• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG UPAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG UPAH"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

15 1. Upah Secara Umum

a. Pengertian Upah Secara Umum

Upah secara umum adalah pembayaran yang diterima buruh selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan. Dalam kamus besar bahsa Indonesia (KBBI) upah merupakan uang dan sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu.25

Menurut para ahli upah didefinisikan sebagai berikut:

1) Drs. H. Maluyu SP Hasibuan berpendapat bahwa upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati pembayarannya.26 2) Menurut Prof. Imam Soepomo, upah adalah pembayaran yang

diterima buruh selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan.27

3) Drs. Moekijat mengemukakan, upah adalah pembayaran yang diberikan kepada karyawan produksi dengan dasar lamanya jam keja.28

4) Menurut Nurimansyah Hasibuan menyatakan, upah adalah segala macam bentuk penghasilan (earning), yang diterima

25 W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Ed. III, Cet. Ke 3, (Jakarta:

Balai Pustaka, 2006), 1345

26 Maluyu SP Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed Revisi, (Jakarta: PT.

Bumi Aksara, 2003), 118.

27 Imam soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, 2003), 179.

28 Moekijat, Penilaian Pekerja Untuk Menentukan Upah dan Gaji, (Bandung: BaIE Bandung), 13.

(2)

buruh/pegawai (tenaga kerja), baik berupa uang ataupun barang dalam jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi.29 5) Menurut Afzalur rahman memberikan pengertian bahwa upah

merupakan sebagian harga dari tenaga (pekerjaan) yang dibayarkan atas jasanya.30

Sedangkan dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 ayat (30) disebutkan bahwa “Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang- undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau dilakukan.31 b. Macam-macam Sistem Upah

Sistem pembayaran upah yang umum diterapkan menurut Drs. H. Maluyu SP Hasibuan adalah sebagai berikut:

1) Sistem waktu

Sistem upah menurut waktu yaitu sistem pemberian upah yang dibayarkan menurut jangka waktu yang telah diperjanjikan sebelumnya. Dalam sistem waktu, besarnya upah yang ditetapkan berdasarkan waktu seperti jam, minggu atau bulan. Besar upah yang diberikan dengan menggunakan sistem waktu adalah dengan didasarkan kepada lamanya bekerja bukan dari prestasi yang diberikan.

Kelebihan dari site waktu adalah bagi para tenaga kerja yang kurang terampil, sistem upah ini dapat memberikan ketenangan dalam bekerja karena walaupun mereka kurang bisa menyelesaikan unit yang banyak mereka akan memperoleh

29 Zainal Asikin, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997), 68

30 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam jilid 2, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Prima Yasa, 1995), 361

31 Undang-Undang Ketenagakerjaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), 3.

(3)

upah yang sama dengan yang diterima oleh tenaga kerja yang lain. Sedangkan kelemahan dari sistem waktu adalah untuk para pekerja yang malas akan menerima jumlah uang yang sama sesuai dengan perjanjian. Dalam sistem ini tenaga kerja tidak perlu melakukan pekerjaannya secara tergesa-gesa untuk mengejar hasil yang sebanyak-banyaknya sehingga diharapkan tenaga kerja akan melakukan pekerjaan secara teliti dan akan menghasilkan hasil yang baik.

2) Sistem hasil (Output)

Sistem ini ditetapkan dengan hasil kerja yang dihasilkan. Jadi besarnya upah kerja dibayar tergantung kepada banyaknya hasil yang dikerjakan bukan dari lamanya waktu mengerjakan.

Kelebihan dari sistem ini adalah tenaga kerja akan mendapatkan balas jasa/upah lebih besar jika tenaga kerja tersebut rajin dan bersungguh-sungguh dalam bekerja.

Kelemahan dari sistem ini adalah kualitas barang yang dihasilkan kurang baik hal ini disebabkan karena tenaga kerja tergesa-gesa dalam bekerja dengan tujuan agar hasil pekerjaan yang didapatkan banyak dan mengharapka jumlah yang banyak pula.

3) Sistem borongan

Sistem borongan ialah sistem upah yang didasarkan atas perhitungan imbalan suatu pekerjaan secara menyeluruh.

Sistem ini didasarkan oleh kesepakatan antara pemberi dan penerima pekerjaan. Sistem upah borongan pada umumnya untuk menggantikan sistem upah jangka waktu jika hasil pekerjaannya tidak memuaskan. Namun demikian, sistem upah ini hanya bisa dipergunakan jika hasil pekerjaanya dapat diukur dengan suatu ukuran tertentu, misalnya diukur dari beratnya, banyaknya dan sebagainya.

(4)

Kelebihan dari sistem ini adalah dapat memberikan dorongan kepada pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan secepatnya, karena jenis pekerjaan dan uah sudah diketahui di awal. Sedangkan kekurangannya adalah mutu kerja kurang hasil pekerjaannya kurang teliti, cenderung tergesa-gesa ingin menyelesaikan pekerjannya secepat mungkin. Upah borongan juga dapat diterapkan baik terhadap kelompok mapun terhadap individu.32

2. Upah dalam Hukum Ekonomi Islam a. Pengertian Upah dalam Ekonomi Islam

Upah secara bahasa adalah al-Ijarah berasal dari kata al- Ajru yang berarti al-„Iwadh (penggantian), dari sebab itulah ats- Tsawabu dalam konteks pahala dinamai juga al-Ajru (upah).

Sedangkan upah menurut para ulama fiqh, antara lain:

1) Menurut ulama Syafi‟iyah, ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan, dengan cara memberi imbalan tertentu.

2) Menurut Ami Syarifuddin, al-ijarah secara sederhana dapat diartikan dengan akad atau transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu.33

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa upah adalah imbalan atas tenaga yang dikeluarkan oleh pekerja yang diberikan oleh pengusaha atas suatu pekerjaan yang dilakukan dan dinyatakan dalam bentuk uang atau lainnya. Pemberian besarnya upah yang dibayarkan pengusaha kepada pekerja sesuai dengan perjanjian yang telah sepakati diantara kedua belah pihak

32 Maluyu SP Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed Revisi, 2003, 124.

33 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih Muamalat, (Jakarta: PT. Kencana, 2012), 277.

(5)

b. Dasar Hukum Upah 1) Al-Qur‟an

a) Surah Yasin ayat 54

ا

Artinya:

“Dan kamu tidak dibalas, melainkan dengan apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Yaasin ayat 54).

b) Surah Asy-Syu‟ara ayat 183

ا ا ا ا

Artinya :

“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak- haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” (Q.S Asy Syu‟ara ayat 183).

2) Hadits

a) Hadits Riwayat Ibnu Majah

ا ا

“Berikanlah upah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya mengering” (H.R Ibnu Majah).34

b) Hadis Riwayat Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id al-Khudri

ا ا

“Barang siapa mempekerjakan seorang pekerja, maka harus disebutkan upahnya” (H.R Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id al-Khudri)

34 Hendi Suhendi, Fiqh muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2013),116.

(6)

3) Ijma

Sejak zaman sahabat hingga sekarang ijarah telah disepakati oleh ahli para hukum Islam. Hal tersebut dikarenakan masyarakat sangat membutuhkan akad ini. Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, ada oang kaya memiliki beberapa rumah yang tidak ditempati disisi lain ada orang lain yang tidak memiliki tempat tinggal. Dengan dibolehkan ijarah maka orang yang tidak memiliki tempat tinggal bisa menempati tempat tinggal orang lain untuk beberapa waktu tertentu, dengan memberikan berupa imbalan uang sewa yang disepakati bersama, tanpa harus membeli rumahnya.35

c. Rukun dan Syarat Upah 1) Rukun upah antara lain:

a) Adanya dua orang yang berakad

Dua orang yang dimaksud adalah mu‟jir dan musta‟jir. Mu‟jir adalah orang yang memberikan upah sedangkan musta‟jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu.

b) Sighat (ijab dan qabul)

Sighat/ ijab qabul dilakukan antara mu‟jir dan musta‟jir dengan ucapan misalnya: mu‟jir mengatakan

“kuserahkan kebun ini kepadamu untuk dicangkuli dengan upah setiap hari Rp. 30.000” kemudian musta‟jir menjawab

“aku akan kerjakan pekerjaan itu sesuai dengan apa yang engkau kerjakan”

c) Ujrah atau imbalan yang akan diberikan oleh mu‟jir kepada musta‟jir.

d) Adanya barang/ sesuatu yang dikerjakan oleh musta‟jir36

35 Ahmad Wardi, Fiqh Muamalat (Jakarta: AMZAH, 2010), 320.

36 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, 2013, 117-118.

(7)

2) Syarat syarat upah

a) Upah hendaklah jelas dengan bukti dan ciri yang bisa menghilangkan ketidakjelasan dan disebutkan besar dan bentuk upah.

b) Upah harus dibayarkan sesegera mungkin atau sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam akad

c) Upah tersebut bisa dimanfaatkan oleh pekerja untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya dan keluarganya (baik dalam bentuk uang, barang atau jasa)

d) Upah yang diberikan harus sesuai dan berharga. Maksud dari sesuai adalah sesuai dengan kesepakatan bersama, tidak dikurangi dan tidak ditambahi. Upah harus sesuai dengan pekerjaan yang telah dikerjakan, tidaklah tepat jika pekerjaan yang diberikan banyak dan beraneka ragam jenisnya, sedangkan upah yang diberikan tidak seimbang.

Sedangkan berharga maksudnya adalah upah tersebut dapat diukur dengan uang.

e) Upah yang diberikan bisa dipastikan kehalalannya, artinya barang-barang tersebut bukanlah barang curian, rampasan, penipuan atau sejenisnya.

f) Barang pengganti upah tidak cacat, misalnya barang pengganti tersebut adalah nasi dan lauk pauk, maka tidak boleh diberikan yang sudah basi atau kurang sedap.37

d. Macam-macam Upah

Pembagian ijarah biasanya dilakukan dengan memperhatikan objek ijarah tersebut. Ditinjau dari segi objeknya, akad ijarah dibagi ulama fiqih menjadi dua macam, yaitu:

37 Taqiyyudin an-Nabhani. Membangun Ekonomi Alternatif Perspektif Hukum Islam alih bahasa Muhammad Maghfur Wahid, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), 803

(8)

1) Ijarah yang bersifat manfaat (sewa-menyewa)

Ijarah yang bersifat manfaat, bisa dianggap terlaksana dengan penyerahan barang yang disewa kepada penyewa untuk dimanfaatkan, seperti sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, pakaian, perhiasan, dan sebagainya. Apabila manfaat itu merupakan manfaat yang dibolehkan syara‟ untuk dipergunakan, maka ulama fiqih sepakat menyatakan boleh dijadikan objek sewa-menyewa.

2) Ijarah yang bersifat pekerjaan (upah-mengupah)

Ijarah yang bersifat pekerjaan adalah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan.

Ijarah seperti ini menurut ulama fiqih hukumnya boleh apabila pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik dan tukang sepatu. Ijarah seperti ini ada yang bersifat pribadi, seperti menggaji seorang pembantu rumah tangga, dan ada yang sifat serikat, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menjual jasanya untuk kepentingan orang banyak (seperti tukang sepatu, buruh pabrik dan tukang jahit). Kedua bentuk ijarah terhadap pekerjaan ini menurut ulama fiqih hukumnya boleh.38 Kemudian fuqaha telah bersepakat tentang kebolehan menyewakan rumah, kendaraan (hewan) dan pekerjaan orang (jasa) yang tidak dilarang (mubah).39

e. Bentuk upah (ujrah)

Sesuai dengan „urf upah bisa berbentuk uang yang dibagi menurut ketentuan yang seimbang. Tetapi upah dalam berbentuk yang lainnya. Upah dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu:

1) Ajrun Musamma yaitu upah yang telah disebutkan dalam perjanjian dan dipersyaratkan, ketika disebutkan adanya

38 Ensiklopedi, Hukum Islam, Cet ke-7 (Jakarta: PT Ikhtiyar Baru Van Hoeve, 2006), 662-663.

39 Nurul Huda, dkk, Ekonomi Makro Islami Pendekatan Teoritis, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet. Ke-1, hal. 229-230.

(9)

kerelaan dari kedua belah pihak dengan upah yang telah ditetapkan tersebut dan tidak ada unsur paksaan.

2) Ajrun Mitsli, yaitu upah yang sepadan dengan kerjanya dan sepadan dengan kondisi pekerjaannya baik sepadan dengan jasa kerja maupun sepadan dengan pekerjaannya saja.40

3. Tingkat Keadilan Dalam Penetapan Upah Menurut Ekonomi Islam

Keadilan berasal dari istilah adil yang berasal dari bahasa Arab.

Kata adil berarti tengah, adapun pengertian adil adalah memberikan apa saja sesuai dengan haknya. Keadilan berarti tidak berat sebelah, menempatkan sesuatu ditengah-tengah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, tidak sewenang-wenang. Keadilan juga memiliki pengertian lain yaitu suatu keadaan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara memperoleh apa yang menjadi haknya sehingga dapat melaksanakan kewajibannya.

Sedangkan Pengertian Keadilan Menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu hal yang tidak berat sebelah atau tidak memihak serta tidak sewenang-wenang. Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) kata adil berasal dari kata adil, adil mempunyai arti yaitu kejujuran, kelurusan, dan keikhlasan yang tidak berat sebelah.41

Dalam Islam secara konseptual yang menjadi dasar penetapan upah adalah dari jasa pekerja, bukan tenaga yang dicurahkan dalam pekerjaan. Apabila upah ditetapkan berdasarkan tenaga yang dicurahkan, maka upah buruh kasar bangunan akan lebih tinggi dari pada arsitek yang merancang bangunan tersebut. Selain itu dalam penetapan upah dapat didasarkan pada tiga asas, yaitu asas keadilan, kelayakan dan kebajikan.

Sedangkan Afzalur Rahman mengatakan bahwa upah akan ditentukan melalui negoisasi di antara para pekerja (buruh), majikan

40 Taqiyyudin an-Nabhani. Membangun Ekonomi Alternatif Perspektif Hukum Islam,196, 103.

41 http://kbbi.web.id/adil diakses pada tanggal 29/07/2017 pukul 21:50 WIB

(10)

(pengusaha) dan negara. Kepentingan pengusaha dan pekerja akan diperhitungkan dengan adil sampai pada keputusan tentang upah.

Tugas negara adalah memastikan bahwa upah ditetapkan dengan tidak telalu rendah sehingga menafikan kebutuhan hidup para pekerja atau buruh, tetapi tidak juga terlalu tinggi sehingga menafikan bagian si pengusahadari hasil produk bersamanya.42

Menetapkan setandar upah yang adil bagi seorang pekerja sesuai dengan kehendak syari‟ah bukanlah perkara yang mudah.

Kompleksitas permasalahannya terletak pada ukuran apa yang akan dipergunakan di dalamnya, yang dapat mentransformasikan konsep upah yang adil dalam dunia kerja. Untuk itu Islam menawarkan suatu penyelesaian yang baik atas masalah upah dan menyelamatkan kepentingan dua belah pihak, yakni buruh dan pengusaha. Dalam hal ini ada beberapa hal yang harus dipenuhi berkaitan dengan persoalan yaitu prinsip keadilan, kelayakan, dan kebajikan.

Prinsip utama adalah keadilan. Berbicara tentang keadilan, untuk keadilan sendiri berarti menuntut upah kerja yang seimbang dengan jasa yang diberikan buruh. Upah ditetapkan dengan cara yang paling tepat tanpa harus menindas pihak manapun, setiap pihak memperoleh bagian yang sah dari hasil kerja sama mereka tanpa adanya ketidakadilan terhadap pihak lain. Upah kerja minimal dapat memenuhi kebutuhan pokok dengan ukuran taraf hidup lingkungan masyarakat sekitar

Adil mempunyai bermacan-macam makna, diantaranya sebagai berikut:

a. Adil bermakna jelas dan transparan

Prinsip utama keadilan terletak pada kejelasan akad (transaksi) dan komitmen melakukannya. Akad dalam perburuhan adalah akad yang terjadi antara pekerja dengan pengusaha, artinya

42 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam jilid 2, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Prima Yasa, 1995), 382.

(11)

sebelum pekerja dipekerjakan harus dijelaskan dahulu mengenai jenis pekerjaan, jangka waktu, serta besarnya upah yang akan diterima oleh pekerja.43

Mengenai adil bermakna jelas dan trasnparan ini dijelaskan dalam hadist :44

ا ا

“Barang siapa mempekerjakan seorang pekerja, maka harus disebutkan upahnya” (H.R Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id al-Khudri)

Seorang pengusaha tidak diperkenankan bertingkah kejam terhadap buruh dengan menghilangkan hak sepenuhnya dari bagian mereka. Begitupun seorang pekerja hanya berhak atas upahnya jika ia telah menunaikan pekerjaannya dengan semestinya dan sesuai dengan kesepakatan, karena umat Islam terikat dengan syarat- syarat antar mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.

b. Adil bermakna proporsional

Kaitannya dengan adil bermakna proporsional di sini adalah bahwa upah hendaklah proporsional atau sesuai dengan kadar kerja atau hasil produksi yang dilakukan oleh pekerja dan dilarang adanya eksploitasi. Apabila tenaga kerja merupakan faktor utama dalam produksi, maka selayaknya ia memperoleh imbalan yang lebih manusiawi. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia merupakan sistem dasar pengupahan manusiawi, baru setelah itu dikombinasikan dengan unsur yang lainnya.45

43 Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syari‟ah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), 874.

44 Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari, Juz II, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 50.

45 Muhammad Fauroni R.Lukman, Visi Al-Qur‟an Tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta : Selemba Diniyah, 2002), 175.

(12)

Mengenai adil bermakna proporsional ini dijelaskan dalam firman Allah SWT, sebagai berikut :

“Dan kamu tidak dibalas, melainkan dengan apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Yaasin ayat 54).

Ayat di atas menegaskan bahwa pekerjaan seseorang akan dibalas menurut apa yang telah dikerjaannya itu. Upah adalah hak dan bukan pemberian sebagai hadiah. Upah hendaklah proporsional, sesuai dengan kadar kerja atau hasil produksi. Bila tenaga kerja merupakan faktor utama dalam produksi, maka selayaknya ia memperoleh imbalan yang lebih manusiawi.

Keadilan dalam pemberian upah juga harus diperhatikan kelayakannya. Kelayakan di sini mempunyai dua makna, yaitu ;

a. Layak Bermakna Cukup Pangan, Sandang dan Papan

Hal ini berarti menuntut agar upah kerja cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum secara layak, upah yang diterima harus layak yang mana berhubungan dengan besaran yang diterima. Kelayakan upah yang diterima oleh pekerja dapat dilihat dari tiga aspek yaitu: pangan (makanan), sandang (pakaian) dan papan (tempat tinggal).46

b. Layak Bermakna Sesuai dengan Pasaran

Dalam memberikan upah juga harus layak dengan pasaran artinya jangan sampai pengusaha mencurangi pekerja dengan cara mengurangi hak-hak yang seharusnya diperolehnya atau dengan memperkerjakan seseorang jauh di bawah upah yang biasanya diberikan.47

46 Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syari‟ah….., 875.

47 Ibid., 892.

(13)

Hal ini dapat dilihat pada makna yang tersirat dalam surat Asy Syu‟araa‟ ayat 183 yang berbunyi:

ا ا ا ا

Artinya :

“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” (Q.S Asy Syu‟ara ayat 183).

Ayat tersebut bermakna bahwa janganlah seseorang merugikan orang lain dengan cara mengurangi hak-hak yang seharusnya di perolehnya. Dalam pengertian yang lebih jauh, hak- hak dalam upah bermakna bahwa janganlah membayar upah seseorang jauh dibawah upah yang biasanya diberikan. Dengan demikian hubungan antara pengusaha sebagai majikan dengan pekerja bukan hanya sebatas hubungan pekerjaan formal saja melainkan pekerja merupakan bagian dari keluarga pengusaha.

Ibnu Taimiyah juga menjelaskan mengenai cara penentuan upah, bahwa upah yang setara akan ditentukan oleh upah yang telah diketahui (musamma) jika ada, yang dapat menjadi acuan kepada kedua belah pihak. Seperti halnya dalam kasus jual atau sewa, harga yang telah diketahui (tsaman musamma) akan diperlakukan sebagai harga yang setara. Sementara dalam upah yang menjadi acuan kepada kedua belah pihak yaitu dengan menetapkan upah minimum bagi pekerja sesuai dengan prinsip kelayakan dari upah. upah minimum yang dapat mencakup kebutuhan pokok hidup, termasuk makanan, pakaian, tempat

(14)

tinggal dan lainya, sehingga pekerja akan memperoleh kehidupan yang layak.48

Upah itu menjadi tanggunggung jawab Negara untuk mempertimbangkan tingkat upah agar tidak terlalu rendah sehingga kebutuhan pekerja tercukupi, namun juga tidak terlalu tinggi sehingga kehilangan bagian dari hasil kerjasama itu. Tingkat upah minimum ditentukan dengan memperhatikan perubahan kebutuhan dari pekerja golongan bawah, sehingga dalam kondisi apapun tingkat upah ini tidak akan jatuh.

Perkiraaan besarnya upah diukur besarnya berdasarkan kadar jasa yang diberikan tenaga kerja, berdasarkan kesepakatan dari orang yang bertransaksi dan adakalanya ditentukan oleh para ahli sesuai dengan manfaat serta waktu yang tepat dimana pekerjaan itu dilakukan. Sehingga pada suatu saat akan mengalami revisi sesuai dengan tingkat harga dan biaya hidup dalam masyarakat.

Islam menawarkan solusi yang sangat tepat, baik mengenai masalah upah maupun masalah perlindungan terhadap kepentingan pekerja maupun majikan. Para buruh mendapatkan upah yang layak tanpa melanggar hak-hak majikannya yang sah. Majikan tidak diperbolehkan berlaku sewenang-wenag terhadap kelompok pekerja dengan menghilangkan bagian hak pekerjanya yang sah, sementara para pekerja itu juga tidak diberi seluruh dividen nasional sehingga mengurangi hak yang sah dari majikannya. Upah ditetapkan dengan suatu cara yang paling layak tanpa tekanan yang tidak pantas terhadap pihak manapun. Masing-masing pihak memperoleh bagian yang sah dari produk bersamanya tanpa bersikap dzalim terhadap yang lain.

48 Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikir Ekonomi Islam, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 359.

(15)

Penentuan upah dalam Islam adalah berdasarkan jasa kerja atau kegunaan/manfaat tenaga seseorang. Berbeda dengan pandangan kapitalis dalam menentukan upah kepada seorang pekerja dengan menyesuaikannya dengan biaya dalam batas minimum. Sebaliknya, mereka akan menguranginya apabila beban hidupnya berkurang. Oleh karna itu, upah seorang pekerja ditentukan berdasarkan beban hidupnya, tanpa memperhatikan jasa yang diberikan oleh tenaga seseorang dan masyarakat.49

49 Eggi Sudjana, Islam Fungsional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), 332.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti dan Muslimin (2014) yang berjudul “Efektivitas Alat Permainan Edukatif (APE) Berbasis Media DALAM Meningkatkan

Pengawasan merupakan hal yang penting dilakukan untuk memastikan pelayanan dan asuhan keperawatan berjalan sesuai standar mutu yang ditetapkan. Pelayanan tidak diartikan sebagai

Patra Raya Ruko Sbrg Bioskop Tobar No.. Free solar- guard,

Sebelumnya banyak penelitian yang membahas tentang kecanggihan teknologi informasi, perlindungan sistem informasi, partisipasi manajemen, pengetahuan manajer akuntansi,

Paket teknologi yang akan dikaji di petani berasal dari BALITKA Manado meliputi teknologi pengolahan minyak kelapa menggunakan dengan metode pemanasan bertahap serta pembuatan

Judul skripsi ini adalah “Pemberian Bantuan Hukum Oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sebagai Perwujudan Hak Konstitusional Fakir Miskin di Makassar” dan untuk

Setelah mendapat arahan dari kepala seksi bantuan, Peneliti kembali melakukan wawancara kepada informan yang berbeda tentang strategi komunikasi Dinas Sosial,

Sejalan dengan pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan pembangunan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani,