• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Postur Kerja Karyawan Pada Proses Pemotongan Kain Di UD Wijaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Analisis Postur Kerja Karyawan Pada Proses Pemotongan Kain Di UD Wijaya"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Postur Kerja Karyawan Pada Proses Pemotongan Kain Di UD Wijaya

Ardin Ardiansyah, Deny Andesta

Prodi T. Industri, Univ. Muhammadiyah Gresik, Jl. Sumatera No.101 Randuagung, Gresik, 61121 E-mail : ardinardiansyah53@gmail.com

Abstrak — UD. Wijaya merupakan industri manufaktur pembuatan produk tas yang berdiri sejak tahun 2016.

Saat ini aktivitas pemotongan kain di UD Wijaya masih menggunakan tenaga kerja manusia secara manual.

Adapun aktivitas pemotongan kain di UD Wijaya dilakukan dengan posisi kerja membungkuk dan kaki menekuk sehingga pekerja sering merasakan rasa sakit pada pinggang, punggung, betis, lutut, pergelangan kaki, dan telapak kaki. Selain itu, tidak terdapat fasilitas berupa meja ataupun kursi untuk tempat pemotongan.

Kegiatan pada mitra UD. Wijaya ini dilakukan untuk analisis postur tubuh pekerja guna mengetahui keluhan yang dirasakan pada otot pekerja di bagian pemotongan serta dapat memberikan rekomendasi perbaikan metode kerja atau alat bantu untuk meminimalkan resiko cidera. Berdasarkan analisis postur kerja karyawan pada proses pemotongan kain menggunakan metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) diperoleh skor REBA yang tinggi yaitu 9 dan perlu dilakukan tindakan korektif. Jika postur tersebut tidak segera diperbaiki, maka para pekerja mungkin mengalami cedera Musculoskeletal Disorders (MSDs) baik dalam jangka panjang dan pendek. Perbaikan postur kerja yang diusulkan adalah dengan membuat alat bantu berupa kursi dan meja kerja yang sesuai dengan data antropometri pekerja.

Kata Kunci — Ergonomi, REBA, Stasiun Kerja, Gangguan Muskuloskeletal, Postur Kerja

Abstract — UD. Wijaya is manufacturing bag products that was established in 2016. Currently, cloth cutting activities at UD Wijaya still use human labor manually. The cloth cutting activities are carried out with the work position bent and the legs bend so that workers often feel pain in the waist, back, calves, knees, ankles, and soles of the feet. In addition, there are no facilities in the form of tables or chairs for cutting places.

Activities at UD wijaya is carried out for analysis of the worker's posture to find out the complaints felt in the workers' muscles in the cutting section and can provide recommendations for improving work methods or tools to minimize the risk of worker injury. Based on the analysis of employee work posture in the fabric cutting process using the Rapid Entire Body Assessment (REBA) method, a high REBA score of 9 was obtained and corrective action was needed. If the posture is not corrected immediately, then the workers may have injuries of Musculoskeletal Disorders (MSDs) in the long and short term. The working posture repairment suggested is by making tools in the form of chairs and work tables with the anthropometric data of workers.

Keywords — Ergonomic, REBA, Work Station, Musculoskeletal Disorders, Work Posture

1.PENDAHULUAN

Kesehatan dan keselamatan karyawan merupakan aset kunci tingkat produktivitas pada seorang pekerja. Semua jenis pekerjaan tentunya memiliki berbagai efek bagi karyawan, baik dirasakan pada saat berlangsungnya pekerjaan maupun dalam jangka waktu yang panjang. Menurut Rinawati [1] setiap kegiatan di tempat kerja tentunya memiliki risiko akan pekerjaannya dan dapat menimbulkan kecelakaan kerja akibat gangguan kesehatan lainnya seperti penyakit akibat kerja yang fatal, gangguan reproduksi, gangguan muskuloskeletal dan penyakit jiwa.

Komponen kerja yang paling penting dalam sutau sistem kerja adalah manusianya, karena memegang peran penting dalam berlangsungnya kegiatan industri. Menurut Hidjrawan & Sobari [2]

meskipun saat ini sektor industri berada di era 5.0, namun banyak industri khususnya UKM yang masih menggunakan tenaga manusia langsung dalam pengerjaannya didasarkan kondisi yang ada di usaha tersebut

.

Menurut Basuki & Narto [3] alasan industri khususnya UKM menggunakan tenaga kerja manual dalam proses produksinya bisa karena keterbatasan kapasitas untuk menambah mesin dan peralatan produksi.

(2)

Aktivitas kerja, khususnya pekerjaan yang dilakukan secara manual merupakan masalah utama yang dapat menimbulkan risiko terjadinya MSDs.

Adapun MSDs merupakan penyebab utama ketidakhadiran dan melemahkan sistem kesehatan tubuh [4]. Definisi lain dari MSDs yakni kerusakan sendi pada otot, saraf dan tulang yang disebabkan oleh aktivitas kerja yang berulang dari waktu ke waktu, sehingga menyebabkan kerusakan sendi ligamen dan tendon [5]. Keluhan MSDs jika tidak segera ditangani akan mempengaruhi konsentrasi di tempat kerja, menyebabkan kelelahan dan pada akhirnya menurunkan produktivitas [6]. Faktor penyebab MSDs antara lain aktivitas yang berulang, postur kerja yang salah, gerakan otot berlebihan, ketegangan dan suhu [7]. Menurut Nur et al, [8]

posisi postur kerja yang salah adalah penyebab utama terjadinya MSDs, seperti contoh postur kerja dengan posisi meraih benda dengan tangan memutar ke belakang, pergelangan tangan menekuk, jongkok dan berlutut.

UD. Wijaya merupakan salah satu industri manufaktur pembuatan produk tas yang sudah berdiri sejak tahun 2016. Adapun produk tas yang dihasilkan terlihat pada Gambar 1. Kegiatan produksi di UD Wijaya mulai dari pengukuran, pemotongan bahan baku hingga penjahitan menggunakan tenaga kerja manusia secara manual.

Seorang pekerja di UD Wijaya memproduksi sekitar 30 tas dalam 8 jam kerja per hari. Pekerja pada proses pemotongan kain bekerja dengan postur kerja yang salah yakni dengan jongkok dan kaki menekuk.

Gambar 2 menunjukkan postur kerja pada proses pemotongan kain di UD Wijaya.

Pekerja pada proses pemotongan kain di UD Wijaya mengeluhkan rasa sakit pada pinggang, punggung, betis, lutut, pergelangan kaki dan telapak tangan dikarenakan melakukan pekerjaan dengan posisi kerja membungkuk dan kaki menekuk terlalu lama serta tidak terdapat fasilitas berupa meja ataupun kursi untuk tempat pemotongan. Oleh karena itu, penilaian risiko ergonomis diperlukan untuk mengurangi ketidaknyamanan operator pada saat aktivitas proses pemotongan kain berlangsung.

Metode penilaian faktor fisik pada proses pemotongan kain di UD. Wijaya dilakukan dengan mengidentifikasi dan menganalisis postur kerja untuk mengurangi keluhan MSDs. Adapun metode yang dapat digunakan untuk menganalisis postur kerja adalah metode REBA.

Gambar 1. Produk Tas UD Wijaya

Gambar 2. Postur Kerja Karyawan Pada Proses Pemotongan Kain di UD Wijaya

Metode REBA adalah metode penilaian posisi kerja secara cepat dan sistematis dari segi postur leher, punggung, pergelangan tangan, lengan, tangan, dan kaki, sebagai metode untuk mengidentifikasi risiko MSD pekerja [9]. Selain itu, metode REBA dipengaruhi oleh koefisien kopling, beban eksternal pada tubuh, dan aktivitas pekerja.

Salah satu poin utama yang membedakan metode REBA dengan metode analisis lainnya adalah fokus pada analisis seluruh bagian tubuh pekerja, dengan harapan metode ini akan mengurangi kemungkinan MSD pada tubuh pekerja [10]. Penilaian REBA dilakukan dengan 3 tahap yakni diawali dengan menentukan skor A berdasar sikap postur grup A kemudian penilaian skor B berdasar sikap postur grup B dan hasil skor C dihitung dari penggabungan dua skor pada grup A dan grup B.

2.METODE KEGIATAN

Mitra dalam kegiatan ini adalah UD Wijaya yang berlokasi di Jl. Banjar Sari No. 39 RT 002 RW 002, Desa Banjar Sri, Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik. Kegiatan yang dilakukan berupa sosialisasi kepada pemilik mitra tentang analisis postur kerja karyawan untuk mengetahui bagian tubuh karyawan yang terasa tidak nyaman atau nyeri menggunakan

(3)

metode REBA. Berikut tahapan kegiatan yang akan dilakukan.

A. Tahap Persiapan

Fase ini merupakan langkah awal dalam melakukan investigasi dengan cara observasi untuk memahami situasi aktual di mitra.

B. Tahap Pengumpulan Data

Pada fase ini, data dikumpulkan sebagai referensi untuk pemecahan masalah. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan pemilik mitra dan penyebaran kuesioner berdasarkan tujuan kegiatan.

C. Tahap Pengolahan Data

Setelah menerima informasi dan data dari pemilik mitra, maka langkah selanjutnya mengolah dan menganalisis data menggunakan alat bantu metode REBA yakni kuesioner Nordic Body Map (NBM) untuk mengetahui dan menilai tingkat risiko keluhan MSDs yang dirasakan oleh pekerja sehingga diperoleh usulan perancangan atau desain alat bantu perbaikan postur kerja karyawan di bagian pemotongan yang sesuai dengan prinsip ergonomi.

D. Tahap Sosialisasi Hasil

Pada tahap akhir ini, dilakukan sosialisasi penerapan metode REBA di UD Wijaya yang bertujuan agar pemilik dapat mengetahui penyebab gangguan timbulnya keluhan MSDs sehingga usulan terhadap sistem kerja atau postur kerja dapat diterapkan dengan baik.

3.HASIL DAN PEMBAHASAN

Dampak yang paling mendasar terhadap munculnya keluhan MSDs di UD Wijaya saat proses pemotongan kain yakni pekerja tidak nyaman saat melakukan pekerjaan. Dengan adanya keluhan tersebut maka perlu adanya analisis postur kerja karyawan pada saat proses pemotongan kain di UD Wijaya guna mendapatkan usulan perbaikan agar pekerja tetap bekerja secara aman, nyaman dan dapat mengikuti kaidah ergonomis.

Data Nordic Body Map (NBM)

NBM adalah sistem pengukuran untuk mengetahui keluhan MSDs yang dirasakan oleh pekerja. Penilaian NBM di UD Wijaya dilakukan pada pekerja proses pemotongan kain untuk mengumpulkan data terkait keluhan nyeri yang dialami pekerja. Tabel 1 merupakan data keluhan yang dialami oleh pekerja saat melakukan proses pemotongan kain di UD Wijaya. Nyeri sakit yang dirasakan rata-rata disebabkan oleh postur kerja yang cenderung tidak ergonomis dan mengakibatkan munculnya keluhan MSDs.

Tabel 1. Data Keluhan Pekerja Proses Pemotongan

No. Lokasi keluhan

Keluhan Tidak

sakit

Sakit

1 Leher atas

2 Leher bawah

3 Bahu kiri

4 Bahu kanan

5 Lengan atas kiri

6 Punggung

7 Lengan atas kanan

8 Pinggang

9 Pantat

10 Siku kiri

11 Siku kanan

12 Lengan bawah kiri

13 Lengan bawah kanan

14 Pergelangan tangan kiri

15 Pergelangan tangan kanan

16 Tangan kiri & Kanan

18 Paha kiri

19 Paha kanan

20 Lutut kiri

21 Lutut kanan

22 Betis kiri

23 Betis kanan

24 Pergelangan kaki kiri

25 Pergelangan kaki kanan

26 Kaki kiri & kanan

(Sumber : [11])

Analisis REBA

Pada tahap ini dilakukan analisis postur kerja menggunakan metode REBA dan menilai postur kerja saat proses pemotongan kain termasuk ke dalam jenis risiko ringan, sedang atau tinggi.

Analisis REBA postur kerja pada proses pemotongan terlihat pada Gambar 3.

(4)

Gambar 3. Analisis REBA Terhadap Postur Kerja Pada Saat Proses Pemotongan Kain di UD Wijaya

Pada Gambar 3 terlihat analisis posisi postur kerja menggunakan metode REBA. Pada analisis metode REBA segmen-segmen tubuh dibagi menjadi dua grup, yaitu grup A dan Grup B. Grup A terdiri dari pinggang (batang tubuh), leher dan kaki.

Grup B terdiri dari lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Analisis postur kerja menggunakan metode REBA melibatkan beberapa langkah, antara lain :

1. Evaluasi Postur Pada Grup A

Ada 3 langkah untuk mengisi poin penyelesaian perhitungan di grup A. Pada langkah pertama, pengukuran dilakukan pada bagian gerakan leher. Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa posisi kerja pekerja pada bagian leher bergerak membentuk sudut tekuk 21º flexion terhadap sumbu tubuh. Pada posisi bergerak tersebut skor REBA adalah 2 karena melebihi 20º.

Pada tahap kedua, pengukuran dilakukan di bagian pergerakan punggung. Pada Gambar 3 terlihat bahwa posisi kerja pada bagian punggung bergerak membentuk sudut lengkung 37º flexion terhadap sumbu tubuh dan posisi tubuh miring ke samping. Adapun penilaian pada posisi bergerak membentuk sudut lengkung 37º flexion mendapatkan skor REBA 3 dan pada posisi tubuh miring ke samping mendapatkan perubahan skor REBA +1. Sehingga nilai skor REBA yang dihasilkan pada tahap kedua menjadi 3 + 1 = 4.

Untuk tahap ketiga, pengukuran dilakukan pada range pergerakan kaki. Pada Gambar 3 terlihat bahwa posisi kerja pada kaki bergerak membentuk sudut 178º dan skor REBA yang dihasilkan adalah 2.

Hasil perhitungan dari langkah pengisian grup A dapat dilihat pada Tabel 2.

Pada Tabel 3 dapat terlihat acuan perhitungan berat beban kerja untuk aktivitas kerja.

Adapun untuk perhitungan berat beban kerja pada saat proses pemotongan kain di UD Wijaya mendapatkan skor 0, karena pada saat berlangsungnya proses pemotongan kain, beban kerja atau berat kain <5 kg. Dari beberapa langkah

perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya didapatkan nilai untuk grup A dan beban kerja.

Adapun untuk mendapatkan Score A diperoleh dengan melakukan penjumlahan dari skor di grup A dengan beban kerja, yaitu :

Nilai grup A + Beban Kerja = Score A 6 + 0 = 6

Tabel 2. Perhitungan Grup A GRUP A

Punggung

1 2 3 4 5

Leher = 1

Kaki

1 1 2 2 3 4

2 2 3 4 5 6

3 3 4 5 6 7

4 4 5 6 7 8

Leher = 2

Kaki

1 1 3 4 5 6

2 2 4 5 6 7

3 3 5 6 7 8

4 4 6 7 8 9

Leher = 3

Kaki

1 3 4 5 6 7

2 3 5 6 7 8

3 5 6 7 8 9

4 6 7 8 9 9

(Sumber :[11])

Tabel 3. Perhitungan Berat Beban Kerja

0 1 2 +1

< 5kg 5-10kg >10kg Penambahan beban cepat atau segera terjadi (Sumber : [5]

2. Menilai Postur Tubuh Pada Grup B

Terdapat 3 langkah untuk mengisi poin penyelesaian perhitungan di grup B. Langkah pertama adalah mengukur bagian lengan atas. Pada Gambar 3 dapat terlihat bahwa posisi kerja karyawan pada lengan atas bergerak membentuk sudut 45º flexion, oleh karena itu skor REBA yang diperoleh adalah 3.

(5)

Langkah kedua pengukuran dilakukan pada bagian lengan bawah. Pada Gambar 3 dapat terlihat bahwa posisi kerja pada bagian lengan berada pada sudut 47º, maka skor REBA yang diperoleh adalah 2.

Untuk langkah selanjutnya melakukan pengukuran bagian pergelangan tangan. Pada Gambar 3 terlihat bahwa posisi pergelangan tangan pekerja membentuk sudut 16º dan skor REBA yang dihasilkan adalah 2. Hasil skor penilaian Tabel A terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perhitungan Grup B TABEL B

Lengan Atas 1 2 3 4 5 6

Lengan Bawah = 1

Pergelangan

1 1 1 3 4 6 7

2 2 2 4 5 7 8

3 2 3 5 5 8 8

Lengan Bawah = 2

Pergelangan

1 1 2 4 5 7 8

2 2 3 5 6 8 9

3 3 4 5 7 8 9

(Sumber : [11])

Tabel 5. Perhitungan Coupling 0

Good 1

Fair 2

Poor

3 Unacceptabl

e Genggama

n pas di tengah

Genggaman mampu diterima

Genggaman tidak mampu diterima

Genggaman dipaksakan

(Sumber : [5])

Pada Tabel 5 dapat terlihat acuan perhitungan coupling (Genggaman tangan) untuk aktivitas kerja. Adapun untuk perhitungan coupling pada saat proses pemotongan kain di UD Wijaya mendapatkan skor 1, karena pada saat berlangsungnya proses pemotongan, aktivitas genggaman terhadap kain masih diterima sehingga aktivitas tersebut dapat dilakukan dengan baik. Dari beberapa langkah perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya, dihasilkan nilai untuk grup B dan coupling. Score B diperoleh dengan melakukan penjumlahan berdasarkan skor grup B dengan coupling, yaitu :

Nilai Grup B + coupling = Score B

5 + 1 = 6

Langkah selanjutnya yakni memasukkan hasil perhitungan grup A dan grup B ke dalam grup C untuk melihat hasil perhitungan skor REBA.

Perhitungan pada grup C ditunjukkan pada Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Perhitungan Grup C

Skor C Skor A

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Skor B

1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12 2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12 3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12 4 2 3 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12 5 3 4 4 6 7 8 9 10 10 11 12 12 6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12 7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12 8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12 9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12 10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12 11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12 12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12

(Sumber :[11])

Tabel 7. Activity Score

+1 *1 atau lebih bagian tubuh statis, ditahan lebih 1 menit +1 *Pengulangan gerakan dalam rentang waktu singkat, diulang

lebih dari 4

+1 *Gerakan mengakibatkan perubahan atau pergeseran postur yang cepat dari posisi awal

(Sumber : [5])

Pada Tabel 7 dapat terlihat acuan perhitungan activity score. Perhitungan activity score pada saat proses pemotongan kain di UD Wijaya adalah +1, karena pada saat berlangsungnya aktivitas proses pemotongan, pekerja melakukan gerakan tubuh secara statis atau ditahan lebih dari 1 menit. Dari langkah perhitungan yang dilakukan sebelumnya, dihasilkan nilai untuk grup C dan activity score. Skor REBA adalah penjumlahan berdasarkan skor di grup C dengan activity score, menjadi berikut :

Nilai Grup C + activity score = Score REBA 8 + 1 = 9

Setelah dilakukan perhitungan untuk mendapatkan activity score maka nilai REBA untuk proses pemotongan kain di UD Wijaya dapat diketahui sehingga dapat dilakukan analisis pada faktor risiko. Gambar 4 merupakan ringkasan perhitungan REBA. Setelah dilakukan langkah- langkah perhitungan untuk menilai postur kerja karyawan maka untuk aktivitas proses pemotongan kain di UD Wijaya didapatkan skor REBA sebesar 9 tergolong level risiko yang tinggi dan perlu segera adanya tindakan perbaikan mendesak.

(6)

Gambar 4. Hasil REBA Scoring pada posisi kerja proses pemotongan kain di UD Wijaya

Usulan Perancangan Alat Bantu

Perancangan konsep desain alat bantu didasarkan pada hasil pengukuran data antropometri tubuh pekerja dan persentil dihitung berdasarkan bentuk dan ukuran menurut kajian ergonomi.

Rancangan alat yang diusulkan didasarkan pada hasil identifikasi ketidaknyamanan yang dirasakan para pekerja pada saat berlangsungnya proses pemotongan kain di UD Wijaya. Adapun rancangan alat bantu yang diusulkan berbentuk kursi dan meja kerja untuk menstabilkan kondisi postur tubuh pekerja agar tetap mengikuti kaidah ergonomis.

Data pada Tabel 8 merupakan data hasil pengukuran antropometri 2 orang karyawan pada proses pemotongan. Rumus average digunakan untuk mencari rata-rata ukuran antropometri pekerja pemotongan kain, sedangkan rumus stdev digunakan untuk mencari nilai standar deviasi pada ukuran antropometri pekerja pemotongan kain.

Tabel 9 merupakan data awal yang digunakan untuk perhitungan persentil dalam menentukan ukuran desain perancangan meja dan kursi sesuai dengan data antropometri pekerja pemotongan kain pada mitra. Adapun usulan rancangan meja dan kursi ini diharapkan dapat diimplementasikan dengan baik oleh mitra. Adapun Kegiatan untuk penerapan rancangan alat bantu yang diusulkan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menguji pemakaian alat untuk jangka waktu tertentu dan kemudian menilai kondisi keamanan dan kenyamanan pekerja, jika terverifikasi maka mitra dapat membuat sistem kerja baru menggunakan alat bantu kursi dan meja bagi pekerja di bagian pemotongan kain. Usulan rancangan desain alat bantu untuk kursi mengikuti Tabel 10 dan Gambar 5, sedangkan untuk meja mengikuti Tabel 11 dan Gambar 6.

Tabel 8. Data Antropometri Pekerja Pada Proses Pemotongan Kain di UD Wijaya Dimensi Karya

wan 1

Karya wan 2

Rata-

rata (x) Stdv (σ) Tinggi bahu

posisi duduk 64 62 63 1,41

Panjang

popliteal 43 46 44,5 2,12

Tinggi

popliteal 45 50 47,5 3,53

Lebar bahu 43 40 41,5 2,12

Lebar

pinggul 41 43 42 1,41

Panjang

tangan 75 72 73,5 2,12

Tinggi siku

duduk 27 25 26 1,41

Tinggi lutut

duduk 52 54 53 1,41

Rentang

tangan 170 165 167,5 3,53

(Sumber : [11])

Tabel 9. Rekapitulasi Persentil

No Data P5 P50 P90

1 Tinggi bahu duduk 60,67 63 64,81 2 Panjang popliteal 41,01 44,5 47,21 3 Tinggi popliteal 41,68 47,5 52,02

4 Lebar bahu 38,01 41,5 44,21

5 Lebar pinggul 39,67 42 43,81

6 Panjang tangan 70,01 73,5 76,21 7 Tinggi siku duduk 23,07 28 27,81 8 Tinggi lutut duduk 50,67 53 54,81 9 Rentang tangan 161,7 167,5 172,7

(Sumber : [11])

(7)

Tabel 10. Pedoman Perancangan Alat Bantu Kursi No. Data Pedoman

(Persentil) Ukuran Yang Digunakan

1

Tinggi bahu posisi duduk (tinggi sandaran

punggung)

Ukuran data tinggi badan duduk yaitu persentil ke 50 dengan ukuran 63 cm.

Penentuan tersebut agar sandaran kursi dapat menahan tulang belakang pekerja.

2

Panjang popliteal (panjang kursi)

Ukuran panjang paha duduk dengan persentil ke 90 yaitu 47,2 cm dibulatkan menjadi 47 cm.

3 Tinggi popliteal (tinggi kursi)

Ukuran data popliteal dengan persentil ke 50 yaitu 44,5cm dibulatkan menjadi 45 cm.

bertujuan agar ukuran popliteal tinggi maupun pendek dapat menggunakan kursi ini pada saat melakukan pekerjaanya.

4 Lebar bahu (lebar sandaran

punggung)

Ukuran lebar bahu dengan persentil ke 90 yaitu 44,21 cm dibulatkan menjadi 44 cm

5 Lebar pinggul (lebar alas kursi)

Ukuran lebar pinggul dengan persentil 90 yaitu 43,81cm dibulatkan menjadi 44 cm (Sumber : [11])

Gambar 5. Usulan Desain Alat Bantu Kursi Pada Proses Pemotongan di UD Wijaya

Berdasarkan hasil pengolahan data dan rangkaian analisis yang sudah dilakukan sebelumnya, maka berikut usulan yang bisa diterapkan oleh mitra guna meminimalisir keluhan yang terulang bagi para pekerja pada saat proses produksi berlangsung yaitu :

1. Mengimplementasikan pembuatan alat bantu kursi dan meja sesuai ukuran antropometri tubuh pekerja.

2. Melakukan pengukuran dan evaluasi secara rutin terhadap posisi kerja yang dilakukan oleh

pekerja pada proses pemotongan kain agar sesuai kajian ergonomis.

3. Melakukan pembinaan terkait pentingnya bekerja sesuai prosedur dan standar yang ada terkait postur kerja yang disesuaikan dengan kajian ergonomis bertujuan agar keamanan dan kenyamanan saat bekerja selalu diprioritaskan.

Tabel 11. Pedoman Perancangan Alat Bantu Kursi No Data Pedoman

(Persentil) Ukuran Yang Digunakan

1 Tinggi meja

Ukuran tinggi lutut siku duduk dengan persentil ke 90, tinggi lutut duduk 54,81 cm dan tinggi siku duduk 27,81 cm menjadi 82,62 cm dibulatkan menjadi 83 cm.

2 Panjang meja

Ukuran rentangan tangan dengan persentil ke 90 yaitu 172 cm, bertujuan agar pengguna yang mempunyai rentangan tangan panjang dan pendek dapat menggunakan dengan nyaman.

3 Lebar meja

Ukuran jangkauan tangan kedepan dengan persentil ke 50 yaitu 73,5 cm dibulatkan menjadi 74 cm.

(Sumber : [11])

Gambar 6. Usulan Desain Alat Bantu Meja Pada Proses Pemotongan di UD Wijaya

Ktiga poin usulan yang diberikan untuk mitra disampaikan pada saat dilakukan proses penyuluhan penerapan metode REBA terkhusus di bagian aktivitas proses pemotongan kain di UD Wijaya. Foto-foto kegiatan penyuluhan dapat dilihat pada Gambar 7.

(8)

Gambar 7. Foto Kegiatan Penyuluhan Penerapan Metode REBA di UD Wijaya

4.KESIMPULAN

Pekerja proses pemotongan kain di UD.

Wijaya mengeluhkan gangguan MSDs yang disebabkan karena pada saat pemotongan kain posisi postur kerja duduk dengan kaki menekuk dan posisi punggung membungkuk ke bawah. Hasil penilaian postur kerja mendapatkan skor REBA sebesar 9, masuk dalam level action. Adapun rekomendasi usulan perancangan alat bantu berupa kursi dan meja kerja disesuaikan dengan data antropometri pekerja bertujuan untuk menstabilkan dan memperbaiki kondisi postur tubuh pekerja saat melakukan pekerjaan agar bekerja secara aman, nyaman dan dapat mengikuti kaidah ergonomis.

Perubahan postur kerja ini sangatlah krusial untuk meminimalkan tingkat cedera MSDs pada karyawan pemotongan kain, sehingga diharapkan saran ini segera dilaksanakan untuk meningkatkan produktivitas kerja. Adanya alat bantu ini akan menyebabkan berubahnya posisi juga tata cara kerja dalam melakukan pemotongan kain. Dengan memberikan training dan pengenalan penggunaan peralatan baru, maka diharapkan pekerja akan bisa memahami dan menerima tata cara kerja baru yang lebih ergonomis.

DAFTAR PUSTAKA

[1] S. Rinawati, “Analisis Risiko Postur Kerja Pada Pekerja Di Bagian Pemilahan Dan Penimbangan Linen Kotor Rs. X,” J. Ind. Hyg.

Occup. Heal., vol. 1, no. 1, p. 39, 2016, doi:

10.21111/jihoh.v1i1.604.

[2] Y. Hidjrawan and A. Sobari, “Analisis Postur Kerja Pada Stasiun Sterilizer Dengan Menggunakan Metode Owas Dan Reba,”

Optimalisasi, vol. 4, no. April, pp. 1–10, 2018.

[3] Gatot Basuki and Narto, “Usulan Perbaikan Postur Kerja Untuk Mengurangi Beban Kerja Proses Manual Material Handling Dengan Metode Rula Reba QEC (Studi Kasus Pengemasan Herbisida di PT. Petrokimia Kayaku Pabrik 3),” J. Ilm. Tek. Ind., vol. 8, no.

3, p. 203, 2020, doi: 10.24912/

jitiuntar.v8i3.7806.

[4] K. Istighfaniar and M. Mulyono, “Evaluasi Postur Kerja Dan Keluhan Muskoloskeletal Pada Pekerja Instalasi Farmasi,” Indones. J.

Occup. Saf. Heal., vol. 5, no. 1, p. 81, 2017, doi: 10.20473/ijosh.v5i1.2016.81-90.

[5] V. Tiogana and N. Hartono, “Analisis Postur Kerja dengan Menggunakan REBA dan RULA di PT X,” J. Integr. Syst., vol. 3, no. 1, pp. 9–

25, 2020, doi: 10.28932/jis.v3i1.2463.

[6] N. Evadarianto, “Postur Kerja Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pada Pekerja Manual Handlingbagian Rolling Mill,”

Indones. J. Occup. Saf. Heal., vol. 6, no. 1, p.

97, 2017, doi: 10.20473/ijosh.v6i1.2017.97- 106.

[7] S. Musyarofah, A. Setiorini, M. Mushidah, and B. Widjasena, “Analisis Postur Kerja Dengan Metode Reba Dan Gambaran Keluhan Subjektif Musculoskeletal Disorders (MSDs) (Pada Pekerja Sentra Industri Tas Kendal Tahun 2017),” J. Kesehat., vol. 7621, no. 1, pp.

24–32, 2019, doi: 10.23917/jk.v0i1.7669.

[8] R. F. Nur, E. R. Lestari, and S. A. Mustaniroh,

“Analisis Postur Kerja pada Stasiun Pemanenan Tebu dengan Metode OWAS dan REBA, Studi Kasus di PG Kebon Agung, Malang,” Teknol. dan Manaj. Agroindustri, vol. 5, no. 1, pp. 39–45, 2016.

[9] D. A. Anggraini and N. C. Bati, “Analisa Postur Kerja Dengan Nordic Body Map &

Reba Pada Teknisi Painting Di Pt. Jakarta Teknologi Utama Motor Pekanbaru,” Phot. J.

Sain dan Kesehat., vol. 7, no. 01, pp. 87–97, 1930, doi: 10.37859/jp.v7i01.563.

[10] S. and yossi purnama S. Fahmi, “Analisis Postur Kerja Pekerja Proses Pengelasam Batu Akik dengan Metode REBA,” J. Optim., vol. 1, no. 1, pp. 32–42, 2016.

[11] A. Ardin, “Laporan Hasil Pengambilan Data,”

2022.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji koefisien determinasi (R 2 ), diperoleh nilai Adjusted R Square = 0,904 yang berarti besarnya sumbangan pengaruh variabel bebas (pengalaman mengajar,

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, uji hipotesis Ttest (parsial) menunjukkan bahwa gaji secara parsial berpengaruh positif dan tidak signifikan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah struktur anatomi dan histologi sistem

Proyek : Pembangunan pabrik nickel pig iron dan pig iron Deskripsi : Berlokasi di kawasan indusitri Morowali,

Berdasarkan analisis peneliti yang ditunjukan dengan wawancara yang dilakukan kepada pemustaka, pada kenyataanya dalam pemberian pelayanan Perpustakaan Umum dan

44 Nabriza Tiara Sani SMPN 3 Tugu Trenggalek 9. 45 Kusnul Fitriani SMP

Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan analisis yang akan dilakukan oleh penulis yaitu Konflik Industrial (Suatu Kajian Kritis Terhadap Konflik

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Tingkat pengetahuan remaja di SMA Spektrum Kota Manado sebelum dilakukan penyuluhan kurang