ﻢﻴﺣﺮﻟا ﻦﻤﺣﺮﻟا ﷲا ﻢﺴﺑ
INSTITUT PENGAJIAN TINGGI AL-ZUHRI
DIPLOMA PENGAJIAN AL-QURAN dan AL-SUNNAH
ULUM AL-Hadits
MINGGU KETIGA
28 May 2016 / 2.30 PTG – 5.30 PTG
Ust Mohd Ghazali M.Pd.I
Pembahagian Hadith Dari Sudut Derajat Kekuatannya
Hadits Shahih, Hadits Hasan, Hadits Dho'if
Pembahagian Hadith Berdasarkan
MAQBUL dan MARDUD
• Shahih merupakan kalimat musytaq dari kalimat shahha - yashihhu - suhhan wa sihhatan artiya sembuh, sehat, selamat dari cacat, benar. Sedangkan makna istilahnya yaitu :
ﺎَﻣ َﻮُﻫ ُﻩُﺪَﻨَﺳ َﻞَﺼﱠﺗا
ِﻞْﻘَـﻨِﺑ ِلْﺪَﻌْﻟا
ِﻂِﺑﺎﱠﻀﻟا ًﻼِﻣﺎَﻛ ًﺎﻄْﺒَﺿ
َو ِﻪِﻠْﺜِﻣ ْﻦَﻋ َﻼَﺧ
َﻦِﻣ ِذْوُﺬﱡﺸﻟا َو
ﱠﻠِﻌْﻟا ِﺔ
Hadis yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang ‘'adil dan dhobit (kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya,selamat dari kejanggalan (syadz), dan cacat (‘illat).
PENGERTIAN HADITS SHAHIH
• Imam asy-Syafi’i memberikan 2 definasi yang lebih spesifik:
• Apabila diriwayatkan oleh para rawi yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang yang jujur memahami hadits yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti hadits bila terjadi perubahan lafadznya; mampu meriwayatkan hadits secara lafadz, terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadits secara lafadz, bunyi hadits yang dia riwayatkan sama dengan hadits yang diriwayatkan orang lain dan terlepas dari tadlis (penyembuyian cacat)
• Rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi saw ataupun yang tidak sampai kepada Nabi saw.
1. Sanadnya Bersambung ( ُﻩُﺪَﻨَﺳ َﻞَﺼﱠﺗا) : Dari awal sehingga akhir, dan wujudnya ikatan ilmu iaitu adanya pertemuan di antara al Lahiq dengan al Sabiq dan tidak wujud penghalang di antara keduanya daripada bertemu sama ada dari segi masa atau tempat
2. Perawinya ‘Adil(لْﺪَﻌْﻟا) : Seseorang dikatakan 'adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat mendorong terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, dan terjaganya sifat Muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak baik dalam segala tingkah laku dan hal-hal lain yang dapt merusak harga dirinya. Dengan menepati ciri-ciri :
a. Muslim, Baligh, dan Berakal
b. Tidak fasiq iaitu tidak melakukan dosa besar atau berterusan dalam melakukan dosa kecil.
c. Menjaga maruah seperti tidak bergaul dengan orang-orang yang rendah maruahnya, tidak keterlaluan dalam bergurau senda dan tidak membuang air kecil di tepi jalan
3. Perawinya bersifat dhobit(ﻂِﺑﺎﱠﻀﻟا) iaitu orang yang tepat hafazannya, selamat dari kesalahan atau ragu-ragu dan berkemampuan untuk menghadirkan apa yang dihafalnya apabila diminta pada bila- bila masa. Dhobit terbahagi kepada dua iaitu Dhobit Sodri dan Dhobit Kitabi.
PENJELASAN SYARAT-SYARAT HADITS SHAHIH
a. Dhobit Sodri – Perawi yang menghafaz apa yang didengarnya dan mampu untuk memberitahu apa yang didengar dan dihafalnya sebagaimana dia mendengarnya pada bila-bila masa.
b. Dhobit Kitabi – Perawi yang benar-benar menjaga catatannya daripada hilang, dicuri, diubah atau diseleweng bermula dari saat dia mencatatnya sehinggalah dia diminta untuk mengemukakan catatannya.
4. Tidak Syadz ( ِذْوُﺬﱡﺸﻟا) : Syadz (janggal/rancu) atau syudzuz adalah hadits yang bertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqah perawinya. Maksudnya, suatu kondisi di mana seorang perawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya.
5. Tidak Ber’illat ( ِﺔﱠﻠِﻌْﻟا): Terselamat daripada kecacatan iaitu sebarang kecacatan yang boleh menghalang sesebuah hadits itu daripada mencapai darjat shahih seperti hadits yang terkandung dalam sanadnya seorang yang fasiq.
• Hadits ber’illat adalah hadits-hadits yang cacat atau terdapat penyakit karena tersembunyi atau samar-samar, yang dapat merusak keshahihan hadits. Dikatakan samar-samar, karena jika dilihat dari segi zahirnya, hadits tersebut terlihat shahih. ‘Illat hadits dapat terjadi pada sanad mapun pada matan (teks) atau pada keduanya secara bersama-sama. Namun, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah pada sanad (ﺪﻨﺴﻟا), seperti menyebutkan muttasil terhadap hadits yang munqati’ atau mursal
PENJELASAN SYARAT-SYARAT HADITS SHAHIH
ﺎﻨﺛﺪﺣ دﺪﺴﻣ
ﺎﻨﺛﺪﺣ ﺮﻤﺘﻌﻣ
لﺎﻗ ﺖﻌﻤﺳ
ﻲﺑأ لﺎﻗ ﺖﻌﻤﺳ
ﺲﻧأ ﻦﺑ
ﻚﻟﺎﻣ ﻲﺿر
ﷲا ﻪﻨﻋ لﺎﻗ :
ﻛ نﺎ ﻲﺒﻨﻟا
ﻰﻠﺻ ﷲا
ﻪﻴﻠﻋ و
ﻢﻠﺳ لﻮﻘﻳ
) ﻢﻬﻠﻟا ﻲﻧإ
ذﻮﻋأ ﻚﺑ
ﻦﻣ ﺰﺠﻌﻟا ﻞﺴﻜﻟاو
ﻦﺒﺠﻟاو مﺮﻬﻟاو
ذﻮﻋأو ﻚﺑ
ﻦﻣ
ﺔﻨﺘﻓ يرﺎﺨﺒﻟا ﻩاور - ﺮﺒﻘﻟا باﺬﻋ ﻦﻣ ﻚﺑ ذﻮﻋأو تﺎﻤﻤﻟاو ﺎﻴﺤﻤﻟا
Telah menceritakan kepada kami oleh Musaddad, telah menceritakan kepada kami Mu'tamir, dia berkata : Aku telah mendengar ayahku telah berkata ; Aku mendengar Anas bin Malik ra berkata, Rasulullah saw berdoa : Ya Allah, Aku memohon kepadaMu perlindungan daripada kelemahan, kemalasan, pengecut dan terlalu tua. Dan Ya Allah, Aku memohon kepadaMu perlindungan daripada fitnah (ujian) ketika hidup dan mati, danYa Allah,Aku memohon kepadaMu perlindungan daripada azab kubur.(HR Bukhari)
• Penjelasan : Syarat hadits Shahih diatas ini telah terpenuhi atas sebab : A. Sanadnya bersambung hingga kepada Rasulullah saw
B. Rantaian sanadnya dari awal hingga akhir : Anas bin Malik adalah seorang sahabat dan beliau telah mendengar sendiri daripada Rasulullah saw. Sulaiman bin Tharkhan (ayah Mu'tamir) telah menyatakan dirinya menerima hadits dengan cara mendengar dari Anas. Mu'tamir telah mendengar hadits ini dari ayahnya. Begitu juga Musaddad, dia telah mendengar hadits ini daripada Mu'tamir. Imam Bukhari pula telah mendengar dari Musaddad.
CONTOH PERIWAYATAN HADITS SHAHIH
C. Terdapatnya sifat 'adil dan dbabit dalam para periwayat di dalam sanad, mulai dari shahabat, yaitu Anas bin Malik ra hingga kepada orang yang mengeluarkan hadits, iaitu Imam Bukhari.
1. Anas bin Malik ra, beliau termasuk salah seorang shahabat Nabi saw, dan semua shahabat dinilai 'adil.
2. Sulaiman binTharkhan (ayah Mu’tamir), dia tsiqah abid (terpercaya lagi ahli ibadah).
3. Mu’tamir, dia tsiqah
4. Musaddad bin Masruhad, dia tsiqah hafidz
5. Al-Bukhari adalah penulis kitab as-Shahih, namanya adalah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, dia dinilai sebagai jabal al-hifdzi (gunungnya hafalan), dan amirul mu’minin fil hadits.
D. Hadis ini tidak syadz (bertentangan dengan riwayat lain yang lebih kuat) E. Hadis ini tidak ada illah-nya
• Dengan demikian jelaslah bahwa hadits tersebut telah memenuhi syarat-syarat hadits shahih. Karena itulah Imam Bukhari menampilkan hadits ini di dalam kitabnya ash-Shahih.
CONTOH PERIWAYATAN HADITS SHAHIH
• Hadis Shahih terbagi kepada dua bagian, yaitu shahih li-dzatihi (ﻪﺗاﺬﻟ ﺢﻴﺤﺻ) dan shahih li-ghairihi ( ﺢﻴﺤﺻ ﻩﺮﻴﻐﻟ).
• Perbedaan antara keduanya terletak pada segi hafalan atau ingatan ar-rawiy (periwayat)nya.
pada shahih li-dzatihi, ingatan ar-rawiy(periwayat)nya sempurna, sedang pada hadits shahih li-ghairihi, ingatan ar-rawiy(periwayat)nya kurang sempurna.
• 1) Hadis Shahih Li Dzathihi
• Suatu hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, diceritakan oleh orang-orang yang 'adil, dhobit yang sempurna, serta tidak ada syadz dan ‘Illat yang tercela
• 2) Hadis Shahih Li Ghairihi
• Hadits yang belum mencapai kualitas shahih, misalnya hanya berkualitas hasan li-dazatihi, lalu ada petunjuk atau dalil lain yang menguatkannya, maka hadits tersebut meningkat menjadi hadits shahih li-ghairihi. Ulama hadits mendefinisikannya sebagai hadits shahih li-ghairihi..
• “Yaitu hadits shahih karena adanya syahid atau muttabi’. Hadits ini semula merupakan hadits hasan, karena adanya muttabi’ dan syahid, maka kedudukannya berubah menjadi shahih li- Ghairihi.”
PEMBAGIAN HADITS SHAHIH
• Martabat hadits shahih itu tergantung tinggi dan rendahnya kepada ke-dhobit-an dan ke’adilan para ar-rawiy (periwayat)-nya.Terbagi kepada 3 tingkatan sanad yaitu:
1. Pertama, ashah al-asanid
• Rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya seperti periwayatan sanad dari Imam Malik bin Anas dari Nafi’ maula ( ﻰﻟﻮﻣ budak yang telah dimerdekakan) dari Ibnu Umar.
2. Kedua, ashah al-asanid ( ﺪﻴﻧﺎﺳﻷا ﺢﺻأ ),
• Rangkaian sanad hadits yang yang tingkatannya di bawah tingkat pertama di atas.
Seperti periwayatan sanad dari Hammad bin Salamah dariTsabit dari Anas.
3. Ketiga, adh’af al-asanid ( ﺪﻴﻧﺎﺳﻷا ﻒﻌﺿأ ),
• Rangkaian sanad hadits yang tingkatannya lebih rendah dari tingkatan kedua.
seperti periwayatan Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah.
TINGKATAN HADITS SHAHIH
• Dari segi persyaratan shahih menjadi tujuh tingkatan :
1. Hadis yang disepakati oleh al-Bukhari dan Muslim (muttafaq ‘alaih ﻪﻴﻠﻋ ﻖﻔﺘﻣ ), 2. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari saja,
3. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja,
4. Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan al-Bukhari dan Muslim, 5. Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan al-Bukhari saja,
6. Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja,
7. Hadis yang dinilai shahih menurut ulama hadits selain al-Bukhari dan Muslim dan tidak mengikuti persyaratan keduanya, seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.
TINGKATAN HADITS SHAHIH
• Hasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna” artinya indah, cantik. Secara istilah Hadits Hasan menurut Ibnu Hajar Al-Atsqalani (852H) yaitu:
ْيِﺬﱠﻟا ِلَﺪَﻌْﻟا ِﻞْﻘَـﻨِﺑ ُﻩُﺪَﻨَﺳ َﻞَﺼﱠﺗِا ﺎَﻣ ْﻦَﻋ ُﻪُﻄْﺒَﺿ ﱠﻒَﺧ
ِﻪِﻠْﺜِﻣ َو ٍذْوُﺬُﺷ ِﺮْﻴَﻏ ْﻦِﻣ ُﻩﺎَﻬَـﺘْﻨُﻣ ﻰَﻟِإ
ٍﺔﱠﻠِﻋ َﻻ ."
Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang 'adil, hafalannya yang kurang dari awal sampai akhir sanad dengan tidak syadz dan tidak pula cacat.
• Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya dibidang hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang meskipun sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan hadits shahih adalah sama.
• Definisi hadits Hasan menurut Imam at-Tirmidzi(279H), : “Tiap-tiap hadits yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta, pada matannya tidak terdapat keganjalan, dan hadits itu diriwayatkan tidak hanya dengan satu jalan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan dengannya.”
• Melalui definisi ini at-Tirmidzi bermaksud untuk membezakan antara hadits hasan dengan hadits shahih.
PENGERTIAN HADITS HASAN
• Istilah hadits ‘Hasan’ ini, di kalangan ulama mutaqaddimin(terdahulu) tidaklah dikenal. Asal darjat hadits hanya terbagi menjadi dua: Shahih dan Dho'if. Pada masa terjadi perkembangan dalam pengklasifikasian hadits, darjat hadits bila ditinjau dari segi kualitasnya diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dho'if.
• Menurut IbnuTaimiyyah (728H) hadits dho'if pada masa sebelum At-Tarmidzi, terbagi menjadi dua:
1. Hadits dho'if dengan kedho'ifan yang tidak terhalang untuk mengamalkannya dan dho'if ini menyerupai Hasan dalam istilah At-Tirmidzi (279H).
2. Hadits dho'if dengan kedho'ifan yang wajib ditinggalkan (tidak boleh diamalkan).
• Dikalangan para ulama mutaqaddimin, ada yang berpendapat bahwa hadits dho'if yang tidak terlalu parah hingga layak untuk diamalkan, boleh diamalkan pada hal-hal yang tidak bersifat esensial, diataranya seperti sirah, tarikh, fadha’ilul amal dan mengamalkan hadits itu lebih mereka sukai dari pada pendapat seseorang (Ra’yu).
HADITS HASAN
• Kalau diteliti, ternyata istilah Imam Tirmidzi tidaklah sebagaimana yang digunakan majoriti ulama.
Beliau mengatakan dalam sunannya: “Apa-apa yang kami sebutkan dalam kitab ini dengan hadits hasan, yang kami maksudkan dengan hasan hanyalah di sisi : “Setiap hadits yang diriwayatkan, pada sanadnya tidak terdapat seseorang yang muttaham bil-kadzib (istilah muhadditsin bermaksud orang yang diketahui berdusta pada selain hadits nabi), dan bukan pula haditsnya syadz, serta hadits tersebut diriwayatkan tidak dari satu sisi saja, demikianlah yang kami katakan hadits hasan di sisi kami”. Maka dengan pernyataannya ini, tidak boleh dinukilkan dari Tirmidzi hadits hasan sebagaimana istilah yang umum.
HADITS HASAN
1. Hadis Hasan Li Dzatihi : Hadits yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang ’adil, dhobit meskipun tidak sempurna, dari awal sanad hingga akhir sanad tanpa ada kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat) yang merusak hadits.
2. Hadis Hasan Li Ghairihi : Hadits yang pada sanadnya ada perawi yang tidak diketahui keahliannya, tetapi dia bukanlah orang yang terlalu banyak kesalahan dalam meriwayatkan hadits, kemudian ada riwayat dengan sanad lain yang bersesuaian dengan maknanya.
• Hadits hasan li-Ghairihi pada dasarnya adalah hadits dho’if. Kemudian ada petunjuk lain yang menolongnya, sehingga ia meningkat menjadi hadits hasan. Jadi, sekiranya tidak ada yang menolong, maka hadits tersebut akan tetap berkualitas dho’if.
Kehujahan Hadits Hasan
• Hadits hasan sebagaimana halnya hadits shahih, meskipun derajatnya dibawah hadits shahih, adalah hadits yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. Para ulama hadits, ulama ushul fiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan hadits hasan.
PEMBAGIAN HADITS HASAN
HADITS
MARDUD MAQBUL HASAN
SHAHIH
MAUDHU’
DHO’IF
Pembahagian Hadith Berdasarkan MAQBUL dan MARDUD
DUA SEBAB UTAMA
1) Gugurnya
Sanad 2) Tuduhan
terhadap Perawi.
PENGERTIAN HADITS DHO’IF
• Makna Dho'if dari sudut bahasa bererti lemah, lawan kepada kuat.
• Makna dari sudut istilahan, hadits Dho'if adalah sesebuah hadits yang tidak memenuhi syarat Maqbul (untuk diterima) atau tidak mencapai taraf hadits Shahih dan Hasan, ia merupakan hadits yang gugur satu atau lebih syarat-syarat maqbul.
• Dengan kata lain, suatu hadits yang terputus sanadnya atau diantara rawi-rawinya ada yang bercacat (illat)
• Hadits yang tidak memenuhi kriteria hadits maqbul (hasan ataupun shahih). Sekalipun dho'if(lemah), namun kualitas kedho'ifan sebuah hadits terkadang bervariasi. Ada yang ringan, sedang, dan ada pula yang tergolong parah. Dikeranakan kualitas hadits dho'if bertingkat-tingkat, maka para ulama berbeda pendapat dalam permasalahan, samada boleh tidaknya melakukan sebuah amalan ibadah dengan berdalil menggunakan hadits Dho'if.
• Hadits Dho'if boleh dibagi kepada 3 katogari : 1. Maudhu’ (Hadits Palsu)
2. Dho'if yang sangat lemah (Dho’if berat)
3. Dho'if yang tidak terlalu lemah (Dho’if ringan)
3 JENIS HADITS DHO’IF
1. Maudhu’ (Hadits Palsu) : Hadits yang jelas palsu yang direka-reka dan pada hakikatnya ia bukan hadits 2. Dho'if yang sangat lemah (Dho’if berat) : Hadits yang telah terbukti
• Hadits Munkar iaitu hadits yang tidak dikenali oleh ulamak hadits.
• Hadits Syaz : riwayat yang bercanggah dengan riwayat majority yang sohih
• Matruk
• Ma’lul : cacat…matannya bercanggah dengan akal, al-Quran dan lain-lain
• Mudhtorib : hadits yang banyak percanggahan sehingga tidak terdapat bukti untuk menerima hadits ini
3. Dho'if yang tidak terlalu lemah (Dho’if ringan) i. Sanad terpututs
ii. Perawi yang tidak dikenali iii. perawi ingatan tak kuat
• DUA Penyakit pada perawi :
1. Penyakit pada ‘adalah (ketaqwaan).
2. Penyakit pada dhobit (hafalannya).
• Pertama : Penyakit pada ‘adalah (ketaqwaan):
1. Perawi majhul - Dho'if
2. Pelaku Bid’ah - Dho'if Jiddan 3. Fasiq - Munkar
4. Tertuduh dusta / pembohong - Matruk
5. Pendusta (berdusta atas Nabi saw) - Maudhu’
• Kedua : Penyakit pada dhobit (hafalan):
1. Buruk hafalannya 2. Lalai
3. Menyelisihi yang tsiqah - Syadz 4. Ucapan yang menipu - Mudallis
DHO’IF PADA PERAWI
SEBAB-SEBAB HADITS MENJADI DHO’IF
TIDAK CUKUP SYARAT-SYARAT
SHAHIH
TERDAPAT KECACATAN
ATAU ‘ILLAT
PERIWAYATAN KURANG DHOBIT
SANAD TIDAK BERSAMBUNG
TERDAPAT KEJANGGALAN
ATAU SYAZ
1. Dho'if karena tidak bersambung sanadnya :
(a) Hadits Munqathi (ﻊطﻘﻧﻣﻟا): Hadits yang gugur sanadnya di satu tempat atau lebih, atau pada sanadnya disebutkan nama seseorang yang tidak dikenal.
(b) Hadits Mu’allaq (قﻠﻌﻣﻟا): Hadits yang rawinya digugurkan seorang atau lebih dari awal sanadnya secara berturut-turut.
(c) Hadits Mursal (لﺳرﻣ): Hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in. Yang dimaksud dengan gugur di sini, ialah nama sanad terakhir tidak disebutkan. Padahal sahabat adalah orang yang pertama menerima hadits dari Rasul saw.
i. Mursal al-Jali : Hadits yang tidak disebutkannya (gugur) nama sahabat dilakukan oleh tabi’in besar
ii. Mursal al-Khafi : Pengguguran nama sahabat dilakukan oleh tabi’in yang masih kecil. Hal ini terjadi karena hadits yang diriwayatkan oleh tabi’in tersebut meskipun ia hidup sezaman dengan sahabat, tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadits.
(d) Hadits Mu’dhal (لَﺿ ْﻌُﻣﻟا): Hadits yang gugur rawinya, dua orang atau lebih, berturut-turut, baik sahabat bersama tabi'i, tabi'i bersama tabi' al-tabi'in maupun dua orang sebelum shahabiy dan tabi'iy.
(e) Hadits Mudallas (سّﻟدﻣﻟا): Hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadits itu tidak terdapat cacat.
PEMBAHGIAN HADITS DHO’IF
2. Dho'if karena tiadanya syarat 'adil :
a) Hadits al-Maudhu’ (عوُﺿوَﻣ): Hadits yang dibuat-buat oleh seorang (pendusta) yang ciptaannya dinisbatkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta, baik sengaja maupun tidak.
b) Hadits Matruk (ك ْوُرْﺗَﻣ) dan Hadits Munkar (رَﻛْﻧُﻣ): Hadits yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh dusta (terhadap hadits yang diriwayatkannya), atau tanpak kefasikannya, baik pada perbuatan ataupun perkataannya, atau orang yang banyak lupa maupun ragu.
3. Dho'if karena tiadanya Dhobit.
a) Hadits Mudraj (ج َر ْدُﻣ): Hadits yang menampilkan tambahan, padahal bukan (bagian dari) hadits
b) Hadits Maqlub (ب ْوُﻠْﻘَﻣ): Hadits yang lafaz matannya terukur pada salah seorang perawi, atau sanadnya. Kemudian didahulukan pada penyebutannya, yang seharusnya disebutkan belakangan, atau mengakhirkan penyebutan, yang seharusnya didahulukan, atau dengan diletakkannya sesuatu pada tempat yang lain.
c) Hadits Mudhtharib (ب ِرَطْﺿُﻣ): Hadits yang para perawinya berselisih dalam hal sanad dan matannya serta tidak mungkin melakukan kompromi dan tarjih dalam hal itu.
d) Hadits Mushahhaf (فﱠﺣَﺻُﻣ)dan Muharraf (ف ﱠر َﺣُﻣ): Hadits Mushahhaf yaitu hadits yang perbedaannya dengan hadits riwayat lain terjadi karena perubahan titik kata, sedangkan bentuk tulisannya tidak berubah. Hadits Muharraf yaitu hadits yang perbedaannya terjadi disebabkan karena perubahan syakal kata sedangkan bentuk tulisannya tidak berubah.
PEMBAHGIAN HADITS DHO’IF
4. Dho'if karena Kejanggalan dan kecacatan
(a) Hadits Syadz (ذﺎَﺷ): Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul, akan tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatan dari orang yang kualitasnya lebih utama.
(b) Hadits Mu’allal (ﻞﱠﻠﻌﻣ): Hadits yang diketahui ‘Illatnya setelah dilakukan penelitian dan penyelidikan meskipun pada lahirnya tampak selamat dari cacat
5. Dho'if dari segi matan
(a) Hadits Mauquf (ف ْوُﻗ ْوَﻣ): Hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrirnya. Periwayatannya, baik sanadnya bersambung maupun terputus.
(b) Hadits Maqthu (ع ْوُطْﻘَﻣ): Hadits yang diriwayatkan dari tabi’in dan disandarkan kepadanya, baik perkataan maupun perbuatannya. Dengan kata lain, hadits maqtu'' adalah perkataaan atau perbuatan tabi’in.
• Kehujahan Hadits Dho'if : Khusus hadits dho’if, maka para ulama hadits kelas berat semacam Al- Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dho’if boleh digunakan, dengan beberapa syarat:
PEMBAHGIAN HADITS DHO’IF
• Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dho’if boleh digunakan, dengan beberapa syarat:
1. Darjat Kedho’ifannya Tidak Berat / Parah
• Menurut para muhadditsin, hadits dho’if masih boleh dijadikan hujjah, selagi bukan dalam perkara aqidah dan syari’ah (hukum halal haram).
2. Berada di bawah Nash lain yang Shahih
• Hadits dho’if ringan boleh dijadikan sebagai dasar dalam fadhailul a’mal (keutamaan amal), selagi ia didampingi dengan hadits lainnya yang berdarjat shahih. Namun Hadits dho’if ringan tidak boleh dijadi dasar hujjah, tetapi dia harus berada di bawah nash yang sudah shahih.
3. Ketika Mengamalkannya,Tidak Boleh Meyakini Ke-Tsabit-annya
• Ketika mengamalkan hadits dho’if itu, pengamal tidak boleh meyakini bahwa ini merupakan sabda Rasulullah saw atau perbuatan beliau secara mutlak.