• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP MAHRAM DALAM PERSPEKTIF AL-QUR AN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KONSEP MAHRAM DALAM PERSPEKTIF AL-QUR AN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

13 A. Pengertian Mahram

Mahram yakni wanita yang haram dinikahi, baik yang masih konservatif maupun yang sudah maju. Sebab-sebab keharamanya itu banyak, demkian pula kelas-kelas mahram menurut bermacam-macam umat, daerah nya luas dikalangan bangsa-bangsa yang masih terbelakang, menyempit dikalangan bangsa-bangsa yang sudah maju.1

Maksud larangan dalam pernikahan pada pembahasan ini ialah larangan untuk menikahi (kawin) antara seorang pria dan wanita.

Secara garis besar mahram menurut Prof. Dr. Abdul Rahman dalam bukunya yang berjudul Fiqih munakahat adalah: larangan kawin antara seorang pria dan seorang wanita menurut Syara.2

Di dalam Al-Qur‟an dijelaskan tentang tiga belas, atau kelompok yang tidak boleh dinikahi. Berdasarkan penyebabnya, ketiga belas orang atau kelompok ini dapat kita bagi jadi tiga golongan.

Pertama; Golongan karena hubungan darah, wiladah (melahirkan), nasab atau keturunan; akibat hubungan genealogi, baik secara vertikal atau secara horizontal.

Kedua; Golongan karena persusuan, baik yang menyusukan ataupun saudara yang sepersusuan.3

Ketiga; Golongan karena pertalian perkawinan.

1 Syahid Sayyid Quthb. Tafsir fi zhilalil Qur’an di bawah naungan al-Qur’an jilid 4 (Jakarta : Gema Insani press 2011), p.168

2 H. Abd. Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat (Jakarta, prenada media, 2003)…p103

3 Rahmat Hakim, Hukum perkawinan islam (Bandung: Pustaka setia,2000),pp.53-54

(2)

Secara terperinci golongan tersebut sebagai berikut:

1. Ibu, yang dimaksud disini juga perempuan yang mempunyai hubungan darah dengan garis keturunan lurus ke atas, baik dari jurusan ayah maupun ibu.

2. Anak perempuan adalah anak perempuan dalam garis keturunan lurus ke bawah, yaitu cucu perempuan, baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan.

3. Saudara-saudara perempuan, seibu atau seayah, seayah saja, maupun seibu saja.

4. Saudara-saudara perempuan dari ayah ke atas atau ke bawah.

5. Saudara-saudara perempuan dari ibu ke atas atau ke bawah.

6. Anak perempuan dari saudara laki-laki, anak kakak atau anak adik.

7. Anak perempuan dari saudara perempuan, anak kakak atau anak adik.

8. Ibu yang menyusui ketika ia masih kecil (ibu susu).

9. Perempuan yang sepersusuan, (saudara susu), yaitu mereka yang masih kecil seibu dengannya.

10. Anak tiri, dengan catatan telah menjalin hubungan biologis dengan ibunya, kalau belum terjadi hubungan biologis belum di anggap muhrim.

11. Istri dari anak atau menantu.

12. Saudara perempuan dari istri, adik atau kakaknya, bibi atau uwaknya.4

Semua itu tersurat dalam firman Allah SWT surah An-Nisa ayat 23;

4 Rahmat Hakim, Hukum...,pp.53-54

(3)













































































































5

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara- saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara- saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;

saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua);

anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang .( QS An-nisa,[4]: 23)

Ayat di atas menjelaskan tentang wanita-wanita yang haram dinikahi, diantaranya, yaitu istri bekas ayah, ibu, anak perempuannya, saudara perepuan, bibi baik dari pihak ayah maupun ibu, keponakan dari saudara laki-laki maupun perempuan, ibu yang menyusui, saudara susuan, ibu mertua, anak tiri, memadu diantara dua saudara, dan

5 Kementrian Agama RI Al-qur’an...,p.40

(4)

wanita-wanita yang masih terkait hubungan suami istri dengan orang lain.6

B. Macam-macam Mahram

Menurut syara larangan tersebut terbagi dua: yaitu halangan abadi dan halangan sementara.

Diantara halangan-halangan abadi yang telah disepakati dan adapula yang masih diperselisihkan, halangan yang telah disepakati ada tiga, yaitu: 7

1. Larangan nikah karena Nasab (keturunan).

Proses lahirnya sebuah keluarga atau rumah tangga dimulai dari khasrat dan keinginan individu untuk menyatu dengan individu lainya. Khasrat itu merupakan fitrah yang dibawa sejak individu itu lahir.

Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa hasrat manusia sejak dilahirkan adalah: Pertama, menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya; kedua, menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya. Oleh karena itu, terbentuknya sebuah keluarga diawali dengan proses memilih yang dilakuan oleh individu yang berlainan jenis kelamin, lalu melamar (khitbah), Dan dilangsungkan dengan perkawinan (Al-nikah). Dalam memilih calon pasangan hidup berkeluarga, Nabi Muhammad SAW. telah menentukan beberapa kriteria seseorang untuk dapat dinikahi, diantaranya: tidak ada

6 Asyibli H. Syarjaya, Tafsir Ayat-ayat Ahkam (Jakarta: rajawali Pers,2008),p.193

7 Tihami dan Sohari, Fikih...,p.63

(5)

pertalian darah, sudah dewasa (baligh) dan berakal, dan berkemampuan, baik material maupun immaterial.8

Dalam kaitan dengan masalah larangan nikah (kawin), tersebut di dasarkan pada firman Allah SWT:























9....

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara- saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara- saudaramu yang perempuan….(QS An-Nisa: 23)

Bedasarkan ayat di atas, wanita yang haram dinikahi untuk selamanya (halangan abadi) karena pertalian nasab adalah:

a. Ibu, perempuan yang ada hubungan darah dalam garis keturunan garis ke atas, yaitu ibu, nenek, (baik dari pihak ayah maupun ibu dan seterusnya ke atas).

b. Anak perempuan, wanita yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus kebawah, yakni anak perempuan, cucu perempuan, baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan dan seterusnya ke bawah.

c. Saudara perempuan, baik seayah seibu, seayah saja, atau seibu saja.10

d. Bibi: saudara perempuan ayah atau ibu, baik saudara sekandung ayah atau seibu dan seterusnya ke atas.

8 Tihami dan Sohari, Fiki...,p.64

9 Kementrian Agama RI Al-qur’an... p.40

10 Tihami dan Sohari, Fikih...,p.65

(6)

e. Kemenakan (keponakan) perempuan, yaitu anak perempuan saudara laki-laki atau saudara perempuan dan seterusnya ke bawah.

2. Larangan Pembebasan (karena pertalian semenda atau perkawinan):

Ada empat orang yang telah dinyatakan Al-Qur‟an tidak boleh dinikahi karena sebab perkawinan, keempat orang itu adalah ibunda istri (mertua), anak-anak istri, istri anak kandung (menantu), dan istri bapak, yang demikian itu berdasarkan firman-nya:













































































“Ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

(QS An-Nisa: 23)11

Maksud ibu disini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas.

dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain- lainnya. Sedang yang dimaksud dengan anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur Ulama termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.

11 Kementrian Agama RI Al-Qur’an....40

(7)

Jadi, jika ada seorang laki-laki menikahi seorang wanita, maka diharamkan 12 baginya menikahi ibu istrinya, baik dalam pengertian yang hakiki maupun majazi. dari sisi hubungan keturunan maupun dari sisi persusuan, baik sudah bercampur maupun belum bercampur, hal itu ditemukan oleh seluruh ulama kecuali yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a, bahwa ia berkata. “tidak haram bagi seorang laki-laki untuk menikahi ibunya kecuali ia telah menggauli anaknya”. Hal yang sama juga dikatakan mujahid.

Yang dimaksud dengan rabibah adalah anak anak tiri. Jadi, seorang anak laki-laki yang menikahi anak perempuan istrinya, baik yang hakiki maupun yang hajazi, baik karena keturunan maupun karena persusuan. maka anak perempuan istrinya dihramkan baginya untuk selamanya. Sedangkan jika istrinya meninggal dunia atau di ceraikan sebelum bercampur, maka laki-laki itu boleh menikahi anak tirinya. Hal itu demikian yang dikemukakan oleh para ulama.13

Sedangkan Dawud Azh–Zahiri berkata, “anak istrinya yang diharamkan dinikahi adalah yang berada dalam pemeliharaannya, sehingga yang tidak berada dalam pemeliharaannya tidak haram untuk dinikahinya, meskipun ia (laki-laki) itu telah bercampur dengan ibu anak tersebut”. Hal itu juga di riwayatkan dari Ali bin Abi Thalib r.a.

Adapun Zaid bin Tsabit mengemukakan, “anak istrinya itu haram dinikahinya jika ia telah bercampur dengan ibunya atau ibunya itu meninggal dunia”.

12Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, fikih Keluarga (Jakarta: Pustaka Al-kautsar,2008),p.161

13Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, fikih ...,p.162

(8)

Yang menjadi dalil bagi pendapat pertama adalah apa yang diriwayatkan Abdullah bin Amr bin „ash r.a, bahwa Nabi SAW bersabda:

“Barang siapa yang menikahi seorang wanita, lalu ia menceraikannya sebelum bercampur dengannya, maka diharamkan baginya menikahi ibunya dan tidak diharamkan untuk menikahi anak perempuannya”.

Sedangkan pemeliharaan dan pendidikan tidak mempunyai pengaruh sama sekali dalam penentuan haram tidaknya seseorang menikahi anak perempuan istrinya. Dan ayat Al-Qur‟an sendiri tidak menjadikan pemeliharaan dan pendidikan sebagai syarat.

Sebenarnya, Al-Qur‟an menyebutkan pemeliharan itu hanya untuk mengenalkan semata, karena menurut kebiasaan, anak istri itu berada di bawah pemeliharaan suaminya.

Adapun istri anak laki-laki (menantu), jika seseorang menikahi seorang wanita, maka wanita tersebut haram dinikahi oleh ayahnya (mertua), baik suaminya itu sudah bercampur maupun belum. 14

Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:

      

“Dan diharamkan bagi kalian istri-istri anak kandung kalian (menantu).” (An-Nisa : 23).15

Dalam hal ini berlaku terhadap anak laki-laki yang bersifat hakiki dan majazi, baik anak laki-laki sepersusuan yang bersifat hakiki maupun majazi.

14 Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, fikih...,p.163

15 Kementrian Agama RI Al-qur’an Tarjamah. h.40

(9)

Sebagaimana yang telah kami kemukakan dalam pembahasan wanita-wanita yang haram dinikahi karena keturunan.16

Jika ada yang menyatakan, bukankah Allah SWT telah berfirman, “dan istri-istri anak kandung kalian”, dan khitbah (yang diajak bicara) ayat tersebut menunjukan bahwa istri anak sepersusuan tidak haram dinikahi. Maka yang menjadi jawaban adalah bahwa dalil khitbah ayat itu akan dapat menjadi hujjah jika tidak ditentang oleh nash, sedangkan disini terdapat nash yang lebih kuat daripadanya sehingga ia layak didahulukan. Nash tersebut adalah sabda Rasulullah SAW,

“Haram sebab sepersusuan seperti haram sebab kelahiran.”

(HR. Abu Dawud dan perawi lainnya yang bersumber dari aisyah).

Berikutnya adalah istri ayah. Jika seseorang laki-laki menikahi seorang wanita, maka diharamkan bagi anaknya untuk menikahi istri ayahnya itu, baik ia sudah bercampur dengannya maupun belum.

Hal ini berdasarkan firmannya:



































“Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayah kalian kecuali pada masa yang telah lampau.

Sesungguhnya perbuatan itu sangat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan yang ditempuh.” (QS An-Nisa : 22)

Disini tidak ada perbedaan antara ayah dalam pengertian hakiki maupun majazi, baik ayah sepersusuan dalam pengertian

16 Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, Fikih Keluarga _________p.163

(10)

hakiki maupun majazi.17 Sebagaimana yang telah kami kemukakan dalam pembahasan masalah wanita-wanita yang haram dinikahi karena keturunan.18

3. Larangan kawin karena hubungan sesusuan.

berdasarkan lanjutan surat An-Nisa ayat 23 di atas:













Ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan

Maksud ibu disini ialah ibu, nenek dan seterusnya keatas.

Dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain- lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.

Menurut riwayat Abu Dawud, An-Nisa‟I dan Ibnu Majah dari Aisyah, keharaman karena sesusuan ini.

Yang artinya:

Dari „Aisyah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW Telah bersabda: ”Diharamkan karena ada hubungan susuan apa yang diharamkan karena ada hubungan nasab”. (HR Bukhari dan Muslim, Abu Dauwud, Nasa‟I, dan Ibnu Majah).19

17 Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, fikih...,p.164

18 Tihami dan Sohari, Fikih...,p.67

19 Tihami dan Sohari, Fikih...,p.67

(11)

Jika diperinci hubungan sususan yang diharamkan adalah:

a. Ibu susuan, yaitu ibu yang menyusui, maksudnya seorang wanita yang pernah menyusui seorang anak, dipandang sebagai ibu bagi anak yang yang disusui itu sehingga haram melakukan perkawinan.

b. Nenek susuan, yaitu ibu dari yang pernah menyusui atau ibu dari suami yang menyusui, suami dari ibu yang menyusui ini dipandang seperti ayah bagi anak susuan sehingga haram melakukan perkawinan.

c. Bibi susuan, yakni saudara ibu susuan atau saudara perempuan suami ibu susuan dan seterusnya keatas.

d. Keponakan susuan perempuan, yakni anak perempuan dari saudara ibu susuan.

e. Saudara susuan perempuan, baik saudara seayah kandung maupun seibu saja.

Sebagai tambahan, penjelasan susuan ini dapat di kemukkakan dalam beberapa hal:

1. Susuan yang mengakibatkan keharaman perkawinan ialah susuan yang diberikan pada anak yang masih memperoleh makanan dari air susu. Umur anak pada waktu kurang dari dua tahun.

2. Mengenai beberapa kali seorang ibu bayi menyusui yang menimbulkan keharaman perkawinan seperti keharaman hubungan nasab sebagai mana tersebut. Dalam hadis di atas,

(12)

dengan melihat dalil yang kuat, ialah yang tidak dibatasi jumlahnya.20

Umur anak ketika menuysu asi seorang ibu hendaknya kurang dari dua tahun. Berdasarkan ayat Al-Qur‟an dalam Surat Al- Baqarah ayat 233:























“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”. (QS Al-Baqarah ayat 233).

Sedangkan yang diperselisihkan ada dua, yaitu:

a. Zina/(Perempuan pezina).

Yang dimaksud perempuan pezina disini adalah perempuan-perempuan tunasusila yang terang-terangan melakukan perzinaan dan menjadikan naya sebagai profesi.

Telah diriwayatkan bahwa Murtsid bin Abi Murtsid meminta ijin kepada Rasulallah SAW, untuk mengawini seorang perempuan pezina bernama anaq yang dimasa jahiliyah dahulu pernah menjalin hubungan dengannya. Nabi SAW.21Berpaling dari nya hingga turun firman Allah SAW.,







































“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang

20 Ayub Syaikh,Hasan Abdul, Ghoffar, M, fikih...,p.160

21 Qardhawi, yusup, Halal haram...,p.265

(13)

berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin”.(Qs An-nur {24}:3) Maksud ayat ini adalah: tidak pantas orang yang beriman kawin dengan yang berzina, demikian pula sebaliknya.

Maka Nabi SAW. Membacakan ayat itu kepadanya dan bersabda:

“jangan lah nikahi dia”.

Demikian itu karena Allah SWT, hanya memperbolehkan mengawini perempuan-perempuan yang terhormat (suci), baik itu dari perempuan mukminah maupun perempuan ahli kitab.

Demikian pula berkaitan dengan laki-lakinya, mereka halal dinikahkan dengan syarat “muhsin (menjaga kehormatan) dan tidak bermaksud menjadikan wanita-wanita itu gundik.”

(QS Al Maidah: 5)

Karena itu, barang siapa tidak menerima dan tidak berpegang teguh pada hukum ini, ia adalah musyrik. 22Tidak akan menerima perkawinannya kecuali mereka yang juga musyrik. Dan barang siapa mengakui, menerima ,dan komitmen dengan hukum ini, akan tetap ia melanggar dan menikah dengan perempuan yang di haramkan baginya, ia hakikatnya berzina.

b. Li‟an (Wanita yang haram dinikahi karna sumpah li‟an).

Seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina tanpa mendatangkan empat orang saksi, maka suami diharuskan bersumpah empat kali dan kelima kali dilanjutkan dengan menyatakan bersdia menerima laknat Allah SWT apabila tindakannya itu dusta. Istri yang mendapat tuduhan itu

22 Qardhawi, yusup, Halal haram...,p.266

(14)

bebas dari hukuman zina kalau mau bersumpah seperti sumpah suami diatas empat kali dan yang kelima kalinya diteruskan bersedia menerima laknat bila tuduhan suami itu benar. Sumpah demikian disebut sumpah li‟an. Apabila terjadi sumpah li‟an antara suami istri maka putuslah hubungan perkawinan keduanya untuk selama-lamanya. 23

Keharaman ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surah An-Nur 6-9:





































































































“Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), Padahal mereka tidak ada kali mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk orang-orang yang berdusta.

Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. Dan (sumpah) yang kelima:

bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu Termasuk orang- orang yang benar”.(QS An-Nur: 6-9)24

23 Tihami dan Sohari, Fikih...,p.71

24 Kementrian Agama RI Al-qur’an...,p.65

(15)

Maksud ayat ini adalah: orang yang menuduh istrinya berbuat zina dengan tidak mengajukan empat orang saksi, haruslah bersumpah dengan nama Allah empat kali, bahwa Dia adalah benar dalam tuduhannya itu. Kemudian dia bersumpah sekali lagi bahwa dia akan kena laknat Allah SWT jika dia berdusta. Masalah ini dalam fiqih dikenal dengan Li'an.25

Halangan-halangan sementara ada Sembilan, yaitu:

a. Halangan bilangan

Wanita yang terkait perkawinan dengan laki-laki lain haram dinikahi oleh seorang laki-laki.keharaman itu disebutkan dalam Al-qur‟an surat An-Nisa ayat 24:







...

dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami,..

b. Halangan mengumpulkan

Dua perempuan bersudara haram dikawini oleh seorang laki-laki dalam waktu bersamaan, maksudnya mereka haram dimadu dalam waktu yang bersamaan. Apabila mengawini mereka berganti-ganti, seperti seorang laki-laki mengawini seorang wanita, kemudian wanita tersebut meninggal atau dicerai, maka laki-laki itu boleh mengawini adik atau kakak perempuan dari wanita yang telah meninggal dunia tersebut.26

Keharaman mengumpulkan wanita dalam satu waktu perkawinan itu disebutkan dalam lanjutan An-Nisa ayat 23:

25 Tihami dan Sohari, Fikih Munakahat...,p.70

26 Tihami dan Sohari, Fikih Munakahat...,p.73

(16)





























“Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;

Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

(QS An-Nisa ayat 23).

Tidak boleh memadu antara perempuan dan bibinya (saudara perempuan dari ayah siperempuan itu) dan antara perempuan dan bibinya (saudara perempuan ibu perempuan itu).

c. Halangan kehambaan.

Menikahi laki-laki yang bukan muslim, haram bagi wanita muslimah, kecuali laki-laki itu masuk Islam.27

d. Halangan kafir.

perempuan musyrik yang haram di nikahi, yaitu perempuan yang menyembah berhala, seperti kaum arab dan sejenisnya,

Allah SWT berfirman:







































































27 H, Abdullah, Boedi dan Saebani Ahmad Bani Perkawinandan perceraian keluarga muslim((Bandung CV Pustaka Setia),p.297

(17)

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.

Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah- perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.(QS Al-baqarah: 221).28

Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang muslim haram menikahi dengan perempuan musyrik, karena perbedaan yang sangat mencolok diantara dua keyakinan itu, mereka mengajak kesurga sedangkan pihak lain mengajak ke neraka. pihak pertama beriman kepada Allah SWT, kenabian dan hari akhir, sedangkan pihak kedua menyekutukan Allah SWT, mengingkari kenabian dan menyangkal adanya akhirat.

Sementara perkawinan adalah ketentraman dan cinta kasih. Bagaimana mungkin dua pihak yang saling berjauhan itu bisa disahkan.29

Wanita musyrik keharamannya habis sampai dia memeluk agama islam.

e. Halangan ihram.

Wanita yang sedang melakukan ihram, baik ihram umrah maupun ihram haji, tidak boleh dikawini. Hal ini

28Mardani Ayat-ayat Temtik hukum islam (Jakarta Raja Grafindo Persada 2011),p.7

29 Qardhawi, yusup, Halal haram...,p.260

(18)

berdasarkan hadist nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Usman bin Affan;

Yang artinya ;

“Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, tidak boleh menikahkan, dan tidak boleh pula meminang”.30

f. Halangan sakit

Dan diharamkan menikahi perempuan yang mempunyai salah satu dari lima penyakit atau cacat;31

1. Gila.

2. Penyakit lepra.

3. Menyakit baros.

4. Bunting kemaluan.

5. Impoten.

g. Halangan iddah (meski masih diperselisihkan segi kesementaraannya).

Iddah adalah masa menanti yang diwajibkan atas perempuan yang diceraikan suami (cerai hidup atau cerai mati).

Untuk mengetahui sedang mengandung (hamil) atau tidak.

Perempuan yang diceraikan suami adakalanya hamil dan ada kalanya tidak, ketentuan iddahnya sebagai berikut;

1. Bagi perempuan yang hamil, iddahnya sampai melahirkan anak yang dikandung nya, baik cerai maupun mati.

Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur„an surat At-Talaq ayat 4;32

30 Tihami dan Sohari, Fikih...,p.74

31 H.Amar Imron Abu Fathul Qarib Jiljid 2 (Kudus, Menra kudus),p.42

32 Kamil Muhamad “Uwaidah, Syaikh. Fikih wanita edisi lengkap. (Jakarta Al-kautsar, 1998).p,477

(19)













“Dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya”. (QS At-Talaq: 4)

2. Perempuan yang tidak hamil, ada kalanya, “cerai mati atau cerai hidup” cerai mati iddahnya empat bulan sepuluh hari.

Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur„an surah Al- Baqarah:234:33























“orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari”.(QS Al-bqarah:234)

h. Halangan perceraian tiga kali bagi suami yang menceraikan.

Haram kawin dengan wanita yang telah ditalak tiga kali oleh suaminya, kecuali kalau sudah dikawin oleh orang lain dan telah berhubungan kelamin serta dicerai oleh suami terakhir itu dan telah habis masa iddahnya. Berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 229.











































 





33 Kamil Muhamad “Uwaidah, Syaikh. Fikih ...,p.479

(20)















































“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum- hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” ( QS Al-baqarah ayat 229).34

i. Halangan peristrian

Tidak dihalalkan bagi seorang laki-laki memiki lebih dari empat orang istri pada waktu yang bersamaan.35 Dasarnaya adalah firman Allah SWT:

  ...         

“..Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.

34 Kementrian Agama RI Al-qur’an...,31

35 Al-Awaisyah, Husain Bin Audah, Enslikopedi fiqih menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jilid 3 (Jakarta; pustaka Imam As-Syaf‟I,2008),p.109

Referensi

Dokumen terkait

Pada umumnya nilai kapasitansi dari komponen ini tidak akan berubah apabila dirancang di suatu sistem bila frekuensi yang melaluinya lebih kecil atau sama dengan

Setiap orang, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara dan/atau penanggung jawab tempat/kegiatan dan fasilitas umum yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 11

Berdasarkan gejala- gejala yang timbul dan juga hasil dari pemeriksaan tinja pasien, dapat langsung gejala yang timbul dan juga hasil dari pemeriksaan tinja

Alat dinamometer ini dapat digunakan oleh kendaraan beroda empat maupun kendaraan beroda dua (sepeda motor) dan bersifat real time. Data yang didapatkan saat Snap shot

Fermentasi dengan minyak kelapa sawit sebagai sumber karbon dan menggunakan alat fermentor (bioreaktor) dengan kapasitas 15 liter ternyata menghasilkan P(3HB) dalam

Berdasarkan persetujuan dari panitia ujian tugas akhir yang diketahui oleh Ketua Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Tadulako, maka

Dengan meningkatnya berat jenis pada batuan yang makin dalam letaknya, maka kadar besi  juga akan semakin meningkat, sehingga pada selubung bumi mempunyai kemungkinan

BAB 4 KARAKTERISTIK DAS DAN HIDROGRAF BANJIR 4.1 Deskripsi Umum DAS di Daerah Penelitian 4.2 Karkateristik Morfometri DAS 4.3 Karkateristik Fraktal DAS 4.4 Karkateristik