• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Tempat. Pada masa lalu misalnya, pemerintah orde baru mendorong masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Tempat. Pada masa lalu misalnya, pemerintah orde baru mendorong masyarakat"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kisah mengenai koperasi di Indonesia belum beranjak dari istilah “Jalan di Tempat.” Pada masa lalu misalnya, pemerintah orde baru mendorong masyarakat untuk berkoperasi. Maka, bermunculanlah Koperasi Unit Desa (KUD) yang pembentukannya terkesan dipaksakan.Faktanya, banyak KUD yang gagal, sehingga membuat masyarakat enggan berurusan dengan koperasi. Padahal, minimnya keikutsertaan anggota adalah penghambat kemajuan koperasi.

Berdasarkan data Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), saat ini dari 206.000 koperasi di Indonesia, 70 persen di antaranya sudah tidak beroperasi lagi, 23 persen di antaranya mati suri, dan sisanya bertahan dengan berbagai tekanan. Koperasi yang bersisa papan nama itu malah digunakan rentenir untuk menipu masyarakat. Sekitar tujuh persen yang bertahan di tengah masyarakat adalah koperasi yang merespon pasar sekaligus mengangkat

keunggulan dari sistem manajemen mereka.1 Data yang dikeluarkan oleh

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menunjukkan, hingga kini terdapat sekitar 209.430 koperasi, namun 29 persen di antaranya tidak aktif. Dari jumlah yang aktif tersebut, sekitar 50 persen tidak melakukan rapat anggota

1

Perguruan Tinggi Perlu Selamatkan Koperasi, http://www.ui.ac.id/berita/perguruan-tinggi-perlu-selamatkan-koperasi.html, diakses tanggal 18 Februari 2015.

(2)

2

tahunan (RAT) secara tetap. Dengan demikian, yang benar-benar aktif, kegiatan

usaha jelas, dan melakukan RAT secara konsisten, hanya 35 persen.2

Padahal, jika koperasi terus fokus menggiatkan usahanya, maka peluang untuk menjadi koperasi atau bahkan perusahaan dalam skala besar dan bukan hanya koperasi medioker cukup besar. Sebagai contoh, pada Oktober 2007, dalam

General Assembly ICA di Singapura, dipublikasikan daftar mengenai 300 koperasi

kelas dunia (Global 30 List 2007) yang dapat dikategorikan sebagai koperasi raksasa atau koperasi berskala besar. Volume usaha (turn over) dengan nilai US$ 654 juta, dan aset US$ 467 juta, bahkan ada yang mencapai turn over US$ 63.449 juta dan aset US$ 18.357 juta. Dari 300 koperasi tersebut, merupakan koperasi tingkat nasional yang beroperasi secara internasional, beberapa diantaranya sudah berusia lebih dari satu abad. Satu hal yang layak dicermati bahwa koperasi yang di

kategorikan berskala besar, tetap mendahulukan pelayanan kepada anggotanya.3

Tabel 1.1: Sepuluh Besar Koperasi di Dunia

No Nama Negara Tahun

didirikan

Omset (dollar AS)

Total aset (dollar AS) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Zen-Noh (National Federation of Agricultural Co-operatives) Zenkyoren

Crédit Agricole Group Nationwide Mutual Insurance Company National Agricultural Cooperative Federation (NACF) Groupama Migros

The Co-operative Group Edeka Zentrale AG Mondragon Corporation Jepang Jepang Perancis AS Korea Perancis Swis Inggris Jerman Spanyol 1948 1951 1897 1925 1961 1899 1925 1863 1898 1956 53.898 46.680 32.914 23.711 22.669 21.651 17.779 16.556 15.986 14.155 14.951 398.218 1.235.161 157.314 177.102 86.657 14.746 31.215 4.656 25.164

Sumber: ICA (2006), data diolah

2

Sulawesi Utara Bekukan 2612 Unit Koperasi, Kompas, 13 Maret 2015, hal. 15. 3

Saudin Sijabat dan Indra Idris, “Evaluasi Kelayakan Koperasi Menjadi Koperasi Skala Besar.” Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM, Vol. 7, Oktober 2012, hal. 54-82.

(3)

3

Dalam sistem perekonomian Indonesia, dengan jelas diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Menurut Mohammad Hatta, asas kekeluargaan itu ialah koperasi. Asas kekeluargaan merujuk pada istilah dari Taman Siswa, untuk menunjukan bagaimana guru dan murid-murid yang tinggal padanya hidup dalam satu keluarga. Itu pulalah yang menjadi corak koperasi Indonesia. Hubungan antara anggota-anggota koperasi satu sama lain harus mencerminkan orang-orang bersaudara, satu keluarga. Rasa solidaritas dipupuk dan diperkuat, anggota dididik menjadi orang yang mempunyai individualita, insyaf akan harga dirinya. Apabila dia insyaf akan harga dirinya sebagai anggota koperasi, tekadnya akan kuat untuk membela kepentingan koperasinya. Individualita lain sekali dari Individualisme. Individualisme adalah sikap yang mengutamakan diri sendiri dan mendahulukan kepentingan diri sendiri dari kepentingan orang lain. Kalau perlu mencari keuntungan bagi diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Individualita menjadikan seorang anggota koperasi sebagai pembela dan pejuang

yang giat bagi koperasinya.4

Koperasi sebagai dasar perekonomian diwujudkan dalam pembangunan perekonomian nasional bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia melalui pengelolaan sumberdaya ekonomi dalam suatu iklim pengembangan dan pemberdayaan Koperasi yang memiliki peran strategis dalam tata ekonomi nasional berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi

4

(4)

4

dalam rangka menciptakan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pengembangan dan pemberdayaan Koperasi dalam suatu kebijakan Perkoperasian harus mencerminkan nilai dan prinsip Koperasi sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi Anggota sehingga tumbuh menjadi kuat, sehat, mandiri dan tangguh dalam menghadapi perkembangan ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis

dan penuh tantangan.5

Di Indonesia koperasi sudah mulai diatur sejak tahun 1958 yaitu dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi dan telah mengalami beberapa kali perubahan, yaitu diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian, kemudian diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian, kemudian dengan Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (yang telah dibatalkan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 28/PUU-XII/2013) oleh karenanya kembali ke Undang-undang perkoperasian. Untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya Undang-Undang yang baru.

Meskipun saat ini koperasi terus digiatkan di Indonesia, namun terdapat satu masalah penting yang tidak boleh dilupakan, yakni pengawasan. Menurut mantan ketua umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), Adi Sasono, “Sistem pengamanan sejumlah koperasi sudah bagus, terkoneksi dan terkontrol namun

5

(5)

5

hanya untuk internal. Pengawasan eksternal dari pemerintah atau lembaga lainnya belum ada. Itu perlu dilakukan pasalnya koperasi yang bergerak di sektor itu

paling dominan,6 Koperasi, termasuk koperasi simpan pinjam (KSP)

pengawasannya ada di Kementerian Koperasi dan UKM. Namun pengawasan secara online belum terintergrasi dan masih terdapat sejumlah kendala.Dengan sistem pengawasan yang terintegrasi secara online untuk mengontrol dana keluar masuk dan aktivitas transaksi keuangan lainnya, sehingga bisa mencegah penyelewengan, khususnya praktik Bank berkedok Koperasi.

Pentingnya pengawasan merupakan salah satu faktor yang menentukan

perkembangan kemajuan koperasi.Abdul Muis menyebut, pengawasan

memungkinkan kegiatan koperasi dapat berjalan seperti yang diharapkan.7

Dalam konsideran menimbang, Peraturan Menteri Koperasi dan UKM No 21/Per/M.KUKM/XI/2008 menyebut bahwa KSP perlu dikelola secara profesional sesuai dengan prinsip koperasi, prinsip kehati-hatian dan kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada anggota dan masyarakat di sekitarnya. Karena itulah, diperlukan pengawasan terhadap penyelenggaraan organisasi dan usaha KSP.

Bersamaan dengan hal tersebut, terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, membuat pengawasan

6

Koperasi Simpan Pinjam Perlu Pengawas Terintegrasi,

http://antarajawabarat.com/lihat/cetak/38144, diakses 18 Februari 2015. 7

Abdul Muis, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Koperasi,” Jurnal Madani Edisi II/Nopember 2006, hlm. 44-53.

(6)

6

terhadap semua lembaga keuangan berada di satu atap. Mulai tahun 2015, OJK akan mulai mengawasi Lembaga Keuangan Mikro (LKM), termasuk KSP. Hal utama yang akan dilakukan dalam konteks pengawasan tersebut adalah meminta

seluruh LKM yang ada di Indonesia untuk mengajukan izin usaha.8

OJK sebagai lembaga yang dibentuk untuk menghadapi industri jasa keuangan yang semakin besar nilainya dan canggih bentuk pelayanannya telah mengeluarkan Peraturan OJK No. 14/ POJK.05/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Di Pasal 2 yat (1) dan (2) Peraturan tersebut tercantum antara lain:

(1) Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM dilakukan oleh OJK. (2) Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan, OJK melakukan

koordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi dan Kementerian Dalam Negeri.

Dengan demikian, pengawasan dimaksudkan agar lebih dapat memastikan apakah pelaksanaan kegiatan koperasi sudah berada pada rel yang sebenarnya atau malah terjadi penyimpangan. Kalaupun ada terjadi suatu penyimpangan, maka dengan adanya pengawasan diharapkan dapat diketahui sedini mungkin sehingga

tidak sampai pada tarap yang sangat membahayakan koperasi.9

Berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan pada bagian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk mengkaji, menelisik, dan menganalisis lebih mendalam mengenai peran dan fungsi pengawasan terhadap koperasi simpan

8

Dari Bank Pedesaan Sampai Baitul Maal wa Tamwil Kini Diawasi OJK, diunduh dari

http://finance.detik.com/read/2015/03/12/185015/2857365/5/dari-bank-pedesaan-sampai-baitul-maal-wa-tamwil-kini-diawasi-ojk?f9911013.

9

(7)

7

pinjam/KSP dengan judul ”Fungsi Pengawasan pada Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam Sebagai Upaya Pencegahan Praktik Bank Berkedok Koperasi”

B. Perumusan Masalah

Pokok permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah bentuk Badan Hukum Koperasi tepat sebagai bentuk

hukum suatu Bank sebagaimana diatur dalamUndang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan?

2. Bagaimana fungsi pengawasan KSP oleh Kementerian Koperasi

Usaha Kecil dan Menengah sebagaimana diatur dalam Peraturan

Menteri No. 21/Per.M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman

Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi?

3. Bagaimana peran Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan

Menengah dalam upaya mencegah penyalahgunaan fungsi KSP dari praktik bank yang berkedok koperasi?

C. Tujuan Penelitian

Selaras dengan perumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah:

(8)

8

1. Untuk mengetahui lebih mendalam tentang bentuk hukum koperasi

sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, apakah sesuai dengan kondisi koperasi saat ini atau harus dilakukan penyesuaian untuk dapat berkompetisi dalam rangka globalisasi dibidang ekonomi dan perbankan.

2. Untuk mengkaji lebih dalam mengenai fungsi pengawasan KSP

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri

No.21/Per.M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi.

3. Untuk meneliti secara mendalam bagaimana peran Kementerian Koperasi

dan Usaha Kecil Menengah dalam upaya mencegah penyalahgunaan fungsi KSP agar tidak menjadi bank yang berkedok koperasi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menghasilkan faedah atau manfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi pembangunan Bangsa dan Negara, dengan rincian:

1. Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi

perkembangan ilmu hukum bisnis, khususnya terkait dengan konsep ekonomi rakyat dan perkoperasian yang menjadi ideologi ekonomi Indonesia. Penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangsih mengenai kesesuaian ketentuan-ketentuan pada UU No. 25 tahun 1992 tentang koperasi terhadap Pasal 31 UUD 1945.

(9)

9

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi pembuat undang-undang terkait dengan perekonomian negara yang diperuntukkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan kesejahteraan bangsa. Selain itu, diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi para praktisi koperasi (pengurus, pengawas, anggota KSP), bagi masyarakat bermanfaat untuk dapat menambah wawasan tentang Koperasi. Penelitian ini juga di harapkan bisa memberikan wawasan dan masukan terhadap perkembangan peraturan mengenai perkoperasian di indonesia. Agar menjadi lebih baik khususnya pada pengawasan koperasi sehingga tujuan dan cita-cita koperasi untuk mensejahterakan anggota dapat tercapai.

E. Keaslian Penelitian

Sejauh pengamatan Peneliti, perumusan penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain dan berbeda dengan penelitian sejenis yang sudah pernah dilakukan. Penelitian ini dapat di katagorikan ide original peneliti, aktual serta sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional dan objektif serta terbuka. Hal ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di berbagai perpustakaan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, belum pernah ada penelitian yang mengangkat masalah pengawasan koperasi simpan pinjam. Dengan demikian,

(10)

10

dapat dikatakan bahwa penelitian ini asli dan keasliannya secara akademis dapat dipertanggungjawabkan.

Tabel 1.2

Perbandingan keaslian penelitian

No Nama peneliti dan institusi Judul penelitian Keterangan

1 Ni Wayan Wedayani dan I

Ketut Jati (2012), Fakultas

Ekonomi Universitas Udayana Efektivitas Fungsi Badan Pengawas Sebagai Internal Auditor dalam Pengawasan Terhadap Pemberian Kredit Pada LPD di Kecamatan Rendang, Selat, Sidemen, dan Manggis, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali

Setiap Lembaga Pemberian

Kredit harus mempunyai

pengendalian intern yang

memadai dan mampu

menjamin bahwa dalam

pelaksanaan operasional

dapat dicegah terjadinya

penyalahgunaan wewenang

oleh berbagai pihak yang dapat merugikan perusahaan

dan terjadinya

praktek-praktek yang tidak sehat. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer berupa penyebaran kuisioner kepada ketua LPD, kasir, dan

tata usaha yang terkait

langsung dengan pemberian

kredit. Penelitian

menunjukkan, pengawasan

Badan Pengawas masih

kurang efektif. Disarankan agar badan pengawas lebih

mengintensifkan lagi

perannya, terutama

bagi yang tingkat efektifitas pelaksanaan tugasnya kurang efektif

2 Aditya Wahyu Aji (2014),

Universitas Brawijaya, Malang Efektivitas Pengawasan Pinjaman Modal Kerja Guna Menekan Terjadinya Tunggakan Pinjaman (Studi Pada Koperasi Simpan Pinjam

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan upaya

koperasi mempertahankan

stabilitas tingkat pinjaman

macet. Penelitian ini

menggunakan pendekatan

deskriptif. Penelitian ini

berfokus pada evaluasi

prosedur pengawasan

(11)

11 Adi Wiyata Mandiri Kabupaten Blitas Tahun 2011-2013)

pinjaman bermasalah selama periode 2011-2013. Penelitan

mengungkapkan bahwa

meskipun koperasi

menyalurkan pinjaman dalam

jumlah besar, namun

memiliki kemampuan untuk mempertahankan tingkat rasio

pinjaman bermasalah di

bawah 10% sesuai peraturan Kementrian Negara Koperasi,

dan Usaha Kecil dan

Menengah Republik

Indonesia.

3 Eni Endaryati dan Efensi

(2013), Universitas Dian Nuswantoro Independensi, Keahlian Profesional, dan Pengalaman Kerja Pengawas pada Koperasi Simpan Pinjam

Penelitian ini bertujuan untuk

menguji pengaruh

independensi, keahlian

profesional, dan pengalaman

kerja pengawas intern

terhadap pelaksana

pemeriksaan struktur

pengendalian intern koperasi

simpan pinjam. Hasil

penelitian menunjukkan

bahwa independensi

mempunyai pengaruh yang positif terhadap pelaksana

pemeriksaan struktur

pengendalian intern koperasi simpan pinjam di Semarang.

Kemudian keahlian

profesional mempunyai

pengaruh yang positif

terhadap pelaksana

pemeriksaan struktur

pengendalian intern koperasi simpan pinjam. Begitu juga pengalaman kerja mempunyai

pengaruh yang positif

terhadap pelaksana

pemeriksaan struktur

pengendalian intern koperasi simpan pinjam.

4 Dewi Tenty Septi Artiani

(2015), Universitas Gadjah Mada

Fungsi

Pengawasan pada Kegiatan

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kedudukan

(12)

Undang-12 Koperasi Simpan Pinjam Sebagai Upaya Pencegahan Praktik Bank Berkedok Koperasi

undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang

Perbankan, apakah sesuai

dengan kondisi koperasi saat ini atau harus dilakukan penyesuaian. Selain itu, untuk

mengkaji lebih dalam

mengenai bagaimana

pengawasan KSP

sebagaimana diatur dalam

Peraturan Menteri

No.21/Per.M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pengawasan Koperasi Simpan Pinjam.

Gambar

Tabel 1.1: Sepuluh Besar Koperasi di Dunia

Referensi

Dokumen terkait

Perlu adanya pengamatan lebih lanjut pada periode tanam jagung berikutnya, agar dapat diketahui efek sisa pupuk P terhadap peningkatan hasil yang diperoleh dari perlakuan

Desain pengembangan ini diarahkan pada desain yang menggambarkan karakter motif dari Dewi Sinta dengan teknik batik tulis dan mengolah penataannya pada kain

Misalnya, jika makna sakral-spiritual upacara cabut gigi di Bali telah hilang dalam ingatan manusia Bali Modern dan yang tinggal dipahami hanyalah upacara glamor

In the first one, opponents are ideological enemies such as, first , the crypto-communistic party, a PRD (People Democratic Party) which is derived from the spirit of

Semua itu tidak lain juga adalah salah satu karunia terbesar dari Allah SWT yang telah membekali penulis dengan kemampuan menyerap ilmu selama melakukan kegiatan

Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya Program membaca teks sastra (X) berpengaruh terhadap kompetensi mengubah sastra menjadi puisi (Y1) dengan demikian

Fase ini adalah fase pertama dalam pengembangan sistem dengan FAST yang bertujuan untuk menentukan metode yang akan digunakan, menganalisis kelayakan dan membuat jadwal