• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jalur Busway

Sistem jalur khusus busway merupakan salah satu jawaban untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di jakarta dengan kapasitas angkut penumpang yang tinggi. Busway merupakan jalur khusus bus yang secara fisik terdapat separator yang memisahkan dengan jalur lainnya. Busway didesain sehingga memungkinkan bus berjalan di jalur khusus tanpa adanya gangguan dari lalu lintas lain sehingga operasional bus dapat dipertahankan. Sementara waktu operasional busway dimulai pukul 05.00 dan berakhir pukul22.00, dengan selang waktu kedatangan bus sekitar 2 – 5 menit. Jalur khusus busway ada pada sisi median jalan seperti pada gambar 2.1. (Yona Nadia, 2015).

Gambar2.1 Posisi Jalur Busway

(Sumber : Google Image)

Pada dasarnya, tujuan dari penerapan sistem busway adalah untuk mengakomodasi kebutuhan pergerakan penumpang angkutan yang tenggi, terutama pada koridor-koridor utama dengan suatu sistem layanan angkutan umum massal yang memberikan ketepatan waktu operasional, kenyamanan, keamanan dan keselamatan bagi penggnanya.

Dengan adanya busway diharapkan dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan memberikan prioritas utama pada angkutan massal (Yona Nadia, 2015).

(2)

Gambar 2.2 Peta Transjakarta Koridor 1-15 (Sumber:Website resmi Transjakarta tahun 2015)

2.2. Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi yang selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti, Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan (Silvia Sukirman dalam Tomy Eko Budiarto, 2014).

(3)

2.2.1 Jenis - jenis konstruksi perkerasan dan komponennya

Konstruksi perkerasan terdiri dari beberapa jenis sesuai dengan bahan ikat yang digunakan serta komposisi dari komponen konstruksi perkerasan itu sendiri, antara lain:

1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement)

Konstruksi perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan – lapisan perkerasan bersifat memikul dan

menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar (Kemal I F, 2014).

Gambar 2.3 Komponen perkeraan lentur

(Sumber : Penulis)

2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement)

Konstruksi perkerasan kaku adalah perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton (M Rondi, 2016).

(4)

Gambar 2.4 Komponen perkerasan kaku

3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement)

Perkerasan ini dapat berupa kombinasi antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur. Umumnya, perkerasan jenis ini terdiri dari lapisan perkerasan kaku sebagai lapis pondasi dan campuran aspal agregat berfungsi sebagai lapis permukaan. Dalam perkerasan ini, kedua jenis perkerasan tersebut bekerja sama dalam memikul beban lalu lintas (Kemal I F, 2014).

Gambar 2.5 Komponen Perkerasan Komposit

(Sumber : Penulis)

2.2.2 Fungsi Setiap Lapis Perkerasan

Menurut Manual Desain Perkerasan Jalan No.02/M/BM/2013 Bina Marga, jenis struktur perkerasan yang diterapkan dalam desain struktur perkerasan baru terdiri atas :

1. Struktur perkerasan pada permukaan tanah asli;

2. Struktur perkerasan pada timbunan;

3. Struktur perkerasan pada galian.

1. Lapis permukaan

(5)

Lapis permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis permukaan dapat meliputi:

a. Struktural

Ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya geser). Untuk hal ini persyaratan yang dituntut adalah kuat, kokoh, dan stabil (Kemal I. F., 2017).

Non struktural, dalam hal ini mencakup :

1) Lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan yang ada di bawahnya.

2) Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup.

3) Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak (skid resistance) yang cukup untuk menjamin tersedianya keamanan lalu lintas (M Rondi, 2016).

Lapis permukaan itu sendiri masih bisa dibagi lagi menjadi dua lapisan, yaitu : a. Lapis aus (wearing course)

Lapis aus (wearing course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak di atas lapis antara (binder course). Fungsi dari lapis aus adalah mengamankan perkerasan dari pengaruh air, menyediakan permukaan yang halus dan menyediakan permukaan yang kesat.

b. Lapis antara (binder course)

Lapis antara (binder course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak di antara lapis pondasi atas (base course)

(6)

dengan lapis aus (wearing course). Fungsi dari lapis antara adalah mengurangi tegangan, menahan beban paling tinggi akibat beban lalu

lintas sehingga harus mempunyai kekuatan yang cukup (Kemal I. F., 2014).

2. Lapis pondasi atas (base course)

Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah sebagai lapis pendukung bagi lapis permukaan, pemikul beban horizontal & vertikal dan lapis perkerasan bagi pondasi bawah (Kemal I. F., 2017).

3. Lapis pondasi bawah (subbase course)

Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah sebagai penyebar beban roda, lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi dan lapis pertama pada pembuatan perkerasan (M Rondi, 2016).

4. Tanah dasar (subgrade)

Tanah dasar (subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya (Kemal I. F., 2017).

(7)

2.2.3 Kinerja Perkerasan Jalan

Kinerja perkerasan merupakan fungsi dari kemampuan relatif dari perkerasan untuk melayani lalu lintas dalam suatu periode tertentu. Untuk mengukur kinerja perkerasan jalan, maka dilakukan evaluasi nilai kondisi jalan. Secara umum kondisi jalan, dikelompokkan menjadi 3, yaitu sebagai berikut :

1. Baik (good), yaitu kondisi perkerasan jalan yang bebas dari kerusakan atau cacat dan hanya membutuhkan pemeliharaan rutin untuk mempertahankan kondisi jalan. Jenis pemeliharaan ini diberikan hanya pada lapis permukaan yang sifatnya untuk meningkatkan kualitas berkendara dan tanpa meningkatkan kekuatan struktural.

2. Sedang (fair), yaitu kondisi perkerasan jalan yang memiliki kerusakan cukup signifikan dan membutuhkan pemeliharaan berkala. Dengan pemeliharaan ini, kinerja jalan akan dikembalikan mendekati kondisi atau kinerja awal pada saat dibangun. Bentuk pemeliharaan ini, yaitu pelapisan ulang (overlay) dan penambalan.

3. Buruk (poor), yaitu kondisi perkerasan jalan yang memiliki kerusakan yang sudah meluas dan membutuhkan program peningkatan. Bentuk program peningkatan adalah rehabilitasi, pembangunan kembali (rekonstruksi) structural dan pelebaran jalan (Tomy Eko Budiarto, 2014).

2.3. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Perkerasan kaku atau rigid pavement adalah jenis perkerasan jalan yang menggunakan beton sebagai bahan utama perkerasan tersebut. Perkerasan ini umumnya dipakai pada

(8)

jalan yang memiliki kondisi lalu lintas yang cukup padat dan memiliki distribusi beban yang besar, seperti jalan-jalan antar provinsi, jembatan layang (fly over), jalan tol,

maupun pada persimpangan bersinyal (Fitri Ramdhani, 2017)

Jalan-jalan tersebut pada umumnya menggunakan beton sebagai bahan perkerasannya, namun untuk meningkatkan kenyamanan biasanya diatas permukaan perkerasanna dilapisi asphalt. Keunggulan dari perkerasan kaku sendiri dibanding perkerasan lentur adalah bagaimana distribusi beban di salurkan ke subgrade. Perkerasan kaku karena mempunyai kekakuan, akan mendistribusikan beban pada daerah yang relatif luas pada

subgrade, dan beton sendiri bagian utama yang menggunakan beban struktural (Fitri Ramdhani, 2017)

Gambar2.6. Perkerasan Kaku pada Permukaan Tanah Asli (At Grade)

(Sumber : MDP 2017)

Gambar2.7. Perkerasan Kaku pada Timbunan

(Sumber : MDP 2017)

(9)

Gambar2.8. Perkerasan Kaku pada Galian

(Sumber : MDP 2017)

2.4. Jenis Kerusakan Perkerasan Kaku

Secara garis besar kerusakan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kerusakan struktural, mencakup kegagalan perkerasan atau kerusakan dari satu atau lebih komponen

perkerasan yang mengakibatkan perkerasan tidak dapat lagi menanggung beban lalu lintas; dan kerusakan fungsional yang mengakibatkan keamanan dan kenyamanan pengguna jalan menjadi terganggu sehingga biaya operasi kendaraan semakin meningkat. (Febri Rahman, M Yusa, Elianora 2018). adapun Jenis-jenis kerusakan sebagai berikut :

1. Retak (craking)

Retak yang terjadi pada lapisan permukaan jalan dapat di bedakan atas :

a. Retak halus (hair cracking), lebar celah lebih kecil atau sama dengan 3mm, penyebabnya adalah bahan perkerasan yang kurang baik, Retak halus ini dapat meresapkan air kedalam lapisan permukaan. Dan retak rambut dapat berkembang menjadi retak kulit buaya (Febri Rahman, M Yusa, Elianora, 2018).

(10)

Gambar2.9. Retak Halus

(Sumber : Google Image)

b. Retak pinggir (edge crack), retak memanjang jalan, dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan oleh tidak baiknya kokongan dari arah samping,Drainase kurang baik, terjadi penyusutan tanah, atau terjadinya settlement di bawah daerah tersebut (Febri Rahman, M Yusa, Elianora, 2018).

Gambar2.10. Retak Memanjang

(Sumber : Google Image)

a. Retak sambungan jalan (lane joint crack), retak meanjang, yang terjadi pada sambungan 2 lajur lalu lintas. Hal ini disebabkan tidak baiknya ikatan sambungan kedua lajur (Febri Rahman, M Yusa, Elianora, 2018).

(11)

Gambar2.11. Kerusakan Besi Sambungan Jalan

(Sumber : Google Image)

b. Retak sudut (shrinkage crack), retak yang saling bersambung membentuk kotak-kotak besar dengan sudut tajam. Retak disebabkan oleh perubahan volume perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanaha dasar (Febri Rahman, M Yusa, Elianora, 2018).

Gambar2.12. Retak Sudut

(Sumber : Google Image)

2. Distorsi (distortion)

Distorsi /perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar, pemadatan yang kurang pada lapisan pondasi, sehingga terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas. Distorsi (Distortion) dapat dibedakan atas : a. Alur (Ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur

dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan, mengurangi tingkat kenyamanan, dan akhirnya dapat

(12)

timbul retak-retak. Terjadinya alur disebabkan oleh lapisan perkerasan yang kurang padat, dengan demikian terjadi tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas

pada lintas roda (Febri Rahman, M Yusa, Elianora, 2018).

b. Keriting (Corrugation), alur yang terjadi melintang jalan. Penyebab kerusakan ini adalah rendahnya stabilitas campuran yang berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyak mempergunakan agregat halus, agregat berbentuk bulat dan permukaan penetrasi yang tinggi. Keriting dapat juga terjadi jika lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (Febri Rahman, M Yusa, Elianora, 2017).

c. Sungkur (Shoving), deformasi plastis yang terjadi setempat, ditempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam dan tikungan tajam.

Kerusakan dapat terjadi dengan / tanpa retak. Penyebab kerusakan sama dengan

kerusakan keriting (Febri Rahman, M Yusa, Elianora, 2018).

d. Amblas (Grade Depressions), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak.

Amblas dapat terdeteksi dengan adanya air yang tergenang. Air tergenang ini dapat meresap ke dalam lapisan perkerasan yang akhirnya menimbulkan lubang. Penyebab amblas adalah beban kendaraan yang melebihi apa yang direncanakan, Pelaksanaan yang kurang baik, atau penurunan bagian perkerasan dikarenakan tanah dasar mengalami settlement ( Febri Rahman, M Yusa, Elianora, 2018).

3. Cacat permukaan (disintegration)

(13)

Cacat permukaan (disintegration) adalah yang mengarah kepada kerusakan secara kimiawi dan mekanis dari lapisan perkerasan. Yang termasuk dalam cacat permukaan ini adalah

a. Lubang (potholes), berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari kecil sampai besar. Lubang-lubang ini menmpung dan meresapkan air ke dalam lapisan permukaan yang menyebabkan semakin parahnya kerusakn jalan (Falzul Chasanah, Dedi Alfi Wijaya (2016).

Pelepasan butir (Revelling), dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek seta di sebabkan oleh hal yang sama dengan lubang. Dapat diperbaiki dengan memberikan lapisan tambahan di atas lapisan yang mengalami pelepasan butir setelah lapisan tersebut dibersihkan dan dikeringakan (Falzul Chasanah, Dedi Alfi Wijaya (2016).

Pengelupasan lapisan permukaan (Stripping), dapat disebabkan oleh kuranganya ikatan antara lapisan permukaan dan lapis di bawahnya, atau terlalu tipisnya lapisan permukaan (Falzul Chasanah, Dedi Alfi Wijaya, 2016).

b. Pengausan (polished aggregate)

Pengausan (polished aggregate) Permukaan jalan menjadi licin, sehingga membahayakan kendaraan. Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material

yang tidak tahan aus terhadap roda kendaraan, atau agregat yang dipergunakan berbentuk bulat dan licin, tidak berbentuk cubical (Salaka Bayu P, 2014).

4. Kegemukan (bleeding of flushing)

(14)

Kegemukan (Bleeding or flushing) Permuakan menjadi licin pada temperatur tinggi, aspal menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda. Kegemukan dapat

disebabkan pemakain kadar aspal yang tinggi pada campusan aspal, pemakaian terlau banyak aspal pada pekerjaan prime coat atau tack

coat (Salaka Bayu P, 2014).

5. Penurunan pada bekas penanaman utilitas (Utility cut depression)

Terjadi di sepanjang bekas peneneman utilitas. Hal ini terjadi karena pemadatan yang tidak memenuhi syarat . Dapat diperbaiki dengan dibongkar kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai (Salaka Bayu P, 2014).

(15)

2.5. Kajian Penelitian Sejenis

No. Judul Penulis Tahun Tujuan X Y Hasil / Kesimpulan

1

Studi Perkerasan

Jalan Yos Sudarso

Kota Palangka

Raya Dengan Manual Desain Perkerasan Tahun 2013 (MDP 2013)

Danie Pransiskus,

Robby, dan Supian

2017

(1) Mengetahui Kondisi Existing

Jalan. (2) Mengkaji Geometrik Jalan

berdasarkan Spesifikasi Geometrik standar

Bina Marga. (3) Merencanakan Penanganan yang

perlu dilakukan pada jalan

sehingga pelayanan jalan

dapat dioptimalkan

Studi Perkerasan

Jalan menggunakan

MD 2013

Merenca nakan penanga

nan perkeras

an jalan

Nilai akumulasi beban sumbu standar kumulatif yang di dapat yaitu sebesar 191293,872 CESA dan variasi nilai CBR desain yang didapat setiap segmen berbeda-beda seperti pada tabel berikut.

(16)

No. Judul Penulis Tahun Tujuan X Y Hasil / Kesimpulan

2

Analisis Tebal Perkerasan Lentur Jalan

Baru Menggunakan

Manual Desain Perkerasan

Jalan (MDP 2013)

Ricky Theo K.Sendow,

Frenddy Jansen

2016

(1) Menghitung serta membandingkan

tebal lapis perkerasan

menggunakan Bina Marga

2002, Bina Marga 2005, dan Bina Marga

2013.

(2)Menguraikan

Analisis Tebal Perkerasan

Lentur

Menghitung dan membandinka

n lapis perkerasan

lentur

1. Metode Bina Marga Dan Metode PCI

Ternyata Menghasilkan

Penilaian Yang Relatif Sama, Yaitu Kondisi Ruas Jalan Tersebut Masih Dalam Kondisi Wajar Namun

(17)

penajaman desain terhadap

hasil perhitungan

tebal yang diperoleh

Memerlukan Pemeliharaan Dan Perbaikan

3

Evaluasi Struktural Perkerasan

Kaku Menggunakan

Metoda AASHTO

1993 dan Metoda AUSTROADS

2011 (Studi Kasus : Jalan

Cakung- Cilincing)

Gerardo 2011

Menentukan tebal lapis tambah dan Metoda mana

yang baik digunakan

untuk penanganan di

lapangan

Membandin gkan Metoda AASHTO

1993 dan Metoda AUSTROA

DS 2011 untuk Evaluasi Struktural

Penanganan yag tepat

untuk perbaikan di

lapangan

1. Metode Bina Marga Dan Metode PCI

Ternyata Menghasilkan

Penilaian Yang Relatif Sama, Yaitu Kondisi Ruas Jalan Tersebut Masih Dalam Kondisi Wajar Namun Memerlukan Pemeliharaan Dan Perbaikan

(18)

No. Judul Penulis Tahun Tujuan X Y Hasil / Kesimpulan

4

Evaluasi Perkerasan

Jalan Menurut Metode Bina

Marga Dan Metode PCI (Pavement

Condition Index) Serta

Alternatif Penangannya

Di Ruas Jalan Danliris Blulukan- Thondan Colomadu Karanganyar

Mochamad

Rondi 2016

mengetahui jenis-jenis kerusakan permukaan

jalan yang ada pada

Jalan Danliris Blulukan- Tohudan, Colomadu Karanganyar,

mengetahui tingkat kerusakan permukaan

jalan berdasarkan metode Bina Marga dan metode PCI

(pavement condition

index)

Membandingkan Nilai Kondisi Perkerasan Ruas

Jalan Berdasarkan Metode Bina Marga Dan Metode PCI

Penanganan yag tepat

untuk perbaikan di lapangan

1. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah kerusakan lubang (2,98%), tambalan (0,67%), retak kulit buaya (1,19%), retak mamanjang (0,01%), amblas (6,63%), butiran lepas (100%).

2. Metode Bina Marga didapat nilai urutan prioritas (UP) = 3 (dimasukkan dalam program peningkatan jalan), sedangkan berdasarkan metode PCI diperoleh nilai tingkatan kerusakan sebesar 2,66 (jalan

dikategorikan gagal).

enanganan yaitu rekonstruksi dengan cara recyling metode CTRB (Cement Treated Recycling Base).

(19)

No. Judul Penulis Tahun Tujuan X Y Hasil / Kesimpulan

5

Evaluasi Nilai Kondisi

Perkerasn Jalan Nasional

Dengan Metode Pavement Condition Index (PCI) Dan Metode Benkelman (BB) (Studi Kasus: Ruas Jalan Pakem- Prambanan)”.

Ibnu Setiadi,

Ary Setyawan,

Suryonos

2017

mengetahui penanganan yang tepat

terhadap kerusan yang

terjadi.

Penelitian ini dilakukan di

ruas jalan Pakem – Prambanan pada segmen

KM 15+500 sampai KM

25+500.

Evaluasi kondisi permukaan perkerasan menggunakan

metode Pavement Condition Index (PCI),

dan metode Benkelman Beam (BB)

Membandingkan Nilai Kondisi Perkerasan dan

penanganan pada Ruas Jalan

Berdasarkan Metode Benkelman Beam (BB) Dan

Metode PCI

Menilai dan mengetahui Penanganan yang tepat

untuk perbaikan di lapangan

1. Hasil evaluasi kondisi permukaan perkerasan Jalan Pakem –

Prambanan KM 15+500 sampai KM 25+500 menggunakan metode PCI menghasilkan nilai sebesar 53,98

% dengan kategori “Poor”.

Hasil evaluasi kondisi struktur perkerasan Jalan Pakem –

Prambanan KM 15+500 sampai KM 25+500 menggunakan metode BB menghasilkan nilai Dwakil sebesar 1,9958 mm dengan usulan pemilihan jenis penanganan

“Rekonstruksi PCI menunjukkan

“Poor” dan Dwakil menunjukkan

“Rekonstruksi

(20)

No. Judul Penulis Tahun Tujuan X Y Hasil / Kesimpulan

6

Identifikasi Jenis-jenis Kerusakan Jalan Petak dan Evaluasi Kondisi Jalan

Berdasarkan Pemeriksaan

Tingkat Jaringan untuk Jazan

City Road Network

M

Mubaraki 2013

mengetahui jenis-jenis kerusakan di Jaringan Jalan

Kota Jazan

Menilai Kondisi Jalan

dan Identifikasi

Jenis-jenis Kerusakan

Jalan

Mengetahui nilai kondisi dan

Jenis-jenis Kerusakan

1. Hasil dari penelitian ini menunjukan jalan jenis-jenis kerusakan seperti retak

memanjang, retak melintang, jalan mengalami pelaukan dan retak buaya, di tunjukan bahwa 65%

jalan di Jazan

memiliki kondisi yang sangat baik,

Sementara hanya 30%

di jalan Jazan

memiliki kondisi yang kurang baik

7

Indeks Kondisi Jalan

Perkerasan (PCI) Evaluasi dan Pemeliharaan:

Studi Kasus Yaman

Prof. Dr Fareed

M.A Karim,

Dr Khaled

Abdul Haleem Rusbasi,

and Dr Ali Abdo

Saleh

2013

Mengetahui jenis kerusakan apa yg

terjadi dan penanganan apa

yg di perlukan

Evaluasi dan Pemeliharaan

Perkerasan jalan menggunakan

Metode PCI

jenis kerusakan

apa yg terjadi dan penanganan

nya

1. kondisi jalan memiliki kondisi yang sangat baik, dengan PCI = 79,4 dengan di beberapa sampel nilai

sebagian memiliki nilai “poor”. 2.

Analisis ini mengungkapkan bahwa bagian- bagian jalan secara struktural cukup kuat untuk menopang beban arus lalu lintas.

3. Berdasarkan nilai yang ditentukan, perawatan yang di sarankan adalah kelanjutan perogram pemeliharaan sesuai kebijakan.

No. Judul Penulis Tahun Tujuan X Y Hasil / Kesimpulan

(21)

10

Memprediksi Sisa Masa Pakai Jalan Menggunakan

Indeks Kondisi Perkerasan

(PCI)

Ary Setyawan,

Jolis Nainggolan,

Arif Budiarto

2015

mengevaluasi kondisi kinerja

jalan dan kerusakan dan

untuk menghitung sisa

masa pakai Perkerasan di

East Line Sumatera Selatan, serta

memeriksa hubungan tersebut antara

dua nilai ini

Indeks Kondisi Perkerasan (PCI) untuk Memprediksi Sisa Masa Pakai jaan

Evaluasi kondisi

kinerja jalan, kerusakan dan untuk menghitung

sisa masa pakai

Perkerasan pada segmen I (KM 147 + 600-148 + 600) memiliki nilai PCI 56,1 (baik) dengan sisa umur layanan 2,98 tahun. Segmen II (KM 214 + 800- 215 + 800) memiliki nilai PCI 37,8 (buruk) dengan sisa umur layanan 0,57 tahun.

Segmen III

(KM218 + 000-219 + 000) memiliki nilai PCI 79,3 (sangat baik) dengan sisa umur layanan 4,47 tahun.

Segmen IV (KM 221 + 600.222 + 600) memiliki nilai PCI 39.0 (buruk) dengan sisa umur layanan 0,22 tahun.

Segmen V (KM 234 + 800-235 + 800) memiliki nilai PCI 95,0 (sangat baik) dengan sisa umur layanan 3,42 tahun.

Hubungan antara PCI dan sisa masa pakai layanan di jalan

yang disurvei adalah y = 4,1872ln (x) -14,728, di mana y adalah nilai sisa masa pakai layanan (tahun) dan x adalah nilai PCI.

Koefisien korelasi (r) dari hubungan ini adalah 0,88

No. Judul Penulis Tahun Tujuan X Y Hasil / Kesimpulan

(22)

8

Pengembangan Model Indeks

Pavement Condition Menggunakan PAVER 6.5.7 untuk Flexible

Pavement Urban Jalan- jalan di Kota

Kerbala

Hussein Ali Ewadh, Raid Rahman Almuhanna,

Saja Jasim Alasadi

2017

Mengetahui

nilai kondisi perkeran jalan

Penilaian Nilai Kondisi

Perkerasan jalan Menggunakan PAVER 6.5.7

Nilai kondisi perkerasan

jalan

1. Hasil penelitian menunjukan Kurva Prediksi Perkerasan jalan di pusat kota Kerbala. Uji statistik PAVER menunjukkan bahwa 60% variasi dalam variabel dependen (PCI) itu dijelaskan oleh variabel independen (usia) dalam model yang

dikembangkan.

tersisa persentase variasi (40%) tidak dijelaskan bahwa banyak faktor juga dapat

mempengaruhi PCI

9

Mengevaluasi Kondisi Fungsional

dan Berdasarkan

Kondisi Struktural Pemeliharaan

Perkerasan Lapangan

Udara

Tarefder,R.

Ahmed,M.U, dan Rahman,M.M

2013

Membandingkan dalam hal kerusakan utama yang disebabkan

jalan beton

Pemeliharaan Perkerasan dan Evaluasi

Kondisi Fungsional

kerusakan utama

yang disebabkan jalan beton

1. Pemeliharaan berdasarkan kondisi fungsional telah dikembangkan untuk

mempertahankan PCI minimum dari 50 lebih dari kehidupan

perkerasan lapagan udara. Itu mengarah ke aplikasi rutin pemeliharaan di lapangan udara.

2. Pemeliharaan berdasarkan kondisi struktural terutama membahas kekuatan lapagan udara dan sisa umur

perkerasan. Selain itu, itu memadukan minimal kebutuhan pemeliharaan fungsional. Karena itu, total biaya dari strategi ini lebih murah

(23)

Azuwar Zulmi, Mulizar, Gustina Fitri (2017) melakukan menelitian yang berjudul

“Evaluasi Tingkat Kerusakan Permukaan Jalan Dan Penanganannya Menggunakan Metode Bina Marga (Studi Kasus Ruas Jalan Raya Banda Aceh–Medan Bna Sta.

268+000–Bna Sta. 276+000)” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis penanganan secara kualitatif. Dari hasil penelitian diperoleh penilaian berdasarkan Surface Distress Index (SDI), penilaian jenis kerusakan yang didapat yaitu retak (crack) 68,67%, lubang (potheles) 3,03%, amblas (depression) 0%, tambalan (patch) 25,75%

dan pecah pinggir (edge breaks) 2,54% serta tingkat kerusakan keseluruhan jalan yaitu 55,80% dari total panjang jalan yang di tinjau sepanjang 8 km, diperoleh hasil kondisi tingkat kerusakan jalan yang di tinjau yaitu 87,50% baik, 2,50% rusak ringan, 10,00% sedang, 0% rusak berat. Sedangkan Penilaian International Rougness Index (IRI) penilaian ketidakrataan permukaan jalan didapat yaitu pada segmen I didapat 2,88 m/km, segmen II 3,05 m/km, segmen III 3,40 m/km, segmen IV 3,10 m/km, segmen V 1,78 m/km, segmen VI 2,50 m/km, segmen VII 2,76 m/km dan segmen VIII 2,08 m/km. sedangkan penilaian secara Lalu Lintas Harian Rata Rata (LHR) didapat nilai kelas jalannya 6 dan nilai kondisi jalan 6 serta didapat nilai prioritas pada urutan 5 pada urutan ini dimasukan kedalam program pemeliharaan rutin ketiga penilaian yang dilakukan berdasarkan metode Bina Marga ternyata menghasilkan penilaian yang relatif sama, yaitu kondisi ruas jalan tersebut masih dalam kondisi baik namun memerlukan pemeliharaan rutin dan perbaikan seperti penambalan atau penutupan kerusakan jalan.

Falzul Chasanah, Dedi Alfi Wijaya (2016) melakukan menelitian yang berjudul

“Evaluasi Tingkat Kerusakan Perkerasan Lentur Dengan Metode Pavement Condition Index (PCI) Untuk Menentukan Prioritas Penanganan Pada Jalan Solo-Yogyakarta Km

(24)

43,8-44,8”. Tujuan penelitian ini adalah yaitu identifikasi jenis atau tipe kerusakan perkerasan lentur, identifikasi tingkat kerusakan dengan menggunakan metode PCI (pavement condition index), identifikasi penyebabkerusakan perkerasan lentur, alternatif penanganan kerusakan perkerasan lentur, dananalisis perhitungan lapis ulang (overlay) perkerasan lentur dengan metode Bina Marga. Hasil penelitian menunjukkan ada 5 (lima) jenis kerusakan yang dominan terjadi yaitu kerusakan kulit buaya, bergelombang/keriting, ambles, lubang, dan tambalan dengan metode PCI. Berdasarkan tingkat kerusakan dan penyebab kerusakan tersebut, maka dilakukan alternatif penanganan untuk kerusakan high dengan cara lapis ulang , medium dilakukan dengan penambalan parsial, dan low belum perlu perbaikan. Untuk peningkatan lapis ulang pada ruas Jalan Solo-Yogyakarta km 43,8-44,8 ini dirancang mampu melayani beban lalulintas selama 10 tahun yang akan datang (2015-2025), metode Bina Marga 1987 diperoleh ketebalan 2,5 cm dengan bahan Laston 744 MS.

Dian Agung Saputro (2014) melakukan menelitian yang berjudul “Perbandingan Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan Dengan Metode Bina Marga Dan Metode Paver (Studi Kasus : Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang Dan Sekitarnya)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penanganan yang tepat terhadap kerusan yang terjadi. Evaluasi kerusakan jalan di daerah Kepanjen dan sekitarnya menghasilkan data bahwa

tingkat kerusakan jalan mencapai 18% dari seluruh ruas jalan yang ditinjau. Analisa kerusakan jalan dengan menggunakan Metode Bina Marga dan Metode Paver memiliki nilai relatif sama. Perbedaannya terletak pada tingkat keparahan kondisi jalan yang menyebabkan nilai kerusakan jalan dari Metode Paver menjadi lebih besar dibandingkan dengan nilai kerusakan pada Metode Bina Marga.

(25)

Aydın Kici, Mesut Tigdemir (2017) melakukan penelitian yang berjudul “Perangkat Lunak yang Ramah Pengguna untuk Perkerasan Kuat”. Dalam penelitian ini, perangkat lunak yang mudah digunakan termasuk metode AASHTO 1993 dan PCA 1984 yang metode yang paling sering digunakan untuk desain pelat beton dan persamaan Westergaard telah dikembangkan. Berkat perangkat lunak ini bernama SDU.Pave.R, telah dipastikan bahwa desain lempengan beton ketebalan dan penguatan dapat dilakukan dengan cepat dan mudah tanpa tergantung pada grafik dan persamaan. Tidak ada perangkat lunak lain yang menawarkan metode desain di bawah perangkat lunak yang sama. SDU.Pave.R ini menjembatani kesenjangan dan telah memungkinkan pengguna yang ingin menghitung ketebalan pelat beton dengan berbeda metode desain.

Selanjutnya, fakta bahwa perangkat lunak menawarkan bahasa Turki dan Inggris dukungan membuat program lebih mudah digunakan dari berbagai negara. Selain itu, dengan pilihan Sistem unit Amerika dan SI dalam perangkat lunak, memungkinkan penggunaan yang luas untuk pengguna di negara-negara yang menggunakan sistem unit yang berbeda.

Sheng Li, Xingwu Liu, Zhaohui Liu (2014) melakukan penelitian yang berjudul

“Kerentanan Penilaian jaringan jalan perkotaan dari banjir perkotaan”. Hasil dari penelitian ini Karena variabilitas iklim yang tinggi kemungkinan masa depan bagi sub- benua, kota-kota India akan sering sekali mengalami banjir dengan intensitas yang tinggi dan durasi lebih lama dari hujan sebelumnya. Tinggi resolusi dataset hidro- meteorologi adalah prasyarat untuk penilaian hidrologi menganalisis dampaknya terhadap infrastruktur perkotaan. Ketidakpastian pemodelan dapat diturunkan oleh menggunakan data medan resolusi tinggi dalam pemetaan bahaya banjir. Demikian pula, lebih banyak jumlah data stasiun cuaca akan meningkatkan penilaian distribusi

(26)

curah hujan dengan presisi. Namun, tidak ada penelitian yang tersedia sampai saat ini yang berhubungan dengan kerentanan jaringan jalan dan gangguan lalu lintas dari banjir untuk kota-kota India. Dalam konteks ini, studi ini menyediakan sebuah kerangka kerja untuk mengevaluasi dampak banjir terhadap kerentanan transportasi jalan, sehingga dapat terjadi direplikasi untuk daerah metropolitan yang berbeda untuk perencanaan kota yang lebih baik. Ada kebutuhan data eksperimen banjir untuk kecepatan keamanan dan pengumpulan informasi yang terkait dengan transportasi yang berfungsi selama situasi banjir untuk mengurangi ketidakpastian, yang membutuhkan data primer koleksi berdasarkan eksperimen dan pengamatan pada saat banjir. Belajar tentang materi sains dan jalan akan bermanfaat. Sejumlah tantangan untuk mengurangi ketidakpastian dapat dimasukkan di masa sekarang. DEM merupakan parameter penting dalam penilaian hidrologi. Ada beberapa struktur di perkotaan seperti jalur sempit, blok bangunan, dan jalan tersier yang tidak dapat ditangkap dalam resolusi spasial yang lebih kasar. Karena itu, spasial sangat diperlukan resolusi untuk penilaian banjir yang lebih akurat, Serta Estimasi kerugian ekonomi.

2.6. Penilaian Kondisi Perkerasan dengan Metode Bina Marga

Salah satu metode yang digunakan untuk menganalisis nilai kondisi jalan adalah metode Bina Marga yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga No.

018/T/BNKT/1990. Pada metode Bina Marga, jenis kerusakan yang perlu diperhatikan saat melakukan survei visual adalah kekasaran permukaan, lubang, tambalan, retak, alur, dan amblas. Adapun langkah-langkah untuk memperoleh nilai kondisi jalan yang dijelaskan dalam metode ini adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan nilai kelas jalan pada ruas jalan yang menjadi lokasi kegiatan penelitian dengan mendapatkan terlebih dahulu data lalu lintas harian rata-rata

(27)

(LHR) pada ruas jalan tersebut. Adapun penentuan nilai kelas jalan berdasarkan nilai LHR dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 LHR Dan Nilai Kelas Jalan LHR (smP/hari) Nilai Kelas Jalan

<20 0

20-50 1

50-200 2

200-500 3

500-2000 4

2000-5000 5

5000-20000 6

20000-50000 7

> 50000 8

(Sumber: Tata cara penyusunan program pemeliharaan jalan Kota, Ditjen Bina Marga)

2. Mentabelkan hasil survei dan mengelompokkan data sesuai dengan jenis kerusakannya.

Tabel 2.2 Penentuan Angka Kondisi Berdasarkan Jenis Kerusakan Retak-retak (Cracking)

Tipe Angka

Buaya 5

Acak 4

Melintang 3

Memanjang 2

Tidak Ada 1

Lebar Angka

>2 mm 3

1 – 2 mm 2

<1 mm 1

Tidak Ada 0

(28)

Luas Kerusakan Angka

>30% 3

10% - 30% 2

<10% 1

Tidak Ada 0

Alur

Kedalamaan Angka

>20 mm 7

11 – 20 mm 5

6 – 10 mm 3

0 – 5 mm 1

Tidak Ada 0

Tambalan dan Lubang

Luas Angka

>30% 3

20 – 30% 2

10 – 20% 1

<10% 0

Kekasaran Permukaan

Jenis Angka

Disintegration 4

Pelepasan Butir 3

Rough 2

Fatty 1

CloseTexture 0

Amblas

Angka

>5/100 m 4

2 – 5/100 m 2

0 – 2/100 m 1

Tidak Ada 0

(29)

3. Menjumlahkan setiap angka untuk semua jenis kerusakan dan menetapkan nilai kondisi jalan berdasarkan tabel di bawah ini.

Tabel 2.3 Penetapan Nilai Kondisi Jalan Berdasarkan Total Angka Kerusakan

Total Angka Kerusakan Nilai Kondisi Jalan

26 - 29 9

22 - 25 8

19 - 21 7

16 - 18 6

13 - 15 5

10 - 12 4

7 - 9 3

4 - 6 2

0 - 3 1

(Sumber: Tata cara penyusunan program pemeliharaan jalan Kota, Ditjen Bina Marga)

4. Menghitung nilai urutan prioritas kondisi jalan

Perhitungan urutan prioritas (UP) kondisi jalan merupakan fungsi dari kelas LHR (Lalu lintas Harian Rata-rata) dan nilai kondisi jalannya, yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Adapun penentuan program pemeliharaan jalan dapat dilihat pada nilai prioritas kondisi jalan di atas, di mana:

a. Urutan Prioritas 0 – 3, menandakan bahwa jalan harus dimasukkan dalam program peningkatan.

b. Urutan Prioritas 4 – 6, menandakan bahwa jalan perlu dimasukkan dalam program pemeliharaan berkala.

c. Urutan Prioritas 7, menandakan bahwa jalan tersebut dimasukkan dalam program pemeliharaan rutin.

Urutan Prioritas = 17 – (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan)

(30)

2.6.1. Jenis Program Pemeliharaan 1. Pemeliharaan Rutin

Menurut Direktorat Jendral Bina Marga pemeliharaan rutin adalah penanganan yang diberikan hanya terhadap lapis permukaan yang sifatnya untuk meningkatkan kualitas berkendaraan (Riding Quality), tanpa meningkatkan kekuatan struktural dan dilakuakn sepanjang tahun.

2. Pemeliharaan Berkala

Menurut Direktorat Jendral Bina Marga Pemeliharaan berkala jalan adalah pemeliharaan ynag dilakukan terhadap jalan pada waktu watu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun) dan sifatnya meningkatkan kemampuan struktural.

3. Rehabilitasi

Rehabilitasi jalan adalah kegiatan penanganan pencegahan terjadinya kerusakan yang luas dan setiap kerusakan yang tidak diperhitungkan dalam desain, yang berakibat menurunnya kondisi kemantapan pada bagian/ tempat tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi rusak ringan, agar penurunan kondisi kemantapan tersebut dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai dengan rencana.

4. Rekonstruksi

Rekonstruksi adalah peningkatan struktur yang merupakan kegiatan penanganan untuk dapat meningkatkan kemampuan bagian ruas jalan yang dalam kondisi rusak berat agar bagian jalan tersebut mempunyai kondisi mantap kembali sesuai dengan umur rencana yang ditetapkan.

(31)

2.7. Desain Perkerasan dengan Metode MDP 2017

Faktor Pertumbuhan lalu lintas berdasarkan data – data pertumbuhan series (Historical Griwth Data) atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang berlaku. Jika tidak tersedia data maka Tabel 4.1 dapat di gunakan

Tabel 2.4 Faktor Laju Pertumbuhan Lalu lintas (i) (%)

Jawa Sumatera Kalimantan Rata-rata

Indonesia

Arteri dan Perkotaan 4,8 4,83 5,14 4,75

Kolektor rural 3,50 3,50 3,50 3,50

Arteri dan Perkotaan 1,00 1,00 1,00 1,00

(Sumber: manual desain perkerasan (MDP) 2017)

Tabel 2.5 Nilai VDF masing – masing jenis kendaraan niaga

Jenis Kendaraan

Sumatera Jawa Kalimantan

Beban Aktual Normal Beban

Aktual Normal Beban

Aktual Normal

VDF 5 VDF 5 VDF 5 VDF 5 VDF 5 VDF 5 VDF 5 VDF 5 VDF 5 VDF 5 VDF 5 VDF 5

5B 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 6A 0,55 0,5 0,55 0,5 0,55 0,5 0,55 0,5 0,55 0,5 0,55 0,5 6B 4,5 7,4 3,4 4,6 5,3 9,2 4,0 5,1 4,8 8,5 3,4 4,7 7A1 10,1 18,4 5,4 7,4 8,2 14,4 4,7 6,4 9,9 18,3 4,1 5,3 7A2 10,5 20,0 4,3 5,6 10,,2 19,0 4,3 5,6 9,6 17,7 4,2 5,4

7B1 - - - - 11,8 18,2 9,4 13,0 - - - -

7B2 - - - - 13,7 21,8 12,6 17,8 - - - -

7C1 15,9 29,5 7,0 9,6 11,0 19,8 7,4 9,7 11,7 20,4 7,0 10,2 7C2A 19,8 39,0 6,1 8,1 17,7 33,0 7,6 10,2 8,2 14,7 4,0 5,2 7C2B 20,7 42,8 6,1 8,0 13,4 24,2 6,5 8,5 - - - -

7C3 24,5 51,7 6,4 8,0 18,1 34,4 6,1 7,7 13,5 22,9 9,8 15,0 (Sumber: manual desain perkerasan (MDP) 2017)

(32)

Tabel 2.6 Bagan Desain 4. Perkerasan kaku untuk jalan dengan beban lalu lintas berat

Struktur Perkerasan R1 R2 R3 R4 R5

Kelompok sumbu kendaraan

Berat (Overloaded) (10E6) < 4,3 <8,6 <25,8 <43 <86

Dowel dan bahu beton Ya

STRUKTUR PERKERASAN (mm)

Tebal pelat beton 265 275 285 295 305

Lapis Fondasi LMC 100

Lapis Drainase

(dapat mengalir dengan baik) 150

(Sumber: manual desain perkerasan (MDP) 2017)

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan umur sisa jalan berdasarkan data volume Lalu Lintas Harian Rata-. rata (LHR) dari Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah

Selanjutnya perencanaan tebal lapisan perkerasan dengan cara menganalisa lalu lintas harian rata-rata (LHR) untuk mendapatkan nilai Cummulatif Equivalent Standar

Metode yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan data primer dan sekunder yang berupa hasil survei geometrik serta LHR (Lintas Harian Rata-rata) pada jalan

a. Tipe jalan: mempengaruhi kinerja pada pembebanan lalu lintas tertentu, misalnya jalan terbagi, jalan tak terbagi dan jalan satu arah. Lebar jalur lalu lintas: kecepatan

Geometrik jalan, merupakan karakteristik yang mempengaruhi terhadap kapasitas dan kinerja jalan, berupa : pembebanan lalu lintas, lebar jalur lalu lintas

Dengan adanya data International Roughness Index (IRI) dan Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) serta melihat kondisi perkerasan jalan secara nyata jika

Survei yang dilakukan untuk evaluasi struktur perkerasan meliputi data primer yaitu survei Inventarisasi Jalan, Survei LHR (lalu lintas harian rata-rata), Survei

Dari data tersebut didapat nilai lalu lintas harian rata-rata pada ruas kanan jalan Blora - Cepu adalah 9.545 kend/jam atau 5.362 smp/jam yang ditunjukkan pada gambar 3.5.. Falling