• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A. KAJIAN TEORI 1. Pengertian Belajar

Gagne and Berliner (1970) dalam Suyono (2012: 13) menyatakan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang muncul karena pengalaman. Pengalaman yang berulang kali akan melahirkan sebuah pengetahuan. Senada dengan Gagne and Berliner, Hilgard (1962) dalam Suyono (2012: 12), belajar adalah suatu proses di mana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap suatu situasi. Bersama Marquis, Hilgard memperbaharui definisinya dengan menyatakan bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajran, dan lain-lain sehingga terjadi perubahan dalam diri.

Suyono (2012: 9) juga mendefinisikan bahwa belajar sebagai aktivitas atau proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, memperbaiki, perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian.

Dari beberapa pendapat yang telah dipaparkan, penulis menyimpulkan bahwa belajar adalah usaha sadar untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat mempengaruhi pemikiran, sikap, dan ketrampilan pembelajar untuk menjadi lebih baik.

Dalam belajar UNESCO (1996) menetapkan empat hal yang dijadikan sebagai tujuan akhir dari pembelajaran yaitu pertama, belajar untuk menguasai ilmu pengetahuan (learning to know). Dalam belajar untuk menguasai keterampilan (learning to do), belajar untuk hidup bermasyarakat (learning to live together), dan belajar untuk mengembangkan diri secara maksimal (learning to be). (Hamdani, 2011: 195).

2. Pembelajaran Fisika dan Konstruktivisme a. Pembelajaran Fisika commit to user

(2)

Fisika merupakan salah satu hasil pembelajaran sains.

Pembelajaran sains menurut Chiappeta dalam Fatonah (2012: 6) pada hakikatnya terdapat tiga hal yaitu cara berpikir, cara penyelidikan, dan sekumpulan pengetahuan. Penjabarannya adalah sebagai berikut, sains sebagai cara berpikir meliputi aktivitas mental yaitu berusaha mengungkapkan, menjelaskan, serta menggambarkan fenomena alam.

Hasil pemikiran tersebut mendorong rasa ingin tahu untuk lebih memahami fenomena alam dengan cara penyelidikan. Sains sebagai penyelidikan memuat tentang observasi dan prediksi dalam menyelesaikan pengetahuan. Dari hasil penyelidikan akan menghasilkan sekumpulan temuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, maupun model.

Serway (2009:3) menyatakan fisika adalah ilmu yang didasarkan pada pengamatan-pengamatan eksperimental. Tujuan dari fisika sendiri yaitu mencari sejumlah hukum-hukum dasar yang mengatur berbagai fenomena alam dan menggunakan hukum-hukum tersebut untuk mengembangkan teori-teori yg dapat memprediksi hasil-hasil percobaan selanjutnya. Oleh karena itu, pembelajaran fisika yang baik menurut Suparno (2013: 8) terdapat empat unsur yaitu, peserta didik yang belajar, guru yang mengajar, bahan pelajaran, dan hubungan antara guru dan peserta didik.

Saat belajar fisika peserta didiklah yang menjadi aktor utama atau bisa dikatakan pembelajaran berfokus pada aktivitas peserta didik (student centered). Akan tetapi seringkali Fisika dianggap sebagai mata pelajaran yang sukar oleh sebagian peserta didik. Hal tersebut dapat disebabkan karena kesalahan peserta didik yang hanya membaca dan menghafalkan teori dan persamaan yang ada di dalamnya. Padahal dalam pelajaran Fisika dibutuhkan pemahaman lebih melalui kegiatan ilmiah.

“Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang meliputi proses, sikap ilmiah, dan produk. Proses dalam Fisika berkaitan dengan keterampilan dalam melakukan kegiatan mengamati, menggolongkan, commit to user mengukur, menggunakan alat,

(3)

mengkomunikasikan hasil melalui berbagai cara seperti tulisan, atau diagram, menafsirkan, memprediksi, merencanakan/

melakukan percobaan. Sikap ilmiah berkaitan dengan sikap rasa ingin tahu, mau bekerja sama, menghargai pendapat orang lain, menghargai sejarah sains dan penemunya, dan menyadari adanya keteraturan bahan kajian.” (Depdiknas, 2001: 9)

Oleh sebab itu, peran guru dalam pembelajaran sebagai pemicu dan pemacu agar peserta didik mau mempelajari fisika. Pihak guru diharapkan menguasai bahan pembelajaran, memahami keadaan dan perkembangan peserta didik, dan menyusun bahan ajar yang mudah dipahami oleh peserta didik. Salah satu bahan ajar yang membantu dalam proses pembelajaran yaitu modul.

b. Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan landasan dasar dalam pembelajaran fisika. Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Karena sejatinya,

“Pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan berpikir seseorang” Bettencourt (1989) dalam Suparno (2013:

14).

Dalam pembelajaran fisika, pengetahuan dari guru tidak serta merta dapat ditransfer langsung kepada peserta didik. Seperti yang dituliskan von glasrrsfeld 1982, dalam Bettencourt 1989 suparno. “Tidak ada kemungkinan mentransfer pengetahuan karena setiap orang membangun pengetahuan pada dirinya sendiri”. Akan tetapi, guru hanya mentransformasi. Menurut Suyono (2012: 17) makna transformasi berbeda dengan makna transfer. Transfer pembelajaran berarti peserta didik hanya menerima apa adanya pengetahuan dan kebenaran dari guru.

Sedangkan transformasi yaitu pengetahuan dikembangkan sendiri oleh peserta didik sesuai kognitif masing-masing setelah terjadi transfer.

Selain kognitif menurut Suparno perbedaan personal, sosial, emosional dan kultural juga mempengaruhi dari pemahaman mereka (2012: 20)commit to user

(4)

Dampak konstruktivisme bagi peserta didik ialah peserta didik diharuskan aktif sendiri mengkonstruksi yaitu mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis, dan akhirnya terpenting merangkumnya sebagai pengertian yang utuh (Suparno, 2012: 15).

Sebagai contoh awalnya tahu tentang kejadian kecelakaan beruntun.

Kemudian siswa diajak melakukan penyelidikan tentang fenomena fisika apa yang terjadi. Mengapa bisa terjadi seperti itu dan semakin mendalam dan sempurna. Pembelajaran fisika dimulai dari kejadian atau peristiwa konkrit dan baru pada level lebih atas mulai dengan yang abstrak.

Suparno (2012: 21) juga menuliskan dampak konstruktivisme bagi guru yaitu guru sebagai mediator dan fasilitator. Diantaranya guru bertugas menyediakan pengalaman belajar, menyediakan kegiatan untuk merangsang keingintahuan, menyediakan sarana untuk merangsang berpikir peserta didik secara produktif, dan memonitor sekaligus mengevaluasi pemikiran peserta didik. Dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme adalah

“Proses membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif peserta didik berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan memang berasal dari luar tetapi dikonstruksi oleh dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk mengintepretasi objek tersebut. (Suryani, 2018 : 77)”

3. Pendekatan Saintifik

Kurikulum 2013 menggunakan proses pembelajaran pendekatan ilmiah atau saintifik untuk semua jenjang. Kurikulum yang dilaksanakan bertahap pada tahun ajaran 2013/2014 itu menggunakan proses pembelajaran yang mencakup tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan, dan ketrampilan.

Daryanto (2014: 54) menuliskan, pada ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa”. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta

commit to user

(5)

didik “tahu bagaimana”. Serta ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa”.

Pendekatan saintifik merupakan proses pembelajaran yang dirancang agar peserta didik aktif mengkonstruksi konsep, hukum, atau prinsip melalui tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan apa yang ditemukan (Daryanto, 2014: 51). Daryanto menuliskan bahwa pendekatan ilmiah harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah karena pendekatan ini bercirikan penonjolan pada dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran.

Karakteristik pada pembelajaran dengan metode saintifik yaitu sebagai berikut: (a) berpusat pada siswa, (b) melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum, atau prinsip, (c) melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa, serta (d) dapat mengembangkan karakter siswa (Daryanto, 2014: 53).

Oleh karena itu, dalam pengembangan modul perlu adanya sebuah pendekatan pembelajaran agar modul lebih terarah dan terstruktur. Berikut penjabaran langkah-langkah umum dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik:

a. Mengamati (Observasi)

Kegiatan mengamati menjadi tahapan penting di awal pembelajaran agar peserta didik tertarik dalam pembelajaran yang hendak disampaikan. Selain itu mengamati fenomena atau fakta yang relevan dengan pembelajaran sangat bermanfaat untuk mengarahkan peserta didik ke tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Tahap ini melibatkan seluruh panca indera dalam belajar yang mengutamakan proses pembelajaran (meaningfull learning).

Dalam Permendikbud Nomor 81a disebutkan, pada kegiatan mengamati hendaknya guru membuka secara luas dan bervariasicommit to user

(6)

kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih, kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi (Daryanto, 2014: 61).

Praktik observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif jika terdapat alat bantu yang dapat diamati langsung, disentuh, maupun didengar oleh peserta didik. Alat tersebut dapat berupa gambar, animasi, audio, globe, rekaman video-audio, dan alat lain sesuai keperluan. Hal tersebut berfungsi untuk mengembangkan rasa ingin tahu dan sebagai alat bantu guru untuk membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik dengan bertanya.

b. Menanya

Pada tahap menanya peserta didik dibimbing oleh guru untuk mengajukan pertanyaan tentang informasi apa yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau memperoleh informasi tambahan dari tahapan mengamati. Pertanyaan yang disampaikan dapat berupa pertanyaan faktual hingga hipotesis. Daryato menuliskan, melalui kegiatan bertanya rasa ingin tahu peserta didik dikembangkan. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut (2014:

64).

Kompetensi yang diharapkan dari kegiatan menanya menurut Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013 yaitu mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang diperlukan untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat. Daryanto juga menuliskan bahwa bertanya berfungsi membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat serta melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain (2014: 66).

commit to user

(7)

c. Mengumpulkan informasi

Tahap mengumpulkan informasi dilandasi dari kegiatan bertanya sehingga peserta didik tidak mengumpulkan data yang tidak diperlukan. Mengumpulkan informasi dapat dilakukan dengan eksperimen, membaca beragam sumber informasi lainnya selain yang terdapat pada buku teks, mengamati objek, mengamati kejadian, melakukan aktivitas tertentu, berwawancara dengan seorang narasumber, hingga pengalaman pribadi.

Melalui pengumpulan informasi yang dilakukan langsung oleh peserta didik, pengetahuan yang didapat akan terekam kuat dibanding pengetahuan tanpa peserta didik mengalaminya langsung. Oleh karena itu, pada tahap mengumpulkan informasi perlu dipersiapkan dan dirancang dengan sebaik mungkin.

d. Mengasosiasi

Kegiatan asosiasi atau disebut juga mengolah informasi merupakan tahap lanjutan dari tahap mengumpulkan informasi. Informasi yang diperoleh peserta didik akan diolah untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya. Mengolah informasi ini dapat dilakukan secara sistematis seperti mengklasifikasikan, mengurutkan, menghitung, membagi, dan menyusun data dalam bentuk yang lebih informatif sehingga informasi lebih bermakna.

Selanjutnya informasi yang sudah diolah tidak lupa dihubungkan dengan teori yang ada sehingga dapat ditarik simpulan dan atau ditemukan prinsip dan konsep penting. Hal ini bertujuan untuk menambah skema kognitif, meluaskan pengalaman, dan wawasan pengetahuannya (Sufairo, 2016: 121). Pada penarikan simpulan peserta didik dapat melihat kembali hipotesis awal yang telah dibuat atau menjawab pertanyaan pada tahap menanya.

e. Mengkomunikasikan

Tahap terakhir dari pendekatan saintifik ialah mengkomunikasikan. commit to user Kegiatan mengkomunikasikan berupa

(8)

mendeskripsikan dan menyampaikan hasil temuan peserta didik dari tahap mengamati hingga mengasosiasi yang ditujukan kepada orang lain secara lisan maupun tertulis atau cara-cara media lain. Daryanto menuliskan pada tahap ini peserta didik dapat mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar (2014: 80).

Setiap tahapan pendekatan saintifik tersebut dapat dilakukan secara runtut maupun tidak berurutan seperti tahap mengamati dan menanya. Pada langkah mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan alangkah baiknya dilakukan secara berurutan.

4. Karakteristik Modul

Modul merupakan bahan ajar yang berbentuk cetak. Bahan ajar sendiri dimaknai sebagai bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik (Prastowo, 2015:17). Menurut Diknas dalam Prastowo, modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru (2015: 104)

Modul yang baik dan mampu meningkatkan motivasi penggunanya maka modul harus memenuhi beberapa karakteristik tertentu. Menurut Sukiman (2012: 133-135) karakteristik pengembangan modul sebagai berikut:

1) Self Instructional

Modul tersebut mampu membuat seseorang atau peserta didik belajar sendiri, tidak bergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul harus:

a) Merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan jelas

b) Mengemas materi pembelajaran ke dalam unit-unit kecil atau spesifik sehingga memudahkan peserta didik belajar secara tuntas c) Menyediakan contoh dan ilustrasi pendukung kejelasan pemaparan

materi pembelajarancommit to user

(9)

d) Menyajikan soal-soal latihan, tugas, dan sejenisnya yang memungkinkan peserta didik memberikan respon dan mengukur penguasaannya

e) Kontekstual, yakni materi-materi yang disajikan terkait dengan konteks tugas dan lingkungan peserta didik

f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif g) Menyajikan rangkuman materi pembelajaran

h) Menyajikan instrumen penilaian (assessment), yang memungkinkan peserta didik melakukan self assessment

i) Menyajikan umpan balik atas penilaian peserta didik, sehigga peserta didik mengetahui tingkat penguasaan materi

j) Menyediakan informasi tentang rujukan (referensi) yang mendukung materi didik.

2) Self Contained

Seluruh materi pembelajaran dari satu unit standar kompetensi dan sub kompetensi dasar yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Konsep ini bertujuan untuk memberikan kesempatan peserta didik mempelajari materi pembelajaran karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Pembagian atau pemisahan materi dari satu standar kompetensi dapat dilakukan akan tetapi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan kompleksitas kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik.

3) Stand Alone (berdiri sendiri)

Karakteristik modul ini yaitu modul tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain sehingga peserta didik tidak harus menggunakan media yang lain untuk mempelajari materi. Apabila peserta didik masih menggunakan dan bergantung pada media lain selain modul yang digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri.

4) Adaptive

Karakteristik modul adaptive artinya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi.

commit to user

(10)

Dengan memperhatikan perkembangan ilmu dan teknologi pengembangan modul hendaknya tetap“up to date”.

5) User Friendly

Modul yang diharapkan modul yang mudah digunakan oleh peserta didik. yaitu setiap instruksi dan informasi yang diberikan bersifat mempermudah peserta didik. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.

Penulisan modul yang baik dan benar perlu memperhatikan struktur kepenulisannya. Surahman dalam Prastowo (2015: 113-114) dalam pandangannya modul disusun atas dasar struktur sebagai berikut:

a. Judul modul

Berisi tentang nama modul suatu materi tertentu b. Petunjuk umum

Bagian ini berisi penjelasan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pembelajaran:

1) Kompetensi dasar 2) Pokok bahasan 3) Indikator pencapaian

4) Referensi yang dipergunakan 5) Strategi pembelajaran

6) Lembar kegiatan pembelajaran

7) Petunjuk bagi peserta didik untuk memahami langkah-langkah dan materi dipelajari

8) Evaluasi c. Materi modul

Bagian ini memuat penjelasan secara rinci materi yang akan dipelajari

d. Evaluasi

Evaluasi ini berisi evaluasi secara keseluruhan materi yang bertujuan untuk mengukur kompetensi peserta didik sesuai materi yang sudah diberikan.

5. Modul Elektronik

Seiring perkembangan zaman, modul tidak hanya berbentuk cetak akan tetapi dikemas dalam bentuk elektronik. Pengembangan modul ini peneliti menggunakan modul elektronik. Modul elektronik menurut Tim P2Mcommit to user

(11)

LPPM UNS (2013) dalam Syaiful 2013: 17) didefinisikan sebagai alat pembelajaran yang dirancang secara elektronik, berisi materi sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.

Menurut Syaiful (2013: 18) modul elektronik dalam struktur penulisannya mengadaptasi format, karakteristik, dan bagian-bagian yang terdapat pada modul cetak umumnya. Akan tetapi, terdapat beberapa perbedaan di antara keduanya. Perbedaan modul elektronik dan modul cetak ialah sebagai berikut:

Kriteria Modul Elektronik Modul Cetak

Format penyajian

Perangkat lunak dengan ekstensi .doc, .exe, .swf, .apk, dll

Perangkat keras berbentuk cetak (kertas)

Cara

penggunaan

Membutuhkan perangkat elektronik seperti laptop, komputer, smartphone, internet, dll

Tidak membutuhkan perangkat khusus

Kepraktisan Lebih praktis karena tidak memerlukan tempat khusus

Membutuhkan ruang untuk meletakkan

Biaya produksi Murah Mahal

Ketahanan Tahan lama tidak akan lapuk dimakan waktu

Daya tahan kertas terbatas oleh waktu

Penggunaan sumber daya

Membutuhkan sumber daya listrik

Tidak membutuhkan sumber daya khusus untuk menggunakannya

Fitur Teks, gambar, audio,

simulasi, animasi, dan video

Teks dan gambar Tabel 2.1 Perbedaan Modul Elektronik dan Modul Cetak

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan modul elektronik berbasis Andoid pada materi momentum dan impuls untuk SMA kelas X.

6. Pengembangan Modul Menggunakan Model ADDIE

Jenis penelitian ini menggunakan penelitan pengembangan. Desain penelitian pengembangan menggunakan model ADDIE. Model ADDIE merupakan akronim dari Analyze (analisis), Design (desain), Develop (pengembangan), Implementation (implementasi), dan Evaluation (evaluasi).

Suryani menuliskan bahwa keunggulan dari model ADDIE yaitu sistematik.

Maksud dari sistematik ialah setiap langkah yang akan dilalui selalu mengacucommit to user

(12)

pada pada langkah sebelumnya dan sudah diperbaiki sehingga diharapkan dapat diperoleh produk yang efektif (2018: 126). Berikut langkah-langkah model ADDIE:

a. Analyze (Analisis)

Analisis kebutuhan digunakan untuk menentukan masalah dan solusi yang tepat serta menentukan kompetensi peserta didik. Pada tahap analisis terdapat lima prosedur yang dilakukan. Pertama, memeriksa penyebab dibutuhkannya pengembangan langkah yang dilakukan ialah mengukur keadaan nyata; mengkonfirmasi kinerja yang diinginkan; dan mengidentifikasi penyebab kesenjangan kinerja. Pengambilan data tersebut dapat menggunakan angket.

Kedua, menentukan tujuan pembelajaran. Prosedur ini dilakukan agar adanya keselarasan pengembangan produk dengan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada pengembangan modul ini peserta didik dapat menerapkan konsep momentum, impuls, dan hukum kekekalan momentum dalam kehidupan sehari-hari.

Langkah ketiga, mengonfirmasi calon pengguna. Langkah ini bertujuan mengidentifikasi kemampuan, pengalaman belajar, dan motivasi calon pengguna produk yang dikembangkan. Keempat, mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan. Identifikasi yang dilakukan berasal dari empat segi, yaitu segi konten, teknologi, fasilitas pembelajaran, dan tenaga pendidik. Kelima, menentukan sistem penyampaian yang potensial. Sistem penyampaian yang dapat dipilih yaitu tatap muka, pelajaran berbasis komputer, atau kombinasi antara satu dengan yang lain.

b. Design (Desain)

Tahap kedua setelah analisis yaitu desain. Tahap ini dilakukan untuk mendesain media pembelajaran yang diharapkan dan metode pengujian yang tepat. Tahap desain e-modul terdiri dari empat langkah utama, yaitu:

(1) menentukan Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), dan indikator; (2) membuat flowchart e-modul; (3) mengumpulkan materi dan gambar; (4) memilih strategi pengujian dan menyusun tes.commit to user

(13)

c. Develop (Pengembangan)

Tahap pengembangan merupakan eksekusi dari tahap desain. Pada tahap ini langkah-langkah yang dilakukan peneliti diantaranya: membangun konten, memilih atau mengembangkan media pendukung, mengembangkan panduan siswa, mengembangkan panduan untuk guru, melakukan validasi ahli, dan melakukan revisi formatif.

d. Implementation (Implementasi)

Melaksanakan program pembelajaran dengan menerapkan desain atau spesifikasi program pembelajaran. Pada tahap ini perlu mempersiapkan guru dan mempersiapkan peserta didik. Maksud dari mempersiapkan guru yaitu menentukan guru yang menjadi rekan pengembang dalam pelaksanaan e-modul di kelas. Sedangkan maksud dari mempersiapkan peserta didik yaitu memberi pengarahan sebelum pelaksaan implementasu terkait alat-alat yang dibutuhkan saat pembelajaran.

e. Evaluate (Evaluasi)

Tujuan tahap evaluasi adalah untuk menilai kualitas media yang dikembangkan terkait proses dan hasil pembelajaran, baik sebelum dan sesudah implementasi. Dari tahap evalusi ini dihasilkan rencana evaluasi.

Menurut Branch (2009) dalam Suryani (2018: 147) komponen umum dalam rencana evaluasi di antaranya sebagai berikut:

1) Rangkuman tujuan pengembangan, alat pengumpulan data, waktu dan subjek yang bertanggung jawab untuk setiap level evaluasi.

2) Rangkaian kriteria evaluasi sumatif.

3) Alat evaluasi.

Model pengembangan ADDIE terdiri dari lima tahap utama, ditunjukkan pada gambar 2.1

commit to user

(14)

Gambar 2.1 Tahap Pengembangan Model ADDIE (Suryani, 2018: 126)

7. Materi Momentum dan Impuls

Materi momentum dan impuls berdasarkan silabus mata pelajaran Fisika untuk SMA/MA memiliki materi pembelajaran sebagai berikut:

Tabel 2.2 Kompetensi Dasar dan Materi Pembelajaran

Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran 3.10 Menerapkan konsep momentum dan

impuls, serta hukum kekekalan momentum dalam kehidupan sehari-hari 4.10 Menyajikan hasil pengujian penerapan

hukum kekekalan momentum, misalnya bola jatuh bebas ke lantai dan roket sederhana

Momentum dan Impuls:

 Momentum,

 Impuls,

 Tumbukan lenting sempurna, lenting sebagaian, dan tidak lenting

(Sumber:www.diaurrahman.wordpress.com) Berdasarkan tabel 2.2 secara garis besar materi momentum dan impuls yang akan ditampilkan dalam modul elektronik adalah:

Analyze

Design

Evaluation Development

Implementation

commit to user

(15)

a. Momentum

Momentum adalah hasil perkalian antara massa benda (m) dan kecepatan (v). Dari definisi tersebut dapat dituliskan menjadi persamaan berikut:

p = m v (1.1)

Momentum (p) dan kecepatan (v) merupakan besaran vektor yang mana memiliki nilai dan arah. Sehingga arah momentum yang dihasilkan selalu searah dengan kecepatannya. Dari persamaan 1.1 dapat diperoleh satuan momentum yaitu kg.m/s (SI). Momentum dapat disebut juga sebagai ukuran kesukaran suatu benda yang bergerak untuk berhenti sehingga benda cenderung terus bergerak. Saat benda bergerak terdapat hubungan antara momentum dengan energi. Energi kinetik memiliki persamaan . Apabila persamaan tersebut dikalikan dengan maka menjadi:

(1.2) Jadi, energi kinetik suatu benda ialah sebanding dengan kuadrat momentum benda yang bergerak. Dapat pula diartikan, apabila besar energi kinetik benda bergerak besar maka kecenderungan benda tersebut untuk terus bergerak semakin besar.

b. Impuls

Impuls (I) dapat diartikan sebagai hasil kali dari gaya impulsif (F) dengan selang waktu (Δt). Sehingga dapat dituliskan menjadi:

(1.3) Dari persamaan 1.3 kita dapat mengetahui bahwa impuls memiliki satuan N.s. Hubungan gaya dan waktu dapat digambarkan dalam bentuk grafik F–

t seperti gambar 1.2

commit to user

(16)

Gambar 2.2 Grafik Hubungan Gaya dan Waktu

Luasan yang diarsir sebesar F X (t2-t1) dimana luasan tersebut menunjukkan besar suatu impuls. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

I = luas grafik F–t (1.4)

Untuk menjabarkan hubungan antara momentum dan impuls menggunakan Hukum II Newton,

(1.5) Apabila percepatan (a) adalah perubahan kecepatan terhadap waktu, maka persamaannya

(1.6) Dari persamaan (1.6) kita substitusikan ke persamaan (1.3) menjadi

(1.7) Penjabaran persamaan tersebut diperoleh hubungan bahwa impuls suatu benda sama dengan perubahan momentum benda tersebut.

c. Hukum Kekekalan momentum

Pada gerak lurus beraturan memiliki ciri-ciri yaitu besar percepatan nol dan besar kecepatan tetap. Percepatan nol berarti benda

t(s) F (N)

commit to user

(17)

tidak dipengaruhi oleh gaya (F) sehingga benda tidak dipengaruhi impuls.

Apabila tidak dipengaruhi impuls maka momentumnya kekal atau kecepatannya tetap. Keadaan ini dapat dituliskan sebagai berikut, jika I = 0, maka

∑pawal = ∑ pakhir (1.8)

m1v1+ m2v2 = m1v1’ + m2v2

Persamaan 1.8 disebut dengan hukum kekekalan momentum yang berbunyi:

“Jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada sistem, maka jumlah momentum sesaat sebelum sama dengan jumlah momentum sesudah interaksi.”

Contoh-contoh hukum kekekalan momentum di kehidupan sehari-hari adalah peluncuran roket, penembakan meriam, dan peluru yang ditembakkan dari pistol

d. Jenis-jenis tumbukan

Kejadian dua benda yang saling bertumbuk akan memiliki tingkat kelentingan atau elastisitas yang berbeda. Tingkat elastisitas tersebut dalam Fisika dinyatakan dengan koefisien restitusi (e). Koefisien restitusi didefinisikan sebagai nilai negatif dari perbandingan kecepatan relatif sesudah tumbukan dengan kecepatan relatif sebelum tumbukan. Apabila dituliskan ke dalam persamaan menjadi:

(1.9)

Tumbukan terbagi dari tiga jenis yaitu tumbukan lenting sempurna, sebagian, dan tidak lenting sama sekali. Berikut penjelasan dari masing- masing tumbukan

1. Tumbukan lenting sempurna

Tumbukan lenting sempurna ialah tumbukan dua buah benda yang setelah tumbukan keduanya bergerak dengan kecepatan yang

commit to user

(18)

berbeda dengan kecepatan awal-masing. Pada tumbukan tersebut berlaku hukum kekekalan momentumdan kekekalan energi kinetik.

Tumbukan ini berlaku hukum kekekalan energi kinetik karena pada saat tumbukan terjadi tidak ada energi kinetik yang hilang sebagai energi panas atau energi bunyi. Pada tumbukan lenting sempurna memiliki koefisien restitusi bernilai satu (e = 1). Contoh tumbukan yang bersifat elastis sempurna adalah tumbukan antara molekul-molekul gas dalam ruang dan tumbukan dua buah bola bilyar yang dikatakan hampir elastis.

2. Tumbukan Lenting Sebagian

Tumbukan lenting sebagian terjadi apabila setelah benda tumbukan, kedua benda bergerak dengan kecepatan masing-masing atau tidak saling menempel (bergabung). Pada tumbukan lenting sebagian berlaku hukum kekekalan momentum akan tetapi tidak berlaku hukum kekekalan energi kinetik. Disebabkan karena energi hilang sebagian menjadi energi bunyi atau energi panas. Koefisien restitusi pada tumbukan ini memiliki nilai antara nol dan satu (0 < e <1). Tumbukan ini disebut juga tak elastik/ lenting tak sempurna.

Pada kehidupan sehari-hari tumbukan lenting sebagian adalah tumbukan yang sering terjadi. Contohnya seperti bola jatuh ke lantai atau bola yang dilempar ke dinding. Pada bola yang jatuh dari sebuah ketinggian berlaku:

(1.10) 3. Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali

Tumbukan ini disebut juga tak elastik sempurna/ tidak lenting sama sekali. Tumbukan ini terjadi apabila setelah benda bertumbukan kedua benda saling menempel (bergabung) dan bergerak dengan kecepatan yang sama.

commit to user

(19)

Pada tumbukan tak elastik sempurna berlaku hukum kekekalan momentum akan tetapi energi kinetiknya tidak kekal. Koefisien restitusi pada tumbukan ini akan bernilai nol (e = 0). Contoh tumbukan tidak lenting sama sekali dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemui dalam ayunan balistik.

8. Aplikasi App inventor

App Inventor adalah alat pengembangan yang digunakan untuk membangun aplikasi di Android. App Inventor diciptakan oleh MIT (Masschusetts Institute of Technology) dengan tujuan mmeudahkan pembuatan aplikasi di Android (Kadir, 2017:5). Pembuatan aplikasi di App Inventor 2 sangat mudah dilakukan oleh semua orang karena bahasa yang digunakan berbasis teks yang lebih tradisional dan menggunakan konsep drag dan drop object. App inventor dapat diakses di laman web http://ai2.appinventor.mit.edu/.

Kadir (2017: 33), menyebutkan pada App Inventor 2 terdapat dua tampilan yaitu Design View dan Block View.

a. Design View merupakan tampilan kasar dari aplikasi yang dibuat pada perangkat android. Pada tampilan ini terdapat lima komponen dasar yaitu

1. Palette merupakan kumpulan objek yang dapat digunakan ke dalam aplikasi android

2. Viewer merupakan tempat untuk menempatkan objek yang akan ditampilkan pada layar android.

3. Component terdiri dari daftar komponen objek apa saja yang sudah ditambahkan ke dalam proyek bersifat terlihat maupun tidak.

4. Media merupakan kolom untuk mengatur semua media komponen yang mendukung aplikasi yang telah dibuat.

5. Properties merupakan kolom untuk mengatur komponen tersebut bagaimana berinteraksi dengan pengguna atau komponen lain.

b. Block View merupakan bahasa pemrograman yang berupa sebuah pernyataan atau instruksi yang berada di App Inventor 2.commit to user

(20)

Gambar 2.3 Tampilan Awal App Inventor 2

B. Kerangka Berpikir

Hasil analisis kebutuhan yang telah dilakukan, ketersediaan modul kurikulum 2013 berbasis elektronik untuk mata pelajaran Fisika ketersediaanya masih kurang sehingga perlu dilakukan penyusunan modul Fisika. Penyusunan modul elektronik ini diharapkan peserta didik dapat belajar mandiri dengan atau tanpa guru. Oleh karena itu, peneliti perlu melakukan penyusunan modul elektronik pembelajaran fisika berbasis pendekatan Saintifik pada materi Momentum dan Impuls untuk SMA Kelas X

commit to user

(21)

Gambar 2.4 Kerangka Berpikir C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka diajukan pertanyaan penelitian berkaitan dengan pengembangan bahan ajar Fisika berupa modul elektronik berbasis pendekatan saintifik untuk SMA Kelas X dengan materi Momentum dan Impul, yaitu: bagaimana mengembangkan modul elektronik fisika berbasis pendekatan Saintifik pada materi Momentum dan Impuls untuk SMA Kelas X? Bagaimana spesifikasi akhir modul elektronik yang dikembangkan?

Kurikulum 2013

Pembelajaran berbasis pendekatan Saintifik

Kurangnya ketersediaan modul kurikulum 2013 berbasis elektronik

untuk mata pelajaran Fisika

Penyusunan modul fisika berbasis pendekatan Saintifik

Spesifikasi dan kelayakan modul elektronik pembelajaran fisika berbasis pendekatan Saintifik pada materi Momentum dan Impuls untuk SMA Kelas X dengan kriteria minimal

baik

masalah

solusi

commit to user

Referensi

Dokumen terkait

3.21 Shape Faktor dan Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Mencapai Kondisi Pseudo Steady State Untuk Berbagai Konfigurasi Sumur Vertikal... Suatu Skematik OFF- Centered Horizontal Well

Berdasarkan data statistik deskriptif menunjukkan bahwa sebelum dilakukan intervensi terapi psikospiritual (pre intervention) tingkat kesejahteraan psikologis

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3 yang menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan average abnormal return saham 15 hari sebelum dan 15

Tetapi ada kalanya dimana ketika fungsi hunian memanfaatkan ruang terbuka publik untuk fasilitas parkir yaitu ketika terdapat hajatan dimana lahan parkir yang

Pusat-Pusat Penyebaran Islam di Asia Selatan, Di antara wilayah yang pernah ditaklukkan oleh Islam adalah kawasan Asia Selatan, khususnya India, Pakistan,

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kemampuan kompos plus dan komponen penyusunnya yaitu kompos dan jamur antagonis ( Trichoderma harzianum, Papulaspora sp. dan

Hasil pewarnaan imunohistokimia pada jaringan otak tidak terdapat sel-sel yang imunoreaktif terhadap insulin pada daerah dentate gyrus , baik pada kelompok anak tikus

Siti Nursabariah Binti Abdul Halim 159.. Siti Raihana Gayah Binti Abd Halim