• Tidak ada hasil yang ditemukan

FARMAKOTERAPI AIDS FOR : MAHASISWA FARMASI UNISSULA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FARMAKOTERAPI AIDS FOR : MAHASISWA FARMASI UNISSULA"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

FARMAKOTERAPI AIDS

FOR : MAHASISWA FARMASI

UNISSULA

(2)

Epidemi HIV/AIDS di Indonesia

HIV Prevalence

Estimation PLHIV Estimation

Total Populasi 240 juta

Prevalensi HIV 0,2% dan estimasi ODHA 186.000

Apa yang memicu penularan HIV di Ind?

Perempuan Laki-laki

3,1 Juta Pria membeli Sex

(2-20% dari Pria Dewasa)

1,6 Juta

menikah dg pria risiko

tinggi

230.000 penasun

800,000 GWL

230,000 Wanita Pekerja seks

Anak-anak

Jumlah Penduduk Indonesia: 240 juta

(3)

01/11/2013

Jumlah Kasus AIDS yang Dilaporkan pada 10 Tahun Terakhir

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

219 345 316 1195

2639 2873 2947

4969

3863 4158

Proporsi kasus AIDS pada laki – laki dan perempuan

sd Maret 2011

Laki-laki 72,9%

Perempuan 26,8%

Tak diketahui 0,4%

Laki-laki 72,9%

Perempuan 20,8%

Persentase Kumulatif Kasus AIDS Berdasarkan Cara Penularan

Sd Maret 2011

Persentase Kumulatif Kasus AIDS Berdasarkan Kelompok Umur,

sd Maret 2011

37.9 53.1

3 2,6

0,2 3,2

1.0 1,1 0,8 3,1 47.2

31,3

9.5 2,6 0,4

3.0

(4)

10 Provinsi dengan Kasus AIDS Terbanyak sd Maret 2011

10 Provinsi dengan Case Rate Tertinggi sd Maret 2011

3995

3775 3728 3712

1747

11251030

591 507 505

175,.91

49,16 44,74

25.57 23,96

15.91 14,21 11,65 10.62 10.45 9.93 0

20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

KEBIJAKAN

NASIONAL

PENGENDALIAN

HIV-AIDS DAN IMS

(5)

01/11/2013

9

Visi dan Misi

Pengendalian HIV-AIDS & IMS

Visi

Masyarakat Sehat yang Mandiri dalam Pencegahan dan Penanggulangan HIV- AIDS dan IMS serta Berkeadilan.

Misi

1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan

masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani dalam pengendalian HIV- AIDS dan IMS.

2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan dalam pengendalian HIV-AIDS dan IMS

3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan dalam pengendalian HIV-AIDS dan IMS.

4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik dalam pengendalian HIV- AIDS dan IMS.

Sasaran Strategis Pengendalian HIV-AIDS &

IMS Tahun 2010-2014

Menurunnya prevalensi HIV pada penduduk usia 15-49 tahun menjadi

<0,5%

Meningkatnya persentase penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV-AIDS dari 65% menjadi 95%

Meningkatnya jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih yang menerima konseling dan tes HIV dari 300.000 Menjadi 700.000

Meningkatnya persentase kabupaten/kota yang melaksanakan pencegahan penularan HIV sesuai pedoman dari 50% menjadi 100%

Meningkatnya penggunaan kondom pada kelompok risiko tinggi dari 25%

(P) dan 20% (L) menjadi 65% (P) dan 50% (L)

Meningkatnya persentase ODHA yang mendapatkan ART dari 60%

menjadi 90%.

Meningkatnya persentase Rumah Sakit Pemerintah yang

menyelenggarakan pelayanan rujukan bagi ODHA menjadi 100%.

(6)

TUJUAN

UMUM

Mengendalikan penularan HIV

Meningkatkan kualitas hidup ODHA

Menurunkan tingkat kesakitan dan kematian akibat HIV&AIDS

KHUSUS

Menyediakan dan meningkatkan mutu pelayanan perawatan, pengobatan dan dukungan yang terintegrasi dengan upaya pencegahan

Menyediakan dan menyebarluaskan informasi dengan titik berat pencegahan pada subpopulasi berperilaku risti dan lingkungannya

Meningkatkan peran serta remaja, perempuan, keluarga dan masyarakat umum termasuk ODHA dalam berbagai upaya pengendalian HIV dan AIDS

Meningkatkan koordinasi kebijakan nasional dan daerah serat inisiatif dalam pengendalian HIV&AIDS

Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan

PROGRAM PENGENDALIAN HIV AIDS BIDANG KESEHATAN

Promosi Kesehatan

Pengendalian IMS

Pengurangan Dampak Buruk

Layanan Konseling dan

Tes HIV

Pengamanan Darah Donor dan

Produk Darah

Pencegahan Infeksi HIV dari Ibu ke Anaknya

Program Kewaspadaan

Universal

Perawatan, Dukungan dan

Pengobatan

Diagnostik

Penunjang Surveilans

Pengembangan Sumber Daya

Manusia Kesehatan

Perencanaan dan Penganggaran

Terpadu

Pengelolaan Logistik

Monitoring Evaluasi

(7)

01/11/2013

DEFINISI HIV-AIDS

Penyakit HIV/AIDS

CDCAcquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS): kumpulan gejala serius yang dialami oleh orang-orang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ditandai dengan jumlah limfosit CD4 < 200 sel/µL atau < 14% dari total limfosit.

Virus HIV:retrovirus, RNA sense positif  Luc Montaigner (Januari 1983) di Perancis.

Sifat khas: enzimreverse transkriptase(ssRNA dsDNA) HIV berkembang biak di sel limfosit T-helper (CD4).

Dua tipe virus HIV:

a. HIV-1 3 kelompok: M, N, dan O. Ada 9 subtipe virus HIV-1 kelompok M: subtipe A, B, C, D, F,G,H,J dan K.

b. HIV-2 Afrika Barat dan 6 subtipe: A, B, C, D, E dan F.

(8)

subfamili Lentiviridae

Memiliki : 2 strands of (+)ssRNA reverse transcriptase & integrase.

--- insersi HIV DNA ke DNA mns Terdapat dua subtipe virus HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2

Partikel virus HIV-1 diameter 100 nm dan dikelilingi oleh membran lipoprotein Setiap partikel virus mengandung 72 kompleks glikoprotein yg terintegrasi ke dalam membran lipid, dan masing2 tersusun dari glikoprotein gp120 di bag.

eksternal dan protein gp41 yang berada di transmembran

Menginfeksi sel T helper dan macrofag

(9)

01/11/2013

PATOGENESIS INFEKSI HIV

• T Cells (CD4 Cells) = bagian dari sistem imun

• Ketika HIV memasuki tubuh, virus bereplikasi dan menyerang CD4

CD4 Rata CD4 pada manusia: 800 – 1500

HIV HI

V HI

V HI

V CD4

HIV

HIV Enters CD4 Cells HIV Replicates

CD4

Kills CD4 Cells

HIV and the CD4 Count

Jumlah HIV dalam tubuh meningkat menyebabkan penurunan jumlah CD4 dalam tubuh.

Ketika CD4 menurun  tubuh menjadi lemah dalam melawan berbagai macam penyakit.

Amount in Body

CD4

HIV

(10)

SIKLUS HIDUP

i k

l

u

s

H

i

d

u

p

H

I

V

(11)

01/11/2013

Ketika HIV masuk & menyerang tubuh ...

Akhirnya ...

(12)

Kapan HIV berubah menjadi AIDS?

1500 to 800 CD4 - Rata2 manusia normal

< 500 CD4 - HIV+ beresiko terkena infeksi oportunistik

< 200 CD4 AIDS

CD4 COUNT

!

Pada beberapa negara berkembang sulit dilakukan pemeriksaan CD4 karena beberapa keterbatasan. Pada kasus seperti itu biasanya AIDS didiagnosis dengan melihat klinis pasien.

Limfosit T  terbanyak

pengekspresi CD4

Dampak langsung

Menjadi masalah MEDIS, EKONOMI, PSIKOSOSIAL Infeksi HIV

Target utama  sel pengekspresi Reseptor CD4 di permukaannya

AIDS

(13)

01/11/2013

FASE INFEKSI HIV

FASE INFEKSI HIV

 FASE 1 = SINDROM RETROVIRAL AKUT

 3-6 minggu setelah infeksi HIV primer

 Disertai demam, myalgia, arthralgia, mual-muntah, diare, pusing

 PE : adenopathy, pharyngitis, ruam

 Viremia

 FASE 2 = FASE ASIMPTOMATIK

 Respon imun terhadap HIV

 Suatu periode klinik ‘laten’ s/d 10 tahun

 Penurunan progresif jumlah & fungsi sel CD-4

 FASE 3 = INFEKSI HIV SIMPTOMATIK

 Simptom mulai muncul saat CD4 < 500/mm³

 CD4 < 200/mm³ - resiko infeksi oportunistik dan efek langsung virus di SSP

 Aseptik meningitis dll

(14)
(15)

01/11/2013

TRANSMISI

 SEKSUAL

 Hub seks anorektal : 0.1-0.3 %

 Hub seks vaginal : 0.1-0.2 %

 PARENTERAL

 Jarum suntik, injeksi IV, transfusi komponen darah, transplantasi organ

 PERINATAL

 Terutama HIV pada pediatrik : 25 %

(16)
(17)

01/11/2013

SPEKTRUM TES HIV

 Tes adanya Ab atau Ag HIV...diagnosis

 ELISA : skrining

 Western Blot (WB): konfirrmasi

 Rapid test

 Tes adanya defisiensi Imun ...inisiasi & monitoring

 Jumlah Limfosit Total, CD4,Viral load

 Tes infeksi opotunistik atau kanker

 Mikroskopik, laboratorium, tes penunjang lain

(18)

DIAGNOSIS

 Dimulai konseling pra tes atau informasi singkat.

 Ketiga tes (A1,A2,A3) dapat menggunakan reagen tes cepat atau dengan ELISA.

 Untuk pemeriksaan pertama (A1) harus digunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang untuk pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes dengan spesifisitas tinggi (>99%).

 Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu 2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut masa jendela.

 Bila tes HIV yang dilakukan dalam masa jendela menunjukkan hasil ”negatif”, maka perlu dilakukan tes ulang, terutama bila masih terdapat perilaku yang berisiko.

DIAGNOSIS

(19)

01/11/2013

PENATALAKSAAN HIV-AIDS

TUJUAN TERAPI

Mengurangi laju penularan HIV di masy

Menurunkan morbiditas & martalitas

Memperbaiki kualitas hidup ODHA

Memulihkan dan/atau memelihara fungsi kekebalan tubuh

Menekan replikasi virus secara maksimal dan terus menerus

Mencegah dan atau mengobati infeksi oportunistik

PENATALAKSAAN HIV-AIDS

STRATEGI TERAPI

Terapi suportif : gizi, vitamin dll

Terapi antiretroviral

Profilaksis untuk infeksi oportunistik

Terapi untuk infeksi oportunistik dan malignansi

Hematopoetic stimulating factor

(20)

PERAWATAN DI RS

KHUSUS UMUM

VIRUS INFEKSI

OPORTUNISTIK KEGANASAN NUTRISI DUKUNGAN

MORIL KONSELING MENGATASI NYERI ANTI

RETRO VIRAL

MONOTERAPI KOMBINASI

TERAPI INFEKSI

OPORTUNISTIK TERAPI

KEGANASAN ENTERAL PARENTERAL : PARTIAL TOTAL

TEMAN

• KELUARGA

• TOKOH :

• AGAMA

• MASYARAKAT

ANALGESIK NON NARKOTIK

•NARKOTIK

PENATALAKSAAN HIV-AIDS

PRINSIP-PRINSIP TERAPI ARV

Viral load = tingginya replikasi HIV CD4 = tingkat kerusakan sistem imun

Nilai ke2nya menentukan progresivitas penyakit

& menentukan saat memulai atau mengubah ART

Kombinasi ART efektif menekan replikasi virus secara maksimal & mencegah resistensi

Untuk menghindari resistensi ART harus digunakan terus menerus dg kepatuhan tinggi, walau timbul ESO ringan

(21)

01/11/2013

KONSEP VCT & PITC

VCT

(Voluntary Counseling Testing)

PROVIDER

INITIATED TESTING

& COUNSELING (PITC)

Perbandingan VCT dan PITC

Tolok

Perbandingan VCT PITC

Pasien/Klien

o Datang ke klinik khusus untuk konseling dan testing HIV

o Berharap dapat pemeriksaan

o Pada umumnya asimtomatis

o Datang ke klinik karena penyakit terkait HIV misalnya pasien TB/suspek TB

o Tidak bertujuan tes HIV

o Tes HIV diprakarsai oleh petugas kesehatan berdasarkan indikasi

Petugas kesehatan/

Konselor

Konselor terlatih baik petugas kesehatan maupun bukan petugas kesehatan

Petugas kesehatan yang dilatih untuk memberikan konseling dan edukasi

Tujuan utama Konseling dan tes HIV

Penekanan pada pencegahan penularan HIV melalui pengkajian faktor risiko, pengurangan risiko, perubahan perilaku dan tes HIV serta peningkatan kualitas hidup

Penekanan pada diagnosis HIV untuk penatalaksanaan yang tepat bagi TB- HIV nya dan rujukan ke PDP

(22)

Perbandingan VCT dan PITC

Tolok

Perbandingan VCT - KTS PITC – KTP2

Pertemuan Pra tes

o Konseling berfokus klien

o Secara individual o Kedua hasil baik

positif maupun negative sama-sama pentingnya untuk diketahui pasien karena pentingnya upaya pencegahan dan peningkatan kualitas hidup

o Petugas kesehatan memprakarsai tes HIV kepada pasien yang terindikasi

o Diskusi dibatasi tentang perlunya menjalani tes HIV

o Perhatian khusus untuk yang hasilnya HIV positif dengan fokus pada perawatan medis dan upaya pencegahan

Tindak lanjut

o Klien dengan hasil HIV positif dirujuk ke layanan PDP dan dukungan lain yang

o Perawatan pasien HIV positif berkoordinasi dengan petugas TB dan rujukan ke layanan

Terapi Antiretroviral

Antiretroviral (ARV) bekerja langsung menghambat replikasi virus HIV.

Terapi kombinasi ARV:

a. mengurangi viral load b. profilaksis paska pejanan

c. mengurangi penularan HIV dari ibu ke bayi

Tiga golongan ARV yang tersedia di Indonesia:

1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI):

zidovudine (ZDV/ AZT), lamivudine (3TC), didanosine (ddl), zalcitabine (ddC), stavudine (d4T) dan abacavir (ABC)

2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI):

nevirapine (NVP), efavirenz (EFV), dan delavirdine (DLV)

3. Protease Inhibitor (PI): indinavir (IDV), nelfinavir (NFV), saquinavir (SQV), ritonavir (RTV), amprenavir (APV), dan lopinavir/ritonavir (LPV/r).

(23)

01/11/2013

Indikasi ART (Terapi Antiretroviral)

(24)
(25)

01/11/2013

Living Positively

Eat healthy food

No alcohol No smoking

Protected Sex Only

Paduan ARV Lini Pertama

• Paduan ARV berdasarkan pada 5 aspek:

Efektivitas, Efek samping / toksisitas, Interaksi obat, Kepatuhan & Harga obat

2 NRTI + 1 NNRTI

(26)

Stavudin (d4T), mempunyai efek samping permanen yang bermakna, antara lain lipodistrofi dan neuropati perifer yang menyebabkan cacat serta laktat asidosis yang menyebabkan kematian.

Secara nasional dilakukan penarikan secara bertahap (phasing out) dan mendatang tidak menyediakan lagi d4T setelah stok nasional habis.

(27)

01/11/2013

(28)
(29)

01/11/2013

Storing Medications

Keep them away from children

Keep them out of sunlight and heat

Keep them dry

(30)

Antiretroviral yang Tersedia di Indonesia Sesuai Golongan

Golongan Nama Generik

(Singkatan)

Sediaan

NRTI Zidovudine

(AZT,ZDV)

Kapsul/tablet 300 mg Kapsul 100 mg Lamivudine

(3TC)

Tablet 150 mg Larutan 10 mg/ml Tablet 150 mg Stavudine

(d4T)

Kapsul 30 mg, 40 mg

Didanosine (ddI)

Tablet kunyah: 100 mg

NNRTI Nevirapine

(NVP)

Tablet 200 mg

Efavirenz (EFV)

Tablet 200 mg Tablet 600 mg

PI Nelfinavir

(NFV)

Tablet 250 mg

Koformulasi

AZT + 3TC AZT 300 mg + 3TC 150 mg AZT 300 mg + 3TC 150 mg

AZT + 3TC + NVP AZT 300mg + 3TC 150 mg + NVP 200 mg AZT 300mg + 3TC 150 mg + NVP 200 mg

Dosis Antiretroviral untuk ODHA Dewasa

Golongan/ Nama Obat Dosis

Nucleosida RTI Abacavir (ABC) Didanosine (ddl) Lamivudine (3TC) Stavudine (d4T) Zidovudine (ZDV/ AZT)

300 mg dua kali sehari 400 mg sekali sehari

(250 mg sekali sehari jika BB < 60 kg)

(250 mg sekali sehari bila diberikan bersama TDF) 150 mg dua kali sehari atau 300 mg sekali sehari 40 mg dua kali sehari

(30 mg dua kali sehari bila BB < 60 kg) 300 mg dua kali sehari

Nucleotida RTI

Tenofovir (TDF) 300 mg 1x sehari (interaksi obat dengan ddIkurangi dosis ddI) Non-nucleosida RTIs

Evafirenz (EFV) Nevirapine (NVP)

600 mg sekali sehari

200 mg 1x sehari selama 14 hari, kemudian 200 mg 2x sehari Protease Inhibitor (PI)

Indinavir/ ritonavir (IDV/r) Lopinavir/ ritonavir (LPV/r) Nelfinavir (NFV)

800 mg/ 100 mg dua kali sehari

400 mg/ 100 mg dua kali sehari (533 mg/ 133 mg dua kali sehari bila dikombinasi dengan EFV atau NVP)

1250 mg dua kali sehari

(31)

01/11/2013

PENGGANTIAN ART

 Alasan Mengganti ART:

A.Toksisitas Misal :

Anemia, intoleransi GI = AZT diganti d4T Hamil, toksistas SSP = EFV diganti NVP Neuropati , pankreatitis = d4T diganti AZT Hepatotoksis, ruam kulit = NVP diganti EFV

PENGGANTIAN ART

 Alasan Mengganti ART:

B. Kegagalan terapi

gagal dg = d4T atau AZT + 3TC + NVP atau EVP ganti dg = TDF atau ABC + ddI + LPV/r atau SQV/r

(32)
(33)

01/11/2013

TERAPI ARV PADA POPULASI KHUSUS

a. Terapi ARV untuk ibu hamil

b. Terapi ARV untuk Ko-infeksi HIV/Hepatitis B (HBV) dan Hepatitis C (HCV)

c. Terapi ARV untuk Ko-infeksi Tuberkulosis d. Terapi ARV pada Pengguna NAPZA suntik

e. Terapi ARV untuk individu dengan penggunaan Metadon

f. Terapi ARV pada keadaan Nefropati yang berhubungan dengan HIV

g. Terapi ARV untuk Profilaksis Pasca Pajanan (PPP)

(34)
(35)

01/11/2013

Kendala dalam pemberian terapi antiretroviral (ART):

a. kriteria pengobatan medis maupun non-medis belum jelas

b. pemakaian ARV belum terdokumentasi dengan baik c. pasien datang dalam stadium lanjut

d. masih ada dokter yang kurang memahami jenis-jenis ARV

e. jumlah pemberian obat yang tidak seragam f. biaya pengobatan mahal kepatuhan terapi ARV

(36)

a.Pemantauan Klinis b.Pemantauan

laboratoris c. Pemantauan

pemulihan jumlah sel CD4

d.Kematian dalam Terapi ARV

TOKSISITAS DAN INTERAKSI OBAT ARV

a.Penatalaksanaan toksisitas b.Substitusi Obat ARV

c. Interaksi Obat

(37)

01/11/2013

TOKSISITAS OBAT ARV

DERAJAT TOKSISITAS KLINIK & LAB

(38)

DERAJAT TOKSISITAS KLINIK & LAB

DERAJAT TOKSISITAS KLINIK & LAB

(39)

01/11/2013

MONITORING OBAT ARV

PENATALAKSANAAN ES BERAT OBAT ARV

(40)

INTERAKSI OBAT ARV

(41)

01/11/2013

INTERAKSI OBAT ARV

Infeksi oportunistik

Infeksi oportunistik adalah infeksi yang timbul akibat penurunan kekebalan tubuh. Infeksi ini dapat timbul karena mikroba (bakteri, jamur, virus) yang berasal dari luar tubuh, maupun yang sudah ada dalam tubuh manusia namun dalam keadaan normal terkendali oleh kekebalan tubuh.

Infeksi oportunistik di Indonesia berbeda dengan pola di negara- negara barat.

Infeksi oportunistik perlu diobati karena infeksi oportunistik yang berat dapat menimbulkan kematian.

Terapi infeksi oportunistik dimulai bila diagnosis terhadap masing- masing infeksi tersebut telah dapat ditegakkan

Terapi profilaksis dapat digolongkan menjadi dua yaitu profilaksis primer bagi pasien yang belum menderita infeksi oportunistik dan profilaksis sekunder bagi pasien yang telah menderita infeksi oportunistik dan telah sembuh.

(42)
(43)

01/11/2013

Antiinfeksi yang digunakan untuk infeksi oportunistik

Jenis Infeksi Terapi Menggunakan Antiinfeksi Menurut WHO Kandidiasis oral, esofagus, dan

kutaneus

Terapi obat untuk infeksi ringan : Terapi topikal seperti gentian violet 3 kali sehari atau nistatin atau klotrimazol lozenges yang larut di mulut 3 kali sehari .

Terapi obat untuk kandidiasis vagina : klotrimazol atau nistatin pessaries 3 kali sehari selama 7 hari.

Terapi obat untuk infeksi moderat : Terapi sistemik dengan flukonazol 200 mg per hari atau ketokonazol 200 mg per hari selama 14-21 hari.

Bakteremia

Disebabkan oleh Salmonella, Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae, dan lain-lain.

Terapi empirik berdasarkan penilaian profil resistensi bakteri di tiap negara.

Pneumonia Bakteri Berdasarkan profil resistensi di tiap negara dan disesuaikan dengan pemeriksaan sputum.

Infeksi oportunistik yang menyebabkan diare kronis

Terapi empirik

Kotrimoksazol 2 tablet dua kali sehari selama 5 hari + metronidazol 400 mg 3 kali sehari selama 7 hari. Jika tidak ada respon, terapi dengan siprofloksasin 500 mg 2 kali sehari per oral selama 5 hari. Jika tidak ada respon, terapi dengan mebendazol 100 mg per oral 3 kali sehari selama 3 hari.

(44)

Jenis Infeksi Terapi Menggunakan Antiinfeksi Menurut WHO Pneumocysitis Pneumonia

(PCP)

Obat profilaksis primer : kotrimoksazol oral 80 mg/400 mg satu atau dua tablet per hari. Jika kotrimoksazol tidak dapat ditoleransi, digunakan dapson 50-100 mg sekali sehari.

Terapi obat pilihan pertama : kotrimoksazol oral dua tablet double strength atau empat tablet single strength setiap 8 jam selama 2 minggu. Atau dengan pemberian intravena dosis terbagi setiap hari selama 2-3 minggu. Dosis berdasarkan trimetoprim 15 mg per kg per hari dalam 4 dosis terbagi.

Obat profilaksis sekunder : kotrimoksazol oral 80 mg/400 mg satu atau dua tablet per hari. Jika kotrimoksazol tidak dapat ditoleransi, digunakan dapson 50-100 mg sekali sehari.

Dermatitis Seboroik Terapi obat dengan krim antifungi topikal jika diperlukan.

Penicilliosis Flukonazol direkomendasikan untuk terapi pemeliharaan

Antiinfeksi yang digunakan untuk infeksi oportunistik

Jenis Infeksi Terapi Menggunakan Antiinfeksi Menurut WHO Toksoplasmosis Obat profilaksis primer

kotrimoksazol 80 mg/400 mg dua tablet per hari Terapi obat pilihan pertama

pirimetamin (200 mg loading dose) kemudian 50-75 mg sekali sehari + sulfadiazin 1 gram tiap 6 jam selama 3 sampai 6 minggu tergantung respon pada terapi.

Terapi obat pilihan kedua klindamisin 600 mg tiap 6 jam

Obat profilaksis sekunder pirimetamin 50 mg sekali sehari + sulfadiazin 500 mg 4 kali sehari.

Infeksi Mycobacterium avium complex

klaritromisin 500 mg 2 kali sehari dan etambutol 800-1200 mg 4 kali sehari.

Infeksi Citomegalovirus (CMV)

Gansiklovir i.v. 5 mg/kg per hari selama 14-21 hari dilanjutkan gansiklovir p.o 1 g 3 kali sehari

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian obat analgesik kombinasi parasetamol dosis 9 mg dan tramadol dosis 0,9 mg 3 kali sehari selama 14 hari secara per oral

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian obat analgesik kombinasi parasetamol dosis 9 mg dan tramadol dosis 0,9 mg 3 kali sehari selama 14 hari secara per oral

Kelompok kontrol diberi suspensi deksametason 3 mg/kg BB satu kali sehari selama 5 hari, kemudian diberi air suling 3 ml/ tikus satu kali sehari selama 5 hari, kelompok uji

P1: Tikus diberi makanan dan minuman standar serta mendapat natrium diklofenak dosis 0,6 mg per oral 3 kali sehari selama 14 hari. P2: Tikus diberi makanan dan minuman

P1 : Tikus diberi makanan dan minuman standar serta mendapat natrium diklofenak dosis 0,6 mg per oral 3 kali sehari selama 14 hari. P2 : Tikus diberi makanan dan minuman

Obat yang diberikan Amoksisilin, dosis 500mg/x, 3x sehari selama 7 hari, dan Parasetamol, dosis 500 mg 3x sehari. selama

Kemungkinan metronidazol dapat inaktif oleh bakteri vagina, sehingga pemberian amoksisilin 250 mg 3 kali sehari atau eritromisin 250 mg 4 kali sehari selama 5-7 hari dapat

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian obat analgesik kombinasi parasetamol dosis 9 mg dan tramadol dosis 0,9 mg 3 kali sehari selama 14 hari secara per oral