• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arc. Com. Health Juni 2016 Vol. 3 No. 1 : 1-6

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Arc. Com. Health Juni 2016 Vol. 3 No. 1 : 1-6"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

p-ISSN 2302-139X ISSN: 2527-3620

Archive of Community Health

Vol. 8 No. 1, April 2021

Chief Editor

Ir. I Nengah Sujaya, M.Agr.Sc., Ph.D Associate Editor

dr. Pande Putu Januraga, M.Kes, DrPH Ni Luh Putu Suariyani, SKM, MHlth&IntDev

Editorial Boards Sang Gede Purnama, SKM, M.Sc Made Ayu Hitapertiwi Suryadhi, S.Si.,

MHSc., Ph.D

Made Pasek Kardiwinata, SKM, M.Kes Dinar Saurmauli Lubis, SKM., MPH., PhD.

Technical Editor

Ida Ayu Putu Anggita Widya Swari, S.KM I Putu Gede Bangkyt Guna Suara, S.KM

Putu Aris Budiyasa Putra, S.KM

M I T R A B E S TA R I PA D A E D I S I I N I Desak Nyoman Widyanthini, S.ST., M.Kes Dr. Ni Putu Widarini, S.KM., MPH Ni Ketut Sutiari, S.KM M.Si.

Dr. I Wayan Gede Artawan Ekaputra, M.Epid

Kadek Tresna Adhi, S.KM, M.Kes

Jurnal Arc. Com. Health merupakan jurnal elektronik (e-journal) resmi yang diterbitkan oleh PSSKM (Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Jurnal elektronik ini dapat diakses melalui: http://ojs.unud.ac.id/index.php/ach Jurnal Arc. Com. Health terbit dua kali setahun, yaitu bulan Juni dan bulan Desember. Jurnal Arc. Com. Health menerbitkan hasil penelitian berhubungan dengan kesehatan masyarakat seperti kebijakan kesehatan, kesehatan ibu dan anak, kesehatan lingkungan, gizi kesehatan masyarakat, kesehatan kerja, promosi kesehatan, ekonomi kesehatan serta ilmu ilmu dasar yang berkaitan seperti bioteknologi kesehatan, biologi molekuler, bioinformatik dan genetik, tanaman, hewan, serta sel yang terkait dengan kesehatan masyarakat. Arc.

Com. Health juga menerbitkan hasil systematic review.

Arc. Com. Health menerbitkan informasi terkait dalam bentuk promosi dan iklan mengenai kesehatan masyarakat dan teknologi terkait yang menarik minat peneliti kesehatan masyarakat.

Untuk pemasangan iklan dan promosi, naskah harus sudah diterima 6 minggu sebelum penerbitan.

Segala bentuk komunikasi harus dialamatkan ke:

PSSKM FK Universitas Udayana JL PB

Sudirman Denpasar Bali Tlp/ Fax :+62 361 744 8773

Email:

[email protected]

(3)

iii

DAFTAR ISI

ARCHIVE OF COMMUNITY HEALTH ... v PEDOMAN BAGI PENULIS...vii ARTIKEL PENELITIAN

ANALISIS STRUCTURAL EQUATION MODELING KINERJA SISTEM INFORMASI DAN DATA IMUNISASI BALI TINGKAT PUSKESMAS DENGAN MODEL DELONE DAN MCLEAN TAHUN 2020

I Made Esa Sadana Yoga, I Ketut Tangking Widarsa ... 1

DETERMINAN GANGGUAN KAPASITAS FUNGSI PARU-PARU PADA PERAJIN BATU BATA MERAH DI KABUPATEN BADUNG

I Gusti Agung Ayu Vintan Pramesti, Ni Ketut Sutiari ... 16

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR OKUPASI TERHADAP KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PENGRAJIN TENUN IKAT DI KABUPATEN KLUNGKUNG

Devi Krismayani, Partha Muliawan ... 29

DETERMINAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN KEWASPADAAN STANDAR DI RUMAH SAKIT UMUM DI KOTA DENPASAR TAHUN 2020

I Gusti Agung Ngurah Arya Pradnyana, Partha Muliawan ... 43

HUBUNGAN SAFETY CULTURE DENGAN PERILAKU KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PADA PUSAT TEKNOLOGI DAN KESELAMATAN REAKTOR NUKLIR BATAN TAHUN 2020

Carolyna Mairing, I Made Ady Wirawan, Deswandri ... 55

PEMETAAN DISTRIBUSI KEJADIAN DAN FAKTOR RISIKO STUNTING DI KABUPATEN BANGLI TAHUN 2019 DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Putu Aris Budiyasa Putra, Ni Luh Putu Suariyani ... 72

(4)

iv

FAKTOR RISIKO CARPAL TUNNEL SYNDROME PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS PEMAIN GAME ONLINE DI KOTA DENPASAR

Ni Luh Made Susanthi Pramandani, I Made Ady Wirawan ... 91

PEMETAAN CAKUPAN IMUNISASI MR DAN KASUS CAMPAK RUBELLA DI PROVINSI BALI TAHUN 2019

Ni Made Suweni Handayani, Made Pasek Kardiwinata………...109

PENGEMBANGAN FORMULIR DIGITAL RAPID CONVENIENCE ASSESSMENT IMUNISASI DASAR DAN LANJUTAN BERBASIS EPICOLLECT5 DATA COLLECTION DI PROVINSI BALI

Putu Dwiki Damadita, I Ketut Tangking Widarsa ………...124

PERSEPSI MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA TERHADAP ORANG DENGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS / ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME

Ni Kadek Putri Silvia Maha Dewi, Made Pasek Kardiwinata ………139

HUBUNGAN BEBAN KERJA DAN KELELAHAN KERJA DENGAN TURNOVER INTENTION PADA PEKERJA OUTSOURCING PT X TAHUN 2020

Putu Intan Tillama, I Md. Ady Wirawan………..155

GAMBARAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN CAMPAK DI KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI TAHUN 2014-2019

Ni Made Rai Riastini, I Made Sutarga ………...174

(5)

v

ARCHIVE OF COMMUNITY HEALTH

Cakupan Jurnal

Archive Community Health (Arc.

Com. Health) merupakan jurnal elektronik (e-journal) resmi yang diterbitkan oleh PSSKM (Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang mencakup topik yang luas terkait dengan isu kesehatan masyarakat. Jurnal ini didedikasikan untuk menyosialisasikan penemuan terkini di bidang kesehatan masyarakat serta meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan masyarakat seperti kebijakan kesehatan, kesehatan ibu dan anak, kesehatan lingkungan, gizi kesehatan masyarakat, kesehatan kerja, promosi kesehatan, ekonomi kesehatan serta ilmu ilmu dasar yang berkaitan seperti bioteknologi kesehatan, biologi molekuler, bioinformatik dan genetik, tanaman, hewan, serta sel yang terkait dengan kesehatan masyarakat. Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Arc. Com.

Health harus merupakan laporan yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya atau tidak sedang dalam proses penelaahan pada publikasi yang sedang diusulkan.

Jenis Artikel

Empat jenis artikel dapat dipublikasikan pada Arc. Com. Health yaitu: hasil penelitian, catatan penelitian, review, serta artikel lainnya yang meliputi komunikasi singkat, tinjauan kasus, tinjauan buku terkait kesehatan

masyarakat.

Hasil Penelitian (regular paper): harus dalam bentuknya yang sesingkat mungkin yang diperlukan untuk mendeskripsikan secara detail dan interptretasi yang jelas dari penelitian.

Catatan penelitian (research note) : merupakan laporan singkat penelitian yang mengandung materi tema khusus yang belum mencukupi kelengkapan paper reguler sehingga ditulis kontinus dimana pendahuluan, metodologi, hasil dan pembahasan tidak terpisahkan. Jenis ini tidak melebihi empat halaman cetak.

Review: mencakup seluruh aspek kesehatan masyarakat, yang lebih menekankan pada pemikiran kritis tentang isu terkini dan isu khusus. Review ditulis dalam format bebas tetapi harus mengacu pada panduan umum penulisan Arc. Com.

Health.

Artikel lainnya: artikel seperti komunikasi singkat dengan editor, tinjauan kasus yang sedang terjadi di masyarakat, tinjauan buku terkini, informasi teknologi tentang kesmas yang menarik minat pembaca secara umum.

Persyaratan Penulis

Semua peneliti, akademisi, pemerhati, pengambil kebijakan serta pihak-pihak yang terkait dapat berkontribusi, dengan mengirimkan artikelnya ke Arc. Com. Health. Tidak ada persyaratan khusus, etnik dan gender yang

(6)

vi ditentukan.

Instruksi Pengiriman Naskah Sekretariat ACH

PSSKM FK Universitas Udayana

JL PB Sudirman Denpasar Bali Tel Fax : +62 361 744 8773

Email : [email protected]

Proses Review dan Revisi

Semua naskah yang masuk ke meja redaksi Arc. Com. Health akan direview oleh reviewer yang memiliki kompetensi dan keahlian sesuai dengan topik naskah.

Penerimaan dan penolakan naskah untuk dipublikasikan pada Arc. Com. Health sepenuhnya didasarkan pada muatan ilmiah dari naskah serta kesesuaian dengan cakupan jurnal. Artikel dapat diterima dalam bentuk yang dikirim saat ini atau harus melalui beberapa revisi sesuai dengan telaah reviewer. Hasil review oleh reviewer akan dikembalikan kepada penulis tanpa menyebutkan nama reviewer dan apabila berdasarkan pertimbangan reviewer dan editor naskah harus direvisi maka revisi harus dilakukan tidak lebih dari 3 bulan.

Apabila lebih dari 3 bulan maka naskah akan direview ulang.

Pengumpulan Naskah

Naskah dikumpulkan melalui email atau dalam bentuk CD yang memuat teks naskah, referensi, tabel, gambar, serta keterangan gambar dan tabel. Naskah dan tabel harus disampaikan dalam bentuknya yang dapat diedit dalam format yang lazim seperti MS words, Excel. Gambar dalam format jpeg dengan resolusi tinggi.

Biaya Cetak dan Cetak Lepas

Setiap naskah yang diterbitkan dalam Arc. Com. Health akan dikenakan kontribusi sebesar Rp. 400.000 dan akan mendapatkan 3 cetak lepas yang diberikan kepada penulis dan selebihnya akan dikenakan biaya cetak lepas berdasarkan permintaan penulis.

(7)

vii

PEDOMAN BAGI PENULIS

Artikel adalah hasil studi penelitian di bidang kesehatan masyarakat. Artikel dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Artikel ditulis dengan menggunakan format dokumen Microsoft Word dengan seri 2003.

ATURAN UMUM :

1. Naskah maksimal 20 halaman 2. Margin 2,5 cm pada semua sisi 3. Rumus dan persamaan ditulis

dengan Microsoft Equation 4. Ukuran kertas A4

5. Font Palatino Linotype ukuran 11 (selain judul, identitas, dan abstrak), rata kanan kiri

6. Spasi 1.15 (selain abstrak)

7. Artikel disusun dalam dua kolom, dengan jarak pemisah 1 cm antar kolom (kecuali tabel dan gambar yang berukuran besar dapat dibuat satu halaman penuh)

8. Istilah asing diketik secara italic 9. Judul, identitas penulis, dan abstrak

dipisahkan dengan satu kali enter

ARTIKEL HASIL PENELITIAN TERDIRI DARI:

Judul, nama penulis, abstrak, kata kunci, pengantar, metode, hasil, diskusi,

simpulan, saran, ucapan terima kasih dan daftar pustaka.

A. Judul

1. Font Palatino Linotype ukuran 11, center, bold

2. Seluruh kata dalam judul menggunakan huruf kapital

3. Judul tidak mengandung singkatan atau formula

4. Terdiri dari 5 sampai 16 kata (menyesuaikan)

5. Terdiri dari variable - variabel yang diteliti dan mendeskripsikan isi naskah.

B. Identitas penulis (nama, instansi, alamat instansi, e-mail korespondensi*)

1. Font Palatino Linotype ukuran 9pt, center

2. Nama penulis tanpa gelar, jumlah nama penulis dapat menyesuaikan dengan pihak yang terlibat

3. Nama instansi (afiliasi) dibuat selengkap mungkin, serta mencamtumkan alamat lengkap serta kode POS instansi (bagian no 3 ini ditulis secara italic)

(8)

viii

4. Alamat e-mail yang

berkorespondensi yaitu alamat e- mail resmi yang paling memungkinkan untuk dihubungi, seperti alamat e-mail dosen pembimbing (e-mail korespondensi dicantumkan pada bagian footer kiri bawah setiap halaman artikel).

CONTOH : “e-mail korespondensi : [email protected]

C. Abstrak dan Kata Kunci

1. Abstrak ditulis secara ringkas, tentang gagasan yang paling penting dan berisi masalah atau tujuan penelitian, metode penelitian, dan hasil penelitian dalam satu paragraf

2. Font Palatino Linotype ukuran 9 pt, rata kanan kiri, spasi 1

3. Tidak italic di kedua bahasa

4. Ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan jumlah 150 - 200 kata 5. Kata kunci berisi kata-kata utama terdiri dari 3 - 5 kata (CONTOH : Kata Kunci : Xxx, Yyy, Zzz, …..) D. Pendahuluan

Pendahuluan disajikan secara terintegrasi tanpa sub judul, ditulis dalam bentuk paragraf dengan panjang 15 - 20% dari panjang artikel, dan berisi:

1. Latar belakang atau rasional penelitian

2. Tujuan penelitian E. Metode Penelitian

Metode ditulis dengan panjang 15 - 20%

dari panjang artikel dan berisi:

1. Desain penelitian

2. Teknik pengumpulan data dan sumber data

3. Metode analisis data

4. Etik penelitian (mencamtumkan nomor ethical clearance)

F. Hasil dan Diskusi

Hasil dan diskusi disajikan dengan panjang 60 - 70% dari panjang artikel.

Hasilnya mewakili bagian utama dari artikel ilmiah yang mengandung:

1. Hasil analisis data

2. Hasil pengujian hipotesis

3. Dapat disajikan dengan tabel atau grafik untuk mengklarifikasi hasil secara lisan

4. Diskusi adalah bagian penting dari seluruh artikel ilmiah.

5. Apabila terdapat tabel, harus dilengkapi dengan : nomor tabel dan judul tabel, judul tabel dibuat pada bagian atas tabel dengan format : bold, kapital pada setiap awal kata (sesuai kaidah Bahasa Indonesia yang benar), apabila judul lebih dari satu baris maka baris berikutnya dibuat sejajar dengan kata pertama, apabila tabel berukuran besar dan menggunakan satu halaman penuh maka judul juga ikut menggunakan satu halaman penuh.

(9)

ix 6. Apabila terdapat gambar, harus

dilengkapi dengan : nomor gambar dan judul gambar, judul gambar dibuat pada bagian bawah gambar dengan format : bold, kapital pada setiap awal kata (sesuai kaidah Bahasa Indonesia yang benar), apabila judul lebih dari satu baris maka baris berikutnya dibuat sejajar dengan kata pertama, apabila gambar berukuran besar dan menggunakan satu halaman penuh makan judul juga ikut menggunakan satu halaman penuh.

7. Nomor seri yang digunakan dalam penomoran tabel atau gambar adalah angka romawi (1. 2. dst), tidak perlu menggunakan angka komposit

8. Dalam satu artikel MAKSIMAL terdapat 5 tabel atau gambar, (gambar yang ditampilkan hasur jelas dan dengan resolusi yang memadai)

Tujuan dari diskusi adalah: menjawab

masalah penelitian,

menginterpretasikan temuan, mengintegrasikan temuan penelitian ke dalam pengetahuan yang ada, dan merumuskan teori baru atau memodifikasi teori yang ada.

Hasil dan pembahasan dapat ditulis secara terpisah jika hasil yang ingin dipaparkan cukup banyak, namun jika penulis artikel merasa perlu untuk menggabungkan hasil dan pembahasan maka hal tersebut dapat dilakukan.

G. Penutup

Berisi Simpulan, Rekomendasi (saran), Ucapan Terima Kasih

1. Simpulan

Simpulan berisi jawaban atas pertanyaan penelitian dan ringkasan keseluruhan tulisan, ditulis dalam narasi.

2. Saran

Rekomendasi merujuk pada hasil penelitian dan bentuk tindakan praktis, menentukan kepada siapa dan untuk rekomendasi apa yang dimaksud, ditulis dalam bentuk narasi.

3. Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih berisikan ungkapan terima kasih penulis artikel pada pihak – pihak yang telah membantu dalam proses penelitian hingga publikasi artikel tersebut, dibuat dalam bentuk narasi.

H. Daftar pustaka

1. Font Palatino Linotype ukuran 11 2. Disusun dalam dua kolom.

3. Berisi literatur yang dirujuk dalam konten

4. Disusun berdasarkan abjad ditulis dalam model Harvard

5. Sepenuhnya dibuat sesuai dengan referensi dalam konten.

6. Hanya memuat literatur yang dirujuk dalam konten

(10)

x 7. Sumber referensi adalah 80% dari

literatur yang diterbitkan 10 tahun terakhir.

8. Referensi setidaknya 80% dari artikel penelitian di jurnal atau laporan penelitian.

9. Mencamtumkan DOI dari artikel yang dirujuk sebagai sumber.

Contoh:

Book:

Notoatmodjo, S. (1989). Dasar-dasar Pendidikan dan Pelatihan. Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta:

100-114.

Phoon, W.O & Chen, W.H, P.C.Y (eds), (1986). Buku Pelajaran Kedokteran Komunitas di Asia Tenggara. John Wiley & Sons, Chichester: 609-620.

Artikel di Jurnal atau Majalah :

Sjaaf, A.C. (1991). Analisis Biaya Layanan Kesehatan Rumah Sakit.

Medika, 17 (10): 819-824.

Smith, John Maynard. (1998). The Origin of Altruism. Alam 393:

639–640.

I. Informasi Tambahan

Informasi biaya cetak ulang dapat diperoleh dari kantor editorial Arc.

Com. Health, PSSKM Universitas Udayana.

Naskah dikirimkan pada : Pemimpin Redaksi ARCHIVE OF COMMUNITY HEALTH, [email protected]

(11)

16

DETERMINAN GANGGUAN KAPASITAS FUNGSI PARU-PARU PADA PERAJIN BATU BATA MERAH DI KABUPATEN BADUNG

I Gusti Agung Ayu Vintan Pramesti, Ni Ketut Sutiari*

Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

*Email: [email protected]

ABSTRAK

Perajin batu bata merah merupakan pekerja sektor informal yaitu pekerja harian lepas dan borongan yang berisiko terkena gangguan kapasitas fungsi paru-paru akibat dari paparan debu saat bekerja. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik individu dan paparan debu dengan gangguan kapasitas fungsi paru-paru pada perajin batu bata merah di Kabupaten Badung. Desain penelitian ini yaitu analitik kuantitatif dengan metode cross-sectional study. Penentuan sampel dengan metode consecutive sampling yaitu perajin batu bata merah di Kabupaten Badung berjumlah 42 orang. Data umur, durasi kerja, masa kerja, kebiasaan merokok, dan penggunaan alat pelindung diri dikumpulkan menggunakan kuesioner, tinggi badan diukur dengan microtoise, berat badan dengan timbangan berat badan, paparan debu dengan Personal Dust Sampler (PDS), dan gangguan kapasitas fungsi paru-paru dengan spirometer. Data dianalisis secara univariabel, bivariabel dengan uji Chi-square, dan multivariabel dengan multiple logistic regression. Hasil penelitian menujukkan 92,86%

perajin mengalami gangguan kapasitas fungsi paru-paru. Analisis multivariabel menunjukkan bahwa paparan debu merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap gangguan kapasitas fungsi paru-paru namun signifikansi rendah (AOR=18,18; CI=1,02-324,8; p=0,004). Sebagai upaya pencegahan gangguan kapasitas fungsi paru-paru, perajin diharapkan lebih peduli terhadap risiko yang dihadapi di tempat kerja dan melakukan upaya pencegahan.

Kata kunci: Perajin, Fungsi Paru, Debu

ABSTRACT

Red brick crafters are the informal sectors, namely daily laborers and piece workers who are at risk of lung capacity function disorders as a result of dust exposure during the work. This study’s aim is to determine relationship between individual characteristics and exposure to dust with the lung capacity function disorders in red brick crafters in Badung Regency. This study’s designs is quantitative analytic with cross-sectional study method. Determination sample using consecutive sampling method (n= 42 peoples). Data about age, daily hours of work, working period, smoking habits, and use of PPE are collected by questionnaire, height measured by microtoise, weight by spring scales, dust exposure by Personal Dust Sampler, and lung capacity function disorders with spirometer. Data is analyzed univariable, bivariable with Chi-square, and multivariable with multiple logistic regression to analyze factors that related to lung capacity function disorders. The results showed 92,86% crafters had lung capacity function disorders. Multivariable analysis showed that dust exposure correlate with lung capacity function disorders but the signification is low (AOR=18,18; 95%CI=1,02-324,8; p=0,004). As an effort to prevent lung capacity function disorders, crafters should be aware of the risk on the worksite and also keep doing prevention.

Keywords: Crafters, Pulmonary Function, Dust

PENDAHULUAN

Penyakit Akibat Kerja (PAK) merupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja (Perpres RI No. 7 Tahun 2019). PAK terjadi akibat pajanan faktor fisik, kimia, biologi, ataupun psikologi pada tempat kerja.

Terdapat 250 juta kasus penyakit akibat kerja yang mampu menyebabkan terjadinya

300.000 kematian di seluruh dunia dengan insiden rata-rata penyakit paru-paru akibat kerja sebesar 1 : 1000 pekerja dalam setahun.

Data International Labour Organization (ILO) mengungkapkan bahwa pekerja meninggal akibat penyakit saluran pernapasan sebesar 21%. Angka ini sebagai penyebab kematian pekerja nomor 3 setelah kematian pekerja

(12)

17 akibat kecelakaan kerja (Septyaningrum, 2014). Berdasarkan hasil survey oleh Direktorat jenderal PPM & PL, di Indonesia Penyakit Paru-paru Obstructive Kronis (PPOK) menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti dengan asma bronchial (33%), kanker paru- paru (30%), dan lainnya (2%).

Penyakit pada saluran pernafasan atau gangguan kapasitas fungsi paru-paru merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh paparan debu pada lingkungan tempat kerja. Debu merupakan partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh adanya kekuatan alami atau mekanisme pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari bahan organik maupun anorganik. Debu dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan fibrosis bila terinhalasi secara terus menerus serta menimbulkan rasa tidak nyaman pada saat bekerja yang ditandai dengan batuk, perasaan tidak nyaman, susah bernafas, napas pendek, dan lama kelamaan berakibat fatal. Pekerja yang terpapar debu secara kronis akan mengalami penurunan fungsi paru-paru yang ditandai dengan penurunan nilai pemeriksaan spirometri yaitu nilai FEV1%, FVC% dan FEV1/FVC%

(Mohammadien et al., 2013).

Pajanan debu khususnya debu silika secara terus menerus dapat mempengaruhi kesehatan yaitu dapat menyebabkan gangguan kapasitas fungsi paru-paru dan dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan penyakit pneumoconiosis yaitu silikosis. Gangguan kapasitas fungsi paru-paru dapat bersifat obstructive, restrictive, dan mixed restrictive obstructive.

Gangguan kapasitas fungsi paru-paru

terjadi secara bertahap atas proses akumulasi dari paparan debu yang masuk ke dalam paru-paru (Anugrah, 2014).

Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja, nilai ambang batas paparan debu silika respirable yaitu sebesar 3 mg/m3. Di Indonesia, penyakit atau gangguan paru- paru akibat kerja yang disebabkan oleh debu diperkirakan cukup banyak.

Berdasarkan penelitian Handari et al., (2018) sebagian besar pekerja mengalami gangguan kapasitas fungsi paru-paru yaitu 54,5% dan 45,5% tidak mengalami gangguan.

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang melakukan pembangunan di berbagai sektor, sehingga menyebabkan banyaknya proyek-proyek konstruksi di Indonesia, tidak terkecuali di Bali yaitu Kabupaten Badung (Sholihah & Tualeka, 2015). Sesuai dengan Peraturan Bupati Badung Nomor 9 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Nomor 43 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pemberian Hibah), Pemerintah kabupaten Badung telah menganggarkan dana hibah untuk kelompok masyarakat dan desa adat (pakraman) sesuai kebutuhan untuk pembangunan konstruksi pura ataupun banjar guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga banyak proyek pembangunan di Kabupaten Badung.

Proyek konstruksi banyak menghasilkan debu dalam proses kerjanya, terlebih lagi jika mempergunakan batu bata merah sebagai materialnya. Batu bata merah terbuat dari campuran tanah dan air,

(13)

18 tetapi terdapat penambahan bahan additive seperti abu sekam padi, abu ampas tebu dan fly ash (abu batu bara) pada saat proses pembakaran yang berpengaruh dalam meningkatkan nilai kuat tekan batu bata merah, namun bahan-bahan tersebut mengandung zat berbahaya seperti silika (Abdurrohmansyah et al., 2015).

Perajin batu bata merah merupakan pekerjaan sektor informal yaitu pekerja harian lepas dan borongan yang berisiko terkena gangguan kapasitas fungsi paru- paru sebagai akibat dari paparan debu yang diterima saat bekerja. Hal ini sesuai dengan penelitian Harmanto (2012) yang menyebutkan bahwa paparan debu batu bata merah menyebabkan 56% pekerja mengalami gangguan kapasitas fungsi paru-paru dan 34% tidak mengalami gangguan kapasitas fungsi paru-paru.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada perajin batu bata merah di sebuah proyek konstruksi, terlihat bahwa dalam proses kerjanya menghasilkan banyak debu dan hasil dari wawancara pada survey awal ditemukan bahwa 3 dari 5 orang perajin mengeluhkan sering batuk-batuk, bersin, dan sesak nafas saat bekerja.

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan karakteristik individu dan paparan debu dengan gangguan kapasitas fungsi paru-paru pada perajin batu bata merah di Kabupaten Badung.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan kuantitatif dengan rancangan penelitian cross-sectional study untuk menganalisis karakteristik individu dan paparan debu dengan gangguan kapasitas fungsi paru-paru pada perajin batu bata merah di Kabupaten Badung. Jumlah sampel pada penelitian ini yaitu 42 orang perajin batu bata merah di Kabupaten Badung dengan teknik pengumpulan sampel yaitu consecutive sampling.

Pengumpulan data dilakukan dengan observasi wawancara dan pengukuran. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yang mengacu pada penelitian Amerta (2019) untuk mengetahui karakteristik individu (umur, masa kerja, durasi kerja, kebiasaan merokok, dan penggunaan APD) serta pengukuran yaitu status gizi (IMT) dengan menggunakan timbangan berat badan dan microtoise, paparan debu menggunakan Personal Dust Sampler dan kapasitas fungsi paru menggunakan spirometer.

Data dianalisis secara univariabel dengan mendeskripsikan distribusi frekuensi dan proporsi dari masing- masing variabel. Analisis bivariabel dilakukan dengan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) untuk mengetahui hubungan antara satu variabel bebas dengan variabel tergantung. Analisis multivariabel dilakukan dengan uji multiple logistic regression dengan menyeleksi variabel yang memiliki nilai p<0,25 untuk dianalisis secara bersama untuk mengetahui variabel dominan yang paling berpengaruh terhadap variabel tergantung.

(14)

19 HASIL

Tabel 1. Analisis Univariabel

Karakteristik Individu Frekuensi (n) Proporsi (%) Umur

 30 tahun

 30 tahun 7

35

16,67 83,33 Status Gizi (IMT)

Normal Tidak normal

Kurus Gemuk Obesitas

25

4 7 6

59,52

9,52 16,67 14,29 Masa Kerja

< 10 tahun

 10 tahun 10

32

23,81 76,19 Durasi Kerja

Normal Lebih

23 19

54,76 45,24 Kebiasaan Merokok

Tidak Merokok Merokok

15 27

35,71 64,29 Penggunaan APD

Baik Buruk

9 33

21,43 78,57 Paparan Debu Frekuensi (n) Proporsi (%)

 NAB

 NAB

6 36

14,29 85,71 Kapasitas Fungsi Paru-paru Frekuensi (n) Proporsi (%) Normal

Tidak Normal Restriksi Obstruksi Mixed

3

12 8 9

7,14

28,57 19,05 45,24

Berdasarkan hasil analisis univariabel menunjukkan bahwa mayoritas responden berumur > 30 tahun (83,33%). Proporsi responden yang memiliki status gizi (IMT) normal yaitu 59,52% dan gangguan yaitu 40,49%, dimana terbagi menjadi 3

katagori yaitu kurus 23,5%, gemuk 16,7%, dan obesitas 14,3%. Berdasarkan lamanya bekerja atau masa kerja, mayoritas responden dengan masa kerja 10 tahun (76,19%) dan sebagian besar responden bekerja dengan durasi kerja normal yaitu

(15)

20 54,76%. Berdasarkan kebiasaan merokok, mayoritas responden memiliki kebiasaan merokok yaitu 64,29% dengan rata-rata jumlah batang rokok yang dikonsumsi perhari yaitu 9 batang.

Sedangkan berdasarkan kebiasaan penggunaan APD, mayoritas responden memiliki kebiasaan penggunaan APD yang buruk yaitu tidak menggunakan APD atau hanya kadang-kadang menggunakan dan jika hanya dikontrol oleh atasan.

Bersasarkan paparan debu batu bata merah yang diterima responden, mayoritas menerima paparan debu melebihi NAB (> 3 mg/m3) yaitu 85,71% dengan paparan debu rata-rata yaitu 9,8 mg/ m3. Proporsi kapasitas fungsi paru- paru berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 39 dari 42 responden mengalami gangguan kapasitas fungsi paru-paru yang terbagi menjadi 3 klasifikasi gangguan yaitu restrictive (28,57%), obstructive (19,05%) dan mixed restrictive obstructive (45,24%).

Tabel 2. Analisis Bivariabel

Kapasitas Fungsi Paru-paru

Total

Katagori PR 95% CI p

Normal Tidak Normal Umur

 30 tahun 1 (14,29%) 6 (85,71%) 7 (100%) 1,1 0,80-1,50 0,421

 30 tahun 2 (5,71%) 33 (94,29%) 35 (100%) Status Gizi (IMT)

Normal 2 (8%) 23 (92%) 25 (100%) 1,02 0,87-1,21 0,793 Tidak normal 1 (5,89%) 16 (94,11%) 17 (100%)

Masa Kerja

< 10 tahun 1 (10%) 9 (90%) 10 (100%) 1,04 0,83-1,30 0,687

 10 tahun 2 (6,25%) 30 (93,75%) 32 (100%) Durasi Kerja

Normal 2 (8,7%) 21 (9,3%) 23 (100%) 1,03 0,88-1,22 0,667 Lebih 1 (5,3%) 18 (94,7) 19 (100%)

Kebiasaan Merokok

Tidak Merokok 1 (6,67%) 14 (93,33%) 15 (100%) 0,99 0,83-1,17 0,929 Merokok 2 (7,4%) 25 (92,6%) 27 (100%)

Penggunaan APD

Baik 2 (22,2%) 7 (77,8%) 9 (100%) 1,24 0,87-1,77 0,04*

Buruk 1 (3,0%) 32 (96,9%) 33 (100%) Paparan Debu

 NAB 2 (33,3%) 4 (66,7%) 6 (100%) 1,45 0,82 -2,57 0,007*

 NAB 1 (2,78%) 35 (97,22%) 36 (100%)

*P < 0,05

(16)

21 Berdasarkan analisis bivariat, variabel penggunaan APD dan paparan debu memiliki hubungan dengan gangguan kapasitas fungsi paru-paru (p<0,05).

Namun, tidak terdapat perbedaan proporsi gangguan kapasitas fungsi paru pada kelompok berisiko dan tidak berisiko pada variabel paparan debu. Hasil analisis menunjukkan penggunaan bahwa proporsi responden dengan penggunaan APD yang buruk 1,24 kali lebih berisiko meningkatkan

gangguan kapasitas fungsi paru-paru dibandingkan dengan responden dengan penggunaan APD yang baik (p=0,04; 95%

CI=0,87-1,77; PR 1,24).

Hasil analisis menunjukkan bahwa paparan debu yang melebihi NAB (> 3 mg/m3) meningkatkan risiko untuk terjadinya gangguan kapasitas fungsi paru- paru 1,45 kali lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang terpapar debu

NAB (p=0,007; 95% CI=0,82-2,57; PR=1,45).

Tabel 3. Analisis Multivariabel

Kapasitas Fungsi Paru-paru Adjusted OR 95% CI for OR Lower Limit Upper Limit p Paparan Debu

 NAB

 NAB

18,18 1,02 324,8 0,04*

Penggunaan APD Baik

Buruk

9,56 0,52 172,3 0,12

Hasil analisis multivariabel pada Tabel 3 menunjukkan bahwa variabel bebas yang paling berpengaruh meningkatkan risiko gangguan kapasitas fungsi paru-paru yaitu variabel paparan debu, namun signifikansi rendah (OR=18,18; 95% CI=1,02- 324,8; p=0,004).

Berdasarkan nilai odds ratio (OR), responden dengan paparan debu > NAB memiliki risiko 18,18 kali lebih besar mengalami gangguan kapasitas fungsi paru- paru dibandingkan dengan responden dengan paparan debu  NAB.

DISKUSI

Berdasarkan karakteristik umur, perajin yang memiliki umur > 30 tahun, 94,9% mengalami gangguan kapasitas fungsi paru- paru. Secara fisiologis,

pertambahan umur akan mempengaruhi kemampuan organ- organ tubuh sehingga semakin bertambahnya umur, kemampuan organ- organ tubuh akan mengalami penurunan. Kapasitas fungsi paru-paru seseorang mulai menurun setelah berumur 30 tahun dan signifikan terjadi setelah umur 40 tahun sebesar 20% (Apsari et al., 2018). Namun, hasil analisis uji chi-square menunjukkan bahwa variabel umur tidak berhubungan signifikan dengan gangguan kapasitas fungsi paru-paru (p=0,0421).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Septyaningrum (2014) yang menyatakan bahwa tidak tidak ada hubungan antara umur dengan penurunan fungsi paru pada pekerja (p=1,00). Namun, hasil berbeda ditemui pada penelitian Aini & Saftarina

(17)

22 (2017) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan nilai kapasitas vital paru yang merupakan nilai penentu gangguan fungsi pada paru-paru (p=0,00). Menurut pandangan peneliti, perbedaan hasil tersebut bisa terjadi karena umur bukan satu-satunya faktor penentu gangguan kapasitas fungsi paru-paru, namun bisa disebabkan oleh banyak faktor lain seperti masa kerja yang sebentar, paparan debu minimum, kebiasaan rutin berolahraga dan penggunaan APD yang baik saat bekerja.

Berdasarkan karakteristik status gizi (IMT), perajin yang memiliki status gizi tidak normal yang memiliki gangguan kapasitas fungsi paru-paru sebesar 94,11%.

Namun, berdasarkan analisis bivariabel menunjukkan bahwa status gizi (IMT) tidak berhubungan signifikan dengan gangguan kapasitas fungsi paru-paru (p=0,793). Hal ini sejalan dengan Ardam (2015) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan gangguan faal paru-paru (p=0,39).

Penelitian lain juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi (IMT) dengan kapasitas faal paru-paru (p=0,19) (Luthfi et al., 2014). Namun, penelitian lain menyatakan bahwa IMT berpengaruh terhadap gangguan faal paru- paru, dimana orang yang kurus cenderung memiliki kapasitas fungsi paru- paru normal dan semakin besar indeks massa tubuh (IMT) seseorang, maka cenderung untuk mengalami gangguan faal paru-paru (Hikmayanti, 2018). Perbedaan hasil tersebut bisa disebabkan oleh perajin yang memiliki status gizi (IMT) tidak normal memiliki pola hidup yang sehat seperti tidak merokok, kebiasaan berolahraga dan

pola makan yang sehat sehingga dapat menyebabkan kapasitas fungsi paru-paru menjadi normal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas perajin memiliki masa kerja lama ( 10 tahun) dan sebesar 93,75%

perajin yang memiliki masa kerja lama mengalami gangguan kapasitas fungsi paru-paru. Berdasarkan analisis bivariabel, masa kerja tidak berhubungan signifikan dengan gangguan kapasitas fungsi paru-paru (p=0,687). Penelitian ini sejalan dengan Sholihati et al., (2017) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan gangguan fungsi paru-paru. Selain itu penelitian Awang et al., (2017) menyatakan bahwa masa kerja tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan gangguan fungsi paru- paru (p=0,233). Namun, hasil berbeda ditemukan pada penelitian Fakmi (2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan kapasitas fungsi paru-paru (FVC dan FEV1) dengan nilai p=0,01 dan 0,019.

Semakin lama masa kerja maka semakin banyak pekerja menerima paparan bahaya yang ditimbulkan pada lingkungan kerja (Suma’mur, 2013). Namun hasil pada penelitian ini menunjukkan sebaliknya, hal ini dapat disebabkan oleh pekerja dengan masa kerja lama (> 10 tahun) menggunakan APD berupa masker dengan baik saat bekerja sehingga dapat mengurangi efek paparan debu yang ada pada lingkungan kerja.

Berdasarkan durasi kerja, diketahui bahwa mayoritas respondem memiliki durasi kerja normal (8jam/hari) dan 91,3%nya memiliki gangguan kapasitas fungsi paru-paru. Berdasarkan hasil analisis

(18)

23 uji chi-square menunjukkan bahwa variabel durasi kerja tidak berhubungan signifikan dengan gangguan kapasitas fungsi paru- paru (p=0,421). Penelitian ini sejalan dengan Mengkidi et al., (2006) yang menyatakan bahwa lama paparan atau durasi kerja tidak berhubungan dengan gangguan kapasitas paru-paru (p=0,960).

Namun, hasil berbeda dinyatakan oleh Apsari et al., (2018) yang menyatakan bahwa durasi kerja yang berlebih terbukti sebagai faktor yang berhubungan dan cenderung sebagai risiko terhadap gangguan fungsi paru-paru (p=0,046). Hasil pada penelitian ini tidak sesuai dengan teori bahwa semakin lama pekerja terpapar oleh paparan debu maka akan semakin memperbesar risiko terjadinya gangguan fungsi paru-paru. Menurut pandangan peneliti, hal ini dapat disebabkan karena lamanya durasi kerja tidak menutup kemungkinan bahwa paparannya juga semakin besar, sehingga pekerja dengan durasi kerja lebih bisa menunjukkan hasil kapasitas fungsi paru-paru yang normal apabila memiliki masa kerja yang pendek, paparan debu yang sedikit atau memiliki kebiasaan penggunaan APD berupa masker yang baik.

Berdasarkan karakteristik kebiasaan merokok, 92,6% responden yang memiliki kebiasaan merokok mengalami ganguan kapasitas fungsi paru-paru. Hasil analisis uji chi-square menunjukkan bahwa variabel kebiasaan merokok tidak berhubungan signifikan dengan gangguan kapasitas fungsi paru-paru (p=0,929). Hasil ini sejalan dengan penelitian Apsari et al., (2018) yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok tidak terbukti sebagai faktor yang berhubungan dengan gangguan fungsi

paru namun cenderung menjadi faktor protektif (p=0,139). Namun, hasil penelitian berbeda ditunjukkan oleh Sholihah &

Tualeka (2015) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kondisi faal paru pekerja dengan kebiasaan merokok pekerja.

Penelitian lain di Amerika menunjukkan hasil adanya hubungan dose respon antara kebiasaan merokok dengan dan rendahnya level FEV1/FVC dan FEF 25-75%. Jumlah konsumsi rokok sebanyak 10 batang perhari ditemukan berhubungan dengan penurunan FEF 25-75% dibanding orang yang tidak merokok dan berpengaruh terhadap gangguan kapasitas fungsi paru obstructive (Gold et al., 2005). Menurut pandangan penulis, kebiasaan merokok tidak berhubungan dengan gangguan kapasitas fungsi paru-paru karena disebabkan oleh banyak faktor lain seperti lama durasi merokok, jumlah batang rokok, penggunaan APD saat bekerja dan masa kerja yang pendek.

Berdasarkan penggunaan APD, 78,57% perajin memiliki kebiasaan penggunaan APD yang buruk yaitu kadang-kadang menggunakan APD saat bekerja ataupun jika hanya dikontrol oleh atasan. Hasil analisis uji chi-square menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dengan gangguan kapasitas fungsi paru- paru (p=0,004). Adanya hubungan antara penggunaan APD dengan kapasitas fungsi paru-paru sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nazikhah et al., (2017) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pemakaian APD (p=0,040) dengan gangguan faal paru pada pekerja perusahaan galangan kapal. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Awang et

(19)

24 al., (2017) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dengan gangguan fungsi paru-paru (p=0,00). Namun, penelitian lain menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pemakaian APD berupa masker dengan kelainan paru (p = 0,52) (Luthfi et al., 2014). Penggunaan APD yaitu masker yang digunakan secara rutin berhubungan dengan gangguan kapasitas fungsi paru-paru karena dapat meminimalkan jumlah debu yang terhirup hidung dan mengurangi efek dari paparan debu pada lingkungan kerja sehingga mengurangi risiko terjadinya gangguan kapasitas fungsi paru-paru.

Berdasarkan paparan debu, 85,71% perajin terpapar debu batu bata merah melebihi NAB (> 3 mg/m3) yaitu dengan rata- rata paparan debu sebesar 9,8 mg/m3. Berdasarkan hasil penelitian, perajin dengan paparan debu >NAB yang memiliki gangguan kapasitas fungsi paru- paru sebanyak 97,22% dan hanya 2,78%

yang memiliki kapasitas fungsi paru-paru normal. Sesuai dengan hasil uji chi-square menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi gangguan kapasitas fungsi paru pada kelompok berisiko dan tidak berisiko. Perajin dengan paparan debu yang >NAB dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya kapasitas fungsi paru-paru tidak normal 1,45 kali lebih tinggi dibandingkan dengan perajin dengan paparan debu yang NAB (OR=1,45; 95% CI=0,82-2,57; p=0,007). Hal ini sejalan dengan penelitian Wulansari (2019) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara paparan debu dengan gangguan faal paru- paru (p=0,46). Namun, penelitian lain yaitu

Ardam (2015) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan kuat antara paparan debu dengan terjadinya gangguan faal paru, dimana semakin tinggi paparan debu di lingkungan kerja, maka semakin tinggi pula persentase pekerja yang mengalami gangguan faal paru (p=0,00). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara paparan debu dengan status faal paru (p< 0,05) yang dapat menyebabkan gangguan faal paru (Helmy, 2019). Berdasarkan teori, semakin banyak kadar debu di lingkungan kerja maka akan memperbesar risiko terjadinya gangguan kapasitas fungsi paru-paru.

Kadar debu yang terkandung dalam udara menyebabkan paparan debu menjadi tinggi sehingga semakin banyak debu yang terhirup hidung dan dapat menyebabkan penyakit pada sistem pernapasan.

Hasil analisis multivariabel menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh meningkatkan risiko gangguan kapasitas fungsi paru-paru yaitu variabel paparan debu. Berdasarkan hasil analisis, variabel paparan debu memiliki nilai (AOR=18,18; 95% CI=1,02-324,8;

p=0,004). Hal ini menunjukkan bahwa paparan debu secara statistik berpengaruh terhadap gangguan kapasitas fungsi paru- paru karena memiliki nilai p<0,05 namun signifikansi rendah. Hal ini disebabkan karena besar sampel penelitian yang sedikit sehingga menyebabkan rentang CI menjadi besar dan signifikansi hasil penelitian menjadi rendah. Jika dilihat dari nilai AOR, reponden dengan paparan debu melebihi NAB (> 3 mg/m3) meningkatkan risiko gangguan kapasitas fungsi paru-paru 18,18 kali lebih besar daripada perajin dengan paparan debu kurang dari NAB (3

(20)

25 mg/m3). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulaekah (2007) yang menyatakan bahwa paparan debu terhirup berhubungan signifikan terhadap gangguan fungsi paru (p=0,007) serta perajin dengan paparan debu terhirup yang melebihi NAB (>3 mg/m3) mempunyai risiko untuk mengalami gangguang fungsi paru-paru 5,127 kali lebih besar dibandingkan dengan perajin yang bekerja di tempat kerja dengan konsentrasi debu terhirup di bawah NAB (3 mg/m3) (95% CI= 1,574 -16,706).

Dalam hal penggunaan APD didaptkan nilai (AOR=9,56; 95% CI=0,52- 172,3; p=0,12). Hal ini menunjukkan bahwa variabel penggunaan APD tidak berhubungan secara signifikan terhadap gangguan kapasitas fungsi paru-paru karena memiliki nilai p>0,05. Namun, variabel penggunaan APD dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan kapasitas fungsi paru-paru 9,56 kali lebih besar pada perajin dengan penggunaan APD yang buruk daripada perajin dengan penggunaan APD baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Awang et al., (2017) yang menyatakan bahwa tidak selalu menggunakan APD (masker) memiliki hubungan bermakna dengan gangguan fungsi paru-paru yaitu berisiko 12,15 kali lebih besar dibandingkan dengan selalu menggunakan APD (masker) (AOR=12,15;

95% CI=1,44-102,62; p=0,022).

SIMPULAN

Berdasarkan karakteristik individu, sebagian besar perajin berumur > 30 tahun, memiliki status gizi (IMT) normal, masa kerja  10 tahun, durasi kerja normal (8 jam/hari), memiliki kebiasaan merokok,

dan penggunaan APD yang buruk.

Sebagian besar perajin terpapar debu >

NAB (3 mg/m3) dengan rata-rata 9,8 mg/m3 dan memiliki gangguan kapasitas fungsi paru-paru (92,86%) dengan jenis gangguan yaitu mixed restrictive obstructive. Analisis bivariabel membuktikan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan APD dengan gangguan kapasitas fungsi paru-paru (p=0,04) dan pada variabel paparan debu, tidak terdapat perbedaan proporsi gangguan kapasitas fungsi paru-paru pada kelompok responden berisiko dan tidak berisiko (p=0,007). Tidak terdapat hubungan yang antara umur (p=0,421), status gizi (IMT) (p=0,793), masa kerja (p=0,687), durasi kerja (p=0,667), kebiasaan merokok (p=0,929) dengan gangguan kapasitas fungsi paru- paru. Berdasarkan analisis multivariabel, paparan debu merupakan variabel yang paling berpengaruh meningkatkan risiko gangguan kapasitas fungsi paru-paru namun signifikansi rendah (AOR=18,18;

95%CI=1,02- 324,8).

SARAN

Bagi perajin dan kepala mandor atau manajemen diharapkan untuk melakukan pengendalian sesuai dengan segitiga hirarki pengendalian seperti: (1) Teknik atau perancangan yaitu menggunakan metode basah dalam proses pemotongan batu bata merah dengan memperhatikan arah mata angin untuk mengurangi paparan debu; (2) Administrasi yaitu melakukan pembagian shift kerja sesuai dengan jam kerja pada peraturan untuk mengurangi paparan debu, membuat peraturan agar perajin tidak merokok pada saat bekerja sehingga bisa mengurangi jumlah konsumsi rokok,

(21)

26 dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala; (3) APD yaitu penggunaan masker saat bekerja dengan baik.

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan pemeriksaan riwayat kesehatan perajin agar hasil penelitian yang didapatkan memang benar hubungan akibat dari paparan debu dan data yang didapatkan tidak bias serta memperhatikan teknik pengambilan sampel yakni memakai teknik survey terhadap proyek pembangunan gapura yang melibatkan pekerja lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrohmansyah, Adha, I., & Ali, H.

(2015). Studi Kuat Tekan Batu Bata Menggunakan Bahan Additive (Abu Sekam Padi, Abu Ampas Tebu & Fly Ash) Berdasarkan Spesifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI). JRSDD, 3(3), 2303–2314.

Aini, S. Q., & Saftarina, F. (2017). Hubungan Karakteristik Individu dengan Nilai Kapasitas Vital Paru Pekerja di PT.

Bukit Asam (Persero ) Tbk Unit Tarahan Lampung. Jurnal Agromed Unila, 4(2), 244–250.

Amerta, W. P. (2019). Hubungan Paparan Debu dengan Kapasitas Fungsi Paru Perajin Batu Paras Di Desa Ketewel, Sukawati, Gianyar. [Skripsi]. Bali:

Universitas Udayana.

Anugrah, Y. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Penggilingan Divisi Batu Putih di PT. Sinar Utama Karya. Unnes Journal of Public Health, 3(1), 1–9.

Apsari, L., Budiyono, & Setiani, O. (2018).

Hubungan Paparan Debu Terhirup dengan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Pertambangan Pasir dan Batu Perusahaan X Rowosari Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 6(4), 463–475.

Ardam, K. A. Y. (2015). Hubungan Paparan Debu dan Lama Paparan dengan Gangguan Faal Paru Pekerja Overhaul Power Plant. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 4(2), 155–

166.https://doi.org/10.20473/ijosh.v4i 2.2 015.155-166

Awang, M. H., Sulistomo, A., & H, M. J. D.

(2017). Gambaran Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Pekerja Terpapar Debu Bagasse di Pabrik Gula X Kabupaten Lampung Tengah. Indonesia Medical Association, 67(10), 576–583.

Fakmi, T. (2012). Hubungan Masa Kerja dan Penggunaan APD dengan Kapasitas Fungsi Paru pada Pekerja Tekstil Bagian Ring Frame Spinning I di PT. X Kabupaten Pekalongan.

Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1(2), 828–835.

Gold, D. R., Wang, X., Wypij, D., Speizer, F.

E., Ware, J. H., & Dockery, D. W.

(2005). Effects of Cigarette Smoking on Lung Function in Adolescent Boys and Girls. The New England Journal Medicine, 335(13), 931–937.

Handari, M. C., Sugiharto, & Pawenang, E. T. (2018). Karakteristik Pekerja dengan Kejadian Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Dipo Lokomotif.

Higeia Journal of Public Health Research and Development, 1(3), 45–

56.

(22)

27 Harmanto, A. (2012). Pengaruh Paparan

Debu Terhadap Kapasitas Fungsi Paru Pekerja Pembakaran Batubata di Kecamatan Kebakramat Karanganyar.

[Skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Helmy, R. (2019). Hubungan Paparan Debu dan Karakteristik Individu dengan Status Faal Paru Pedagang di Sekitar Kawasan Industri Gresik. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 11(2), 132–140. https://doi.org/10.2 0473/jkl.v11i2.2019.1 50-157

Hikmayanti, U. (2018). Studi Faal Paru dan Faktor Determinannya pada Pekerja di Industri Sawmill. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 7(3), 357–367.

Luthfi, A., Yunus, F., Prasenohadi, &

Prihartono, J. (2014). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Faal Paru Polisi Lalu Lintas di Wilayah Jakarta Timur. Jurnal Respirologi Indonesia, 34(2), 87–94.

Mengkidi, D., Nurjazuli, & Sulistiyani.

(2006). Gangguan Fungsi Paru dan

Faktor- faktor yang

Mempengaruhinya pada Karyawan PT.Semen Tonasa Pangkep Sulawasi Selatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 6(1), 59–64.

https://doi.org/10.14710/JKLI.5.2.59 – 64.

Mohammadien, H. A., Hussein, M. T., &

El- Sokkary, R. T. (2013). Effects of Exposure to Flour Dust on Respiratory Symptoms & Pulmonary Function of Mill Workers. Egyptian Journal of Chest Diseases and Tuberculosis, 62(4), 745–753.

https://doi.org/10.1016/j.ejcdt.2013.09

.00 7

Nazikhah, A., R, B. M., & Disrinama, A. M.

(2017). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Faal Paru pada Perusahaan Galangan Kapal.

Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, (2581–2653).

Pemerintah Indonesia. Peraturan Bupati Badung Nomor 9 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Nomor 43 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pemberian Hibah.

Pemerintah Indonesia. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 Tahun 2019 Tentang Penyakit Akibat Kerja.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.

Septyaningrum, M. (2014). Hubungan Paparan Debu Kapur dengan Penurunan Fungsi Paru pada Tenaga Kerja PT. Putri Indah Pertiwi, Desa Pule, Gedong, Pracimantoro, Wonogiri. Implementation Science, 39(1), 1–15. https://doi.org/10.4324/

9781315853178.

Sholihah, M., & Tualeka, A. R. (2015). Studi Faal Paru dan Kebiasaan Merokok pada Pekerja yang Terpapar Debu pada Perusahaan Konstruksi di Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 4(1), 1–

10. https://doi.org/10.20473/ijosh.v4i1 .2015. 1-10

Sholihati, N., Suhartono, & D, N. A. Y.

(2017). Hubungan Masa Kerja dan Penggunaan APD dengan Gangguan Fungsi Paru pada Penyapu Jalan di Ruas Jalan Tinggi Pencemaran Kota Semarang. Jurnal

(23)

28 Kesehatan Masyarakat, 5(5), 776–789.

Suma’mur, P. (2013). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).

Jakarta: Agung Seto.

Wulansari, D. T. (2019). Analisis Hubungan Karakteristik Pekerja dan Paparan Debu Kayu dengan Status Faal Paru Pekerja Bagian Jumping Saw Industri Kayu di Banyuwangi. Jurnal Kesehatan

Lingkungan, 11(2), 99–107. https://

doi.org/10.20473/jkl.v11i2.2019.99- 107

Yulaekah, S. (2007). Pajanan Debu Terhirup dan Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Industri Batu Kapur (Studi Di Desa Mrisi Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan). [Tesis].

Semarang: Universitas Diponegoro.

Gambar

Tabel 1. Analisis Univariabel
Tabel 2. Analisis Bivariabel
Tabel 3. Analisis Multivariabel

Referensi

Dokumen terkait

Pada implementasi register el- ektronik SKDR terdapat enam komponen yang harus dipenuhi oleh petugas survei- lans puskesmas, antara lain menggunakan register elektronik

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan petugas di Instalasi Gawat Darurat dan Penunjang Pelayanan Kegawatdaruratan Rumah Sakit Umum Daerah

Persepsi dokter umum terhadap sistem kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan di FKTP Klinik Kimia Farma 125 Denpasar dapat disimpulkan sebagai berikut

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bidan berperan cukup baik dalam pemberian informasi ASI Eksklusif yaitu pada saat kehamilan ibu memasuki trimester ketiga

Hal ini serupa dengan penelitian terdahulu oleh Askari et al (2016) yang menunjukkan kepuasan terhadap layanan gawat darurat di daerah Yazd dan Birjand Iran dengan

Pasien dengan diabetes mellitus (DM) memiliki median rawat inap yang lebih pendek dibandingkan tidak DM sedangkan pasien stroke yang mengalami komplikasi medis selama

Informan mengatakan bahwa sangat mudah melakukan meditasi ini, dan bahkan tidak ada kendala saat mempelajari meditasi Transcendental, akan tetapi dalam penerapan

Mayoritas responden merasa tertekan ketika dihadapkan dengan berbagai hambatan tidak ada sosok keluarga yang secara langsung dapat memberikan nasihat dan