• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Pada UD. Lajamin Untuk Memperbaiki Kualitas Produk Tas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Penerapan Metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Pada UD. Lajamin Untuk Memperbaiki Kualitas Produk Tas"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Dosen Indonesia Semesta (DIS)-DPD Jatim 51

Penerapan Metode FMEA ( Failure Mode and Effect Analysis) Pada UD. Lajamin Untuk Memperbaiki Kualitas Produk Tas

Muhammad Zahidil Mukhtar, Moh. Jufriyanto, Yanuar Pandu Negoro

Program studi Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Gresik, Jl. Sumatra 101, kec. Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur 61121

E-mail: zahidilmukhtar00@gmail.com

Abstrak — UD. Lajamin merupakan usaha dagang yang bergerak di industri manufaktur tas. Selama ini produk tas yang dihasilkan sering mengalami kecacatan yang jumlahnya melebihi standar perusahaan. Untuk memperbaiki kualitas produk perlu diterapkan metode FMEA dengan tahapan mencari jenis, sebab dan akibat kecacatan. Berdasarkan metode FMEA, kecacatan dengan nilai RPN (Risk Priority Number) tertinggi yang harus diperbaiki adalah jahitan tidak rapi, cacat sobek, cacat aksesoris. Hal ini dijadikan dasar penyusunan usulan pada mitra kegiatan pengabdian masyarakat untuk memperbaiki kualitas produk dan mengurangi kecacatan produk. Usulan perbaikan disosialisasikan pada pemilik usaha mitra sehingga bisa dipahami dan diterima dengan baik.

Kata Kunci — FMEA, Kualitas, Tas.

Abstract — UD. Lajamin is a trading business engaged in the bag production manufacturing industry. So far, the resulting bag products often experience defects that exceed the company's standards. To improve product quality, it is necessary to apply the FMEA method with the stage of identifying the type of defect, the cause of the problem and the consequence of the defect. Based on the FMEA method, defects with the highest RPN (Risk Priority Number) value that must be repaired such as untidy stitches, torn defects, accessories defects. This is used as the basis for making proposals to partners in community service activities to improve product quality and reduce product defects. Proposed improvements are socialized to partner business owners so that they can be well understood and accepted.

Keywords — FMEA, Quality, Bag.

1.PENDAHULUAN

Sebagian besar penduduk di Indonesia hidup di sektor komersial yang jumlahnya terus meningkat setiap tahunnya [1]. Usaha Perdagangan (UD) memegang peranan yang sangat berpengaruh dalam berkembangnya perekonomian Indonesia. Sebagai negara berkembang, Usaha dagang memiliki potensi kelangsungan usaha yang baik, karena penguatan usaha dapat memberikan manfaat yang penting bagi kemakmuran pemilik UD [2].

UD. Lajamin terjun di industri pembuatan tas.

UD. Lajamin terletak di Kecamatan Gresik Kabupaten Gresik. UD. Lajamin ini terkenal sebagai pengrajin tas berbagai macam, mulai tas yang berukuran kecil hingga tas yang berukuran jumbo. Namun, pada sistem operasi UD. Lajamin terjadi kecacatan produk. Meski cacat produk adalah hal yang sering terjadi pada operasi manufaktur, hal ini dapat mempengaruhi kualitas dan kepuasan pembeli.

Definisi kualitas menurut Feigenbaum dalam Kartika [3] adalah kepuasan pelanggan yang lengkap.

Suatu produk yang berkualitas dapat memberikan kepuasan yang utuh berdasarkan keinginan konsumen dari suatu produk [3]. Produk cacat adalah barang atau jasa yang dibuat selama proses manufaktur yang mengalami insiden tidak diinginkan ataupun bisa disebut kualitas kurang baik yang melebihi batas standar perusahaan [4].

Peningkatan kendali mutu untuk menjaga kualitas produk dapat dilakukan dengan mengaplikasikan metode Failure Mode and Effect Analisys (FMEA). FMEA diterapkan guna mendeteksi bagian-bagian yang perlu diperbaiki.

Proses analisis dilakukan dengan memberikan klasifikasi terhadap tingkat keparahan (severity), tingkat potensi kejadian (occurrence), dan tingkat kesulitan melakukan deteksi (detection) [5].

Metode ini mendeteksi jenis-jenis kecacatan yang terjadi pada proses produksi dengan mesin yang berjalan secara sederhana, dan menghasilkan saran perbaikan. Pendekatan FMEA untuk analisis proses

(2)

Dosen Indonesia Semesta (DIS)-DPD Jatim 52

manufaktur juga dapat diterapkan dengan

mengintegrasikan lean manufacturing [6].

Pengendalian kualitas adalah suatu langkah untuk memastikan bahwa kegiatan produksi dan operasional berjalan sesuai dengan rencana dan apabila terjadi kesalahan dapat diperbaiki penyimpangannya untuk mencapai apa yang diharapkan [7]. Untuk kestabilan produksi dan untuk meminimalisir kesalahan maka kualitas produk UD. Lajamin harus mutlak ditingkatkan supaya mitra dapat terus bersaing dan menjaga kepercayaan konsumen. Pengendalian kualitas yang baik, dengan menggunakan metode atau kegiatan pengurangan tingkat produk cacat, diharapkan dapat dicapai produk yang lebih berkualitas, sehingga dapat mencapai profitabilitas dan kepuasan pelanggan [8]. Pentingnya kualitas produk yang baik sesuai standar atau kebutuhan pelanggan memerlukan strategi pengendalian kualitas yang tepat [9]. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat cacat produk yang paling sering muncul, menganalisis faktor penyebab kecacatan dominan dan mengusulkan perbaikan untuk meningkatkan kualitas proses pembuatan tas. Kegiatan dilakukan dengan mengacu penelitian yang dilakukan Marpaung dan Ritonga [10].

2.METODE KEGIATAN

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, mitra dalam kegiatan ini adalah UD. Lajamin yang berlokasi di Jl. Sindujoyo 7 no 31, Desa Kroman, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik. Kegiatan yang dilakukan berbentuk sosialisasi pada mitra tentang metode perbaikan kualitas menggunakan FMEA untuk mengurangi cacat produk tas. Tahapan kegiatan yang dilakukan :

A. Tahap Persiapan

Selama tahap persiapan kegiatan ini dilakukan observasi untuk mengetahui permasalahan yang terjadi pada mitra.

B. Tahap Pengumpulan Data

Melakukan wawancara dengan mitra melakukan penyebaran kuesioner pada karyawan untuk mendapatkan hasil yang akurat.

C. Tahap Pengolahan Data

Data yang didapat dari wawancara mitra dan pengisian kuesioner oleh para karyawan, diolah dan diuji menggunakan metode FMEA, meliputi pembuatan Fishbone Diagram, Pareto Diagram, menghitung nilai Severity, Occurance, Detection dan menetapkan nilai RPN (Risk Priority Number).

D. Tahap Sosialisasi Hasil

Pada tahap ini dilakukan pengamatan proses produksi untuk mengetahui penyebab cacat produk pada produk tas dan memberikan rekomendasi kepada mitra.

Gambar 1. Proses wawancara dengan mitra

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari tahap persiapan dan pendataan diketahui bahwa perusahaan ini memproduksi 4.369 pcs tas (Gambar 2) pada periode Januari – Mei 2022 dan perkiraan jumlah cacat yang seharusnya terjadi pada lima bulan tersebut sebanyak 225 pcs, namun cacat aktual (Gambar 3) mencapai 782 pcs. Data ini menjadi dasar penerapan metode FMEA dalam membantu menghasilkan saran perbaikan untuk mengurangi cacat produk. Selanjutnya data terkait cacat manufaktur diproses secara bertahap.

Gambar 2. Hasil produksi tas mitra

Gambar 3. Contoh produk cacat

(3)

Dosen Indonesia Semesta (DIS)-DPD Jatim 53

Klasifikasi produk defect

Data defect yang didapatkan digunakan sebagai analisis untuk mengevaluasi nilai dari RPN berdasarkan Severity, Occurance, Detection. Data tersebut dirangkum dalam Tabel 1.

Tabel.1 Data defect Bulan

Jenis Defect

Total Output

(pcs) %

Jahitan Tidak Rapi

Sobek Cacat Aksesoris

Januari 63 58 49 170 878 1,93

Februari 57 46 44 147 850 1,72

Maret 68 52 47 167 934 1,78

April 62 43 56 161 870 1,85

Mei 48 46 43 137 837 1,63

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa jenis-jenis defect yang teridentifikasi adalah jahitan tidak rapi, sobek, dan cacat aksesoris. Prosentase cacat terbesar terjadi pada bulan Januari dengan angka 1,93 %, dan terkecil pada bulan Mei sebesar 1,63%.

Fishbone Diagram

Fishbone Diagram merupakan diagram yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis suatu proses dan mendeteksi terjadinya suatu masalah. Dari hasil observasi di mitra permasalahan yang terjadi diidentifikasi menggunakan Fishbone Diagram sebagaimana tampak pada Gambar 4-6.

Gambar 4. Fishbone Diagram jahitan tidak rapi

Gambar 5. Fishbone diagram cacat sobek

(4)

Dosen Indonesia Semesta (DIS)-DPD Jatim 54

Gambar 6. Fishbone diagram cacat aksesoris

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa pada cacat jahitan tidak rapi dapat diidentifikasi sebab-sebab kecacatan dengan acuan 5 faktor yaitu :

a. Faktor man. Faktor ini menunjukkan bahwa penjahit kurang menguasai keahlian jahitan di bagian yang rumit. Hasil tidak presisi dan penjahit kurang berhati-hati sehingga menyebabkan jahitan tidak sesuai.

b. Faktor material, merujuk pada masalah kualitas benang kurang sesuai dengan peruntukannya dan mudah putus sehingga mengakibatkan produk kurang sempurna.

c. Faktor machine, yaitu tuas pengatur jarak benang rusak sehingga berakibat jarak jahitan terlalu renggang. Diketahui juga bahwa spesifikasi mesin jahit yang dipakai kurang bagus.

d. Faktor method, merujuk pada permasalahan pemasangan jarum pada mesin yang mengakibatkan mudah patah dan pemilihan benang tidak sesuai. Hal ini berdampak jahitan pada tas tidak presisi, mengakibatkan sobek dan benang putus.

e. Faktor environment yang mengacu pada kendala pencahayaan di ruang penjahitan kurang terang sehingga mengakibatkan pekerja kurang nyaman dan tidak jeli ketika menjahit.

Dengan cara yang sama, dari Gambar 5 diketahui permasalahan cacat sobek diakibatkan oleh :

a. Faktor man, yaitu pekerja kurang berhati-hati ketika melakukan proses pemotongan sehingga

bahan tas yang akan digunakan sobek.

Diketahui juga penjahit kurang teliti ketika menjahit bagian yang tipis.

b. Faktor material terkait dengan pemilihan bagian dalam tas yang terlalu tipis, spesifikasi bahan yang dipakai rendah, dan kualitas bahannya kurang bagus.

c. Faktor machine yaitu kurangnya perawatan pada mesin sehingga mesin sering bermasalah.

d. Faktor method mengacu pada pengukuran bahan tidak sesuai standar dan kurang teliti.

e. Faktor environment merujuk pada tempat pemotongan yang terlalu sempit untuk pengukuran dan kurangnya pencahayaan.

Identifikasi cacat aksesoris pada Gambar 6 juga ditinjau dari lima faktor permasalahan yang sama, yaitu:

a. Faktor man, diidentifikasi adanya masalah pekerja yang kurang berhati-hati dalam proses pemasangan asesoris dan kurang teliti dalam pemilihan aksesoris yang tidak sesuai.

b. Faktor material diidentifikasi muncul berupa masalah kualitas resleting yang dipakai kurang bagus dan bahan gesper klip yang digunakan juga kurang sesuai, sehingga mudah rusak dan mudah patah.

c. Faktor machine berupa kurangnya perawatan.

d. Faktor method muncul berupa masalah pemilihan jenis aksesoris yang digunakan

(5)

Dosen Indonesia Semesta (DIS)-DPD Jatim 55

kurang sesuai. Misalnya ukuran resleting tidak

sesuai dan bahan gesper klip yang digunakan terlalu tipis.

e. Faktor environment juga memunculkan permasalahan kurang pencahayaan sehingga karyawan kurang nyaman

Pareto Diagram

Berdasarkan data yang dikumpulkan, dimungkinkan untuk menghitung persentase produk cacat menggunakan software minitab dan ditampilkan dalam bentuk pareto diagram (Gambar 7). Diagram ini menganalisis jenis cacat yang paling umum mempengaruhi proses pembuatan tas.

Dari hasil pareto diagram dapat diketahui bahwa jenis cacat paling banyak dalam 5 bulan yaitu jahitan tidak rapi sebesar 298 pcs (38,1%), cacat aksesoris sebesar 245 pcs (31,3%), dan cacat sobek sebesar 239 pcs (30,6%). Jadi dapat disimpulkan bahwa jenis cacat yang paling menonjol adalah jahitan tidak rapi.

Gambar 7. Pareto Diagram

Setelah mengetahui jenis cacat yang paling umum adalah jahitan tidak rapi, cacat aksesori dan cacat sobek, dimana 3 jenis cacat tersebut memiliki persentase kejadian yang sama yaitu 30%, maka tingkat keparahan potensi kecacatan dianalisis dan kesalahan yang terjadi pada proses pembuatan tas dideteksi.

Penentuan nilai RPN pada jenis cacat dapat dilihat pada Tabel 2. Peringkat resiko dan prioritas tindakan yang direkomendasikan ditunjukkan pada Tabel 3.

Dapat dilihat dari Tabel 2 dan 3 bahwa nilai RPN yang paling besar adalah jahitan tidak rapi dengan nilai 392, yang kedua adalah nilai RPN 294 pada cacat aksesoris, dan yang terakhir cacat sobek dengan nilai RPN 252. Ketiga jenis cacat ini berpotensi merugikan mitra, karena tas tidak bisa dipasarkan. Proses perbaikan membutuhkan waktu cukup lama dan biaya tambahan.

Usulan Perbaikan

Berdasarkan hasil olah data dan rangkaian analisis FMEA dari proses pembuatan tas pada mitra, berikut saran perbaikan yang dapat direkomendasikan pada mitra untuk meminimalkan terjadinya cacat produksi pada tas:

1. Perlu dilakukan pelatihan terlebih dahulu untuk penjahit agar menguasai proses penjahitan dan hasil jahitan rapi.

2. Mitra perlu melakukan pengecekan kualitas ketika membeli bahan baku supaya tidak ada kerusakan pada aksesoris tas.

3. Bahan baku tas sebaiknya dipilih dari kualitas terbaik dan dibuatkan SOP yang jelas agar karyawan dapat melakukan pengerjaan dengan baik dan dilakukan pengawasan oleh kepala bagian. Hal itu dapat mengurangi resiko cacat sobek dalam proses pengerjaan.

Hasil-hasil olah data, analisis dan rekomendasi tindakan perbaikan tersebut selanjutnya disosialisasikan kepada mitra (Gambar 8 dan 9). Hal ini memberikan pengetahuan baru pada mitra tentang metode identifikasi dan pengendalian cacat produksi. Mitra bisa memahami pentingnya rekomendasi tindakan perbaikan untuk dijalankan. Pemahaman mitra ini menunjukkan bahwa kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan telah terlaksana dengan baik dan mencapai hasil yang direncanakan.

Gambar 8. Penyuluhan Metode FMEA

Gambar 9. Hasil rekomendasi pada mitra

(6)

Dosen Indonesia Semesta (DIS)-DPD Jatim 56

Tabel 2. Perhitungan Nilai RPN dari Metode FMEA

Failure Mode

Potential (s) Effect of

failure

(S) Potential cause of failure (O) Current Controls (D) RPN

Jahitan tidak

rapi

Jahitan tidak rapi pada bagian tepi

tas

8

1. Penjahit kurang menguasai 2. Penjahit kurang berhati-hati 3. Kualitas benang kurang sesuai 4. Benang mudah putus 5. Spek mesin kurang bagus 6. Tuas settingan jarak benang

rusak 7. Jarum patah

8. Pemilihan benang tidak sesuai 9. Pencahayaan di ruang

penjahitan kurang terang

7

1. Belum diadakan training bagi pekerja

2. Tidak dilakukan pengawasan ketika proses penjahitan 3. Belum dilakukan penggantian

kualitas bahan yang bagus 4. Masih memakai benang dengan

kualitas yang jelek 5. Belum dilakukan perawatan

pada mesin

6. Sudah dilalukan perbaikan namun masih terdapat cacat jarak jahitan

7. Belum mengganti kualitas jarum dengan kualitas yang lebih bagus

8. Sudah diganti dengan benang baru namun masih sering putus ketika proses menjahit 9. Belum dilakukan penggantian

lampu pada ruangan kerja

7 392

Cacat sobek

Produk tas tidak bisa

dijual 7

1. Pekerja kurang berhati-hati pada saat pemotongan 2. Penjahit kurang teliti ketika

menjahit barang yang tipis 3. Pemakaian bahan dalam tas

terlalu tipis

4. Bahan yang digunakan spesifikasinya rendah 5. Kurangnya perawatan mesin 6. Alat pemotongan bahan sudah

tidak tajam

7. Pengukuran ketebalan bahan tidak sesuai

8. Pekerja kurang teliti ketika mengukur bahan

9. Tempat proses pemotongan

sempit dan minim

pencahayaan

6

1. Belum adanya training bagi karyawan.

2. Belum dilakukan penggantian bahan yang lebih tebal untuk bagian dalam tas

3. Belum dilakukan penggantian bahan yang lebih bagus.

4. Tidak adanya SOP perawatan mesin.

5. Belum dilakukan penggantian bahan dengan ketebalan yang sama.

6. Belum dilakukan pengawasan oleh kepala bagian terhadap karyawan.

7. Belum dilakukan renovasi ruangan dan belum mengganti lampu di ruang kerja.

6 252

Cacat aksesoris

Jangkawaktu kualitas tas tidak tahan

lama 7

1. Pekerja kurang berhati-hati dalam pemasangan aksesoris 2. Pekerja kurang teliti dalam

pengecekan aksesoris 3. Kualitas resleting kurang bagus 4. Bahan gesper klip yang dipakai

kurang sesuai

5. Spek mesin kurang bagus 6. Kurangnya perawatan mesin 7. Pemilihan jenis aksesoris yang

kurang sesuai 8. Tempat pada proses

pemasangan aksesoris kurang terang

7

1. Belum dilakukan training bagi karyawan.

2. Belum adanya SOP yang jelas.

3. Pada saat pemelian resleting belum dilakukan pengecekan terlebih dahulu.

4. Belum dilakukan penggantian bahan gesper klip yang lebih bagus.

5. Belum adanya SOP perawatan/perbaikan mesin.

6. Masih sering terjadi kesalahan dalam pembelian jenis resliting dan gesper klip.

7. Belum dilakukan penggantian lampus di ruang kerja.

6 294

(7)

Dosen Indonesia Semesta (DIS)-DPD Jatim 57

Tabel 3. Tingkat Prioritas dan Rekomendasi

Failure Mode

Potential (s) Effect of

failure RPN Rank Recommended Action

Jahitan tidak rapi

Jahitan tidak rapi pada

bagian tepi tas 392 1

1. Dilakukan training terlebih dahulu atau diberikan pelatihan untuk pekerja agar lebih menguasai proses produksi

2. Harus dilakukan pengawasan oleh kepala bagian dan dibuatkan SOP yang jelas agar karyawan melakukan pengerjaan dengan baik.

3. Kualitas bahan harus diganti yang lebih bagus lagi demi mengurangi produk cacat

4. Owner harus mengganti kualitas benang dengan yang lebih bagus dan berkualitas agar tidak mudah putus.

5. Dibuatkan SOP perawatan mesin

6. Dilakukan pengecekan mesin sebelum melakukan produksi 7. Harus dilakukan penggantian jarum dengan kualitas yang lebih bagus 8. Pada saat pembelian harus dilakukan pengecekan terlebih dahulu 9. Owner harus mengganti alat pencahayaan yang lebih terang agar

pekerja lebih fokus dan teliti.

Cacat Aksesoris

Jangka waktu kualitas

tas tidak tahan lama 294 2

1. Dilakukan training terlebih dahulu atau diberikan pelatihan untuk pekerja agar lebih menguasai proses produksi

2. Dibuatkan SOP yang jelas agar karyawan melakukan pengerjaan dengan baik dan teliti.

3. Pada saat pembelian dilakukan pengecekan terlebih dahulu.

4. Harus melakukan peningkatan kualitas bahan baku terutama pada gesper klip tas agar tidak terjadi cacat.

5. Dibuatkan SOP perawatan/perbaikan mesin.

6. Pada saat pembelian dilakukan pengecekan terlebih dahulu.

7. Melakukan penggantian Pencahayaan yang lebih terang agar pekerja lebih teliti dan fokus.

Cacat Sobek Produk tas tidak bisa

dijual 252 3

1. Diadakan training untuk pekerja agar lebih menguasai proses produksi.

2. Dibuatkan SOP yang jelas agar karyawan melakukan pengerjaan dengan baik.

3. Melakukan penggantian bahan dalam tas yang lebih tebal 4. Dilakukan perbaikan bahan yang lebih berkualitas.

5. Dibuatkan SOP perawatan/perbaikan mesin.

6. Dibuatkan SOP yang jelas agar karyawan melakukan pengerjaan dengan baik dan teliti.

7. melakukan renovasi tempat kerja lebih luas dan memperbaiki pencahayaan agar pekerja merasa nyaman saat bekerja.

4. KESIMPULAN

Kegiatan pengabdian masyarakat ini mengaplikasikan metode FMEA pada usaha mitra selama 5 bulan untuk membantu mengidentifikasi dan mengendalikan cacat-cacat produksi. Ditemukan ada 3 jenis cacat yang dominan muncul, yaitu jahitan tidak rapi, cacat aksesoris, dan cacat sobek. Jahitan tidak rapi ditemukan sejumlah 298 pcs, cacat aksesoris berjumlah 245 pcs, dan yang terakhir cacat sobek berjumlah 239.

Hasil analisis Pareto Diagram menunjukkan bahwa selama 6 bulan terakhir, kejadian jahitan tidak rapi muncul sebanyak 38,1%, cacat aksesoris 31,3%, dan cacat sobek 30,6%. Kecacatan yang paling mempengaruhi proses produksi adalah jahitan tidak rapi dengan nilai RPN 392, cacat aksesoris dengan nilai RPN 294, dan cacat sobek dengan nilai RPN 252.

Perbaikan yang paling penting untuk disegerakan adalah untuk mengendalikan jahitan tidak rapi. Saran perbaikan yang direkomendasikan dapat diterima dengan baik oleh mitra.

DAFTAR PUSTAKA

[1] R. K. Belladina Anggun Kinanti, Totok Pujianto, “Analisis Titik Kritis Halal Pada Proses Produksi Di Komunitas Ukm Aksara Cimahi Menggunakan Failure Mode Effect Analysis (Fmea,” J. Ekon.

Pertan. dan Agribisnis, vol. 4, no. 4, pp.

738–751, 2020, [Online]. Available:

https://doi.org/10.21776/ub.jepa.2020.004.

04.04

[2] N. Ardiansyah and H. C. Wahyuni,

“Analisis Kualitas Produk Dengan Menggunakan Metode FMEA dan Fault Tree Analisys (FTA) Di Exotic UKM Intako,” PROZIMA (Productivity, Optim.

Manuf. Syst. Eng., vol. 2, no. 2, p. 58, 2018, doi: 10.21070/prozima.v2i2.2200.

[3] dan A. P. Hayu Kartika, Firman Kasad,

“Analisa Pengendalian Kualitas Produk Versaboard di PT. Bakrie Building Industries Menggunakan Metode Fault Tree Analysis (FTA) Dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA),” J.

(8)

Dosen Indonesia Semesta (DIS)-DPD Jatim 58

Teknokris, vol. 23, no. 2, pp. 5–11, 2020.

[4] L. Joko Supono, “Analisis Penyebab Kecacatan Produk Sepatu Terrex Ax2 Goretex Dengan Menggunakan Metode Fault Tree Analysis (Fta) Dan Failure Mode and Effect Analysis (Fmea) Di Pt.Panarub Industri,” J. Ind. Manuf., vol. 3, no. 1, pp. 15–22, 2018, doi:

10.31000/jim.v3i1.615.

[5] D. M. N. P. Saeful Imam, “Risiko Kegagalan Pada Proses Produksi Kemasan Karton Lipat (Studi Kasus : PT. Interact Corpindo),” J. Print.

Packag. Technol., vol. 1, pp. 49–55, 2020.

[6] M. Djunaidi and A. K. Ryantaffy, “Analisis Nonconforming Part Pada Wing Structure Pesawat Cn-235 Dengan Menggunakan Metode Fmea (Failure Mode Effect Analysis),”

J@ti Undip J. Tek. Ind., vol. 13, no. 2, p. 67, 2018, doi: 10.14710/jati.13.2.67-74.

[7] S. F. Zahari and C. Ahmad, “Analisis Pengendalian Kualitas Produk Celana di Pt.

Alpina Menggunakan Peta Kendali dan FMEA,” Pros. Ind. Eng. Natl. Conf., pp. 200–

206, 2020, [Online]. Available:

file:///C:/Users/1/Documents/Reverensi Jurnal

/Jurnal FMEA (17) Pengertian P.Kuali.pdf [8] S. Nasution and R. D. Sodikin, “Perbaikan Kualitas Proses Produksi Karton Box Dengan Menggunakan Metode DMAIC Dan Fuzzy FMEA,” J. Sist. Tek. Ind., vol.

20, no. 2, pp. 36–46, 2018, doi:

10.32734/jsti.v20i2.488.

[9] E. Krisnaningsih, P. Gautama, and M. F. K.

Syams, “Usulan Perbaikan Kualitas Dengan Menggunakan Metode FTA dan FMEA,” InTent, vol. 4, no. 1, pp. 41–54, 2021, [Online]. Available: http://ejournal.

lppm-unbaja.ac.id/index.php/intent/article/

view/1401

[10] A. I. Satria Buana Marpaung, Din Aswan Amran Ritonga, “ISSN 2548-6646 Online Analisa Risk Priority Number ( RPN ) Terhadap Keandalan Komponen Mesin Thresher Dengan Menggunakan FMEA,”

JITEKH, vol. 9, no. 2, pp. 74–81, 2021, [Online]. Available: file:///C:/Users /1/Documents/ReverensiJurnal/Jurnal FMEA (18).pdf

Referensi

Dokumen terkait

Penanganan wanita hamil dengan epilepsi perlu mendapat perhatian khusus mengingat kemungkinan terjadinya komplikasi baik pada ibu maupun bayi.Memang sebagian besar wanita

menunjukkan bahwa pada kelompok cakupan penemuan pneumonia yang kurang baik, petugas MTBS lebih banyak pada umur ≥ 36 tahun sebesar 43 (82,7%).. menunjukkan bahwa pada

Sebagai contoh, leksem ibu dalam konstruksi ibu pertiwi memiliki makna yang berkembang dari ranah literal menuju ranah perluasan, yakni dari makna ‘wanita yang

Kuitenkin tapahtuvan ilmiön myötä kuluttajat voidaan nähdä yhä enemmän toisiinsa kytkeytyneitä sekä aktiivisina osallistujina, jotka luovat merkityksiä niin

Menurut [5] mengungkapkan bahwa analisa sistem adalah kegiatan untuk melihat sistem yang sudah berjalan. Pada tahap ini dilakukan indentifikasi masalah

Untuk saat ini sistem yang digunakan dalam memberikan pelayanan terhadap pasiennya klinik Nayaka 02 belum terbilang maksimal dikarenakan lamanya pencarian

Laju pertumbuhan rata-rata tahunan karang porites lutea di Perairan Karimunjawa lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan di Perairan Bangkalan meskipun tidak ada

International Space Law” mengemukakan tentang pengertian yurisdiksi negara dengan menyatakan sebagai berikut : “Yurisdiksi negara dalam hukum internasional berarti