• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam kampung merupakan ayam lokal asli Indonesia, ayam kampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam kampung merupakan ayam lokal asli Indonesia, ayam kampung"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ayam Kampung

Ayam kampung merupakan ayam lokal asli Indonesia, ayam kampung diindikasikan dari hasil persilangan antara ayam hutan merah dan ayam hutan hijau.

Ayam kampung memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai sumber bibit unggul. Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan tropis dan telah terbukti mampu memberikan pendapatan yang cukup besar bagi peternak merupakan keunggulan ayam lokal (Dirdjopratono,dkk.,1989).

Ayam kampung adalah ayam lokal yang tidak memiliki karakteristik khusus, pada umumnya masyarakat memelihara ayam kampung bertujuan untuk dimanfaatkan daging telur ataupun sebagai tabungan. Bila dibandingkan dengan ayam ras, produktivitas beberapa galur ayam lokal tersebut masih tergolong rendah.

Salah satu usaha untu meningkatkan produktivitas ternak adalah melalui seleksi.

Namun demikian, perlu dilakukan karakterisasi sebagai dasar untuk melakukan seleksi terhadap ayam lokal (Ashifudin,dkk.,2017).

Ayam Kampung memiliki keunggulan terutama pada sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit, ayam kampung dikenal mempunyai kualitas daging dan telur yang cukup baik, jika dibandingkan dengan ayam ras ayam daging kampung memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi, namun ayam kampung juga memiliki kelemahan, salahsatu kelemahan ayam kampung adalah sulitnya memperoleh bibit

(2)

7 yang kualitasnya baik dan produktivitasnya yang dikenal rendah dan rawan terserang penyakit seperti Newcastle disease (ND) (Subekti dan Arlina.,2011).

Ayam kampung yang dipelihara di pedesaan memiliki produksi berkisar antara 30-40 butir/tahun. Lamanya proses produksi yang disebabkan oleh waktu pengeraman dan mengasuh anak ayam yang mencapai 107 hari yang membuat ayam kampung dikenal memilihi produktivitas yang cukup rendah. Bobot badan ayam kampung rata-rata 324,75 dan 651 gram pada umur 4 dan 8 minggu, sedangkan pada ayam kampung dewasa memiliki bobot badan sebesar 1.404 kg (Rahayu dkk.,2010).

Indonesia dikenal memiliki dua jenis ayam yang pertama adalah ayam buras(

bukan ras ) dan yang kedua dikenal dengan ayam ras. Ayam lokal atau ayam kampung dapat berupa ayam asli dan ayam lokal yang didatangkan dari negara lain yang telah beradaptasi dan berkembang biak dengan baik di Indonesia (Nataamijaya 2010). Adaptasi juga meliputi fator sistim pemeliharaan, jenis paka yang diberikan dan faktor iklim. Di Indonesia memeiliki bermacam macam jenis ayam kampung, terdapat 32 ayam lokal asli Indonesia yaitu : ayam wareng, ranupane, putih, lurik, ayunai, banten, Bangkok, cemani, baleggek, burgo, bekisar, ciparage, alas, kasintu, kampung, jepun, gaok, jepun, merawang, maleo, melayu, pelung, lamba, nagrak, nusa penida, olagan, nunukan, sedayu, siem, sentul, Sumatra, tolaki dan tukung yang masing masing memiliki manfaat tersendiri (Nataamijaya.,2010).

Keanekaragaman genetik ayam Kampung juga merupakan suatu potensi yang sangat baik dalam upaya seleksi dan rekayasa genetik untuk menghasilkan bibit unggul (Depison.,2006). Peran penting lain yang dimiliki ayam Kampung, yaitu

(3)

8 sebagai sumber pangan dan tabungan bagi masyarakat. Sumber pangan ayam lokal biasa dikelompokkan menjadi dua macam yaitu ayam untuk pedaging dan untuk petelur.

2.1.1. Ayam Kampung wareng

Ayam Wareng merupakan ayam lokal Indonesia yang masih perlu digali lagi potensinya. Study dan informasi tentang ayam Wareng masih sangat sedikit terutama mengenai tentang potensi genetiknya. Informasi tentang suatu genetik diperlukan untuk dapat mengetahui mutu genetik suatu ternak yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi maupun persilangan. Ayam wareng banyak ditemukan di daerah Tangerang dan Kabupaten Indramayu. Wareng mempunyai arti ringan, ayam wareng termasuk jenis ayam yang masih langka dan saat ini hanya dapat ditemukan di daerah Tangerang (Susanti dkk.,2006).

Gambar 1.1. Ayam Wareng

Ayam Wareng dikenal memiliki ukuran tubuh yang relative lebih kecil bila dibandingkan dengan ayam lokal lainnya tetapi ukuranya lebih besar jika dibandingkan dengan ayam Kate. Selanjutnya dikatakan bahwa ayam Wareng asli hanya terdiri atas tiga macam warna bulu yakni warna hitam, blorok/ blurik atau putih saja (Sartika dan Iskandar.,2016).Selanjutnya Iskandar (2006) menjelaskan bahwa

(4)

9 sifat-sifat unggul yang dimiliki ayam wareng diantaranya mempunyai bentuk badan yg relatif kecil, konsumsi pakan rendah, produksi telur yang cukup tinggi dan ayam betina tidak mau mengerami telurnya dan telur ayam wareng cenderung berwarna putih mulus dengan kerabang tipis dan pori-pori yang halus.

Menurut Sartika dan Iskandar (2016) Ayam kampung didefinisikan sebagai ayam yang tidak mempunyai ciri-ciri khas tertentu seperti yang dimiliki ayam ras, penampilan ayam kampung masih sangat beragam, warna bulu ayam kampung yang bervariasi, ada yang warna coklat, hitam, merah, putih, biru dan warna warna lain yang menjadikan ayam kampung bervariasi. Adapun juga kulit ayam kampung yang bewarna kuning, putih, abu abu, ataupun coklat, bentuk jengger yang beragam antara lain bentuk kacang polong, ros, walnut dan tunggal.

Ciri fisik ayam wareng yaitu memiliki paruh warna hitam dan kuning, jengger berbentuk tunggal, dan warna jengger, cuping dan pial pada ayam wareng berwarna merah. Lingkar mata ayam wareng berwarna merah dan kuning. Kulit ayam wareng berwarna putih. Bulu dada, perut, bulu punggung dan sayap bagian luar serta bulu ekor didominasi warna hitam baik jantan maupun betina. Warna bulu hitam dominan pada bagian-bagian tubuh ayam wareng dapat dijadikan ciri khas atau identitasnya (Mahendra.dkk.,2015).

Dikemukakan Sulandari dkk (2007) Ciri-ciri spesifik dari ayam wareng adalah bobot hidupnya yang ringan yaitu untuk ayam jantan dewasa berkisar 1,024-1,78 kg dan untuk betinanya memiliki bobot berkisar 0,742- 1,128 kg, yang mempunyai daging cenderung berwarna, Jengger pada ayam kampung jantan mempunyai bentuk tunggal dan beberapa betina memiliki kepalanya berbulu mahkota. Karakteristik

(5)

10 ayam Wareng gesit dan cukup liar. Ayam kampung betina wareng bertelur rata-rata pada umur 6 bulan sampai ayam berumur 1,5 tahun dan telur yang dihasilkan rata- rata 24 butir per periode bertelur. Ayam Wareng Indramayu dikenal keberadaannya masih dipertanyakan dan sudah hampir punah. Warna bulu dan tubuhnya berukuran cukup kecil sedangkan ayam Wareng Tangerang sebagian besar berwarna putih dan pada ayam wareng betinanya memiliki ciri khas jambul pada bagian kepalanya (Sulandari.dkk.,2007).

Produksi telur ayam wareng cukup bagus, rata rata produksi telur mencapai 150 butir/ekor/tahun, bobot telur ayam wareng tergolong kecil hanya sebesar 32,3 gram. Bobot ayam jantan dewasa rata rata hanya sebesar 1,2 kg dan betinanya sebesar 0,9 kg. Ayam wareng lebih cepat mencapai dewasa kelamin dan umur pertama bertelur dicapai pada saat ayam berumur 4,5 bulan (Sartika.dkk.,2016).

2.1.2. Ayam Kampung Lurik

Ayam lurik merupakan salahsatujenis ayam kampung asli Indonesia yang mempunyai keunggulan dalam produksi telur. Telur yang diproduksi ayam lurik tidak jauh berbeda dengan telur ayam kampung pada umumnya, yaitu mempunyai ukuran yang relative kecil dan berwarna putih. Ini merupakan salahsatu keunggulan ayam lurik karena dibandingkan dengan telur ayam ras masyarakat lebih menyukai telur ayam lurik atau ayam kampung, pada umumnya telur ayam lurik digunakan sebagai campuran jamu dan minuman STJ. Proses menghasilkan bibit ayam Lurik masih menerapkan pada manajemen sederhana yaitu dengan sistem umbaran. Sistem penanganan reproduksi ternak juga sampai sejauh ini ini mereka hanya menerapkan kawin alami yang jelas kurang efisien dalam memprodusi bibit ayam kampung,

(6)

11 terutama ayam lurik. Perkawinan alami dirasa kurang ekonomis dikarankan dibutuhkan lebih banyak penjantan, sehingga lebih banyak kebutuhan untuk pejantan, walaupun disisi lain fertilitas terjamin bagus jika dikawinkan dengan sistem alami, tetapi biaya yang dikeluarkan untuk produksi akan lebih besar (Suyatno.,2003).

Gambar 1.2. Ayam Lurik

Ayam lurik memiliki potensi yang untuk dikembangkan sebagai ayam petelur.

Ayam kampung lurik dapat produksi telur cukup tinggi berkisar 200 – 250 butir pertahun, namun ada beberapa kelemahan yang terdapat di ayam lurik yaitu pertumbuhan yang relatif rendah dibandingkan dengan ayam kampung jenis lain.

Ayam lurik secara umum mempunyai perbedaan warna dengan ayam komering dan merawang, perbedaan salahsatunya berada di bulu, kulit, kaki dan daging. Bentuk jengger ayam lurik berfariasi, dimana yang paling banyak adalah yang berjengger mawar sekitar (38,46%), jengger tunggal (33,33%) dan jengger triple 28,21%.

(Depison.2006).

Ayam arab jantan dapat mencapai bobot 1,8 kg sedangkan betina sebesar 1,3 kg. Ayam arab memiliki ketahanan tubuh yang kuat terhadap penyakit dan tidak

(7)

12 mempunyai sifat mengeram (Linawati, 2009). Ayam arab bertelur pertama kali pada umur 5 bulan dengan masa puncak produksi di atas umur 8 bulan. Produksi telur ayam arab mencapai 300-350 butir per tahun (Indra.dkk.,2013). Fertilitas telur ayam arab berkisar 62,50- 79,17%, bobot telur ayam arab antara 42,64- 43,37 gram dengan daya tetasnya 56,25-76,67% (Astomo dkk, 2016). Telur ayam arab masih alami sehingga memiliki rasa yang lebih gurih dan kadar keamisannya lebih rendah jika dibandingkan dengan ayam ras. Telur ayam arab juga banyak dimanfaatkan sebagai obat dan kosmetik (Linawati.,2009).

2.1.3. Ayam Kampung ranupane

Gambar 1.3. Ayam Ranupane

Ayam Ranupane merupakan ayam lokal asli Indonesia yang berasal dari kawasan Desa Ranu Pane, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Keanekaragaman jenis satwa yang ada di sekitar Desa Ranu Pane antara lain macan tutul (Panthera pardus), elang jawa (Spizaetus bartelsi), elang hitam (Ictinaetus malayensis), ayam

hutan merah (gallus gallus) dan lainnya (Tamam, 2014). Ayam Ranupane diduga berasal dari keturunan ayam hutan merah (Gallus gallus) yang ada di Ranu Pane karena memiliki karakteristik yang serupa dengan ayam hutan merah (Gallus gallus) (Sartika.dkk.,2016).

(8)

13 2.1.4. Ayam Kampung Putih

Ayam kedu meupakan ayam lokal Indonesia yang banyak dijumpai di Daerah Kedu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Ayam kedu merupakan hasil persilangan dari ayam dorking dengan ayam buras yang ada di daerah Dieng (Sujionohadi dan Setiawan, 2016). Berdasarkan warna bulunya ayam kedu dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu ayam kedu hitam dan ayam kedu putih yang biasa ayam kedu hitam terkenal dengan warna dari semua bagian tubuhnya berwarna hitam, sedangkan pada ayam kedu putih memiliki bulu berwarna putih polos yang dihasilkan dari warna gen resesif ayam kedu hitam. Hal ini karena adanya faktor gen aditif yaitu gen I/W+ yang menyebabkan warna bulu putih (Untari.dkk.,2013).

Gambar 1.4. Ayam Putih

Ayam putih mempunyai ciri – ciri antara lain yaitu warna bulu putih ataupun agak kekuningan (Suprijatna, 2005). Jengger ayam putih tegak dan mempunyai bentuk wilah dengan kulit muka berwarna merah cerah. Bobot ayam putih jantan dewasa berkisar antara 2,5 kg sedangkan pada bobot betina dewasa berkisar antara 1,2 – 1,5 kg (Rukmana, 2003). Menurut Untari dkk (2013) mengungkapkan bahwa ayam putih betina memiliki ciri- ciri dengan warna bulu (kepala, leher, sayap kiri, sayap kanan,

(9)

14 badan dan ekor) putih, warna shank juga kuning terkadang hitam kekuningan, warna kulit putih, warna jengger merah cerah dan bentuk jengger tunggal. Bermacam macan fenotipe warna bulu ayam kampung pada jantan maupun betina disebabkan karena belum adanya upaya seleksi yang mengarahkan ayam ini pada warna bulu yang lebih spesifik. Warna yang tidak sama disebabkan karena adanya percampuran genetik yang tidak dapat dihindari akibat sistem pemeliharaan secara tradisional

(Hoda dan Soenarsih,2020).

Ayam kedu putih mempunyai ciri spesifik sepintas mirip dengan ayam white leghorn yang memiliki warna bulu mulai dari kepala, leher, sayap, badan dan ekor

berwarna putih dan warna kulit putih,kulit muka berwarna merah, serta bagian jengger, pial,dan cuping berwarna merah terang.Warna shank berwarna putih/kuning ada juga yang kuning kehitaman serta bentuk jengger tunggal (Sartika dkk, 2016).

Bobot ayam kedu putih pada usia dewasa mencapai 1,4-1,6 kg dan mulai bertelur pada usia sekitar 134 hari (Sujionohadi dan Setiawan, 2016).Ayam kedu putih dimanfaatkan sebagai penghasil telur dan daging, namun kadangkala diperlukan untuk upacara keagamaan (Sartika dkk.,2016).

2.2. Ayam Kampung Persilangan

Persilangan merupakan perkawinan antara ayam jantan dengan ayam betina dari rumpun yang berbeda. Hal tersebut bukan berarti perkawinan yang asal saja antar rumpun yang berbeda, tetapi yang diartikan sebagai persilangan adalah penggunaan sumberdaya genetik yang sistematik dengan perencanaan sistem perkawinan untuk mendapatkan hasil persilangan yang spesifik dengan mempunyai

(10)

15 tujuan tertentu dalam proses perkawinannya. Persilangan perlu dilakukan agar hasil persilangannya lebih unggul dari rumpun murninya atau sebelumnya. Persilangan ayam lokal mempunyai tujuan untuk meningkatkan produktivitas ayam lokal dengan memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya genetik melalui persilangan (Sartika.T.,2012). Tujuan lain dari persilangan adalah menghasilkan ayam yang memiliki sifat-sifat unggul, karakteristik yang lebih baik , memiliki adaptasi baik dan mengkombinasikan sifat-sifat unggul (Rahayu.dkk.,2010).

2.3. Produktivitas Ayam Kampung

Ayam kampung mempunyai peran sebagai penyedia daging dan telur untuk memenuhi konsumsi protein hewani terutama bagi masyarakat pedesaan. Kontribusi ayam kampung terhadap produksi daging unggas cukup tinggi. Besarnya permintaan dalam produk ayam kampung baik dalam bentuk daging maupun telur belum mampu dipenuhi oleh peternak ayam kampung, terutama bila permintaan dalam jumlah besar dan terjadi terus menerus, oleh sebab itu untuk mengatasi masalah ini perlu dicari berbagai alternatif untuk meningkatkan produktivitas ayam buras. Peningkatan produktivitas ayam kampung dapat dilakukan dengan cara perbaikan kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan. Pakan berkualitas harus mengandung zat-zat nutrisi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan umur dan tujuan pemeliharaan (Resnawati dan Bintang.2014).

Pakan yang sempurna dengan kandungan nutrisi yang seimbang akan memberikan hasil yang optimal pada ternak. Zat-zat nutrisi yang diperlukan selain

(11)

16 kandungan protein dan energi antara lain yaitu asam amino, karena defisiensi asam amino dapat menyebabkan pertumbuhan badan lambat dan mengganggu pada pertumbuhan bulu ayam. Proses penyusunan ransum pakan ayam didasarkan pada keseimbangan protein dan energi atau keseimbangan lisin dan energi. Upaya dalam peningkatan produktivitas ayam kampung tidak hanya dengan perbaikan ransum dan manajemen pemeliharaan, namun perlu juga dilakukan peningkatan mutu genetiknya. Peningkatan mutu genetik ayam kampung dilakukan dengan berbagai macam cara dan berbagai penelitian dan kegiatan berbagai elemen masyarakat yang berusaha untuk memenuhi keperluan akan daging unggas dan juga peduli terhadap kelestarian serta pengembangan jenis unggas (Urfa.dkk.,2017).

2.3.1. Feed Intake (FI)

Konsumsi pakan merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi yang ada didalam ransum yang telah tersusun dari berbagai bahan makanan untuk memenuhikebutuhan nutrisi ayam. Konsumsi pakan merupakan salah satu faktor penunjang terpenting untuk mengetahui penampilan produksi. Setiap unggas mempunyai tingkat konsumsi ransum yang berbeda beda, karena adanya perbedaan maka harusya disusun ransum yang tepat sesuai dengan kebutuhan setiap jenis unggas (Masruhah.2008).

Kualitas ransum yang kurang baik dapat menghasilkan telur dengan kualitas rendah. Nutrien dalam ransum yang dapat mempengaruhi kualitas telur antara lain protein, mineral, dan vitamin (Saputra dkk., 2016). konsumsi harian ayam kampung berkisar antara (124,2-127,8 g) setiap harinya. Bungatang (2016) menjelaskan bahwa

(12)

17 kebutuhan pakan ayam kampung yang berkisar di angka 113-117 g. Terjadinya perbedaan pada kebutuhan konsumsi pakan harian disebabkan oleh adanya perbedaan bobot, umur, dan juga perbedaan temperatur lingkungan.

Sejalan dengan pernyataan Sultoni dkk (2006) bahwa tinggi rendahnya kandungan energi ransum juga dapat berpengaruh terhadap banyak sedikitnya konsumsi ransum, disamping itu konsumsi pakan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu: bahan ransum, macam- macam ransum, ransum yang berupa hasil dari sampingan akan berlainan dengan ransum yang bukan yang bukan hasil sampingan, ransum yang terkena jamur akan negurani nilai nutrisi pakan dan palatabilitas.

2.3.2. Pertambahan Berat Badan (PBB)

Pertambahan bobot badan merupakan selisih dari bobot akhir (panen) dikurangi bobot badan awal pada saat tertentu. Pertumbuhan ternak sangat tergantung dari pakan yang diberikan ke ayam, jika didalam pakan mengandung nutrisi yang cukup tinggi maka ternak dapat mencapai bobot badan tertentu pada umur yang lebih muda. Pertambahan bobot badan diperoleh melalui perbandingan antara selisih bobot akhir atau bobot panen dengan bobot awal dengan lamanya pemeliharaan. Bobot awal bisa didapatkan dengan dilakukan penimbangan DOC sedangkan bobot akhir (panen) didapat dari rata-rata bobot badan ayam pada saat dipanen (Fahrudin.dkk.,2016).

(13)

18 Pertumbuhan adalah suatu proses pertambahan ukuran, baik volume, bobot, dan jumlah sel yang bersifat irreversible (tidak dapat kembali ke asal). Sedangkan, perkembangan merupakan perubahan atau diferensiasi sel menuju keadaan yang lebih dewasa, Pertambahan bobot badan adalah salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur performa pertumbuhan. Salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan antara lain yaitu umur ternak, bangsa, jenis kelamin, kesehatan ternak dan serta kualitas dan kuantitas rasnsum. Sedangkan pada kecepatan pertumbuhan dapat diukur dengan cara menimbang pertambahan bobot berat badan. Perhitungan untuk mengetahui bobot panen yaitu pertambahan bobot badan 29 harian yaitu bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal dibagi jumlah hari pemeliharaan (Udin.2018).

Pengukuran berat badan pada ternak biasanya dilakukan semingu sekali.

Pertambahan bobot badan digunakan untuk menilai pertumbuhan respon ternak terhadap berbagai jenis pakan, pertumbuhan ternak sangat bergantung pada tingkat pakan jika pakan mengandung nutrisi yang tinggi maka ternak akan dapat mencapai berat badan tertentu pada umur yang lebih muda. Presentase tingkat kenaikan bobot badan dari minggu ke minggu selanjutnya juga memiliki pertumbuhan yang tidak sama (Masruhah.2008).

Munira dkk (2016) menyatakan bahwa semakin tinggi konsumsi pakan maka semakin tinggi pula rata-rata pertambahan bobot badan. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Mointi (2014) yang menyatakan bahwa pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh konsumsi pakan, jumlah konsumsi pakan yang relatif sama akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang tidak jauh berbeda juga. Menurut

(14)

19 Fahrudin (2017) bahwa pertambahan bobot badan dapat diukur setiap minggu menggunakan rumus: pertambahan bobot badan= bobot badan akhir – bobot badan awal. Bobot badan akhir (g ekor-1) diukur pada masa panen.

2.3.3. Feed Conversion Ratio (FCR)

FCR merupakan menghitung jumlah pakan yang dibutuhkan oleh ayam untuk menghasilkan satu kilogram berat telur, cara perhitungannya adalah jumlah pakan kumulatif yang dikonsumsi ayam dibagi dengan jumlah berat telur yang dihasilkan.

Konversi ransum atau FCR (Feed Convertion Ratio) merupakan istilah yang digunakan untuk mengetahui nilai efisiensi penggunaan makanan. Nilai FCR menunjukkan banyaknya makanan yang dirubah atau dikonversikan menjadi bobot badan, semakin rendah nilai FCR menunjukkan bahwa efisiensi makanan yang semakin baik (Yaman dkk,2009).

Sedangkan ransum merupakan kumpulan bahan makanan yang layak dimakan oleh ayam dan telah disusun mengikuti aturan tertentu. Aturan bisa meliputi nilai kebutuhan gizi ayam dan nilai kandungan gizi dari bahan makanan yang digunakan.

Persamaan nilai gizi yang ada dalam bahan makanan yang digunakan dengan nilai gizi yang dibutuhkan dinamakan teknik penyusunan ransum. Presentase bahan pada ransum ditentukan oleh kandungan zat makanan dan kandungan nutrisinya. Semakin rendah yang didapatkan pada angka konversi ransum berarti kualitas ransum semakin baik. Nilai konversi ransum dapat dipenuhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah suhu lingkungan, laju perjalanan ransum melalui alat pencernaan, bentuk fisik, dan konsumsi ransum (Uddin.2018).

(15)

20 Konsumsi diperhitungkan dari jumlah makanan yang dimakan oleh ternak dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan energinya, sebelum kebutuhan energinya terpenuhi ayam akan terus makan, apabila ayam diberi makan dengan kandungan energi rendah maka ayam akan makan lebih banyak begitupun sebaliknya. Konsumsi ransum dipastikan setiap minggu bertambah sesuai dengan pertambahan bobot badan ayam. Setiap minggunya ayam mengkonsumsi pakan lebih banyak dibandingkan dengan hari atau minggu sebelumnya. Palatabilitas juga merupakan faktor yang dapat menentukan tingkat konsumsi ransum pada ternak. Palatabilitas juga dipengaruhi oleh bentuk, rasa, bau dan tekstur makanan yang diberikan. Unggas mengkonsumsi ransum setara dengan 5% dari bobot badan (Hendrizal.2011).

Konversi pakan untuk ayam petelur antara angka 2,0 – 2,2 dan semakin kecil nilai konversi pakan maka semakin efisien pula ayam tersebut dalam memanfaatkan pakan untuk memproduksi telur (Prawitya.dkk.,2015). Risnajati (2014) menyatakan bahwa beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai konversi pakan antara lain kondisi lingkungan kandang, manajemen pemeliharaan termasuk manajemen pemberian pakan, produksi telur serta konsumsi pakan tiap harinya.

2.3.4. Feed Intake Protein

Protein merupakan salah satu di antara zat-zat makanan yang mutlak dibutuhkan ternak baik untuk hidup pokok, pertumbuhan dan untuk produksi. Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan. Konsumsi protein yang

(16)

21 tinggi juga akan mempengaruhi asupan protein pula ke dalam daging dan asam-asam amino tercukupi di dalam tubuhnya sehingga metabolisme sel-sel dalam tubuh berlangsung secara normal. Untuk menilai kualitas protein adalah dengan mengukur nilai biologis protein, salah satunya adalah dengan melihat IEP (Hakim.2017).

Menurut Situmorang dkk.(2013) bahwa jumlah konsumsi protein juga berpengaruh terhadap pertambahan bobot hidup, ini disebabkan karena pertambahan bobot hidup berasal dari sintesis protein tubuh yang berasal dari protein ransum yang dikonsumsi. Semakin tinggi kandungan protein ransum maka akan semakin tinggi pula konsumsi protein, namun jika kandungan protein relative sama maka konsumsi protein akan sama.

Penyusunan ransum ayam kampung yang dipakai di Indonesia masih didasarkan kepada rekomendasi dari standar ayam ras. menurut. Menurut Hikmah (2018) kebutuhan energi termetabolis ayam tipe ringan umur 2-8 minggu antara 2600-3100 K.kal/kg dan protein pakan antara 18%-24%, sedangkan menurut Mahardika (2014) menjelaskan bahwa kebutuhan energi termetabolis dan protein masing-masing 2900 K.kal/kg dan 18%, sedangkan standar kebutuhan energi dan protein untuk ayam kampung yang dipelihara di daerah tropis belum ada, oleh sebab itu kebutuhan energi dan protein untuk ayam kampung di Indonesia perlu ditetapkan.

Ayam kampung fase starter (0-4 minggu) membutuhkan protein sekitar 19-20%

dengan energi metabolis sebesar 2850 kkal/kg, fase grower I memerlukan protein sekitar 18-19%, energy 2.900 kkal/kg, dan pada fase grower II energi metabolis sekitar 3000 kkal/kg dengan protein sebesar 16-18%.

(17)

22 Ayam kampung mengonsumsi ransum sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan protein dan energinya. Kandungan protein ransum sangat berpengaruh terhadap pencapaian bobot badan ayam kampung. Protein dalam ransum diperlukan untuk pertumbuhan jaringan, perbaikan jaringan, dan pengelolaan produksi serta bagian dari struktur enzim sehingga protein dikenal sebagai salah satu unsur pokok penyusun sel tubuh dan jaringan (Ahmad dan Herman, 1982). Hal ini menunjukkan bahwa protein berperan penting dalam pencapaian bobot karkas yang diinginkan.

2.3.5. Efisiensi Pakan

Konsumsi pakan ayam dipengaruhi oleh kandungan protein dan energi di dalam pakan. Konsumsi pakan lebih rendah pada ayam yang diberi pakan dengan kandungan energi yang rendah (Dairo dkk.2010). Pertambahan bobot badan yang optimal dapat diperoleh dengan memberikan pakan yang memiliki zat nutrisi yang seimbang. Zat nutrisi yang ada dalam pakan sangat mempengaruhi perfomans ayam.

Konversi pakan dipengaruhi oleh konsumsi pakan dan bobot badan, karna konversi pakan yaitu, banyaknya konsumsi pakan yang digunakan untuk menaikkan 1 kg bobot badan ayam kampug super (Mointi, 2014).

Usaha untuk memperoleh efisiensi penggunaan ransum sangat diperlukan karena ayam buras akan mengkonsumsi ransum yang disediakan secara berlebihan (Sukarini dan Rifai, 2011). Efisiensi ransum sangat perlu diketahui sebagai parameter untuk menilai efektivitas penggunaan ransum terhadap komponen produksi yang dihasilkan. Efisien ransum juga dapat dipakai untuk menilai kemampuan zat gizi yang terkandung di dalam ransum untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi ternak yang mengkonsumsi (Yaman.dkk., 2008).

(18)

23 Rata-rata konsumsi pakan ayam kampung super umur 2 – 10 minggu berkisar 2935,27 – 3249,51 g/ekor atau 366,91 – 406,19 g/ekor/minggu atau 52,41 – 58,03 g/ekor/hari. Konsumsi pakan ayam kampung super ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Kususiyah (2011) yaitu 2699,20 g/ekor dan rata-rata konsumsi per hari yaitu 38,56 g/ekor, pakan yang diberikan berupa konsentrat, jagung giling dan dedak halus (ransum oplosan) dengan kandungan protein 17%.

2.4. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Diduga terdapat perbedaan produktivitas dari hasil persilangan ayam kampung betina wareng dengan empat jenis pejantan yaitu wareng, lurik, putih dan ranupani.

2. Diduga produktivitas ayam wareng dan putih memiliki pertumbuhan yang lebih cepat.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diatas yang menyebutkan bahwa pendapatan asli daerah (PAD) tidak berpengaruh terhadap penyusunan anggaran belanja modal pada kabupaten dan kota se-Provinsi

Penambahan ban-ban bekas pada barge bumper untuk mengurangi beban impact dan atas pertimbangan biaya, karena pof struktur untuk vessel yang bersandar untuk

Semua Keputusan Musyawarah Cabang Ikatan Guru Raudhatul Athfal PC Cileunyi Tahun 2010 perlu dibuatkan ketetapan sehingga mempunyai dasar hukum yang pasti, kuat, dan

4.1 Hasil Keanekaragaman Tumbuhan Paku yang Terdapat di Kawasan Hutan Pinus Kragilan Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah. 21 4.2 Parameter faktor abiotik di hutan

Lamun hirup urang geus di nu caang sakumaha Mantenna anu jadi Cahaya Caang, eta ciri diri urang geus beresih tina dosa ku karana getih Yesus Putra-Na, sarta bakal bisa hirup

Ayat (2) : Orang pribadi atau Badan sebagai wajib pajak yang menerima penyerahan alat angkutan diatas air bertanggung jawab, atas pembayaran pajak bea balik nama alat

Bahasa gaul yang unik di kalangan remaja adalah pembalikan fonem. Aturan umum dalam tipe ini adalah kata-kata dibaca dengan terbalik. Pembalikan struktur fonem

Dalam konteks pembangunan di Kabupaten Malang saat ini dan pada masa mendatang, terdapat tiga permasalahan lingkungan hidup yang menjadi fokus perhatian akibat akselerasi