• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 5 Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat di Daerah Tertinggal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 5 Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat di Daerah Tertinggal"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 5

Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat

di Daerah Tertinggal

Berdasarkan hasil wawancara mendalam, pengamatan, dan studi dokumen-dokumen terkait dengan peran kader pemberdayaan masyarakat di tingkat desa, dengan mengacu pada variabel dan indikator kajian dalam kegiatan ini, berikut disajikan temuan-temuan di 8 desa dengan masing-masing 2 desa berasal dari Kabupaten Rembang dan Wonogiri untuk propinsi Jawa Tengah, dan Propinsi Nusa Tenggara Timur meliputi Kabupaten Belu dan Timor Tengah Utara.

Berikut deskripsi hasil temuan lapangan berdasarkan variabel dan indikator kajian yang telah ditetapkan.

5.1 Kabupaten Wonogiri

5.1.1. Dinamika Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa Gemawang.

1. Tahapan Perencanaan Program

Dalam rangka identifikasi masalah, kebutuhan dan sumber daya yang dimiliki masyarakat, Kader Pemberdayaan Masyarakat melakukan dalam forum Musyawarah Dusun (MusDus). Musyawarah Dusun sebagai tahap awal dilakukan di seluruh dusun yang dihadari oleh: Ketua RT, Perangkat Desa, Tokoh Masyarakat dan Perwakilan Perempuan. Pertemuan difasilitasi oleh Perangkat Desa dan dibuka oleh Perangkat Desa, tetapi selanjutnya pertemuan dipimpin oleh Kader Pemberdayaan Masyarakat. Proses diskusi dilakukan terbuka dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta pertemuan untuk identifikasi masalah dan kebutuhan dan potensi yang dimiliki.

Musyawarah dilakukan di seluruh dusun di lingkungan Desa Gemawang, sehingga karena Programn PNPM hanya ada satu Kader Pemberdayaan Masyarakat pertemuan dijadwal secara bergilir untuk seluruh dusun. Di Desa Gemawang ada 12 dusun, sehingga Kader Pemberdayaan harus mengagihkan pertemuan 12 kali di 12 dusun yang ada. Pertemuan dilakukan setelah petani

(2)

dan undangan bekerja, sehingga waktu pertemuann biasanya dilakukan sesudah solat Isya (jam 19.00 WIB).

Dalam pertemuan tidak hanya dibahas tentang jenis kebutuhan, tetapi juga didiskusikan prirotas suatu program. Selama ini yang digunakan sebagai kriteria penetuan urutan prioritas adalah jumlah penerima manfaat dari suatu program di lingkungan tertentu.

Hasil pertemuan dari musyawarah tingkat dusun kemudian di bawa dalam pertemuan atau Musyawarah Tingkat Desa (Musdes). Dalam Musdes, dilihat dan dibahas bersama seluruh program dari masing-masing dusun. Dengan demikian dapat terjadi program tertentu di dusun A merupakan prioritas pertama tetapi di dusun B menjadi prioritas terakhir, karena jumlah penerima manfaatnya bebeda. Hasil kompilasi program dan prirotas program hasil Musdes disusun dan dibukukan menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tingkat Desa (RPJM-Des).

Dikaitkan dengan Permendagri No.7 tahun 2007 pasal 9 tentasng fungsi Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam hal ini Kader PNPM telah menjalan fungsi ayat (a) yaitu pengidentifikasian masalah, kebutuhan dan sumber daya pembangunan yang dilakukan secara partisipatif, (b) penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat bersama Lembaga Kemasyarakatan kepada Pemerintah Desa atau Kelurahan dan (c) penyusunan rencana pembangunan dan fasilitasi musyawarah perencanaan pembangunan secara partisipatif telah berjalan dengan baik. Proses dimulai dari Musdus sampai dengan Musdes dan dihasilkan RPJM-Des.

Tahapan lebih lanjut dari hasil Musdes dibawa dalam pertemuan Musyawarah Antar Desa (MAD). Hasil pertemuan MAD disusun prioritas untuk tingkat Kecamatan Ngadirojo.

Dari hasil Musdes beberapa masalah dan program yang diusulkan di Desa Gemawang antara lain:

a. Masih ada akses jalan desa yang kurang kayak, terutama pada musim penghujan. Beberapa akses ke dusun masih berwujud tanah, antara lain akses ke dusun Pelembapang. Masalah ketidak merataan akses antar dusun inilah yang kemudian disepakai menjadi salah satu prioritas program di

(3)

dusun Pelembapang. Pada saat pertemuan juga disepakati partisipasi masyarakat dalam hal tenaga.

b. Di Desa Gemawang, program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPKP) dinilai berhasil karena sampai pada saat diadakan penelitian tidak ada kredit yang masuk kategori macet. Jumlah kredit macet inilah yang menjadi kriteria utama keberhasilan program simpan pinjam. Dengan keberhasilan ini, Desa Gemawang mengajukan usulan perbaikan jalan dan masuk daftar prioritas untuk tambahan modal kegiatan SPKP. Hanya saja pada saat dilakukan wawancara dengan Kader Pemberdayaan Masyarakat dan Tim Pengelola Kegiatan (TPK) diketahui bahwa ada satu nasabah yang menunjukkan gejala kurang baik. Untuk itu, kami memutuskan untuk melakukan kunjungan kepada nasabah tersebut. Dalam diskusi kami jelaskan bahwa program simpan pinjam merupakan program bergulir, sehingga diharapkan dari pengembalian nasabah penerima kredit tahap awal akan dapat digulirkan kepada nasabah lain. Nasabah yang mempunyai indikasi kurang baik tersebut telah menyadari manfaat program SPKP. Tunggakan angsuran untuk dua bulan memang disengaja untuk menarik perhatian pengurus dalam hal ini TPK dan Kader Pemberdayaan Masyarakat agar lebih rajin melakukan monitoring. Dalam diskusi terungkap ternyata ada masalah pribadi antara nasabah dengan salah satu pengurus TPK. Akhirnya disepakati agar nasabah mampu memisahkan antara masalah pribadi dan program pemerintah dalam hal ini PNPM Mandiri. Nasabah berjanji akan segera menyesaikan tunggakannya. c. Jumlah petani di Desa Gemawang tahun 2008 sebanyak 690 orang,

sementara yang merupakan buruh tani 128 orang. Secara total jumlah petani 818 orang atau 87,7%. Dengan keterbatasan lahan pertanian, alternatif bidang pekerjaan lain perlu dipikirkan. Dari MusDes program pemberian kursus atau pelatihan untuk berbagai keterampilan menjadi salah satu prioritas. Adapun kursus ketrampilan yang telah diadakan antara lain: tata boga, montir motor, montir HP dan rias penganten. Program ini perlu dilanjutkan untuk mengurangi beban sektor pertanian sebagai penyedia lapangan kerja.

d. Sebagai tindak lanjut dari kursus ketrampilan, secara simultan perlu dipikirkan program lanjutan dalan bentuk pelatihan pembukuan, kewiraswastaan dan bantuan permodalan.

(4)

e. Desa Gemawang merupakan Desa Di Kecamatan Ngadirojo dengan jumlah ternak sapi terbanyak. Dari jumlah sapi 5.341 di Kecamatan Ngadirojo, di Desa Gemawaang jumlah sapinya 819 ekor yang merupakan urutan kedua setelah Ngadirojo Kidul. Musdus berhasil menggali potensi hasil ikutan ternak sapi. Hal ini dimengerti dengan telah adanya pabrik kompos di Desa Gemawang. Program lain yang potensial dikembangkan adalah hasil olahan dari ternak, misalnya: kulit, dendeng, paru, rambak kulit dan sebagainya. f. Potensi lain di Desa Gemawang adalah hasil pertanian, antara lain : jagung,

ubi kayu dan kacang tanah. Program yang memungkinkan untuk dikembangkan adalah pelatihan kepada tani untuk menaikkan nilai tambah hasil pertanian, misalnya ketrampilan pembuatan kripik,marning, kacang goring dan sebagainya. Dengan semakin tingginya nilai tambah, disatu pihak akan meningkatkan pendapatan petani dan di lain pihak akan membuka lapangan kerja.

g. Pada saat penelitian bebarengan dengan rusaknya saluran induk jaringan irigasi. Hasil Musdes telah disepakati bahkan telah disetujui program perbaikan jaringan irigasi ke tanah pertanian. Dengan musibah tersebut perlu modifikasi program dari perbaikan jaringan irigasi ke tanah petanian menjadi perbaikan saluran utama saluran irigasi. Kalau program dipaksakan tentu akan sia-sia. Jaringan irigasi baik, tetapi saluran utama air justru rusak yang berarti tidak ada air yang akan disalurkan. Penyesuaian program seperti ini membutuhkan kesepakatan bersama antar berbagai pihak, antara lain fasilitator, perangkat desa dan TPK.

h. Dengan telah adanya RPJM-Des arah pembangunan desa selama 4 tahun kedepan sudah Ada. Namun dalam perkembangan sering terjadi program dadakan yang sering menimbulan permasalah di desa. Program dadakan tersebut amtara lain dengan adanya program yang berasal dari dana aspirasi. Sebagai upaya untuk membangun desa tentu baik kalau potensi dana aspirasi dapat disadap dan dimanfaatkan di Desa Gemawang. Hanya yang kurang dapat diterima masyarakat, sering yang disetujui melalui dana aspirasi justru tidak ada dalam RPJM-Des. Hal ini terjadi karena para anggota DPRD yang menyetujui permohonan dana aspirasi lebih kepada pertimbangan aspek publisitas dibandingkan aspek kebutuhan masyarakat. Alangkah baiknya kalau program melalui dana aspirasipun tetap

(5)

mem-pertimbangkan RPJM-Des yang telah merupakan kesepakatan di tingkat Desa.

i. Yang cukup menarik, pada saat penelitian dilakukan muncul dua istilah dengan tujuan yang sama, yaitu dalam rangka menggali aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Melalui anggaran APBD proses di tingkat desa di akhiri dengan Musrenbangdes (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa), sementara melalui program PNPM hasil akhirnya adalah Musdes. Pada saat wawancara dengan Camat Ngadirojo dan Seksi PMD Kecamatan Ngadirojo tahun 2011 ada pemikiran untuk melakukan sinkronisasi antara Musdes dan Musrenbangdes. Apabila hal ini berhasil dilakukan, akan mengurangi tahapan dalam proses perencanaan, yang implikasinya adalah penghematan anggaran.

2. Tahapan Pengorganisasian

Pasal 2 ayat 1 Permendagri No. 7 tahun 2007 menyatakan bahwa KPM dibentukdi desa dan kelurahan berdasarkan Keputusan Kepala Desa/Lurah. KPM di Desa Gemawang adalah Ibu Wiji dan Pak Pardi. Sebagai KPM Bu Wiji dan Pak Pardi sudah mengantongi Surat Keputusan Kepala Desa. Dalam pasal 2 ayat 2 Permendagri No. 7 tahun 2007 dinyatakan pembentukan KPM dilakukan melalui proses pemilihan dari calon-calon KPM. Proses inipun telah dilalui pada saat terpilih Bu Wiji dan Pak Pardi. Masing-masing dusun mengajukan calon, kemudian terpilih Bu Wiji dan Pak Pardi. Dengan demikian Proses terpilihnya Bu Wiji telah sesuai dengan pasal 2 Permendagri No. 7 tahun 2007. Hanya saja di desa Gemawaang dalam proses selanjutnya yang aktif sebagai kader hanya Bu Wiji karena kesibukan Pak Pardi dengan pekerjaannya. Disampng Bu Wiji masih ada kader yang lain, antara lain kader Posyandu. PPL dan sebagainya. Terpilihnya kader lain belum sesuai dengan Permendagri No. 7 tahun 2007. Hanya saja apabila diselaraskan dengan Psal 4 Permendagri No. 7 tahun 2007 ayat (b) sampai dengan (d), terpilihnya Bu Wiji dan Pak Pardi belum memenuhi. Dalam proses terpilihnya Bu Wiji dan Pak Pardi, tidak didahului dengan pembentukan Tim seleksi seperti dipersyaratkan ayat (b), tidak ada pengumuman sebelumnya seperti dipersyaratkan ayat (c) juga tidak ada seleksi dan verifikasi syarat administrasi dan wawancara seperti disyaratkan pada ayat (d). Mengingat untuk mencari kader tidak mudah. Lebih lanjut yang perlu

(6)

dicermati justru proses pada pasal 4 Permendagri No. 7 tahun 2007 yang semestinya tidak perlu terlalu dipersulit untuk menemukan seorang kader. Menemukan orang yang bersedia menjadi kader sudah sangat sulit. Kalau untuk menemukan prosedurnya terlalu rumit, justru akan semakin mempersulit untuk dapat menemukan seorang kader. Dengan demikian ayat yang menjelaskan proses menemukan seorang kader seperti tercantum pada pasal 4 ayat (a) sampai dengan (d) perlu disederhanakan. Proses pemilihan KPM yang penting syarat terpenuhi, yang bersangkutan bersedia dan disepakati warga dalam Musdes. Karena KPM akan berhubungan langsung dengan masyarakat, maka yang terpenting adalah proses demokratis dalam pemilihan KPM yaitu pada forum Musdes. Secara alamiah karena kesibukan dan sifatnya sebagai tenaga sukarela yang akhirnya terus menjalankan fungsi sebagai kader adalah Bu Wiji. Sebelum menjalankan tugas, Bu Wiji memperoleh pelatihan yang dilakukan oleh fasilitator tingkat kecamatan bersama-sama dengan kader dari desa lain di Kecamatan Ngadirojo. Dalam menjalankan tugas di Desa Bu Wiji didampingi oleh falilitator Desa yang merupakan petugas dari PNPM dan merupakan penghubung antara TPK dan KPM dengan fasilitator kecamatan.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa keberadaan KPM melalui mekanisme dua jalur: (a) terpilih dari beberapa calon yang diusulkan oleh masing-masing dusun dan (b) detetapkan setelah program tertentu melakukan pengamatan terhadap masyarakat dan ada yang dianggap mampu,

Dengan adanya bermacam-macam KPM, dari wawancara dengan Kepala Desa dan Camat dirasakan perlunya ada kordinator kader. Dengan adanya koordinator kader, berbagai program yang masuk ke desa yang biasanya diikuti dengan personalia sebagai fasiltator atau kader akan dapat dikordinasi secara baik. Dengan adanya kordinator kader akan dapat dihindarkan tumpukan program pada wilayah tertentu atau duplikasi program untuk wilayah tertentu. Aspek pemerataan dan persebaran program akan dapat dilakukan oleh koordinator kader.

Sebagai koordinator kader tentu ada kualifikasi lebih karena fungsinya sebagai koordinator. Sementara dibawah koordinatir kader, seperti amanat Permendagri No. 7 tahun 2007, ada beberapa kader (bahkan dalam

(7)

Permendagri No. 7 tahun 2007 dinyatakan 5 – 10 kader) yangmerupakan kader teknis. Sebagai kader teknis, kader tersebut mempunyai kemampuan sebagai kader dan kemampuan teknis di bidangnya. Misalnya untuk kader Posyandu tentunya harus menguasai bidan kesehatan Ibu dan Anak.

Sebagai rekan kerja Bu Wiji, TPK di Desa Gemawang terdiri dari Ketua: Bp. Supardi, Sekretaris Ibu Penny Sutarti dan Bendahara Ibu Purwiti. TPK Desa Gemawaang terpilih secara demokratis pada forum Musdes.

Dari wawancara dengan KPM dan TPK tertangkap kesan adanya persaingan antara perangkat desa dengan KPM dan TPK. Ha ini tejadi karena adanya berbagai program yang masuk di Desa Gemawang dengan menempatkan peran perangkat desa secara berbeda. Ada program yang menempatkan perangkat desa sebagai pengawas kegiatan sementara untuk PNPM aspek pengawasan dilakukan langsung oleh fasilitator baik tingkat kecamatan maupun desa. Dalam program PNPM perangkat desa merasa tidak merasa bertanggung jawab karena perangkat desa menganggap sudah ada penanggung jawab langsung. TPK dan KPM merasakan situasi yang mereka hadapi, sampai-sampai mereka memindahkan kantor tempat kerjanya ke salah satu rumah pengurus TPK. Jalinan kerja yang kurang harmonis tentu mengakibatkan hasil kerja akan kurang maksimal. Dalam Permendagri No. 7 tahun 2007 pasal 4 ayat (e) dinyatakan KPM ditetapkan melaui Surat Keputusan Kepala Desa/Lurah. Hal ini berarti KPM seharusnya bertanggung jawab kepada Kepala Desa/Lurah. Jaringan kerja kepala desa dan KPM sudah tepat. Yang diperlukan adalah penyeragaman peran kepala desa pada berbagai program yang masuk di desa. Apapun programnya, baik melalui APBD ataupun sumber lain sebaiknya menempatkan kepala desa sebagai salah satu pengawas tingkat desa.

Kepala Desa adalah aparat pemerintah yang paling dekat dengan kegiatan sebagai wujud pelaksanaan program. Sebagai aparat pemerintah terdekat, diharapkan kepala desa adalah yang paling lengkap pengetahuannya tentang pelaksanaan program di wilayahnya. Kalau mereka tidak dilibatkan dan ada masalah dalam pelaksanaan program, tentu akan menyulitkan SKPD sebagai pemilik program.

(8)

Sesuai Pasal 5 Permendagri No. 7 tahun 2007, dalam pembentukan KPM, Pemerintah KLabupaten/Kota melakukan (a) pelatihan, (b) pemberian sertifikat san (c) memberikan kartu identitas sebagai KPM (kartu KPM). Sebagai KPM Bu Wiji sudah memperoleh pelatihan yang dilakukan oleh PNPM Mandiri, tetapi belum mendapatkan sertifikat dan kartu KPM. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten/Kota sebaiknya melakukan koordinasi dengan pelaksana PNPM Mandiri agar Pasal 5 ini dapat di wujudkan. Kantor yang semestinya menangani adalah Bapermas. Dengan dilaksanakannya Pasal 5 Permendagri No. 7 tahun 2007, inventarisasi kader dapat dilakukan. Dengan adanya inventarisasi akan dapat dihindarkan: (a) duplikasi pelatihan, karena kader tertentu mengikuti beberapa kali pelatihan, (b) kelangkaan kader karena dapat dilihat persebaran kader menurut kecamatan bahkan desa dan kalau memungkinkan tingkat dusun.

3. Tahap Pelaksanaan

Peran KPM dalam kegiatan pembangunan partisipatif telah menunjukkan hasil. Misalnya untuk SPKP, beberapa warung yang telah merasakan manfaat kredit ada yang telah mengajukan lagi kredit untuk putaran kedua. Hal ini akan disetujui oleh TPK kalau dana yang ada masih tersisa. Yang terungkap ini disini, masyarakat sudah merasakan anfaat program dan berpartisipasi mensukseskan program SPKP. Kontrol sosial dari program SPKP juga berjalan baik. Hal ini terlihat dengan sanksi sosial bagi kelompok yang mengalami tunggakan kredit. Sampai dengan akhir tahun 2009 SPKP tidak ada tunggakan kredit. Seperti telah dijelaskan sebelumnya kalau pada tahun 2010 ada yang nunggak. Masyarakat lain yang seharus memperoleh pinjaman dan tidak memperoleh karena ada yang nunggak mulai “ngrasani”. Ketika hal ini disampaikan kepada nasabah yang nunggak tentang sanksi sosial seperti ini, mereka menyadari dan berjanji untuk segera menyelesaikan. Dalam hal ini peran untuk menumbuh kembangkan ekonomi masyarakat mulai membuahkan hasil.

Dalam pelaksanaan kegiatan antar kader belum terjadi koordinasi antar kader. Hal ini mungkin terjadi karena kader yang ada sekarang merupakan bawaan masing-masing program dan belum ada kader yang berfungsi sebagai koordinator. Dilihat untuk masing-masing program berjalan dengan baik,

(9)

misalnya Posyandu, PPL dan PNPM, tetapi kordinasi belum terjadi. Untuk menghindari duplikasi baik program maupun lokasi koordinasi diperlukan. Perlu dihindari berbagai program menumpuk pada dusun tertentu sementara dusun lain tidak tersentuh program sama sekali.

Dalam pelaksanaan program yang dirasakan kurang baik oleh para kader adalah pelaksanaan program yang berasal dari dana aspirasi. Kalau program, lain peran serta masyarakat menjadi poin penting baik pada tahap perencanaan, organisasi bahkan sampai pelaksanaan dan evaluasi, tetapi untuk kegiatan yang berasal dari dana aspirasi, masyarakat hanya sebagai penonton. Upaya meningkatkan peran masyarakat oleh para kader seperti mendapat tantangan dengan adanya dana aspirasi. Dilihat dari manfaat, memang masyarakat merasakan manfaat, tetapi dilihat dari proses masyarakat kurang dilibatkan.

Dalam pasal 9 Permendagri No 7 tahun 2007 ayat (d) sampai (j) dinyatakan fungsi pendampingan dan kordinasi KPM. Hasil penelitian menggambarkan peran pendampingan sudah dilaksanakan, tetapi peran koordinasi belum karena dari beberapa kader belum ada yang ditunjuk sebagai koordinator kader. Sementara ayat (k) merupakan peran khusus untuk wilayah berbatasan dan tidak banyak dilakukan oleh KPM.

Hambatan lain dalam pelaksanaan program adalah musim. Kalau sudah musim penghujan, beberapa kegiatan akan terhambat terutama untuk proyek fisik. Sementara kegiatan pendampingan juga terhambat, karena di beberapa wilayah akses jalan belum sempurna.

4. Tahap monitoring dan evaluasi

Untuk kegiatan PNPM, tahap monitoring dan evaluasi dijadwalkan secara ketat. Setiap minggu harus ada progress report dan pelaksana program dalam hal ini KPM dan TKP serta fasilitator desa dan kecamatan mempunyai jadwal pertemuan rutin.

Pelibatan masyarakat untuk kegiatan monitoring dan evaluasi perlu ditingkatkan. Hal ini menjadi perlu, terutama setelah program selesai dan memerlukan pemeliharaan. Peran serta masyarakat dalam hal pemeliharaan sangat diperlukan. Harapan kedepan, dengan adanya peran serta masyarakat dalam pemeliharaan kemanfaatan program akan dirasakan oleh semakin

(10)

banyak orang baik antar wilayah maupun antar generasi. Melihat pentingnya fungsi partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemeliharaan, pasal 9 Permendagri No 7 tahun 2007 ayat (h) perlu mendapat perhatian khusus bagi KPM.

Selama ini keberhasilan program lebih banyak pada menjawab pertanyaan apakah program sudah berjalan atau belum. Di masa yang akan datang peran kader untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan perlu mendapatkan porsi yang lebih besar.

5. Harapan tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat

Hasil wawancara kepada para penerima manfaat (peserta pelatihan dan warung yang penerima kredit), masyarakat merasakan manfaat dengan keberadaan KPM. Program menjadi terencana dengan baik, sosialisasi program lebih memasyarakat dan sudah mulai tumbuh rasa memiliki terhadap program yang dijalankan. Untuk itu dimasa mendatang masyarakat mempunyai harapan yang lebih besar terhadap sosok seorang kader.

Menurut masyarakat dua aspek penting dari kader adalah mempunyai kemampuan berperan sebagai kader (pinter) dan mempunyai waktu untuk menjalankan perannya (kober). Lebih terperinci dari pinter dan kober tersebut dapat dijabarkan syarat menjadi kader menurut masyarakat. Beberapa kualifikasi kader menurut masyarakat:

a. Penduduk setempat b. Pendidikan minimal SLTA c. Usia antara 25 – 40 d. pekerja keras

e. Bersedia bekerja penuh waktu.

Dari pengamatan terhadap KPM yang ada, di samping syarat seperti disampaikan masyarakat di atas, hendaknya kader mempunyai dan mampu : a. Bekerja mandiri

b. Mempunyai jiwa wiraswasta, c. Mampu memimpin dan d. Mampu berkomunikasi

(11)

5.1.2 Dinamika Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa Ngadirojo Lor

1. Tahapan Perencanaan Program

Dalam rangka identifikasi masalah, kebutuhan dan sumber daya yang dimilikii masyarakat, Kader Pemberdayaan Masyarakat melakukan dalam forum Musyawarah Dusun (MusDus). Musyawarah Dusun sebagai tahap awal dilakukan di seluruh dusun yang dihadari oleh : Ketua RT, Perangkat Desa, Tokoh Masyarakat dan Perwakilan Perempuan. Pertemuan difasilitasi oleh Perangkat Desa dan dibuka oleh Perangkat Desa, tetapi selanjutnya pertemuan dipimpin oleh Kader Pemberdayaan Masyarakat. Proses diskusi dilakukan terbuka dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta pertemuan untuk identifikasi masalah dan kebutuhan dan potensi yang dimiliki. Musyawarah dilakukan di 10 dusun di lingkungan Desa Ngadirojo Lore, sehingga karena Programn PNPM hanya ada satu Kader Pemberdayaan Masyarakat pertemuan dijadwal secara bergilir untuk seluruh dusun. Di Desa Ngadirojo Lor ada 10 dusun, sehingga Kader Pemberdayaan harus mengagihkan pertemuan 10 kali di 10 dusun yang ada. Pertemuan dilakukan setelah petani dan undangan bekerja, sehingga waktu pertemuan biasanya dilakukan sesudah (bakdo) solat Isya (jam 19.00 WIB).

Seperti halnya di Desa Gemawang, dalam pertemuan di setiap dusun di Desa Ngadirojo Lor, tidak hanya dibahas tentang jenis kebutuhan, tetapi juga didiskusikan prirotas suatu program. Selama ini yang digunakan sebagai kriteria penetuan urutan prioritas adalah jumlah penerima manfaat dari suatu program di lingkungan tertentu.

Hasil pertemuan dari musyawarah tingkat dusun kemudian di bawa dalam pertemuan atau Musyawarah Tingkat Desa (Musdes). Dalam Musdes, dilihat dan dibahas bersama seluruh program dari masing-masing dusun. Dengan demikian dapat terjadi program tertentu di dusun A merupakan prioritas pertama tetapi di dusun B menjadi prioritas terakhir, karena jumlah penerima manfaatnya bebeda. Hasil kompilasi program dan prirotas program hasil Musdes disusun dan dibukukan menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tingkat Desa (RPJM-Des) yang sudah merupakan kesepakatan di tingkat kabupaten.

(12)

Dikaitkan dengan Permendagri No.7 tahun 2007 pasal 9 tentang fungsi Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam hal ini Kader PNPM telah menjalan fungsi ayat (a) yaitu pengidentifikasian masalah, kebutuhan dan sumber daya pembangunan yang dilakukan secara partisipatif, (b) penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat bersama Lembaga Kemasyarakatan kepada Pemerintah Desa atau Kelurahan dan (c) penyusunan rencana pembangunan dan fasilitasi musyawarah perencanaan pembangunan secara partisipatif telah berjalan dengan baik. Proses dimulai dari Musdus sampai dengan Musdes dan dihasilkan RPJM-Des.

Tahapan lebih lanjut dari hasil Musdes dibawa dalam pertemuan Musyawarah Antar Desa (MAD). Hasil pertemuan MAD disusun prirotas untuk tingkat Kecamatan Ngadirojo.

Dari hasil Musdes beberapa masalah dan program yang diusulkan di Desa Ngadirojo Lor antara lain:

a. Masih ada akses jalan desa yang kurang kayak, terutama pada musim penghujan. Beberapa akses ke dusun masih berwujud tanah, antara lain akses ke dusun Dungsri. Masalah ketidak merataan akses antar dusun inilah yang kemudian disepakai menjadi salah satu prioritas program di dusun Dungsari-Mojorejo dengan pertimbangan 85% penduduk merupakan masyarakat miskin.

b. Di Desa Ngadirojo Lor masih banyak pemuda/I yang belum mempunyai pekerjaan. Disepakati dalam Musdus dan Musdes program pelatihan (tata arias, tata boga, pupuk organik dan anyaman). Kesepakatan ini dengan pertimbangan ada potensi masyarakat dan bahan baku.

c. Untuk program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPKP) di Desa Ngadirojo Lor juga dinilai berhasil. Dengan keberhasilan ini, Desa Ngadirojo Lor mendapatkan tambahan modal untuk 8 kelompok baru.

d. Sebagai tindak lanjut dari kursus ketrampilan, secara simultan perlu dipikirkan program lanjutan dalan bentuk pelatihan pembukuan, kewiraswastaan dan bantuan permodalan.

e. Dengan telah adanya RPJM-Des arah pembangunan desa selama 4 tahun kedepan sudah Ada. Namun dalam perkembangan sering terjadi program dadakan yang sering menimbulkan permasalahan di desa. Program dadakan

(13)

tersebut amtara lain dengan adanya program yang berasal dari dana aspirasi. Sebagai upaya untuk membangun desa tentu baik kalau potensi dana aspirasi dapat disadap dan dimanfaatkan di Desa Gemawang. Hanya yang kurang dapat diterima masyarakat, sering yang disetujui melalui dana aspirasi justru tidak ada dalam RPJM-Des. Hal ini terjadi karena para anggota DPRD yang menyetujui permohonan dana aspirasi lebih kepada pertimbangan aspek publisitas dibandingkan aspek kebutuhan masyarakat. Alangkah baiknya kalau program melalui dana aspirasi tetap mempertimbang-kan RPJM-Des yang telah merupamempertimbang-kan kesepakatan di tingkat Desa.

f. Yang cukup menarik, pada saat penelitian dilakukan muncul dua istilah dengan tujuan yang sama, yaitu dalam rangka menggali aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Melalui anggaran APBD proses di tingkat desa di akhiri dengan Murenbangdes (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa), sementara melalui program PNPM hasil akhirnya adalah Musdes. Pada saat wawancara dengan Camat Ngadirojo dan Seksi PMD Kecamatan Ngadirojo tahun 2011 ada pemikiran unntuk melakukan sinkronisasi antara Musdes dan Musrenbangdes. Apabila hal ini berhasil dilakukan, akan mengurangi tahapan dalam proses perencanaan, yang implikasinya adalah penghematan anggaran.

2. Tahapan Pengorganisasian

Pasal 2 ayat 1 Permendagri No.7 tahun 2007 menyatakan bahwa KPM dibentuk di desa dan kelurahan berdasarkan Keputusan Kepada Desa/Lurah. KPM di Desa Ngadirojo adalah Bp Wijirianto. Sebagai KPM Bp Wijirianto juga sudah mengantongi Surat Keputusan Kepala Desa. Dalam pasal 2 ayat 2 Permendagri No. 7 tahun 2007 dinyatakan pembentukan KPM dilakukan melalui proses pemilihan dari calon-calon KPM. Proses inipun telah dilalui pada saat terpilih Bp Wijirianto. Masing-masing dusun mengajukan calon, kemudian terpilih Bp Wijirianto. Dengan demikian Proses terpilihnya Bp Wijirianto telah sesuai dengan pasal 2 Permendagri No. 7 tahun 2007.

Hanya saja apabila diselaraskan dengan Pasal 4 Permendagri No. 7 tahun 2007 ayat (b) sampai dengan (d), terpilihnya Bp Wijirianto belum memenuhi. Dalam proses terpilihnya Bp Wijirianto, tidak didahului dengan pembentukan Tim seleksi seperti dipersyaratkabn ayat (b), tidak ada pengumuman sebelumnya

(14)

seperti dipersyaratkan ayat (c) juga tidak ada seleksi dan verifikasi syarat administrasi dan wawancara seperti disyaratkan pada ayat (d). Mengingat untuk mencari kader tidak mudah. Terpilihnya Bp Wijirianto, walaupun tidak sesuai dengan Permendagri No. 7 tahun 2007 tidak perlu dipersoalkan.Lebih lanjut yang perlu dicermati justru proses pada pasal 4 Permendagri No. 7 tahun 2007 yang semestinya tidak perlu terlalu dipersulit untuk menemukan seorang kader. Menemukan orang yang bersedia menjadi kader sudah sangat sulit. Kalau untuk menemukan prosedur terlalu rumit justru akan semakin mempersulit untuk dapat menemukan seorang kader. Dengan demikian ayat yang menjelaskan proses menemukan seorang kader seperti tercanpum pasa pasal 4 ayat (a) sampai dengan (d) perlu disederhanakan. Proses pemilihan KPM yang penting syarat terpenuhi, yang bersanngkutan bersedia dan disepakati warga dalam Musdes. Karena KPM akan berhubungan langsung dengan masyarakat, maka yang terpenting adalah proses demokratis dalam pemilihan KPM yaitu pada forum Musdes. Secara alamiah karena kesibukan dan sifatnya sebagai tenaga sukarela yang akhirnya terus menjalankan fungsi sebagai kader adalah Bp Wijirianto.

Sebelum menjalankan tugas, Bp Wijirianto memperoleh pelatihan yang dilakukan oleh fasilitator tingkat kecamatan bersama-sama dengan kader dari desa lain di Kecamatan Ngadirojo. Dalam menjalankan tugas di Desa Bp Wijirianto didampingi oleh falilitator Desa yang merupakan petugas dari PNPM dan merupakan penghubung antara TPK dan KPM dengan fasilitatr kecamatan. Perlu dijelaskan lebih lanjut, Bp Wijirianto sebelumnya pernah menjadi fasilitator atau kader untuk program yang berbeda.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa keberadaan KPM melalui mekanisme dua jalur: (a) terpilih dari beberapa calon yang diusulkan oleh masing-masing dusun dan (b) detetapkan setelah program tertentu melakukan pengamatan terhadap masyarakat dan ada yang dianggap mampu,

Dengan adanya bermacam-macam KPM, dari wawancara dengan Kepala Desa dan Camat dirasakan perlunya ada kordinator kader. Dengan adanya koordinator kader, berbagai program yang masuk ke desa yang biasanya diikuti dengan personalia sebagai fasiltator aatau kader akan dapat dikordinasi secara

(15)

baik. Dengan adanya kordinaoir kader akan dapat dihindarkan tumpukan program pada wilayah tertentu atau duplikasi program untuk wilayah tertentu. Aspek pemerataan dan persebaran program akan dapat dilakukan oleh koordinator kader.

Sebagai koordinator kader tentu ada kualifikasi lebih karena fungsinya sebagai koordinator. Sementara dibawah koordinator kader, seperti amanat Permendagri No. 7 tahun 2007, ada beberapa kader (bahkan dalam Permendagri No. 7 tahun 2007 dinyatakan 5 – 10 kader) yangmerupakan kader teknis. Sebagai kader teknis, kader tersebut mempunyai kemampuan sebagai kader dan kemampuan teknis di bidangnya. Misalnya untuk kader Posyandu tentunya harus menguasai bidan kesehatan Ibu dan Anak.

Sebagai rekan kerja Bp Wijirianto, TPK di Desa Ngadirojo Lor Gemawaang terdiri dari Ketua : Bp. Sakino, Sekretaris Bp Sugeng Arifin dan Bendahara Ibu Tri Suharni. TPK Desa Ngadirojo Lor Gemawaang terpilih secara demokratis pada forum Musdes yang diselenggarakan pada tanggal 4 April 2009.

Dari wawancara dengan KPM dan TPK tertangkap kesan adanya persaingan antara perangkat desa dengan KPM dan TPK. Ha ini tejadi karena adanya berbagai program yangmasuk di Desa Ngadirojo dengan menempatkan peran perangkat desa secara berbeda. Ada program yang menempatkan perangkat desa sebagai pengawas kegiatan sementara untuk PNPM aspek pengawasan dilakukan langsung oleh fasilitator baik tingkat kecamatan maupun desa. Dalam program PNPM perangkat desa merasa tidak merasa bertanggung jawab karena perangkat desa menganggap sudah ada penanggung jawab langsung. TPK dan KPM merasakan situasi yang mereka hadapi, sampai-sampai mereka memindahkan kantor tempat kerjanya ke salah satu rumah pengurus TPK. Jalinan kerja yang kurang harmonis tentu mengakibatkan hasil kerja akan kurang maksimal. Dalam Permendagri No. 7 tahun 2007 pasal 4 ayat (e) dinyatakan KPM ditetapkan melaui Surat Keputusan Kepala Desa/Lurah. Hal ini berarti KPM seharusnya bertanggung jawab kepada Kepala Desa/Lurah. Jaringan kerja kepla desa dan KPM sudah tepat. Yang diperlukan adalah penyeragaman peran kepala desa pada berbagai program yang masuk di desa. Apapun programnya, baik melalui APBD ataupun sumber lain sebaiknya menempatkan kepala desa

(16)

sebagai salah satu pengawas tingkat desa. Sesuai dengan pasal 14 Permendagri No 7 tahun 2007 sebenarnya secara tegas dinyatakan Kepala Desa/Lurah merupakan pembina dan melakukan supervisi terhadap KPM. Hanya saja operasionalisasinya karena KPM yang ada bertanggung jawab kepada PNPM, Kepala Desa belum dapat menjalankan perannya secara baik.

Kepala Desa adalah aparat pemerintah yang paling dekat dengan kegiatan sebagai wujud pelaksanaan program. Sebagai aparat pemerintah terdekat, diharapkan kepala desa adalah yang paling lengkap pengetahuannya tentang pelaksanaan program di wilayahnya. Kalau mereka tidak dilibatkan dan ada masalah dalam pelaksanaan program, tentu akan meyulitkan SKPD sebagai pemilik program. Bagaimana Kepala Desa dapat menjalan perannya sesuai dengan jiwa Permendagri No 7 tahun 2007 perlu dirumuskan secara baik.

Sesuai Pasal 5 Permendagri No. 7 tahun 2007, dalam pembentukan KPM, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan (a) pelatihan, (b) pemberian sertifikat san (c) memberikan kartu identitas sebagai KPM (kartu KPM). Sebagai KPM Bu Wiji sudah memperoleh pelatihan yang dilakukan oleh PNPM Mandiri, tetapi belum mendapatkan sertifikat dan kartu KPM. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten/Kota sebaiknya melakukan koordinasi dengan pelaksana PNPM Mandiri agar Pasal 5 ini dapat di wujudkan. Kantor yang semestinya menangani adalah Bapermas. Dengan dilaksanakannya Pasal 5 Permendagri No. 7 tahun 2007, inventarisasi kader dapat dilakukan. Adanya inventarisasi akan dapat dihindarkan: (a) duplikasi pelatihan, karena kader tertentu mengikuti beberapa kali pelatihan, (b) kelangkaan kader karena dapat dilihat persebaran kader menurut kecamatan bahkan desa, dan kalau memungkinkan tingkat dusun. 3. Tahap Pelaksanaan

Peran KPM dalam kegiatan pembangunan partisipatif telah menunjukkan hasil. Misalnya untuk SPKP, beberapa warung yang telah merasakan manfaat kredit ada yang telah mengajukan lagi kredit untuk putaran kedua. Hal ini akan disetujui oleh TPK kalau dana yang ada masih tersisa. Yang terungkap disini, masyarakat sudah merasakan manfaat program dan berpartisipasi mensukseskan program SPKP. Kontrol sosial dari program SPKP juga berjalan baik. Hal ini terlihat dengan sanksi sosial bagi kelompok yang mengalami tunggakan kredit.

(17)

Dalam pelaksanaan kegiatan, belum ada koordinasi antar kader. Hal ini mungkin terjadi karena kader yang ada merupakan bawaan masing-masing program, dan belum ada kader yang berfungsi sebagai koordinator. Dilihat untuk masing-masing program berjalan dengan baik, misalnya Posyandu, PPL dan PNPM, tetapi belum ada koordinasi antar program. Untuk menghindari duplikasi baik program maupun lokasi diperlukan adanya koordinasi. Perlu dihindari berbagai program menumpuk pada dusun tertentu sementara dusun lain tidak tersentuh program sama sekali.

Dalam pelaksanaan program yang dirasakan kurang, baik oleh para kader adalah pelaksanaan program yang berasal dari dana aspirasi. Kalau program, lain peran serta masyarakat menjadi poin penting baik pada tahap perencanaan, organisasi bahkan sampai pelaksanaan dan evaluasi, tetapi untuk kegiatan yang berasal dari dana aspirasi, masyarakat hanya sebagai penonton. Upaya meningkatkan peran masyarakat oleh para kader seperti mendapat tantangan dengan adanya dana aspirasi. Dilihat dari manfaat, memang masyarakat merasakan manfaat, tetapi dilihat dari proses masyarakat kurang dilibatkan.

Dalam pasal 9 Permendagri No 7 tahun 2007 ayat (d) sampai (j) dinyatakan fungsi pendampingan dan kordinasi KPM. Hasil penelitian menggambarkan peran pendampingan sudah dilaksanakan, tetapi peran koordinasi belum karena beberapa kader belum ada yang ditunjuk sebagai koordinator kader. Sementara ayat (k) merupakan peran khusus untuk wilayah berbatasan dan tidak banyak dilakukan oleh KPM.

Hambatan lain dalam pelaksanaan program adalah musim. Pada musim penghujan, beberapa kegiatan akan terhambat terutama untuk proyek fisik. Sementara kegiatan pendampingan juga terhambat, karena di beberapa wilayah akses jalan belum sempurna.

4. Tahap monitoring dan evaluasi

Untuk kegiatan PNPM, tahap monitoring dan evaluasi dijadwalkan secara ketat. Setiap minggu harus ada progress report dan pelaksana program dalam hal ini KPM dan TKP serta fasilitator desa dan kecamatan mempunyai jadwal pertemuan rutin.

(18)

Yang masih perlu ditingkatkan adalah pelibatan masyarakat untuk kegiatan monitoring dan evaluasi. Hal ini menjadi terutama setelah program selesai dan memerlukan pemeliharaan. Peran serta masyarakat dalam hal pemeli-haraan sangat diperlukan. Harapan kedepan, dengan adanya peran serta masyarakat dalam pemeliharaan kemanfaatan program akan dirasakan oleh banyak orang baik, antar wilayah maupun antar generasi. Melihat pentingnya fungsi partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemeliharaan, pasal 9 Permendagri No 7 tahun 2007 ayat (h) perlu mendapat perhatian khusus bagi KPM.

Selama ini keberhasilan program lebih banyak pada menjawab pertanyaan apakah program sudah berjalan atau belum. Di masa yang akan datang peran kader untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan perlu mendapatkan porsi yang lebih besar.

5. Harapan tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat

Hasil wawancara kepada para penerima manfaat (peserta pelatihan dan warung yang penerima kredit), masyarakat merasakan manfaat dengan keberadaan KPM. Program menjadi terencana dengan baik, sosialisasi program lebih memasyarakat dan sudah mulai tumbuh rasa memiliki terhadap program yang dijalankan. Untuk itu dimasa mendatang masyarakat mempunyai harapan yang lebih besar terhadap sosok seorang kader.

Menurut masyarakat dua aspek penting dari kader, adalah mempunyai kemampuan berperan sebagai kader (pinter) dan mempunyai waktu untuk menjalankan perannya (kober). Lebih terperinci daripinterdankober tersebut dapat dijabarkan syarat menjadi kader menurut masyarakat. Beberapa kualifikasi kader menurut masyarakat:

a. Penduduk setempat b. Pendidikan minimal SLTA c. Usia antara 25 – 40 d. Pekerja keras

e. Bersedia bekerja penuh waktu.

Dari pengamatan terhadap KPM yang ada, di samping syarat seperti yang disampaikan masyarakat di atas, hendaknya kader mampu:

(19)

a. Bekerja mandiri

b. Mempunyai jiwa wiraswasta, c. Mampu memimpin dan d. Mampu berkomunikasi

Kemampuan khusus inilah yang menjadi tugas Bupati untuk mengkoordinasikan pelatihan dan mempersiapkan kader sebelum terjun ke masyarakat. Semestinya juga perlu dibedakan antara kader umum dan kader khusus. Kader umum yang diharapkan berfungsi sebagai koordinatior kader semestinya mempunyai kemampuan tambahan kemampuan memimpin dan melakukan koordinasi sementara kader khusus perlu dibekali tamabahan kemapuan bidang teknis yang harus dikerjakan.

5.2 Kabupaten Rembang

Sebelum membahas tentang kinerja KPM, perlu dikemukakan terlebih dulu bahwa yang dimaksud KPM di kedua desa penelitian bukanlah kader sebagaimana dikehendaki oleh Permendagri No 7 tahun 2007. Kader yang ditemukan adalah kader yang lahir dari masuknya program PNPM ke desa-desa sejak kurang lebih 2 tahun lalu.

5.2.1 Dinamika Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa Kemadu

KPMD desa Kemadu bernama Sri Suyetik, yang merupakan Ibu Rumah Tangga, dan berlatar-belakang pendidikan SMEA. Ia terpilih sebagai KPMD melalui musyawarah desa saat sosialisasi adanya program PNPM di desa Kemadu. Pada saat bersamaan dipilih pula tiga orang sebagai Tim Pengelola Kegiatan PNPM. Berdasarkan Penunaian Fungsi sebagai KPM di Desa Kemadu maka berhasil diidentifikasi sebagai berikut:

1. Tahapan Perencanaan Program

Secara normatif Permendagri No.7 tahun 2007 pasal 9 menetapkan bahwa Kader Pemberdayaan Masyarakat semestinya menjalankan fungsi, yang termasuk dalam kategori perencanaan program yaitu (a) pengidentifikasian masalah, kebutuhan dan sumber daya pembangunan yang dilakukan secara partisipatif, (b) penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat bersama

(20)

Lembaga Kemasyarakatan kepada Pemerintah Desa atau Kelurahan dan (c) penyusunan rencana pembangunan dan fasilitasi musyawarah perencanaan pembangunan secara partisipatif.

Hasil penelitian menujukkan bahwa KPM Desa Kemadu sudah melakukan identifikasi masalah, kebutuhan dan sumberdaya pembangunan di desa tempat tugasnya. Sesuai dengan prosedur baku pelaksanaan program PNPM maka fungsi di atas ia jalankan mulai dari Musyawarah Dusun (Musdus) di 7 Dusun, dan Musyawarah Desa (Musdes). Dalam melakukan hal itu, KPM melibatkan RT, RW, Tokoh Masyarakat, Perangkat Desa, BPD, dan LPMD. Hasilnya adalah munculnya berbagai usulan tentang pembangunan aras dusun yang kemudian disepakati di aras desa, seperti Pembangunan Gedung TPQ, pembangunan talud jalan dan pembangunan rabat beton serta simpan pinjam. Dengan cara itu sebenarnya KPM juga sekaligus sudah menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada Pemerintah Desa dan penyusunan rencana pembangunan dan fasilitasi musyawarah perencanaan pembangunan secara partisipatif.

2. Tahap Pengorganisasian

Untuk fungsi-fungsi ideal KPM yang termasuk kategori pengorganisan KPM di Desa Kemadu sudah terlibat dalam menyadarkan masyarakat agar aktif dalam pelaksanaan kegiatan, dan mendapat tanggapan antusias dari masyarakat. Hasilnya adalah terbentuknya Tim Pengelola Kegiatan PNPM di tingkat Desa sebagaimana telah disebut di atas. KPM Desa Kemadu juga telah mengembang-kan kapasitas warga masyarakat agar mereka dapat menangani masalah yang dihadapi secara efektif, dengan jalan memberi pelatihan. Hasilnya adalah telah munculnya usaha kecil. Dalam melakukan hal itu KPM melibatkan tokoh masyarakat dan lembaga kemasyarakatan yang ada.

KPM telah mendorong dan meyakinkan para pembuat keputusan agar mendengar, mempertimbangkan dan peka terhadap kebutuhan masyarakat. Hasilnya adalah tertampungnya aspirasi masayarakat dalam Musdus dan Musdes, yang kemudian bermuara pada usulan Desa dalam Musyawarah Antar Desa di tingkat Kecamatan. KPM juga sering menghadiri pertemuan yang diadakan warga dan menghubungkan masyarakat ke layanan yang dibutuhkan.

(21)

Hasilnya adalah pembangunan sarana prasarana yang dibutuhkan masyarakat, seperti papan majalah dinding. KPM Desa Kemadu juga sudah menumbuh-kembangkan prakarsa, swadaya dan gotong royong masyarakat dalam pembangunan partisipatif. Hal itu dilakukan setiap ada proyek pembangunan, dengan hasil terealisasinya usulan-usulan dari warga masyarakat.

3. Tahap Pelaksanaan

KPM Desa Kemadu sudah mendampingi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, sehingga sebagian usulan pembangunan telah dapat diwujudkan. KPM belum pernah mendampingi proses penyempurnaan pelaksanaan kegiatan pembangunan, karena belum pernah terjadi proses penyempurnaan pelaksanaan kegiatan pembangunan.

KPM sudah mendampingi masyarakat dalam pemanfaatan, pemeliharaan dan pengembangan hasil pembangunan, dengan cara sering memberi penjelasan dan mendorong terbentuknya Tim pemelihara hasil pembangunan.

Namun demikian KPM Desa Kemadu belum menumbuh kembangkan lembaga kemasyarakatan di bidang ekonomi, sosial budaya, politik, dan pelestarian lingkungan hidup karena KPM hanya berkonsentrasi pada pendampingan pelaksanaan kegiatan PMPM. KPM Desa Kemadu juga tidak mengoordinasikan pelaksanaan Kader Teknis dalam pemberdayaan masyarakat, karena di Desa belum dikenal istilah Kader Teknis. Jika yang dimaksud adalah petugas pemberdaya masyarakat lain (PLKB, Kader Posyandu, PKK, PPL Pertanian, dll) maka mereka berada di bawah koordinasi dari masing-masing departemen/ Dinas yang membawahinya.

KPM menyatakan sudah menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat, dengan bukti bahwa selama pelaksanaan pembangunan di desa tidak terdapat perpecahan antar warga masyarakat.

4. Tahap Monitoring Evaluasi

KPM tidak melakukan pengawasan dan evaluasi. Yang melakukan pengawasan adalah BPD, dengan mengontrol administrasi keuangan, tenaga kerja dan kemajuan pembangunan. Hasil monev dilaporkan ke Kepala desa.

(22)

5.2.2 Dinamika Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa Pragu

KPMD desa Pragu bernama Nur Hidayah, yang merupakan Ibu Rumah Tangga, dan berlatar-belakang pendidikan SMA. Ia terpilih sebagai KPMD melalui musyawarah desa saat sosialisasi adanya program PNPM di desa Pragu. Pada saat bersamaan dipilih pula tiga orang sebagai Tim Pengelola Kegiatan. Berdasarkan Penunaian Fungsi sebagai KPM di Desa Pragu maka berhasil diidentifikasi sebagai berikut:

1. Tahapan Perencanaan Program

KPM Desa Pragu sudah melakukan identifikasi masalah, kebutuhan dan sumberdaya pembangunan di desa tempat tinggalnya. Hal itu ia lakukan setiap ada kesempatan, misalnya dalam Musyawarah Dusun (Musdus), Musyawarah Desa (Musdes) dan Musyawarah Antar Desa (MAD) di Kecamatan Sulang. Dalam melakukan hal itu, KPM melibatkan RT, RW, Warga Masyarakat. Hasilnya adalah munculnya berbagai usulan-usulan tentang pembangunan dusun/desa. KPM Desa Pragu juga sudah menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada Pemerintah Desa. Hal itu ia lakukan setiap ada kesempatan, misalnya dalam Musyawarah Dusun (Musdus), dan Musyawarah Desa (Musdes). Dalam melakukan hal itu, KPM melibatkan RT, RW, Tokoh Masyarakat, TPK. Hasilnya adalah munculnya berbagai usulan tentang pembangunan desa sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Musyawarah Dusun.

2. Tahap Pengorganisasian

KPM sudah terlibat dalam menyadarkan masyarakat agar aktif dalam pelaksanaan kegiatan, dan mendapat tanggapan antusias dari masyarakat. Dalam melakukan hal itu, KPM melibatkan seluruh warga dekat proyek. Perangkat pemerintah ikut memfasilitasi pelaksanaan Musyawarah Desa. KPM juga sudah mengembangkan kapasitas agar dapat menangani masalah yang dihadapi secara efektif, melalui yasinan mingguan. Hasilnya adalah kerukunan antar warga dalam pelaksanaan pembangunan desa. Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, KPM melibatkan seluruh warga masyarakat.

(23)

KPM Desa Pragu juga telah mendorong dan meyakinkan para pembuat keputusan agar mendengar, mempertimbangkan dan peka terhadap kebutuhan masyarakat. Hasilnya adalah tertampungnya aspirasi masyarakat dalam Musdus dan Musdes. KPM menghadiri pertemuan yang diadakan warga, tetapi belum menghubungkan masyarakat ke layanan yang dibutuhkan. KPM juga sudah menumbuhkembangkan prakarsa, swadaya, dan gotong royong masyarakat dalam pembangunan partisipatif. Hal itu dilakukan setiap ada proyek pembangunan, dengan hasil terealisasinya usulan-usulan dari warga masyarakat. 3. Tahap Pelaksanaan

KPM sudah mendampingi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan bersama TPK, fasilitator Kecamatan, Kepala Desa, kaur Pembangunan dan LPMD sehingga sebagian usulan pembangunan berjalan lancar dan bersih.

KPM kadang mendampingi masyarakat dalam pemanfaatan, pemeliharaan dan pengembangan hasil pembangunan, seperti dalam hal pemanfaatan TK Ekasila. KPM Desa Pragu menyatakan bahwa ia sudah menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat, dengan bukti bahwa selama pelaksanaan pembangunan tidak terjadi perpecahan antar warga masyarakat Namun KPM desa Pragu belum pernah mendampingi proses penyempurnaan pelaksanaan kegiatan pembangunan, karena belum pernah terjadi proses penyempurnaan pelaksanaan kegiatan pembangunan. KPM Desa Pragu juga belum menumbuh kembangkan lembaga kemasyarakatan di bidang ekonomi, sosial budaya, politik, dan pelestarian lingkungan hidup karena KPM hanya berkonsentrasi pada pendampingan pelaksanaan kegiatan PMPM. KPM Desa Kemadu juga tidak mengoordinasikan pelaksanaan kader Teknis dalam pemberdayaan masyarakat, karena di Desa belum dikenal istilah Kader Teknis. Jika yang dimaksud adalah petugas pemberdaya masyarakat lain (PLKB, Kader Posyandu, PKK, PPL Pertanian, dll) maka mereka berada di bawah koordinasi dari masing-masing departemen/Dinas yang membawahinya.

4. Tahap Monitoring dan Evaluasi

KPM melakukan pengawasan dan evaluasi, dengan cara ikut mempelajari pertanggung-jawaban pelaksanaan kegiatan. Hasil monev langsung disajikan dalam forum evaluasi pelaksanaan kegiatan pembangunan.

(24)

5.3 KabupatenTimor Tengah Utara

5.3.1 Dinamika Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa Sainoni

Dalam pengumpulan data di Desa Sainoni, telah dilakukan wawancara dengan beberapa responden, baik yang dikategorikan sebagai KPM (baca: pendamping atau fasilitator) di tingkat desa, aparatur pemerintah desa dan warga masyarakat, sebagaimana tampak pada Tabel 5.1

Mengacu pada Tabel 5.1, tampak bahwa KPM (baca: pendamping/fasilitator) yang ada di Desa Napan berasal dari lingkungan pemerintahan desa dan lembaga non pemerintah (LSM). Dari segi pengalaman pendidikan/pelatihan, tampak bahwa sebagian besar KPM dan responden non KPM telah mengikuti pelatihan seperti pelatihan kepemimpinan, fasilitator, penanganan masalah, teknologi tepat guna, pelatihan Conflict Resolution, Fasilitator Child Center Development, Community Based Child Protection Fasilitator, dan menjahit. Pengalaman-pengalaman pelatihan tersebut setidaknya memberi bekal ketika mereka melakukan kegiatan pendampingan kepada masyarakat.

Beberapa KPM yang dikelola oleh lembaga non pemerintah ( LSM), antara lain: Plan International Program, Yayasan Bina Swadaya, Yayasan Mitra Tani Mandiri dan Yayasan SUTRA Kupang. LSM Plan International telah ada sejak tahun 1999, yang mempunyai wilayah atau area kerja di 10 kecamatan dan di 49 desa/kelurahan di wilayah Kabupaten TTU. LSM Plan International mempunyai program atau kegiatan di bidang kesehatan, pendidikan, sarana prasarana, pertanian, perencanaan pembangunan dan sosial budaya. Salah satu out put dari LSM Plan bersama Yayasan SUTRA Kupang yaitu melakukan pendampingan kepada pemerintahan desa dalam penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa Sainoni tahun 2010- 2015.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden dan pengamatan lapangan serta dokumen, Peranan KPM di desa ini, dapat diuraikan berikut ini; 1. Tahap Perencanaan Program

Pada tahap ini, KPM telah membantu pemerintah desa dan masyarakat dalam mengidentifikasi masalah, kebutuhan dan sumber daya pembangunan, yang mana dilakukan setiap tahun melalui kegiatan musyawarah perencanaan

(25)

Tabel 5.1 Identitas Responden Desa Sainoni

No Nama Pendidikan Pekerjaan Pengalaman 1 Kandibus Abi SMK Kepala Desa 1. pelatihan

kepemimpinan, 2. pelatihan fasilitator, 3. pelatihan penanganan konflik dan 4. pelatihan monitoring dan evaluasi)

2 Sabina Kolo SD Ibu Rumah

Tangga Pelatihan teknologi tepatguna dari BPMD) 3 Irene Nabu SLTA Ketua Tim

Penggerak PKK 1. Pelatihan TTG 2. Pelatihan LP3 PKK 3. Pelatihan Ketrampilan Menjahit 4 Gaudensius Abi SLTP Sekretaris

Desa ---5 Johanes A.

Nalle, SE S1 PNS KantorBPMD 1. SertifikasiJabatan Fungsional Auditor ahli 2. Kursus Keuangan

Daerah 6 Yakobus

Berelaka S1 PengurusYayasan Bina Swadaya 1. Pelatihan Pengelolaan Lembaga Keuangan 2. Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat. 7 Philipus Dara

Lay S1 KoordinatorPlan International Indonesia 1. Pelatihan Conflict Resolution 2. Fasilitator Child Center Development 3. Community Based Child Protection Fasilitator 8 Petrus Naibobe S1 Supervisor

Yayasan Mitra Tani Mandiri 1. Pelatihan Pertanian Berkelanjutan dan Pendekatan Masyarakat. 2. Kursus Pembaharuan Agraria. 3. Pelatihan Pengelolaan Keuangan Mikro.

(26)

pembangunan di tingkat dusun dan tingkat desa, atau setiap kali ada program yang diberikan ke tingkat desa oleh pihak pemerintah kabupaten dan lembaga swadaya masyarakat (seperti PNPM – MP dan LSM Plan International). Pihak-pihak yang biasanya dilibatkan yaitu: tokoh pemuda, tokoh perempuan dan anak, tokoh masyarakat, tokoh agama dan kelompok bapak-bapak. Out put dari tahapan ini yaitu tersusunnya dokumen perencanaan, untuk jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang (seperti RPJM Desa dan Program Tahunan Desa)

Kendala yang dihadapi pada tahap ini berupa kendala internal (kemampuan perangkat desa yang masih rendah, minimnya biaya, partisipasi masyarakat rendah) dan kendala eksternal (perencanaan yang telah disusun tidak mendapatkan tanggapan dari instansi terkait).

Selanjutnya, KPM juga telah menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada pemerintah desa, yang dilakukan setiap ada kegiatan perencanaan pada tingkat dusun dan tingkat desa (Musrenbang) dan setiap ada kesempatan. Pihak-pihak yang dilibatkan yaitu semua lapisan masyarakat, diantaranya pendidik/pengajar, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh perempuan dan anak serta LSM Plan. Hasil yang dicapai yaitu diakomodirnya usulan masyarakat dalam produk perencanaan tingkat desa dan tingkat kabupaten atau di pihak LSM, sehingga pada gilirannya ada kegiatan berupa Alokasi Dana Desa (ADD). Selain itu, usulan kelompok perempuan mendapat apresiasi yaitu adanya kegiatan menenun, menjahit, pembuatan jamu instan. Dalam kenyataan, ada juga usulan yang belum dapat diterima dan ditindaklanjuti. Kendala yang dihadapi yaitu minimnya pendidikan dari sumber daya manusia dan minimnya biaya sehingga masih banyak usulan masyarakat yang belum diterima menjadi program.

2. Tahap Pengorganisasian

Pada tahap ini, KPM telah menyadarkan masyarakat agar mereka terlibat aktif dalam pelaksanaan kegiatan maupun memberikan teladan berupa keterlibatan KPM yang bersangkutan dalam membentuk organisasi seperti Kelompok Tani, Kelompok PKK, Kelompok SPP, dan Dasawisma. Pihak-pihak yang dilibatkan terdiri dari anak-anak/sanggar anak, pemuda/karang taruna, lembaga adat,

(27)

organisasi keagamaan dan kelompok perempuan dan juga pihak pemerintah dengan memfasilitasi pertemuan pembentukan organisasi. Pihak-pihak dimaksud memberikan apresiasi positif dalam pelibatan mereka saat pelaksanaan kegiatan, meski masih ada sebagian kecil yang tidak bersedia terlibat. Hambatan atau kendala yang dihadapi yaitu minimnya kualitas dan kuantitas SDM, kesibukan warga dengan pekerjaan masing-masing dan program yang bersifat insidentil atau tidak ada keberlanjutan.

KPM bersama aparat pemerintah kabupaten (SKPD) dan LSM telah membantu masyarakat mengembangkan kapasitas agar dapat menangani masalah yang dihadapi secara efektif, yaitu dengan melatih warga masyarakat menjadi fasilitator dalam kegiatan Musrenbang tingkat dusun dan tingkat desa, melatih pembentukan kelompok simpan pinjam dan melatih kelompok dasawisma untuk menjalankan program/kegiatan di kelompoknya. Hasil yang diperoleh berupa adanya 3 orang fasilitator dalam kegiatan Musrenbang tingkat dusun dan desa serta adanya kelompok simpan pinjam yang telah memiliki modal awal sejak tahun 2001. Pihak yang dilibatkan yaitu perangkat pemerintah desa (pemerintah desa, BPD, LKMD, PKK, Sanggar Anak, Karang Taruna, Kelompok Dasawisma, Kelompok Tani dan Kelompok Perempuan. Dari upaya ini, kurang lebih 25% dari jumlah penduduk telah diikutsertakan dan memiliki kemampuan menangani persoalan yang dihadapi.

Selanjutnya, KPM juga telah mendorong dan meyakinkan para pembuat keputusan (dalam hal ini pemerintah desa, pemerintah kecamatan, pemerintah kabupaten dan LSM) untuk benar-benar mendengar dan peka terhadap kebutuhan masyarakat, yaitu dengan cara memperjuangkan kebutuhan masyarakat setiap tahun sekali, misalnya melalui wadah Musrenbang. Pihak-pihak yang terlibat yaitu lembaga-lembaga mitra di tingkat desa dan luar desa. Bukti dari keberhasilan KPM yaitu banyak usulan yang diakomodir dan dilaksanakan, meski masih ada kendala berupa adanya program atau bantuan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta masih banyak warga yang malas dan memiliki kesibukan lain.

KPM juga melakukan pekerjaan purna waktu berupa: menghadiri pertemuan/ musyawarah kelompok masyarakat baik di tingkat dusun dan tingkat desa, membantu kelompok masyarakat dalam memperoleh akses terhadap

(28)

pelayanan yang dibutuhkan. Kegiatan itu dilakukan ketika ada program dari tingkat desa, tingkat kabupaten, dan program PNPM – MP. Pihak-pihak yang dilibatkan yaitu masyarakat, pemerintah dan LSM. KPM menyadari bahwa kegiatan ini terkadang berhasil dan tidak berhasil, karena adanya kendala keuangan dan rendahnya partisipasi masyarakat.

KPM telah menumbuhkembangkan prakarsa, swadaya, dan gotong royong masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan aspirasi masyarakat setiap kali ada program atau ada kesempatan. Kelompok sasaran dari kegiatan tersebut yaitu kelompok anak-anak, perempuan/kaum ibu dan bapak-bapak, kelompok peternak dan kelompok tani. Kegiatan ini membawa hasil yaitu pengembangan usaha pertanian, adanya jalan dusun, adanya pagar desa dan pembangunan rumah, meski tidak dapat dihindari adanya kendala berupa rendahnya partisipasi aktif masyarakat, lunturnya budaya gotong royong, dan pendapatan masyarakat yang rendah.

3. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, KPM telah melakukan pendampingan masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif, yang melibatkan kelompok pemuda, kelompok simpan pinjam, kelompok anak-anak, pelajar, kelompok ternak dan kelompok tani. Kegiatan ini cukup berhasil oleh karena adanya beberapa kelompok yang telah berjalan secara eksis seperti kelompok simpan pinjam dan beberapa kelompok masih dilakukan pendampingan, meski ada juga kelompok lain yang tidak aktif. Kendala yang dihadapi berupa: sejumlah anggota kelompok jarang menghadiri rapat dan belum memahami pentingnya pembentukan kelompok dimaksud.

KPM telah berusaha mendinamisir kehidupan kelompok masyarakat guna peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang mana dilakukan pada pertemuan atau musyawarah perencanaan pembangunan tingkat RT, RW dan Dusun. Pihak yang terlibat yaitu semua unsur masyarakat yaitu LSM, pemerintah desa, BPD, LKMD, tokoh adat, kelompok perempuan dan anak. Bukti keberhasilan yaitu kurang atau menurunnya kasus kekerasan terhadap anak atau perempuan setiap tahun. Kendala yang ada berupa pendapatan masyarakat yang masih rendah, minimnya fasilitas di tingkat desa, tidak ada dokumentasi proses dan monitoring evaluasi yang minim dilakukan.

(29)

KPM melakukan pendampingan masyarakat dalam pemanfaatan, pemeliharaan dan pengembangan hasil pembangunan, dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan di sekolah, tempat ibadah, posyandu dan di tiap lingkungan. Bukti keberhasilan, yaitu adanya beberapa perkembangan atau kemajuan yang dirasakan oleh warga seperti kemampuan mengelola uang, mengelola administrasi dan usaha makanan, meski tidak dihindari adanya kendala berupa tidak adanya perbaikan terhadap barang milik desa yang mengalami kerusakan, minimnya biaya dan rendahnya kemampuan SDM. KPM menumbuhkembangkan dinamika lembaga kemasyarakatan atau kelompok-kelompok masyarakat guna peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan melibatkan pemerintah dan LSM. Bukti keberhasilan berupa banyaknya hasil pembangunan yang dimanfaatkan atau masih digunakan masyarakat, meski ada kendala biaya dan kemampuan SDM.

KPM telah berusaha mendinamisir kehidupan lembaga kemasyarakatan atau kelompok masyarakat yang bergerak di bidang ekonomi, sosial budaya, politik dan pelestarian lingkungan hidup guna peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan melibatkan pemerintah dan LSM. Bukti keberhasilan yaitu ada banyak kelompok ekonomi dan kelompok tani yang tetap eksis dan berjalan baik, meski juga ada kendala rendahnya kemampuan SDM pengurus kelompok masyarakat tersebut.

KPM sering mengkoordinir pelaksanaan kegiatan kader teknis dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan, dengan melibatkan kelompok PKK, Karang Taruna, Kelompok Tani, Kelompok Simpan Pinjam Perempuan, Kelompok TTG. Kegiatan ini membawa hasil berupa banyaknya masyarakat yang terlibat aktif, yaitu tampak dari adanya kelompok ibu-ibu yang memiliki usaha pembuatan kerupuk waluh, kripik tempe dan kripik jipan, krupuk rambak, jamu instan kunyit, meski ada kendala berupa minimnya bahan baku, volume produksi terlalu kecil, minimnya peralatan dan produksi yang tidak kontinyu, serta kendala pemasaran.

KPM juga telah berupaya menanam dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh NKRI, yang ditujukan kepada seluruh masyarakat (mulai anak-anak sampai orang dewasa), yang dilakukan setiap

(30)

perayaan hari nasional (Hari Sumpah Pemuda, Hari Ulang Tahun Kemerdekaan, Hari Pahlawan, dan Hari Kebangkitan Nasional) dan setiap rapat atau pertemuan tingkat dusun dan desa. Bukti keberhasilan, yaitu keadaan lingkungan yang aman, warga desa tetap cinta NKRI meski desa ini berdekatan dengan negara Timor Leste, masyarakat tetap menggunakan bahasa Indonesia, berkurangnya konflik horisontal dan tidak adanya teroris. Kendala yang ada berupa: rendahnya kemampuan SDM, kemiskinan/penghasilan penduduk yang rendah, sulitnya memotivasi beberapa anggota masyarakat yang belum lancar berbahasa Indonesia.

4. Tahap Monitoring dan Evaluasi

Pada tahap ini, KPM sering melakukan pengawasan secara berkala terhadap proses pembangunan, melalui forum pertemuan atau rapat, yang melibatkan masyarakat sehingga mereka dapat menyampaikan usul dan saran. Hasil pengawasan tersebut disampaikan kepada pemerintahn desa dan pelaksana/pengelola program. Hambatan yang ada yaitu belum semua masyarakat memahami pentingnya proses pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat sendiri.

KPM bersama masyarakat juga melakukan pengawasan secara berkala terhadap proses pembangunan, yang mana hasil pengawasan tersebut disampaikan kepada pelaksana program/proyek dan pemerintah desa. Hambatan yang ada berupa motivasi masyarakat untuk pemberdayaan masih rendah, tidak adanya pendamping atau fasilitator tingkat desa, dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang program/proyek tersebut.

5. Harapan Terhadap Profil Kader Pemberdayaan Masyarakat

Harapan responden terhadap profil kader pemberdayaan di masa yang akan datang yaitu:

a. KPM harus mendapat pelatihan dan pemagangan yang cukup

b. KPM harus berpendidikan yang cukup dan mempunyai pengalaman pendampingan masyarakat.

c. KPM harus kader berusia muda, enerjik, berjiwa wiraswasta/bisnisman, berdomisili di desa yang bersangkutan, bersedia menjadi teladan.

d. KPM mendapat penghasilan yang cukup, minimal setara dengan penghasilan kepala desa (Rp. 800.000,-/bulan).

(31)

e. KPM bersedia menjadi pendamping/Penyuluh/Fasilitator pembangunan desa dalam aspek pertanian, ekonomi, perkebunan dan perbaikan lingkungan.

f. KPM mengutamakan kepentingan umum dan berjiwa volunter.

5.3.2 Dinamika Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa Napan

Dalam pengumpulan data di Desa Napan, telah dilakukan wawancara dengan beberapa responden, baik selaku KPM (baca: pendamping/ fasilitator) dan juga aparat pemerintahan desa, sebagaimana tampak pada Tabel 5.2.

Bertolak dari data KPM, tampak bahwa pendamping/fasilitator yang menjalankan fungsi pemberdayaan masyarakat di Desa Napan terdiri dari pendamping pemerintah dan pendamping non pemerintah, yaitu dari LSM seperti : Yayasan Bina Swadaya, Plan International Indonesia, dan Yayasan Mitra Tani Mandiri.

LSM Plan International ini telah ada sejak tahun 1999, yang mempunyai wilayah atau area kerja di 10 kecamatan dan di 49 desa/kelurahan di wilayah Kabupaten TTU. LSM Plan International mempunyai program atau kegiatan di bidang kesehatan, pendidikan, sarana prasarana, pertanian, perencanaan pembangunan dan sosial budaya.

Dari segi tingkat pendidikan, tampak bahwa sebagian KPM dan responden berpendidikan strata 1 (sarjana) dan sebagian berpendidikan SLTA. Dari segi pengalaman pendidikan/pelatihan, tampak bahwa sebagian besar KPM telah mengikuti beberapa pelatihan seperti: Pengelolaan Lembaga Keuangan, Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat,Conflict Resolution, Fasilitator Child Center Development Community Based Child Protection, Fasilitator Pelatihan Pertanian Berkelanjutan dan Pendekatan Masyarakat, Kursus Pembaharuan Agraria, dan Pengelolaan Keuangan Mikro.

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan lapangan serta dokumen, Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat di desa ini, dapat diuraikan berikut ini; 1. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini, KPM telah membantu pemerintah desa dan masyarakat dalam mengidentifikasi masalah, kebutuhan dan sumber daya pembangunan, yang

(32)

Sumber: Wawancara, 2010

Tabel 5.2Identitas Responden Desa Napan

No Nama Pendidikan Pekerjaan Pengalaman

1 Jufentius B. Kabelen S1 Camat

--2 Johanes A. Nalle, SE S1 PNS Kantor

BPMD  Sertifikasi JabatanFungsional Auditor ahli

 Kursus Keuangan Daerah

3 Yakobus Berelaka S1 Pengurus

Yayasan Bina Swadaya  Pelatihan Pengelolaan Lembaga Keuangan  Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat. 4 Philipus Dara Lay S1 Koordinator

Plan International Indonesia

 Pelatihan Conflict Resolution

 Fasilitator Child Center Development

 Community Based Child Protection Fasilitator

5 Petrus Naibobe S1 Supervisor

Yayasan Mitra Tani Mandiri  Pelatihan Pertanian Berkelanjutan dan Pendekatan Masyarakat.  Kursus Pembaharuan Agraria.  Pelatihan Pengelolaan Keuangan Mikro.

6 Yohanis Anunu SMA Kepala Desa

---7 Antoninan Kolo SMA Wakil Ketua

BPD

---8 Gerardus Siki SLTA Seksi Tramtib

--9 Siprianus Saba SMA Ketua BPD Pelatihan dari LSM dan Pemerintah

10 Marselus Sila SMA Sekretarus

Desa

--dilakukan setiap kegiatan musyawarah perencanaan pembangunan baik di tingkat dusun, tingkat desa, maupun saat musyawarah antar desa ketika ada program yang diberikan ke tingkat desa oleh pemerintah kabupaten dan lembaga swadaya masyarakat (seperti Yayasan Bina Swadaya dan Plan International). Pihak-pihak yang biasanya dilibatkan yaitu semua unsur terkait di desa, yaitu tokoh pemuda, tokoh perempuan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan kelompok bapak-bapak, tokoh adat, tokoh LSM, aparat kecamatan dan kabupaten. Out put dari kegiatan ini berupa dokumen perencanaan, baik jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang pada tingkat desa (RPJM Desa dan RKP Desa), pembuatan jalan dalam lingkungan desa, pengembangan

(33)

pertanian hortikoltura, dan pembagian bibit/ternak, Peta Tata Ruang Desa serta program penataan kompleks kecamatan.

Kendala yang dihadapi ketika melakukan identifikasi masalah, kebutuhan dan sumber daya pembangunan berupa : kurangnya tenaga pendamping dan kader yang cerdas dan mampu mendampingi Musrenbangdes, kemampuan perangkat desa/fasilitator yang masih rendah, masyarakat belum sepenuhnya menyadari pentingnya perencanaan pembangunan yang partisipatif, serta alokasi waktu yang cukup panjang dan menyebabkan banyak masyarakat yang lebih memprioritaskan pekerjaan di kebun atau di ladang.

Selanjutnya, KPM telah menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada pemerintah desa, yang dilakukan setiap kali ada kegiatan perencanaan pada tingkat dusun dan tingkat desa (Musrenbang) dan setiap ada pogram baru. Pihak-pihak yang dilibatkan yaitu semua lapisan masyarakat, diantaranya pendidik/pengajar, tokoh masyarakat, bidan desa, PPL, tokoh perempuan, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh perempuan dan anak serta LSM. Hasil yang dicapai yaitu diakomodirnya usulan masyarakat dalam produk perencanaan tingkat desa dan tingkat kabupaten atau di pihak LSM, terutama program penguatan kelembagaan, bidang kesehatan dan pendidikan. Hasil lain berupa dokumen rencana kegiatan operasional di tingkat kelompok. Dalam kenyataan, ada juga usulan yang belum dapat diterima dan ditindaklanjuti.

Kendala yang dihadapi berupa minimnya kemampuan dari lembaga kemasyarakatan desa, minimnya dana dan jarangnya aspirasi masyarakat yang dikabulkan.

2. Tahap Pengorganisasian

Pada tahap ini, KPM telah menyadarkan masyarakat agar mereka terlibat aktif dalam pelaksanaan kegiatan maupun memberikan teladan berupa keterlibatan KPM yang bersangkutan dalam membentuk organisasi seperti Kelompok Usaha Bersama, Kelompok Tani, Kelompok PKK, Kelompok SPP, dan Dasawisma. Pihak-pihak yang dilibatkan terdiri dari anak-anak/sanggar anak, pemuda/karang taruna, lembaga adat, organisasi keagamaan dan kelompok perempuan dan juga pihak pemerintah dengan memfasilitasi dan mengawasi pertemuan pembentukan organisasi. Pihak-pihak dimaksud memberikan apresiasi positif

(34)

dalam pelibatan mereka saat pelaksanaan kegiatan, meski masih ada sebagian kecil yang tidak bersedia terlibat. Hambatan atau kendala yang dihadapi yaitu SDM pengurus dan anggota yang masih rendah.

KPM bersama aparat pemerintah kabupaten (SKPD) dan LSM telah membantu masyarakat mengembangkan kapasitas agar dapat menangani masalah yang dihadapi secara efektif, yaitu dengan melatih warga masyarakat menjadi fasilitator dalam kegiatan atau program kemitraan dengan BPMD Kabupaten, LSM, Tim Penggerak PKK, Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian dan Program PNPM – MP. Selain itu ada kegiatan pelatihan kepemimpinan dan kewirausahaan. Hasil yang diperoleh tampak dari banyaknya anak-anak desa yang melakukan wajib belajar 9 tahun, banyaknya organisasi/kelompok pelaksana, seperti : pokja posyandu tingkat desa, kelompok kerja fisik sarana prasarana PNPM – MP. Pihak yang dilibatkan, yaitu perangkat pemerintah desa (pemerintah desa, BPD, LKMD, PKK, Sanggar Anak, Karang Taruna, Kelompok Dasawisma, Kelompok Tani dan Kelompok Perempuan dan Dinas terkait (Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial). Dari upaya ini, banyak warga yang dapat memahami problematika pada dirinya dan desanya, sehingga mampu merumuskan alternatif solusi pemecahannya. Kendala berupa SDM yang rendah, dukungan dana yang rendah, fasilitas terbatas, tidak adanya tenaga pendamping/kader serta ketergantungan masyarakat pada bantuan yang bersifat karitatif. Selanjutnya, KPM telah mendorong dan meyakinkan para pembuat keputusan (dalam hal ini pemerintah desa, pemerintah kecamatan, pemerintah kabupaten dan LSM) untuk benar-benar mendengar dan peka terhadap kebutuhan masyarakat, dengan cara memperjuangkan kebutuhan masyarakat setiap tahun sekali, misalnya melalui wadah Musrenbang dan berkoordinasi dengan sektor terkait di tingkat kecamatan dan kabupaten. Pihak-pihak yang terlibat yaitu aparat desa, aparat kecamatan, LSM dan sektor terkait di tingkat kabupaten. Bukti dari keberhasilan KPM yaitu adanya kebijakan pengelolaan anggaran yang transparan, adanya usulan yang diakomodir dan dilaksanakan, adanya Perdes tentang Pengelolaan Lahan Desa, Perdes tentang Posyandu, Perdes Keamanan dan Ketertiban dan Perdes RPJMDesa. Kendala berupa minimnya kemampuan keuangan, terbatasnya waktu serta regulasi dan kebijakan yang belum dipahami secara baik oleh kader penggerak maupun masyarakat.

(35)

KPM juga melakukan pekerjaan purna waktu berupa : menghadiri pertemuan/ musyawarah kelompok masyarakat baik di tingkat dusun dan tingkat desa, membantu kelompok masyarakat dalam memperoleh akses terhadap pelayanan yang dibutuhkan. Kegiatan itu dilakukan ketika ada pertemuan baik formal dan informal. Dalam melaksanakan kegiatan melibatkan berbagai komponen masyarakat (tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, kelompok tani, kelompok usaha, dll). KPM menyadari bahwa kegiatan ini terkadang berhasil (adanya jalan dusun dan jembatan desa) atau tidak berhasil, karena adanya kendala kesibukan masyarakat, birokrasi yang berbelit dan biaya tinggi. Kelompok masyarakat yang mendapat akses layanan yaitu 400 anak yang mendapat akte kelahiran gratis dari pemerintah desa.

KPM telah menumbuhkembangkan prakarsa, swadaya, dan gotong royong masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat dan pembangunan aspirasi masyarakat setiap kali ada program, saat bulan bakti LKMD, dan saat acara adat. Kelompok sasaran dari kegiatan tersebut yaitu kelompok anak-anak, perempuan/kaum ibu, kelompok ternak, kelompok tani, kelompok usaha bersama dan unsur pemda. Usaha ini membuahkan hasil berupa sebagian besar masyarakat telah memiliki rumah yang layak huni, adanya saluran irigasi dan adanya jalan dusun serta ada 310 kelompok tani yang mendapat pelayanan dari Dinas Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian. Kendala yang ada, bahwa kesadaran masyarakat masih rendah, perwakilan setiap unsur masyarakat belum sinifikan karena keterbatasan budaya, adat istiadat dan tradisi.

3. Tahap Pelaksanaan

KPM telah melakukan pendampingan masyarakat dalam kegiatan pember-dayaan masyarakat dan pembangunan partisipatif, yang melibatkan Posyandu, kelompok simpan pinjam, lembaga adat, kelompok kerja PNPM, kelompok tani, kelompok usaha bersama (KUBE), pembangunan embung dan industri rumah tangga. Kegiatan ini cukup berhasil oleh karena adanya beberapa kelompok usaha yang berhasil dan mandiri, khusus untuk kelompok simpan pinjam pengembalian dana yang cukup baik, demikian juga dengan dimulainya kegiatan membangun embung. Kendala yang dihadapi berupa: ego anggota yang dominan, lemahnya tanggung renteng, dan kurangnya pertemuan pada tingkat kelompok.

Gambar

Tabel 5.1 Identitas Responden Desa Sainoni No Nama Pendidikan Pekerjaan Pengalaman 1 Kandibus Abi SMK Kepala Desa 1
Tabel 5.2 Identitas Responden Desa Napan
Tabel 5.3 Identitas Responden Desa Kabuna
Tabel 5.4 Identitas Responden Desa Leosama
+2

Referensi

Dokumen terkait

.- 3enerapkan konsep torsi, momen inersia, titik berat dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan

Pada penelitian ini dilakukan survai proses pengolahan gula merah kelapa mulai dari pengambilan nira sampai dengan menjadi produk gula merah kelapa di pengrajin

Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur perekonomian dari ekonomi

 Setelah itu, klik tombol Select Devices untuk memilih alamat file database yang akan direstore ke SQL Server. Setelah muncul jendela baru, klik tombol ADD , lalu klik tombol …

Kelebihan dari Algoritma Artificial Bee Colony adalah sangat efisien dalam mencari solusi optimal, dapat mengatasi masalah optimasi lokal maupun global, dapat dijalankan

dalam bentuk kalimat. Bisa juga klien bersikap mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang yang tidak berbicara atau pada benda mati. Halusinasi dapat mempengaruhi

Perlakuan proporsi ubi jalar ungu dan tepung bekatul memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, daya kembang, warna,

Pengembangan bidang akademik dan non-akademik mengacu pada novasi pendidikan melalui peningkatan SDM, bidang pendidikan, bidang penelitian, bidang pengabdian kepada