• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI IRIGASI TETES PADA TANAMAN CABE MERAH DI KABUPATEN ENREKANG OLEH : MUH. KUSMALI G411 10 276 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "APLIKASI IRIGASI TETES PADA TANAMAN CABE MERAH DI KABUPATEN ENREKANG OLEH : MUH. KUSMALI G411 10 276 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

i APLIKASI IRIGASI TETES PADA TANAMAN CABE MERAH

DI KABUPATEN ENREKANG

OLEH : MUH. KUSMALI

G411 10 276

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2015

(2)

ii APLIKASI IRIGASI TETES PADA TANAMAN CABE MERAH

DI KABUPATEN ENREKANG

OLEH : MUH. KUSMALI

G 411 10 276

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian

Pada

Program Studi Keteknikan Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2015

(3)

iii

(4)

iv ABSTRAK

MUH. KUSMALI (G41110276). Aplikasi Irigasi Tetes Pada Tanaman Cabe Merah Di Kabupaten Enrekang. Dibawah Bimbingan Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir, M. Eng dan Dr. Ir. Sitti Nur Faridah, MP.

Cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak digemari masyarakat di Indonesia, dan juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Produksi tanaman cabe merah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan kebutuhan air tanaman sehingga pada musim kemarau produksinya mengalami penurunan drastis. Dengan demikian manajemen irigasi sangat besar peranannya dalam pengembangan budidaya tanaman cabe merah. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan rancangan operasional irigasi tetes pada tanaman cabe merah berdasarkan kebutuhan air pada masing-masing tingkatan umur tanaman.

Metode penelitian ini dilakukan dengan menghitung kebutuhan air tanaman cabe merah perhari pada masing-masing tingkatan umur yaitu 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan. Kemudian menghitung debit rata-rata emiter sehingga diperoleh waktu operasional irigasi tetes. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebutuhan air tanaman cabe merah sangat beragam berdasarkan umur tanaman yaitu 0,11 l/hari untuk umur 1 bulan, 0,422 l/hari untuk umur 2 bulan, 1,148 l/hari untuk umur 3 bulan dan 1,323 l/hari untuk umur 4 bulan. Sehingga diperoleh waktu operasional yaitu 0,055 jam/hari untuk tanaman berumur 1 bulan, 0,211 jam/hari untuk umur 2 bulan, 0,574 jam/hari untuk umur 3 bulan dan 0,662 jam/hari untuk tanaman yang berumur 4 bulan dengan debit rata-rata 1,988 l/jam.

Kata kunci: Tanaman Cabe Merah, Kebutuhan Air, Waktu Operasional, Irigasi Tetes, dan Debit Emiter.

(5)

v RIWAYAT HIDUP

Penulis dengan nama lengkap MUH. KUSMALI lahir di Desa Batunoni, Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, pada tanggal 13 Mei 1991 sebagai anak Terakhir (sepuluh bersaudara) dari pasangan Ayahanda Kallang dan Ibunda Jadi. Pendidikan formal penulis yang pernah dilalui adalah :

- Menempuh pendidikan dasar di SDN 59 Garotin, kabupaten Enrekang pada tahun 1998 sampai 2004.

- Melanjutkan pendidikan di MTsN Baraka, kabupaten Enrekang pada tahun 2004 sampai tahun 2007.

- Melanjutkan pendidikan di jenjang menengah atas, pendidikan tersebut ditempuh di SMA Negeri 1 Anggeraja, kabupaten Enrekang pada tahun 2007 sampai tahun 2010.

- Melanjutkan pendidikan di Universitas Hasanuddin Makassar, Fakultas Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi Keteknikan Pertanian pada tahun 2010 sampai tahun 2015

Sewaktu menjadi mahasiswa jurusan teknologi pertanian, penulis aktif di beberapa organisasi kampus dan luar kampus. Penulis berperan sebagai pengurus di Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin (HIMATEPA-UH) periode 2011-2012 dan 2012-2013 dilanjutkan 2013-2014, pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (BEM FAPERTA UH) Periode 2013-2014, Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HmI komisariat Pertanian Unhas) periode 2013- 2014, Dan Bergabung di keanggotaan Front Mahasiswa Nasional (FMN BPC Makassar)

(6)

vi Penulis juga aktif pada organisasi luar kampus seperti menjadi Ketua umum Himpunan Mahasiswa Batononi periode 2012-2014, Kabid Kastra HPMM Kom. Unhas Periode 2012-2013, Kabid PAO HPMM Cab. Anggeraja Periode 2012-2013, Sekertaris Korps Pengader Pengurus Pusat Himpunan Pelajar Mahasiswa Massenrempulu (Korps Pengader PP HPMM) periode 2013-2014, Ketua Perpustakaan HPMM periode 2013-2015, sebagai Pengurus Pusat Himpunan Pelajar Mahasiswa Massenrempulu (PP HPMM) periode 2013-2015.

(7)

vii KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Alhamdulillahi rabbil alamin, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berupa skripsi. Skripsi ini berjudul “Aplikasi Irigasi Tetes Pada Tanaman Cabe Merah (Capsicum annum L.) Di Kabupaten Enrekang”, yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar. Oleh karena itu, penulis pada kesempatan ini menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Orang tuaku tercinta, Ayahanda Kallang dan Ibunda Jadi, sanak saudaraku serta seluruh keluarga yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan moril maupun materil yang tiada bosan-bosannya tertuju kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Munir, M. Eng. dan ibu Dr. Ir. Sitti Nur Faridah, MP selaku pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak, Ibu dosen dan pegawai Jurusan Teknologi Pertanian UNHAS yang telah membimbing penulis selama ini.

4. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian angkatan 2010 atas segala bantuan dan motifasinya selama ini.

5. Warga Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin (HIMATEPA-UH), warga Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Massenrempulu (HPMM), Rekan-rakan penghuni Asrama HPMM, teman-teman Himpunan Mahasiswa Islam (HmI), Rekan Seperjuangan Front Mahasiswa Nasional (FMN), dan Teman-teman Himpunan Mahasiswa Desa Batononi (HMB) yang telah mengajarkan penulis sebagai organisatoris dan mengembangkan ide selama bergabung dalam organisasi tersebut serta memberikan banyak pengalaman yang tidak dapat terlupakan.

(8)

viii Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.dan penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena kesempurnaan milik sang khalik, Allah SWT, maka dari itu penulis membutuhkan saran, guna perbaikan dalam tulisan–tulisan selanjutnya.

Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatu

Makassar, ... 2015

Penulis

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined.i ABSTRAK ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan dan Kegunaan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Klasifikasi Irigasi... 4

2.2 Irigasi Tetes ... 7

2.3 Komponen Irigasi Tetes ... 9

2.3.1 Jaringan Pipa pada Irigasi Tetes ... 9

2.3.2 Emiter ... 9

2.4 Evapotranspirasi ... 10

2.5 Debit Emiter ... 12

2.6 Kebutuhan Air Pada Irigasi Tetes... 13

2.7 Keseragaman Irigasi ... 14

2.8 Efisiensi Penyebaran Irigasi Tetes... 14

2.9 Tanaman Cabai ... 15

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 17

3.1 Waktu dan Tempat ... 17

(10)

x

3.2 Alat dan Bahan ... 17

3.3 Prosedur Penelitian ... 17

3.3.1 Menghitung Evapotranspirasi Acuan (ETo) ... 17

3.3.2 Menghitung Luas Kanopi Tanaman Cabe... 17

3.3.3 Menghitung Kebutuhan Air Tanaman ... 18

3.3.4 Pengoperasian Sistem IrigasimTetes ... 18

3.3.5 Pengujian Kinerja Rangkaian ... 18

3.3.6 Pengolahan Data... 19

3.3.7 Pengaplikasian Irigasi Tetes Pada Tanaman ... 20

3.4 Diagram Alir Penelitian ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1 Sistem Irigasi Tetes ... 22

4.1.1 Debit Emiter ... 23

4.1.2 Hubungan Debit Dan Tinggi ... 24

4.1.3 Koefisien Variasi ... 26

4.1.4 Keseragaman Tetesan ... 26

4.2 Kinerja Irigasi Tetes ... 27

4.2.1 Kebutuhan Air Tanaman ... 27

4.2.2 Kebutuhan Air Tanaman Cabe Berdasarkan Tingkatan Umur (Td) .... 29

4.2.3 Waktu Operasional ... 30

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

5.1 Kesimpulan ... 32

5.2 Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

LAMPIRAN ... 35

(11)

xi DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

Tabel 1. Nilai Koefisien Tanaman (Kc) Cabai Merah Pada Berbagai Fase

Pertumbuhan ... 12 Tabel 2. Debit Rata-Rata Emiter ... 23 Tabel 3. Hubungan Debit (Q) dengan Ketinggian (H) ... 24 Tabel 4. Hubungan Antara Umur Tanaman Dengan Nilai Koefisien Tanaman

dan Evapotranspirasi Tanaman ... 28 Tabel 5. Kebutuhan Air Tanaman Cabe Merah Pada Berbagai Tingkatan

Umur... ... 29 Tabel 6. Waktu Operasional Irigasi Tetes ... 30

(12)

xii DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

Gambar 1. Buah Cabai ... 16

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian ... 21

Gambar 3. Desain Rancangan Irigasi Tetes ... 22

Gambar 4. Debit Rata-Rata Emiter Dari Rangkaian Irigasi Tetes ... 25

Gambar 5. Koefisien Variasi dari Tiap Emiter pada Rangkaian Irigasi Tetes ... 26

(13)

xiii DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

Lampiran 1. Pengujian Emiter ... 35

Lampiran 2. Data Volume Emiter Dari Rangkaian Irigasi Tetes ... 41

Lampiran 3. Data Volume Debit Dari Rangkaian Irigasi Tetes ... 41

Lampiran 4. Hasil Perhitungan Nilai Koefisien Variasi ... 41

Lampiran 5. Hasil Perhitungan Keseragaman Tetesan. ... 42

Lampiran 6. Menghitung Nilai Epavotranspirasi Tanaman Cabe (Etc) pada Tingkatan Umur/fase Pertumbuhan ... 42

Lampiran 7. Menghitung Luas Kanopi Tanaman Cabe pada berbagai Tingkatan Umur ... 43

Lampiran 8. Menghitung Kebutuhan Air Tanaman Cabe pada berbagai Tingkatan Umur (Td) ... 46

Lampiran 9. Keseragaman Emisi (EU) yang Disarankan ... 47

Lampiran 10. Menghitung Waktu operasional Irigasi Tetes ... 47

Lampiran 11. Data BMKG (Nilai Rata-rata Eto Kabupaten Tanah Toraja Tahun 2008-2011) ... 48

Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian ... 53

(14)

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cabai merah (Capsicum annum L) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak digemari masyarakat di Indonesia. Jenis sayuran yang rasanya pedas dan beraroma khas ini ternyata bagi orang-orang tertentu dapat membangkitkan selera makan. Cabai merah (Capsicum annuum L.) juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena harga jualnya yang tinggi dan memiliki beberapa manfaat kesehatan yang salah satunya adalah zat capsaicin yang berfungsi dalam mengendalikan penyakit kanker.

Permintaan cabai menunjukkan indikasi yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan stabilitas ekonomi nasional yang mantap. Mengingat permintaan cabai merah relatif stabil sepanjang tahun, maka management produksi perlu diatur, agar tidak terjadi fluktuasi baik produksi maupun harga. Pola produksi cabai merah selama ini sangat tidak beraturan sehingga yang semestinya usaha tani ini sangat menguntungkan, seringkali mendatangkan kerugian bagi petani maupun konsumen karena produksi cabai merah ini berkaitan dengan musim tanam. Pada umumnya petani cabai merah mengkonsentrasikan usahanya pada saat musim tanam optimum ( in-season), sedangkan pada produksi luar musim (off-season) tidak banyak petani yang membudidayakannya sehingga berakibat suplai ke pasar menjadi terbatas dan harga akan naik. Akan tetapi pada awal musim kemarau, petani berlomba-lomba menanam cabai merah, sehingga pada bulan Mei-Juli produksi dan pasokan melimpah, dan harga menjadi jatuh.

Keadaan tersebut dapat dirubah dengan cara memperbaiki teknologi budidaya cabai merah. Salah satunya adalah dengan menggunakan sistem irigasi hemat air (irigasi tetes). Dengan cara tersebut maka cabai merah mudah dibudidayakan kapan dan dimana saja serta produksi cabai merah pun dapat stabil walaupun diluar musim tanam.

(15)

2 Sistem irigasi tetes mencegah sebagian besar kehilangan air melalui penguapan, limpasan, dan angin. Sistem ini dapat menghemat penggunaan air untuk menyiram tanaman sehingga pada saat musim kemarau pun produksi cabai merah akan tetap stabil. Selain itu sistem ini juga akan banyak sekali menghemat waktu dan uang karena kita tidak perlu menyiram air berlebihan setiap waktu yang akan sangat memboroskan pasokan air dan membuat tanaman cabai merah rusak. Menurut Hansen, et al. (1992) keuntungan menggunakan sistem irigasi tetes dapat menghasilkan kualitas tanaman yang dipanen lebih baik karena disebabkan kemampuan memelihara kelembaban di sekitar akar tanaman yang mendekati konstan.

Sistem irigasi tetes mempunyai cara pengontrolan yang baik, mengurangi proses evaporasi, nutrisi dapat diberikan langsung ke tanaman bersama-sama melalui air dan sangat sesuai untuk tanaman berderet (sayur-sayuran, buah-buahan yang lunak) termasuk tanaman cabai merah.

Irigasi tetes juga sesuai untuk beberapa jenis tanah, antara lain untuk tanah berpasir dan tanah liat, karena dapat memberikan kelembaban pada tanah.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk menyelesaikan permasalahan kekurangan air pada musim kemarau, perancangan irigasi tetes sangat diperlukan, untuk memenuhi kebutuhan air pada tanaman Cabai merah (Capsicum annuum L.), maka penulis melakukan penelitian rancangan irigasi tetes pada tanaman cabe merah dengan berdasarkan pada kebutuhan air tanaman pada masing-masing tingkatan umur.

(16)

3 1.3 Tujuan dan kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan rancangan operasional irigasi tetes pada tanaman cabe merah berdasarkan kebutuhan air pada masing-masing tingkatan umur tanaman

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dan acuan kepada petani dalam merancang/membuat irigasi tetes.

(17)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Irigasi

Air mempunyai fungsi penting dalam tanah, dimana air penting dalam pelapukan mineral dan bahan organik, reaksi yang menyiapkan hara laut bagi pertumbuhan tanaman. Air berfungsi sebagai media gerak hara ke akar- akar tanaman. Bila air terlalu banyak, hara-hara yang lewat akan ada yang tercuci dan hilang dari perakaran atau bila tinggi evaporasinya, garam-garam terlarut mungkin terangkut ke lapisan atas tanah dan kadang-kadang tertimbun dalam jumlah yang banyak sehingga dapat merusak tanaman (Hardjowigeno, 1987 dalam prastowo, 2002). Oleh karenanya pemberian air harus menerapkan teknik irigasi yang tepat sehingga sesuai dengan kebutuhan air bagi tanah dan tanaman.

Menurut Sudjarwadi (1990) dalam Nurdianza (2011) mendefenisikan irigasi adalah salah satu faktor penting dalam produksi bahan pangan. Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air daam rangka meningkatkan produksi pertanian. Sama halnya yang dikemukakan oleh Partowijiwo (1984) bahwa irigasi mempunyai ruang lingkup mulai dari pengembangan sumber air, penyediaannya, penyaluran air dari sumber ke daerah pertanian, pembagian dan penjatahan air pada areal pertanian serta penyaluran kelebihan air irigasi secara teratur.

Irigasi mikro merupakan sistem irigasi bertekanan rendah yang dapat berbentuk pancaran air, uap air, pancuran, atau tetes. Bentuk pemberian air berbeda karena emisi alat umumnya dirancang untuk penggunaan khusus sesuai tuntutan agroekonomi atau kebutuhan hortikultura langsung ke daerah perakaran tanaman tanpa menyebar ke seluruh permukaan tanah yang menjadi media pertumbuhan tanaman. Irigasi mikro dapat bermanfaat antara lain, menyempurnakan pengelolaan nutrisi tanaman, dan penanganan salinitas

(18)

5 yang baik. Selain irigasi mikro juga dikembangkan irigasi tetes dan irigasi curah (Partowijiwo 1984) .

Menurut Hansen et.al (1992) dalam Rizal (2012), menyatakan bahwa tujuan irigasi bagi suatu lahan adalah sebagai berikut :

a) Menambah air ke dalam tanah untuk penyediaan cairan yang diperlukan untuk keperluan tanaman.

b) Menyediakan jaminan panen pada saat musim kemarau yang pendek.

c) Mendinginkan tanah dan atmosfer sehingga menimbulkan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman.

d) Mencuci atau mengurangi garam dalam tanah.

e) Mengurangi bahaya erosi tanah.

Secara garis besar, Schwab et.al (1981) dalam Rizal (2012) membagi pengairan kedalam empat cara, yaitu 1) pemberian air dipermukaan tanah (surface irrigation), pemberian air di permukaan tanah meliputi penggenangan (flooding) biasanya di persawahan, dan pemberian air melalui saluran-saluran (furrow irrigation) dan dalam barisan tanaman (corrugation Irrigation). 2) pemberian air di bawah permukaan tanah (subsurface irrigation), pemberian air dengan menggunakan pipa (tiles) yang dibenamkan di dalam tanah. Pemberian air di permukaan dan di bawah permukaan tanah disebut juga pengairan gravitasi karena air dialirkan berdasarkan gaya berat air. 3) penyiraman (sprinkler irrigation), pemberian air dengan cara penyiraman mencakup oscillating sprinkler dan rotary sprinkle, semuanya disebut juga overhead irrigation karena air diberikan atau disiramkan dari atas seperti air hujan. Pemberian air dengan penyiraman sangat efisien. Pada tanah bertekstu kasar, efisiensi pemakaian air dengan penyiraman dua kali lebih tinggi dari pemberian air permukaan. 4) Irigasi tetes (drip or trickle irrigation), pada irigasi tetes air diberikan dalam kecepatan yang rendah di sekitar tanaman menggunakan emitter. Pada pemberian air dengan

(19)

6 penyiraman dan irigasi tetes, kedalam air pengairan dapat ditambahkan pestisida atau pupuk.

Menurut Sasrodarsono (1982) dalam Nurdianza (2011), irigasi terbagi atas 2 tipe yaitu :

1. Irigasi aliran (Flow Irrigation) adalah irigasi dimana air dari sumber dialirkan ke daerah pertanian sampai tingkat usaha tani dengan gaya gravitasi.

2. Irigasi pompa (Pump Irrigation) adalah irigasi dimana air dari sumber dialirkan ke daerah pertanian sampai tingkat usaha tani dengan menggunakan tenaga pompa yang umumnya digunakan pada daerah pertanian yang letak sumber airnya relatif rendah daripada daerah yang akan dialiri.

Dari segi kontruksi jaringan irigasinya, Pasandaran (1991) dalam Nurdianza (2011) mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat, yaitu:

1. Irigasi Sederhana

Adalah sistem irigasi yang sistem kontruksinya dilakukan dengan sederhana, tidak dilengkapi dengan pintu pengatur dan alat pengukur sehingga air irigasinya tidak teratur dan tidak terukur sehingga efesiensinya menjadi rendah.

2. Irigasi Setengah Teknis

Adalah suatu sistem irigasi dengan dengan kontruksi pintu pengatur dan alat pengukur pada bangunan pengambil (head work) saja, sehingga air hanya teratur dan terukur pada bangunan pengambilan saja dengan demikian efisiensinya sedang.

3. Irigasi Teknis

Adalah suatu sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan pengukur air pada bangunan pengambilan, bangunan bagi, dan bangunan sadap sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap dan diharapkan efisiensinya tinggi.

(20)

7 4. Irigasi Teknik Maju

Adalah suatu sistem irigasi yang airnya dapat diukur dan terukur pada seluruh jaringan dan diharapkan efisiensinya tinggi sekali.

2.2 Irigasi Tetes

Irigasi tetes adalah suatu metode irigasi baru yang menjadi semakin disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah kekurangan air.

Irigasi tetes merupakan metode pemberian air tanaman secara kontiniu dan penggunaan air yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Dengan demikian kehilangan air seperti perkolasi, run off, dan evapotranspirasi bisa diminimalkan, sehingga efisiensinya tinggi. Sistem irigasi tetes mengalirkan air secara lambat untuk menjaga kelembaban tanah dalam rentang waktu yang diinginkan bagi tanaman (Michael, 1978 dalam Prastowo (2002),).

Irigasi tetes dapat dibedakan atas dua yaitu irigasi tetes dengan pompa dan irigasi tetes dengan gaya gravitasi. Irigasi tetes dengan pompa yaitu irigasi tetes yang sistem penyaluran air diatur dengan pompa. Irigasi tetes pompa ini umumnya memiliki alat dan perlengkapan yang lebih mahal daripada sistem irigasi gravitasi. Irigasi tetes dengan sistem gravitasi yaitu irigasi tetes dengan menggunakan gaya gravitasi dalam penyaluran air dari sumber. Irigasi ini biasanya terdiri dari unit pompa air untuk penyediaan air, tangki penampungan untuk menampung air dari pompa, jaringan pipa dengan diameter yang kecil dan pengeluaran air yang disebut pemancar “emiter”

yang mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam (Hansen, 1986 dalam Nurdianza, 2011).

Irigasi tetes merupakan cara pemberian air dengan jalan meneteskan air melalui pipa-pipa secara setempat di sekitar tanaman atau sepanjang larikan tanaman. Hanya sebagian dari daerah perakaran yang terbasahi, tetapi seluruh air yang ditambahkan dapat diserap dengan cepat pada keadaan

(21)

8 kelembaban tanah yang rendah. Jadi keuntungan cara ini adalah penggunaan air irigasi yang efisien (Hakim, dkk, 1986dalam Nurdianza, 2011).

Menurut James (1982) dalam Prastowo (2002), Irigasi tetes mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya:

a. Meningkatkan nilai guna air

Secara umum, air yang digunakan pada irigasi tetes lebih sedikit dibandingkan dengan metode lain.

b. Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil

Dengan irigasi tetes, kelembaban tanah dapat dipertahankan pada tingkat yang optimal bagi pertumbuhan tanaman.

c. Meningkatkan efisiensi dan pemberian

Pemberian pupuk dan bahan kimia pada metode ini dicampur dengan air irigasi, sehingga pupuk atau bahan kimia yang digunakan menjadi lebih sedikit, frekuensi pemberian dan distribusinya hanya di sekitar daerah perakaran.

d. Menekan resiko penumpukan garam

Pemberian air secara terus-menerus akan melarutkan dan menjauhkan garam dari daerah perakaran.

e. Menekan pertumbuhan gulma

Pemberian air pada irigasi tetes hanya terbatas di daerah sekitar tanaman, sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan.

f. Menghemat tenaga kerja

Sistem irigasi tetes dapat dengan mudah dioperasikan secara otomatis, sehingga tenaga kerja hanya diperlukan lebih sedikit.

Jaringan irigasi tetes biasanya menggunakan pipa PVC (Poly Vinyl Clhoride) dengan diameter 12-32 milimeter. Emiter harus menghasilkan aliran yang relatif kecil dan menghasilkan debit yang mendekati konstan (Israelsen dan Hansen, 1962).

(22)

9 Pemberian air yang ideal adalah sejumlah air yang dapat membasahkan tanah di seluruh daerah perakaran sampai keadaan kapasitas lapang. Jika air diberikan berlebihan mengakibatkan genangan di tempat- tempat tertentu yang dapat mengganggu aerasi tanah (Hakim, dkk, 1986).

2.3 Komponen Irigasi Tetes

2.3.1 Jaringan Pipa pada Irigasi tetes

Pipa yang digunakan pada irigasi tetes terdiri dari pipa utama dan pipa sekunder. Pipa-pipa ini merupakan komponen penting dari irigasi tetes. Tata letak dari irigasi tetes dapat sangat bervariasi tergantung kepada berbagai faktor seperti luas tanah, bentuk, dan keadaan topografi.

Dalam sistem irigasi tetes tersusun atas pipa dan emiter. Air dialirkan dari pipa dengan banyak percabangan yang biasanya dari plastik yang berdiameter 12 mm (1/2 inch) – 25 mm (1inch) (Hansen, dkk, 1986).

Ukuran pipa harus cocok dengan pompa yang digunakan. Jaringan irigasi tetes menggunakan pipa PVC (Poly Vinyl Chloride) dan PE (Poly Ethylene). Seluruh pipa tersebut diatur sedemikian rupa sehingga terdapat pipa utama, pipa sekunder, dan kalau ada pipa tersier. Pipa yang digunakan biasanya berukuran 0,5-1 inchi (1,27-2,54 cm) dan pipa sekunder 0,24-0,5 inchi (0,61-1,27 cm) (Najiyanti dan Danarti, 1993).

2.3.2 Emiter

Emiter merupakan alat pengeluaran air yang disebut pemancar. Emiter mengeluarkan dengan cara meneteskan air langsung ke tanah ke dekat tanaman. Daerah yang dibasahi emiter tergantung pada jenis tanah, permeabilitas tanah. Emiter harus menghasilkan aliran yang relatif kecil dan menghasilkan debit yang relatif konstan. Penampang aliran perlu relatif lebar untuk mengurangi tersumbatnya emiter (Hansen, dkk, 1986).

(23)

10 Berdasarkan pemasangan di pipa lateral, penetes dapat dibedakan menjadi :

a. On-line emitter yaitu di pasang pada lubang yang dibuat di pipa lateral b. In-line emitter yaitu di pasang pada pipa lateral dengan cara memotong

pipa lateral.

Menurut Keller dan Bliesner (1990) dalam Nurdianza (2011), Emitter juga dapat dibedakan berdasarkan jarak spasi atau debitnya yaitu:

a. Point source emitter yaitu di pasang dengan spasi yang renggang dan mempunyai debit yang relatif besar. Point source emitter dapat dipasang dengan pengeluaran (outlet) tunggal, ganda maupun multi.

b. Line source emitter yaitu dipasang dengan spasi yang lebih rapat dan mempunyai debit yang kecil. Pipa porous dan pipa berlubang juga dimasukkan pada katagori ini.

2.4 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi tanaman (ETc) adalah perpaduan dua istilah yakni evaporasi dan transpirasi. Kebutuhan air dapat diketahui berdasarkan kebutuhan air dari suatu tanaman. Apabila kebutuhan air suatu tanaman diketahui, kebutuhan air yang lebih besar dapat dihitung (Hansen dkk., 1986).

Evaporasi yaitu penguapan di atas permukaan tanah, sedangkan transpirasi yaitu penguapan melalui permukaan dari air yang semula diserap oleh tanaman. Atau dengan kata lain, evapotranspirasi adalah banyaknya air yang menguap dari lahan dan tanaman dalam suatu petakan karena panas matahari (Asdak, 1995 dalam Nurdianza,2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi adalah suhu air, suhu udara (atmosfir), kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari.

Pada waktu pengukuran evaporasi, kondisi/keadaan iklim ketika itu harus diperhatikan, mengingat faktor itu Sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan (Sosrodarsono, 1983 dalam Nurdianza, 2011).

(24)

11 Transpirasi pada dasarnya merupakan proses dimana air menguap dari tanaman melalui daun ke atmosfer. Sistem perakaran tanaman mengadopsi air dalam jumlah yang berbeda-beda dan ditransmisikan melalui tumbuhan dan melalui mulut daun (Viesman dkk., 1972).

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses transpirasi adalah suhu, kecepatan angin, kelembaban tanah, sinar matahari, gradien tekanan uap. Juga dipengaruhi oleh faktor karakteristik tanaman dan kerapatan tanaman (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1994 dalam Nurdianza, 2011).

Evapotranspirasi (ETc) adalah proses dimana air berpindah dari permukaan bumi ke atmosfer termasuk evaporasi air dari tanah dan transpirasi dari tanaman melalui jaringan tanaman melalui transfer panas laten persatuan area (Hillel, 1983).

Faktor yang mendukung kecepatan evapotranspirasi ada 3, yaitu (1) faktor iklim mikro, mencakup radiasi netto, suhu, kelembaban dan angin, (2) faktor tanaman, mencakup jenis tanaman, derajat penutupannya, struktur tanaman, stadia perkembangan sampai masak, keteraturan dan banyaknya stomata, mekanisme menutup dan membukanya stomata, (3) faktor tanah, mencakup kondisi tanah, aerasi tanah, potensial air tanah dan kecepatan air tanah bergerak ke akar tanaman (Linsley dkk., 1979).

Doonrenbos dan Pruitt (1977), menjelaskan bahwa untuk menghitung kebutuhan air tanaman berupa evapotranspirasi dipergunakan persamaan:

ETc = Kc × ETo ...(1) Keterangan:

Etc = evapotranspirasi potensial (mm/hari) Eto = evapotranspirasi acuan (mm/hari) Kc = koefisian konsumtif tanaman

Koefisien konsumtif tanaman (Kc) didefinisikan sebagai perbandingan antara besarnya evapotranspirasi potensial dengan evaporasi acuan tanaman pada kondisi pertumbuhan tanaman yang tidak terganggu. Dalam

(25)

12 hubungannya dengan pertumbuhan dan perhitungan evapotranspirasi acuan tanaman (ETo), maka dimasukkan nilai Kc yang nilainya tergantung pada musim, serta tingkat pertumbuhan tanaman (Allen, et al., 1998).

Tabel 1. Nilai Koefisien tanaman (Kc) cabai pada berbagai fase pertumbuhan

Fase pertumbuhan tanaman cabai Rata-

rata Awal Vegetatif Pembungaan pembuahan Pemasakan

0,30-0,40 0,60-0,75 0,95-1,10 0,85-1 0,80-0,90 0,70 - 0,80 Sumber: Dorenbos dan Kassam (1979)

Nilai koefisien tanaman dibagi atas empat fase pertumbuhan, yaitu: Kc initial (Kc in), Kc development (Kc dev), Kc middle (Kc mid), dan Kc end. Kc in merupakan fase awal pertumbuhan tanaman selama kurang lebih dua minggu, sedangkan Kc dev adalah koefisien tanaman untuk masa perkembangan (masa antara fase initial dan middle). Kc mid merupakan Kc untuk masa pertumbuhan dan perkembangan termasuk persiapan dalam masa pembuahan. Kc end merupakan Kc untuk pertumbuhan akhir tanaman dimana tanaman tersebut tidak berproduksi lagi (Allen, et al., 1998).

Evapotranspirasi acuan (ETo) adalah nilai evapotranspirasi tanaman rumput-rumputan yang terhampar menutupi tanah dengan ketinggian 8–15 cm, tumbuh secara aktif dengan cukup air, untuk menghitung evapotranspirasi acuan (ETo) dapat digunakan beberapa metode yaitu (1) metode Penman, (2) metode panci evaporasi, (3) metode radiasi, (4) metode Blaney Criddle dan (5) metode Penman modifikasi FAO (Sosrodarsono dan Takeda, 1983).

2.5 Debit Emitter

Debit adalah banyaknya volume air yang mengalir per satuan waktu.

Pada irigasi tetes debit yang diberikan hanya beberapa liter per jam. Debit untuk irigasi tetes bergantung dari jenis tanah dan tanaman. Debit irigasi tetes

(26)

13 yang umum digunakan adalah 4 l/jam, namun ada beberapa pengolahan pertanian menggunakan debit 2,6,8 l/jam. Penggunaan debit berdasarkan jarak tanam dan waktu operasi (Keller dan Bliesner, 1990).

Menurut James dkk (1982) dalam Prastowo (2002), pemberian air dalam jumlah yang kecil kemungkinan tidak akan dapat terserap oleh tanah dan tanaman, namun pemberian air dalam jumlah yang besar akan menimbulkan genangan dan aliran permukaan. Pemberian air pada irigasi tetes erat kaitanya dengan debit, hanya saja pada irigasi tetes debit relatif kecil per detiknya. Secara empiris debit aliran dari kebanyakan emitter dinyatakan dengan persamaan:

Q=KHx... (2) dimana : q : debit emitter, l/jam,

K : koefisien debit,

H : tekanan operasi pada emitter, m x : eksponen debit.

2.6 Kebutuhan Air Pada Irigasi Tetes

Pada irigasi tetes, evaporasi ditekan sekecil mungkin, sehingga secara praktis, kebuthan air tanaman hanya berupa transpirasi. Transpirasi harian pada periode puncak ditentukan dengan persamaan:

𝑇𝑑 = 𝑈𝑑[0,1(𝑃𝑑)0,5] ... (3)

dimana Td yaitu transpirasi harian pada periode puncak (mm/hari), Ud yaitu kebutuhan air harian rata-rata pada bulan puncak dan pertumbuhan tanaman maksimum dengan canopy sempurna (mm/hari), dan Pd yaitu persentase dari penutupan permukaan tanah oleh bayangan canopy pada siang hari (%) (Prastowo, 2002).

Pada saat canopy tanaman sangat sedikit, Pd sama dengan 1 % atau lebih besar dan Td minimum > 0.1 Ud. Bila canopy semakin meningkat, maka nilai Td akan mendekati nilai Ud, sehingga pada saat Pd = 100 %, maka

(27)

14 Td = Ud. Tanaman buah-buahan yang matang umumnya mempunyai nilai Pd maksimum = 80 %. Kebutuhan air irigasi bersih maksimum per pemberian (aplikasi) adalah sama dengan MAD (management allowed deficit) dan dihitung dengan persamaan:

dx =MAD100 100PwWaZ ...(4) dimana dx : jumlah air irigasi maksimum per aplikasi (mm),

Wa : air tersedia di dalam tanah (ml/m) Z : kedalaman perakaran (m).

(Prastowo, 2002).

2.7 Keseragaman Irigasi

Menurut Sapei (2003), keseragaman aplikasi air merupakan salah satu faktor penentu efisiensi irigasi yang dihitung dengan persamaan koefisien keseragaman irigasi (CU/Coefficient Uniformity) dengan menggunakan persamaan Christiansen:

𝐶𝑢 = {1 −∑[𝑥𝑖−𝑥̅∑ 𝑥𝑖 } ... (5) dimana: Cu = koefisien keseragaman irigasi (%)

xi = volume air pada wadah ke-i (ml)

x= nilai rata-rata dari volume air pada wadah (ml)

Σ [x−xi] = jumlah deviasi absolut rata-rata pengukuran (ml)

Keseragaman irigasi tetes dapat dikatakan seragam atau layak apabila nilai Cu lebih besar dari 90% (>90%). Nilai Cu yang rendah dapat dijadikan indikator kehilangan air melalui perkolasi sangat tinggi (Sapei, 2003).

2.8 Efisiensi Penyebaran Irigasi Tetes

Pemberian air irigasi dialirkan secara normal dan merata pada daerah perakaran. Pada hampir seluruh keadaan, makin merata air yang didistribusikan makin baik reaksi tanaman. Pendistribusian air merupakan suatu daya upaya pemakaian air yang benar-benar sesuai dengan

(28)

15 kebutuhan tanah dan tanaman. Penggunaan air irigasi yang efisien merupakan kewajiban setiap pemakai. Efisiensi penyebaran untuk mengetahui banyaknya air yang mampu membasahi tanah. Efisiensi ini untuk menunjukkan dimana peningkatan dapat dilakukan yang akan menghasilkan pemberian air irigasi yang lebih efisien. Rumus untuk efisiensi penyebaran air yang menggambarkan sampai dimana air didistribusikan secara merata sebagai berikut :

𝐸𝑑 = 100(1 −𝑦𝑑)... (6) dimana:

Ed = efisiensi penyebaran

y = angka deviasi rata-rata untuk kedalaman yang ditampung (cm)

d = kedalaman air rata-rata yang ditampung selama pemberian air irigasi tetes (Hansen, dkk, 1986).

2.9 Tanaman Cabai

Cabai atau lombok termasuk dalam suku terong-terongan (Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan vitamin C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila digunakan untuk rempah- rempah (bumbu dapur). Cabai dapat ditanam dengan mudah sehingga bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari tanpa harus membelinya di pasar.

Berikut klasifikasi tanaman cabai:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Solanales

(29)

16 Famili : Solanaceae (suku terung-terungan)

Genus : Capsicum Spesies : Capsicum annum L.

Gambar 1. Buah Cabai

Tanaman cabai cocok ditanam pada tanah yang kaya humus, gembur dan sarang serta tidak tergenang air; pH tanah yang ideal sekitar 5-6.

Tanaman cabai juga dapat tumbuh pada jenis tanah yang berbeda tetapi, tanaman cabai harus mempunyai drainase yang baik. Tanaman cabai dapat beradaptasi dengan baik pada cuaca panas, tetapi tidak dapat menghasilkan buah yang baik ketika suhu tertinggi pada malam hari mencapai 24oC. Pada umumnya, cabai dapat tumbuh dengan baik pada suhu 20-30oC.

Jumlah air yang dibutuhkan tanaman cabai merah selama pertumbuhan vegetatif adalah 250 ml tiap 2 hari pertanaman dan meningkat menjadi 450 ml tiap 2 hari pada masa pembungaan dan pembuahan. Dengan sistem irigasi tetes ini jumlah air untuk masing-masing tanaman dapat dikontrol dengan tepat sehingga tanaman cabai merah pun dapat tumbuh optimal (Sumarna, 1998)

(30)

17 III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di kecamatan Anggeraja, kabupaten Enrekang provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive sampling, yaitu pemilihan secara langsung dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu daerah yang sangat cocok dengan budidaya tanaman cabe merah. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, yaitu mulai dari Oktober hingga November 2014.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk pembuatan irigasi tetes pada penelitian ini yaitu: meteran, tiang bambu, gelas ukur, emiter, selang, kran, pipa PVC ½ inchi, sambungan pipa L dan T, ember kapasitas 30 liter, alat tulis menulis.

Penelitian ini menggunakan bahan-bahan yaitu: air dan Tanaman Cabe 3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut :

3.3.1 Menghitung Evapotranspirasi Acuan (ETo) berdasarkan data iklim BMKG (Tahun 2008-2011) dengan mengambil nilai rata-rata keseluruhan.

3.3.2 Menghitung Luasan Kanopi Tanaman Cabe 1. Menyiapkan alat dan bahan

2. Mengukur jari-jari kanopi tanaman cabe pada umur 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan

3. Menghitung luasan kanopi tanaman cabe merah pada umur 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan dengan rumus:

𝐴 = 𝜋𝑟2... (7) Dimana A = Luas kanopi tanaman (cm2)

r = jari-jari kanopi tanaman cabe (cm)

(31)

18 3.3.3 Mengitung Kebutuhan Air Tanaman bardasarkan transpirasi

Tanaman dengan persamaan (3).

3.3.4 Pengoperasian sistem irigasi tetes

 Tahap Persiapan 1. Menyiapkan alat dan bahan

2. Membuat jaringan irigasi tetes dengan panjang pipa lateral 3,7 m dengan jumlah emiter 14 buah.

3. Menempatkan wadah penampung dibawah emiter 4. Mengoperasikan jaringan irigasi emiter

5. Menghitung volume air yang tertampung dengan gelas ukur.

 Pengambilan data

Pengambilan data dilakaukan dengan prosedur sebagai berikut:

1. Mengoperasikan rangkaian percobaan emiter sebanyak 6 kali dengan mengatur pada ketinggian 1,92 m hingga 0,45 m dari permukaan tanah.

2. Mengukur volume air aplikasi tiap emiter menggunakan gelas ukur dalam waktu 2 menit

3. Menghentikan pengoperasian jaringan irigasi setelah pengukuran selesai.

 Pengujian kinerja emiter

1. Mengukur debit emiter (Q) pada tekanan (P) yang berbeda dengan selang waktu (t) selama 2 menit.

2. Mengukur perbandingan antara tekanan (P) dan debit (Q) dengan mengatur tekanan pada ketinggian 1,92 m

3.3.5 Pengujian kinerja rangkaian

1. Membuat rangkaian/jaringan irigasi tetes dengan mengatur ketinggian bak penampung 1,92 m hingga 0,45 m.

2. Mengisi bak penampung air sebanyak 30 liter.

3. Membuka kran air yang menuju ke pipa lateral yang terhubung dengan emiter.

4. Mengukur volume air yang tertampung hasil tetesan emiter.

(32)

19 5. Menghitung koefisien variasi dengan persamaan sebagai berikut

(Prastowo, 2002):

𝑉 =𝑆𝐷𝑞

𝑎 ... (8) Dimana SD = Standar deviasi (liter/jam)

V = Koefisien variasi

Qa = Laju debit rata-rata (liter/jam) 3.3.6 Pengolahan data

1. Menghitung debit air yang dikeluarkan oleh emiter.

2. Menghitung debit rata-rata emiter dengan persamaan:

𝑄 = 𝑉𝑡... (9) Dimana: Q = Debit emiter (l/jam)

V = Volume (l) T = Waktu (jam)

3. Menentukan perbandingan tekanan (P) dan debit(Q) dengan menggunakan persamaan (2).

4. Menghitung efisiensi keseragaman tetesan dengan persamaan (Prastowo, 2002):

𝐸𝑑 = 100(𝑞𝑛′/𝑞𝑟𝑎𝑡𝑎2) ... (10) 𝐸𝑑 = 100(1 − 𝜎𝑞/𝑞𝑟𝑎𝑡𝑎2) ... (11) Dimana: Ed = Efisiensi Distribusi (%)

Σq = Deviasi rata-rata laju emiter (l/jam)

qn’=debit rata-rata dari 25 % debit terendah (l/jam) q rata2 =Laju rata-rata emiter (l/jam)

5. Menghitung efisiensi aplikasi tetesan dengan persamaan:

𝐸𝑎 = 𝑞𝑚𝑖𝑛/𝑞𝑟𝑎𝑡𝑎2) ... (12) Dimana Ea =Efisiensi Aplikasi (%)

q min =Laju minimum emiter (l/jam) q rata2 =Laju rata-rata emiter (l/jam)

(33)

20 3.3.7 Pengaplikasian irigasi tetes pada tanaman

1. Menghitung kebutuhan air pertanaman dengan mengkonversi nilai transpirasi (kebutuhan air tanaman) dari milimeter perhari kedalam satuan liter perhari.

2. Menghitung waktu operasi irigasi tetes dengan persamaan (Prastowo, 2002):

𝑇𝑎 =𝑁 𝐺

𝑝 𝑥 𝑞𝑎... (13) Dimana Ta = Waktu operasi irigasi (jam/hari)

G = Kebutuhan air pertanaman (l/hari) Np = jumlah emiter pertanaman qa = debit rata-rata emiter (l/jam)

(34)

21 3.4 Diagram Alir Penelitian

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian Mulai

Mempersiapkan alat dan bahan

Menentukan sampel tanaman cabe merah yang berumur 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan.

Mengukur luasan Canopy Tanaman Cabe

Menghitung Kebutuhan air tanaman cabe pada berbagai tingkatan umur (1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan)

Mendesain operasi irigasi tetes

Pengujian aplikasi irigasi tetes pada tanaman

Menganalisis data

Selesai

(35)

22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sistem Irigasi Tetes

Gambar 3. Desain rancangan irigasi tetes

Rancangan sistem irigasi tetes terdiri dari pipa, selang, dan emiter.

Jaringan pipa utama untuk menghubungkan sumber air dengan pipa pembagi (manifold). Diameter pipa utama yang digunakan adalah ½ inch dengan panjang 0,7 m. Jumlah pipa yang digunakan adalah 1 buah yang dihubungkan dengan 2 pipa lateral. Sedangkan panjang pipa lateral yang digunakan adalah 3,5 m, yang dihubungkan dengan 7 emiter. Pipa yang digunakan pada jaringan irigasi tetes ini adalah pipa PVC. Jaringan pipa dari sistem irigasi tetes memiliki sambungan-sambungan pipa L dan T, dan 1 buah kran (katup). Rancangan jaringan irigasi tetes ini telah sesuai dengan pendapat yang di kemukakan oleh Michael (1978), yang menyatakan bahwa komponen-komponen penting dari suatu sistem irigasi tetes terdiri dari pipa utama, pipa sub utama, pipa lateral dan emiter. Dari pipa utama mengalir ke pipa sub utama dan dari pipa sub utama ke pipa lateral. Emiter dipasang ke pipa lateral yang berfungsi untuk mendistribusikan air ke lahan.

(36)

23 Peralatan utama yang mendukung jaringan irigasi tetes adalah bak penampungan dan katup. Bak penampung digunakan untuk menampung air yang dipakai sebagai air irigasi berasal dari ember yang berkapasitas 30 liter. Sedangkan kran yang digunakan berfungsi untuk membuka dan menutup aliran air menuju pipa pembagi, kran yang digunakan dipasang pada pipa utama

4.1.1 Debit Emiter

Dalam penerapan irigasi tetes pemilihan penetes/emiter didasarkan atas beberapa faktor, salah satunya adalah debit aplikasi dari emiter. Oleh karena itu dilakukan pengujian debit emiter untuk mengetahui debit apikasi dari masing-masing emiter pada tekanan yang berbeda-beda.

Pada pengujian yang di lakukan yaitu dengan menggunakan emiter tancap sebanyak 14 buah dengan merangkaikan secara lateral dalam satu pipa ukuran ½ inchi, dengan menguji pada ketinggian (tekanan) yang berbeda mulai dari 0,45 m - 1,92 m dari atas permukaan tanah. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh debit rata-rata serta yang dihasilkan tiap penetes pada tekanan yang berbeda. Hubungan tekanan dengan debit dapat kita lihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Debit Rata-Rata Emiter

No. Tinggi (m) Tekanan (psi) Debit rata-rata (l/jam)

1 1,92 2,729 2,41

2 1,45 2,061 2,14

3 1,22 1,734 2,01

4 1,22 1,734 1,99

5 0,75 1,066 1,82

6 0.47 0,668 1,56

Sumber: Data primer penelitian setelah diolah, 2014

Tabel 2, menunjukkan bahwa debit aplikasi mengalami perubahan pada masing-masing emiter. Semakin rendah tekanan (tinggi tekanan air) maka semakin rendah debit rata-rata yang dihasilkan. Untuk ketinggian

(37)

24 1,92 m, emiter mampu menghasikan debit rata-rata 2,41 l/jam. Hal ini sesuai dengan kriteria debit emiter yang diungkapkan oleh keller dan karmeli (1975), bahwa setiap emiter harus mampu meneteskan air sekitas 2-10 liter setiap jam pada tekanan yang diberikan.

Debit air pada emiter mengalami penurunan seiring dengan variasi penurunan tekanan atau ketinggian tower bak penampung air. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarna (1998) yang menyatakan bahwa, air yang dikeluarkan melaui penetes tergantung pada tekanan air dalam pipa untuk menghasilkan debit air yang diinginkan.

4.1.2 Hubungan Debit dan Tinggi

Aliran air dan debit air yang keluar dari emiter, dipengaruhi oleh besarnya tekanan yang diberikan, hal ini dapat diperhatikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa semakin tinggi letak bak penampung dari penetes maka debit yang dihasilkan semakin bertambah. Hubungan debit dan ketinggian dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabe 3. Hubungan Debit (Q) dengan Ketinggian (H)

H (m)

Debit (l/jam)

Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 Q10 Q11 Q12 Q13 Q14 1,92 2,4 2,49 2,46 2,55 2,43 2,34 2,4 2,31 2,25 2,37 2,46 2,49 2,37 2,4 1,45 2,13 2,34 2,28 2,19 2,04 2,01 2,04 2,01 2,19 2,07 2,31 2,16 2,07 2,1 1,22 2,1 2,13 2,22 1,98 1,92 1,92 1,95 1,86 1,98 1,89 2,13 2,04 2,01 1,95 1,22 1,83 2,16 2,13 1,98 1,95 1,95 1,92 1,83 2,04 1,92 2,1 2,04 1,95 2,01 0,75 1,65 2,01 2,04 1,59 1,71 1,77 1,74 1,8 1,86 1,77 1,86 1,89 1,95 1,86 0,47 1,62 1,56 1,56 1,44 1,53 1,56 1,68 1,65 1,62 1,62 1,41 1,5 1,5 1,65

Sumber: Data primer setelah dioah, 2014

Berdasarkan Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa semakin rendah tekanan aliran yang diberikan maka semakin rendah pula debit yang dikeluarkan emiter. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Varmairen dan Joblong (1980) yang menyatakan bahwa debit aliran air pada penetes tergantung pada tekanan hidrostatik yang bekerja pada emiter.

(38)

25 Debit aliran yang terjadi pada penetes dapat dilihat dari panjang dan letak sambungannya. Pada penelitian ini kinerja irigasi tetes diperoleh dengan melakukan pengujian sebanyak enam kali dengan tekanan yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan jumlah volume air setiap emiter. Hasil kinerja penetes dapat dilihat pada lampiran 3.

Gambar 4. Debit Rata-rata emiter dari rangkaian irigasi tetes

Pada Gambar 4, variasi debit yang dihasilkan dari kinerja irigasi yaitu debit rata-rata emiter terbesar pada emiter 2 dan 3 sebesar 2,115 liter/jam dan terendah pada emiter 8 yaitu 1,91 liter/jam. Adanya perbedaan keseragaman debit rata-rata yang dihasilkan emiter ini disebabkan adanya kehilangan tekanan akibat gesekan dalam pipa dan panjang pipa serta adanya faktor penyumbatan kotoran yang terdapat dalam pipa lateral, seperti halnya dikemukakan oleh Killer dan Bliesner (1990), menyatakan bahwa perubahan tekanan operasi pada sub unit pada lapangan datar disebabkan oleh kehilangan tekanan dan gesekan dinding pipa.

Pada Gambar 4, menunjukan bahwa debit tiap emiter yang diambil cukup seragam. Debit yang dihasilkan memiliki nilai selisih yang tidak signifikan. Debit emiter yang dihasilkan dalam pipa lateral pada sistem adalah sekitar 1,91 liter/jam-2,115 liter/jam. Ha ini sesuai dengan kriteria debit yang disyaratkan oleh keller dan karmeli (1975) menyatakan bahwa setiap emitter

1.9552.1152.115 1.9551.93 1.9251.911.9551.9751.941.9951.992.0452.02

0 0.5 1 1.5 2 2.5

1 3 5 7 9 11 13

Debit Rata-Rata (l/jam)

Emiter

(39)

26 harus mampu meneteskan air sekitar 2-10 liter/jam pada tekanan operasi yang lebih kecil dari 10 meter.

4.1.3 Koefisien Variasi

Koefisien variasi pada tiap pipa lateral cukup bervariasi seperti yang ditunjukkan pada gambar 5. Koefisien variasi pada pipa diperoleh dengan cara membandingkan antara debit aliran penetes (q) dengan laju debit rata- rata (qa) pada masing-masing penetes.

Pada pipa lateral, nilai koefisien variasinya lebih beragam pada setiap emiter (penetes), dimana setiap penetes mengalami penurunan atau peningkatan yang cukup tinggi. Pada hasil perhitungan deperoleh koefisien variasi tertinggi terdapat pada emiter (penetes) 4 sebesar 0,206, terendah pada emiter 9 yaitu 0,115 seperti hasil perhitungan koefisien variasi yang dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Koefisien variasi dari tiap emiter pada rangkaian irigasi tetes.

4.1.4 Keseragaman Tetesan

Desain yang tepat dari sistem irigasi harus memdapat keseragaman pemberian air pada tanah, sehingga mampu memberi air yang tepat selama selang waktu yang tepat. Desain sistem irigasi tetes yang ideal akan mencapai 100% keseragaman distribusi tetesan emiter, sehingga setiap tanaman dapat

0.157 0.151

0.1450.159 0.206 0.135

0.131 0.119

0.1150.1260.1340.1420.1610.182

0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250

1 3 5 7 9 11 13

Koefisien Variasi

Emiter

(40)

27 menerima jumlah air yang sama untuk pertumbuhan. Namun pada kenyataan dilapangan, keseragaman distribusi tetesan tidak mungkin bisa mincapai 100% karena banyak faktor yang mempengaruhi. menurut Freddie dkk.

(2003) tingkat keseragaman distribusi tetesan dikasifikasikan seperti lampiran 5.

Pada pengujian kinerja Irigasi tetes yang diterapkan pada tanaman cabe merah, niai efisiensi distribusi (Ed) adalah 97%. Ha ini menunjukan sistem irigasi yang dirancang dapat dikategorikan sangat baik karena memenuhi standar ASAE yaitu sebesar 94%-100%. (Lampiran 5)

Nilai variasi keseragaman dipengaruhi oleh cara pemasangan emiter, pipa lateral, maupun kinerja emiter itu sendiri. Sebagaimana dikemukakan oleh Keller dan Karmeli (1975), bahwa besarnya nilai keseragaman emisi penetes pada sistem banyak dipengaruhi oleh keseragaman produk dari emiter (penetes), pemasangan emiter pada sistem, dan pemeliharaan emiter dalam hal ini penyumbatan pada emiter harus dihindari.

4.2 Kinerja Irigasi Tetes

4.2.1 Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang digunakan oleh tanaman untuk dapat tumbuh normal yang biasa disebut juga evepotranspirasi. Besarnya kebutuhan air pada tanaman Cabe merah setiap fase pertumbuhannya berkaitan dengan koefisien tanamannya.

Nilai evapotranspirasi acuan tanaman (Eto) tertinggi terdapat pada pada bulan Maret yaitu 4,67 mm/hari, sedangkan nilai Eto terendah terdapat pada pada bulan Juli yaitu 3,18 mm/hari. Adanya variasi nilai Eto tersebut disebabkan adanya perbedaan suhu dan curah hujan pada masing-masing bulan. Musim hujan (November-April) evapotranspirasi yang terjadi nilainya lebih kecil dibandingkan dengan musim kemarau (Mei-Oktober). Hal ini disebabkan, pada musim kemarau lamanya penyinaran matahari lebih panjang

(41)

28 dan suhu akan meningkat sehingga keperluan transpirasi dari permukaan daun tanaman ke atmosfer tinggi, sebaliknya pada musim hujan lamanya penyinaran matahari lebih pendek dan suhu yang lebih rendah menyebabkan transpirasi dari permukaan daun tanaman ke atmosfer lebih rendah.

Nilai rata-rata evapotranspirasi acuan (Eto) tanaman diperoleh dengan merata-ratakan nilai evapotranspirasi acuan selama empat tahun berturut-turut mulai tahun 2008 sampai tahun 2011, berdasarkan sistem data dan informasi stasiun klimatologi Tanah Toraja (Berbatasan dengan Kab. Enrekang) sehingga diperoleh nilai ETo sebesar 3,883 mm/hari. Kebutuhan air tanaman pada berbagai tingkatan umur sangat bervariasi berdasarkan nilai koefisien tanaman dan musim, sehingga pada hasil perhitungan nilai evapotranspirasi (Etc) pada berbagai tingkatan umur diperoleh nilai Etc tertinggi pada tanaman cabe berumur tiga bulan yaitu 3,98 mm/hari dan nilai Etc terendah pada tanaman berumur satu bulan yaitu 1,359 mm/hari. Hal ini disebabkan karena pada umur tiga bulan merupakan tahap pembuahan sehingga nilai kebutuhan air tanaman lebih besar, sedangkan pada umur satu bulan merupakan fase awal pertumbuhan tanaman cabe.

Menurut Jansen (1980), nilai koefisien tanaman (Kc) diperoleh dari hasil perbandingan antara evapotranspirasi tanaman (Etc) dengan evapotranspirasi potensial (Eto). Dengan demikian, Etc merupakan hasil kali antara Eto dengan Kc.

Tabel 4. Hubungan antara umur tanaman dengan nilai Koefisien tanaman dan evapotranspirasi tanaman

Umur Nilai Kc Eto (mm/hari) Etc (mm/hari)

1 Bulan 0,35 3,883 1,359

2 Bulan 0,675 3,883 2,621

3 Bulan 1,025 3,883 3,980

4 Bulan 0,925 3,883 3,592

Sumber: Data primer penelitian setelah diolah, 2014

(42)

29 4.2.2 Kebutuhan Air Tanaman cabe Berdasarkan Tingkatan Umur

Kebutuhan air tanaman cabe pada berbagai tingkatan umur sangat bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh faktor evapotranspirasi (Etc) yang berbeda-beda tiap tingkatan umur tanaman yang umumnya semakin bertambah sejak priode tanam sampai memasuki umur tiga atau fase pembentukan Buah hingga pemasakan. Puncaknya terjadi Pada masa pembentukan buah hingga pemasakan buah tanaman yaitu 3,526 mm/hari.

Selain pengaruh besaran evapotranspirasi, kebutuhan air tanaman juga dipengaruhi oleh persentasi atau luasan permukaan tanah yang tertutupi kanopi daun tanaman. Pada umumnya kanopi tanaman selalu mengalami pertambahan luas seiringan dengan bertambahnya umur tanaman.

Selain pengaruh besarnya evapotranspirasi potensial (ETo), dan koefisien tanaman. Pada pertumbuhan tanaman normal, Kebutuhan air tanaman cabe juga sangat dipengaruhi oleh besarnya atau luasan lahan yang tertutupi kanopi tanaman. Sehingga semakin lama umur tanaman cabe maka semakin luas bagian yang tertutupi kanopi tanaman maka semakin besar pula air yang terserap oleh tanaman. Hal ini disebabkan luasan kanopi tanaman cabe menggambarkan panjang jari-jari perakaran tanaman. Pada penelitian ini diperoleh luasan kanopi rata-rata untuk umur satu bulan yaitu 716,685 cm2, dan umur empat bulan yaitu 2.824,553 cm2, dengan persentase penutupan lahan (Pd) yaitu 78,5 %

Tabel 5. Kebutuhai Air Tanaman Cabai Merah Pada berbagai umur Umur

(Bulan) Ud (mm/hari)

Luas Kanopi (cm2)

Pd (%)

Td (mm/hari)

Kebutuhan Air Tanaman (l/hari)

Kebutuhan Air Tanaman (l/jam)

1 1,359 716,685 78,5 1,204 0,110 0,005

2 2,621 1425,639 78,5 2,322 0,422 0,018

3 3,980 2555,303 78,5 3,526 1,148 0,048

4 3,592 2824,553 78,5 3,183 1,323 0,055

Sumber: Data primer penelitian setelah diolah, 2014

(43)

30 4.2.3 Waktu Operasional

Penentuan waktu operasional atau jadwal penyiraman Irigasi tetes sangat diperlukan untuk mengatur waktu pemberian air terhadap tanaman berdasarkan jumlah kebutuhan air dalam satuan periode serta besarnya laju tetesan emiter. Waktu operasional irigasi tetes pada tanaman cabe merah berdasarkan umur sangat beragam disebabkan kebutuhan air tanaman cabe pada berbagai tingkatan umur berbeda-beda. Semakin besar kebutuhan air tanaman (G) maka, semakin lama waktu operasional (Ta) yang diberikan pada aplikasi irigasi tetes.

Tabel 6. Waktu operasional irigasi tetes

Sumber: Data primer penelitian setelah diolah.

Pada Tabel 6. di atas menunjukkan bahwa waktu operasi irigasi tetes pada tanaman cabe merah akan terus mengalami peningkatan mulai dari umur tanam hingga umur 4 bulan. Hal ini disebabkan semakin bertambahnya kebutuhan air tanaman dengan bertambahnya usia tanaman cabe sementara debit rata-rata emiter yang digunakan sebesar 1,988 l/jam (konstan). Perubahan derastis waktu operasional irigasi tetes terjadi antara umur 2 hingga masuk umur 3 bulan yaitu dari 0,211 jam/hari pada umur 2 bulan hingga 0,574 jam/hari pada umur 3 bulan. Hal ini disebabkan pada bulan ke 3 mengalami pertumbuhan derastis dan memasuki fase pembuahan sehingga nilai Kc semakin besar. Waktu pengoperasian

Waktu Operasional (Ta) Umur

(bulan) G (l/hari) Jumlah Emiter (Np)

qa (l/jam)

Ta

(jam/hari) Ta (menit/hari)

1 0,110 1 1,988 0,055 3,3

2 0,422 1 1,988 0,211 12,66

3 1,148 1 1,988 0,574 34,44

4 1,323 1 1,988 0,6615 39,69

(44)

31 irigasi tetes juga sangat bervariasi dan selalu bertambah berdasarkan pertambahan umur dan kebutuhan air tanaman. Pada penelitian ini diperoleh kebutuhan air rata-rata tanaman keseuruhan sebesar 0,751 l/hari sehingga diperoleh rata-rata waktu pengoperasian irigasi tetes keseluruhan umur tanaman pada tanaman cabe merah sebesar 0,375 jam/hari.

(45)

32 V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Kebutuhan air tanaman cabe merah sangat beragam berdasarkan umur tanaman yaitu 0,11 l/hari untuk umur 1 bulan, 0,422 l/hari untuk umur 2 bulan, 1,148 l/hari untuk umur 3 bulan dan 1,323 l/hari untuk umur 4 bulan.

2. Waktu operasional irigasi tetes untuk tanaman cabe merah yaitu 0,055 jam/hari untuk tanaman berumur 1 bulan, 0,211 jam/hari untuk umur 2 bulan, 0,574 jam/hari untuk umur 3 bulan dan 0,662 jam/hari untuk tanaman yang berumur 4 bulan dengan debit rata-rata 1,988 l/jam 5.2 Saran

Adapun saran penulis yang diberikan adalah perlu informasi data terapdate, seperti iklim, penguapan, dan kadar air tanah sehingga hasil penelitian lebih valid.

(46)

33 DAFTAR PUSTAKA

Allen G. Richard, Pereira S. Luis, Raes Dirk and Smith Martin. 1994. FAO Irrigation and Drainase Paper No. 56 (Crop Evapotranspiration).

FAO-56_ Crop Evapotranspiration.pdf.

Asdak, C. 1995. Hidrolgi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Dalam Nurdianza (2011). Pengujian Irigasi Tetes (Drip irrigation) Pada Tanaman Strawberri (Fragaria Vesca L). Unhas. Makassar Dorrebons, J., and Pruitt, W., O., 1977. Guidelines for Predicting Crop Water

Requirements, Food and Agriculture Organization od the united Nation, Rome.

Giley, J.R.,-, Bahan Kuliah Irrigation Engineering, Texas A&M University, Texas Dalam Prastowo, 2002. Perkuliahan Irigasi Tetes, Universitas Sumatra Utara.

Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. R. Saur, Go Ban Hong, N. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. 488 p.

Hansen, V. E, W. I. Orson and E. S. Glen. 1992. Diterjamahkan oleh Tachyan dan Soetjipto. Dasar-dasar dan Praktek Irigasi. Edisi 4. Erlangga. Jakarta.

Hardjogiweno, H. S., 1987. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.

Hillel, D . 1982. Advances in Irrogation. Academic Press Inc. New York. Dalam Nurdianza (2011). Pengujian Irigasi Tetes (Drip irrigation) Pada Tanaman Strawberri (Fragaria Vesca L). Unhas. Makassar

James, G.J. 1988. Principles of farm irrigation system design. John Wiley &

Sons, Inc., New York, NY, USA. 543 pp.

Jensen, M.E.(ed.), 1980, Design and Operation of Farm Irrigation System, ASAE, Michigan

Keller, J. dan R.D. Bliesner, 1990, Sprinkler and Trickle Irrigation, Van Nostrand Reinhold, New York Dalam Nurdianza (2011). Pengujian Irigasi Tetes (Drip irrigation) Pada Tanaman Strawberri (Fragaria Vesca L). Unhas. Makassar

Keller, J. Karmeli D (1975). Trickle Irigation Design. Dalam Nurdianza (2011).

Pengujian Irigasi Tetes (Drip irrigation) Pada Tanaman Strawberri (Fragaria Vesca L). Unhas. Makassar

(47)

34 Linsley, R.K and J.B. Franzini. 1995. Teknik Sumberdaya Air. Dalam Nurdianza (2011). Pengujian Irigasi Tetes (Drip irrigation) Pada Tanaman Strawberri (Fragaria Vesca L). Unhas. Makassar

Michael, A.M., 1978. Irrigation, Theory and Practices, Vikas Publishing House PVT.Ltd., New Delhi. Dalam Nurdianza (2011). Pengujian Irigasi Tetes (Drip irrigation) Pada Tanaman Strawberri (Fragaria Vesca L).

Unhas. Makassar.

Nurdiaza, Andi. 2011. Pengujian Irigasi Tetes (Drip irrigation) Pada Tanaman Strawberri (Fragaria Vesca L). Unhas. Makassar.

Rizal, Muhammad. 2012. Rancang Bangun dan Uji Kinerja Sistem Kontrol Irigasi Tetes pada Tanaman Strawberry (fragaria vesca l.) Unhas.

Makassar.

Prastowo, 2002. Prosedur Rancangan Irigasi Tetes. Laboratorium Teknik Tanah dan Air, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sasrodarsono, S dan K. Takeda., 1982. Hidrologi dan Pengairan. Dalam Nurdianza (2011). Pengujian Irigasi Tetes (Drip irrigation) Pada Tanaman Strawberri (Fragaria Vesca L). Unhas. Makassar

Sudjarwadi, 1990. Teori dan Praktek Irigasi dalam Nurdianza (2011).

Pengujian Irigasi Tetes (Drip irrigation) Pada Tanaman Strawberri (Fragaria Vesca L). Unhas. Makassar

Sumarna, A. 1998. Irigasi Tetes Pada Budidaya Cabai. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.

Vermeiren, I dan G.A Jobling, 1980. Localized Irrigation, Design Instalation, Operation and Evaluation. FAO Irigation and Drainage Paper Vol. 46 Rome

Referensi

Dokumen terkait

Ini merupakan tahapan awal dalam proses sintesis protein yang nantinya proses tersebut akan berlanjut pada ekspresi sifat-sifat genetik yang muncul sebagai fenotip.. Dan

Sejak berdiri tahun 1980, dengan dukungan penuh dari mitra usaha baik perusahaan swasta, BUMN dan pemerintahan membuat Scomptec dapat tumbuh dan berkembang

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh ketika melakukan pra observasi menunjukkan bahwa di TK abc123 pada saat ini masih jarang dilaksanakan gerak irama

Dengan adanya media viewboard pada website surat keputusan Perguruan Tinggi Raharja dapat memberikan kemudahan bagi pengunjung dalam mendapatkan informasi klasifikasi jumlah

Faktor skliza je definiran kao omjer obodne komponente apsolutne brzine fluida koji napušta impeler u odnosu na obodnu brzinu lopatice na izlazu iz impelera. Jedna je od najvažnijih

Indusri barang bangunan dari kayu memperoleh kredit memiliki aset, omzet penjualan dan jumlah tenaga kerja lebih besar dari industri barang bangunan dari kayu

melakukan audit terkait kewajaran harga dari pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sudah selesai dan telah dibayar oleh Pejabat Pembuat Komitmen, maka Kepala Badan

• Reserves dalam suatu formasi yang telah terbukti produktif di daerah lain pada lapangan yang sama tetapi daerah tersebut dipisahkan oleh patahan dan interpretasi geologi