• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keyakinan Epistemologis Dan Konsep Belajar Mengajar Mahasiswa Pendidikan Guru Anak Usia Dini Universitas Negeri Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Keyakinan Epistemologis Dan Konsep Belajar Mengajar Mahasiswa Pendidikan Guru Anak Usia Dini Universitas Negeri Medan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

18

Keyakinan Epistemologis Dan Konsep Belajar Mengajar Mahasiswa Pendidikan Guru Anak Usia Dini Universitas Negeri Medan

F. Ari Anggraini Sebayang (1), Mery Silalahi(2),

(1) (2)

Universitas Sari Mutiara Indonesia

Jl. Kapten Muslim No.79, Helvetia Tengah, Medan Helvetia, Kota Medan, Sumatera Utara 20124

E-mail: [email protected]

Abstrak: Penelitian ini mempelajari keyakinan epistemologis dan konsep belajar mengajar mahasiswa calon guru TK di Universitas Negeri Medan serta hubungan kedua variable tersebut. Sebanyak 154 mahasiswa program studi pendidikan guru anak usia di Universitas Negeri Medan dijadikan sampel pada penelitian ini. Dua set kuesioner yang terdiri atas Epistemological Belief Questionnaire dan Teaching Learning Concept Questionnaire disebarkan kepada responden untuk mengumpulkan data keyakinan epistemologis dan konsep belajar mengajar.

Analisa deskriptif digunakan untuk mengetahui keyakinan epistemologis dan konsep belajar mengajar responden. Ditemukan bahwa responden memiliki keyakinan epistemologis yang kompleks dimana keyakinan yang cukup kuat pada keyakinan kecapakan pemerolehan pengetahuan tidak berubah (innate/ fix ability), M=2.61; usaha belajar diperlukan pada pemerolehan pengetahuan (learning effort), M=4.27; sifat ilmu pengetahuan adalah pasti (certainty), M= 4.11.

Penelitian ini juga menemukan bahwa konsep belajar mengajar mahasiswa calon guru lebih mengarah kepada konstruktivisme (M= 4.37). Sementara itu, ditemukan bahwa terdapat korelasi yang positif antara konsep belajar mengajar tradisional mahasiswa pendidikan guru anak usia dini dengan Kemampuan Turunan (r = .385, p<0.01), Pengetahuan Pakar (r= .226, p<0.01) dan Kepastian (r= .234, p<0.01), sedangkan korelasi yang positif ditemukan antara konsep konstruktivisme dengan Usaha Belajar (r = .427, p<0.01) dan korelasi negatif antara konsep konstruktivisme dengan Kepastian (r = -.363, p<0.01).

Kata Kunci: keyakinan epistemologis, konsep belajar mengajar, tradisional, konstruktivisme

1. Pendahuluan

Dalam hal penerapan suatu pendekatan belajar di dalam kelas, guru cenderung dipengaruhi oleh keyakinan epistemologis dan pemahaman konsep belajar mengajar yang dianutnya (Lee dkk. 2013; Cephe &

Yalcin, 2015). Schommer (seperti yang dikutip dari Ketabi dkk., 2014) mendefinisikan keyakinan epistemologis sebagai keyakinan tentang pengetahuan dan mengetahui. Keyakinan epistemologis mungkin saja berbeda atau satu orang dengan orang lain, dimana seseorang mungkin saja meyakini bahwa ilmu pengetahuan bersifat pasti dan tidak mungkin berubah, sementara orang yang lain mungkin berkeyakinan bahwa ilmu

(2)

19 pengetahuan mungkin saja berubah seiring dengan ditemukannya fakta- fakta baru di kemudian hari. Dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar, keyakinan epistemologis seorang guru bisa saja diwariskan kepada siswa karena seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa keyakinan tersebut tercermin melalui kegiatan-kegiatan belajar yang dilaksanakan di dalam kelas. Sebagai contoh, seorang guru yang meyakini bahwa guru bukan satu-satunya sumber pengetahuan mungkin saja mengarahkan siswa untuk mencari berbagai sumber terkait suatu konsep sebelum akhirnya mendiskusikan konsep atau materi belajar tersebut di kelas. Sementara, guru yang meyakini bahwa guru memiliki wewenang untuk menyampaikan apa yang diketahuinya kepada siswa cenderung mendominasi kegiatan belajar melalui metode ceramah.

Hingga saat ini, ada banyak penelitian yang mempelajari keyakinan epistemologis guru dan calon guru. Sebagai contoh: Ketabi dkk. (2014) dan Cephe & Yalcin (2015) mempelajari hubungan antara keyakinan epistemologis guru dan keyakinan epistemologis siswa dalam pembelajaran bahasa asing, Yilmaz & Sahin (2011) mempelajari keyakinan epistemologis calon guru dan konsep mengajar, dan Lee dkk.

(2013) mempelajari pengaruh keyakinan epistemologis dan konsep pedagogik guru terhadap instruksi belajar. Di Indonesia, studi yang mengkaji keyakinan epistemologis guru maupun calon guru masing terbilang sedikit: Ghufron (2009) mengkaji hubungan antara kepercayaan epistemologis dan pendekatan belajar dan Wulandari &

Leonardi (2015) mengkaji pengaruh kepercayaan epistemologis terhadap kecenderungan lifelong learning calon guru. Lebih lanjut lagi, sepanjang pengetahuan peneliti, belum ada studi yang mengkaji pengaruh kepercayaan epistemologis calon guru terhadap konsep belajar mengajar.

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki keyakinan epistemologis dan konsep belajar mengajar mahasiswa pendidikan guru anak usia dini dan hubungan kedua variabel tersebut. Sebagai calon guru, merupakan hal yang penting untuk mempelajari keyakinan epistemologis dan konsep belajar mengajar mahasiswa pendidikan. Seperti disampaikan oleh Lee dkk. (2013) serta Cephe & Yalcin (2015) bahwa keyakinan epistemologis yang dianut seorang guru memberi pengaruh terhadap konsep belajar mengajar yang nantinya tercermin di dalam kelas. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu untuk mengkaji keyakinan calon guru dan kaitannya dengan konsep belajar mengajar di kelas untuk mengembangkan program pendidikan guru, khususnya Pendidikan Guru Anak Usia Dini.

Secara umum, keyakinan epistemologis (epistemologiscal belief) dapat diartikan sebagai keyakinan seseorang terhadap pengetahuan dan mengetahui (Schommer di dalam Ketabi dkk., 2014; Chan, 2002). Di

(3)

20 dalam terjemahan Bahasa Indonesia, istilah epistemological belief diartikan sebagai kepercayaan epistemologis (Ghufron, 2009; Ghufron

& Alsa, 2013; Wulandari & Leonardi, 2015) dan keyakinan epistemologis (Lestari dkk., 2015). Purnomo dkk. (2016) mendefiniskan keyakinan (belief) itu sendiri dari dua sudut pandang yang berbeda, afektif dan kognitif. Jika keyakinan diartikan dari sudut pandang kognitif, maka yang menjadi penekanan dalam studi adalah hubungan keyakinan dengan pengetahuan. Di sisi lain, dari sudut pandang afektif, keyakinan akan dikaji dari reaksi atau sikap individu terhadap situasi tertentu. Lebih lanjut lagi, Cephe & Yalcin (2015) berpendapat bahwa proses pembentukan keyakinan individu memerlukan waktu dan ketika keyakinan tersebut sudah terbentuk maka keyakinan tersebut akan memberikan pengaruh yang cukup besar untuk mengarahkan seseorang dalam bertingkah laku atau bertindak.

Banyak peneliti berpendapat bahwa keyakinan epistemologis memengaruhi konsep mengajar calon guru (pre-service), dimana konsep mengajar itu sendiri secara umum dapat dikategorikan ke dalam konsep mengajar tradisional dan konsep mengajar konstruktivisme (Yilmaz & Sahin, 2011; Cephe & Yalcin, 2015; Cheng dkk., 2009; Lee dkk., 2013). Yilmaz dan Sahin (2011) mempelajari keyakinan calon guru terhadap pembelajaran dan inteligensi, serta keyakinan tentang sifat sesuatu yang dinyatakan sebagai kenyataan atau realita. Penelitian tersebut menemukan bahwa hanya sebagian kecil calon guru yang yakin bahwa hanya ada satu fakta yang benar, bahwa calon guru lebih sering yakin bahwa inteligensi bisa beragam, bahwa pembelajaran bergantung pada proses belajar bukan pada keahlian, dan jika tersedia kondisi yang tepat, setiap individu dapat mempelajari apa saja. Hal ini menunjukkan bahwa calon guru lebih cenderung terhadap pandangan konstruktivisme daripada pandangan tradisional, dan hal tersebut berkorelasi positif dengan keyakinan epistemologis mereka.

Seperti yang dikutip Yilmaz & Sahin (2011), konsep tentang keyakinan epistemologis pertama sekali dikemukakan oleh Perry di tahun 1968 dan dikemukakan kembali oleh Schommer di tahun 1998 dengan menyatakan bahwa konsep keyakinan epistemologis terdiri atas lima dimensi, yaitu: kepastian pengetahuan (certainty of knowledge) – mulai dari absolut sampai sementara, struktur pengetahuan (structure of knowledge) – sederhana sampai kompleks, sumber pengetahuan (source of knowledge) – berasal dari ahli atau melalui proses berpikir, kontrol pengetahuan (control of knowledge) – kemampuan belajar merupakan bawaan lahir atau kemampuan belajar dapat berubah, dan kecepatan pemerolehan pengetahuan (speed of knowledge acquisition) – pengetahuan didapat dengan cepat atau tidak semua pengetahuan dapat secara bertahap diperoleh.

(4)

21 Berbeda dengan skala yang dikembangkan Schommer, Chan & Elliot (2004) mengembangkan skala keyakinan epistemologis yang terdiri atas empat dimensi saja, yaitu: innate/ fixed ability, learning effort/ process, authority/ expert knowledge, certainty knowledge. Pada skala tersebut, Chan & Elliot menggabungkan struktur dan kecepatan pemerolehan pengetahuan ke dalam satu skala yang baru, yaitu learning effort/

process (usaha belajar/ proses). Sementara itu, ketiga dimensi lain pada skala keyakinan epistemologis yang dikembangkan Chan & Elliot memiliki kesamaan sifat dengan skala yang dikembangkan Schommer.

Seperti yang dikutip Lee dkk. (2013) skala innate/ fixed ability mengukur keyakinan guru memandang apakah kemampuan seseorang merupakan bawaan lahir (innate) dan tidak dapat berubah (fixed/

changeable). Authority/ expert knowledge mengukur keyakinan guru dalam memandang apakah pengetahuan dipindahkan oleh seserang yang memiliki otoritas yang lebih tinggi dan ahli atau diperoleh melalui proses justifikasi dan penalaran pada setiap individu. Dan yang terakhir, certainty knowledge mengukur keyakinan guru dalam memandang apakah pengetahuan merupakan sesuatu yang pasti, permanen, dan tidak dapat berubah atau merupakan sesuatu yang dapat berubah.

Keyakinan epistemologis merupakan salah satu faktor yang memengaruhi konsep belajar mengajar yang dimiliki oleh seorang guru atau calon guru. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap guru SMP di beberapa wilayah di Tiongkok, Lee dkk. (2013) menemukan bahwa innate/ fixed ability dan certainty knowledge berkorelasi negatif dengan konsep belajar mengajar konstruktivisme tetapi memiliki hubungan korelasi positif dengan konsep belajar mengajar tradisional.

Sebaliknya, keyakinan bahwa guru atau ahli dapat dikritisi secara signifikan memiliki hubungan korelasi positif dengan konsep konstruktivisme, dan berkorelasi negatif dengan konsep tradisional.

Selain itu, usaha belajar (learning effort/process) secara signifikan memiliki hubungan korelasi positif dengan konsep belajar mengajar konstruktivisme.

Hasil penelitian yang serupa juga ditemukan Ketabi dkk. (2014).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ketabi dkk. (2014) terhadap calon guru Bahasa Inggris di Iran, ditemukan bahwa terdapat korelasi positif antara konsep belajar mengajar tradisional dengan keyakinan epistemologis yang memercayai bahwa kemampuan merupakan bawaan lahir dan tidak dapat berubah (innate/ fixed ability) dan pengetahuan bersifat absolut (certainty knowledge). Sebaliknya, ditemukan juga bahwa terdapat hubungan korelasi negatif antara konsep belajar mengajar konstruktivisme dengan keyakinan innate/ fixed ability dan certainty knowledge. Hal ini menunjukkan bahwa calon guru

(5)

22 Bahasa Inggris di Iran cenderung meyakini bahwa pengetahuan mengenai bahasa asing merupakan sesuatu yang tidak dapat berubah sehingga pengetahuan hanya bisa dilakukan melalui transfer ilmu.

3. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif dengan memaparkan keyakinan epistemologis dan konsep belajar mengajar mahasiswa pendidikan guru anak usia dini. Selain itu, penelitian merupakan studi korelasi yang mengkaji hubungan epistemologis dan konsep belajar mengajar mahasiswa pendidikan guru anak usia dini pada mahasiswa pendidikan program studi Pendidikan Guru Anak Usia Dini Universitas Negeri Medan. Sebanyak 154 mahasiswa program studi PG PAUD yang terdiri atas mahasiswa semester 2, 4 dan 6 dipilih melalui accidental sampling technique menjadi sampel dalam penelitian ini.

Penelitian ini menggunakan dua kuesioner yaitu Epistemologiscal Belief Questionnaire (EBQ) yang diadopsi dari Chan & Elliot (2004) dan Teaching Learning Concept Questionnaire (Chan & Elliot, 2004).

EBQ digunakan untuk mengukur keyakinan epistemologiss mahasiswa jurusan pendidikan. EBQ terdiri atas 30 pernyataan positif yang terbagi ke dalam 4 kategori, yaitu, innate/ fixed ability (13 pernyataan), learning effort/ process (6 pernyataan), authority/ expert knowledge (6 pernyataan), dan certainty knowledge (5 pernyataan).

Sementara itu, Teaching and Learning Concept Questionnaire (TLCQ) yang dikembangkan oleh Chan dan Elliot (2004) digunakan untuk mengukur konsep belajar dan mengajar yang dimiliki mahasiswa jurusan pendidikan. TLCQ terdiri atas 30 pernyataan yang terbagi ke dalam dua kelompok besar yang akan mengukur dua konsep belajar dan mengajar yang berbeda. Kelompok yang pertama adalah konsep belajar mengajar tradisional, dimana konsep pengajaran yang dimiliki merupakan transfer ilmu dan memandang pembelajaran sebagai proses penyerapan ilmu. Kategori yang kedua adalah konsep konstruktivisme, dimana yang menjadi penekanan pada proses pengajaran dan pembelajaran bukan hanya memindahkan pengetahuan tetapi pada memfasilitasi proses pembelajaran itu sendiri. Seluruh pernyataan pada dua kuesioner tersebut diukur dengan menggunakan Skala Likert dengan rentang 1 (sangat tidak setuju) sampai 5 (sangat setuju).

Analisis deskriptif dengan menggunakan SPSS digunakan dalam untuk melihat keyakinan epistemologis dan konsep belajar mengajar mahasiswa. Selanjutnya analisis bivariate dilakukan untuk melihat

(6)

23 korelasi antara keyakinan epistemologis dan konsep belajar mengajar mahasiswa calon guru pada penelitian ini.

4. Hasil dan Diskusi

Untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian, dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji t. Sebelum melakukan uji t terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas terhadap hasil penelitian.

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Semester, dan Pengalaman Mengajar

Frekuensi Persentase Usia

17 tahun 1 0.6 %

18 tahun 46 29.9 %

19 tahun 63 40.9 %

20 tahun 27 17.5 %

21 tahun 16 10.4 %

22 tahun 1 0.6 %

Jenis kelamin

Pria 5 3.2 %

Wanita 149 96.8 %

Semester

2 86 55.8 %

4 50 32.5 %

6 18 11.7 %

Pengalaman Mengajar

Pernah mengajar 110 71.4 %

Belum pernah mengajar 44 28.6 %

Table 4.1 menggambarkan distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, semester dan pengalaman mengajar. Berdasarkan data pada tabel, diketahui bahwa sebanyak 63 orang (40.9%) responden berusia 19 tahun, 149 orang (96.8%) responden berjenis kelamin wanita, 86 orang (55.8%) merupakan mahasiswa semester 2, dan 110 orang (71.4%) melaporkan memiliki pengalaman mengajar.

Tabel 4.2 Distribusi Nilai Rata-Rata Dimensi Keyakinan Epistemologi

Dimensi N M SD

Innate/ fixed ability 154 2.61 .48

(7)

24

Learning Effort 154 4.27 .25

Authority/ Expert 154 3.16 .42

Knowledge

Certainty 154 4.11 .49

Valid N (listwise) 154

Tabel 4.2 menunjukkan nilai rata-rata keyakinan epistemologis responden berdasarkan 4 dimensi, yaitu kemampuan turunan, usaha belajar, pengetahuan pakar, dan kebenaran. Berdasarkan data pada Tabel 4.2, dapat dilihat bahwa responden memiliki nilai rata-rata yang cenderung tinggi untuk dimensi usaha belajar (learning effort) M= 4.27 dan kepastian (certainty) M=4.11. Hal ini mengindikasikan bahwa keyakinan epistemologi responden terkait usaha belajar dan kepastian ilmu pengetahuan cenderung kuat. Data pada Tabel 4.2 juga menunjukkan bahwa nilai rata-rata keyakinan epistemologi responden pada dimensi pengetahuan pakar (authority/ expert knowledge) masih dapat dikategorikan kuat, M= 3.16, dimana nilai rata-rata pada dimensi ini berada di atas nilai tengah skala pengukur. Sementara itu, data pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata keyakinan epistemology responden terkait kemampuan turunan (innate/ fixed ability) merupakan nilai rata-rata yang paling rendah dibandingkan ketiga dimensi keyakinan epistemologi lainnya, M=2.61. Hal ini mengindikasikan bahwa keyakinan epistemologi responden yang menyatakan bahwa kemampuan seseorang diturunkan sejak lahir cenderung lemah.

Hasil kalkulasi rata-rata yang didapat pada penelitian ini, dimana nilai rata-rata yang paling tinggi adalah keyakinan epistemologi dalam hal usaha belajar (M=4.27) sejalan dengan hasil yang didapat pada penelitian Chai (2008). Pada penelitian yang dilakukan Chai (2008) terhadap 877 mahasiswa calon guru di Singapura, dimana didapatkan bahwa responden memiliki keyakinan yang kuat terhadap usaha belajar (learning effort) dengan M= 3.74. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa calon guru berkeyakinan bahwa hasil belajar berbanding lurus dengan usaha belajar seseorang. Dengan kata lain, semakin besar usaha yang dilakukan dalam proses belajar, maka semakin besar hasil belajar yang diperoleh.

Tabel 4.3 Distribusi Skor Konsep Belajar Mengajar Responden

Konsep N M SD

(8)

25 Konstruktivisme 154

4.3

7 .39

Tradisional 154

3.1

9 .56

Valid N (listwise) 154

Tabel 4.3 menampilkan hasil kalkulasi statistika deskriptif konsep belajar mengajar responden. Berdasarkan data yang ditampilkan Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata konsep belajar konsturktivisme (M= 3.37) lebih tinggi daripada konsep tradisional (M= 3.19). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Sing & Khine (2008) yang menemukan bahwa nilai rata-rata konsep belajar mengajar konstruktivisme mahasiswa calon guru di Singapura lebih tinggi dibandingkan konsep tradisional, dengan M= 4.11 dan M= 2.62 untuk konsep konstruktuvisme dan tradisional secara berturut-turut.

Tabel 4.4 Korelasi antara Keyakinan Epistemologis dan Konsep Belajar Mengajar

Tradisional Konstruktivisme Kemampuan Turunan (Innate/ .385** -.009

fixed ability)

Usaha Belajar (Learning 0.92 .427**

Effort)

Pengetahuan Pakar (authority/ .226** .155 expert knowledge)

Kepastian (certainty) .234** -.363**

*korelasi pada level signifikansi 0.05

**korelasi pada level signifikansi 0.01

Tabel 4.4 menggambarkan korelasi antara keyakinan epistemologis dan konsep belajar mengajar responden. Pada Tabel 4.4, dapat dilihat bahwa terdapat korelasi yang positif antara konsep belajar mengajar tradisional mahasiswa pendidikan guru anak usia dini dengan Kemampuan Turunan (r =

(9)

26 .385, p<0.01), Pengetahuan Pakar (r= .226, p<0.01) dan Kepastian (r= .234, p<0.01). Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Ketabi dkk. (2011) yang menemukan bahwa konsep tradisional berkorelasi positif dengan Kemampuan Turunan (innate ability), dan Kepastian Pengetahuan (certainty) dengan nilai r masing-masing secara berurutan 0.36 dan 0.22 pada level signifikansi 0.01. Sementara itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara konsep konstruktivisme dengan Usaha Belajar (r = .427, p<0.01) dan hubungan yang negatif dengan Kepastian (r = - .363, p<0.01). Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Ketabi dkk. (2011) yang menemukan bahwa konsep konstruktivisme memiliki hubungan yang positif dengan usaha belajar (learning effort) tetapi memiliki hubungan yang negatif dengan kecakapan turunan (innate/ fixed ability) dan kepastian pengetahuan (certainty).

Berdasarkan data yang ditampilkan, diketahui bahwa mahasiswa program studi pendidikan guru anak usia dini di Unimed memiliki keyakinan yang cukup kuat pada pemahaman yang menyatakan bahwa kemampuan seseorang sudah ditentukan sejak lahir dan tidak dapat berubah (Innate/ fixed ability) dimana nilai rata-rata berada di bawah nilai tengah, yaitu M=2.61. Sementara itu, mahasiswa calon guru anak usia dini pada penelitian ini memiliki keyakinan yang sangat kuat pada Usaha Belajar (Learning Effort) dengan M=

4.27 dan Kepastian (Certainty) dengan M= 4.11. Keyakinan yang kuat pada Usaha Belajar ini mengindikasikan bahwa responden berkeyakinan sangat kuat bahwa usaha belajar merupakan hal yang penting dalam proses pembelajaran. Akan tetapi, mahasiswa calon guru berkeyakinan bahwa ilmu pengetahuan bersifat pasti atau cenderung tidak berubah.

Dari keempat dimensi epistemologis yang ada, keyakinan bahwa pengetahuan diperoleh melalui usaha belajar dan proses belajar merupakan dimensi epistemologis yang paling diyakini oleh mahasiswa calon guru pada penelitian ini. Akan tetapi, mahasiswa calon guru cenderung berkeyakinan kuat bahwa ilmu pengetahuan bersifat pasti dan tidak berubah. Terdapat sedikit perbedaan jika dibandingkan dengan hasil yang ditemukan oleh Chan

& Elliot (2004). Chan & Elliot (2004) menemukan bahwa mahasiswa pendidikan guru di Hong Kong cenderung berkeyakinan bahwa usaha belajar merupakan faktor penting pada pemeroleh ilmu pengetahuan dan cenderung berkeyakinan bahwa ilmu pengetahuan dapat berubah.

Keyakinan mahasiswa calon guru pada penelitian ini, khususnya, yang berkeyakinan bahwa ilmu pengetahuan bersifat pasti dan tidak berubah, dapat mengindikasikan bahwa keyakinan mahasiswa terhadap kepastian ilmu pengetahuan (certainty) cenderung naïf. Akan tetapi penelitian ini belum mampu memprediksi faktor ataupun alasan yang melatarbelakangi keyakinan ini dimiliki oleh calon guru. Hal yang mungkin dapat menjelaskan ini adalah pengalaman belajar sebelumnya dimana ilmu pengetahuan diperoleh melalui

(10)

27 transmisi atau transfer dari guru langsung ke anak didik. Namun, asumsi tersebut masih perlu untuk dikaji lebih dalam pada penelitian selanjutnya.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, didapat bahwa mahasiswa calon guru memiliki keyakinan epistemologis yang kompleks. Ekinci (2017) juga menemukan yang sama terhadap keyakinan epistemologis guru pada penelitiannya. Ekinci (2017) menemukan bahwa keyakinan epistemologis guru sekolah menengah di Turki, memiliki keyakinan epistemologis sebagian komplek, dimana guru memiliki keyakinan yang kuat pemerolehan pengetahuan bergantung pada usaha belajar (learning effort) yang dilakukan oleh seseorang tetapi dilain pihak memiliki keyakinan yang cukup kuat bahwa pengetahuan tidak atau sulit untuk berubah.

Terkait konsep belajar mengajar yang dimiliki oleh mahasiswa calon guru anak usia dini, penelitian ini menemukan bahwa responden cenderung memiliki konsep konstruktivisme (M=4.37). Hasil penemuan ini sejalan dengan Yilmaz & Sahin (2011) yang dilakukan terhadap calon guru di Turki.

Yilmaz & Sahin (2011) menemukan bahwa calon guru di Turki memiliki dengan konsep mengajar tradisional. Kecenderungan mahasiswa calon guru anak usia dini pada penelitian ini, mungkin didasari oleh pergeseran paradigma belajar mengajar dari tradisional menjadi pembelajaran aktif.

Pemahaman terkait pembelajaran aktif melalui pemberian stimulus yang sesuai dengan perkembangan anak usia dini yang ditanamkan pada mahasiswa calon guru juga dapat dijadikan sebagai alasan yang kecenderungan konsep konstruktivisme yang dimiliki oleh mahasiswa calon guru pada penelitian ini. Selain itu, penekanan penggunaan metode belajar melalui permainan pada anak usia dini juga mampu melatarbelakangi konsep konstruktivisme mahasiswa calon guru pada penelitian ini. Akan tetapi, penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk menentukan faktor apa saja yang menyebabkan kecenderungan konsep konstruktivisme pada mahasiswa calon guru pendidikan anak usia dini.

Pada penelitian ini, juga ditemukan bahwa walaupun mahasiswa calon guru lebih condong pada konsep konstruktivisme, ditemukan juga kecenderungan terhadap konsep tradisional dalam hal belajar mengajar. Menurut Ekinci (2017), kontradiksi ini dapat terjadi dikarenakan pengalaman belajar mengajar dimasa lampau. Ditambahkan bahwa pengalaman belajar dengan menggunakan konsep tradisional menjadi kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan dalam jangka waktu yang singkat. Ada beberapa hal dari konsep tradisional yang mungkin dinilai lebih efektif diaplikasikan pada konteks- konteks belajar tertentu dibandingkan dengan konsep konstruktivisme.

Namun demikian, kecenderungan yang lebih besar pada konsep konstruktivisme ini menunjukkan perubahan paradigma yang mulai terjadi pada mahasiswa calon guru di Indonesia.

(11)

28 Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa keyakinan epistemologis Kemampuan Turunan, Pengetahuan Pakar, dan Kepastian berkorelasi positif dengan konsep belajar mengajar tradisional. Hal ini mengindikasikan bahwa mahasiswa calon guru yang berkeyakinan bahwa kemampuan belajar seseorang sudah diturunkan sejak lahir dan tidak dapat berubah lagi juga cenderung memiliki konsep belajar mengajar tradisional. Begitu juga dengan mahasiswa yang memiliki keyakinan kuat bahwa informasi atau pengetahuan yang dinyatakan para pakar atau orang yang dianggap kompeten (misal guru) tidak perlu dipertanyakan lagi kebenarannya juga cenderung memiliki konsep tradisional. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa konsep belajar mengajar tradisional juga cenderung dimiliki oleh mahasiswa yang memiliki keyakinan kuat bahwa ilmu pengetahuan tidak mungkin berubah.

Dari hasil penemuan ini, dapat diperhatikan bahwa guru masih memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan di Indonesia. Dengan kata lain, guru masih dianggap sebagai sumber pengetahuan terpercaya bagi pelajar di Indonesia. Zuhdi (2015) menyatakan, hingga saat ini, salah satu karakteristik yang paling menonjol dari kegiatan belajar mengajar di Indonesia adalah metode pengajaran satu arah. Ceramah masih menjadi metode pengajaran yang paling populer dimana siswa memiliki sedikit kesempatan untuk mengungkapkan ide dan membangun pemahaman mereka sendiri. Selain ini, Zuhdi (2015) juga menambahkan bahwa cara belajar yang masih sering digunakan di Indonesia adalah metode belajar menghapal dimana siswa diminta untuk menghapalkan materi atau teks tertentu.

Sementara itu, Usaha Belajar (Learning Effort) yang berkorelasi positif dengan konsep konstruktivisme sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ghufron (2009). Ghufron (2009) berpendapat bahwa perilaku siswa dalam belajar cenderung ditentukan oleh kepercayaan yang dimilikinya terhadap pemerolehan pengetahuan. Siswa yang berkeyakinan bahwa kecerdasan atau kemampuan memahami pelajaran ditentukan oleh banyak dan lamanya usaha belajar yang dilakukan cenderung akan mengubah dan memperbaiki cara belajar untuk meningkatkan kecerdasan. Di sisi lain, keyakinan yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bersifat tetap atau tidak berubah memiliki hubungan korelasi negatif dengan konsep konstruktivisme.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa mahasiswa jurusan pendidikan guru anak usia di Universitas Negeri Medan memiliki kecenderungan keyakinan yang kuat bahwa kecakapan pemerolehan pengetahuan tidak berubah (innate/ fix ability), usaha belajar diperlukan dalam pemerolehan belajar (learning effort), serta ilmu pengetahuan bersifat pasti (certainty). Dalam hal konsep belajar mengajar, ditemukan bahwa

(12)

29 mahasiswa memiliki kecenderungan yang lebih besar pada konsep konstruktivisme walaupun konsep tradisional masih cukup besar.

Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa keyakinan epistemologis khususnya kecapakan pemerolehan pengetahuan tidak berubah (innate/ fix ability), pengetahuan berasal dari pakar (authority knowledge), dan kepastian ilmu pengetahuan tidak berubah (certainty) memiliki hubungan yang positif dengan konsep tradisional. Sementara itu, hubungan yang positif ditemukan antara konsep konstuktivisme dengan usaha belajar (learning effort) dan kepastian ilmu pengetahuan (certainty).

6. Daftar Pustaka

Cephe, P. T., & Yalcin, C. G. (2015). Belief about Foreign Language Learning: The Effects of Teacher Beliefs on Learner Beliefs.

Anthropologist, 19(1), 167-173.

Chai, C. S. (2008). Teachers' Epistemic Beliefs and Their Pedagogical Beliefs:

A Qualitative Case Study Among Singaporean Teachers in the Context of ICT-Supported Reforms. The Turkish Online Journal of Educational Technolgy, 9(4), 128-139.

Chan, K.W. & Elliott, R.G. (2002). Exploratory Study of Hong Kong Teacher Education Students’ Epistemological Beliefs: Cultural Perspectives and Implications on Beliefs

Research. Contemporary Educational Psychology, 27, 392-414.

http://dx.doi.org/10.1006/ceps.2001.1102

Chan, K.W. & Elliot, R.G. (2004). Relational Analysis of Personal Epistemology and Conceptions about Teaching and Learning.

Teaching and Teacher Education, 20, 817-831.

http://dx.doi.org/10.1016/j.tate.2004.09.002

Cheng, M.H., Chan, K.W., Tang, S.Y.F., & Cheng, A.Y.N. (2009). Pre-Service Teacher Education Students’ Epistemological Beliefs and Their Conceptions of Teaching.

Teaching and Teacher Education, 25, 319-327.

http://dx.doi.org/10.1016/j.tate.2008.09.018

(13)

30 Seefeldt, Carol dan Barbara A. 2008. Pendidikan Anak Usia Dini Menyiapkan Anak Usia Tiga, Empat, dan Lima Tahun Masuk Sekolah. Jakarta:

Indeks.

Sudono, Anggani 2010. Sumber Belajar Dan Alat Permainan Untuk Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Grasindo

Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Gambar

Tabel  4.1  Distribusi  Responden  Berdasarkan  Usia,  Jenis  Kelamin,  Semester, dan Pengalaman Mengajar
Tabel  4.2  menunjukkan  nilai  rata-rata  keyakinan  epistemologis  responden  berdasarkan  4  dimensi,  yaitu  kemampuan  turunan,  usaha  belajar,  pengetahuan  pakar,  dan  kebenaran
Tabel 4.4 Korelasi antara Keyakinan Epistemologis dan Konsep Belajar  Mengajar

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi Mahasiswa tentang Kinerja Dosen dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Ekonomi pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri

penelitian dengan judul: “ Pengaruh Efikasi Diri dan Kemandirian Belajar Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri

Dengan hormat, berkenaan dengan penelitian untuk penyusunan skripsi mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Jurusan Pendidikan Dasar,

Mahasiswa diharapkan dapat mengerti, memahami dan menguasai hakikat pendidikan anak usia dini, pandangan para ahli pendidikan tentang anak usia dini, perkembangan anak

Mahasiswa diharapkan dapat mengerti, memahami, dan menguasai deskripsi tentang perencanaan pembelajaran pada jenjang pendidikan anak usia dini dan hakikat serta

Jurnal Pendidikan Tambusai 1560 Media Pembelajaran untuk Anak Usia Dini di Pendidikan Anak Usia Dini Shofia Maghfiroh1, Dadan Suryana2 Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas

Pendidikan Anak Usia Dini Jalur Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini PAUD

Panduan untuk pendirian satuan pendidikan anak usia dini menjadi