• Tidak ada hasil yang ditemukan

(ICERD) oleh Pemerintah Jepang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "(ICERD) oleh Pemerintah Jepang "

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Katolik Parahyangan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Terakresditasi A

SK BAN PT NO: 3095/SK/BAN-PT/Akred/S/VIII/2019

Faktor Pendorong Pemenuhan Pasal 4 International Convention on the Elimination of Racial Discrimination

(ICERD) oleh Pemerintah Jepang

Skripsi

Oleh

Alexandra Rianti Grandi Rahardjo 2016330004

Bandung

2019

(2)

Universitas Katolik Parahyangan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Terakresditasi A

SK BAN PT NO: 3095/SK/BAN-PT/Akred/S/VIII/2019

Faktor Pendorong Pemenuhan Pasal 4 International Convention on the Elimination of Racial Discrimination

(ICERD) oleh Pemerintah Jepang

Skripsi

Oleh

Alexandra Rianti Grandi Rahardjo 2016330004

Pembimbing

Adrianus Harsawaskita, S.IP., M.A.

Bandung

2019

(3)

t

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Studi Ilmu Hubungan Intemasional

Tanda Persetujuan Skripsi

Nama : Alexandra Rianti Grandi Rahardjo

Nomor Pokok : 2016330004

Judul : Faktor Pendorong Pemenuhan Pasal 41nternational Conven tion on the E limination of Racial Discrimination (ICERD) ol eh Pemerintah Jepang

Tim Penguji

Telah diuji dalam Ujian Sidang Jenjang Sarjana Pada Jumat, 6 Desember 2019

Dan dinyatakan LUL S

I •

I

I

I

' '

'

I

~ ·

I

Ketua Sidang Merangkap Anggota

Dr. I Nyoman Sudira . . Sekretaris

Adrianus Harsawaskita, S.IP, M.A : Anggota

Dr. Atom Ginting Munthe

J

Mengesahkan,

Dekan Faku ltas Ilmu Sosial dan Politik

Dr. Pius Sugeng Prasetyo , M. Si

'

(4)

Scanned with CamScanner Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Studi Ilmu Hubungan Intemasional

Tanda Persetujuan Skripsi

Nama :Alexandra Rianti Grandi Rahardjo Nom or Pokok : 2016330004

Judul : Faktor Pendorong Pemenuhan Pasal 4 International Convention on the Elimination of Racial Discrimination (ICERD) oleh Pemerintah Jepang

Tim Penguji

Telah diuji dalam Ujian Sidang Jenjang Sarjana Pada Jumat, 6 Desember 2019

Dan dinyatakan LULUS

Ketua Sidang Merangkap Anggota

Dr. I Nyoman Sudira Sekretaris

Adrianus Harsawaskita, S.IP, M.A

Anggota

Dr. Atom Ointing Munthe

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

(5)

SURATPERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

N ama :Alexandra Rianti Grandi Rahardjo

NPM : 2016330004

Program Studi : Ilmu Hubungan Intemasional

Judul Skripsi : Faktor Pendorong Pemenuhan Pasal 4 ICERD oleh Pemerintah Jepang

Dengan ini menyatakan bahwa p~nelitian ini merupakan basil · karya tulisan ilmiah

-

sendiri dan bukanlah merupakan karya yang pemah diajukan untuk memperol eh gelar akademik oleh pihak lain. Adapun karya atau pendapat pihak lain y an g dikutip, ditulis sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku.

Pemyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab dan bersedia menerim a konsekuensi apapun sesuai aturan yang berlaku apabila dikemudian hari diket ahui

.

bahwa pemyataan ini tidak benar.

Bandung , 19 Nov ember 2 0 19,

Alexandra Rianti Grandi Rah ardjo

J

2016330004

(

I

-

t

(6)

Nama : Alexandra Rianti Grandi Rahardjo NPM : 2016330004

Judul Skripsi : Faktor Pendorong Pemenuhan Pasal 4 International Convention on the Elimination of Racial Discrimination (ICERD) oleh Pemerintah Jepang

ABSTRAK

Penelitian ini membahas mengenai faktor pendorong pemenuhan prinsip- prinsip dalam International Convention on the Elimination of Racial Discrimination (ICERD) oleh Pemerintah Jepang, khususnya pasal 4 mengenai ujaran kebencian. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana Committee on the Elimination of Racial Discrimination (CERD) mendorong Pemerintah Jepang untuk memenuhi prinsip-prinsip di dalam ICERD. Untuk menjawab pertanyaan tersebut penulis menggunakan teori fungsi pemantauan dalam organisasi internasional, dengan metode deskriptif analitis yang bersifat kualitatif. Berdasarkan analisis yang dilakukan, penulis menghasilkan temuan bahwa fungsi pemantauan organisasi internasional yang dilakukan dengan melibatkan masyarakat sipil, instansi pemerintah, serta keterlibatan organisasi internasional secara langsung dalam proses identifikasi masalah dan penyusunan rekomendasi mampu mendorong Pemerintah Jepang untuk mengeluarkan hukum domestik yang selaras dengan norma internasional yang berlaku.

Kata kunci : ICERD, CERD, Ujaran Kebencian, Jepang, Organisasi Internasional, Fungsi Pemantauan, Norma Internasional

(7)

iii Name : Alexandra Rianti Grandi Rahardjo

Student Number : 2016330004

: The Pushing Factors of the Compliance of Article 4

International Convention on the Elimination of Racial Discrimination (ICERD) by the Government of Japan

ABSTRACT

The aim of this research was to find out the pushing factors which are driving the Japanese Government to comply with the principles contained in the International Convention on the Elimination of Racial Discrimination, particularly article 4 about hate speech. The research question is how does the Committee on the Elimination of Racial Discrimination (CERD) urge the Japanese Government to comply with the Principles Contained in ICERD. To answer the question the principal of monitoring function of international organization is being used, and the approach is qualitative descriptive analysis.

Based on the analysis, the preliminary finding is that the monitoring function of international organization which are involving the civil society, the government, and the international organization itself in identifying the problems and drafting the resolutions are able to urge Japanese Government to release domestic legislation which is in line with international norm.

Keyword : ICERD, CERD, Hate Speech, Japan, International Organization, Monitoring Function, International Norm

(8)

iv KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Faktor Pendorong Pemenuhan Pasal 4 International Convention on the Elimination of Racial Discrimination (ICERD) oleh Pemerintah Jepang.

Penelitian ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan akademik yang wajib dalam menempuh jenjang pendidikan Strata-1, Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Katolik Parahyangan.

Secara umum penelitian ini membahas mengenai faktor yang pendorong dari pemenuhan pasal 4 ICERD oleh Pemerintah Jepang. Penelitian ini berusaha menjelaskan bahwa perilaku yang diambil oleh Pemerintah Jepang dipengaruhi oleh norma internasional yang ada. Analisis dari penelitian ini menggunakan perspektif konstruktivisme dan fungsi pemantauan organisasi internasional untuk menjelaskan mengenai perilaku yang diambil Pemerintah Jepang terkait isu ujaran kebencian. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap studi Ilmu Hubungan Internasional. Penulis memohon maaf apabila penelitian ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap kritik, saran, dan rekomendasi untuk menyempurnakan penelitian ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi.

Bandung, 19 November 2019

Alexandra Rianti Grandi Rahardjo

(9)

v UCAPAN TERIMA KASIH

1. Tuhan Yang Maha Esa

Atas berkat, rahmat, dan pertolongan-Nya selama kehidupan penulis terutama selama 3,5 tahun ini. Terima kasih karena sudah mengizinkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini tepat waktu, memberikan jalan dan kemudahan bagi penulis dalam setiap proses pengerjaan skripsi ini.

2. Mama, Papa, Dede

Atas dukungan moral dan material yang tidak pernah putus diberikan untuk penulis. Tanpa doa dan dukungan dari Mama, Papa, dan Dede, penulis tidak akan mampu menyelesaikan studi ini dengan baik. Semoga skripsi ini memberikan kebanggaan dan kebahagiaan bagi keluarga, dan semoga penulis bisa terus diberikan kesempatan untuk senantiasa membahagiakan dan membanggakan keluarga.

3. Adrianus Harsawaskita, S. IP, M. A

Atas bimbingan dan dukungan selama pengerjaan skripsi ini. Terima kasih karena telah membantu penulis untuk membangun logika dan memberikan tapi harus mampu menjadi kebanggan dan dapat dipertanggung-jawabkan kualitasnya.

4. Poei Oktaviana Maya Sari, Scharbelle Stella Stephanny Sekarsari, dan Yustika Natalia

Terima kasih atas cerita-cerita lucu, menyenangkan, menyedihkan, menegangkan, dan lain-lain selama 3,5 tahun ini. Terima kasih karena telah memberikan warna bagi kehidupan perkuliahan penulis, me

untuk diceritakan 10, 15, atau 20 tahun lagi sambil tersenyum. Semoga kita semua dapat menjadi pribadi yang sukses dan bermanfaat untuk sekitar.

5. Felicia Lievia, Michelle Kosasih, Albertus Kristanto, Monica Marcillia, Nicander Wijaya, Wierdiana Carmia Prasetyo, Natalia Grace Fransiska, Aryo Bimantoro, Arya Wisnu Wardhana, Muhammad Alif Khadaffa Terima kasih atas dukungan dan semua cerita penuh makna sejak awal perkuliahan. Kalian semua masing-masing memiliki cerita menyenangkan, menyebalkan, menyedihkan, sekaligus menginspirasi untuk kehidupan penulis. Semoga kita semua bisa terus saling mendukung dan menginspirasi hingga seterusnya.

(10)

vi 6. 2016330004

Terima kasih untuk tidak pernah menyerah sesulit apapun keadaannya.

Terima kasih karena selalu yakin dan percaya bahwa semua pasti bisa dihadapi dan diselesaikan dengan baik. Terus berjuang untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi yang mampu memanusiakan manusia lain.

(11)

vii DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR AKRONIM ... xi

BAB I ... 1

PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.2.1 Deskripsi Masalah... 3

1.2.2 Pembatasan Masalah ... 4

1.2.3 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.3 Kegunaan Penelitian... 5

1.4 Kajian Literatur ... 5

1.5 Kerangka Pemikiran ... 10

1.6 Metodologi Penelitian ... 17

1.6.2 Metode Penelitian... 17

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data ... 17

1.6.4 Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II ... 19

GAMBARAN UMUM UJARAN KEBENCIAN DI JEPANG ... 19

2.1 Kependudukan Keturunan Korea di Jepang ... 19

2.2 Praktik Ujaran Kebencian di Jepang ... 22

2.2.1 Keributan di Kyoto ... 22

(12)

viii

2.2.2 Demonstrasi di Tokyo dan Osaka ... 22

2.2.3 Ujaran Kebencian di Internet ... 23

2.3 International Convention on the Elimination of Racial Discrimination (ICERD) ... 24

2.4 Committee on the Elimination of Racial Discrimination (CERD) ... 28

2.4.1 Pertimbangan Laporan Periodik ... 29

2.4.2 Menyelenggarakan Komunikasi Individu ... 32

2.4.3 Pertimbangan Situasi Mendesak dan Memerlukan Peringatan Dini .... 33

2.4.4 Memberikan Rekomendasi Umum dan Menyusun Tema Diskusi ... 36

2.5 Pemerintah Jepang Meratifikasi ICERD ... 37

2.6 Reservasi Pemerintah Jepang terhadap Pasal 4 ICERD ... 39

BAB III... 69

FAKTOR PENDORONG PEMENUHAN PASAL 4 INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF RACIAL DISCRIMINATION (ICERD) ... 69

3.1 Pemerintah Jepang dan Norma Internasional ... 69

3.1.1 Norma Anti-Diskriminasi dalam Declaration of the High-Level Meeting on the Rule of Law ... 69

3.1.2 Peran The International Movement Against All Forms of Discrimination and Racism (IMADR) sebagai norm entrepreneur di Jepang 71 3.2 Pemantauan sebagai Metode untuk Meningkatkan Perlindungan Hak Asasi Manusia ... 75

3.2.1 Observasi dan Pengumpulan Data dari Masyarakat Sipil ... 76

1) Penyusunan Laporan Periodik ... 76

2) Pengajuan Tema ... 77

3) Peringatan Dini dan Prosedur Mendesak ... 78

4) Pengajuan Komunikasi Individu ... 78

5) Keterlibatan Masyarakat Sipil dalam Pengumpulan Data dan Observasi di Jepang ... 79

3.2.2 Menjalin Hubungan Berkelanjutan dengan Pemerintah ... 89

1) Dialog Interaktif ... 89

(13)

ix 2) Dialog Interaktif CERD dan Pemerintah Jepang terkait Laporan Periodik

VII, VIII, dan IX ... 91

3.3.3 Keterlibatan dalam Proses Identifikasi Masalah, Penyusunan Rekomendasi, dan Proses Penyelesaian Masalah ... 94

1) Concluding Observation Report ... 94

2) Hate Speech Elimination Act sebagai Bentuk Penerapan Rekomendasi CERD ... 97

BAB IV ... 102

KESIMPULAN ... 102

Daftar Pustaka ... 108

(14)

x DAFTAR GAMBAR

Gambar

Gambar 49

Gambar 51

Gambar .51

(15)

xi DAFTAR AKRONIM

CAT : Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment

CEDAW : Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women

CERD : Committee on the Elimination of Racial Discrimination CRC : Convention on the Rights of the Child

ERD Net : Elimination of Racial Discrimination Network ICCPR : International Covenant on Civil and Political Rights

ICERD : International Convention on the Elimination of Racial Discrimination ICESCR : International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights IMADR : International Movement Against All Form of Racial Discrimination NGO : Non-Governmental Organization

NHRI : National Human Rights Institution

OHCHR: Office of the United Nations High Commissioner of Human Rights PBB : Perserikatan Bangsa Bangsa

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Diskriminasi di Jepang dapat terlihat dan dirasakan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa toko di Jepang dengan jelas menuliskan perusahaan mendiskriminasi pegawai berdasarkan ras dan etnisnya. Hal tersebut terjadi karena kelompok ultranasionalis di Jepang tidak menyetujui pemberian hak khusus kepada warga keturunan Korea di Jepang.

Pada tahun 1991, warga keturunan Korea (Zainichi) memperoleh status Special Permanent Residents yang berarti posisi Zainichi diakui di dalam

kehiduoan bermasyarakat di Jepang. Warga keturunan Korea sejak saat itu diperbolehkan untuk bekerja di sektor-sektor yang sebelumnya tidak diperbolehkan seperti menjadi pengajar di sekolah umum. Selain itu, sekolah Korea juga mulai diakui dan siswanya mendapatkan akses untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas di Jepang.1

Jepang merupakan negara yang tidak memiliki hukum mengenai praktik ujaran kebencian yang menargetkan sekelompok orang dengan ras ataupun etnis tertentu. Oleh sebab itu, Pemerintah Jepang belum pernah mengeluarkan hukum ataupun kebijakan yang secara spesifik bertujuan untuk menghentikan praktik ujaran kebencian di Jepang. Hal ini disebabkan oleh Konstitusi Jepang yang menjunjung tinggi kebebasan berkumpul, berekspresi, dan

1

https://minorityrights.org/minorities/koreans/, Diakses pada 8 Desember 2019

(17)

2

mengemukakan pendapat. Mengeluarkan hukum yang membatasi seseorang ataupun sekelompok orang untuk menyampaikan pendapatnya dianggap bertentangan dengan konstitusi tersebut.2

Berdasarkan posisinya dalam isu ujaran kebencian, negara terbagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama yaitu negara-negara yang memiliki hukum mengenai ujaran kebencian sehingga para pelaku ujaran kebencian akan mendapatkan konsekuensi hukum di negara tersebut. Kelompok ini merupakan negara yang telah memenuhi seluruh ketentuan yang terdapat di dalam ICERD. Kelompok kedua merupakan negara yang memiliki hukum terkait praktik ujaran kebencian namun tidak mengkriminalisasikan propaganda yang mengandung diskriminasi rasial. Kelompok tersebut hanya menyatakan bahwa propaganda yang mengandung diskriminasi rasial adalah ilegal apabila dipublikasikan. Kelompok ini memiliki komite hak asasi manusia yang secara khusus bertugas untuk menghapus dan menangguhkan publikasi dari konten-konten yang mengandung ujaran kebencian. Kelompok negara yang ketiga adalah negara yang sama sekali tidak memiliki hukum mengenai praktik ujaran kebencian. Jepang merupakan negara yang termasuk ke dalam kelompok ketiga.3

2

Law Quarterly (2018) : 604-605

3 Ibid, 606-607

(18)

3

1.2 Identifikasi Masalah

1.2.1 Deskripsi Masalah

Komunitas internasional memandang bahwa diperlukan sebuah regulasi yang mengatur mengenai praktik ujaran kebencian dalam masyarakat. Ujaran kebencian merupakan isu yang sangat penting karena dapat memberikan pengaruh serius bagi pemenuhan hak dasar individu maupun kelompok serta merusak martabat manusia. Praktik ujaran kebencian juga dapat merusak harmoni kehidupan masyarakat. Salah satu pasal dalam ICERD yakni pasal 4 mengatur mengenai praktik ujaran kebencian. Pasal tersebut berbunyi 4

a) Mengkriminalisasi penyebaran ide-ide diskriminasi rasial ataupun kekerasan terhadap kelompok ras ataupun sekelompok manusia yang berbeda warna kulit ataupun etnis.

b) Mengkriminalisasi organisasi dan aktivitas propaganda yang mempromosikan diskriminasi rasial.

c) Tidak mengizinkan otoritas publik dan institusi publik untuk mempromosikan ide-ide yang mengandung diskriminasi rasial.

Pemerintah Jepang meratifikasi ICERD pada 15 Desember 1995. Dengan meratifikasi ICERD, artinya Pemerintah Jepang harus memastikan bahwa ICERD memiliki dampak domestik. ICERD telah memiliki dampak domestik terutama dalam aspek pendidikan, yaitu dengan memberlakukan kebijakan yang menjamin kesetaraan hak pendidikan warga keturunan Korea di Jepang. ICERD juga

4 International Convention on the Elimination of Racial Discrimination, United Nations Human

Rights Office of the High Commisioner,

(https://www.ohchr.org/en/professionalinterest/pages/cerd.aspx), Diakses pada 25 Oktober 2019

(19)

4

memiliki dampak domestik dalam bidang ketenagakerjaan yakni dengan menjamin kesetaraan peluang kerja bagi warga keturunan Korea di Jepang. 5

Pasal 4 ICERD tidak dapat memiliki dampak domestik karena Jepang dalam hal ini tidak memiliki hukum domestik yang mengatur mengenai praktik ujaran kebencian. Hal tersebut disebabkan oleh ketidakpercayaan Pemerintah Jepang terhadap praktik ujaran kebencian yang merupakan salah satu permasalahan dalam masyarakat Jepang. Dalam laporan periodik ke VII, VIII, dan IX Pemerintah Jepang menyatakan bahwa Pemerintah Jepang tidak mengakui adanya praktik ujaran kebencian di Jepang.6 Ketiadaan hukum domestik tersebut yang melatarbelakangi pengajuan reservasi pasal 4 ICERD oleh Pemerintah Jepang. Oleh sebab itu, CERD (Committee on the Elimination of Racial Discrimination) menghadapi tantangan tersendiri dalam menangani praktik

ujaran kebencian di Jepang.

1.2.2 Pembatasan Masalah

Agar penelitian menjadi lebih terarah, maka penelitian hanya akan dibatasi pada sumber domestik yang mampu mengubah perilaku Jepang.

1.2.3 Rumusan Masalah

Pertanyaan penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai berikut :

5 Laporan Periodik I dan II : Koreans in Japan Pemerintah Jepang (Januari 1999) Koreans in Japan,

Ministry of Foreign Affairs of Japan,

(https://www.mofa.go.jp/policy/human/conv_race/index.html), Diakses pada 25 Oktober 2019

6 Laporan Periodik VII, VIII, dan IX : Article by Article Report, Pemerintah Jepang (Januari 2013) : 9-12, (https://www.mofa.go.jp/policy/human/conv_race/index.html), Diakses pada 26 Oktober 2019

(20)

5

Committee on the Elimination of Racial Discrimination (CERD)

mendorong Pemerintah Jepang untuk melaksanakan Pasal 4 dalam International Convention on the Elimination of Racial Discrimination (ICERD)

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini memiliki beberapa tujuan antara lain untuk memberikan pengetahuan serta menggambarkan mengenai sebuah organisasi internasional yang berperan dalam memengaruhi perilaku negara.

1.3.3 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dibuat agar dapat memperdalam pengetahuan penulis mengenai pelaksanaan International Convention on the Elimination of Racial Discrimination di Jepang. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai

bahan referensi bagi mahasiswa/i yang hendak melakukan penelitian dengan topik serupa.

1.4 Kajian Literatur

Jurnal berjudul Koreans in Japan : A Struggle for Acceptance menitikberatkan pada kesulitan hidup keturunan Korea di Jepang dalam aspek sosial, dan ekonomi karena adanya diskriminasi. Kesulitan untuk menjadi warga negara Jepang meliputi top-down dan bottom up reason. Secara top-down, prosedur untuk mengurus dokumen kewarganegaraan di Jepang memang rumit terutama bagi

(21)

6

keturunan Korea yang lebih dirumitkan lagi. Secara bottom up, faktor historis dan budaya mempersulit penerimaan masyarakat akan satu sama lain.

Berfokus pada kesulitan-kesulitan yang dialami karena permasalahan kewarganegaraan serta diskriminasi dalam pekerjaan, dana pensiun, posisi di pemerintahan dan pekerjaan lain. Dalam hal ini, jurnal ini lebih mengarah kepada kekerasan struktural yang dialami warga keturunan Korea. Ketidakadilan dapat dirasakan melalui kebijakan-kebijakan pemerintah ataupun ketiadaan respon atas ketidakadilan yang mereka alami. Praktik ujaran kebencian di Tokyo dan Osaka juga diceritakan dalam jurnal ini.7 Kontribusi jurnal ini adalah memberikan data dan informasi seputar kehidupan diskriminatif keturunan Korea di Jepang secara umum.

Jurnal ini berkontribusi dalam memaparkan bentuk-bentuk diskriminasi yang diterima oleh keturunan Korea di Jepang dari berbagai aspek. Jurnal ini juga menyediakan data yang cukup lengkap mengenai sejarah datangnya orang Korea ke Jepang serta dinamika dalam kehidupan masyarakat di Jepang. Jurnal ini dilengkapi juga dengan hasil wawancara dengan seorang Zainichi sehingga data yang diperoleh lebih akurat. Namun, karena bentuk diskriminasi yan dibahas terlalu banyak, maka pokok bahasan kurang komprehensif. Tidak dijelaskan pula bagaimana diskriminasi tersebut masuk ke dalam struktur dan memengarruhi kebijakan pemerintah.

7 Young-Min Cho, "Koreans in Japan : a Struggle for Acceptance," Law School International Immersion Program Papers, No. 2 (2016) : 1-16.

(22)

7

Jurnal

and Exclusivism on the Internet, and the Challenges to Human Rights

membahas tentang urgensi diskriminasi baru yaitu ujaran kebencian baik secara langsung maupun di dunia maya. Pelaku ujaran kebencian di Jepang yaitu Zaitokukai dan Tottori-Loop. Kedua kelompok tersebut memiliki kesamaan pola

yaitu berasal dari kekecewaan sebagai kaum minoritas. Mereka tidak menyukai keuntungan-keuntungan yang diterima oleh kelompok minoritas karena mereka juga tidak menerima hal tersebut.

Pendidikan hak asasi manusia memiliki peran penting untuk memberantas rasisme. Dijelaskan bahwa pendidikan di Jepang dianggap sebagai alat untuk menyebarkan nilai-nilai anti-diskriminasi. Hal ini berusaha menunjukkan komitmen Jepang dalam menjamin hak asasi manusia di negaranya menyadari bahwa bentuk diskriminasi baru mulai muncul. Hal ini juga disebabkan karena kelompok ultranasionalis tersebut mulai merekrut generasi muda dan pelajar untuk menjadi anggotanya.8 Kontribusi jurnal ini adalah mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dunia pendidikan Jepang dengan merebaknya praktik ujaran kebencian.

Terdapat pemaparan mengenai usaha-usaha dari pemerintah Jepang untuk setidaknya mengurangi praktik ujaran kebencian. Usaha-usaha tersebut ditempuh Jepang melalui dunia pendidikan yaitu konten pendidikan anti-diskriminasi

8

Exclusivism on the Internet, and the Rights Journal (2016) : 37-50

(23)

8

(Dowa education). Selain itu, jurnal ini juga menjelaskan tentang latar belakang kemunculan Zaitokukai, proses perekrutan, dan dinamika di dalam kelompok terutama hubungannya dengan generasi muda. Hal tersebut memberikan pemahaman lebih tentang bagaimana mengatasi serangan-serangan mereka secara tepat sasaran.

Jurnal 9

membahas tentang loophole hukum yang belum mampu mengatasi permasalahan ujaran kebencian. Jurnal tersebut merekomendasikan cara-cara dari segi hukum bagi Jepang untuk mengatasi kondisi tersebut. Bahasan yang diangkat dalam jurnal ini lebih kepada regulasi Jepang yaitu Hate Speech Elimination Bill yang memiliki sejumlah kritik. Regulasi tersebut dianggap tidak mendefinisikan secara jelas mengenai ujaran kebencian. Selain itu, regulasi tersebut juga tidak memuat sistem penindakan ujaran kebencian sehingga kemudian dianggap tidak efektif.

Terdapat standar internasional, dan penanganan negara-negara lain terkait isu ujaran kebencian dan Jepang tergabung di dalamnya seperti UN Elimination of Racial Discrimination, dan International Covenant on Civil and Political Right.

Standar internasional tersebut menunjukkan kontras antara konvensi internasional yang diratifikasi Jepang dengan praktik riil dalam masyarakat Jepang. Hukum mengenai kebebasan berpendapat dianggap sebagai hal yang mempersulit penindakan ujaran kebencian. Secara garis besar mengungkapkan inisiatif sekaligus permasalahan yang dihadapi Jepang dari aspek hukum. Hal ini yang

9

Law Quarterly (2018) : 604-605

(24)

9

meyebabkan munculnya kritik seputar sikap Jepang dalam menangani ujaran kebencian.

Kontribusi jurnal ini adalah selain membahas mengenai kelemahan regulasi Jepang terkait ujaran kebencian, namun dipaparkan pula regulasi yang memang sudah dibuat namun lemah karena pandangan bahwa kekerasan yang dapat ditindaklanjuti adalah bentuk kekerasan yang secara langsung mengancam embuat jurnal ini mendukung pemahaman bahwa ancaman terhadap kehidupan manusia diartikan sebatas ancaman fisik. Maka, kelemahan dari sebuah regulasi terletak pada konsep dasar mengenai ancaman atau sesuatu yang hendak dilarang.

Jurnal pertama membahas mengenai kesulitan-kesulitan hidup yang dialami keturunan Korea di Jepang khususnya yang disebabkan oleh faktor struktural.

Jurnal kedua menitikberatkan pada kesadaran pemerintah akan urgensi ujaran kebencian yang mulai digunakan untuk praktik diskriminasi. Sedangkan jurnal ketiga fokus pada aspek hukum Jepang mengenai penindakan ujaran kebencian yang kurang disertai penjelasan komprehensif sehingga menuai banyak kritik.

Dari ketiga jurnal tersebut, belum ada yang memaparkan mengenai norma internasional yang memengaruhi perilaku Pemerintah Jepang dan cara CERD dalam mendorong Jepang untuk melaksanakan prinsip-prinsip dalam ICERD terutama pasal 4. Maka, besar harapan penulis agar penelitian ini dapat memberikan informasi, pengetahuan dan menjadi refrensi baru.

(25)

10

1.5 Kerangka Pemikiran

Menurut teori konstruktivisme Alexander Wendt, institusi internasional menjadi penting bukan hanya karena fakta-fakta objektifnya, namun juga karena institusi internasional memiliki social meaning bagi masyarakat internasional.

Social meaning dikonstruksikan dalam masyarakat berdasarkan sejarah,

kepercayaan, dan norma dalam masyarakat tersebut. Oleh sebab itu, konstruktivisme lebih menitikberatkan fokus pembahasannya pada faktor identitas dan kepercayaan. Persepsi mengenai kawan dan musuh, dalam-kelompok dan luar-kelompok, keadilan, menjadi kunci yang menentukan pola perilaku negara.

Konstruktivisme menerima bahwa negara bersifat self-interested, dan rasional, namun konstruktivisme menekankan bahwa identitas dan kepercayaan merupakan dasar dari rasionalitas negara untuk mencapai kemampuan untuk bertahan, kekuatan, dan kemakmuran.10

Konstruktivisme juga memberi perhatian pada norma internasional.

Konstruktivisme menekankan konsep logic of consequences dan logic of appropriateness. Logic of consequences menjadi dasar perilaku negara untuk

mencapai kepentingan nasional. Lewat logika tersebut negara berperilaku rasional untuk memaksimalkan kekuatannya. Namun, disamping itu, logic of appropriateness menjadi dasar bagi negara untuk memediasi rasionalitas negara

dengan norma internasional yang ada. Maka perilaku negara menurut

10

of Public International Law Oxford University Press (2011) :19-24

(26)

11

konstruktivisme tidak hanya dipengaruhi oleh dorongan untuk mencapai kepentingan namun juga oleh norma internasional.11

Berdasarkan hal tersebut, konstruktivisme meyakini bahwa peran aktor transnasional seperti organisasi non pemerintah adalah penting. Aktor tersebut berperan sebagai norm entrepreuner yang dapat mengubah perilaku negara terhadap suatu isu. Konstruktivisme juga melihat institusi internasional sebagai entitas mandiri, bukan alat negara. Institusi internasional mampu melakukan usaha untuk mencapai kepentingannya sendiri, salah satunya perlindungan hak asasi manusia.12

Sebuah norma internasional dapat memengaruhi perilaku negara. Hukum internasional tidak mengandung motivasi negara. Hukum internasional lahir dan dipatuhi negara karena adanya sebuah norma yang diterima oleh masyarakat internasional. Hukum internasional hanya merupakan wujud ekspresi dari norma internasional. Oleh karena itu, kepatuhan negara terhadap hukum internasional tidak hanya terkait kewajiban secara hukum namun juga menunjukkan komitmen moral negara dalam menjunjung sebuah norma. 13

Negara patuh kepada hukum internasional karena kepentingan mendorong negara untuk berperilaku demikian. Hal tersebut dilakukan karena dianggap rasional untuk memaksimalkan kekuatan negara. Perjanjian multilateral mengenai hak asasi manusia dapat menyelesaikan permasalahan koordinasi antarnegara

11 Ibid

12 Ibid

13 , 38 Geo. Wash. Int'l L. Rev.

159 (2006) : 170

(27)

12

dengan cara membentuk sebuah code of conduct. Perjanjian tersebut menciptakan standar dalam pelaksanaan hak asasi manusia. Selain itu, menurut Goldsmith dan Posner, negara-negara liberal memiliki kepedulian terhadap pelaksanaan hak asasi manusia di negara lain. Negara liberal juga seringkali dikaitkan dengan berbagai insentif dan disinsentif yang diberikan berdasarkan tingkat kepatuhan negara terhadap hak asasi manusia. Oleh karena itu, negara-negara yang memiliki kepentingan untuk memperluas perdagangan, meminimalisasi perang, dan mempromosikan stabilitas dunia tertarik dengan insentif tersebut. Namun, selain faktor kepentingan, pada dasarnya setiap orang memiliki altruistik untuk peduli tentang standar kehidupan manusia lain. Hal itu pula yang menjadi dasar bagi negara untuk mengeluarkan kebijakan. 14

Negara dapat patuh terhadap norma internasional apabila terjadi koersi.

Koersi adalah ketika satu negara, koalisi, organisasi internasional, dan aktor transnasional lain terus menekan negara untuk mengubah perilakunya. Proses tersebut dapat dilakukan dengan mengirimkan perwakilan diplomatik untuk mendorong negara tersebut agar mematuhi norma. Selain koersi, negara juga bisa didorong untuk mematuhi norma internasional melalui proses persuasi. Proses persuasi merupakan upaya untuk mengubah perilaku negara melalui penyampaian argumentasi rasional. Perbedaan mendasar dari proses ini adalah persuasi tidak sekedar mengubah perilaku, namun juga mengubah preferensi negara. Sehingga

14Ibid, 166-167

(28)

13

proses ini seringkali dianggap lebih berkelanjutan dalam upaya penegakkan hak asasi manusia.15

Proses ratifikasi sebuah perjanjian internasional menandakan bahwa negara bersedia untuk terikat secara hukum dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian internasional tersebut. Dengan meratifikasi perjanjian internasional tentang hak asasi manusia, maka perjanjian tersebut memiliki pengaruh dalam membentuk pemahaman pejabat pemerintah dan masyarakat sipil mengenai hak-hak dasar individu. Proses ratifikasi tersebut juga menandakan adanya konsensus di dalam negara mengenai norma dan nilai hak asasi manusia yang dianggap penting, yang harus selalu dijunjung tinggi dalam proses penyelenggaran negara.16

Hak asasi manusia seringkali dianggap sebagai

namun perdebatan harus lebih jauh daripada itu yakni implementasi dari perjanjian internasional mengenai hak asasi manusia setelah proses ratifikasi negara. Proses ratifikasi seringkali hanya bersifat formal, namun pada kenyatannya nihil implementasi. Proses ratifikasi seharusnya lebih jauh dari sekedar persoalan hukum. Melalui proses ratifikasi, suatu perjanjian internasional harus memiliki dampak di tingkat domestik. Dampak tersebut berupa pengaruh bagi negara untuk merealisasikan norma yang terkandung dalam perjanjian tersebut dalam kehidupan sehari-hari di negara tersebut. Pengaruh ini dirasakan melalui mekanisme pelaksanaan norma dari perjanjian internasional yang

15 Ibid, 177-179

16

-485

(29)

14

dilakukan melalui pelaporan, pengaduan individu, maupun pemeriksaan.

Pengaruh norma dalam perjanjian internasional dapat memasuki tingkat domestik melalui adopsi, penggabungan, transformasi konstitusi, pembuatan kebijakan, dan implementasi dari concluding observation.17

Untuk menilai dampak dari ratifikasi terhadap pemberlakuan norma di suatu negara, dipelrukan sebuah fungsi pemantauan. Pemantauan berfungsi untuk memastikan negara memenuhi hak asasi manusia rakyatnya. Organisasi internasional tidak menggantikan posisi dan tanggung jawab negara, melainkan sebagai pengawas. Dengan menjalankan fungsi pemantauan, organisasi internasional menujukkan kehadirannya di setiap negara. Kehadiran organisasi internasional dapat mencegah terjadinya pelangaran hak asasi manusia karena ketika penyelenggara pemerintah atau pihak lain yang berwenang merasa dipantau, maka mereka akan lebih berhati-hati dalam bertindak dan mengambil keputusan.18

Berdasarkan pedoman yang digunakan oleh United Nations Human Rights Office of the High Commissioner dalam memantau implementasi hak asasi

manusia di dunia, fungsi pemantauan sebuah organisasi internasional harus dijalankan di berbagai tingkat, yakni tidak hanya pada para penyelenggara pemerintah namun juga masyarakat sipil. Organisasi internasional perlu membangun kontak dengan individu, organisasi hak asasi manusia, organisasi non-pemerintah, pemerintah lokal, dan aktor lain yang relevan. Organisasi non-

17 Ibid

18 ng Manual on Human Rights

-88

(30)

15

pemerintah dapat memberikan informasi serta menjadi mitra organisasi internasional dalam penegakkan hak asasi manusia lewat berbagai cara seperti meningkatkan kesadaran masyarakat, memberikan pendidikan hak asasi manusia kepada masyarakat, melakukan lobi untuk meningkatkan standar hak asasi manusia, dan mempromosikan hak asasi manusia yang bersifat spesifik seperti hak pekerja, hak perempuan, dan hak anak. Organisasi non-pemerintah juga seringkali memantau proses hukum dari pelanggaran hak asasi manusia seperti penculikan, pemusnahan, dll. Oleh sebab itu, karena keterlibatannya dalam penegakkan hak asasi manusia, organisasi non-pemerintah memegang peran penting dalam proses information gathering sebuah organisasi internasional dalam melaksanakan fungsi pemantauannya. 19

Selain dijalankan dalam tingkat masyarakat sipil, fungsi pemantauan juga harus dijalankan di tingkat penyelenggara pemerintahan. Negara sebagai pihak yang menandatangani perjanjian internasional memiliki kewajiban untuk menjalankan prinsip-prinsip dalam perjanjian tersebut atas dasar itikad baik.

Aktor-aktor dalam pemerintahan memiliki peran penting dalam menindaklanjuti pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi. Oleh karena itu, pemantauan terhadap pemerintah sangat diperlukan untuk memastikan bahwa situasi pelanggaran hak asasi manusia sudah ditindaklanjuti. Pemerintah juga memiliki kewenangan untuk mendayagunakan berbagai sumber daya untuk mengatasi situasi pelanggaran hak asasi manusia, dan yang paling penting, mengeluarkan kebijakan yang dapat menentukan standar hak asasi manusia di negara tersebut.

19 Ibid, 101-102

(31)

16

Organisasi internasional perlu membangun relasi dengan pemerintah nasional termasuk polisi, militer, hakim, dan otoritas lain yg terlibat dalam proses peradilan. Relasi tersebut menunjukkan kehadiran organisasi internasional untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Pemerintah dapat membantu organiasi internasional untuk mengidentifikasi pihak-pihak di dalam negara yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang muncul. Pemerintah memiliki kewenangan untuk menggerakkan sumber daya yang dimiliki untuk kepentingan penegakkan hak asasi manusia. Oleh sebab itu, peran pemerintah menjadi sentral dalam menjalankan fungsi pengawasan oleh organisasi internasional.20

Organisasi internasional juga tidak hanya berperan sebagai observer, melainkan turut serta dalam proses indentifikasi masalah, penyusunan rekomendasi, dan proses penyelesaian masalah. Hal ini dilakukan agar negara selalu memiliki kewajiban untuk menghasilkan kemajuan-kemajuan dalam penegakkan hak asasi manusia. Melalui keikutsertaan organisasi internasional tersebut, setiap aspek positif yang dilakukan negara mendapatkan apresiasi, sedangkan permasalahan yang belum terselesaikan diberikan rekomendasi. Proses identifikasi masalah, penyusunan rekomendasi, dan penyelesaian masalah merupakan proses yang paling krusial untuk menentukan keberhasilan penegakkan hak asasi manusia di setiap negara.21

20 Ibid

21 Ibid

(32)

17

1.6 Metodologi Penelitian 1.6.2 Metode Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif analitis dan bersifat kualitatif. Metode deskriptif manggunakan data sebagaimana adanya dan berfokus untuk menggambarkan secara rinci variabel penelitian. Langkah pertama metode ini adalah memahami fenomena untuk mendapatkan gagasan di dalam variabel penelitian. Hasil yang diharapkan adalah mampu menangkap poin esensial, menarik, namun alami dari fenomena yang ada. 22

Penelitian kualitatif dilandasi pada data-data berbentuk teks yang ditampilkan, diinterpretasi, dan dianalisis indikasi outcome. Karena bersifat kualitatif maka penelitian ini erat kaitannya dengan interpretasi dan refleksi penulis terhadap topik yang dibahas. Menggunakan metode induktif dan deduktif dalam analisis data. Secara induktif, peneliti memperhitungkan data dengan tema penelitian hingga menghasilkan tema yang komprehensif. Secara deduktif, peneliti melihat kembali data yang ada dan apabila perlu, menambahkan data untuk mendukung tema penelitian.23

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Penulis akan mengumpulkan data melalui studi literatur (data archives).

Data yang digunakan adalah data sekunder yang dapat diakses publik. Data ini dapat berupa hasil penelitian sebelumnya, hasil survey, laman website, dan media

22 Frederick J. Gravetter dan Lori-

-343

23 Jo

-240

(33)

18

massa. Penulis juga mengumpulkan data melalui, jurnal dan buku yang relevan dengan topik penelitian.24

1.6.4 Sistematika Pembahasan

BAB I -- Pendahuluan. Terdiri dari Latar Belakang Masalah yang berisi ketiadaan hukum yang mengatur mengenai praktik ujaran kebencian di Jepang.

Dalam Identifikasi Masalah, dijelaskan tentang kontradiksi ketiadaan hukum tersebut dengan posisi Jepang sebagai negara yang meratifikasi ICERD. Bab I mencakup pula pembatasan masalah yang membatasi isu serta konteks pembahasan serta perumusan masalah yang berisi pertanyaan penelitian. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ini adalah kepentingan akademis dan praktis penulis.

Kerangka Pemikiran berisi konsep dan teori yang digunakan penulis sebagai alat untuk menganalisis dan menarik kesimpulan. Metode Penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis dan bersifat kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan studi literature. Sistematika Pembahasan akan disajikan pada Bab I untuk menjelaskan alur penelitian ini secara sistematis

BAB II Gambaran Umum Ujaran Kebencian di Jepang. Bab ini memberikan penjelasan mengenai ICERD dan CERD. Selain itu juga memberikan gambaran mengenai posisi Jepang sebagai negara yang meratifikasi ICERD sekaligus mengajukan reservasi pada pasal 4 ICERD.

BAB III --. Pemantauan sebagai Metode untuk Meningkatkan

Perlindungan Hak Asasi Manusia . Berisi cara-cara CERD dalam menjalankan

24

Press (2005) : 352-354

(34)

19

fungsinya untuk mendorong Pemerintah Jepang memenuhi prinsip-prinsip di dalam ICERD terutama pasal 4.

BAB IV Kesimpulan. Berisi komentar konklusif dan jawaban akhir dari pertanyaan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh ketelitian auditor dan kemampuan menilai risiko-risiko kecurangan terhadap kemampuan auditor dalam

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan salah satu penggerak utama roda perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari peranannya dalam penyediaan

Dengan konsep pengembangan yang terpadu dan dengan motor penggerak industri padat energi diharapkan kawasan Mamberamo akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah KTI..

Parasitoid dapat bersifat soliter (satu inang dengan satu parasitoid) atau gregarius (satu inang dengan dua sampai beberapa ratus individu parasitoid)..

Berdasarkan analisis data dan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terdapat gap antara kinerja pelayanan (performance) dengan harapan konsumen (expectation) dengan

Jadi Desain Interior Sekolah Kuliner Internasional di Jakarta dengan konsep Eklektik adalah sebuah bangunan yang menjadi tempat untuk melakukan belajar mengajar

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan laporan Proyek

Guna menanggulangi kelemahan dari model pembelajaran partisipatif ini, ada beberapa cara diantaranya penataan kelas yang responsif agar iklim kelas menjadi lebih