• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAYAAN OBON DI JEPANG NIHON NI OKERU OBON NO IWAI KERTAS KARYA. Dikerjakan MAYANI PESENSIA SEREP ULI HUTAGALUNG. Nim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAYAAN OBON DI JEPANG NIHON NI OKERU OBON NO IWAI KERTAS KARYA. Dikerjakan MAYANI PESENSIA SEREP ULI HUTAGALUNG. Nim"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PERAYAAN OBON DI JEPANG

NIHON NI OKERU OBON NO IWAI

KERTAS KARYA

Dikerjakan

O

L

E

H

MAYANI PESENSIA SEREP ULI HUTAGALUNG

Nim 172203025

PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus, oleh karena anugerah-Nya yang melimpah, kemurahan dan kasih setia yang besar akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan kertas karya ini untuk memenuhi salah satu persyaratan ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Kertas karya ini berjudul

“PERAYAAN OBON DI JEPANG”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kertas karya ini masih jauh dari kesempurnaan karena segala keterbatasan yang ada. Untuk itu demi sempurnanya kertas karya ini, penulis sangat membutuhkan dukungan dan sumbangsih pikiran yang berupa kritik dan saran yang bersifat membangun.

Dalam menyusun kertas karya ini, penulis telah banyak mendapat bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Diah Syahfitri Handayani, M.Litt selaku Ketua Program Studi Diploma III Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Alimansyar, M.A., Ph.D, selaku Dosen Pembimbing dan Dosen PA yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan ide, bimbingan serta dukungan dalam menyelesaikan kertas karya ini dengan tepat waktu.

(6)

4. Seluruh Staff Pengajar pada Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, atas didikannya selama masa perkuliahan.

5. Teristimewa untuk orangtua tercinta yang telah memberikan nasihat, doa, dukungan serta kasih sayang kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan kertas karya ini dengan baik.

6. Teristimewa untuk abang dan adik-adik tercinta Rohen Hutagalung, Yose Hutagalung, Randes Hutagalung yang memberikan semangat serta berjuang agar penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini dengan baik.

7. Sahabat seperjuangan Warau Frischa, Ira, Sarah, Sinta, Rosa yang saling membantu, memberikan dukungan serta motivasinya dalam menyelesaikan kertas karya ini dengan baik

8. Sahabat sedari SMP dan SMA Alda, Ester, Esra, Angel, Juna, Pavin yang memberikan motivasi dan doa dalam menyelesaikan kertas karya ini dengan baik.

9. Saudari tercinta Megawati Butar-butar yang memberikan motivasi dan semangat dalam menyelesaikan kertas karya ini dengan baik.

10. Sahabat Pentabest Venita, Lerny, Sarah, Paris yang memberikan motivasi dan semangat dalam menyelesaikan kertas karya ini dengan baik.

11. Sahabat sedosping Desi, Cilvana, Joel, Samuel yang memberikan bantuan, motivasi dan semangat dalam menyelesaikan kertas karya ini dengan baik.

12. Teman-teman Otoa Clara, Esra, Kristin, Chatrine, Anju, Indri, Jefri, Alfrando, Gofit, Elison, Tian yang memberikan motivasi dan semangat dalam menyelesaikan kertas karya ini dengan baik.

(7)

13. Semua rekan-rekan di Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya, terkhusus angkatan 2017 yang telah membantu penulis dalam masa perkuliahan dan dalam menyelesaikan kertas karya ini dengan baik.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga kertas karya ini dapat berguna bagi kita semua di kemudian hari.

Medan, Agustus 2020 Penulis

MAYANI PESENSIA SEREP ULI HUTAGALUNG NIM: 172203025

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul ... 1

1.2 Tujuan Penulisan ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Metode Penelitian ... 3

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERAYAAN OBON 2.1 Pengertian Obon ... 5

2.2 Sejarah Perayaan Obon ... 6

2.3 Tujuan Perayaan Obon ... 8

BAB III PERAYAAN OBON PADA MASYARAKAT JEPANG 3.1 Rangkaian Perayaan Obon ... 10

3.1.1 Waktu Perayaan Obon ... 10

3.1.2 Persiapan Perayaan Obon ... 11

3.1.3 Obon Odori ... 14

3.2 Keunikan dalam Perayaan Obon di Jepang ... 16

3.3 Tempat Pelaksanaan Festival Obon di berbagai daerah di Jepang

(9)

... 19

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan ... 22

4.2 Saran ... 24

DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Semua orang pasti tahu negara Jepang, karena seperti yang kita ketahui Jepang terkenal dengan negaranya yang maju. Jepang adalah sebuah negara kepulauan yang didirikan oleh kaisar Jimmu pada abad ke-7 SM dan berada di sebelah timur benua Asia. Jepang merupakan negara yang memiliki teknologi yang jauh lebih maju dibanding negara-negara sekitarnya. Jepang memliki 4 pulau besar serta ribuan pulau kecil. 4 pulau tersebut terdiri dari : Hokkaido, Honshu, Shikoku dan Kyushu. Kepulauan jepang 75% wilayahnya terdiri dari pegunungan, dan 25% terdiri dari daratan.

Jepang adalah salah satu negara maju di dunia yang berada dibenua Asia.

Kemajuan teknologi dan perkembangan ekonominya sejajar dengan negara-negara maju yang berasal dari benua Amerika dan Eropa. Pada bidang teknologi, Jepang sudah memproduksi mobil, kereta listrik biasa, kereta listrik cepat dan lainnya yang digunakan hampir seluruh negara di dunia. Pada bidang ekonomi, dapat terlihat dari ekspansi perusahaan-perusahaan besar Jepang ke beberapa dunia, termasuk Indonesia. Perusahaan-perusahaan besar dibidang otomotif dan elektronik di Indonesia adalah perusahaan Jepang seperti Toyota, Honda, Toshiba, Sagami dan banyak lainnya.

Jepang maju dari berbagai aspek seperti teknologi, transportasi, tata kelola negara dan lain-lain. Tetapi disisi lain, masyarakat mereka masih memegang teguh tradisi dan adat istiadat. Contohnya, terlihat dari penyelenggaraan festival tahunan seperti perayaan tahun baru, festival musim semi (haru), musim panas

(11)

(natsu), musim gugur (aki) dan musim dingin (fuyu). Salah satu pesta tahunan yang masih diselenggarakan adalah festival obon.

Obon merupakan perayaan untuk menyambut para leluhur nenek moyang

yang akan pulang kerumah. Pada waktu acara obon dilakukan, begitu banyak persiapan yang akan dipersiapkan dan tradisi unik yang berbeda menurut daerahnya masing-masing dan waktu pelaksanaannya. Obon juga dikenal sebagai festival lampion, dikarenakan saat pelaksanaannya memasang banyak lampion untuk membuat para leluhur mengetahui rumah yang pernah ditinggalinya dan kembali menghanyutkan lampion tersebut kesungai sebagai lambang melepas leluhur untuk kembali kealamnya.

Obon selain tradisi untuk merayakan hadirnya arwah leluhur atau suatu

penghormatan bagi anggota keluarga yang telah meninggal, juga telah menjadi perayaan atau liburan yang ditunggu-tunggu oleh semua orang Jepang. Karena perayaan obon menjadi sarana berkumpulnya setiap anggota keluarga yang masih hidup untuk mempererat tali persaudaraan yang terjalin diseluruh anggota keluarga.

Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam lagi bagaimana perayaan yang ada di Jepang khususnya perayaan obon dari zaman dahulu hingga sekarang dan mengetahui keunikan tradisi orang Jepang saat merayakan festival Obon. Sehingga penulis memilih judul dan membahas tentang

“PERAYAAN OBON di JEPANG” sebagai judul dalam menulis Kertas Karya ini.

(12)

1.2 Tujuan Penulisan

Pada dasarnya dalam setiap penulisan kertas karya selalu ada yang ingin dicapai atau diharapkan. Adapun tujuan penulis memilih judul kertas karya tersebut adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sejarah festival obon

2. Untuk mengetahui kegiatan-kegiatan yang ada pada saat perayaan festival obon

3. Untuk mengetahui keunikan dalam pelaksaan perayaan festival obon

1.3 Batasan Masalah

Penulis membatasi permasalahaan yang akan dibahas yaitu Perayaan Obon di Jepang. Didalam kertas karya ini penulis membahas sejarah, persiapan pelaksanaannya serta keunikan dalam pelaksanaa festival obon.

1.4 Metode Penilitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam kertas karya ini adalah metode deskriptif dan metode kepustakaan (library research).

Menurut Nazir (1988: 63) metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

(13)

Selain itu, dalam penulisan kertas karya ini, penulis juga menggunakan metode perpustakaan (library research) menurut Nazir (1988: 112) studi keperpustakaan merupakan langkah yang paling penting dimana setelah seorang peneliti menetapkan topik penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan dengan teori topik penelitian. Dalam pencarian teori, peneliti akan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari: buku, jurnal, makalah, hasil- hasil penelitian (tesis atau desertasi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai (internet dan lainnya). Oleh karena itu studi kepustakaan meliputi prosen umum seperti: mengidentifikasikan teori secara sistematis, penemuan pustaka dan analisi dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan topik penelitian.

(14)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG PERAYAAN OBON

2.1 Pengertian Obon

Obon (お盆) atau disebut juga dengan bon (盆) adalah serangkaian

upacara dan tradisi di Jepang untuk merayakan kedatangan arwah leluhur atau nenek moyang yang telah meninggal yang dilakukan sekitar tanggal 15 Juli menurut kalender tempo (kalender lunisolar). Pada umumnya obon dikenal sebagai upacara yang berkaitan dengan agama Buddha Jepang, tetapi banyak tradisi dalam perayaan obon yang tidak bisa dijelaskan dengan dogma agama Buddha. Obon dalam bentuk sekarang ini merupakan sinkretisme dari tradisi turun temurun masyarakat Jepang dengan upacara agama Buddha disebut Urabon yang hanya diambil dari aksara terakhir kanjinya saja yaitu bon (盆). Kemudian didepan kata bon ditambah awalan honorifik huruf “O”.

Pada awalnya, obon sekedar meletakkan nampan yang berisi barang- barang persembahan untuk diberikan kepada arwah leluhur. Kemudian, obon kini berkembang menjadi istilah bagi arwah orang yang telah meninggal (shourou) yang di upacarakan dan dimana setiap keluarga memanjakannya dengan berbagai barang-barang persembahan.

Di daerah-daerah tertentu, Bonshama atau Oshorosama adalah sebutan untuk arwah leluhur yang telah meninggal yang datang pada saat perayaan obon.

Tradisi dan ritual seputar obon bisa berbeda-beda, tergantung pada aliran agama Buddha dan daerah-daerahnya. Beberapa daerah di Jepang, khususnya di daerah

(15)

Kansai juga dikenal perayaan Jizoubun yang dilakukan setelah perayaan obon.(https://id.wikipedia.org/wiki/Obon)

2.2 Sejarah Perayaan Obon

Di dalam sutra menceritakan tentang kisah seorang biksu yang bernama Mokuren (Mogallana), salah seorang biksu yang kehilangan ibunya untuk selamanya. Pada saat itu ia melakukan pertapaan. Ia melihat almarhum ibunya yang menderita kelaparan di Neraka Hantu Lapar, di mana setiap makanan yang disentuh ibunya selalu terbakar api. Mokuren sangat sedih dan merasa iba melihat ibunya dan meminta kepada Shakyamuni Buddha untuk menyelamatkan ibunya dari nasib buruk tersebut.

Kemudian Shakyamuni memberi perintah kepada Mokuren agar dosa-dosa ibunya dimasa lampau dapat terhapuskan, dengan cara Mokuren harus membuat persembahan berupa makanan yang terbuat dari bahan-bahan darat dan laut yang akan diberikan kepada teman-teman biksunya pada hari terakhir pertapaan mereka (yang berlangsung selama 90 hari dan berakhir pada pertengahan bulan Juli).

Setelah memenuhi perintah dari Shakyamuni, Mokuren menari penuh kegembiraan. Karena ia tahu ibu dan 7 keturunan nenek moyangnya dibebaskan dari semua siksaan. Tarian inilah yang kemudian diadopsi menjadi tarian Bon Odori.

Tradisi memperingati arwah leluhur di musim panas konon sudah ada di Jepang sejak sekitar abad ke-8. Sejak dulu di Jepang sudah ada tradisi menyambut kedatangan arwah leluhur yang dipercaya datang mengunjungi anak cucu sebanyak dua kali setahun. Pada saat bulan purnama di permulaan musim semi

(16)

dan awal musim gugur. Penjelasan lain mengatakan tradisi mengenang orang yang telah meninggal dilakukan dua kali. Karena awal sampai pertengahan tahun dihitung sebagai satu tahun dan pertengahan tahun sampai akhir tahun juga dihitung satu tahun.

Di awal musim semi, arwah leluhur datang dalam bentuk Toshigami (salah satu Kami dalam kepercayaan Shinto) dan dirayakan sebagai tahun baru Jepang.

Di awal musim gugur, arwah leluhur juga datang dan perayaannya secara agama Buddha merupakan Shinkretisme dengan Urabon. Jepang mulai menggunakan kalender Gregorian sejak pada tanggal 1 januari 1873. Sehingga perayaan Obon di berbagai daerah di Jepang bisa dilangsungkan pada tanggal :

1. Bulan ke tujuh hari ke lima belas menurut kalender Tempou 2. 15 Juli menurut kalender Gregorian

3. 15 Agustus menurut kalender Gregorian mengikuti perhitungan Tsukiokure (tanggal pada kalender Gregorian selalu lebih lambat satu bulan dari kalender Tempou)

Pada tanggal 13 Juli 1873 pemerintah daerah Prefektur Yamanashi dan Prefektur Niigata sudah menyarankan agar orang-orang tidak lagi merayakan Obon pada tanggal 15 Juli menurut kalender Tempou. Sehingga sekarang ini, orang Jepang yang merayakan Obon pada tanggal 15 Juli menurut kalender Tempou semakin sedikit. Pada saat ini, orang Jepang umumnya merayakan Obon pada tanggal 15 Agustus menurut kalender Gregorian.

Pada akhirnya Perayaan Obon bukan lagi merupakan upacara keagamaan yang merayakan kedatangan arwah leluhur nenek moyang. Melainkan hari libur

(17)

musim panas yang dinanti-nantikan banyak orang di Jepang. Sekarang perayaan Obon lebih banyak diartikan sebagai kesempatan pulang kekampung halaman untuk bertemu sanak saudara dan membersihkan makam. Perayaan Obon sudah sama artinya dengan liburan musim panas, bagi orang Jepang yang tidak mengerti tradisi agama Buddha.

2.3 Tujuan Perayaan Obon

Perayaan Obon bisa dikatakan bentuk rasa syukur dan rasa hormat yang di percaya bisa membebaskan roh dari siksaan kekal yang mereka hadapi. Jadi, perayaan obon ini dilakukan untuk menghormati para leluhur yang telah meninggal. Juga untuk membebaskan arwah-arwah gelisah, seperti hantu lapar dari penderitaan mereka. Selain itu,perayaan obon dilakukan agar para leluhur yang telah meninggal dapat mengunjungi anak dan cucunya serta sanak keluarga yang tinggal dibumi. Kemudian akan merayakan obon bersama. Jadi, perayaan obon juga bisa diartikan sebagai reuni keluarga.

(18)

BAB III

PERAYAAN OBON PADA MASYARAKAT JEPANG

Masyarakat Jepang memiliki banyak sekali budaya-budaya yang menarik.

Beberapa wisatawan ada yang hanya sekedar menikmati gelaran perayaan tersebut dan ada juga yang mengabadikan dalam bentuk foto maupun video yang akan disimpan dan dijadikan sebuah kenang-kenangan.

Salah satunya adalah Perayaan Festival Obon atau Perayaan Obon Matsuri. Perayaan obon merupakan sebuah tradisi menyambut datangnya arwah leluhur yang telah kembali bersama keluarga dibumi untuk memperingati kematian seseorang di Jepang dan yang akan kembali ke alamnya.

Masyarakat Jepang percaya bahwa ada satu waktu dalam setahun, dimana arwah leluhur keluarga yang telah meninggal akan kembali untuk mengunjungi sanak keluarga yang masih hidup. Perayaan obon ini diadakan pada saat musim panas. Festival ini begitu banyak menarik minat masyarakat jepang untuk mengikutinya.

Perayaan festival obon seringkali dikaitkan dengan Halloween. Padahal perayaann obon ini merupakan bentuk penghormatan untuk leluhur dan orang- orang terkasih yang terlebih dahulu telah meninggal. Karena perayaan obon jatuh pada liburan musim panas, dimana masyarakat Jepang yang bekerja banyak mengambil cuti. Sehingga pada saat perayaan obon tidak ditandai dengan tanggal merah pada kalender Jepang.

(19)

3.1 Rangkaian Perayaan Obon 3.1.1 Waktu Perayaan Obon

Perayaan obon berlangsung selama tiga hari. Walaupun begitu, tanggal awalnya bervariasi pada setiap daerahmya. Karena adanya perbedaan hari perayaan ini berkaitan dengan pergantian sistem kalender tempou (atau disebut juga sistem kalender lunar) menjadi sitem kalender gregorian pada tanggal 13 Juli 1873 di awal masa pemerintahan meiji. Saat terjadi sistem pergantian kalender ini, penduduk jepang yang tinggal di daerah yang satu dengan yang lainnya menunjukkan reaksi yang berbeda-beda. Hal ini sangat berkaitan dengan keyakinan mereka. Perbedaan penanggalan itu adalah sebagai berikut:

a) Sichigatsu Bon

Sichigatsu atau yang disebut juga dengan “Perayaan Obon di bulan Juli” . Perayaan ini dilangsungkan pada tanggal 15 Juli berdasarkan kalender Gregorian. Daerah-daerah yang merayakan pada tanggal ini misalnya, Tokyo, Yokohama dan wilayah Tohoku.

b) Hachigatsu Bon

Hachigatsu Bon atau disebut juga dengan “Perayaan Obon di bulan agustus”. Perayaan ini dilangsungkan pada tanggal 15 Agustus berdasarkan kalender Gregorian. Pada umumnya masyarakat Jepang lebih banyak memilih merayakan obon dibulan ini. Apalagi media massa Jepang juga nampaknya lebih memilih menyiarkan tentang perayaan obon dibulan ini.

(20)

c) Kyu Bon

Kyu Bon atau disebut juga dengan “Perayaan Obon kuno”.

Perayaan ini dirayakan pada hari kelima belas bulan ketujuh berdasarkan sistem kalender tempou yang selalu berubah setiap tahunnya. Biasanya “Kyu Bon” dirayakan di daerah bagian utara Jepang seperti wilayah Kantou, Chuugoku, Shikoku dan pulau-pulau dibagian Barat Daya.

3.1.2 Persiapan Perayaan Obon

Pada zaman dahulu saat lokasi pemakaman (ohaka) masih berdekatan dengan lokasi pemukiman penduduk. Di sana para keluarga yang berziarah akan berdoa dan meletakkan berbagai persembahan. Namun seiring berjalannya waktu, zaman mulai berkembang. Sehingga banyaknya pembangunan infrastruktur yang menyebabkan lokasi pemakaman dan lokasi tempat tinggal jauh, yang membuat adanya sedikit pergeseran tradisi.

Gambar 1. Orang Jepang sedang berziarah ke pemakaman

Gambar 2. Salah satu persembahan yang diletakkan di makam

(21)

Ada dua hal sebagai tanda akan dimulaiya perayaan festival obon.

Yang pertama dikenal dengan istilah Bon Michi Tsukuri (membuat jalan bon) yaitu membersihkan jalan-jalan yang akan dilalui oleh leluhur nenek moyang nantinya. Pada beberapa tempat dan daerah, jalan yang dibersihkan mulai dari gunung atau bukit hingga ke daerah perkampungan. Yang kedua dikenal dengan Bon Bana Mukae (mengumpulkan bunga untuk perayaan festival obon) bunga-bunga tersebut terdiri dari: bunga semanggi, bunga bakung dan bunga serunai. Bunga-bunga ini dipetik dari puncak atau bukit, dimana hal ini dilakukan karena orang Jepang percaya bahwa roh-roh leluhur nenek moyang mereka memasuki bunga-bunga obon ini dapat menemukan jalan untuk pulang kerumah mereka masing-masing. Jika pemukiman jauh dari bukit ataupun pegunungan, penduduk dapat mengunjungi Bon Ichi (pasar bon) untuk membeli bunga bon dan perlengkapan lainnya.

Gambar 3. Bon Michi Tsukuri (membuat jalan bon)

Biasanya, menjelang perayaan obon, anak cucu serta sanak saudara yang mengharapkan kedatangan leluhur nenek moyang membuat mukaebi.

Mukaebi adalah api kecil yang dipasang di sekitar luar rumah. Berfungsi untuk memberi penerangan jalan pulang bagi arwah leluhur nenek moyang yang turun ke bumi. Setelah arwah leluhur nenek moyang sampai kerumah

(22)

yang pernah ditinggalinya, dipanggillah pendeta Buddha untuk membacakan sutra. Sutra ini disebut Tangyo. Karena dibacakan di depan altar yang diisi dengan barang-barang persembahan (shouroudana, shouryoudana atau dana). Pada tanggal 16 Agustus, pada saat arwah leluhur nenek moyang hendak pulang kealamnya, rumah kembali diterangi dengan api kecil yang disebut dengan okuribi.

Gambar 4. Salah satu persembahan yang diletakkan di dipan altar

Gambar 5. Okuribi

Setelah ritual,biasanya mereka akan makan bersama sambil bercerita dan mengenang mendiang keluarga yang terlebih dahulu telah meninggal.

Selain itu, penduduk Jepang meramaikan perayaan festival obon dengan menampilkan Bon Odori.

(23)

3.1.3 Obon Odori

Gambar 6. tarian bon odori

Tradisi menari obon sudah simulai sejak zaman Muromachi yang dilakukan sebagai hiburan umum. Seiring berjalannya waktu, kini makna religi yang asli sudah mulai memudar dan tarian obon pun bercampur dengan kegiatan-kegiatan musim panas. Peserta-peserta yang berpartisipasi dalam acara ini biasanya akan memakai yukata. Yukata adalah kimono tipis yang terbuat dari bahan katun dan biasanya dipakai pada saat acara musim panas lainnya.

Acara menari bersama dapat diikuti oleh siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin dan usia ini, diadakan sebagai penutup rangkaian perayaan festival obon. Konon gerakan tari obon ini meniru gaya tarian arwah leluhur nenek moyang yang merasa gembira karena lepas dari hukuman kejam di neraka. Setiap daerah memiliki ciri khas tariannya masing-masing sesuai dengan musik yang mengiringinya. Musik yang dinyanyikan berkaitan dengan pesan obon, atau nyanyian rakkyat min’yo.

Di Hokkaido, atau di utara Jepang, terkenal dengan nyanyian rakyat

“Shoran Bushi”. Lagu “Tokyo Ondo” di ambil dari nama ibukota Jepang.

“Goshu Ondo” adalah lagu rakyat dari wilayah Shiga. Di daerah Kansai

(24)

dikenal dengan lagunya yang berjudul “Kawachi Ondo”. Tokushima di Shikoku, sangat terkenal dengan “Awa Odori” dan jauh di bagian selatan, terkenal dengan “Ohara Bushi” dari Kagoshima.

Cara mempertunjukkan tariannya pun berbeda di setiap daerahnya.

Walau demikian hal yang khas dari tarian obon tidak jauh-jauh dengan barisan yang melingkari panggung kayu bernama yagura. Yagura ini khusus dibuat dan dipergunakan untuk panggung para musisi dan penyanyi obonnya dalam perayaan festival obon. Beberapa tarian dilakukan dengan searah jarum jam dan beberapa tarian lainnya dilakukan dengan berlawanan arah jarum jam di sekitar yagura tersebut. Beberapa kali orang-orang menghadapi yagura dengan gerakan maju dan mundur. Namun beberapa tarian, seperti tari Ohara, Kagoshima dan Tokushima Awa Odori hanya melanjutkan dalam garis lurus melalui jalan-jalan kota.

Gambar 7. panggung yagura

Tarian-tarian daerah dapat menggambarkan sejarah dan ciri khas daerahnya. Misalnya, tarian Bushi Tankou yaitu tentang “lagu pertambangan batu bara” tambang Miike tua di Kyushu. Tarian ini dilakukan seperti gerakan para pekerja pertambangan, yaitu menggali, mendorong gerobak,

(25)

menggantung lentera dan lain-lain. Semua penari-penari melakukan urutan tarian secara serentak.

Alat-alat yang digunakan pada saat menari obon pun berbeda.

Beberapa tarian menggunakan berbagai jenis kipas, sedangkan yang lainnya menggunakan handuk kecil “tenugui” yang biasanya bercorak warna-warni.

Beberapa tarian obon ada yang membutuhkan dengan menggunakan genta kayu kecil atau lonceng (kachi-kachi) selama berlangsungnya tarian.

Pertunjukan “Hanagasa Odori” dari Yamagata memakai topi jerami yang di hiasi dengan bunga-bunga.

Musik yang dimainkan selama berlangsungnya tarian obon tidak hanya terbatas pada musik obon dan min’yo. Beberapa irama enka modern dan musik anak-anka yang terdaftar dalam irama ondo juga dipakai selama musim perayaan festival obon berlangsung. Lagu “Pokemon Ondo” digunakan sebagai salah satu lagu penutup anime berser idi Jepang. Untuk merayakan festival obon di Okinawa, tarian drum eisa dilakukan sebagai gantinya.

3.2 Keunikan dalam Perayaan Obon di Jepang

Pada saat perayaan festival obon di Jepang, keunikan tradisinya berbeda- beda tergantung daerahnya. Keunikan tersebut antara lain:

1. Kendaraan dari Terong dan Ketimun

Gambar 8. Kendaraan dari terong dan ketimun

(26)

Didaerah tertentu, ada tradisi membuat kendaraan seperti kuda-kudaan dan sapi-sapian. Bahan yang digunakan yaitu terong dan ketimun yang disebut Shouryou-uma. Empat batang korek api atau potongan sumpit sekali pakai yang disebut Waribashi akan ditusukkan pada terong dan ketimun sebagai kaki kendaraan tersebut. Terong berkaki menjadi “sapi”, sedangkan ketimun menjadi “kuda”. Masyarakat Jepang meyakini bahwa kedua benda tersebut menjadi kendaraan para arwah leluhur nenek moyang sewaktu mereka pulang kerumah dan akan kembali ke almanya lagi.

Masyarakat Jepang percaya bahwa kuda-kudaan yang terbuat dari ketimun, mampu berlari dengan cepat sehingga para arwah leluhur bisa segera sampai turun ke Bumi. Sedangkan sapi-sapian yang terbuat dari terong dan dianggap hanya bisa berjalan dengan pelan-pelan. Sehingga sapi-sapian ini digunakan untuk mengantar arwah leluhur kembali ke alamnya dengan maksud agar arwah leluhur tidak tergesa-gesa untuk pulang.

2. Mendoakan Setan Lapar

Pada beberapa daerah, penduduk masyarakat Jepang melangsungkan upacara Segaki di Kuil Buddha. Bertujuan untuk menolong setan kelaparan (gaki) dan mendoakan arwah leluhur yang telah meninggal di pinggir jalan dengan cara mendirikan pendirian altar (gaki dana).

(27)

3. Lampion Obon

Gambar 9. Bon chochin

Di beberapa daerah lainnya ada tradisi memasang lampion atau lentera yang terbuat dari kertas yang diterangi dengan lilin didalamnya bon chochin. Hal ini dilakukan agar arwah leluhur mampu menemukan rumah yang dulu pernah ditinggalinya. Bon chochin terbuat dari washi dengan kaki penyangga yang terbuat dari kayu.

4. Menghanyutkan Lampion

Gambar 10. Menghanyutkan lampion ke sungai

Ada beberapa daerah yang memiliki tradisi tourounagashi yaitu berupa pelarungan lampion yang terbuat dari washi dan dibuat di sungai sebagai lambang melepas arwah leluhur yang hendak pulang ke alamnya.

Selain itu ada juga daerah-daerah yang mengadakan tradisi

(28)

sourounagashi. Yaitu membuat kapal-kapalan kecil yang digunakan untuk memuat lampion sebelum dihanyutkan ke sungai.

5. Hatsu Obon dan Niibon

Hatsu obon atau disebut juga dengan niibon adalah sebutan perayaan bagi arwah yang baru saja meninggal selama 49 hari. Upacara peringatan yang dilakukan untuk pertama kalinya ini mendapat perlakuan khusus dengan cara membacakan doa yang lebih panjang.

3.3 Tempat Pelaksanaan Festival Obon di berbagai daerah di Jepang

Jepang memiliki banyak prefektur dan kota di setiap prefektur. Kota tersebut merayakan festival obon dengan berbagai hal unik dan ciri khasnya masing-masing sesuai daerahnya.

1. Daerah Tohoku A. Prefektur Iwate

Funekko Nagashi (Morioka dan kota Touno) B. Prefektur Akita

Tiga Bon Odori terbesar, yaitu:

a. Kemanai Bon Odori di kota Kazuno (21-23 Agustus) b. Hitoichi Bon Odori di kota Hachirougata (18-20 Agustus) c. Nishimonai Bon Odori di kota Ugo (16-18 Agustus) C. Prefektur Fukushima

Bon Odori yang diselenggarakan di kota Minaharu memiliki panggung (yagura) untuk penyanyi dan pemusik yang unik.

(29)

2. Daerah Kantou

A. Prefektur Tochigi

Hyakuhatou Nagashi di kota Tochigi B. Tokyo

Tsukuda no Bon Odori 3. Daerah Tokai

A. Prefektur Gifu

Gujou Odori di kota gujou 4. Daerah Kansai

A. Prefektur Kyoto

Gozan no Okuribi di kota Kyoto B. Prefektur Nara

Nara Daimonji Okuribi di kota Nara 5. Daerah Chugoku

A. Prefektur Hiroshima

Lampion Bontourou di daerah Aki 6. Daerah Shikoku

A. Prefektur Tokushima

Awa Odori di kota tokushima 7. Daerah Kyushu

A. Prefektur Naga Saki

Chankoko Odori di kota Gotou ShourouNagashi di beberapa tempat

Kembag api yang dinyalakan sejak siang hari di makam

(30)

B. Prefektur Okinawa Eisa di berbagai tempat Angama di kota ishigaki

(31)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari kertas karya ini yaitu:

Pada awalnya perayaan obon hanya sekedar meletakkan nampan berisi barang-barang persembahan untuk arwah leluhur. Seiring berjalannya waktu, berubah menjadi perayaan dimana menyambut datangnya arwah leluhur yang datang kembali ke bumi. Perayaan obon ini diambil dari kisah seorang biksu yang bernama Mokuren (Mogallana). Didalam pertapaannya, ia melihat ibunya yang menderita kelaparan di Neraka Hantu Lapar dan ingin berusaha membebaskan ibunya dari nasib buruk tersebut. Mokuren dapat menyelamatkan ibunya dengan cara membuat persembahan berupa makanan yang terbuat dari bahan daratan dan lautan yang akan diberikan kepada teman biksunya pada hari terakhir pertapaan.

Itulah sebabnya perayaan ini berkaitan dengan penyambutan arwah leluhur.

Perayaan obon berlangsung selama tiga hari. Biasanya para keluarga terlebih dahulu berziarah untuk berdoa dan meletakkan berbagai persembahan.

Ada dua hal tanda akan dimulainya festival obon, yaitu Bon Michi Tsukuri (membuat jalan bon) dan Bon Bana Mukae (mengumpulkan bunga untuk perayaan festival obon). Menjelang perayaan obon,anak cucu serta sanak saudara membuat mukaebi. Mukaebi adalah api kecil yang dipasang disekitar luar rumah dan berfungsi untuk memberi penerangan jalan bagi arwah leluhur yang turun ke bumi. Setelah arwah leluhur sampai, lalu Pendeta Buddha membacakan sutra yang disebut Tango. Kemudian pada saat arwah leluhur hendak pulang, rumah kembali

(32)

diterangi api kecil yang disebut Okuribi. Dimana api kecil tersebut mampu menerangi jalan para arwah leluhur yang hendak kembali ke alamnya.

Setelah ritual, mereka akan makan bersama sambil bercerita dan mengenang mendiang keluarga yang telah meniggal. Pada saat perayaan obon, masyarakat Jepang meramaikan perayaan ini dengan menampilkan obon odori.

Obon Odori adalah tarian yang dilakukan pada saat perayaan festival obon dan gaya tarian ini meniru tarian arwah leluhur yang merasa gembira karena lepas dari hukuman kejam di neraka.

Jepang dikenal dengan berbagai keunikan, sama halnya dengan perayaan obon ini. Didalam perayaan festival obon di Jepang ada keunikan tradisi yang berbeda-beda tergantung daerahnya. Keunikan tersebut yaitu kendaraan terong dan ketimun, mendoakan setan lapar, lampion obon, menghanyutkan lampion dan hatsu obon dan niibon.

4.2 SARAN

Dari pembahasan tentang perayaan festival obon di Jepang pada kertas karya ini, maka penulis memberi saran sebagai berikut:

Kita sebagai warga negara Indonesia seharusnya bangga karena kita juga kaya akan tradisi dan kebudayaan. Kita harus bangga mengapresiasikan tentang tradisi dan budaya kita, sama halnya seperti yang dilakukan oleh masyarakat Jepang. Dimana walaupun negara Jepang disebut negara maju, masyarakat Jepang tetap bangga kepada tradisi-tradisi dan budaya mereka. Bahkan negara-negara lain juga mengetahui tradisi-tradisi dan budaya mereka, karena mereka sangat mengapresiasikan tradisi yang ada di negara mereka.

(33)

Sebaiknya juga kita harus lebih mengutamakan budaya lokal kita dibanding harus lebih mengutamakan budaya negara asing. Kita tidak perlu terlalu mengikuti perkembangan zaman yang membuat kita lupa akan budaya dan tradisi kita sendiri. Pergunakan saja budaya asli Indonesia kita dikeseharian dalam hal kecil terlebih dahulu dan seiring berjalannya waktu akan menjadi terbiasa. Kalau tidak kita yang terlebih dahulu membanggakan budaya kita, siapa lagi.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Shintani, Takonari, 2013. Nihon No Shikitari Ga Marugoto wakaru Hon. Tokyo: Shinyusha https://id.wikipedia.org/wiki/Obon (diakses 22 Juni 2020 pukul 10:25 WIB)

https://www.akemapa.com/2008/05/16/obon-dan-bon-odori-sejarah-dan- perkembangan-budayanya/ (diakses 22 Juni 2020 pukul 10:25 WIB)

https://www.adventuretravel.co.id/blog/festival-obon-jepang (diakses 30 Juni 2020 pukul 16:49)

https://www.jalan2kejepang.com/artikel/festival-obon-perayaan-kematian-di- jepang.html (diakses 30 Juni 2020 pukul 16:49 WIB)

https://jinggahalimunn.wordpress.com/2010/05/04/obon-matsuri-obon-odori- obonyasumi/ (diakses 30 Juni 2020 pukul 20:22 WIB)

(35)

ABSTRAK

Jepang terkenal dengan sebutan negara maju. Tetapi disisi lain, masyarakat mereka masih memegang teguh tradisi adat dan istiadat. Terlihat dari penyelenggaraannya dan perayaan festival tahunan yaitu perayaan festival obon.

Acara ini merupakan bagian dari agama Buddha sama dengan acara tahun baru bagi masyarakat Jepang.

Obon adalah perayaan atau tradisi di Jepang untuk merayakan kedatangan arwah leluhur yang telah meninggal. Obon dalam bentuk sekarang ini disebut Urabon. Tradisi memperingati arwah leluhur di musim panas konon sudah ada di Jepang sejak sekitar abad ke-8. Perayaan obon berlangsung selama tiga hari.

Tetapi tanggal awalnya bervariasi pada setiap daerahnya. Hal ini berkaitan dengan keyakinan mereka. Perbedaan tersebut dalam perayaannya yaitu sichigatsu bon (perayaan obon di bulan Juli), hachigatsu bon (perayaan obon di bulan Agustus) dan kyu bon (perayaan obon kuno).

Dalam perayaan obon ada dua hal sebagai tanda akan dimulainya perayaan tersebut. Yang pertama Bon Michi Tsukuri (membuat jalan bon) dan Bon Bana Mukae (mengumpulkan bunga untuk perayaan festival bon). Hal ini dilakukan karena orang Jepang percaya bahwa roh leluhur dapat menemukan jalan untuk pulang ke rumah mereka masing-masing.

Selain itu, penduduk Jepang meramaikan perayaan festival obon dengan menampilkan bon odori. Peserta yang berpartisipasi dalam acara ini biasanya akan memakai yukata. Konon gerakan tari bon odori ini meniru gaya tarian arwah leluhur yang merasa gembira karena lepas dari hukuman kejam di neraka.

(36)

Acara menari dapat diikuti siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin dan usia. Musik yang dinyanyikan berkaitan dengan pesan obon, atau nyanyian rakyat min'yo. Pertunjukan tariannya pun berbeda di setiap daerahnya. Tarian-tarian daerah dapat menggambarkan sejarah dan ciri khas daerahnya.

Peryaan obon di Jepang memiliki keunikan tradisinya seperti kendaraan dari terong (sebagai sapi) dan ketimun (sebagai kuda) dengan menggunakan batang korek api atau sumpit sebagai kaki kendaraan tersebut, mendoakan setan lapar, memasang lampion obon atau lantera, menghanyutkan lampion dan hatsu obon dan niibon.

Pada akhirnya perayaan obon bukan lagi merupakan upacara keagamaan yang merayakan kedatangan arwah leluhur. Melainkan hari libur yang dinanti- nantikan banyak orang di Jepang. Karena perayaan obon menjadi sarana berkumpulnya setiap anggota keluarga untuk mempererat tali persaudaraan.

(37)
(38)
(39)
(40)
(41)

Gambar

Gambar 1. Orang Jepang sedang berziarah ke pemakaman
Gambar 3. Bon Michi Tsukuri (membuat jalan bon)
Gambar 4. Salah satu persembahan yang diletakkan di dipan altar
Gambar 6. tarian bon odori
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kalender Hijriah atau kalender Islam atau kalender Komariah ialah kalender atau penanggalan berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi (revolusi bulan terhadap bumi selama 29

[r]

Beberapa hal yang didapatkan ialah bahwa di Pasar Bantul tidak banyak penjual sayuran dan jajanan yang berada di pinggir jalan.. Selain itu, proses tawar menawar juga terjadi

Dikarenakan setiap ayat-ayat Alquran yang turun kepada nabi Muhammad Saw itu tidak semestinya ada kausalitas pada setiap ayat.Dalam kitab tafsir al- Misbah lebih

Matahari adalah lambang dari negara Jepang, seperti halnya juga seperti bunga seruni, yang menjadi lambang keluarga kerajaan Jepang karena bentuk kelopak bunga

a) Bunshici : Dengan garis berat dan tebal, wajah maskulin, kepala ini juga menunjukkan kecemasan atau kesedihan tersembunyi, dan digunakan untuk pahlawan

Tujuan penelitian ini adalah mendesain ditcher berpengeruk untuk pembuatan saluran drainase (got malang) pada budidaya tebu lahan kering dengan kriteria : 1) ditarik oleh

Tugas akhir dengan judul “Pengaruh Work Stressor Terhadap Perilaku Cyberloafing Dengan Sanksi Organisasi Sebagai Pemoderasi Pada Karyawan PTN di Kota Malang ”