• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERUBAHAN KERAPATAN VEGETASI DI DESA PANTAI KABUPATEN TAPANULI TENGAH DAN KOTA SIBOLGA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PERUBAHAN KERAPATAN VEGETASI DI DESA PANTAI KABUPATEN TAPANULI TENGAH DAN KOTA SIBOLGA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

KOTA SIBOLGA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT

SKRIPSI

HAMZAH IRWANSYAH SIREGAR 141201014

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)

KOTA SIBOLGA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT

SKRIPSI

Oleh:

HAMZAH IRWANSYAH SIREGAR 141201014

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)

KOTA SIBOLGA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT

SKRIPSI

Oleh:

HAMZAH IRWANSYAH SIREGAR 141201014

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(4)
(5)

i

HAMZAH IRWANSYAH SIREGAR. Analysis of Vegetation Density Change in Coastal Villages of Tapanuli Tengah and Sibolga using Landsat Images. Supervised by ANITA ZAITUNAH and SAMSURI.

Indonesia is an archipelago country that has a long coast approximately 99,093 km. The Most of area is intensively exploited by human activities. The increasing of population and development activities in the coastal area of Tapanuli Tengah and Sibolga has caused degradation and conversion of forests which cause changes of vegetation density. This research was conducted by overlayed some spatial data of the year 2007 and 2017. It completed change analysis of the vegetation density and Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) values between 2007 and 2017. The research shows that the largest vegetation density changes was decreased of high dense class which is 62,48%.

The largest increased was occurred in the highest dense of 50,75%.

Keywords: Coastal area, Normalized Difference Vegetation Index, Vegetation Density.

(6)

ii

HAMZAH IRWANSYAH SIREGAR. Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga menggunakan Citra Landsat. Dibimbing oleh ANITA ZAITUNAH dan SAMSURI.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah pantai sepanjang kurang lebih 99.093 km, dimana daerah ini sangat intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia. Besarnya pertambahan jumlah penduduk dan aktivitas pembangunan di desa pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga sehingga terjadi degradasi dan konversi hutan yang menyebabkan perubahan kerapatan vegetasi yang besar pula. Penelitian ini dilakukan dengan menampalkan beberapa data spasial tahun 2007 dan 2017 untuk mendapatkan data perubahan kerapatan vegetasi dan nilai kisaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) pada tahun 2007 dan 2017. Hasil penelitian menunjukan perubahan kerapatan vegetasi terbesar adalah penurunan terbesar terjadi pada kelas sangat rapat 62,48 %. Peningkatan terbesar terjadi pada kelas rapat sebesar 50,75 %.

Kata Kunci : Pantai, Normalized Difference Vegetation Index, Perubahan Kerapatan Vegetasi.

(7)

iii

Hamzah Irwansyah Siregar lahir di Kota Pematangsiantar, Kecamatan Siantar Martoba, Provinsi Sumatera Utara pada 17 Desember 1995 dari Bapak Sahri Timbul Siregar dan Ibu Salamah Br. Tarigan. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.

Pada tahun 2008 penulis lulus dari SDN 122375 Kota Pematangsiantar.

Penulis kemudian melanjutkan studi ke SMP Swasta Yayasan Perguruan Tamansiswa Kota Pematangsiantar dan lulus pada tahun 2011. Penulis lulus pada tahun 2014 dari SMA Swasta Yayasan Perguruan Tamansiswa Kota Pematang Siantar. Pada tahun 2014, penulis diterima di Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) sebagai mahasiswa di Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Penulis mendapat beasiswa BIDIKMISI.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) RAIN FOREST KEHUTANAN USU sejak tahun 2015 dan sempat menjadi Badan Pengurus Harian (BPH) yaitu sebagai Sekretaris Divisi pada tahun 2017. Pada tahun 2016, penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Kawasan Hutan Mangrove Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai selama 10 hari.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Divisi Regional I Jawa Tengah KPH Kedu Selatan selama 30 hari pada tahun 2018.

(8)

iv

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul

“Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi di Desa Pantai Kabupaten

Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Menggunakan Citra Landsat” ini dengan baik untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan studi pada Program S1 Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

Penulis banyak menerima bimbingan, motivasi, saran, dan juga doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Teristimewa dari kedua orang tua yang sangat penulis sayangi yaitu Ayahanda Sahri Timbul Siregar dan Ibunda Salamah Br. Tarigan yang tidak pernah henti memberikan kasih sayang, doa, dukungan, juga nasihat yang tulus sampai sekarang ini dan juga kakak saya Nur Aliyah Br. Siregar, Nila Dama Yanti Br. Siregar serta abang saya Ismail Siregar dan Irwansyah Putra Batubara yang selalu membantu dan mendoakan saya selama proses penelitian hingga saat ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Anita Zaitunah, S.Hut., M.Sc. dan Dr. Samsuri, S.Hut., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

2. Onrizal, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Arif Nuryawan, S.Hut., M.Si., Ph.D selaku dosen penguji ujian komprehensif penulis.

3. Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

(9)

v

Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Republik Indonesia yang sudah memberikan beasiswa BIDIKMISI.

6. Balai Pemantapan Kawasan Hutan wilayah I Medan, Kepala Desa Tapian Nauli Bapak E. Sibagariang, Kepala Desa Jago-Jago Ibu Laili Fitri Purba, BAPPEDA Kabupaten Tapanuli Tengah Bang Deddi Arto Hutauruk dan KPH Kabupaten Tapanuli Tengah Kak Faradilla dan Bapak Asep yang telah membantu penulis di lapangan.

7. Seluruh sahabat penulis yaitu Azizun, Zuhri, Jody, Imam, Umri, Dedy, Harianto, Arfin, Fitri, Sri Mariani, Sartika Ginting, Dwi Anjarani, Wilda Lubis, Nur Fadillah, Afika, Adisti, dan Alumni HUT A 2014 yang telah membantu dan memberi semangat dalam proses penelitian.

Penulis sangat mengharapkan kritik, saran, dan masukan dari pembaca karena penulis sadar penelitian ini tidaklah sempurna. Semoga penelitian ini akan memberikan manfaat dan menyumbangkan kemajuan bagi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2018 Penulis

Hamzah Irwansyah Siregar

(10)

vi

Hal.

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 3

Ekosistem Pantai ... 3

Tutupan Lahan dan Penggunaan Lahan ... 5

Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis ... 6

Kerapatan Vegetasi ... 8

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 10

Alat dan Data Penelitian... 10

Metode Pengumpulan Data ... 11

Metode Analisis Data ... 13

Analisis NDVI ... 13

Analisis Tutupan Lahan Pada Kelas Kerapatan ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Nilai NDVI di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibilga Tahun 2007 dan 2017... 20

Analisi Tutupan Lahan Pada Kelas Kerapatan Vegetasi di Desa Pantai Tahun 2017... 23

Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Tahun 2007 dan Tahun 2017... 26

Nilai Luas Bidang Dasar (LBDS) pada Sebaran Nilai NDVI... 30

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 33

Saran... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(11)

vii

(12)

viii

No Hal.

1. Jenis Data Primer dan Sekunder yang diperlukan dalam Penelitian.... 11 2. Nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Desa

Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Tahun 2007

dan Tahun 2017 ... 20 3. Tutupan Lahan di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan

Kota Sibolga Tahun 2017 ... 23 4. Tutupan Lahan Pada Kelas Kerapatan Vegetasi Tahun 2017 ... 24 5. Perubahan Kerapatan Vegetasi di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli

Tengah dan Kota Sibolga antara Tahun 2007 dan tahun 2017... 26 6. Nilai Luas Bidang Dasar (LBDS) Vegetasi Mangrove dengan Nilai

Sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Tahun

2017... 31 7. Nilai Luas Bidang Dasar (LBDS) Vegetasi Pantai dengan Nilai

Sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Tahun

2017... 31

(13)

ix

No Hal.

1. Peta Lokasi Penelitian ... 10

2. Desain Petak Contoh Vegetasi Mangrove di Lapangan... 12

3. Desain Petak Contoh Vegetasi Pantai di Lapangan ... 12

4. Alur Tahapan Analisis Kerapatan Vegetasi ... 16

5. Alur Tahapan Analisis Tutupan Lahan pada Kelas Kerapatan Vegetasi... 19

6. Peta Sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Tahun 2007... 21

7. Peta Sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Tahun 2017... 22

9. Peta Tutupan Lahan di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Tahun 2017 ... 25

8. Peta Perubahan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Tahun 2007 dan 2017 ... 29

(14)

x

No Hal.

1. Analisis Vegetasi Hutan Mangrove dan Hutan Pantai di Kabupaten

Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga... 37 2. Titik Ground Check di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah

dan Kota Sibolga ... 46 3. Tipe Tutupan Lahan di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah

dan Kota Sibolga ... 50 4. Matrik Kontingensi Klasifikasi Tutupan Lahan Metode Terbimbing

di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga ... 51

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah pantai sepanjang kurang lebih 99.093 km (Badan Informasi Geospasial, 2015). Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga merupakan salah satu dari wilayah tersebut.

Pada daerah ini kebutuhan lahan sangat meningkat, sehingga intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia seperti: pemukiman, industri, pelabuhan, pertambakan, pertanian dan pariwisata. Hal ini menyebabkan timbul masalah-masalah baru di kawasan pantai seperti: erosi pantai dan sedimentasi.

Manusia memiliki kebutuhan untuk kelangsungan hidupnya yang menyebabkan manusia menjadi salah satu faktor terjadi degradasi dan konversi hutan. Peningkatan jumlah penduduk yang pesat tentu berpengaruh cukup besar terhadap penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah- kaidah rencana tata ruang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan, degradasi lingkungan/kerusakan lingkungan serta berkurangnya sumberdaya alam. Hal ini juga terjadi pada daerah pantai yang kepadatan penduduknya semakin lama semakin meningkat, dengan pertambahan jumlah penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan di desa pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga, maka tekanan ekologis terhadap ekosistem pantai semakin meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini tentunya dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pantai (Effendy, 2009).

Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan monitoring perubahan kerapatan vegetasi di desa pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.

Data perubahan kerapatan vegetasi sangat diperlukan sebagai upaya preventif dan

(16)

dasar pengelolaan suatu kawasan hutan yang harus dilakukan secara periodik.

Dengan memperhatikan hal tersebut diperlukan data-data spasial kawasan pantai yang direncanakan secara berkelanjutan. Maka perlu diadakan penelitian tentang analisis kerapatan vegetasi di kawasan hutan di Desa pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga tahun 2007 dan 2017.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan, yaitu:

1. Membedakan kerapatan vegetasi di desa pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga tahun 2007 dan tahun 2017.

2. Menghitung perubahan kerapatan vegetasi di desa pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga antara tahun 2007 dan 2017.

3. Mengukur tutupan lahan pada kelas kerapatan di desa pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Tahun 2017.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dasar bagi pihak yang terkait terutama pemerintah daerah dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove dan hutan pantai serta memperhatikan jalur hijau khususnya di desa pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan kawasan minapolitan yang berada di wilayah Pantai Barat Sumatera. Berada di ketinggian 0 – 1.266 meter diatas permukaan laut serta terletak pada 1°1100” - 2°2200 Lintang Utara dan 98°07’ - 98°12Bujur Timur. Kabupaten Tapanuli Tengah Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, sebelah selatan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, sebelah timur dengan Kabupaten Tapanuli Utara, dan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia (Badan Pusat Statistik, 2016).

Kota Sibolga merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara dan berada di Pantai Barat Sumatera. Kota ini terletak antara 1°42’ – 1°46’ Lintang Utara dan 98°46’ – 98°48’ Bujur Timur pada ketinggian antara 0-200 m diatas permukaan laut. Kota Sibolga terbagi atas 4 kecamatan dengan wilayah seluas 1.077 Ha. Berdasarkan topografi wilayahnya, sebanyak 6 kelurahan berada di daerah berbukit, dan 11 kelurahan berada di daerah yang landai. Semua kecamatan di Kota Sibolga memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan pantai, 11 kelurahan berada di wilayah pantai, dan 6 kelurahan tidak berada di wilayah pantai (Badan Pusat statistik, 2016).

Ekosistem Pantai

Sepanjang pantai di Indonesia ditumbuhi oleh berbagai vegetasi pantai yaitu vegetasi hutan pantai dan hutan mangrove. Pantai merupakan daerah yang berbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem darat. Hutan pantai memiliki manfaat yaitu dapat meredam hempasan gelombang tsunami, mencegah terjadinya

(18)

abrasi pantai, melindungi ekosistem darat dari terpaan angin dan badai, pengendali erosi, habitat flora dan fauna, tempat berkembangbiak, pengendali pemanasan global, penghasil bahan baku industri kosmetik dan obat-obatan serta sebagai penghasil bioenergy (Tuheteru dan Mahfudz, 2012) sedangkan hutan mangrove bermanfaat untuk perlindungan pantai, termasuk tsunami dan badai (Onrizal dan Mansor, 2018).

Perairan wilayah pantai merupakan salah satu ekosistem yang sangat produktif di perairan laut. Ekosistem ini dikenal sebagai ekosistem yang dinamik dan unik, karena pada wilayah ini terjadi pertemuan tiga kekuatan yaitu yang berasal daratan, perairan laut dan udara. Kekuatan dari darat dapat berwujud air dan sedimen yang terangkut sungai dan masuk ke perairan pesisir, dan kekuatan dari batuan pembentuk tebing pantainya, sedang kekuatan yang berasal dari perairan dapat berwujud tenaga gelombang, pasang surut dan arus, sedangkan yang berasal dari udara berupa angin yang mengakibatkan gelombang dan arus sepanjang pantai, suhu udara dan curah hujan (Vatria, 2010).

Dinamika pantai mengalami perkembangan yang cukup siginifikan setiap waktunya. Dinamika ini menimbulkan perubahan sehingga berdampak positif (penambahan luas daratan) dan berdampak negatif (tererosinya sebagian daratan yang mengakibatkan kemunduran garis pantai). Kedua dampak ini dapat terjadi dan selalu berubah sesuai dengan perubahan parameter dan kondisi lingkungan.

(Siswanto, 2011).

Mangrove merupakan beberapa jenis tumbuhan tropis maupun subtropis yang mampu bertahan hidup pada kadar salinitas air yang relatif tinggi dan substrat berlumpur. Umumnya ekosistem mangrove mampu tumbuh pada 4 zona,

(19)

yaitu pada zona daerah terbuka, daerah tengah, dan daerah yang memiliki sungai berair payau sampai hampir tawar, serta daerah perbatasan dengan wilayah daratan yang memiliki air tawar. Khususnya di zona perbatasan ini ditumbuhi oleh vegetasi dari kelompok palmae yaitu jenis Nypa frutican. Diketahui ada 3 fungsi utama hutan mangrove bagi kelestarian sumber daya yaitu fungsi fisik, fungsi bioekologis dan juga fungsi ekonomi yang pastinya menguntungkan bagi masyarakat maupun organisme yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove (Sasauw dkk, 2016).

Secara ekologis hutan mangrove telah dikenal mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung.

Ekosistem mangrove bagi sumberdaya ikan dan udang berfungsi sebagai tempat mencari makan, memijah, memelihara juvenil dan berkembang biak. Hutan mangrove merupakan habitat berbagai jenis satwa baik sebagai habitat pokok maupun sebagai habitat sementara (Djamali, 2004).

Tutupan Lahan dan Penggunaan Lahan

Tutupan lahan adalah kenampakan material fisik permukaan bumi.

Tutupan lahan dapat menggambarkan keterkaitan antara proses alami dan proses sosial. Tutupan lahan dapat menyediakan informasi yang sangat penting untuk keperluan pemodelan serta untuk memahami fenomena alam yang terjadi di permukaan bumi. Data tutupan lahan juga digunakan dalam mempelajari perubahan iklim dan memahami keterkaitan antara aktivitas manusia dan perubahan global (Sampurno dan Thoriq, 2016). Sangat penting untuk diketahui bahwasanya istilah tutupan lahan (land cover) tidaklah sama dengan penggunaan lahan (land use). Tutupan lahan berhubungan dengan biofisik yang ada

(20)

dipermukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berhubungan dengan aktivitas manusia pada cakupan lahan tertentu (Ekadinata dkk, 2008).

Kondisi tutupan lahan saat ini menjadi informasi penting dalam penyusunan rencana penataan wilayah pantai. Informasi ini akan memberi gambaran mengenai kondisi setiap tutupan lahan dan penggunaannya yang ada di wilayah pantai. Wilayah pantai yang sudah ditumbuhi vegetasi perlu diketahui kondisinya apakah baik atau tidak. Analisis kerapatan vegetasi akan memberi informasi mengenai tingkat kerapatan vegetasi di kawasan tersebut (Zaitunah dkk, 2018).

Penginderaan Jarak jauh dan Sistem Informasi Geografis

Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi (acquisition) tentang obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan tanpa adanya kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Terdapat empat komponen fisik yang terlibat dalam sistem penginderaan jauh. Keempat komponen fisik tersebut, yaitu :

a. Matahari sebagai sumber energi yang berupa radiasi elektromagnetik.

b. Atmosfer sebagai media perantara dari energi elektromagnetik.

c. Obyek yang akan diteliti.

d. Sensor yang mendeteksi radiasi elektromagnetik dari suatu obyek dan merubahnya menjadi bentuk signal yang selanjutnya dapat diproses dan direkam.

Penginderaan jauh dapat diartikan sebagai teknologi untuk mengidentifikasi suatu obyek di permukaan bumi tanpa melalui kontak langsung dengan obyek

(21)

tersebut. Saat ini teknologi penginderaan jauh berbasis satelit menjadi sangat populer dan digunakan untuk berbagai tujuan kegiatan, salah satunya untuk mengidentifikasi potensi sumber daya wilayah pantai dan lautan. Teknologi ini memiliki beberapa kelebihan, seperti: harganya yang relatif murah dan mudah didapat, adanya resolusi temporal (perulangan) sehingga dapat digunakan untuk keperluan monitoring, cakupannya yang luas dan mampu menjangkau daerah yang terpencil, bentuk datanya dijital sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan dan ditampilkan sesuai keinginan (Suwargana, 2008).

Sistem informasi geografis (SIG) merupakan suatu himpunan alat (tool) yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengaktifkan sesuai dengan kehendak pengguna, pentransformasian, serta penyajian data spasial dari suatu fenomena nyata di permukaan bumi untuk maksud-maksud tertentu (Burrough, 1986). Saat ini penggunaan dataset citra penginderaan jauh seperti Landsat dan SIG berperan sangat penting sebagai sebuah metode yang murah dan mudah dalam penyediaan data liputan kawasan pesisir dan dinamika didalamnya.

Pada data citra penginderaan jauh seperti Landsat TM dan ETM, karakteristik air, vegetasi dan tanah dapat dengan mudah diinterprestasi menggunakan jenis band sinar tampak (visible) dan inframerah (infrared). Absorbsi gelombang infra merah oleh air dan reflektansi beberapa jenis panjang gelombang yang kuat terhadap jenis obyek vegetasi dan tanah menjadikan teknik kombinasi ini ideal dalam memetakan distribusi perubahan darat dan air yang diperlukan dalam pengekstraksian perubahan (Kasim, 2012).

(22)

Kerapatan Vegetasi

Vegetasi merupakan sumberdaya alam utama dalam kehidupan makhluk hidup, yaitu sebagai penyedia makanan dan tempat bernaung bagi hewan dan manusia. Dalam suatu ekosistem hanya vegetasi yang mampu menyediakan energi bagi makhluk hidup melalui proses fotosintesa dengan bantuan sinar matahari, dalam bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh hewan maupun manusia berupa:

daun, buah, biji, maupun ubi. Gangguan/kerusakan yang terjadi pada sekelompok vegetasi menyebabkan perubahan keseimbangan ekosistem tempat vegetasi itu berada (Arnanto, 2013).

Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari pengolahan sinyal dijital data nilai kecerahan (brightness) beberapa kanal data sensor satelit. Untuk pemantauan vegetasi, dilakukan proses pembandingan antara tingkat kecerahan kanal cahaya merah (red) dan kanal cahaya inframerah dekat (near infrared). Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil dan pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil yang terdapat pada daun akan membuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada kanal-kanal tersebut akan jauh berbeda. Pada daratan non-vegetasi, termasuk diantaranya wilayah perairan, pemukiman penduduk, tanah kosong terbuka, dan wilayah dengan kondisi vegetasi yang rusak, tidak menunjukkan nilai rasio yang tinggi (minimum). Sebaliknya pada wilayah bervegetasi sangat rapat, dengan kondisi sehat, perbandingan kedua kanal tersebut akan sangat tinggi (maksimum). Hal ini disebabkan karena nilai dari rasio NIR/RED akan memberikan nilai yang sangat besar untuk tumbuhan yang sehat. Oleh karena itu, dikembangkanlah suatu

(23)

algoritma indeks vegetasi yang baru dengan normalisasi, yaitu NDVI (Sudiana dan Diasmara, 2008).

Hasil penisbahan antara band merah dan infa-merah menghasilkan perbedaan yang maksimum antara vegetasi dan tanah. Nilai-nilai asli yang dihasilkan NDVI selalu berkisar antara -1 hingga +1. Rentang nilai antara -1 hingga +1 hasil dari transformasi NDVI ini mempunyai presentasi yang berbeda pada penggunaan lahannya. Semakin besar nilai NDVI maka kerapatannya semakin tinggi, dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka diasumsikan bahwa areal tersebut merupakan tubuh air. Menurut Verhulst dan Govaerts (2010) Rumus yang digunakan adalah:

NDVI =

Keterangan: IR = nilai reflektansi band infra merah (band 4,5) R = nilai reflektansi band merah (3,4)

NDVI merupakan kombinasi antara tehnik penisbahan dengan tehnik pengurangan citra. Transformasi NDVI ini merupakan salah satu produk standar NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), satelit cuaca yang berorbit polar namun memberi perhatian khusus pada fenomena global vegetasi (Arnanto, 2013).

IR – R IR + R

(24)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2017 sampai dengan Mei 2018. Lokasi penelitian adalah di desa pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Provinsi Sumatera Utara (Gambar 1). Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Manajemen Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Data Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alat pengambilan data dan alat analisis data. Alat pengambilan data lapangan antara lain GPS (Global Position system), pita ukur, haga hypsometer, kamera foto, alat tulis.

(25)

Alat analisis data yang digunakan adalah Komputer, Excel, ArcGis 10.3, ERDAS Imagine 9.2.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder sebagamana tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis Data Primer dan Sekunder yang diperlukan dalam Penelitian

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengunduh citra Landsat 5 path/row 129/58 tahun 2007 dan citra Landsat 8 OLI path/row 129/58 tahun 2017 dari eartexplorer.usgs.gov yang diperlukan sesuai dengan tujuan analisis sebagai data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dengan pengamatan langsung ke lokasi penelitian (ground checking) dengan melakukan rekam koordinat titik pengamatan lapangan dari GPS serta kondisi sekitar titik lapangan yang dilengkapi gambar dan analisis vegetasi.

Analisis vegetasi menggunakan metode jalur berpetak. Jumlah plot yang digunakan 20 plot dengan menggunakan purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang ditentukan oleh peneliti berdasarkan kriteria tertentu (Wicaksono dkk, 2015). Transek pengamatan dibuat dengan petak-petak contoh dengan tingkat tegakan yaitu, tingkat pohon ukuran 10 x 10 m (hutan mangrove) dan 20 x 20 m (hutan pantai), sedangkan sub petak dibuat dengan ukuran 5 x 5 m (hutan mangrove) dan 10 x 10 m (hutan pantai) untuk tingkat pancang dan ukuran

No Nama Data Jenis Data Sumber Tahun

1 Data Lapangan (Ground check) berupa analisis vegetasi

Primer Data Lapangan 2017

2 Citra Landsat 5 path/row 129/58 Sekunder www.glovis.usgs.gov 2007 4 Citra Landsat 8 OLI path/row

129/58

Sekunder www.earthexplorer.usgs.gov 2017 5 Peta Administrasi Kabupaten

Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga

Sekunder Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Medan

2017

(26)

2 x 2 m (hutan mangrove) dan 5 x 5 m (hutan pantai) untuk tingkat semai, dengan desain plot contoh di lapangan dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2. Desain Petak Contoh Vegetasi Mangrove di Lapangan

Menurut Hariphin, dkk (2016), tingkat pertumbuhan yang diukur dalam kegiatan analisis vegetasi hutan mangrove, adalah sebagai berikut:

1. Semai : permudaan mulai dari kecambah sampai dengan tinggi < 1,5 m.

2. Pancang : permudaan dengan tinggi > 1,5 m dan diameter < 10 cm.

3. Pohon : pohon dengan diameter > 10 cm.

Gambar 3. Desain Petak Contoh Vegetasi Pantai di Lapangan

Menurut Pugesehan (2011), tingkat pertumbuhan yang diukur dalam kegiatan analisis vegetasi hutan pantai, adalah sebagai berikut:

1. Semai : permudaan mulai dari kecambah sampai dengan tinggi < 1,5 m.

2. Pancang : permudaan dengan tinggi > 1,5 m dan diameter < 10 cm.

3. Pohon : pohon dengan diameter > 20 cm.

5 x 5 m

2 x 2 m 10 x 10 m

10 meter 10 x 10 m

5 x 5 m 2 x 2 m

20 meter 5 x 5 m

10 x 10 m

10 x 10 m 5 x 5 m 20 x 20 m

20 x 20 m

(27)

Perhitungan analisis vegetasi tingkat pohon, pancang dan semai dilakukan dengan rumus (Soerianegara, 1983 dalam Syarifuddin dan Zulharman, 2012) :

Kerapatan (K) =

contoh plot

Luas

jenis suatu individu Σ

Kerapatan relatif (KR) = 100%

jenis semua Kerapatan

Total

jenis suatu Kerapatan

x

Frekuensi (F) =

contoh petak

seluruh

jenis suatu ditemukan petak

Σ Σ

Frekuensi relatif (FR) = x100%

jenis semua frekuensi

jenis suatu Frekuensi Σ

LBDS = ¼ × π × d2

Dominansi (D) =

contoh plot

Luas

jenis suatu area basal Total

Dominansi relatif (DR) = 100%

jenis seluruh Dominansi

Total

jenis suatu Dominansi

x

INP = KR + FR + DR (untuk pohon)

INP = KR + FR (untuk semai dan pancang)

Metode Analisis Data Pengolahan Citra 1. Analisis NDVI

a. Penggabungan Band Citra

Citra Landsat yang diunduh dari situs earthexplorer.usgs.gov mempunyai beberapa band dan terpisah setiap bandnya. Oleh karena itu, harus dilakukan penggabungan band citra terlebih dahulu agar dapat melakukan koreksi radiometrik. Penggabungan band citra tersebut dilakukan dengan menggunakan ERDAS Imagine 9.2.

(28)

b. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik dilakukan guna untuk menghilangkan gangguan pada citra akibat pengaruh atmosfer. Koreksi radiometrik dilakukan dengan cara memberikan penajaman pada kontras. Proses penajaman tersebut menggunakan model linier yang terdapat pada ERDAS Imagine 9.2.

c. Pemotongan Citra (Cropping Citra)

Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan gambar pada lokasi penelitian yang akan dilakukan secara lebih spesifik. Pemotongan citra dilakukan dengan menggunakan software ArcGis 10.3 menggunakan peta administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Tahun 2017.

d. Transformasi NDVI

Transformasi NDVI dilakukan dengan menggunakan software ArcGis 10.3 terhadap band merah dan inframerah dekat adalah band 3 (Red/Merah) dan 4 (Near Infrared/Inframerah Dekat) untuk Landsat 5 dan band 4 (Red/Merah) dan 5 (Near Infrared/Inframerah Dekat) untuk Landsat 8.

Prinsip kerja NDVI yaitu dengan mengukur tingkat kehijauan. Intensitas kehijauan pada citra landsat berkorelasi dengan tingkat kerapatan tajuk vegetasi dan mendeteksi tingkat kehijauan dengan kandungan klorofil daun. Rentang nilai antara -1 hingga +1 hasil dari transformasi NDVI ini mempunyai presentasi yang berbeda pada penggunaan lahannya. Semakin besar nilai NDVI maka kerapatannya semakin tinggi, dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka diasumsikan bahwa areal tersebut merupakan tubuh air. Menurut Verhulst dan Govaerts (2010) rumus yang digunakan yaitu :

(29)

NDVI =

Keterangan: IR = nilai reflektansi band infra merah (band 4,5) R = nilai reflektansi band merah (3,4)

Dalam pengklasifikasian nilai NDVI dibuat ke dalam 5 kelas yaitu: non vegetasi, jarang, agak rapat, rapat, dan sangat rapat. Hal ini dilakukan dengan menggunakan equal interval dalam software Acrgis (Zaitunah, 2018). Pembagian klasifikasi ini untuk mengetahui kerapatan vegetasi di desa pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Analisis perubahan kerapatan vegetasi dilakukan dengan menampalkan peta kerapatan vegetasi tahun 2007 dan tahun 2017. Proses dalam menganalisis perubahan kerapatan vegetasi sebagaimana tercantum pada Gambar 4.

IR – R IR + R

(30)

Gambar 4. Alur Tahapan Analisis Kerapatan Vegetasi Citra Landsat

Tahun 2007

Citra Landsat Tahun 2017

Analisis NDVI Analisis NDVI

Peta NDVI Peta NDVI

Klasifikasi Kerapatan Vegetasi

Klasifikasi Kerapatan Vegetasi

Peta Kerapatan Vegetasi 2007

Peta Kerapatan Vegetasi 2017

Overlay

Peta Perubahan Kerapatan Vegetasi

(31)

2. Analisis Tutupan Lahan Pada Kelas Kerapatan a. Penggabungan Band Citra

Citra Landsat yang diunduh dari situs earthexplorer.usgs.gov mempunyai beberapa band dan terpisah setiap bandnya. Oleh karena itu, harus dilakukan penggabungan band citra terlebih dahulu agar dapat melakukan koreksi radiometrik. Penggabungan band citra tersebut dilakukan dengan menggunakan ERDAS Imagine 9.2.

b. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik dilakukan guna untuk menghilangkan gangguan pada citra akibat pengaruh atmosfer. Koreksi radiometrik dilakukan dengan cara memberikan penajaman pada kontras. Proses penajaman tersebut menggunakan model linier yang terdapat pada ERDAS Imagine 9.2.

c. Pemotongan Citra (Cropping Citra)

Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan gambar pada lokasi penelitian yang akan dilakukan secara lebih spesifik. Pemotongan citra dilakukan dengan menggunakan software ArcGis 10.3 menggunakan peta administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Tahun 2017.

d. Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)

Klasifikasi terbimbing merupakan metode yang dipandu dan dikendalikan oleh pengguna dalam proses pengklasifikasiannya. Intervensi pengguna dimulai sejak penentuan area penelitian hingga tahap pengklasterannya.

Klasifikasi terbimbing dilakukan berdasarkan survey lapangan dengan membuat sampel polygon pada kelas-kelas tutupan lahan. Pengklasifikasian Kelas

(32)

tutupan lahan berdasarkan pada Standar Nasional Indonesia (2010). Metode yang digunakan adalah maximum likelihood yang terdapat pada software ERDAS Imagine 9.2.

e. Perhitungan Akurasi Klasifikasi Citra

Tingkat akurasi dalam klasifikasi citra dapat dilakukan dengan membandingkan hasil klasifikasi citra dengan data yang diperoleh di lapangan.

Perhitungan akurasi merupakan tahap yang menentukan apakah hasil klasifikasi citra sesuai dengan kondisi di lapangan atau tidak.

Akurasi biasanya dianalisis dalam suatu matriks kontingensi, yaitu matriks bujur sangkar yang memuat jumlah pixel dalam klasifikasi, sering disebut dengan error matrix atau confusion matrix (Affan dkk, 2010). Secara matematis, rumus untuk menghitung akurasi menurut Jaya (2015) sebagai berikut:

Kappa accuracy = 100%

1 2

1 1 x

X X N

X X X

N

n i

ni in n

i

n

i

ni in ii

 

Keterangan:

N : Jumlah semua pixel yang digunakan untuk pengamatan

Xii : Nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i Xin : Jumlah pixel dalam baris ke- i

Xni : Jumlah pixel dalam kolom ke-n

Akurasi kappa adalah akurasi yang mempertimbangkan semua elemen yang ada pada matrik kesalahan. Akurasi ini dianggap ukuran yang paling relevan, karena mempertimbangkan segenap sel yang ada pada matrik. Nilai akurasi >85% dikatakan bahwa hasil analisis dapat digunakan.

f. Analisis Tutupan Lahan Pada Kelas Kerapatan Vegetasi

Analisis tutupan lahan pada kelas kerapatan vegetasi dilakukan dengan menampalkan (overlay) peta tutupan lahan tahun 2017 dengan peta NDVI tahun

(33)

2017. Proses penampalan dilakukan dengan menggunakan software Arcgis 10.3 selanjutnya data tabel diolah dengan menggunakan software excel. Alur tahapan dalam proses analisis tutupan lahan pada kelas kerapatan vegetasi sebagaimana tercantum pada Gambar 5.

\

Gambar 5. Alur Tahapan Analisis Tutupan Lahan Pada Kelas Kerapatan Vegetasi Peta Tutupan

Lahan 2017

Peta Kerapatan Vegetasi 2017

Overlay

Peta dan Data Tutupan Lahan Pada Kelas Kerapatan Vegetasi

(34)

Sebaran Nilai NDVI di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Pada Tahun 2007 dan 2017

Pengolahan citra tahun 2007 dan 2017 dengan menggunakan index kerapatan vegetasi menghasilkan nilai dan sebaran NDVI. Nilai dan sebaran NDVI di desa pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga sebagaimana tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Tahun 2007 dan Tahun 2017 No Kelas Kerapatan

Vegetasi NDVI

2007 2017

Luas (Ha) Persentase

(%) Luas (Ha) Persentase (%)

1 Non Vegetasi < 0 526,84 0,61 5.772,93 6,67

2 Jarang 0 – 0,16 1.173,75 1,36 1.893,91 2,19

3 Agak Rapat 0,16 – 0,32 3.076,20 3,56 7.257,80 8,39

4 Rapat 0,32 – 0,48 7.959,38 9,20 51.852,18 59,95

5 Sangat Rapat > 0,48 73.745,01 85,27 19.704,37 22,78

Total 86.481,19 100 86.481,19 100

Berdasarkan data pada Tabel 2, tahun 2007 luas kelas kerapatan vegetasi setiap kisaran nilai NDVI yang paling besar adalah kelas kerapatan vegetasi sangat rapat, dengan kisaran NDVI yaitu > 0,48 dengan luas sebesar 73.745,01 ha atau 85,27% dari seluruh luas kawasan di desa pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Sedangkan pada tahun 2017 kelas kerapatan vegetasi rapat memiliki nilai yang besar berada pada kisaran nilai NDVI 0,32 – 0,48 memiliki luas 51.852,18 Ha atau 59,95 %. Peta sebaran NDVI dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.

(35)

Gambar 6. Peta Sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Tahun 2007

(36)

Gambar 7. Peta Sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Tahun 2017

(37)

Analisis Tutupan Lahan Pada Kelas Kerapatan Vegetasi di Desa Pantai Tahun 2017

Hasil analisis tutupan lahan diketahui ada 8 jenis tutupan lahan yaitu hutan, perkebunan, semak, lahan kosong, sawah, pemukiman, Mangrove dan badan air sebagaimana tercantum pada Tabel 3 dan Gambar 8. Pada citra yang diklasifikasi terdapat tutupan lahan yang tidak teridentifikasi. Hal ini karena pada daerah penelitian terdapat banyaknya awan dan bayangan awan yang menutupi tutupan lahan. Tingginya tutupan awan menjadi salah satu kelemahan citra sehingga mempengaruhi kualitas data hasil klasifikasi yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan pernyataan Putro dan Handayani (2015), yaitu salah satu permasalahan dalam memproses citra satelit adalah adanya noise yang akan mengganggu secara visual.

Di antara beberapa noise yang sering muncul salah satunya adalah awan. Awan akan dianggap sebagai pengganggu karena ia akan menutupi sebagian wilayah dari citra satelit.

Tabel 3. Tutupan lahan di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Tahun 2017

No Jenis Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

1 Hutan 24618,72 28,47

2 Perkebunan 26525,48 30,67

3 Lahan Kosong 10740,75 12,42

4 Sawah 10425,67 12,06

5 Badan Air 2799,39 3,24

6 Pemukiman 2549,18 2,95

7 Semak 1745,52 2,02

8 Mangrove 39,64 0,05

9 Tak teridentifikasi 7.036,84 8,14

Total 86.481,19 100

Hasil overlay peta tutupan lahan tahun 2017 dengan peta kerapatan vegetasi tahun 2017 menghasilkan jenis tutupan lahan pada kelas kerapatan vegetasi tahun 2017. Jenis tutupan lahan pada kelas kerapatan vegetasi yang digunakan tutupan lahan yang bervegetasi agar dapat mengetahui kondisi setiap

(38)

penutupan lahan pada kerapatan vegetasi di lokasi penelitian, sebagaimana tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis Tutupan Lahan bervegetasi pada Kelas Kerapatan Vegetasi Tahun 2017 Tutupan Lahan Tingkat Kerapatan Luas Kawasan (Ha) Luas (%)

Hutan Jarang 173,79 0,33

Hutan Agak Rapat 1.516,34 2,86

Hutan Rapat 20.036,31 37,74

Hutan Sangat Rapat 2.972,65 5,60

Mangrove Jarang 12,68 0,02

Mangrove Agak Rapat 32,06 0,06

Mangrove Rapat 75,55 0,14

Perkebunan Agak Rapat 13,48 0,03

Perkebunan Rapat 14.392,49 27,11

Perkebunan Sangat Rapat 12.119,44 22,83

Semak Agak Rapat 543,44 1,02

Semak Rapat 1.198,06 2,26

Semak Sangat Rapat 3,86 0,01

Total 53.090,15 100

Berdasarkan data pada Tabel 4, kelas tutupan lahan yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada kelas kerapatan rapat yaitu 37,74% merupakan kelas tutupan lahan hutan. Pada kelas tutupan lahan perkebunan nilai tertingi terdapat pada kelas kerapatan rapat yaitu 27,11% dari total luas kawasan. Sedangkan pada kelas tutupan lahan mangrove memiliki nilai tertinggi pada kelas kerapatan rapat yaitu 0,14%. Hal ini disebabkan karena banyaknya alih fungsi lahan dari kawasan hutan mangrove menjadi perkebunan, baik perkebunan milik masyarakat maupun milik perusahaan. Dari hasil survey lapangan perkebunan yang ada di desa pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga semakin meluas kearah kawasan pantai. Hal ini ditegaskan oleh Badan Statistik Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota sibolga tahun 2016 yang menyatakan bahwa banyaknya pembukaan lahan yang dijadikan perkebunan dan pemukiman, yang menyebabkan perubahan bentuk kawasan pesisir yang sebelumnya memiliki luas hutan mangrove yang besar menjadi berkurang.

(39)

Gambar 8. Peta Tutupan Lahan di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Tahun 2017

(40)

Analisis Perubahan Kerapatan Vegetasi di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Tahun 2007 dan Tahun 2017

Dalam menganalisis kerapatan vegetasi Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga menggunakan citra Landsat tahun 2007 dan 2017. Pada citra Tahun 2017 terdapat awan yang menutupi lahan di bawahnya sehingga sulit untuk melakukan identifikasi dengan baik. Oleh karena itu nilai NDVI yang dihasilkan ikut terpengaruh oleh faktor tersebut. Widiyati dkk, (2005) menyatakan bahwa faktor lain yang menyebabkan penyimpangan nilai NDVI adalah kabut yang mengakibatkan nilai NDVI lebih rendah dari keadaan yang sebenarnya. Salah satu kelemahan citra satelit Landsat terletak pada sensornya yang bersifat pasif, yang membuat kualitas data yang dihasilkan tergantung pada kondisi atmosfer pada saat perekaman.

Perubahan kelas kerapatan vegetasi didapat dari pengurangan luas kerapatan vegetasi tahun 2007 dengan tahun 2017 (Tabel 2). Hasil perubahan kerapatan vegetasi sebagaimana tercantum pada Tabel 5.

Tabel 5. Perubahan Kerapatan Vegetasi di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Tahun 2007 dan tahun 2017

No Kelas Kerapatan Vegetasi Perubahan

Luas (Ha) (%)

1 Non Vegetasi 5.246,09 6,07

2 Jarang 720,16 0,83

3 Agak Rapat 4.181,60 4,84

4 Rapat 43.892,80 50,75

5 Sangat Rapat 54.040,64* 62,48*

Keterangan (*) : Mengalami Penurunan

Berdasarkan data pada Tabel 5, diketahui adanya perubahan luas kelas kerapatan vegetasi pada setiap kisaran nilai NDVI tahun 2007 dan tahun 2017.

Perubahan luas kelas kerapatan vegetasi pada setiap kisaran nilai NDVI yaitu berupa penambahan luas dan pengurangan luas kerapatan sesuai dengan kelas

(41)

kerapatan vegetasinya. Pada tahun 2017 luas kerapatan vegetasi sangat rapat mengalami pengurangan seluas 54.040,64 Ha atau sekitar 62,48 %. Sedangkan pada kelas kerapatan vegetasi rapat mengalami penambahan luas di tahun 2017 seluas 43.892,80 Ha atau sekitar 50,75 %. Perubahan yang terjadi pada kelas kerapatan sangat rapat pada tahun 2017 sangat besar. Hal ini dikarenakan adanya degradasi dan konversi hutan pada wilayah pantai. Degradasi dan konversi hutan dipicu karena aktivitas manusia. Pertambahan penduduk yang sangat besar mendorong manusia menebang hutan dan mengkonversi hutan untuk keperluan keberlangsungan hidup. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zaitunah dkk, (2018) daerah dengan populasi padat dan banyaknya kegiatan manusia serta aksesbilitas tinggi dapat memicu dan mendorong manusia untuk mengubah penggunaan lahan.

Manusia tertarik mengkonversi hutan untuk mendapatkan pendapatan baru.

Dampak yang terjadi akibat perubahan kerapatan vegetasi dapat berupa erosi, banjir dan sedimentasi. Selain itu, perubahan yang terjadi juga berdampak berkurangnya peluang meredam gelombang akibat tsunami. Selain aktivitas manusia, tsunami merupakan salah satu penyebab terjadi perubahan kerapatan vegetasi. Setelah tsunami tahun 2004, pada tahun 2007 sebagian hutan pantai dan hutan mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga dikonversi menjadi pemukiman dan perkebunan (Badan Pusat Statistik, 2008) luas perkebunan semakin bertambah sampai tahun 2017. Berdasarkan penelitian Onrizal dan Mansor (2016), sebelum tsunami kondisi vegetasi pantai di Sumatera Utara yaitu hutan mangrove dengan kondisi sehat dan hutan pantai yang didominasi jenis Casuarina equisetifolia dengan kerapatan 171 individu/Ha.

(42)

Berdasarkan observasi lapangan pemerintah baru melakukan rehabilitasi hutan mangrove, namun setelah rehabilitasi jarang dilakukan pemantauan sehingga banyak permudaan yang tidak tumbuh dengan baik. Masyarakat yang berada di sekitar hutan pantai dan hutan mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga tidak terlalu peduli dengan kondisi hutan mangrove dan hutan pantai. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang lingkungan menyebabkan kerusakan hutan mangrove, hutan pantai dan tercemarnya air laut yang dapat merusak ekosistem laut.

Berdasarkan hasil overlay peta kerapatan vegetasi tahun 2007 dan tahun 2017, dapat diketahui perubahan setiap kelas kerapatan vegetasi di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga. Pada kelas sangat rapat mengalami perubahan yang tinggi ke kelas rapat. Perubahan setiap kelas kerapatan vegetasi di wilayah pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga tahun 2007 ke tahun 2017 dapat dilihat pada Gambar 9.

(43)

Gambar 9. Peta Perubahan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) di Desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga Tahun 2007 dan 2017

(44)

Nilai Luas Bidang Dasar (LBDS) Pada Sebaran Nilai NDVI

Analisis vegetasi mangrove di Desa Jago-Jago dan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah menunjukkan terdapat 7 jenis tumbuhan mangrove yaitu Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Rhizopora apiculata, Rhizopora mucronata, Rhizopora stylosa dan Soneratia alba. Analisis vegetasi pantai di Desa Pandan dan Binasi menunjukan terdapat 6 jenis tumbuhan pantai yaitu Akasia (Acacia auriculiformis), Cemara Laut (Casuarina equisetifolia), Waru (Hibiscus tilliaceus), Kupu-kupu (Bauhinia purpurea), Ketapang (Terminalia catappa) dan Trembesi (Samanea saman)

Hasil dari hubungan nilai LBDS dengan nilai sebaran NDVI dapat diketahui keakuratan kerapatan vegetasi mangrove dan pantai di lapangan dengan kerapatan vegetasi menggunakan NDVI. Vegetasi hutan mangrove tidak ditemukan kelas kerapatan jarang, berdasarkan observasi lapangan hutan mangrove yang berada di lokasi penelitian merupakan mangrove yang masih muda dan baru saja direhabilitasi sehingga keadaan hutan mangrove kelas kerapatan jarang tidak ditemukan. Nilai sebaran NDVI hutan mangrove adalah 0,16 – 0,32 sampai > 0,48 sebagaimana tercantum pada Tabel 6. Vegetasi hutan pantai tidak ditemukan kelas kerapatan sangat rapat. Hal ini dikarenakan pada hutan pantai yang berada di desa Pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga sudah banyak yang terkonversi menjadi lahan perkebunan maupun pemukiman. Selain itu, banyak tempat wisata yang dibangun dekat dengan pantai yang tidak mempertimbangkan kelestarian lingkungan. Nilai sebaran NDVI hutan pantai adalah 0 – 0,16 sampai 0,32 – 0,48 sebagaimana tercantum pada Tabel 7.

(45)

Tabel 6. Nilai Luas Bidang Dasar (LBDS) Vegetasi Mangrove dengan Nilai Sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Tahun 2017

Plot LBDS m2/Ha Nilai NDVI Sebaran NDVI Kelas Kerapatan Vegetasi

1 6,63 0,21 0,16 - 0,32 Agak Rapat

2 9,46 0,17 0,16 - 0,32 Agak Rapat

3 3,32 0,16 0,16 - 0,32 Agak Rapat

4 6,63 0,31 0,16 - 0,32 Agak Rapat

5 9,46 0,18 0,16 - 0,32 Agak Rapat

6 9,95 0,42 0,32 - 0,48 Rapat

7 9,95 0,39 0,32 - 0,48 Rapat

8 9,95 0,46 0,32 - 0,48 Rapat

9 9,95 0,33 0,32 - 0,48 Rapat

10 11,79 0,37 0,32 - 0,48 Rapat

11 11,79 0,33 0,32 - 0,48 Rapat

12 11,83 0,42 0,32 - 0,48 Rapat

13 15,11 0,39 > 0,48 Sangat Rapat

14 12,78 0,49 > 0,48 Sangat Rapat

15 12,78 0,53 > 0,48 Sangat Rapat

16 12,78 0,60 > 0,48 Sangat Rapat

17 12,29 0,54 > 0,48 Sangat Rapat

18 12,29 0,59 > 0,48 Sangat Rapat

19 15,11 0,61 > 0,48 Sangat Rapat

20 12,29 0,55 > 0,48 Sangat Rapat

Tabel 7. Nilai Luas Bidang Dasar (LBDS) Vegetasi Pantai dengan Nilai Sebaran Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Tahun 2017

Plot LBDS m2/Ha Nilai NDVI Sebaran NDVI Kelas Kerapatan Vegetasi

1 1,6 0,02 0 - 0,16 Jarang

2 1,72 0,14 0 - 0,16 Jarang

3 1,6 0,13 0 - 0,16 Jarang

4 1,6 0,15 0 - 0,16 Jarang

5 1,72 0,13 0 - 0,16 Jarang

6 1,67 0,15 0 - 0,16 Jarang

7 2,4 0,19 0,16 - 0,32 Agak Rapat

8 2 0,24 0,16 - 0,32 Agak Rapat

9 2 0,17 0,16 - 0,32 Agak Rapat

10 2 0,18 0,16 - 0,32 Agak Rapat

11 2 0,24 0,16 - 0,32 Agak Rapat

12 2,4 0,20 0,16 - 0,32 Agak Rapat

13 2,4 0,25 0,16 - 0,32 Agak Rapat

14 2,45 0,23 0,16 - 0,32 Agak Rapat

15 3,12 0,33 0,32 - 0,48 Rapat

16 2,67 0,35 0,32 - 0,48 Rapat

17 4,02 0,41 0,32 - 0,48 Rapat

18 3,12 0,39 0,32 - 0,48 Rapat

19 4,02 0,33 0,32 - 0,48 Rapat

20 6,15 0,42 0,32 - 0,48 Rapat

(46)

Berdasarkan hasil overlay peta sebaran NDVI tahun 2017 dengan titik lapangan tahun 2017, dapat diketahui hubungan vegetasi mangrove dan vegetasi pantai di lapangan dengan nilai NDVI. Berdasarkan data Tabel 6 dan Tabel 7, semakin tinggi nilai LBDS semakin tinggi pula tingkat kerapatan vegetasi. Nilai LBDS ditentukan oleh besarnya diameter pada setiap jenis tumbuhan, semakin besar diameter suatu tumbuhan maka nilai LBDSnya juga semakin besar. Menurut Abdurachman (2012) menyatakan bahwa perbandingan nilai LBDS jumlah pohon yang lebih sedikit memiliki diameter yang besar dengan jumlah pohon yang banyak memiliki diameter kecil nilai LBDSnya hampir sama. Menurut Sumarna (2008), diameter juga dapat menyatakan luas tajuk suatu tumbuhan, dimana dengan bertambahnya diameter akan berpengaruh juga terhadap pertumbuhan tajuk pohon. Hubungan diameter batang dengan luas tajuk saling keterkaitan yang signifikan diantara keduanya.

(47)

Kesimpulan

Kelas kerapatan vegetasi di desa pantai Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga tahun 2007 terluas adalah kelas sangat rapat dengan luas 73.745,01 Ha atau 85,27 % dan tahun 2017 terluas adalah kelas rapat dengan luas 51.852,18 Ha atau 59,95 %. Perubahan kelas kerapatan vegetasi terbesar tahun 2007 hingga tahun 2017 adalah penurunan pada kelas sangat rapat sebesar 62,48 % dan peningkatan pada kelas rapat sebesar 50,75 %. Tutupan lahan pada kelas kerapatan vegetasi terbesar adalah kelas tutupan lahan hutan yang berada pada kelas kerapatan vegetasi rapat.

Saran

Beberapa kegiatan manusia berpotensi merusak dan mengancam kelestarian vegetasi pantai seperti penebangan liar dan konversi ke penggunaan lahan lainnya. Oleh karena itu, pemeliharaan vegetasi pantai diperlukan untuk menjaga kelestariannya. Maka dari itu diperlukan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan vegetasi pantai.

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman. 2012. Riap Diameter Hutan Bekas Tebangan Setelah 20 Tahun Perlakuan Perbaikan Tegakan Tinggal di Labanan Berau, Kalimantan Timur. Penelitian Dipterokarpa. 6 (2) : 121-129.

Affan, M., Faizah, dan Dahlan. 2010. Land Cover Change Analysis Using Satellite Image. Natural. 10 (1) : 50-55.

Arnanto, A. 2013. Pemanfaatan Transformasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Citra Landsat Tm Untuk Zonasi Vegetasi Di Lereng Merapi Bagian Selatan. Geomedia. 11 (2) : 155-170.

Badan Informasi Geospasial. 2015. Mengawal Kedaulatan Maritim Indonesia.

Majalah Geospasial Indonesia. 4 : 6-9.

Badan Pusat Statistik. 2008. Kabupaten Tapanuli Tengah Dalam Angka 2008.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Tengah. Tapanuli Tengah Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Tapanuli Tengah Dalam Angka 2016.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Tengah. Tapanuli Tengah.

Burrough, P.A. 1986. Principles of Geographical Information System For Land Resources Assessment. Oxford University Press Inc. New York.

Djamali, R. 2004. Persepsi Masyarakat Desa Pantai Terhadap Kelestarian Hutan Mangrove. Makalah Pribadi Falsafah Sains.

Effendy, M. 2009. Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu: Solusi Pemanfaatan Ruang, Pemanfaatan Sumberdaya Dan Pemanfaatan Kapasitas Asimilasi Wilayah Pesisir Yang Optimal Dan Berkelanjutan.

Kelautan. 2 (1) : 81-86

Ekadinata, A., Dewi, S., Hadi, D., Nugroho, D., dan Johana F. 2008. Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaan Bentang Lahan Berbasis Sumberdaya Alam. Buku 1: Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan jauh Menggunakan ILWIS Open Source. World Agroforestry Center. Bogor.

Hariphin., Linda, R., dan Rusmiyanto, E. 2016. Analisis Vegetasi Hutan Mangrove di Kawasan Muara Sungai Serukam Kabupaten Bengkayang.

Protobiont. 5 (3) : 66-72.

Jaya, I.N.S. 2015. Analisis Citra Digital: Prespektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

(49)

Kasim, F. 2012. Pendekatan Beberapa Metode Dalam Monitoring Perubahan Garis Pantai Menggunakan Dataset Penginderaan Jauh Landsat dan SIG.

Agropolitan. 9 (1) : 620-635.

Lillesand, T.M. dan R.W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra Diterjemahkan oleh Dulbahri. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Onrizal dan Mansor, M. 2016. Status of coastal forests of the Northern Sumatra in 2005 (after 2004’s tsunami catastrophe). Biodiversitas. 17 (1) : 44-54.

Onrizal dan Mansor, M. 2018. A decade of mangrove recovery at affected area by the 2004 tsunami along coast of Banda Aceh city. Earth and Environmental Science. IOP Publishing. 126 : 1-6.

Pugesehan, D.J. 2011. Analisis Kondisi Hutan di Kawasan Pantai Natsepa Kabupaten Maluku Tengah. Agroforestri. 6 (1) : 12-17.

Putro, F.W., dan Handayani. T. 2015. Penghilangan Awan Pada Citra Satelit Dengan Citra Multi Temporal Dan InpaintingBerbasis Self Organizing Map. Dinamika Teknologi. 7 (1) : 5-21.

Sampurno, M., dan Thoriq., A. 2016. Klasifikasi tutupan lahan menggunakan citra landsat 8 operational land imager (OLI) di kabupaten Sumedang.

Teknotan. 10 (2) : 61-70.

Siswanto, A.D. 2011. Kajian Sebaran Substrat Sedimen Permukaan Dasar di Perairan Pantai Kabupaten Bangkalan. Embriyo. 8 (1) : 1-8.

Sasauw, J., Kusen, J. D., dan Schaduw, J.N.W. 2016. Struktur Komunitas Mangrove Di Kelurahan Tongkaina Manado. Pesisir dan Laut Tropis.

2 (1) : 17-22.

Standar Nasional Indonesia. 2010. Klasifikasi Penutup Lahan. Jakarta. No. 7645.

ICS. 07.040. Jakarta.

Sudiana, D., dan Diasmara, E. 2008. Analisis Indeks Vegetasi Menggunakan Data Satelit NOAA/AVHRR dan TERRA/AQUA-MODIS. Seminar on Intelligent Technology and Its Applications 2008.

Sumarna, Y. 2008. Pengaruh Diameter dan Luas Tajuk Pohon Induk Terhadap Potensi Permudaan Alam Tingkat Semai Tumbuhan Penghasil Gaharu Jenis Karas. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 5 (1) : 21-27.

Suwargana, N. 2008. Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan Data Penginderaan Jauh Di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi.

Penginderaan Jauh. 5 (1) : 64-74.

(50)

Syarifuddin, A., dan Zulharman. 2012. Analisa Vegetasi Hutan Mangrove Pelabuhan Lembar Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat.

Gamma. 7 (2) : 01-13.

Tuheteru, F. D., dan Mahfudz. 2012. Ekologi, Manfaat dan Rehabilitasi Hutan Pantai Indonesia. Balai Penelitian Kehutanan Manado. Manado.

Vatria, B. 2010. Berbagai Kegiatan Manusia Yang Dapat Menyebabkan Terjadinya Degradasi Ekosistem Pantai Serta Dampak Yang Ditimbulkannya. Belian. 9 (1) : 47-54.

Verhulst, N., dan Govaerts, B. 2010. The Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) GreenSeeker Handheld Sensor: Toward the Integrated Evaluation of Crop Management. Part A: Concepts and Case Studies.

D.F; CIMMYT. Mexico.

Wahyunto dan Dariah, A. 2014. Degradasi Lahan di Indonesia: Kondisi Existing, Karakteristik, dan Penyeragaman Definisi Mendukung Gerakan Menuju Satu Peta. Sumberdaya Lahan. 8 (2) : 81-93.

Wicaksono, H., Putra, E.T.S., dan Muhartini, S. 2015. Kesesuaian Tanaman Ganyong (Canna indica L), Suweg (Amorphophallus paeoniifolius), dan ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) pada Agroforestri Perbukitan Menoreh. Vegetalika. 4 (1) : 87-101.

Widiyati. A, Ekadinata A., dan R. Syam. 2005. Alih Guna Lahan di Kabupaten Nunukan: Pendugaan Cadangan Karbon Berdasarkan Tipe Tutupan Lahan dan Kerapatan Vegetasi Pada Skala Landskap.

http://www.worldagroforestry.org/seaPublicationsfiles/book/BK0089- 05/BK0089-05-2.pdf. [10 Mei 2018].

Zaitunah. A., Samsuri., Ahmad. A.G., Safitri. R.A. 2018. Normalized difference vegetation index (NDVI) Analysis for Land Cover Types Using Landsat 8 Oli in Besitang Watershed, Indonesia. Friendly City 4’From Research To Implementation For Better Sustainability. IOP Publishing. 126 : 1-10.

Zaitunah. A., Samsuri., Slamet. B. 2018. Analysis of Greenbelt in Sibolga for Tsunami Mitigation. Earth and Environmental Science. IOP Publishing.

166 : 1-11.

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 2. Desain Petak Contoh Vegetasi Mangrove di Lapangan
Gambar 4. Alur Tahapan Analisis Kerapatan VegetasiCitra Landsat
Gambar 5. Alur Tahapan Analisis Tutupan Lahan Pada Kelas Kerapatan VegetasiPeta Tutupan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tentang analisis perubahan kerapatan vegetasi dengan menggunakan citra penginderaan jauh berupa citra Landsat tahun perekaman 1989,

Dalam struktur kekerabatan masyarakat pesisir Sibolga memiliki sistem kekerabatan adat Sumando yang mana bagi masyarakat pesisir Sibolga Tapanuli Tengah, sumando

Kegiatan perambahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat telah menyebabkan berkurangnya kerapatan vegetasi dalam kawasan Taman Wisata Alam Ruteng site hutan Lok Pahar yang

Ipar laki-laki, dalam pesisir Tapanuli Tengah Sibolga disebut dengan Tak ajo/ ajo (jika memiliki saudara banyak, bisa menyebutkan warna kulit maupun sifat sebagai

Pada citra terklasifikasi tutupan lahan, citra terklasifikasi fungsi kawasan hutan dan citra terklasifikasi kerapatan vegetasi terlebih dahulu dilakukan konversi dari

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data distribusi bagan tancap di perairan Tapanuli Tengah dan Sibolga yang di petakan selama ± 20 tahun terakhir

Hasil dan Pembahasan Hasil pada penelitian ini menghasilkan data kerapatan vegetasi NDVI Kota Bandung pada tahun 1990, 2000, 2017 yang diturunkan dari data Citra Landsat 7 untuk tahun

Jenis vegetasi di Stasiun 4 Stasiun Jenis Nama Ilmiah Kelimpahan/ kerapatan per plot F-1 Inlet Lebar hutan pantai = 22 m Lamtoro pohon Leucaena leucocephala 2