• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ASUPAN MAKAN, KEBIASAAN MEROKOK DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI PADA ANGGOTA SATLANTAS DI SATLANTAS POLRESTABES MEDAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN ASUPAN MAKAN, KEBIASAAN MEROKOK DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI PADA ANGGOTA SATLANTAS DI SATLANTAS POLRESTABES MEDAN SKRIPSI"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

ERIKA NURISWATI UTAMI NIM. 141000163

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(2)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERIKA NURISWATI UTAMI NIM. 141000163

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

(3)

Departemen : Gizi Kesehatan Masyarakat

Menyetujui Pembimbing:

( Fitri Ardiani, S.K.M., M.P.H. ) NIP. 198207292008122002

Dekan

( Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. ) NIP. 196803201993082001

Tanggal Lulus: 7 September 2020

(4)

Telah diuji dan dipertahankan Pada tanggal: 7 September 2020

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Fitri Ardiani, S.K.M., M.P.H.

Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si.

2. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D.

(5)

Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul

“Hubungan Asupan Makan, Kebiasaan Merokok dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi pada Anggota Satlantas di Satlantas Polrestabes Medan” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, September 2020

Erika Nuriswati Utami

(6)

Abstrak

Saat ini masalah kesehatan telah bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif.Penyebab-penyebabnya diduga akibat perubahan gaya hidup, pola konsumsi, kurangnya aktivitas fisik, faktor lingkungan dan stres. Satlantas sengaja dipilih sebagai sampel penelitian karena Satlantas sebagai perwakilan yang dituntut untuk memiliki kecakapan yang cukup tinggi. Apabila satuan ini beresiko obesitas, tentunya produktivitas kerja akan menurun seiring meningkatnya sindrom metabolik sehingga tidak berfungsi sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui hubungan asupan makan, kebiasaan merokok dan aktivitas fisik dengan status gizi pada anggota satlantas di unit regident satlantas polrestabes Medan. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2018 sampai dengan September 2019 di kantor Satlantas Polresta Medan yang berlokasi di Jl. Haji Mohammad Said No. 1 dengan jumlah responden 55 orang. Alat pengumpulan data menggunakan form recall 24 jam, kuesioner dan form recall aktivitas fisik 24 jam. Analisis Data menggunakan uji statistik Chi Square test. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan signifikan antara asupan makan dengan status gizi, terdapat hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan status gizi dan terdapat hubungan signifikan antara kebiasaan merokok dengan asupan makan dengan nilai p-value < 0,05. Kesimpulan dari penelitian didapatkan bahwa status gizi lebih (overweight dan obesitas) dalam kategori lebih, maka peneliti menyarankan kepada Kepala Satuan Lalu Lintas Polrestabes Medan agar dapat mewajibkan seluruh anggota untuk melakukan kegiatan olahraga seperti senam dan lari dan menyelenggarakan penyuluhan mengenai pentingnya mengatur pola makan sebagai faktor pencetus obesitas untuk kesehatan setiap anggota.

Kata kunci : Status gizi, asupan, merokok, fisik

(7)

Abstract

Currently health problems have shifted from infectious diseases to degenerative diseases. The causes are thought to be due to changes in lifestyle, consumption patterns, lack of physical activity, environmental factors and stress. Satlantas was deliberately chosen as a research sample because Satlantas as a representative is required to have sufficiently high skills. If this unit is at risk of obesity, of course work productivity will decrease often with an increase in metabolic syndrome so it does not function as a protective and protective society. The purpose of this study was to determine the relationship of food intake, smoking habits and physical activity with the nutritional status of members of the task force in the regent unit of the Traffic Police Unit in Medan.

This type of research uses a quantitative approach and uses a cross sectional design. This research was conducted from October 2018 to September 2019 at the Medan Police Traffic Unit office located on Jl. Haji Mohammad Said No. 1 with the number of respondents 55 people. Data collection tools use 24-hour recall forms, questionnaires and 24-hour physical activity recall forms. Data analysis using the Chi Square test statistical test. The results showed there was a significant relationship between food intake and nutritional status, there was a significant relationship between physical activity and nutritional status and there was a significant relationship between smoking habits and food intake with a p-value <0.05. The conclusion from the study was that the nutritional status (overweight and obesity) was in the higher category, so the researcher suggested to the Head of the Medan Police Traffic Unit to oblige all members to carry out sports activities such as gymnastics and running and organize counseling about the importance of regulating diet as a factor. Triggers obesity for the health of each member.

Keywords: Nutritional status, intake, smoking, physical

(8)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Asupan Makan, Kebiasaan Merokok dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi pada Anggota Satlantas di Satlantas Polrestabes Medan”.

Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si., selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Fitri Ardiani, S.K.M., M.P.H., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si., selaku Dosen Penguji I dan Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D., selaku Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam penyempurnaan skripsi ini.

(9)

6. dr. Halinda Sari Lubis M.K.K., selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

7. Para Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat USU atas ilmu yang telah diajarkan selama ini kepada penulis.

8. Pegawai dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Julian Prihartini, S.I.K., M.H., selaku Kepala Satuan Lalu Lintas Polrestabes Medan, dan seluruh anggota Satlantas Polrestabes Medan yang telah membantu penulis melakukan penelitian.

10. Teristimewa untuk orang tua (Drs. Utamajaya dan Erlena) yang telah memberikan kasih sayang yang begitu besar dan kesabaran dalam mendidik dan memberi dukungan kepada penulis.

11. Terkhusus untuk saudara dan saudari (Edo Fernando Utomo dan Tasya Suci Hafizhah) yang telah memberikan semangat kepada penulis.

12. Eti Windati, Intan Putri Sari, dan Fildzah Dian Nadhila yang sangat membantu dan menyemangati penulis dalam penyelesaian skripsi

13. Teman-teman seperjuangan skripsi (Rahmi, Ana, Tiara, Ningsih, Fiza kak Fitri, Devi, Santi dan Yana) yang selalu saling menyemangati satu sama lain dalam penyelesaian skripsi.

14. Teman-teman terdekat dan saudara (Saroh, Mutiah, dan Dila) serta teman- teman Ukmi yang telah menyemangati dan mendukung penulis.

(10)

Semoga Allah membalas semua kebaikan dan melimpahkan rahmat, serta hidayah-Nya kepada semua pihak yang membantu penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata,penulis berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, September 2020

Erika Nuriswati Utami

(11)

Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i

Tim Penguji Skripsi ii

Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Lampiran xiii

Daftar Istilah xiv

Riwayat Hidup xv

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Tinjauan Pustaka 8

Status Gizi 8

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi 12

Umur 12

Jenis kelamin 12

Asupan energi 13

Asupan protein 14

Suku / ras 16

Genetik 16

Status kesehatan 17

Masalah Gizi 17

Masalah Gizi Kurang 17

Masalah Gizi Lebih 18

Pengukuran Konsumsi Makanan 19

Metode Food Recall 24 jam 20

Kebiasaan Merokok 22

Kandungan Rokok 23

Pengaruh Merokok terhadap Kesehatan 24

Aktivitas Fisik 27

Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik 30

Manfaat Aktivitas Fisik 31

Landasan Teori 32

(12)

Kerangka Konsep 32

Hipotesis 33

Metode Penelitian 35

Jenis Penelitian 35

Waktu dan Lokasi Penelitian 35

Populasi dan Sampel Penelitian 35

Variabel dan Definisi Operasional 35

Metode Pengumpulan Data 36

Metode pengukuran 37

Metode Analisis Data 39

Hasil Penelitian 41

Distribusi Responden Menurut Karakteristik Individu dan Riwayat

Personal 42

Distribusi Responden Menurut Status Gizi 43

Distribusi Responden Asupan Makan 43

Distribusi Responden Kebiasaan Merokok 44

Distribusi Responden Aktivitas Fisik 44

Hubungan Asupan Makan dengan Status gizi 44

Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Asupan Makan 46

Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi 47

Pembahasan 49

Status Gizi 49

Hubungan Antara Asupan Makan dengan Status Gizi 50 Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Asupan Makan 53 Hubungan Antara Aktivitas Fisil dengan Status Gizi 55

Keterbatasan Penelitian 56

Kesimpulan dan Saran 57

Kesimpulan 57

Saran 57

Daftar Pustaka 59

Lampiran 65

(13)

Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia 8 2 Tingkat Aktivitas Fisik (Physical Activity Level) 28

3 Distribusi Responden Menurut Karakteristik Individu dan

Riwayat Personal 42

4 Distribusi Responden Menurut Indeks Massa Tubuh 43

5 Distribusi Responden Menurut Asupan Makan 43

6 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok 44 7 Distribusi Responden Menurut Aktivitas Fisik 44 8 Hubungan Asupan Makan dengan Status Gizi 46 9 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Asupan Makan 47

10 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi 48

(14)

Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Kerangka teori 32

2 Kerangka konsep 33

(15)

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Pernyataan Kesediaan menjadi Responden dan Kuesioner 65

2 Surat Permohonan Izin Penelitian 70

3 Surat Selesai Melakukan Penelitian 71

4 Daftar Nama Anggota Satlantas Polrestabes Medan 72

5 Dokumentasi Kegiatan 75

6 Output SPSS 79

7 Master Data 87

(16)

Daftar Istilah

AGB Anemia Gizi Besi

DKBM Daftar Komposisi Bahan Makanan GAKY Gangguan Akibat Kurang Yodium HDL High Density Lipoprotein

IMT Indeks Massa Tubuh KEP Kurang Energi Protein KVA Kurang Vitamin A LDL Low Density Lipoprotein VLDL Very Low Density Lipoprotein

(17)

Riwayat Hidup

Penulis bernama Erika Nuriswati Utami.Penulis lahir di Medan pada tanggal 6 Mei 1996. Penulis beragama Islam, anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Utamajaya dan Ibu Erlena.

Pendidikan formal dimulai di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Medan Tahun 2002. Pendidikan sekolah dasar di SD Centre 1 Medan Tahun 2002 – 2008, sekolah menengah pertama di SMP Swasta Pangeran Antasari Tahun 2008-2011, dan sekolah menengah atas di SMA Swasta Laksamana Martadinata Tahun 2011-2014. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, September 2020

Erika Nuriswati Utami

(18)

Pendahuluan

Latar Belakang

Saat ini masalah kesehatan telah bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Penyebab-penyebabnya diduga akibat perubahan gaya hidup, pola konsumsi, kurangnya aktivitas fisik, faktor lingkungan dan stres. Gaya hidup dengan mengonsumsi makanan mengandung lemak dan kolesterol serta kurangnya asupan serat dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif (Waloya, 2013).

Status gizi kurang maupun lebih memiliki dampak yang serius terhadap kesehatan. Status gizi kurang dapat berdampak memiliki kerentanan terhadap morbiditas akut, yakni cenderung mengalami penyakit diare, malaria, serta infeksi pernafasan, dan juga memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita semua penyakit ini dengan durasi waktu yang lebih lama (Manary dan Solomons, 2004 dalam Yenizar, 2016). Status gizi lebih memiliki risiko mengalami penyakit kronis dan dapat memperpendek harapan hidup. Menurut Smolin and Grosvenor 2010 (Diana, dkk 2013). 80 persen penderita diabetes mellitus tipe 2 adalah mereka yang memiliki status gizi overweight dan obese. Obesitas juga meningkatkan resiko terjadinya kanker kolon, kanker prostat, kanker kelenjar endokrin, kanker serviks, kanker ovarium, kanker ginjal, kanker batu empedu, kanker hati, kanker rectum, dan kanker esophagus.

Asupan zat gizi berpengaruh terhadap status gizi manusia. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Nasional, jumlah rata-rata konsumsi kalori per hari pada tahun 2016 yaitu 2.037,40 kkl dan jumlah rata-rata konsumsi protein per hari

(19)

pada tahun 2017 yaitu 56,67 gram. Sedangkan pada tahun 2017 jumlah rata-rata konsumsi kalori per hari pada tahun 2017 yaitu 2.152,64 kkl dan jumlah rata-rata konsumsi protein per hari pada tahun 2017 yaitu 62,20 gram. Jumlah rata-rata konsumsi kalori di Sumatera Utara pada tahun 2016 yaitu 1.999.99 kkl dan tahun 2017 yaitu 2.133,84 kkl. Sementara itu jumlah konsumsi protein di Sumatera Utara pada Tahun 2016 sebesar 54,93 gram dan tahun 2017 sebesar 61,03 gram.

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 proporsi perokok saat ini di Indonesia adalah 62,9 persen. Proporsi perokok saat ini terbanyak di Kepulauan Riau dengan perokok setiap hari 27,2 persen dan kadang-kadang merokok 3,5 persen, sedangkan Di Sumatera Utara 24,2 persen. Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun sebesar 33,4 persen, umur 35-39 tahun 32,2 persen, sedangkan proporsi perokok setiap hari pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perokok perempuan (47,5% banding 1,1%). Berdasarkan jenis pekerjaan,petani/nelayan/buruh adalah proporsi perokok aktif setiap hari yang terbesar (44,5%) dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya. Proporsi perokok setiap hari tampak cenderung menurun pada kuintil indeks kepemilikan yang lebih tinggi.

Terjadinya peningkatan tekanan darah dapat memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Proporsi kematian karena penyakit kardiovaskular mengalami peningkatan pada kurun waktu terakhir ini (Depkes RI, 2003).

Penderita terjadinya peningkatan tekanan darah atau peningkatan tekanan

(20)

darah di Indonesia sekitar 15 juta orang tetapi hanya 4 persen yang merupakan terjadinya peningkatan tekanan darah atau peningkatan tekanan darah terkontrol.

Sebanyak 6-15 persen pada orang dewasa, 50 persen diantaranya tidak menyadari sebagai penderita terjadinya peningkatan tekanan darah sehingga mereka cenderung untuk menjadi terjadinya peningkatan tekanan darah berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya, dan 90 persen merupakan terjadinya peningkatan tekanan darah esensial (Irza, 2009).

Faktor pemicu terjadinya peningkatan tekanan darah atau peningkatan tekanan darah dapat dibedakan atas yang tidak dapat dikontrol dan dapat dikontrol. Faktor yang tidak dapat dikontrol seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur. Sedangkan faktor yang dapat dikontrol diantaranya stres, kegemukan,kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam.

Terjadinya peningkatan tekanan darah bersifat diturunkan atau bersifat genetik.

Insidensi terjadinya peningkatan tekanan darah meningkat seiring dengan pertambahan usia (Sugiharto, 2007).

Prevalensi obesitas penduduk laki-laki dewasa (>18tahun) di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 14,8 persen dan pada tahun 2018 bertambah sebanyak 21,8 persen. Pada tahun 2018 provinsi Sumatera Utara prevalensi Obesitas sebanyak 26,2 persen (Riskesdas 2018). Besarnya prevalensi kelebihan berat badan di Sumatera Utara yaitu di atas prevalensi nasional terlihat juga dari status gizi polisi di Kota Medan. Berdasarkan hasil survey pendahuluan, 5,26 persen dari 35 persen anggota Polres pada Unit Regident memiliki berat badan berlebih dan 14,03 persen dari 35 persen anggota Polres mengalami gizi lebih (Obesitas).

(21)

Sebelum mengalami gangguan metabolik, maka penelitian terkait faktor risiko obesitas di Satlantas Polrestabes Medan perlu segera dilakukan program pencegahannya.

Kebiasaan merokok berpengaruh dalam peningkatan tekanan darah melalui gangguan dari status lipid, peningkatan obesitas sentral, gangguan dari resistensi insulin,peningkatan massa ventrikel kiri dan peningkatan kekakuan dinding pembuluh darah. Peningkatan konsumsi alkohol jangka lama berpengaruh pada peningkatan kadar kortisol dalam darah sehingga aktivitas renin angiotensin dan aldosteron akan meningkat, jika RAAS meningkat maka kenaikan tekanan darah terjadi (Gray et al., 2005).

Kesegaran atau kebugaran jasmani adalah yang berhubungan dengan kesehatan, yaitu kebugaran jantung, paru, peredaran darah, kekuatan otot, kelentukan sendi dan status gizi. Status gizi dalam tubuh manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satu diantaranya persen lemak tubuh, Indeks Massa Tubuh (IMT). Kegiatan aktivitas yang sering dilakukan oleh anggota unit regident adalah berada dalam kantor karena ini berkaitan dengan tugasnya melayani administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi.

Kegiatan aktivitas fisik seperti olahraga dilakukan setiap 1 minggu sekali dilakukan pada hari sabtu. Kegiatan olahraga yang sering dilakukan pada anggota adalah senam dan lari.

Indeks massa tubuh ini adalah indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa (Sugondo, 2006). Kurang lebih 12 persen orang dengan indeks

(22)

massa tubuh 27 kg/m2 menderita diabetes mellitus tipe 2, faktor lingkungan dan gaya hidup yang tidak sehat seperti makan berlebihan, berlemak dan kurang aktivitas fisik berperan sebagai pemicu diabetes mellitus (Susilo & Wulandari, 2011).

Batas Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut Supariasa (2016) untuk kategori kurus dengan berat badan tingkat berat IMT kurang 17,0 kg/m2 dan untuk kurus dengan kelebihan berat badan tingkat ringan IMT sebesar 17,0 – 18,4 kg/m2,untuk kategori normal IMT sebesar 18,5 - 25,0 kg/m2 dan untuk kategori obesitas dengan berat badan tingkat ringan IMT sebesar 25,1 – 27,0 kg/m2 sedangkan untuk obesitas berat badan tingkat berat IMT lebih 27,0 kg/m2.

Pada penelitian ini akan digali beberapa faktor risiko obesitas pada anggota Polrestabes Medan yang diwakili oleh petugas Unit Regident. Unit Regident adalah unsur pelaksana tugas pokok yang berada di bawah Kasat Lantas yang bertugas melayani administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta pengemudi.

Unit Registrasi dan Identifikasi yang disingkat sebagai Unit Regident adalah unsur pelaksana tugas pokok yang berada di bawah kasat lantas yang bertugas melayani administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi. Unit regident menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

1. Melaksanakan pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap pelayanan administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi.

2. Melaksanakan pelayanan penerbitan SIM (Surat Izin Mengemudi)

(23)

3. Melakukan pemeriksaan dokumen kendaraan baik pendaftaran baru, mutasi keluar maupun mutasi masuk

4. Melaksanakan pelayanan penerbitan BPKB, STNK dan TNKB bagi kendaraan yang telah melalui proses pemeriksaan dokumen.

5. Melaksanakan pengecekan ulang ke tempat asal kendaraan yang diregistrasi terhadap kendaraan yang melakukan mutasi masuk sebagai bentuk sistem pengamanan.

6. Bekerjasama dengan instansi terkait (Dispenda dan Jasa Raharja) dalam proses pembayaran pajak kendaraan dan asuransi serta sat reskrim pada kasus curanmor, dengan unit laka lantas dalam hal kasus laka lantas/tabrak lari.

7. Membuat laporan hasil pelaksanaan kegiatan registrasi dan identifikasi kendaraan dan pengemudi.

Unit Regident dipimpin oleh kanit regident dan dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Kasat Lantas di bawah kendali kaur bin ops.Satlantas sengaja dipilih sebagai sampel penelitian karena unit regident merupakan bagian penting dalam Satlantas sebagai perwakilan yang dituntut untuk memiliki kecakapan yang cukup tinggi. Apabila satuan ini beresiko obesitas, tentunya produktivitas kerja akan menurun seiring meningkatnya sindrom metabolik sehingga tidak berfungsi sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.

Perumusan Masalah

Berdasarkan deskripsi pada latar belakang di atas, maka persoalan penelitian ini adalah bagaimana hubungan asupan makan, kebiasaan merokok dan aktivitas

(24)

fisik dengan status gizi pada anggota Satlantas Polrestabes Medan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yaitu mengetahui hubungan asupan makan, kebiasaan merokok dan aktivitas fisik pada anggota satlantas di unit regident satlantas polrestabes Medan.

Manfaat Penelitian

1. Bagi Satlantas Polrestabes Medan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran dan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan status gizi di Satlantas Polrestabes Medan sehingga dapat dijadikan acuan untuk pembuatan program pencegahan dan penanggulangan kelebihan berat badan agar tidak berkelanjutan ke risiko sindrom metabolic yang akan menurunkan produktivitas kerja.

2. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait gambaran dan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan dengan status gizi di Satlantas Polrestabes Medan untuk dapat dijadikan sebagai bahan penelitian selanjutnya.

3. Bagi peneliti

Peneliti diharapkan akan menerapkan ilmu yang telah didapat serta meningkatkan kemampuan dalam mengelola dan menganalisis data.

(25)

Tinjauan Pustaka

Status Gizi

Status gizi adalah ukuran derajat pencapaian kebutuhan fisiologis seseorang akan zat gizi (Arisman, 2011). Salah satu pengukuran status gizi secara langsung dengan cara antropometri dapat dilakukan dengan pengukuran indeks massa tubuh (IMT). Indeks massa tubuh merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (Supariasa, 2016).

Tabel 1

Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia

Kategori Keterangan IMT

Kurus

Normal Gemuk

Kekurangan berat badan tingkat berat

Kekurangan berat badan tingkat ringan

Kelebihan berat badan tingkat ringan

Kelebihan berat badan tingkat berat

<17,0 17,00-18,5

>18,5-25,0

>25,1-27,0

>27,1 Sumber: Supariasa, 2016

Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu: antropometri, pemeriksaan klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan status gizi tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga, yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa, 2016).

Penilaian status gizi yang paling sering digunakan yaitu antropometri.

(26)

Antropometri artinya ukuran tubuh manusia.Ditinjau dari sudut pandang gizi, antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.Indeks antropometri terdiri dari BB/U, TB/U, BB/TB, LLA/U dan IMT (Supariasa, 2016).

Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang saat ini tengah memiliki permasalahan gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Permasalahan gizi utama saat ini terjadi antara lain yaitu Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB), serta Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY). Permasalahan tersebut merupakan masalah gizi kurang yang banyak terjadi di Indonesia. Akan tetapi saat ini juga mulai terjadi peningkatan masalah gizi lebih serta penyakit generatif akibat terjadinya perubahan gaya hidup di masyarakat.

Secara umum, permasalahan gizi dan pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor demografi seperti pertambahan jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, faktor sosial ekonomi seperti peningkatan kesejahteraan masyarakat, meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi yang dapat berpengaruh terhadap pendapatan keluarga. Selain itu juga terdapat faktor lain yang berpengaruh, yaitu perkembangan IPTEK di mana saat ini terjadi arus modernisasi yang membawa perubahan terhadap pola hidup masyarakat termasuk pola makan. Salah satu pengaruhnya yaitu meningkatnya konsumsi lemak yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kegemukan di masyarakat (Maas, 2003).

Supariasa (2016) mendefinisikan malnutrisi (gizi salah) sebagai keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu

(27)

atau lebih zat gizi. Keempat bentuk malnutrisi tersebut antara lain, yaitu:

1. Under Nutrition, yaitu kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolute untuk periode tertentu

2. Specific Deficiency, yaitu kekurangan zat gizi tertentu, misalnya kekurangan vitamin A, yodium, Fe, dan lain-lain

3. Over Nutrition, yaitu kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu 4. Imbalance, yaitu karena disproporsi zat gizi, misalnya kolesterol terjadi

karena tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein), dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein).

Gizi kurang terjadi karena defisiensi atau ketidakseimbangan energi atau zat gizi (Suhardjo, 1989). Kekurangan gizi dapat disebabkan oleh salah satu dari tiga faktor berikut ini:

1. Konsumsi pangan kurang, baik jumlah maupun mutunya

2. Karena menderita sakit, faktor keturunan atau karena lingkungan yang menyebabkan gangguan penyerapan gizi.

Pada para pekerja, telah banyak dilakukan penelitian yang menunjukkan bahwa gizi memiliki kaitan dengan produktivitas kerja, yaitu secara umum apabila pekerja mengalami kurang gizi, maka akan menurunkan daya kerja serta produktivitas kerja. Apabila pekerja mengalami kurang gizi, dapat berpengaruh terhadap konsentrasi maupun ketelitian dalam bekerja sehingga dapat membahayakan keselamatan dan dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja (Maas, 2003).

Masalah gizi lebih disebabkan oleh banyaknya energi yang masuk, namun

(28)

tidak diiringi pengeluaran energi yang seimbang.Di Negara maju permasalahan kesehatan akibat obesitas saat ini melebihi masalah kesehatan akibat rokok dan alkohol. Beberapa ahli menyebutkan obesitas sudah suatu epidemic bahkan ada yang menyebutkan dengan pandemi.Peningkatan prevalensi dari insiden obesitas di negara maju dan berkembang sudah terjadi sejak 25 tahun terakhir. Di Indonesia sejak Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) kedua sudah mulai ada data kelebihan berat badan dan obesitas ini sejak dilaksanakan Riset Kesehatan Dasar pada 2007 sampai dengan Riset Kesehatan Dasar pada 2013.

Dari publikasi di The Lancet Juni 2016 melaporkan bahwa pada tahun 1980 ditemukan 1.225 miliar orang dewasa di dunia sudah menderita kelebihan berat badan dan obesitas. Pada tahun 2011 meningkat menjadi 1.6 miliar orang dewasa mengalami kelebihan berat badan dan 400 juta sudah obesitas. Kemudian tahun 2013 menjadi 2.3 miliar orang dengan kelebihan berat badan dan 700 juta sudah obesitas (Masrul, 2018).

Status gizi kurang maupun status gizi lebih sama-sama memiliki dampak yang serius. Status gizi kurang dapat berdampak memiliki kerentanan terhadap morbiditas akut, yakni jika dibandingkan dengan mereka yang memiliki gizi yang yang mencukupi, orang-orang dengan status gizi yang buruk (ditentukan melalui pemeriksaan antropometri) lebih cenderung mengalami penyakit diare, malaria, serta infeksi pernafasan, dan juga kemungkinan lebih besar untuk menderita semua penyakit ini dengan durasi waktu yang lebih lama (Manary dan Solomons, 2004 dalam Yenizar, 2016).

Status gizi lebih memiliki risiko mengalami penyakit kronis dan dapat

(29)

memperpendek harapan hidup. Dari hasil The Nurses Health Study dan The Health Professional Study melaporkan bahwa terjadi keterkaitan erat antara IMT

dan risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2. Risiko relatif dalam penelitian ini meningkat lebih dari 10 kali lipat di antara perempuan dengan melebihi 29 kg/m2 dan di antara laki-laki dengan IMT melebihi 31 kg/m2 jika dibandingkan dengan mereka yang dalam kategori IMT lebih rendah. Obesitas juga meningkatkan risiko terjadinya kanker, seperti kanker payudara, kanker kolon, kanker prostat, kanker kelenjar endokrin, kanker serviks, kanker ovarium, kanker ginjal, kanker batu empedu, kanker pankreas, kanker hati, kanker rectum, dan kanker esophagus (Smolin and Grosvenor, 2010 dalam Diana, dkk 2013).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi status gizi antara lain:

Umur. Umur adalah masa hidup seseorang dalam tahun dimulai dari lahir sampai dengan ulang tahun terakhir. Umur mempunyai peran dalam memilih makanan. Pada saat bayi, seseorang tidak dapat memilih makanan yang mereka inginkan, namun pada saat dewasa seseorang dapat memilih makanan mereka sendiri. Saat seseorang tumbuh menjadi remaja dan dewasa, pengaruh terhadap kebiasaan makannya menjadi sangat kompleks (Worthington, 2000 dalam Lestari 2013).

Jenis kelamin. Jenis kelamin adalah perbedaan seks yang diberikan oleh tuhan sejak lahir. Jenis kelamin dibedakan menjadi dua, yaitu laki-laki dan perempuan. Kebutuhan zat gizi laki-laki dan perempuan berbeda, hal itu dikarenakan pertumbuhan dan perkembanganya berbeda.

(30)

Menurut Worthington (2000) dalam Lestari (2013) pada umumnya laki- laki lebih aktif dalam melakukan kegiatan fisik sehingga membutuhkan energi dan protein yang lebih besar dibandingkan perempuan.

Asupan energi. Manusia dalam kehidupannya membutuhkan energi untuk mempertahankan hidupnya, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik.Energi yang ditimbulkan dalam tubuh manusia dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak. Agar manusia selalu tercukupi energinya, maka diperlukan makanan yang cukup dalam tubuhnya (Kartasapoetra, 2009). Menurut FAO/WHO dalam Sunita Almatsier (2009), kebutuhan energi adalah konsumsi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang, dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Pada anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukkan jaringan-jaringan baru atau untuk sekresi ASI yang sesuai dengan kesehatan.

Jika seseorang dalam jangka waktu yang cukup lama kekurangan asupan energi, maka akan mengakibatkan menurunya berat badan bahkan kurang gizi (Gibney, 2009). Menurut penelitian Muchilisa (2013), adanya hubungan antara asupan energi dengan status gizi, apabila asupan energi seseorang rendah maka ia akan memiliki peluang yang lebih besar untuk berada pada kategori status gizi kurus. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Kennedy, 2004 dalam Rizkiyah, 2016) yang menyebutkan bahwa konsumsi energi yang rendah

(31)

dapat menyebabkan IMT yang rendah dan juga adanya hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan IMT (Ubro, 2014).

Penelitian-penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa asupan zat energi antara perokok dan bukan perokok memiliki perbedaan yang signifikan.

Hal tersebut dibuktikan dengan hasil studi yang dilakukan oleh (Dallongeville dkk 1998 dalam Rahayu 2016) dengan cara menganalisis 51 studi pada 15 negara yang berbeda menyebutkan bahwa asupan energi pada perokok lebih rendah dibandingkan bukan perokok.

Asupan protein. Protein berasal dari kata Yunani yaitu proteos, yang berarti yang utama atau yang didahulukan. Sehingga, protein merupakan zat yang paling penting dalam setiap individu. Selain berfungsi sebagai sumber energi, protein juga berperan untuk membangun dan memelihara sel-sel jaringan tubuh. Walaupun fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan, namun apabila tubuh kekurangan zat energi, fungsi protein untuk menghasilkan energi atau untuk membentuk glukosa akan didahulukan. Bila glukosa atau asam lemak di dalam tubuh terbatas, sel terpaksa menggunakan protein untuk membentuk glukosa dan energi. Dalam keadaan berlebihan, protein akan mengalami deaminasi. Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam tubuh. Dengan demikian, mengonsumsi protein secara berlebihan dapat menyebabkan kegemukan (Sunita Almatsier, 2009).

Protein merupakan konstituen penting bagi semua jaringan tubuh. Mary E.

Beck (2011) menyatakan bahwa fungsi protein sebagai berikut:

(32)

1. Protein menggantikan protein yang hilang selama proses metabolisme yang normal dan proses pengausan yang normal.protein akan hilang dalam pembentukan rambut serta kuku, dan sel-sel mati yang lepas dari permukaan kulit dan dalam proses pencernaan.

2. Protein menghasilkan jaringan yang baru. Jaringan baru terbentuk selama masa pertumbuhan, kesembuhan dari cedera, kehamilan, dan laktasi

3. Protein diperlukan dalam pembuatan protein-protein yang baru dengan fungsi khusus di dalam tubuh seperti enzim, hormon, dan hemoglobin

4. Protein merupakan sumber energi

Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh setelah air (Yuniastuti, 2008). Seperlima bagian tubuh adalah protein, separuhnya ada dalam otot, seperlimanya ada dalam tulang, sepersepuluhnya di dalam kulit dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Protein mempunyai fungsi yang khas yaitu membangun dan memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2009).

Penelitian eksperimental yang dilakukan oleh (Astrup 2003, dalam Khotimah, 2015) menunjukkan bahwa protein memiliki daya mengenyangkan lebih tinggi per kalori dibandingkan karbohidrat dan lemak pada orang dewasa.

Hal tersebut menunjukkan bahwa pengganti diet karbohidrat dengan protein ad libidum bersamaan dengan diet rendah lemak dapat memperbaiki kehilangan berat badan. Penelitian yang dilakukan Muchlisa (2013) juga menunjukkan adanya hubungan antara asupan protein dengan asupan status gizi berdasarkan IMT. Di

(33)

mana, responden yang asupan proteinnya kurang lebih banyak yang tergolong status gizi kurus berdasarkan IMT.

Penelitian-penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa asupan zat protein antara perokok dan bukan perokok memiliki perbedaan yang signifikan.

Hal tersebut dibuktikan dengan hasil studi (dalam Rahayu, 2016) dengan cara menganalisis 51 studi pada 15 negara yang berbeda menyebutkan bahwa asupan protein pada perokok lebih rendah dibandingkan bukan perokok.

Suku / ras. Di Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa.

Menurut Kamus Besar Ilmu Pengetahuan suku adalah bentuk komunitas manusia yang merupakan suatu ciri khas dari sistem komunal primitif yang dianggotai oleh orang yang masih memiliki satu darah (Dagun, 2000). Di Indonesia, sebagian besar suku mengikuti garis keturunan ayah (suku jawa, bugis, Batak, Ambon), kecuali di Sumatera Barat (suku Minangkabau) masih mengikuti garis keturunan ibu (Salampessy, 2007).

Menurut Davis dkk, 2005 (dalam Rizkiyah, 2016) menunjukkan adanya perbedaan ras dalam penurunan berat badan pada wanita yang berstatus obesitas.

Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh (Hagler dkk, 2007 dalam Rizkiyah 2016) menemukan bahwa prevalensi gizi lebih berdasarkan ras berbeda- beda, 70,6% pada kulit putih non-hispanik, 18,3% pada latin hispanik, 5,2% pada Amerika Afrika, 2% pada multiras, 1,6% pada Asia dan Kepulauan Pasifik, 1,6%

pada bukan warga negara Amerika dan 0,5% pada pribumi Amerika.

Genetik. Faktor genetik penting dalam status gizi anak dari orang tua yang mengalami obesitas memiliki kesempatan lebih besar mengalami obesitas

(34)

daripada anak dari orang tua yang kurus (Salampessy, 2007). Penelitian yang dilakukan Khader (2009) di Jordan menunjukkan hasil bahwa adanya hubungan antara status gizi dengan genetik. Anak yang mempunyai orang tua gemuk akan meningkatkan peluan menjadi gizi lebih (Khader, 2009 dalam Rizkiyah, 2016).

Status kesehatan. Kesehatan seseorang dapat mempengaruhi status gizinya.Status gizi buruk mempermudah seseorang terkena penyakit infeksi misalnya TB. Penelitian yang dilakukan Izzati (2015) menunjukkan hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian TB paru. Apabila seseorang berstatus gizi kurang beresiko 9,4 kali menderita TB paru dibandingkan dengan responden dengan status gizi normal atau berlebih.

Masalah Gizi

Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan dan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya akan zat gizi adalah zat kimia yang terdapat dalam makanan yang diperlukan manusia untuk meningkatkan kesehatannya (Dina, 2012 dalam Dewi, 2017).

Masalah gizi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Dari sudut zat gizinya, masalah gizi dapat berupa masalah gizi mikro dan masalah gizi makro. Masalah gizi makro dapat berbentuk gizi kurang dan gizi lebih sedangkan masalah gizi mikro hanya dikenal sebagai gizi kurang (Dina, 2012 dalam Dyah Pramesty, 2017).

Masalah Gizi Kurang

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi

(35)

yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin.

Akibat yang terjadi apabila kekurangan gizi antara lain menurunya kekebalan tubuh (mudah terkena penyakit infeksi), terjadinya gangguan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, kekurangan energi yang dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja, dan sulitnya seseorang dalam menerima pendidikan dan pengetahuan mengenai gizi (Desy, 2008 dalam Dewi, 2017).

Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi yang banyak dihadapi oleh negara-negara berkembang yang sedang berkembang. Hal ini dapat terjadi karena tingkat pendidikan yang rendah, pengetahuan yang kurang mengenai gizi dan perilaku belum sadar akan status gizi. Contoh masalah kekurangan gizi, antara lain KEP (kekurangan energi protein), GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium), Anemia Gizi Besi (AGB) (Desy, 2008 dalam Dewi, 2017).

Masalah Gizi Lebih

Gizi merupakan keadaan gizi seseorang yang pemenuhan kebutuhannya melampaui batas lebih dari cukup (kelebihan) dalam waktu cukup lama dan dapat terlihat dari kelebihan berat badan yang terdiri dari timbunan lemak, tilang besar, otot dan daging. Gizi lebih dapat juga diartikan sebagai akibat akumulasi lemak yang berlebihan dalam tubuh. Gizi lebih menunjukkan suatu keaadaan di mana terdapat berat badan berlebih. Seseorang dikatakan bergizi lebih atau overweight bila jumlah lemak di atas nilai normal (Tresa, 2014 dalam Dewi, 2017).

Gizi lebih terjadi karena asupan yang masuk lebih besar dibanding yang

(36)

keluar sehingga terjadi kelebihan energi dalam bentuk jaringan lemak.

Kesenjangan antara masukan dan pengeluaran energi dalam pola konsumsi sebagian besar diduga disebabkan karena modifikasi gaya hidup. Perubahan gaya hidup yang menjurus ke westernisasi dan pola hidup kurang gerak.

Perubahan gaya hidup ini mengakibatkan terjadinya perubahan pola makan yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, lemak dan kolesterol, terutama makanan siap saji (fast food) yang berdampak meningkatkan obesitas (Hidayati, 2006 dalam Dewi, 2017).

Gizi lebih atau kegemukkan ditandai dengan ketidak seimbangan antara energi masuk dan energi keluar dan merupakan kumpulan dari simpanan energi di tubuh yang diubah menjadi lemak (Pritasari, 2006 dalam Dewi, 2017). Jumlah lemak dalam tubuh akan bertambah seiring dengan bertambahnya usia, karena melambatnya metabolisme dan berkurangnya aktivitas fisik.

Pengukuran Konsumsi Makanan

Metode pengukuran konsumsi makan terdapat 2 cara yaitu dengan menggunakan metode kualitatif dan metode kuantitatif (Supariasa dkk, 2016).

Metode kualitatif bertujuan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menelusuri informasi mengenai kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode kualitatif dapat dilakukan dengan cara pengukuran metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon dan metode pendaftaran makanan.

(37)

Sedangkan metode kuantitatif bertujuan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan (DKBM) atau daftar lain jika diperlukan. Metode kuantitatif yang dapat dilakukan dengan cara pengukuran metode recall 24 jam, Perkiraan makanan (estimated food records), penimbangan makanan (food weighing), metode food account, metode inventaris (inventory method) dan pencatatan (household food records). (Supariasa dkk, 2016).

Berdasarkan metode yang disebutkan sebelumnya, metode pengukuran konsumsi makanan individu dapat dilakukan dengan cara metode recall 24 jam, perkiraan makanan (estimated food records), penimbangan makanan (food weighing), metode frekuensi makanan (food frequency). (Supariasa dkk, 2016).

Metode Food Recall 24 jam

Prinsip dari metode ini yaitu dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Jumlah makanan ditanyakan kepada responden dengan teliti menggunakan alat ukur rumah tangga (URT) seperti sendok, gelas, piring dan lain-lain atau ukuran lainya yang biasa dipergunakan sehari-hari. (Supariasa dkk, 2016).

Penilaian asupan gizi dengan cara metode recall 24 jam memiliki kelebihan dan kekurangan menurut Supariasa dkk, (2016) adalah sebagai berikut:

1. Kelebihan

a. Mudah melaksanakan dan tidak membebani responden

(38)

b. Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara

c. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden d. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf

e. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung zat gizi sehari

2. Kekurangan

a. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari bila hanya dilakukan recall satu hari

b. Ketepatan sangat tergantung pada daya ingat responden. Oleh karena itu responden harus mempunyai daya ingat baik, sehingga metode ini tidak cocok dengan anak usia di bawah 7 tahun, orang tua berusia diatas 70 tahun dan or6ang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa

c. The flat slope syndrome. Yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (overestimate) dan responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (underestimate)

d. Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil

e. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian

f. Untuk mendapatkan gambaran konsumsi makanan sehari-hari recall jangan dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari-hari pekan, pada saat melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain

(39)

Hal penting yang harus diketahui adalah jika metode recall hanya dilakukan satu kali (1x24 jam) tidak akan menggambarkan kebiasaan individu.

Oleh karena itu, recall dilakukan secara berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. (Supariasa dkk, 2016).

Kebiasaan Merokok

Pengertian rokok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gulungan tembakau (kira-kira sebesar kelingking) yang dibungkus (daun nipah, kertas).Sedangkan perokok adalah orang yang suka menghisap rokok.Jumlah perokok di Indonesia dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Pada tahun Riskesdas 2018 prevalensi perokok tiap hari sebesar 62,9%. Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun sebesar 33,4 persen, umur 35- 39 tahun 32,2 persen, sedangkan proporsi perokok setiap hari pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perokok perempuan (47,5% banding 1,1%).

Menurut epidemiologi, perokok aktif dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu : 1. Perokok ringan

Perokok yang dikatakan perokok ringan yaitu perokok yang mengkonsumsi rokok berkisar <20 batang per hari

2. Perokok berat

Perokok yang dikatakan perokok berat yaitu perokok yang mengkonsumsi rokok berkisar ≥20 batang per hari.

Adapun jenis Rokok berdasarkan bahan baku atau isi yaitu :

(40)

a. Rokok putih adalah rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

b. Rokok kretek adalah rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

Kandungan Rokok

Ada sekitar 4000 bahan kimia yang dihasilkan dari pembakaran rokok, dan yang bersifat karsinogenik atau menyebabkan kanker diantaranya adalah nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amoniak, asetilen, benzaldehid, uretan, benzena, metanol, koumarin, 4-etil katekol, ortokresol,perilen dan lainnya, yang berada dalam bentuk komponen gas dan padat atau partikel. Komponen padat atau partikel dibagi lagi menjadi nikotin dantar. Dikatakan pula bahwa tar merupakan kumpulan ribuan bahan kimia bersifat karsinogenik yang terdapat dalam asap rokok. Sementara nikotin, selain dapat menjadi senyawa nitrosamin yang bersifat karsinogenik juga merupakan senyawa aditif, yang menyebabkan seseorang ketagihan dan menimbulkan rasa ketergantungan.(Aditama, 1992).

Adanya kandungan senyawa kimia yang lebih tinggi dalam asap membuat mereka yang sekalipun tidak merokok namun secara tidak sengaja menghirup asap tersebut atau perokok pasif akan menerima akibat buruk dari kegiatan merokok orang di sekitarnya. Seorang perokok pasif yang berada dalam ruangan yang penuh asap rokok selama satu jam saja akan menghisap nitrosamin sama

(41)

banyaknya dengan merokok 35 batang rokok dan akan menghisap benzopiren sama banyaknya dengan merokok 4 batang rokok (Aditama, 1992).

Rokok di Indonesia mempunyai kadar tar dan nikotin yang lebih tinggi daripada rokok yang diproduksi di luar negeri. Disebutkan juga bahwa jumlah perokok di Indonesia sampai tahun 1986 dari data yang dikumpulkan WHO adalah 75% pria dan 5% wanita dari jumlah penduduk Indonesia, dan jumlah ini cenderung meningkat (Aditama, 1992).

Pengaruh Merokok terhadap Kesehatan

Menurut data dari situasi rokok Indonesia (Wijaya, 2013) beberapa penyakit tidak menular yang diakibatkan oleh kegiatan merokok, diantaranya adalah:

1. 90% penyakit kanker paru-paru pada pria dan 70% pada wanita

2. 56-80% penyakit saluran pernafasan (bronkitis kronis dan pneumonia).

3. 22% penyakit jantung dan penyakit pembuluh darah lainnya.

4. 50% impotensi pada pria.

5. Infertilitas pada wanita baik sebagai perokok aktif maupun pasif.

6. Abortus spontan, bayi berat lahir rendah, bayi lahir mati dan komplikasi melahirkan lainnya pada wanita.

7. Meningkatkan infeksi saluran pernafasan, penyakit telinga tengah, asma atau sudden infant death syndrome (SIDS) pada bayi dan anak-anak.

Lebih lanjut, juga disampaikan bahwa jumlah kematian akibat merokok telah mencapai 5 juta penduduk dunia pada Tahun 2005, dan diperkirakan angka ini akan mencapai 100 juta di abad ke-20. Angka tersebut akan terus meningkat

(42)

dan diperkirakan pada Tahun 2030 akan mencapai 8 juta kematian akibat rokok per tahunnya apabila tidak ada upaya-upaya penanggulangan yang efektif. Dari hasil konferensi yang diadakan oleh the American Cancer Society, bulan Juni 1998 menyimpulkan bahwa (Frank, 2000 dalam Nadia, 2016):

1. Angka pengkonsumsi rokok oleh orang dewasa dan remaja meningkat.

2. Dengan merokok tidak mengurangi risiko kecanduan nikotin.

3. Dengan meningkatknya perokok dan perokok pasif meningkatkan risiko kematian akibat merokok.

4. Asap rokok mengandung konsentrasi komponen toksik dan karsinogenik lebih tinggi dari pada rokok dan merupakan sumber populasi udara utama dari fine-particle dan karbon monoksida indoor.

5. Dengan merokok terbukti penyebab kanker paru-paru dan upper aerodigestive tract.

Hasil pengamatan terhadap suatu populasi perokok menunjukkan bahwa adanya kecenderungan perokok untuk terus mengkonsumsi rokok yang dapat menyebabkan kerusakan potensial terhadap kesehatan. Kerusakan kesehatan ini terutama diakibatkan dari kandungan tar dan nikotin. Mulai dari kandungan yang rendah dalam rokok dan kerusakan meningkat dengan meningkatnya kadar tar dan nikotin, terlebih lagi bila diikuti dengan meningkatnya level konsumsi rokok (Martin et al., 2001 dalam Nadia, 2016).

Ditemukan juga bahwa konsumsi nikotin melalui rokok dapat menginduksi gangguan kesehatan pada perokok pasif dengan terjadinya peningkatan plasma endothelin-1 (ET-1) (Claudio et al., 1997 dalam Nadia,

(43)

2016). Peningkatan plasma endothelin ini terjadi setelah terjadinya peningkatan plasma vasopressin (hormon yang berfungsi mengurangi pembentukan kemih dan meningkatkan tekanan darah). Peningkatan plasma endothelin-1 dapat menyebabkan terjadinya patogenesis dari beberapa kelainan pada kardiovaskular.

Hal ini dapat terjadi sehubungan dengan sifat plasma endothelin-1 yang merupakan suatu peptida yang bersifat vasoconstrictor (unsur penyempit pembuluh darah) yang kuat dan berpengaruh pada pertumbuhan otot halus dan sel otot dari jantung (Claudio et al., 1997 dalam Nadia, 2016).

Menurut (Itnarin (2009) dan Sneve (2008) dalam Rosiana, 2016) hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan U-shaped antara banyaknya rokok yang dikonsumsi per hari dengan IMT, dimana perokok ringan (1-9 batang rokok/hari) memiliki IMT yang paling rendah secara signifikan, perokok berat (>20 batang/hari) dan non perokok memiliki IMT yang lebih tinggi. Meskipun terdapat hubungan U-shaped, ini bertentangan dengan teori bahwa merokok mempengaruhi berat badan melalui efeknya pada metabolisme, beberapa penelitian menunjukkan bahwa perokok berat memiliki IMT tinggi karena gaya hidup yang tidak sehat seperti konsumsi alkohol, kurang olahraga, dan konsumsi tinggi lemak (Padrao, 2007).

Orang yang merokok cenderung untuk memiliki berat badan lebih ringan dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Merokok dapat menyebabkan peradangan dalam sistem pencernaan dan akan mempengaruhi secara langsung terhadap pusat selera makan (Aditama, 1997). Merokok juga akan meningkatkan laju metabolisme tubuh hingga dapat membakar kalori dalam tubuh. Selain itu,

(44)

nikotin juga dapat berperan sebagai penahan nafsu makan, sehingga pada saat seseorang berhenti merokok, nafsu makan akan meningkat yang akan menyebabkan intake makanan juga meningkat sehingga berat badannya pun akan meningkat. Pertambahan berat badan orang yang berhenti merokok biasanya berkisar 2 sampai 3 kg (ASH, 2009).

Aktivitas Fisik

Dalam Riskesdas 2018 kriteria aktivitas fisik "aktif" adalah individu yang melakukan aktivitas fisik berat atau sedang atau keduanya,sedangkan kriteria 'kurang aktif' adalah individu yang tidak melakukan aktivitas fisik sedang maupun berat. Perilaku sedentari adalah perilaku duduk atau berbaring dalam sehari-hari baik di tempat kerja (kerja di depan komputer, membaca, dll), di rumah (nonton TV, main game, dll), di perjalanan/transportasi (bus, kereta, motor), tetapi tidak termasuk waktu tidur. Penelitian di Amerika tentang perilaku sedentari yang menggunakan cut off points <3 jam, 3-5,9 jam, ≥6 jam, menunjukkan bahwa pengurangan aktivitas sedentari sampai dengan <3 jam perhari dapat meningkatkan umur harapan hidup sebesar 2 tahun (Katzmarzyk, P

& Lee, 2012 dalam Dianti 2019).

Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah suatu rangkaian gerak tubuh yang menggunakan tenaga atau energi. Jenis aktivitas fisik yang sehari-hari dilakukan antara lain berjalan, berlari, berolahraga, mengangkat dan memindahkan benda, mengayuh sepeda, dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik menentukan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot.Aktivitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang.

(45)

Kelebihan energi karena rendahnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko kegemukan dan obesitas (Mahardikawati, 2008).

Menurut Jakicic (2006) peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dalam penurunan berat badan atau pencegahan penambahan berat badan.Seseorang yang melakukan aktivitas fisik lebih sering dibandingkan dengan orang yang tidak melakukan aktivitas fisik berat badanya berbeda sehingga status gizinya juga berbeda.Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Sada, 2012 dalam Ramadhan, 2018) yang menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi menurut IMT.

Menurut FAO/WHO/UNU (2001) kategori tingkat aktivitas fisik dengan nilai Physical Activity Level (PAL) dibagi menjadi tiga, yaitu: ringan (1.40 -1.69), sedang jika PAL (1.70 - 1.99) dan berat jika PAL (2.00 - 2.40).

Angka kebutuhan energi dihitung dengan pendekatan pengeluaran energi, yaitu angka metabolisme basal dikali dengan tingkat aktivitas fisik.

Tabel 2

Tingkat Aktivitas Fisik (Physical Activity Level)

Kategori aktivitas fisik Nilai PAL

Ringan 1.40 – 1.69

Sedang 1.70 – 1.99

Berat 2.00 – 2.40

Sumber: FAO/WHO/UNU (2001).

Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan energi sehingga apabila aktivitas fisik rendah (ringan) maka kemungkinan terjadinya obesitas akan meningkat. Berbagai penelitian

(46)

menunjukkan bahwa lamanya kebiasaan menonton televisi (aktivitas) berhubungan dengan peningkatan prevalensi obesitas. Sedangkan aktivitas fisik yang sedang hingga berat akan mengurangi kemungkinan terjadinya obesitas (Nugraha, 2009).

Menurut Lesmana (2002), Aktivitas fisik merupakan kerja fisik yang menyangkut sistem lokomotor tubuh yang ditunjukkan dalam menjalankan aktivitas di kehidupan sehari-hari. Jika suatu aktivitas fisik memiliki tujuan tertentu dan dilakukan dengan aturan-aturan tertentu secara sistematis seperti adanya aturan waktu, target denyut nadi, jumlah pengulangan gerakkan dan lain- lain disebut latihan. Sedangkan yang dimaksud olahraga adalah latihan yang dilakukan dengan mengandung unsur rekreasi.

Ada 3 tipe aktivitas fisik yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kesehatan tubuh (Rika, 2014 dalam Dewi, 2017):

1. Ketahanan (endurance) Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan dapat membantu jantung, paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita lebih bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (407 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: berjalan kaki, lari ringan, berenang, senam, bermain tenis, berkebun dan kerja di tanam

2. Kelenturan (flexibility) Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakkan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan sendi berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu).

(47)

Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: peregangan, senam taichi, yoga, mencuci pakaian, dan mengepel lantai.

3. Kekuatan (strength) Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan suatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (2-4 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: push-up, naik turun tangga, angkat berat/beban, mengikuti senam terstruktur dan terukur (fitnes).

Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik

Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik, berikut ini beberapa faktor tersebut:

1. Umur

Aktivitas fisik remaja sampai dewasa meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1 per tahun, tetapi bila rajin berolahraga penurun ini dapat dikurangi sampai separuhnya.

2. Jenis kelamin

Sampai pubertas biasanya aktivitas fisik laki-laki hamper sama dengan perempuan, tapi setelah pubertas remaja laki-laki biasanya mempunyai nilai yang jauh lebih besar.

3. Pola makan

Makanan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas, karena bila

(48)

jumlah makanan lebih banyak, maka tubuh akan merasa mudah lelah, dan tidak ingin melakukan kegiatan seperti olahraga atau menjalankan aktivitas lainnya.

Kandungan dari makanan yang berlemak juga banyak mempengaruhi tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari ataupun berolahraga, sebaiknya makanan yang akan dikonsumsi dipertimbangkan kandungan gizinya agar tubuh tidak mengalami kelebihan energy namun tidak dapat dikeluarkan secara maksimal.

4. Penyakit/ kelainan pada tubuh

Berpengaruh terhadap kapasitas jantung paru, postur tubuh, obesitas, hemoglobin/sel darah dan serat otot. Bila ada kelainan pada tubuh seperti di atas akan mempengaruhi aktivitas yang akan dilakukan, seperti kekurangan sel darah merah, maka orang tersebut tidak diperbolehkan untuk melakukan olahraga yang berat. Obesitas juga menjadikan kesulitan dalam melakukan aktivitas fisik (Karim, 2002).

Manfaat Aktivitas Fisik

Berikut ini adalah manfaat dari aktivitas fisik menurut (P2PTM Kemenkes RI, 2008) adalah:

1. Meningkatkan keseimbangan

2. Mengendalikan stress, mengurangi kecemasan dan depresi 3. Mengurangi risiko diabetes

4. Mengoptimalkan tumbuh kembang

5. Meningkatkan fleksibilitas, memelihara tulang, otot, dan sendi yang sehat 6. Mencegah penyakit tidak menular

7. Mengurangi risiko kematian dini

(49)

8. Mengurangi risiko tekanan darah tinggi

9. Meningkatkan kerja/mengurangi risiko dan fungsi jantung 10. Meningkatkan kerja otot jantung dan paru

11. Mengurangi risiko penyakit kanker usus besar 12. Mengendalikan berat badan ideal

13. Meningkatkan metabolisme tubuh

14. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan tubuh Landasan Teori

Kerangka teori ini merupakan adaptasi dari hasil-hasil penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi.Selain itu terdapat beberapa perbedaan yang ditimbulkan dari status merokok. Kerangka teori penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka teori

Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori, status gizi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur, jenis kelamin, asupan gizi (energi dan protein), aktivitas fisik, ras/suku, genetic dan merokok. Sehubungan dengan penelitian ini yaitu

(50)

“Hubungan Asupan Makan, Kebiasaan Merokok dan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi pada pegawai Satlantas di Satlantas Polrestabes Medan” maka dapat dikembangkan kerangka konsep berdasarkan teori-teori tersebut.

Dalam kerangka konsep ini Status Gizi (IMT), asupan gizi (energi dan protein), merokok dan aktivitas fisik yang diteliti. Sedangkan umur, jenis kelamin, suku, genetic tidak diteliti karena:

1. Umur dan jenis kelamin, bersifat homogen karena berada dalam satu kelompok umur dan jenis kelamin yang sama.

2. Suku, secara tidak langsung dapat mempengaruhi konsumsi makanan 3. Genetik, sulit mengukur status gizi orang tua responden

4. Berdasarkan penjelasan diatas variabel-variabel yang akan diteliti dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka konsep

Hipotesis

1. Adanya hubungan kebiasaan merokok dengan asupan makan pada pegawai Satlantas.

2. Adanya hubungan asupan makan dengan status gizi pada pegawai Satlantas.

Kebiasaan Merokok

Asupan Makan

Aktivitas Fisik

Status Gizi

(51)

3. Adanya hubungan aktivitas fisik dengan status gizi pada pegawai Satlantas.

(52)

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan menggunakan desain cross sectional dimana variabel independen dan dependen dikumpulkan dalam satu waktu serta dianalisa hubungan antara keduanya.

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2018 dan selesai pada bulan September 2019 di kantor Satlantas polresta Medan yang berlokasi di Jl. Haji Mohammad Said No. 1. Pengambilan data dilakukan pada hari Rabu dan Sabtu pada pukul 09.00 WIB-selesai.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh unit Regident yang bertugas di Satlantas Medan yang berjumlah 55 orang.

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh anggota yang tergabung dalam Unit Regident berjenis kelamin laki-laki. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel secara total sampling. Berdasarkan data jumlah anggota Unit Regident adalah berjumlah 55 orang.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah anggota yang bersedia terlibat dalam penelitian, tidak menjalani dinas luar dan berada dalam kantor ketika sedang dilakukannya penelitian.

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan variabel independen, yang termasuk variabel dependen yaitu Status Gizi dan

(53)

variabel independen adalah asupan makan, kebiasaan merokok dan aktivitas fisik.

Definisi operasional. Berdasarkan variabel dependen yaitu Status Gizi dan independen yaitu asupan makan, kebiasaan merokok dan aktivitas fisik.

1. Asupan energi adalah jumlah asupan energi ke dalam tubuh yang berasal dari makanan dan minuman sehari-hari yang diambil dari responden dan diukur dengan menggunakan foodrecall 24 jam dalam satuan Kkal.

2. Asupan protein adalah jumlah asupan protein ke dalam tubuh yang berasal dari makanan dan minuman sehari-hari yang diambil dari responden dan diukur dengan menggunakan food recall 24 jam dalam satuan gram (g).

3. Kebiasaan merokok adalah banyaknya batang rokok yang dihisap dalam satu hari.

4. Aktivitas fisik adalah kegiatan dilakukan dalam sehari-hari yang menggunakan pergerakkan tubuh. Untuk memperoleh data mengenai aktivitas fisik anggota unit regident, dilakukan pengukuran aktivitas fisik menggunakan format recall aktivitas fisik 24 jam.

5. Status gizi adalah IMT yang diukur dengan mengukur berat badan (dalam kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat (dalam meter).

Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data yang akan dikumpulkan dalam bentuk data primer dan data sekunder. Berikut adalah data primer:

1. Data tentang Status Gizi pegawai satlantas diperoleh dari data Indeks Massa Tubuh yaitu dengan penimbangan berat badan menggunakan timbangan berat badan dan tinggi badan menggunakan microtoise. Hasil pengukuran yang

Gambar

Gambar 1.  Kerangka teori
Gambar 2. Kerangka konsep

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

peduli, ramah, santun, rapi, nyaman, saling menghargai, toleran, suka menolong, gotong royong,. nasionalis, kosmopolit , mengutamakan kepentingan umum,

[r]

Mengingat tingginya insidensi hernia repair inguinal (Desarda, 2008), banyaknya herniorepair dengan menggunakan mesh yang dilakukan sebagai tindakan pembedahan untuk

Dengan adanya ruang bermain anak dapat menerapkan nilai yang ada dirumah dan saling menukar nilai dengan anak yang lain. Namun keadaan berkata lain, ruang bermain mulai

Dimana pecking order sendiri adalah salah satu teori struktur modal yang merupakan konsep pendanaan berdasarkan sebuah “herarki” pendanaan yaitu perusahaan disarankan untuk

Mengingat pajak daerah merupakan salah satu dari dari sumber pendapatan asli daerah yang dapat memberikan sumbangan yang cukup besar, namun setelah dikeluarkannya

Since the axis of symmetry of the parabola is a vertical line of symmetry, then if the parabola intersects the two vertical sides of the square, it will intersect these at the

bahwa sesuai ketentuan Pasal 160 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa