambaran usahatani di Indonesia dikategorikan sebagai usahatani kecil karena mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat.

b. Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah.

c. Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten.

d. Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan lainnya.

Usahatani tersebut masih dilakukan oleh petani kecil, maka telah disepakati batasan petani kecil (Soekartawi, 1986) Pada seminar petani kecil di Jakarta pada tahun 1979, menetapkan bahwa petani kecil didefinisikan sebagai berikut :

a. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg beras per kapita per tahun.

b. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 ha lahan sawah untuk di Pulau Jawa atau 0,5 ha di luar Pulau Jawa. Bila petani tersebut juga memiliki lahan tegal maka luasnya 0,5 ha di Pulau Jawa dan 1,0 ha di luar Pulau Jawa.

c. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas.

(14)

d. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamis. Dari segi otonomi, ciri yang sangat penting pada petani kecil adalah terbatasnya sumberdaya dasar tempat petani tersebut berusahatani. Pada umumnya mereka hanya menguasai sebidang lahan kecil, disertai dengan ketidakpastian dalam pengelolaannya. Lahannya sering tidak subur dan terpencar-pencar dalam beberapa petak. Mereka sering terjerat hutang dan tidak terjangkau oleh lembaga kredit dan sarana produksi. Bersamaan dengan itu, mereka menghadapi pasar dan harga yang tidak stabil, mereka tidak cukup informasi dan modal.

Walaupun petani-petani kecil mempunyai ciri yang sama yaitu memiliki sumberdaya terbatas dan pendapatan yang rendah, namun cara kerjanya tidak sama.

Karena itu petani kecil tidak dapat dipandang sebagai kelompok yang serba sama, walaupun mereka berada di suatu wilayah kecil. Jelas bahwa hal ini diperlukan penelitian-penelitian mengenai usahatani di bebagai daerah dengan berbagai karakteristik petani, iklim, sosial, budaya yang berbeda, sehingga diperoleh perumusan masalah yang dapat digunakan untuk merumuskan suatu kebijakan.

Dengan melihat ciri-ciri petani kecil di atas, mempelajari usahatani merupakan salah satu cara untuk melihat, menafsirkan, menganalisa, memikirkan dan berbuat sesuatu (penyuluhan, penelitian, kunjungan, kebijakan dll) untuk keluarga tani dan penduduk desa yang lain sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarganya. Kesulitan utama dalam menganalisis perekonomian rumah tangga tani di negara berkembang seperti Indonesia karena,

(15)

Sifat dwifungsinya : produksi dan konsumsi yang kadang tidak terpisahkan, serta kuatnya peranan desa osebagai unit organisasi sosial dan perekonomian.

Klasifikasi usahatani terbentuk karena adanya perbedaan beberapa factor dalam kegiatan pertanian, pertama yaitu factor fisik yang terletak geografi dan topografi suatu lahan, kodisi iklim dan jenis tanah yang dapat menyebabkan perbedaan tanaman yang dapat di tanam oleh petani. Kedua factor ekonomis yang terdiri dari biaya, modal yang dimiliki petani, penawaran pasar, permintaan pasar dan risiko yang dihadapi. Sehingga fakotr ekonomis tersebut memberikan Batasan kepada petani dlaam melakukan usahatani. Yang ketiga yaitu factor lainnya yang terdiri dari kondisi sosial, hama dan penyakit tanaman dna lain lain yang juga dapat menghambat kegiatan usahatani yang dilakukan oleh para petani.

Menurut (shinta, 2011) klasifikasi usahatani terdiri atas beberapa bagaian diantaranya sebagai berikut: Pola usahatani, tipe usahatani, struktur usahatani, corak usahatani, dan bentuk usahatani.

2.4.1 Pola usahatani

Terdapat dua macam pola usahatani, yaitu lahan basah atau sawah lahan kering. Ada beberapa sawah yang irigasinya dipengaruhi oleh sifat pengairannya, yaitu:

1. Sawah dengan pengairan teknis.

2. Sawah dengan pengairan setengah teknis.

3. Sawah dengan pengairan sederhana.

(16)

4. Sawah dengan pengairan tadah hujan.

5. Sawah pasang surut, umumnya di muara sungai.

2.4.2 Tipe usahatani

Tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan pada macam dan cara penyusunan tanaman yang diusahakan.

a. Macam tipe usahatani;

1. Usahatani padi.

2. Usahatani palawija (serealia, umbi-umbian, jagung).

b. Pola tanam:

1. Usahatani Monokultur satu jenis tanaman sayuran yang ditanam pada suatu lahan. Pola ini tidak memperkenankan adanya jenis tanaman lain pada lahan yang sama. Jadi bila menanam cabai, hanya cabai saja yang ditanam di lahan tersebut. Pola tanam monokultur banyak dilakukan petani sayuran yang memiliki lahan khusus. Jarang yang melakukannya di lahan yang sempit. Pola tanam ini memang sudah sangat mengacu ke arah komersialisasi tanaman.

Jadi perawatan tanaman pada lahan diperhatikan dengan sungguh-sungguh (Nazaruddin, 1994) Penataan tanaman secara tunggal (monokultur), di atas tanah tertentu dan dalam waktu tertentu (sepanjang umur tanaman) hanya ditanami satu jenis tanaman. Setelah dilakukan pemanenan atas tanaman itu, maka tanah yang bersangkutan itu kemudian ditanami lagi dengan jenis tanaman yang sama dan atau dengan jenis-jenis tanaman lain. Atau dengan

(17)

kata lain : di atas tanah itu dilakukan penataan pertanaman secara bergiliran urutan/rotasi (Tohir, 1983). Menurut Makeham dan Malcolm, 1990, monokultur adalah mengusahakan tanaman tunggal pada suatu waktu di atas sebidang lahan. Definisi lain adalah “Penanaman berulang-ulang untuk tanaman yang sama pada lahan yang sama”

2. Usahatani Campuran/tumpangsari pola tanam tumpangsari merupakan penanaman campuran dari dua atau lebih jenis sayuran dalam suatu luasan lahan. Jenis sayuran yang digabung bisa banyak variasinya. Pola tanam ini sebagai upaya memanfaatkan lahan semaksimal mungkin.Tumpangsari juga dapat dilakukan di ladang-ladang padi atau jagung, maupun pematang sawah.

Pola tanam tumpangsari bisa diterapkan untuk tanaman semusim yang umurnya tidak jauh berbeda dengan tanaman berumur panjang yang nantinya menjadi tanaman pokok (Nazarudin, 1994). Pola tanam tumpangsari akan berhasil guna dan berdaya guna apabila beberapa prinsip tidak ditinggalkan.

Menurut Suryanto (1990) dan Tono (1991) bahwa prinsip tumpangsari lebih banyak menyangkut tanaman diantaranya :

a. Tanaman yang ditanam secara tumpangsari, dua tanaman atau lebih mempunyai umur yang tidak sama.

b. Apabila tanaman yang ditumpangsarikan mempunyai umur yang hampir sama, sebaiknya fase pertumbuhannya berbeda. Terdapat perbedaan kebutuhan terhadap air, cahaya dan unsur hara.

(18)

c. Tanaman mempunyai perbedaan perakaran. Pola tanam tumpangsari memberikan berbagai keuntungan, baik ditinjau dari aspek ekonomis, maupun lingkungan agronomis. Menurut Santoso (1990), beberapa keuntungan dari tumpangsari adalah sebagai berikut:

(1) Mengurangi resiko kerugian yang disebabkan fluktuasi harga pertanian.

(2) Menekan biaya operasional seperti tenaga kerja dan pemeliharaan tanaman.

(3) Meningkatkan produktivitas tanah sekaligus memperbaiki sifat tanah

2.4.3 Struktur usahatani

Struktur usahatani menunjukkan bagaimana suatu komoditi diusahakan.

Cara pengusahaan dapat dilakukan secara khusus (1 lokasi), tidak khusus (berganti- ganti lahan atau varietas tanaman) dan campuran (2 jenis atau lebih varietas tanaman, misal tumpangsari dan tumpang gilir). Ada pula yang disebut dengan

“Mix Farming” yaitu manakala pilihannya antara dua komoditi yang berbeda polanya, misalnya hortikultura dan sapi perah. Pemilihan khusus atau tidak khusus ditentukan oleh kondisi lahan, musim/iklim setempat, pengairan, kemiringan lahan, dan kedalaman lahan.

Pemilihan khusus dilakukan berdasarkan keadaan tanah yang menyangkut kelangsungan produksi dan pertimbangan keuntungan. Pemilihan tidak khusus

(19)

dilakukan oleh petani karena dipaksa oleh keadaan lahan yang dimiliki, misalnya bila petani memiliki sawah, tanah kering dan kolam, maka pilihan komoditi yang terbaik adalah yang menyebabkan kenaikan produk dari yang satu diikuti oleh kenaikan produk cabang usaha yang lain.

2.4.4 Corak usahatani

Corak usahatani berdasarkan tingkatan hasil pengelolaan usahatani yang ditentukan oleh berbagai ukuran/kriteria, antara lain:

1. Nilai umum, sikap dan motivasi.

2. Tujuan produksi.

3. Pengambilan keputusan.

4. Tingkat teknologi.

5. Derajat komersialisasi dari produksi usahatani.

6. Derajat komersialisasi dari input usahatani.

7. Proporsi penggunaan faktor produksi dan tingkat keuntungan.

8. Pendayagunaan lembaga pelayanan pertanian setempat.

9. Tersedianya sumber yang sudah digunakan dalam usahatani.

10. Tingkat dan keadaan sumbangan pertanian dalam keseluruhan tingkat ekonomi.

2.4.5 Bentuk usahatani

Bentuk usahatani dibedakan atas penguasaan faktor produksi oleh petani, yaitu:

(20)

1. Perorangan

Faktor produksi dimiliki atau dikuasai oleh seseorang, maka hasilnya juga akan ditentukan oleh seseorang.

2. Kooperatif

Faktor produksi dimiliki secara bersama, maka hasilnya digunakan dibagi berdasar kontribusi dari pencurahan faktor yang lain. Dari hasil usahatani kooperatif tersebut pembagian hasil dan program usahatani selanjutnya atas dasar musyawarah setiap anggotanya seperti halnya keperluan pemeliharaan dan pengembangan kegiatan sosial dari kelompok kegiatan itu antara lain: pemilikan bersama alat pertanian, pemasaran hasil dan lain-lain.

2.4 Efisiensi Usahatani

Konsep efisiensi terdapat beberapa bagian yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif, dan efisiensi ekonomi. Adapun tujuan utamanya adalah untuk mengukur tingkat produksi yang telah dicapai pada sebuah tingkat penggunaan input tertentu.

Seorang petani dapat dikatakan efisien secara teknis di bandingkan dengan petani lain. Jika penggunaan jenis dan jumlah input yang sama juga diperoleh output secara bentuk dan fisik lebih tinggi. Efisiensi teknis merupakan perbandingan antara produksi aktual dan tingkat potensial yang memungkinkan dapat dicapai.

Efisiensi alokatif sebagai alat mengukur kemampuan sebuah perusahaan untuk menggunakan input sesuai dengan proporsi yang optimal dari masing-masing tingkat harga input dan teknologi yang dimiliki. Efisiensi ekonomi adalah angka

(21)

yang dapat menunjukkan suatu perbandingan antara keuntungan yang sebenarnya dan keuntungan maksimum (Shinta dalam Aumora et al., 2016).

Efisiensi sendiri diartikan sebagai upaya penggunaan input dengan sekecil- kecilnya agar memperoleh produksi yang sebesar-besarnya. Penggunaan input ini bisa dapat dicari dengan melihat nilai tambahan dari satu-satunya biaya dari input yang digunakan dengan satuan-satuan pembinaan yang dihasilkan. Menurut Yoko et al., (2014). Apabila petani selaku produsen tidak memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki secara efisien, maka potensi untuk mendapatkan produksi dan pendapatan yang meningkat tidak akan tercapai. Produksi dan keuntungan maksimal yang belum tercapai akibat adanya potensial yang tidak ter-eksploitasi atau di artikan sebagai inefisiensi dalam usahatani.

2.5 Klasifikasi Pertanian

Di Indonesia, dikenal istilah perusahaan pertanian dan pertanian rakyat.

Perbedaan pokok antara keduanya, antara lain:

1. Pertanian rakyat adalah suatu sistem pertanian yang dikelola oleh rakyat pada lahan/tanah garapan seseorang untuk memenuhi kebutuhan makanan/pangan dalam negeri. Ciri-ciri pertanian rakyat adapun :

a. Modal kecil pada umumnya masyarakat pedesaan yang menjadi petani rakyat hidup dalam keadaan miskin. Dengan demikian modal yang dimiliki pun sedikit yang mengakibatkan, peralatan dan perlengkapan yang

(22)

digunakan masih tergolong sederhana, akibat dengan modal dan teknologi rendah itu menghasilkan hasil pertanian yang rendah pula.

b. Sistem dan cara pengolahan lahan yang sederhana akibat keterbatasan modal, maka sistem yang digunakan untuk bercocok tanam pun juga menjadi sederhana. Dengan modal yang besar pada umumnya akan dapat menerapkan teknologi tinggi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen.

c. Tanaman yang ditanam adalah tanaman pangan petani rakyat pada umumnya menanam tumbuhan yang dapat dijadikan bahan pangan. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi para petani yang secara umum dibawah garis kemiskinan. Tanaman yang ditanam pun merupakan tanaman pangan sehari-hari agar jika tidak laku terjual dapat dikonsumsi atau dimakan sendiri. Selain itu tanaman pangan memiliki sifat pasar yang inelastis, sehingga produk pangan itu akan selalu laku di pasaran tanpa dapat banyak dipengaruhi oleh harga.

d. Tidak memiliki sistem administrasi yang baik para petani Indonesia pada mulanya bekerja sendiri-sendiri tanpa membuat perkumpulan petani.

Dengan diperkenalkannya sistem koperasi, maka pertanian di Indonesia dapat melangkah kearah yang lebih baik. Koperasi merupakan organisasi badan hukum yang didirikan dengan tujuan mensejahterakan anggota- anggotannya. Dengan sistem administrasi koperasi yang baik maka para

(23)

petani ini akan lebih memiliki posisi daya tawar dan daya saing yang lebih baik dibandingkan dengan bekerja sendiri-sendiri.

2. Perusahaan Pertanian adalah karakter pertanian yang menggunakan sistem secara lebih luas dan terbuka untuk meningkatkan hasil produk pertanian.

Perusahaan kolektif pertanian rakyat dan perusahaan pertanian negara yang berbentuk perkebunan-perkebunan negara adalah dasar perekonomian pertanian sosialis. Bentuk-bentuk ini memudahkan adanya pemusatan- pemusatan dan mekanisasi dalam seluruh perusahaan pertanian. Demikian pula hubungan antara pertanian dan perindustrian dapat diatur dengan sebaik- baiknya. Dalam perkebunan-perkebunan besar dapat dipergunakan alat-alat teknik baru sebagai umpama dalam perusahaan-perusahaan gula, teh, kopi, karet, tembakau, penanaman kapas dengan pemintalan dan pertenunan dan sebagainya. Traktor-traktor dan mesin-mesin serta perkakas pertanian lainnya akan mempermudah dan mempercepat jalannya pekerjaan dalam pertanian.

Ciri-ciri perusahaan pertanian adalah:

a. Pemakaian seluas-luasnya alat-alat pertanian yang terbaru serta hasil-hasil ilmu pengetahuan pertanian yang termaju.

b. Penggunaan cara penanaman yang sebaik-baiknya dengan mengutamakan penanaman bahan-bahan makanan, sayur-mayur, dan tanaman perkebunan yang seluas-luasnya.

c. Pemakaian pupuk buatan dan pupuk organik.

(24)

d. Pembukaan tanah-tanah yang masih kosong, pengeringan rawarawa dan sebagainya.

e. Mekanisasi dan otomatisasi produksi yang baik. Mekanisme berarti pengganti tenaga kerja manusia dengan tenaga mesin. Adalah suatu keharusan keekonomian dalam sosialisme untuk menjalankan mekanisasi dengan konsekuen dalam proses produksi. Kenaikan produksi yang cepat dan tepat hanya dapat dijamin dengan penyempurnaan teknik yang teratur dan mekanisasi proses kerja dalam segala lapangan perekonomian.

f. Terdapat elektrifikasi perekonomian rakyat yaitu perombakan semua cabang perekonomian sampai kepada produksi besar dengan menggunakan mesin dan menjalankan mekanisasi dalam proses produksi yang konsekuen, rapat sekali hubungannya dengan elektrifikasi (penggunaan tenaga listrik).

g. Penggunaan seluas-luasnya ilmu kimia dalam produksi. Kemajuan teknik modern juga tampak pada senantiasa adanya kemajuan dalam ilmu kimia dan penggunaan cara bekerja menurut ilmu kimia. Cara bekerja menurut ilmu kimia mempercepat proses produksi, menjamin terpakainya bahan- bahan mentah dengan sebaik-baiknya dan membuka kesempatan untuk menemukan bahan-bahan dan jenis meteriil baru (Dalam Shinta, 2011).

2.7 Petani

Petani dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1991:1008) adalah orang yang kerjaannya bercocok tanam. Menurut Sukino (dalam Primada, 2015) pengertian

(25)

petani adalah seorang yang bergerak dibidang usaha pertanian dengan cara melakukan pengolahan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan tanaman agar memperoleh hasil dari tanaman tersebut baik digunakan sendiri atau dijual ke orang lain. Sajjad (dalam Timotius Garatu, 2010) berpendapat bahwa petani merupakan pelaku usahatani, umummnya tidak hanya secara langsung melaksanakan usahatani dilahan produksi, tetapi mereka juga yang mengusahakan atau mengelola lahan sampai produktif tanpa menggarapnya sendiri.

Pelaku usaha tani dapat di golongkan atas :

a. Petani gurem yaitu petani yang pendapatannya atau pemilikan lahannya sangat kecil, sehingga berada dibawah garis kemiskinan yang penghasilannya dari lahan kurang dari 320 kg setara beras setahun, petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan terbatas serta petani pengetahuan terbatas. Ciri dari petani kecil ini adalah kecilnya pemilikan dan penguasaan sumberdaya serta rendahnya pendapatan yang diterima.

b. Petani penggarap adalah petani yang mengelola lahan pertanian yang bukan miliknya. Upahnya diatur secara bagi hasil, mereka dapat pula menyewa lahan pada pemilik lahan dan mengelolanya.

c. Petani pemilik yaitu petani yang memiliki lahan pertanian.petani pemilik dapat mengerjakan sendiri lahannya atau memberikan hak penerapan lahannya kepada petani lain. Selain itu petani pemilik dapat pula menggadaikan lahannya kepada pemilik lain, artinya selama belum bisa

(26)

melunasi harga gadainya, hak penggarapan lahan tersebut tetap di tangan penggadai.

d. Petani tradisional adalah petani yang secara tradisional mengutamakan penggunaan faktor – faktor produksi sebatas yang dimiliki seperti lahan, modal dan tenaga kerja. Mereka tidak bersedia mengusahakan tambahan modal untuk memperbaiki tekhnologinya dan tetap menggunakan cara – cara seperti yang di terima dari nenek moyangnya.

Dari defenisi petani yang telah di kemukakan maka dapat di simpulkan pengertian petani adalah orang yang melakukan pekerjaannya di bidang usaha tani,baik sebagai pemilik maupun pemilik lahan.

2.8 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan alur penelitian yang dipakai oleh seseorang peneliti. Pada kerangka pemikiran ini berisi gambaran pengenai penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis usahatani padi di kecamatan pronojiwo kabupaten lumajang pasca erupsi gunung semeru. Tahapan pengambilan keputusan diawali dengan mengambil sumber data dari observasi, wawancara menggunakan kuesioner yang ditunjukkan kepada para petani, dokumentasi, dan kemudian dilakukan analisis data sehingga dapat diketahui hasil dari analisis usahatani padi pasca erupsi Gunung Semeru.

(27)

Bagan 1. Kerangka pemikiran analisis usahatani padi Erupsi Semeru

Dampak Sosial Perilaku Adaptasi

Siaga Bencana Budidaya padi

- Biaya - Produksi - Penerimaan Dampak Ekonomi Pada Usahatani Padi

Usahatani Padi Pasca Erupsi

Pendapaan

Efisiensi

(28)

Kerangka pemikiran analisis usahatani padi pasca erupsi Gunung Semeru terhadap sosial ekonomi petani padi di Kecamatan Pronojiwo Kabupaten Lumajang. Dalam kerangka pemikiran tersebut menjelaskan bahwa hubungan erupsi gunung semeru yang mempengaruhi dampak sosial ekonomi petani padi dan juga setelah adanya pasca erupsi gunung semeru pada tahun 2020 hasil produksi padi masih stabil.

(29)

Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir dapat ditarik hipotesis penelitian ini sebagai berikut.

1. Diduga Sikap para petani dalam menghadapi erupsi Gunung Semeru dapat dilakukan dengan sikap siaga terhadap erupsi Gunung Semeru kedepannya.

2. Diduga tindakan petani yang di lakukan setelah erupsi Gunung Semeru, apakah pendapatan usahatani padi yang di jalankan semakin meningkat atau menurun.

3. Diduga Perilaku usahatani padi pasca erupsi Gunung Semeru berjalan efisien atau tidak.

Referensi

Dokumen terkait

Richardo Adrian Naibaho Ricky Wijaya Setyo Hananda. Tasya

Cerebral palsy dan gangguan perkembangan sistem saraf yang lain dari studi epidemiologis banyak terjadi pada anak laki-laki dibanding dengan perempuan, tetapi

(Mengolah Data), peneliti memasukkan data hasil penelitian berdasarkan klasifikasi ke dalam tabel sesuai dengan data yang didapat dari responden yaitu data

Kaitannya dengan kepemimpinan Kepala Desa di Minahsa yang dikenal dengan istilah Hukum Tua, menunjukkan bahwa kepala desa di Minahasa selain sebagai pemimpin

SURAT PENAWARAN Daftar Personil Inti Daftar Alat Utama Rabu, 19 Juli 2017 Daftar Kuantitas dan Harga Jadwal Pelaksanaan Metode Pelaksanaan Spesifikasi Teknis (bila

Sahabat, menilik sejarah masa lalu nyatanya berkat umat islam menguasai berbagai ilmu menjadikan islam sebagai negara super power ketika masa dinasti bani Abbasiyah.. Itu

[r]

Cara lain adalah dengan menempatkan sebuah file dengan nama yang persis sama pada cabang lain dari file tree, sehingga bila file palsu ini ditempatkan secara tepat