SKRIPSI
PENGARUH EARNING POWER DAN FIRM SIZE TERHADAP EARNING MANAGEMENT DENGAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR
DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)TAHUN 2012-2014
ANDIKA NANRAN TARIGAN 110503028
PROGRAM STUDI STRATA 1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2016
ABSTRAK
PENGARUH EARNING POWER DAN FIRM SIZE TERHADAP EARNING MANAGEMENT DENGAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI
VARIABEL MODERATING
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
(BEI)TAHUN 2012-2014
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pengaruh dari earning power dan firm size terhadap earning management dengan good corporate governance sebagai variabel moderasi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012-2014. Penelitian ini menggunakan 29 perusahaan sebagai sampel dan 3 tahun penelitian, dengan metode analisis regresi berganda dan analisis regresi dengan variabel moderating. Hasil penelitian menunjukkan bahwa earning power dan firm size berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap earning management.
Secara parsial, earning power berpengaruh positif namun tidak signifikan, sedangkan firm size berpengaruh positif dan signifikan terhadap earning management. Selanjutnya, variabel good corporate governance tidak mampu memoderasi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Kata Kunci: earning power, firm size, earning management, good corporate governance.
ABSTRACT
THE EFFECTS OF EARNING POWER AND FIRM SIZE TO EARNING MANAGEMENT WITH GOOD CORPORATE GOVERNANCE AS MODERATING
VARIABLE IN MANUFACTURING COMPANIES LISTED ON INDONESIAN STOCK EXCHANGE (IDX) PERIOD 2012-2014
This research aim is to understand the effects of earning power and firm size to earning management with good corporate governance as moderating variable in manufacturing companies listed on Indonesian Stock Exchange period 2012-2014. This research uses 29 companies as samples with 3 years of observation, with multiple regression analysis and moderating regression analysis. Research shows that earning power and firm size are affecting positively and significantly, partially only firm size which affecting positively and significantly, while earning power is not significantly affecting earning management. Meanwhile, good corporate governance is not able to moderate the relationship between earning power, firm size, and earning management.
Keywords: earning power, firm size, earning management, good corporate governance.
KATA PENGANTAR
PujiSyukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan pengasihan-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul“Pengaruh Earnings power dan Firm size Terhadap Earning management dengan Good corporate governance sebagai variabel moderating pada Perusahaan manufacturing yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012-2014”.
Penelitian inidibuatdalam rangka menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh kelulusan Strata 1 di Fakultas Ekonomi UniversitasSumatera Utara.
Dalampelaksanaanpenelitian ini, peneliti mendapatkan banyakbantuandari berbagai pihak. Maka sudah pada tempatnya penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya pada semua pihak yang telah banyak membantu dan mendukung penulis dalam menulis skripsi ini.
pertama sekali penulis mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada orang tua yakni Drs. Segelta Tarigan dan Mastini Ketaren yang selalu ada sejak lahir untuk membimbing, memberikan semangat, cinta dan kasih sayang serta doa yang tak pernah putus untuk menjadikan saya sebagai anak yang baik dan berbudi pekerti, untuk saudari saya Vera Nita Tarigan terimakasih atas motivasi dan dukungan dalam membantu penulis menggapai gelar sarjana.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis tidak hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri. Begitu banyak pihak yang memberikan kontribusi, baik berupa materi, pikiran, maupun dorongan semangat dan motivasi. oleh karena itu melalui kata pengantar ini penulis menyampaikan terimakasihkepada:
1. Bapak Prof. Dr Runtung Sitepu SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi kesempatan kepada peneliti untuk dapat kuliah di Fakultas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MSselakuDekanFakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Rustam, M.Si, Ak, CA selaku dosen Pembimbing. Terima kasih atas segalabimbingan, kesabaran, ilmu, waktu dan tenaga yang
diluangkanuntukmembimbing peneliti sehingga peneliti dapat meyelesaikan penelitiannya.
4. Bapak Drs. Hotmal Jafar.,MM.,Ak dan Ibu DR. Rina Bukit, SE.,M.Si.,Ak.
selaku dosan penguji dan dosen pembanding yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran kepada peneliti.
5. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si.,Ak. , Ibu Dra. Mutia Ismail,M.Si. , Bapak Drs.
Syahrul Rambe,MM.,Ak. dan seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan penilitian dan pembelajaran.
6. Terima kasih kepada yang terkasih Uli Debora Bangun S.Ked, yang telah membantu dan memberi dukungan selama pengerjaan penelitian ini.
7. Teman-teman yang selalu memberikan semangnat, nasehat dan bantuan, Adinda Nadira, Bang Aldi, Bpk Buhari Sitepu, Defri Sianipar, Rinto Sigiro, Baginta Seda, Renard Kaban, Ferdinan Tambunan, Bona Tobing, Denisa Nababan, Roni Sitepu dan kepada seluruh teman-teman S1 Stambuk 2011.
Demikian kata pengantar ini peneliti sampaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Medan, 18 Oktober 2016
Andika Nanran Tarigan NIM: 110503028
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Landasan Teori... 9
2.1.1 Teori Agency ... 10
2.1.2 Laba ... 11
2.1.3 Earnings Power. ... 12
2.1.4 Firm Size. ... 13
2.1.5 Earnings Management ... 14
2.2 Good Corporate Governance ... 16
2.2.1 Definisi GCG ... 16
2.2.2 Tujuan dan Manfaat GCG ... 18
2.2.3 Dasar Tata Kelola GCG... 21
2.3 Penelitian Terdahulu ... 23
2.4 Kerangka Konseptual ... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 27
3.1 Jenis Penelitian ... 27
3.2 Tempat & Waktu Penelitian ... 27
3.3 Populasi dan Sampel ... 27
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 28
3.5 Jenis Data ... 28
3.6 Batasan Operasinal ... 28
3.7 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 29
3.7.1 Earning Power ... 29
3.7.2 Firm Size ... 29
3.7.3 Earning Management ... 30
3.7.4 Good Corporate Governance ... 30
3.8 Model dan Teknik AnalisisData ... 33
3.8.1 Pengujuan Asumsi Klasik ... 35
3.8.2 Pengujian Hipotesis ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39
4.1 Hasil Penelitian ... 39
4.1.1 Statistik Deskriptif ... 39
4.1.2 Uji Asumsi Klasik ... 40
4.1.2.1 Uji Normalitas ... 40
4.1.2.2 Uji Multikolinearitas ... 42
4.1.2.3 Uji Heteroskedastsitas ... 43
4.1.2.4 Uji Autokorelasi ... 45
4.1.3 Uji Hipotesis ... 46
4.1.3.1 Uji Simultan (Uji F)... 47
4.1.3.2 Uji Parsial (Uji t) ... 48
4.1.3.3 Uji Koefisien Determinasi (Uji R) ... 49
4.1.4 Uji Analisi Regresi dengan Variabel Moderating ... 50
4.1.4.1 Uji Asumsi Klasik ... 50
4.1.4.2 Uji Hipotesis ... 56
4.1.5 Uji Analisis Regresi dengan Variabel Moderating ... 57
4.1.5.1 Uji Asumsi Klasik ... 57
4.1.5.2 Uji Hipotesis ... 64
4.2 Pembahasan... 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67
5.1 Kesimpulan ... 67
5.2 Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69
LAMPIRAN ... 73
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
2.3. Penelitian Terdahulu ... 23
3.1. Defenisi Operasional ... 30
4.1. Statistik Deskriptif ... 39
4.2. Hasil Uji Normalitas dengan Kolmogrov-Smirnov .... 42
4.3. Hasil Uji Multikolinearitas ... 43
4.4. Uji Autokorelasi dengan Durbin-Watson ... 45
4.5. Hasil Analisis Regresi ... 46
4.6 Hasil Uji F ... 47
4.7 Hasil Uji t ... 48
4.8 Hasil Koefisien Determinasi ... 49
4.9. Hasil Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov .. 52
4.10. Hasil Uji Multikolinearitas ... 53
4.11. Uji Autokorelasi dengan Durbin-Watson ... 55
4.12. Uji Hipotesis Regresi Moderasi ... 56
4.13. Hasil Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov .. 59
4.14. Hasil Uji Multikolinearitas ... 60
4.15. Uji Autokorelasi dengan Durbin-Watson ... 63
4.16. Uji Hipotesis Regresi Moderasi ... 64
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.4. Kerangka Konseptual ... 26
4.1. Grafik Histogram ... 40
4.2. Normal Probability Plot ... 41
4.3. Grafik Scatterplot ... 44
4.4. Grafik Histogram ... 50
4.5. Normal Probability Plot ... 51
4.6. Grafik Scatterplot ... 54
4.7 Grafik Histogram ... 57
4.8. Normal Probability Plot ... 58
4.9. Grafik Scatterplot ... 62
DAFTAR LAMPIRAN
No. Gambar Judul Halaman
1 Lampiran Populasi dan Sample ... 73
2 Analisis Regresi Berganda Tanpa Variabel Moderasi ... 76
3 Analisis Regresi 1 Dengan Variabel Moderasi... 81
4 Analisis Regresi 2 Dengan Variabel Moderasi... 86
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Perusahaan publik merupakan perusahaan yang sebagian sahamnya telah dimiliki oleh masyarakat melalui bursa saham. Perusahaan tersebut memiliki kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang di Indonesia, yaitu OJK (Otorisasi Jasa Keuangan).
Penyampaian informasi laporan keuangan ini perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak eksternal maupun internal yang memiliki wewenang untuk memperoleh informasi yang mereka butuhkan dari sumber langsung perusahaan (Belkaoui, 2007).
Laporan keuangan merupakan ringkasan daritransaksidan tanggungjawab tugas yang dibebankan kepadanya oleh pemilik perusahaan.Laporan keuangan merupakan suatu media penghubung informasi yang bermanfaat baik bagi perusahaan yang listing di BEI maupun bagi stakeholder. Dalam Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) Nomor 1, dinyatakan bahwa laporan keuangan harus menyajikan informasi yang berguna untuk investor dan calon investor, kreditur, dan pemakai lain dalam pengambilan keputusan investasi, kredit, dan keputusan lain yang sejenis yang rasional.
Salah satu informasi yang terdapat di dalam laporan keuangan adalah informasi mengenai laba perusahaan. Laba juga digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan selama periode tertentu serta dapat dipergunakan untuk memperkirakan prospek perusahaan di masa depan. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomis
perusahaan sehingga laba yang diharapkan dapat memberikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan menjadi diragukan kualitasnya. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan (Boediono, 2005).
Laporan laba rugi sebagai produk yang dihasilkan oleh manajemen perusahaan merupakan salah satu indikator kinerja perusahaan tidak terlepas dari proses penyusunannya. Adanya kecenderungan untuk memperhatikan laba perusahaan telah mendasari sikap manajer yang cenderung untuk melakukan manajemen laba. Sampai sekarang laporan keuangan telah menjadi isu sentral sebagai sumber manipulasi dari informasi yang dapat merugikan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.
Manajemen atau modifikasi laba adalah suatu tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standartertentu dengan tujuan memaksimilasi kesejahteraan pihak manajemen. Manajemen laba dilakukan untuk memenuhi kepentingan manajemen dengan cara memanfaatkan kelemahan inheren dari kebijakan akuntansi namun tetap berada dalam koridor General Accepted Accounting Principles (Anthony, 2000).
Pada umumnya manajemen laba dilakukan dengan dua cara yaitu manipulasi akrual dan manipulasi aktivitas riil. Manajer menyukai manajemen laba melalui manipulasi aktivitas riil dibanding manajemen laba melalui akrual (Graham et al, 2005).
Teori keagenan (agencytheory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal. Manajer sebagai pengelola perusahaan mempunyai lebih banyak informasi mengenai kondisi internal perusahaan dan prospek perusahaan dibanding
pemilik perusahaan (pemegang saham). Manajer sebagai pengelola perusahaan berkewajiban untuk memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan. Namun, informasi yang diberikan oleh manajer kepada para pemilik perusahaan dimungkinkan tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sesungguhnya, hal tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemilik perusahaan. Asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings management).
Agencytheory memberikan gambaran bahwa masalah manajemen laba dapat diminimalisir dengan pengawasan melalui good corporate governance. Corporate governance merupakan suatu konsep untuk meningkatkan kinerja manajemen dalam supervise atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap shareholder dengan mendasarkan pada kerangka perturan. Konsep Corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Apabila konsep ini diterapkan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya menguntungkan banyak pihak (Nasution dan Setiawan, 2007).
Pengelolaan laba yang timbul dari adanya asimetri informasi memungkinkan manajemen untuk memodifikasi laba, sehingga informasi laba dalam laporan keuangan akan menunjukkan nilai yang memberikan efek puas kepeda investor atas kinerja manajemen dalam suatu perusahaan. Modifikasi laba dapat dilakukan manajemen dengan memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan untuk memaksimisasi kesejahteraaan pihak manajeman dan nilai suatu perusahaan.
Manajemen laba dapat terjadi dalam suatu perusahaan dikarenakan lemahnya faktor inheren dari kebijakan akuntansi namun tetap berada dalam koridor GAAP (General Accepted Accounting Principal).
Pilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dikenal dengan sebutan manajemen laba atau earnings management.
Manajemen laba menjadi isu fenomena umum dewasa ini sebagaimana yang terjadi di berbagai perusahaan (Halim et al, 2005). Angka-angka akuntansi dapat dipengaruhi dengan melakukan manajemen laba (Nurul dan Baridwan, 2005).
Banyak faktor yang mempengaruhi manajemen laba diantaranya adalah earnings power dan firm size. Purnomo (2009) menyatakan bahwa earnings poweratau profitabilitas perusahaan dalam menghasilkan laba sangat berpengaruh terhadap tindakan manajemen laba. Dengan menganalisis profitabilitas perusahaan maka investor dapat menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
Selain earning power, firm size juga berpengaruh terhadap manajemen laba.Perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil karena perusahaan-perusahaan yang lebih besar menjadi subyek pemeriksaan (pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum).
Corporate governance merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan kegiatan bisnis (Chairuman Armia, 2002) karena Corporate governance merupakan sebuah sistem untuk mengontrol dan mengarahkan perusahaan. Menurut Shleifer dan Vishny (1998), Corporate governance merupakan suatu mekanisme yang digunakan oleh suplier keuangan untuk melakukan kontrol terhadap manajer guna
memastikan bahwa supplier keuangan perusahaan memperoleh pengembalian (return) dari kegiatan yang dijalankan oleh manajer.
Penerapan good corporate governance merupakan salah satu upaya yang cukup signifikan untuk melepaskan diri dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia.
pengelolahan perusahaan dalam bidang ekonomi merupakan hal yang dianggap penting yang terjadi dalam pemerintah. Mekanisme good corporate governance dalam penelitian ini menggunakan mekanisme kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan dewan komisaris independen. Pemegang saham institusional merupakan pemilik yang dianggap cenderung lebih hati-hati dan teliti dalam menggunakan informasi keuangan, sehingga dengan adanya saham yang dimiliki institusional dapat meminimalisir manajer untuk melakukan manajemen laba.
Salah satu cara perusahaan mencegah tindakan manajemen laba ialah dengan menerapkan good corporate governance. Good corporate governance merupakan suatu sistem, proses dan instrumen peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan dengan manajemen perusahaan. Good corporate governance tidak terlepas dengan teori agensi yang memisahkan manajemen perusahaan dengan pemilik (Zarkasyi, 2008).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik mengangkat masalah manajemen laba (earnings management) untuk diteliti pada penelitian ini dengan judul : Pengaruh Earnings power dan Firm size Terhadap Earning management dengan Good corporate governance sebagai variabel moderating pada Perusahaan manufacturing yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012-2014.
Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dikarenakan selama ini di Indonesia banyak investor yang salah mengambil keputusan dengan melakukan investasi pada perusahaan yang memiliki nilai saham tinggi padahal pada kenyataannya nilai saham yang tinggi tersebut timbul dikarenakan adanya manajemen laba di perusahaan tersebut. Sehingga dengan melakukan penelitian ini peneliti dapat menganalisis hal-hal yang berpengaruh terhadap tindakan manajemen laba dalam suatu perusahaan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu terdapat pada pengukuran manajemen laba dan objek yang digunakan. Penelitian ini menggunakan manipulasi aktivitas riil untuk mengukur manajemen laba, sedangkan penelitian- penelitian terdahulu kebanyakan menggunakan manipulasi akrual. Selain itu, sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010 - 2014. Alasan memilih perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian adalah karena perusahaan inimemiliki pengaruh cukup besar dalam dinamika perdagangan di BEI, sehingga diharapkan pemilihan sampel perusahaan manufaktur inidapat merepresentasikan kondisi perusahaan-perusahaan publik di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah earnings power dan firm size berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap earnings management dengan Good corporate governance sebagai variabel moderating ?
2. Apakah variabel Good corporate governance sebagai variabel moderating dapat memoderasi pengaruh earnings power dan firm size terhadap earnings management ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah earnings power dan firm size berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap earnings management dengan Good corporate governance sebagai variabel moderating dan untuk mengetahui apakah variabel Good corporate governance sebagai variabel moderating dapat memoderasi pengaruh earnings power dan firm size terhadap earnings management .
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang membutuhkan, yaitu:
1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kepada peneliti tentang pengaruh earnings power dan firm size terhadap earnings management dengan Good corporate governance sebagai variabel moderating
2. Bagi Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, agar dapat membuat kebijakan investasi yang lebih baik di masa yang akan datang dalam meningkatkan earning management.
3. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi dan sumber informasi dalam melakukan penelitian selanjutnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Agency
Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Teori agensi pertama kali di diperkenalkan oleh Jensen dan Meckling (1976). Hubungan keagenan timbul karena adanya kontrak antara pemegang saham (principal) dan menajemen perusahaan (agent) yang merupakan pengelola perusahaan, dalam kontrak tersebut pemilik memberikan wewenang kepada manajemen untuk menjalankan operasi perusahaan termasuk dalam pengambilan keputusan. Akan tetapi, tidak ada jaminan bahwa manajemen perusahaan mengutamakan kepentingan pemilik perusahaan (Brealey et al., 2008).
Menurut Anthony dan Govindorajan (2005) salah satu elemen kunci dari teori agensi adalah prinsipal dan agen memiliki preferensi atau tujuan yang berbeda. Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa jika kedua kelompok (agent dan principal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan prinsipal.
Teori keagenan mengasumsikan agen menerima kepuasan tidak hanya dari kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan yang telihat dalam hubungan suatu agensi, seperti waktu luang yang banyak, kondisi kerja yang menarik dan jam kerja yang fleksibel. Sedangkan prinsipal diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dari investasi mereka di perusahaan tersebut. Oleh karena itu,
teori keagenan berkaitan dengan usaha-usaha untuk memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan keagenan.
Menurut Agency Theory, perusahaan dipandang sebagai kontrak antara manajemen (sebagai agent) dan pemilik (sebagai principal). Berdasarkan teori ini, karakteristik asli manusia akan mengutamakan kepentingan sendiri, manajemen (agent) tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaiknya pemilik (principal), (Primanita dan Setiono, 2006).
Pihak principal termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena principal tidak dapat memonitor aktivitas agent sehari-hari untuk memastikan bahwa agent bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham (Widyaningdyah, 2001).
2.1.2 Laba
Laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Informasi tentang laba mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan. Baik kreditur maupun investor, menggunakan laba untukmengevaluasi kinerja manajemen, memperkirakan earnings power, dan untuk memprediksi laba dimasa yang akan datang (Hamongan dan Mas’ud, 2006).
Laba yang besar saja belum merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah dapat bekerja dengan efisien. Efisiensi baru dapat diketahui dengan membandingkan laba
yang diperoleh itu dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut.
Tinggi rendahnya earnings power ditentukan oleh dua faktor yaitu profit margin, yaitu perbandingan antara net operating income (keuntungan neto) dengan net sales (penjualan neto), dan turnover of operating assets (tingkat perputaran aktiva usaha).
Dengan melakukan analisis terhadap profitabilitas perusahaan maka investor dapat menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (earnings power) dan sejauh mana efektifitas pengolahan perusahaan pada masa- masa yang lalu. Rasio ini mengukur seberapa banyak keuntungan operasional bisa diperoleh dari setiap rupiah penjualan.
2.1.3 Earnings Power
Menurut Riyanto (2008)earnings power adalah kemampuan untuk mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat besar kecilnya dalam menghasilkan laba. Investor beranggapan bahwa earnings power yang tinggi akan menjamin pengembalian investasi serta akan memberikan keuntungan yang layak, oleh karena itu perusahaan harus menampilkan kinerja menejemen yang baik sehingga earnings power perusahaan dapat dilihat maksimal.
Ukuran menggunakan rasio. Indikator pengukuran earnings power dengan menggunakan rasio profitabilitas dalam penelitian ini menggunakan Return On Assets (ROA) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
EP= 100%
asset TotalEAT x
(Kamus Perbankan, Sujana Ismaya, 2006)
Menurut Riyanto (2008) perhitungan earnings power atas dasar suatu sistem analisa yang dimaksudkan untuk menunjukkan efisiensi perusahaan yang digunakan oleh para
pengguna laporan keuangan. Tinggi rendahnya earnings power dapat ditentukan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat dari rasio keuangan, yaitu :
1. Profit Margin
Dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat kepada besar kecilnya laba usaha dalam hubungannya dengan sales.
2. Persentase laba bersih dari nilai aktiva (ROA)
Dimaksudkan untuk mengetahui efisinsi perusahaan dengan melihat kepada besar kecilnya laba usaha dalam hubungannya dengan aktiva perusahaan.
3. ROI, rasio keuntungan neto sesudah pajak dengan jumlah investasi.
Menurut Natarsyah S. dalam Ma’ruf (2006) rasio keuangan yang sering digunakan adalah ROA sebagai salah satu indikator earnings power perusahaan, yaitu yang mencerminkan kinerja manajemen dalam menggunakan seluruh aset yang dimilikinya, mempunyai pengaruh yang dominan terhadap harga saham dengan rumus sebagai berikut:
ROA =
Asset Total
Tax After Earnings
x100%
Alasan menggunakan rasio ini sebagai alat pengukuran earnings power pada suatu perusahaan yakni, rasio ini mampu menilai kemampuan perusahaan untuk menggunakan rata-rata asetnya dalam menghasilkan profit. Rasio ini juga dapat mewujudkan hubungan investasi baru yang ditunjukkan pada arus kas bersih dikaitkan dengan total aset yang digunakan perusahaan.
Penelitian Purnomo (2009) memperlihatkan suatu hasil bahwa manager selalu berusaha untuk memperlihatkan laba perusahaan yang tinggi guna meyakinkan akan
kemampuan profitabilitas (earningss power) yang tinggi pula. Dengan kata lain, earningss power berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
2.1.4 Firm Size (Ukuran Perusahaan)
Ukuran perusahaan (total asset) merupakan gambaran besar kecilnya perusahaan yang tercermin dari nilai total aktiva perusahaan pada neraca akhir tahun yang diukur dengan logn (Ln) dari total aktiva. Apabila perusahaan memiliki total aktiva yang besar menunjukkan bahwa perusahaan telah mencapai tahap kedewasaan (maturity) atau well established. Secara umum perusahaan yang mempunyai total aktiva yang relatif besar dapat beroperasi dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang total aktivanya lebih rendah. Oleh karena itu, perusahaan dengan total aktiva yang besar akan lebih mampu untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi.Hal ini sesuai dengan teori agency yang mengatakan bahwa semakin besar suatu perusahaan maka biaya keagenan yang muncul juga semakin besar, untuk mengurangi biaya keagenan tersebut, perusahaan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih luas (Sembiring, 2005).
Menurut Agnes Sawir (2004) dalam Veronica (2006) ukuran perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi untuk alasan yang berbeda.Pertama, ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Kedua, ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam kontrak keuangan. Ketiga, ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba.
Besar (ukuran) perusahaan dapat dinyatakan dalam kapitalisasi pasar. Albrecth
& Richardson (1990) dan Lee & Choi (2002) dalam Veronica (2006) menemukan bahwa perusahaan yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan perataan laba dibandingkan perusahaan kecil karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pihak luar.
2.1.5 Earnings Management (Manajemen Laba)
Copeland (1968) dalam Utami (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai some ability to increase or decrease reported net income at will. Ini berarti bahwa manajemen laba mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajer.
Menurut Schipper,dalam Rahmawati (2006) yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut).
Fischer dan Rozenzwig (1995) manajemen laba adalah tindakan manajer yang menaikkan atau menurunkan laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau penurunan profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang.
Menurut Setiawati dan Naimdalam Ujiyantho dan Pramuka (2007), manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan pihak tertentu. Manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.
Manajemen laba muncul karena terjadi perbedaan informasi (asimetri informasi) yang dimiliki oleh investor (principal) dan pihak manajemen perusahaan (agent). Pihak manajemen tentu lebih mengetahui informasi lengkap mengenai perusahaan dibandingkan investor yang menanamkan modalnya di perusahaan tersebut.
Kesempatan ini digunakan oleh pihak manajemen dengan menampilkan kinerja perusahaan yang baik di laporan keuangan yang tidak sesuai dengan kinerja perusahaan sesungguhnya. Jensen dan Meckling (1976) juga mengungkapkan konflik antara agent dan principal akan menimbulkan biaya keagenan (agency cost). Biaya keagenan terdiri dari biaya pemantauan (monitoring expenditures) yang dilakukan oleh principal, biaya perikatan (bonding expenditures) yang dilakukan oleh agent, dan residual loss. Biaya agensi diharapkan dapat ditekan dengan tata kelola perusahaan yang baik.
Menurut Fischer dan Rosenzweig (1995), diacu dalam Purnomo dan Pratiwi (2009) manajemen laba adalah tindakan dari seorang manajer yang bertujuan meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan saat ini yang menjadi tanggung jawab manajer tanpa menghasilkan pengaruh peningkatan atau penurunan terkait profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut.
Manajemen selaku pengelola perusahaan memiliki informasi tentang perusahaan lebih banyak dan lebih dahulu daripada pemilik sehingga terjadi asimetri informasi yang memungkinkan manajemen melakukan praktek akuntansi dengan orientasi pada laba untuk mencapai suatu kinerja tertentu (Herawati, 2007). Pilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dikenal dengan sebutan manajemen laba atau earnings management (Halim dkk, 2005). Primanita dan Setiono (2006), menyatakan bahwa Manajemen laba (earning management) adalah
suatu tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mempengaruhi laba (income) yang dilaporkan yang dapat memberikan informasi mengenai keuntungan ekonomis (economic advantage) yang sesungguhnya tidak dialami perusahaan dalam jangka panjang bahkan merugikan perusahaan.
Indikator pengukuran praktik manajemen laba dengan menggunakan discretionary accrual (laba hasil rekayasa) seperti penelitian yang dilakukan Friedlan (1994) dalam Gumanti (2001), discretionary accrual merupakan perbedaan antara total accruals pada periode yang diuji yang distandarisasi dengan penjualan pada periode yang diuji dan total accruals pada periode dasar yang distandarisasi dengan penjualan pada periode dasar.
2.2 Good Corporate Governance
2.2.1 Definisi Good Corporate Governance
Menurut Forum for Corporate governance in Indonesia (2002) sebagaimana dikutip Luhgiatno (2008), corporate governance didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan,pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan (FCGI, 2002).
Menurut Van der Stede (2007), tata kelola perusahaan merujuk pada seperangkat mekanisme dan proses yang membantu memastikan bahwa perusahaan diarahkan dan dikelola untuk menciptakan nilai bagi pemiliknya sementara secara bersamaan memenuhi tanggung jawab kepada para pemangku kepentingan lain (misalnya
karyawan, pemasok, masyarakat pada umumnya). Banyak mekanisme, termasuk dewan direksi, auditor eksternal, penilaian tata kelola perusahaan, hak pemegang saham suara, dan ancaman pengambilalihan, dapat memiliki efek tata kelola perusahaan.
Menurut teori keagenan Brigham (2006) para manajer diberi kekuasaaan oleh pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham, untuk membuat keputusan, dimana hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan yang dikenal sebagai teori keagenan (agency theory). Hubungan keagenan (agency relationship) terjadi ketika satu atau lebih individu, yang disebut sebagai prinsipal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut sebagai agen, untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk membuat keputusan kepada agen tersebut.
Perusahaan besar dapat memiliki masalah keagenan yang lebih besar (karena lebih sulit untuk dimonitor) sehingga membutuhkan Corporate governance yang lebih baik. Di sisi lain, perusahaan kecil bisa memiliki kesempatan tumbuh yang tinggi, sehingga membutuhkan dana eksternal, dan seperti argumen diatas, membutuhkan mekanisme Corporate governance yang baik, Kusuma (2008).
2.2.2 Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance
Menurut Wibawa (2010), manfaat dari penerapan Good corporate governance menurut Forum Corporate governance Indonesia adalah sebagai kinerja perusahaan meningkat melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, efisiensi operasional perusahaan yang meningkat serta peningkatan pelayanan kepada stakeholder, menumbuhkan kembali kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja
perusahaan karena sekaligus akan mengalami peningkatan shareholders value dan deviden.
Manfaat Corporate governance menurut forum for Corporate governance in Indonesia (FCGI, 2002) sebagaimana dikutip Luhgiatno (2008) adalah:
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat meningkatkan corporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholder value dan dividen.
Salah satu komponen good corporate governance yang berperan penting ialah komite audit. Menurut Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor : KEP-643/BL/2012, komite audit merupakan komite yang dibentuk untuk membantu melaksanakan tugas dan fungsi dewan komisaris. Komite audit berkewajiban memahami kegiatan usaha perusahaan, laporan keuangan, dan bertindak secara independen dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
2.2.3 Dasar Tata Kelola Good Corporate Governance
Dalam rangka pelaksanaan tata kelola perusahaan (Corporate governance) yang baik, perusahaan perlu melakukan pembentukan dewan komisaris independen dan komite audit. Selain itu, Perusahaan perlu jasa pihak ketiga yaitu Akuntan publik (auditor independen) untuk melakukan penilaian atas laporan keuangan karena akuntan
publik sebagai auditor eksternal yang relatif lebih independen dari manajemen dibandingkan auditor internal, sejauh ini diharapkan dapat meminimalkan kasus rekayasa laba dan meningkatkan kredibilitas informasi akuntansi dalam laporan keuangan (Meutia, 2004).
Perusahaan harus memastikan dasar kerangka tata kelola perusahaan yang efektif (OECD,2004). Kerangka tata kelola perusahaan harus menunjukkan transparansi dan pasar yang efisien, konsisten dengan aturan hukum dan jelas mengartikulasikan pembagian tanggung jawab antara berbagai pengawasan dan penegakan hukum yang berlaku. Dasar kerangka tata kelola perusahaan yang efektif yaitu:
1. Kerangka tata kelola perusahaan harus dikembangkan dengan tujuan untuk berdampak pada kinerja ekonomi secara keseluruhan, integritas pasar dan insentif untuk menciptakan pelaku pasar dan kenaikan pasar yang transparan dan efisien.
2. Persyaratan hukum dan peraturanyang mempengaruhi praktik tata kelola perusahaan dalam yurisdiksi harus konsisten dengan aturan hukum, transparan, dan dapat dilaksanakan.
3. Pembagian tanggung jawab antara otoritas yang berbeda dalam yurisdiksi yang harus jelas diartikulasikan dan memastikan bahwa kepentingan umum disajikan.
4. Pengawas, pihak berwenang, dan penegak hukum harus memiliki wewenang, integritas dan sumber daya untuk memenuhi tugas mereka secara professional dan obyektif. Selain itu, keputusan mereka harus tepat waktu, transparan dan sepenuhnya dijelaskan.
Menurut KNKG (2006), prinsip-prinsip GCG terdiri dari transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangkukepentingan (stakeholders).
1. Transparansi (Transparency)
Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
b. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota direksidan anggota dewan komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen resiko, sistem pengawasan dan pengendalianinternal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
c. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
d. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
2. Akuntabilitas (Accountability) Prinsip dasar :
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan danwajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak perusahaan yang bersangkutan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.
b. Perusahaan harus meyakini bahwa semua pihak perusahaan yang berkepentingan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannyadalam pelaksanaan GCG.
c. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan.
d. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).
e. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap pihak perusahaan yang bersangkutan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku(code of conduct) yang telah disepakati.
3. Responsibilitas (Responsibility) Prinsip dasar:
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Pihak-pihak perusahaan yang berkepentingan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan, anggaran dasar dan peraturanperusahaan (by-laws).
b. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Masing-masing pihak perusahaan yang bersangkutan harus menghindari terjadinya dominasi olehpihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
b. Masing-masing karyawan perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness) Prinsip dasar:
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Pedoman pokok pelaksanaannya:
a. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
b. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
c. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.
2.3 Penelitian Terdahulu No Peneliti
dan Tahun
Judul Variabel Hasil Penelitian
1 Yuliana (2011)
Pengaruh Kompensasi, Leverage, Ukuran Perusahaan, Earnings Power Terhadap Manajemen Laba
Variabel Independen:
Kompensasi, Leverage, Ukuran Perusahaan, Earning Power Variabel Dependen:
Manajemen laba
kompensasi, leverage, ukuran perusahaan, earnings powermemberi pengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba (p<0.05).
2 Nurul (2014) Universit as Andalas
Analisis pengaruh leverage, earning power, capital structure dan firm size terhadap manajemen laba pada perusahaan sektor
Variabel Independen:
leverage, earning power, capital structure dan firm size Variabel Dependen:
manajemen laba
everage, earning power, capital structure dan firm size berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
barang konsumsi yang
terdaftar di BEI periode 2009-2013
3 Muham
mad Iqbal (2010)
Pengaruh Earning Power terhadap Praktik Manajemen Laba (Earning Management )
Variabel Independen:
Earning Power Variabel Dependen:
Manajemen Laba
kemampuan menghasilkan laba suatu perusahaan dapat mendorong pihak manajemen untuk melakukan modifikasi laba baik dengan cara income increasing
accrual ataupun income decreasing accrual, namun pengaruh tersebut cenderunglemah
4 Riko Perdana (2012)
Pengaruh Firm Size, Leverage, Good Corporate Governance dan
profitabilitas Terhadap Earning Management (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2007-2010)
Variabel Independen:
Firm Size, Leverage, Good Corporate Governance dan
profitabilitas Variabel Dependen:
Terhadap Earning Management
profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba.
firm size
dan proporsi komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap praktek manajemen laba.
5 Nicken Destriana (2013)
Pengaruh Firm Size, Corporate Governance, Dan
Karateristik Perusahaan Terhadap Manajemen laba
Variabel Independen:
Firm Size, Corporate Governance, Dan
Karateristik Perusahaan Variabel Dependen:
Manajemen laba
Pritabilitas dan laverage berpengaruh terhadap Manajemen Laba.
Ukuranperusahaan,dewandireksi,kua litas audit, dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba
2.4 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dari penelitian ini sebagai berikut:
H1
H3 H2
H4
Hipotesis
Hipotesis adalah penjelasan sementara yang harus diuji kebenarannya mengenai masalah yang sedang dipelajari, dimana suatu hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua variabel atau lebih. Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan teoritis, tinjauan penelitian terdahulu, dan kerangka konseptual sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Earning Power berpengaruh secara parsial terhadap Earning Management H2 : Firm Size berpengaruh secara parsial terhadap Earning Management
H3 : Earning Power dan Firm Size berpengaruh secara simultan terhadap Earning Management
H4: Good Corporate Governance dapat memoderasi hubungan antara Earning Power dan Firm Size
Good Corporate Governance (Z) Earning Power (X1)
Firm Size (X2)
Earning Management (Y)
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain kausal (causal) yang berguna untuk menganalisa hubungan antar satu variabel dengan variabel lainnya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini merupakan dokumentasi data sekunder yang diperlukan berupa laporan keuangan perusahaan manufacturing yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012-2014
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini yaitu pada perusahaan manufacturing yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012-2014.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh perusahaan manufaktur yang sudah terdaftar di BEI sebelum tanggal 1 Januari 2012. Sampel penelitian ditentukan berdasarkan purposive sampling yang berarti pemilihan sampel berdasarkan kriteria tertentu.
Penelitian dilakukan secara purposive dengan tujuan untuk memperoleh sampel yang representatif berdasarkan kriteria yang ditentukan.Penentuan kriteria sampel diperlukan untuk menghindari timbulnya kesalahan dalam penentuan sampel penelitian, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap hasil analisis. Objek penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur karena perusahaan manufaktur ada dalam segala bidang sistem ekonomi dan laporan keuangannya pun disajikan secara lengkap dan rinci karena sifat operasi kegiatan usahanya. Adapun kriteria perusahaan manufaktur yang dijadikan
sampel antara lain:
1. Perusahaan sudah terdaftar di BEI sebelum tanggal 1 Januari 2012.
2. Perusahaan tidak keluar (delisting) dari BEI selama periode penelitian (2012- 2014).
3. Menerbitkan laporan keuangan lengkap (laporan auditor independen, neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, perubahan ekuitas dan catatan atas laporan keuangan) melalui www.idx.co.id yang telah diaudit oleh auditor independen dari tahun 2012-2014.
4. Melakukan kegiatan operasional dan memiliki laba pada tahun tersebut (2012- 2014)
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012-2014.
3.5 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Time s eries yang memberikan informasi tentang nilai suatu variabel dari periode ke periode yaitu tahun anggaran 2012 sampai 2014 maka periode amatan menjadi 3 (tiga) tahun dan jumlah sampel 29 sehingga sampel berjumlah 87 data penelitian.
3.6 Batasan Operasional
Batasan operasional dalam penelitian ini agar tujuan penelitian ini dapat tercapai sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang diteliti diperkirakan dapat mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan yaitu profitabilitas sebagai variabel independen dan kepemilikan institusional sebagai variabel moderating.
2. Objek penelitian ini adalah perusahaan publik sektor manufaktur dengan periode penelitian 2012-2014 dan menyampaikan laporan keuangan ke Bapepam pada periode tersebut.
3.7 Definisi Operasinal dan Metode Pengukuran Variabel 3.7.1 Earning Power
Dengan melakukan analisis terhadap profitabilitas perusahaan maka investor dapat menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (earnings power) dan sejauh mana efektifitas pengolahan perusahaan pada masa-masa yang lalu. Rasio ini mengukur seberapa banyak keuntungan operasional bisa diperoleh dari setiap rupiah penjualan. Rasio ini dinyatakan sebagai berikut:
NPMit = REVit
NIit
Keterangan,
- NPMit = Net Profit Margin perusahaan i pada tahun t;
- NIit = Net Income after tax perusahaan i pada tahun t;
- REVit = Total Revenue perusahaan pada tahun t 3.7.2 Firm Size (Ukuran Perusahaan)
Ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan nilai log total penjualan perusahaan pada akhir tahun. Penggunaan nilai log penjualan dimaksudkan untuk menghindari problem data natural yang tidak berdistribusi normal.
3.7.3 Earning Management (Manajemen Laba)
Variabel dependen (terikat) adalah manajemen laba. Manajemen laba adalah tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan memaksimilasi kesejahteraan pihak manajemen.
3.7.4 Good Corporate Governance
Good corporate governance merupakan suatu mekanisme yang digunakan oleh suplier keuangan untuk melakukan kontrol terhadap manajer guna memastikan bahwa supplier keuangan perusahaan memperoleh pengembalian (return) dari kegiatan yang dijalankan oleh manajer. Perhitungan GCG menggunakan rumus persentase jumlah saham yang dimiliki oleh tim manajerial.
Berikut ini adalah definisi operasional dan metode pengukuran variabel penelitian:
Tabel 3.1 Skala Pengukuran Variabel
Variabel Definisi Pengukuran Skala
Earning Powers (Independen)
Kemampuan untuk mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat besar kecilnya dalam menghasilkan laba.
Net Profit Margin
Rasio
Firm size (Independen)
Skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham,dll
Ln Total Asset Rasio
Earning Management (Dependen)
Suatu kondisi dimana manajemen melakukan intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal.
Laporan Keuangan
Rasio
Good corporate governance
(Moderasi)
Merupakan suatu mekanisme yang digunakan oleh suplier keuangan untuk melakukan kontrol terhadap manajer
GCG = jumlah saham yang dimiliki tim manajerial / jumlah saham beredar x 100%
Rasio
3.8 Model dan Teknik Analisis Data
Model analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan analisis regresi berganda (multiple regression analysis) dan uji residual dengan bantuan software SPSS (Statistical Package Social Science).
Regresi berganda adalah metode statistik yang digunakan untuk menentukan besarnya pengaruh antara variabel independen terhadap pertumbuhan ekonomi.Model regresi berganda yang digunakanadalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + e (1)
dimana:
Y = Manajemen laba a = Konstanta
b1 – b2 = Koefisien Variabel X1 = Earning power
X2 = Firm size
Z = Good corporate governance e = error
Menurut Ghozali (2005), variabel moderating adalah variabel independen yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen lainnya terhadap variabel dependen. Ada tiga cara menguji regresi dengan variabel moderating yaitu uji interaksi, uji selisih mutlak, dan uji residual. Pengujian yang akan dilakukan untuk menguji variabel moderating dalam penelitian ini adalah menggunakan uji residual.
Adapun persamaan regresi uji residual adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 +e (2)
|EM| = a +b1Y (3)
dimana:
EM = Earnings management (Manajemen Laba) a = Konstanta
b1 – b2 = KoefisienVariabel X1 = Earnings power X2 = Firm size
Analisis residual ingin menguji pengaruh deviasi (penyimpangan) dari suatu model. Fokusnya adalah ketidakcocokan (lack of fit) yang dihasilkan dari deviasi hubungan linierantar variabel independen. Lack of fit ditunjukkan oleh nilai residual di dalam regresi. Dalam hal ini jika terjadi kecocokan antara variabel independen dengan variabel moderating (nilai residual kecil atau nol) yaitu variabel independen tinggi dan variabel moderating juga tinggi maka variabel dependen juga tinggi. Sebaliknya jika terjadi ketidakcocokan atau lack of fit antara variabel independen dengan variabel moderating maka variabel dependen akan rendah.
3.8.1 Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar memiliki data yang normal dan terbebas dari adanya gejala multikolinearitas, gejala autokorelasi dan gejala heteroskedastisitas. Model regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) yaitu tidak terdapat multikolinearitas, maka akan sulit untuk mengisolasi pengaruh-pengaruh individual dari variabel, sehingga tingkat signifikankoefisien regresi menjadi rendah. Dengan adanya autokorelasi mengakibatkan penaksir masih tetap bias dan masih tetap konsisten hanya
saja menjadi tidak efisien. Jika terdapat heteroskedastisitas, maka varian tidak konstan sehingga dapat menyebabkan biasnya standar error. Oleh karena itu, uji asumsi klasik perlu dilakukan.
Pengujian asumsi klasik yang dilakukan yaitu, sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi berganda, maka diperlukan pengujian asumsi klasik yang meliputi pengujian normalitas, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas.
1). Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti data terlihat menyebar mengikuti garis diagonal dan diagram histogram yang tidak condong kekiri dan ke kanan. Pengujian ini dilakukan dengan kolmogrov smirnov.
Hasil pengujian ini akan dibandingkan dengan nilai signifikan yang telah ditentukan yaitu sebesar 5% atau 0,05. Jika nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari 0,05, maka data tersebut terditribusi normal (Ghozali,2005).
Untuk menguji normalitas digunakan 2 metode pengujian yaitu Normal p_plot dan diagram histogram. Jika data ternyata tidak berdistribusi normal, analisis non parametrik termasuk model-model regresi dapat digunakan untuk mendeteksi penyebaran. Mendeteksi apakah data berdistribusi normal atau tidak dapat diketahui dengan menggambarkan penyebaran data melalui sebuah grafik. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Data dalam keadaan normal apabila distribusi data menyebar disekitar garis diagonal. Kenormalan data juga dapat dilihat dengan melihat
diagram histogram dimana keputusan atau pengambilan kesimpulan yaitu jika grafik histogram tidak condong ke kiri dan ke kanan maka data penelitian berdistribusi normal dan sebaliknya.
2). Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen (Ghozali, 2011).
Hasil uji multikolonieritas dapat ditunjukkan dengan nilai varian inflation factor (VIF) dan tolerance value dari tiap-tiap variabel independen. suatu model regresi menunjukkan tidak terjadi gejala multikolinearitas jika nilai VIF di bawah 10 tolerance value di atas 0,1.
Uji multikolinearitas terhadap setiap data variabel bebas yaitu dengan:
a. Melihat angka Collinearity Statistics yang ditunjukkan oleh Nilai Variance inflation Factor (VIF). Jika angka VIF lebih besar dari 10, maka variabel bebas yang ada memiliki masalah multikolinearitas.
b. Melihat nilai tolerance pada output penilaian multikolinearitas yang tidak menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,1 akan memberikan kenyataan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas (Nugroho,2005).
3). Uji Autokorelasi
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain (Kuncoro,2001). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dilakukan pengujian Durbin-Watson (DW) dengan melihat model regresi linear berganda. Jika nilai Durbin-Watson berada di bawah angka 2 maka model
tersebut terbebas dari autokorelasi. Pengujian ada atau tidaknya autokorelasi dalam persamaan regresi ini dengan melihat keadaan nilai Durbin Watson dari hasil perhitungan. Untuk mengetahui adanya autokorelasi dalam suatu model dilakukan melalui pengujian terhadap nilai DW. Autokorelasi dalam model regresi artinya ada korelasi anggota sampel yang diurutkan berdasarkan waktu. Ketentuan pengujian terhadap nilai uji DW adalah sebagaiberikut (Ghozali,2005).
DW <dl : ada autokorelasi dl £ DW£du : tanpa kesimpulan du< DW<4-du : tidak ada autokorelasi 4-du £DW£4-dl : tanpa kesimpulan DW >4-dl : ada autokorelasi 4). Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.
Jika varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap disebut homokedastisitas, sedangkan untuk varian yang berbeda disebut heterokedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Menurut Nugrohon (2005), cara mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas adalah sebagai berikut:
a. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau disekitar angka 0.
b. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.
c. Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali.
d. Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola.
3.8.2. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis merupakan salah satu tujuan yang akan di buktikan dalam penelitian, jika terdapat diviasi antara sampel yang ditentukan dengan jumlah populasi maka tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kesalahan dalam mengambil keputusan antara menolak maupun menerima suatu hipotesis. Untuk menguji hipotesis yang diajukan maka dilakukan pengujian terhadap variabel-variabel penelitian baik secara simultan maupun parsial. Pengujian secara simultan digunakan uji statistik F (uji signifikan simultan) dan pengujian secara parsial digunakan uji statistik t (uji signifikan parsial).
Menurut Ghozali (2005), uji hipotesis dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu:
1. Uji statistik F
Uji F menguji pengaruh simultan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun langkah-langkah dalam pengambilan keputusanuntuk uji F adalah sebagaiberikut:
• Ho:b1 = 0, Earnings power dan Firm size tidak berpengaruh signifikan terhadap Earnings management.
• H1:b1 ≠ 0, Earnings power dan Firm size berpengaruh signifikan terhadap Earnings management
Kriteria pengujian adalah:
• P Value (sig) < 0,05 = H 0 ditolak
• P Value (sig) > 0,05 = H 0 diterima
2. Uji Statistik t
Pengujian hipotesis secara parsial dilakukan dengan uji t, yaitu menguji pengaruh parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen, dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan. Langkah-langkah pengambilan keputusan untuk uji t adalah sebagai berikut:
Ho : b1 = 0 , Earnings power dan Firm size tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Earnings management
H1 : b1 ≠ 0 , Earnings power dan Firm size berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Earnings management.
P Value (sig) < 0,05 = H 0 ditolak P Value (sig) > 0,05 = H 0 diterima 3. Koefisien determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai yang mendekati satu berarti variabel- variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen dan sebaliknya jika mendekati nol.
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka nilai R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat