• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Risiko Infeksi Ascaris Lumbricoides pada Anak Sekolah Dasar di Kota Palu Billr-Fact9r1 of Ascaris Lumbricoides Infection in Elementary School

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Faktor Risiko Infeksi Ascaris Lumbricoides pada Anak Sekolah Dasar di Kota Palu Billr-Fact9r1 of Ascaris Lumbricoides Infection in Elementary School"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

|urnal Vektor Penyakit, Vol. VII No. 1, 2013 :23 - 29

Faktor Risiko Infeksi Ascaris Lumbricoides pada Anak Sekolah Dasar di Kota Palu

Billr-Fact9r1 of Ascaris Lumbricoides Infection in Elementary School Children in Palu Municipality)

Made Agus Nurjanax, Phetisya Pamela Frederika Sumolang, Sitti Chadijah, dan Ni Nyoman Veridiana

Balai Litbang P2B2 Donggala, Badan Litbang Kesehatan, Kementeriqn Kesehatan, RI

INFO ARTIKEL

ABSTRACT/ABSTRAK

Keywords : Risk factors, Ascariasis, Elementary School Children,

Palu Municipality

Ascariasis is caused by infection of Ascaris lumbricoides. This worm can be faunded in all

age group, esoecially in elementary school children. Number of worm disease cases is influenced by personal hygine and enviromental sanitation. The aim of this study was to determine the risk factors of Ascaris lumb ricoides among s chool children.

cross-sectional study was conducted among 2BB elementery school children aged 7 to 73 years which were selected from 7 schools, Structured questionnaire was used to identify socio- demographic and behavioral factors. Stool specimens were examined using direct method. Data entry and analysis were done using Stata. The results showed that prevalence of intestinal worms was 31.25% with most of the infection caused by A.

lumbricoides [28.12%). Logistic regression analysis showed significant relationship between handwashing with soap before eating with infection ofAscaris lumbricoides (OR

= 2.41,95% CI:1,07-5,42, p-value = 0,033).

Ascariasis in elementary school children was considerably high in palu Mancipality.

Therefore preventive actions in school are needed,for instance provide soap, particulary

in toilet and putposters on how to cleanhands in school.

Kata kunci :

Faktor risiko, Ascaris lumbricoides, Anak Sekolah Dasa4, Kota Palu

Ascariasis disebabkan oleh infeksi cacing Ascaris lumbricoides yang dapat menyerang semua golongan umur terutama anak sekolah Dasar (sDJ. Tinggr rendahnya frekuensi kecacingan berhubungan erat dengan kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan infeksi.Ascarrs Lumbricoides pada anak sekolah.

studi crosssecfionaltelah dilakukan pada 2BB anak sekolah Dasar usia 7-13 tahunyang dipilih dari 7 sekolah. Kuesioner terstruktur digunakan untuk mengidentifikasi faktor sosial demografi dan perilaku. spesimen tinja diperiksa dengan menggunakan metode Iangsung. Data dientri dan dianalisis dengan menggunakan software stata. Hasilnya menunjukkan bahwa prevalensi kecacingan 3L,zSo/o dan paling tinggi ditemukan

infeksi oleh cacing Ascaris lumbricoides (z8,LZo/o). Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan dengan infeksi .Ascaris lumbricoides (AR=2,4t; 9 So/o Cl:1,07 -5,42; p- value = 0,033J

Angka ascariasis pada anak sekolah

di

Kota Palu cukup tinggi. Maka tindakan pencegahan perlu dilakukan di sekolah, seperti menyediakan sabun untuk cuci tangan di toilet dan poster cara mencuci tangan yang benar.

@ 2013 furnal Vektor Penyakit. All rights reserved

*Alamat Korespondensi t email : agusmd?T@gmail.com

(2)

|urnal Vektor Penyakit, Vol. VII No. 1, 20 13 :23 - 29

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi

di

masyarakat namun kurang mendapatkan perhatian (neglected disease). Penyakit yang

termasuk

neglected disease memang tidak menyebabkan wabah yang

muncul

dengan

tiba-tiba ataupun menyebabkan

banyak

korban, tetapi merupakan penyakit

yang

secara perlahan

mengganggu kesehatan

manusia, menyebabkan kecacatan

tetap,

penurunan intelegensia anak dan

pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematianl.

Salah satu jenis penyakit

dari

kelompok

ini adalah penyakit kecacingan yang

diakibatkan oleh infeksi cacing kelomp ok .So11

Transmitted Helminth [STH), yaitu kelompok cacing yang siklus hidupnya

melalui

tanah.

Infeksi kecacingan dapat

mengakibatkan

menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktifitas penderita

sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian, karena

adanya kehilangan

karbohidrat dan protein

serta

kehilangan darah yang pada akhirnya

menurunkan kualitas sumber daya manusia.

Prevalensi kecacingan

di

Indonesia masih

relatif tinggi.

Pada

tahun 2006

ditemukan

kejadian

kecacingan

yaitu

sebesar 32,60/o,

terutama pada golongan penduduk

yang kurangmampu dari sisi ekonomit. Penyakitini

dapat menyerang semua golongan

umur

terutama anak

Sekolah

Dasar (SD)

yang

rentan terhadap kecacingan'. Tinggi

rendahnya frekuensi kecacingan

berhubungan erat dengan kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan3.

Cacing

-

cacing yang menginfestasi anak dengan

prevalensi yang tinggi ini

adalah

cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), cacing tambang (necator americanus) dan cacing pita. Kalau

diperhatikan

dengan

teliti,

cacing

-

cacing yang tinggal di usus manusia ini memberikan

kontribusi yang sangat besar

terhadap kejadian

penyakit lainnya

misalnya kurang

gizi dengan infestasi cacing gelang

yang

makan karbohidrat dan protein di

usus

sebelum diserap oleh tubuh, selain

itu

dapat menyebabkan anemia (kurang kadar darah) karena cacing tambang mengisap

darah

di

usus. Cacing cambuk dan cacing pita

mengganggu pertumbuhan dan

perkembangan

anak serta

mempengaruhi masalah-masalah

non kesehatan

lainnya misalnya turunnya prestasi belajar dan drop ouranakSd'z.

Prevalensi terjadinya kecacingan akibatA.

lumbricoides

di dunia adalah 1,30 miliar orang'. World Health 1rganization

(WHO) memperkirakan

800 - 1 milial

sedangkan

menurut Djuanda

[2010)

diperkirakan lebih dari 1

miliar

orang didunia pernah terinfeksi dengan cacing inis. Penelitian

di

Kabupaten Kebumen menemukan bahwa 70,60/o anak SD

positif

cacinganu.

Di

Sulawesi Tengah survei

yang pernah dilakukan tahun 2007

menunjukkan bahwa prevalensi infeksi cacing A. lumbricoides 79,7o/o dan

T trichiura

1-,5o/o

pada anak

SD.

Survey tahun 2009

pada seluruh golongan umur menunjukkan bahwa prevalensi tertinggi adalah di Kota Palu, yaitu sebesar 5L,7o/o,

dan

infeksi

A.

lumbricoides

sebesar

14,4o/o

terbanyak kedua

setelah

Trichuris trichura (22,2o/o)'.

Perbedaan insiden dan intensitas infeksi pada anak dan

orang dewasa kemungkinan

disebabkan karena perbedaan dalam kebiasaan, aktifitas, dan perkembangan imunitas yang didapat'.

Beberapa faktor penyebab prevalensi infeksi kecacingan

tinggi yaitu pola perilaku

yang sulitdiubah.

Infeksi A. lumbricoides terjadi ketika

telur tanpa

sengaja

tertelan dari

makanan atau

minuman

yang

tercemar oleh telur

cacing tersebuts. Berdasarkan hasil-hasil penelitian

tersebut, maka dilakukan penelitian

yang bertujuan untuk melihat faktor risiko infeksi A. lumbri co ides pada anak SD.

BAHAN DAN METODE

Penelitian

ini

menggunakan rancangan cross-sectional. Penelitian dilakukan di 7 SD di Kota Palu,

terdiri

dari 5 SD

di

Kel Lolu Utara d,an

2 SD di

Kec. Watusampu.

SD dipilih

berdasarkan letak geografis, dimana Kel. Lolu Utara mewakili kondisi tengah Kota Palu dan

Kel.

Watusampu

mewakili kondisi

pinggir

Kota Palu. SD di Kec. Lolu Utara

dipilih

secara acak sebanyak 5 SD dari 1 5 SD yang terdapat di kelurahan tersebut, sedangkan SD yang ada di

(3)

Faktor Risiko Infeksi,Ascans Lumbricoides ... (Made Agus Nurjan a, et a[)

Kel.

Watusampu sebanyak

2 SD

sehingga semua SD

diambil

sebagai sampel. Sampel penelitian diambil dari seluruh siswa SD kelas

III, IV

dan

V

karena anak- anak pada kelas tersebut [kisaran usia 7-13 tahun) dianggap sudah dapat menjawab

sendiri

pertanyaan- pertanyaan yang diberikan dan sudah dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya

apalagi pertanyaan-pertanyaan yang

diberikan seputar kebiasaan sehari-hari.

Daftar seluruh nama-nama anak SD kelas

III sampai V yang diperoleh dari

guru penanggung jawab kelas, kemudian tuliskan nama'

dan kelas pada kantongan

tempat

sampel tinja

dengan menggunakan spidol

water proof. Tinja diambil dengan

menggunakan

stik

es yang telah disediakan

kurang lebih seukuran jempol

tangan,

kemudian dimasukkan

ke

dalam kantongan plastik lalu direkatkan. Kemudian kantongan

plastik tersebut

dimasukkan

lagi

kedalam kantongan plastikyang ukurannya lebih besar selanjutnya

dieratkan kembali agar

aroma

tinja tidak

keluar. Kantong

tinja

yang telah

terisi dikumpulkan perkelas kepada

guru

kelas

masing-masing

yang nantinya

akan dijemput oleh peneliti. Hal

ini

dilakukan tiga

hari berturut-turut. Sampel tinja

yang terkumpul selanjutnya dibuat sediaan dengan menggunakan

larutan lugol

2o/o diatas kaca

benda.

Selanjutnya

pada larutan

tersebut ditambahkan sedikit

tinja

(1-2

mm)

dengan

stik

es

krim.

Tinja dihancurkan dengan cara mengaduk dengan

stik

es

krim

diatas kaca benda hingga

terbentuk

suspensi homogen.

Bila pada sampel terdapat bahan yang kasar

seperti sisa makanan atau pasir

harus

dikeluarkan terlebih dulu dengan

menggunakan

lidi.

Suspensi

tinja

kemudin ditutup dengan kaca penutup (deckglassJ dan diusahakan supaya

cairan merata

dibawah kaca

petutup tanpa ada

gelembung udara.

Sediaan selanjutnya diperiksa

dengan mikroskop dengan perbesaran 100 x dan 400 x untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing pada sediaan tinja yang dikumpulkan'''.

Seluruh siswa SD yang mengumpulkan

sampel tinja selanjutnya diwawancarai dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur. Wawancara dilakukan r".u.,

langsung kepada anak SD yang bersangkutan

dan

dipastikan

tidak

ada tekanan maupun pengaruh dalam memberikan jawaban baik

oleh guru

maupun teman

sekelas

lainnya.

|umlah sampel secara keseluruhan

yang

berhasil dikumpulkan adalah 2BB

anak.

Selanjutnya hasil wawancara dan pemeriksaan tinja dianalisis dengan

menggunakan Stata dan

uji

yang digunakan

untuk

mengetahui hubungan

faktor

risiko dengan infeksi A. lumbricoides

yaitu

regresi logistic.

HASIL

Hasil

surveytinja

padaT SD di Kelurahan

Lolu Utara dan

Watusampu menunjukkan

bahwa dari 2BB sampel anak SD

yang diperiksa, angka infeksiA. lumbricoidessangat

tinggi

dibandingkan dengan

infeksi

cacing

Iainnya yaitu 26,39% infeksi tunggal

dan t,73o/o mix dengan cacing lainnya yaitu cacing Hoolrworm (7,04o/o)

dan Tricuris

trichiura

10,690/o) [tabel

1).

Lebih dari 50% Infeksi,4.

lumbricoides ditemukan pada anak-anak usia diatas 9 tahun.

Tabel 1.

Distribusi infeksi kecacingan pada anak SD di Kota Palu Tahun 2011

No

fenis cacing fumlah (%)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Ascaris lumbricoides Tricuris trichiura

En te robius v ermicul ari s Hookworm

Tri cho stro ngyl us o rie n talis

76 (26,39) 3 (1,04) 2 (0,6e) 2 (0,6e) 2 t0,6e) Ascaris lumbricoid.es d.an

Hookworm

3 (1,04) Ascaris lumbricoides danTricuris trichiura Z (0,69)

TOTAL 90 (31,2sJ

(4)

furnal Vektor Penyakit Vol. VII No. L, 2013 :23 - 29

InfeksiA. lumbricoides pada anak SD lebih

banyak ditemukan pada anak laki-laki

dibandingkan dengan perempuan dan lebih banyak pula ditemukan pada SD yang terletak

di

tengah Kota Palu. Analisis logistic regresi

menunjukkan bahwa anak usia

< 10

tahun lebih berisiko untuk terinfeksi ^A. lumbricoides demikian pula dengan anak yang bersekolah di tengah kota. (Tabel 2).

Tabel 2. Analisis Logistik Regresi Sosio Demografi dengan infeksi A.lumbricoides pada anak SD di Kota Palu Tahun 2011

Infeksi A, lumbricoides

Sosio Demografi Positif

Negatif

P value Crude OR

[es% cD

Jenis kelamin

Lakilaki

Perempuan Umur

< 10 thn

>--10 thn Lokasi SD

Pinggir Kota Tengah Kota

45 35

29,9L 26,67 33,56 22,54 22,L4 33,L2

10B 99 97 110

70,59

0,605 73,33

66,44

0,038 77,46

77,96

0,040 66,88

'1,,'1,4

(a,69-1.,92) 1,74

(!,02-2,93)

0,57 (0,34-0,97) L02

105 49

3Z

29 52

Hasil analisis logistic regresi

menunjukkan bahwa

perilaku

anak sekolah

yang tidak mencuci tangan dengan menggunakan sabun sebelum makan

merupakan faktor risiko Infeksi

A.

lumbricoides.

Anak

SD yang

tidak

mencuci

tangan sebelum makan dengan

sabun

mempunyai peluang untuk terinfeksi

.4.

lumbricoides 2,41

kali

dibandingkan dengan yang mencuci tangan dengan sabun sebelum makan [Tabel3),

Tabel 3. Analisis Logistik Regresi Perilaku dengan infeksi A. lumbricoides pada anak SD di Kota Palu Tahun 2011

Infeksi A. lumbricoides

Perilaku Positif Negatif P value Adjusted ORx

[es% cr)

Jumlah Iumlah

Mencuci tangan sebelum makan

Tidak

Ya

Kebersihan Kuku Tidak

Ya

Bermain tanah

Ya

Tidak

Minum obat cacing Tidak

Ya

13 6B

5B 23

40,63 26,56

28,86 26,44

29,86 23,38

33,74 20,69

19 1BB

143 64

148 59

115 92

59,38

0,033

73,44

7L,74

0,907

73,56

70,74

0,096 76,62

66,86

0,061

79,37

2,4L (L,07-5,42)

1,03 [0,57-1,88)

1,78 (0,90-3,49)

L,73 (0,97-3,07) 63

1B

57 24

*Adjusted variable lainnya, umu4, jenis kelamin dan lokasi SD

(5)

Faktor Risiko Infeksi lscans Lumbricoides ... [Made Agus Nurjana, et a[)

PEMBAHASAN

Infeksi

yang disebabkan

oleh

cacing ,4.

lumbricoides disebut Ascariasis yang

merupakan nematoda usus yang tergolong

dalam family Ascarididae dan ordo Rhabditida'o'". Angka kejadian infeksi

A.

lumbricoides di dunia lebih banyak dari cacing lainnya, hal ini disebabkan karena telur cacing ini lebih tahan terhadap panas dan kekeringan dan tidak jarang diternukan infeksi campuran

dengan cacing lain. Prevalensi

angka kecacingan yang ditemukan

di 7

SD

di

Kota Palu mencapai37,25o/o, angka ini lebih rendah dibandingkan dengan yang pernah ditemukan tahun 2009 pada masyarakat', Narnun angka

ini

masih

lebih tinggi

dibandingkan dengan angka kecacingan nasional [1 0%)

".

Pada umumnya frekuensi tertinggi infeksi

A. lumbricoides terjadi pada

anak-anak

dibandingkan orang dewasa, hal ini

disebabkan oleh kesadaran anak-anak akan

kebersihan dan

kesehatan

masih

rendah, sehingga anak-anak

lebih mudah

diinfeksi

oleh larva

cacing

A.

lumbricoides, misalnya melalui makanan ataupun infeksi melalui

kulit akibat kontak

langsung dengan tanah yang mengandung telurA. lumb rico i des"''. .

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa prevalensi

A.

lumbricoides pada anak SD di Kota Palu

relatif

masih

tinggi

(28,1"2o/o) dan

paling tinggi

dibandingkan dengan infeksi kecacingan lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian di daerah Banjarnegara,

Yogyakarta, Purworejo dan beberapa daerah

lainnya yang

menyebutkan

bahwa

tingkat

infeksi

cacing

ini lebih tinggi

dibandingkan

dengan infeksi cacing jenis lainnya"'".

Meskipun demikian penyakit ini

masih

dianggap sepele oleh masyarakat.

Di

daerah

tropis,

cacing

ini

menginfeksi

hampir seluruh lapisan masyarakat

khususnya anak-anak. Pencemaran tanah oleh cacing lebih sering disebabkan oleh tinja anak.

Perbedaan insiden dan intensitas infeksi pada

anak dan orang dewasa kemungkinan disebabkan karena perbedaan dalam kebiasaan, aktivitas dan

perkembangan imunitas yang didapat'. Prevalensi tertinggi ascariasis

di

daerah

tropis

ditemukan pada usia 3-B

tahun",

sama halnya dengan hasil

penelitian ini yaitu infeksi A.

Iumbricoides

lebih banyak ditemukan pada usia < 10 tahun (60,49o/o).

Anak-anak yang berusia dibawah

10 tahun lebih berisiko untuk terinfeksi cacingA.

lumbricoides dibandingkan dengan

yang

berusia diatas 10 tahun, hal ini

dapat

diakibatkan oleh anak-anak pada

usia tersebut senang bermain di halaman bersama teman-temannya

baik di

lingkungan sekolah

maupun sekitar rumah tempat

tinggalnya.

Dengan demikian hasil ini

menunjukkan

bahwa semakin tinggi umur murid

maka

tingkat infeksi semakin menurun. Hal ini

disebabkan oleh makin meningkatnya umur anak, maka anak akan mengalami perubahan

pola bermain, pola kegiatan dan tingkat kebersihan ataupun daya tahan tubuh.

Menurut Belding apabila konsumsi makanan

semakin baik,

penggunaan

sandal

sepatu

semakin merata dan sanitasi

lingkungan menuju ke arah yang lebih

baih

maka sejalan

dengan bertambahnya umur anak

dalam jangka 16 bulan tanpa pengobatan

di

daerah endemis cacing, infestasi cacing usus akan hilang dengan sendirinya',.

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa

anak-anak yang bersekolah di SD

yang

lokasinya dipinggir kota lebih sedikit ditemukan terinfeksi A. Lumbricoides dibandingkan dengan anak-anak

yang

bersekolah di tengah kota. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh

anak-anak yang bersekolah

di pinggir kota

melakukan pengobatan massal kecacingan secara

rutin

6

bulan sekali dan minum obat

dilakukan didepan guru UKS, sedangkan di tengah kota

tidak.

Sehingga pada

penelitian ini

jumlah

yang positif lebih sedikit

dibandingkan dengan yang

di

tengah

kota.

Penelitian

uji efikasi obat

cacing

pada anak

SD

di

Desa

Tanjung Anom, Kecamatan Pancur

Batu

menunjukkan bahwa angka

penyembuhan 99,24o/o dan angka penurunan

jumlah telur adalah

99,99a/o".

Hal ini berarti

dengan meminum

obat

cacing secara

teratur

maka anak akan terbebas

dari

kecacingan, namun

karena kecacingan merupakan penyakit

reinfeksi maka anak dapat terinfeksi kembali bila kontak dengan sumber penularan.

Pada

anak

SD

infeksi larva

cacing

ini

sangat berbahaya karena dapat menimbulkan

(6)

furnal Vektor Penyakiq Vol. VII No. 1, 2013 z 23 - 29

keadaan kurang gizi

[malnutrisi)

diakibatkan oleh 20 ekor cacing A.lumbricoldes dewasa di dalam usus manusia mampu mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gram dan 0,7 gram

protein setiap hari". Hasil penelitian

pada anak SD di Deli Serdang menunjukkan bahwa ada hubungan antara infeksi A. lumbricoides dengan status

gizi".

Dalam jangka panjang

infeksi A. lumbricoides berdampak

pada gangguan kemampuan dalam belaja4, seperti

hasil penelitian di

Mojokerto, dimana anak

yang menderita penyakit kecacingan

mempunyai kecendrungan prestasi

belaj arnya kurang baik"''*.

Hasil penelitian

ini

menunjukkan bahwa

anak-anak yang tidak mencuci

tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun

merupakan faktor risiko infeksi

A.

lumbricoide,s,

seperti yang

ditemukan pada

anak-anak sekolah di Ethiopia,

dimana sanitasi lingkungan dan kebersihan pribadi

dari lokasi tempat bermain anak

sekolah

merupakan faktor penting sehingga

prevalensi penyakit ini sangat tinggi'u.

Perilaku hidup bersih dan sehat

merupakan sekumpulan tindakan [perilaku)

yang dipraktekkan atas dasar

kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong

diri sendiri

(memecahkan masalah-masalah) di bidang kesehatan, serta berperan aktif dalam

mewujudkan kesehatan masyarakat.

Pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat

secara langsung maupun tidak

langsung

berpengaruh terhadap

penanggulangan

masalah kesehatan melalui

pencegahan

terjadinya kesakitan maupun

kematian.

Pembinaan hidup bersih dan sehat ini

dilaksanakan baik di rumah tangga, di sekolah,

di tempat

kerja,

serta

ditempat

umum

dan

sarana

keseh-atan2'.

Kunci

pemberantasan kecacingan adalah memperbaiki kebersihan

pribadi dan sanitasi lingkungan

seperti

mencuci tangan sebelum makan, tidak

menyiram kebun dengan

air

yang tercemar

tinja,

juga

tidak jajan

disembarang tempat.

Dengan demikian rantai penularan

bisa diputus.

KESIMPULAN

7.

Infeksi cacing A. lumbricoides pada anak

SD di Kota Palu sebesar 28,tZo/o.

2.

Faktor yang berhubungan dengan infeksi A.lumbrircides padaanak sekolah di Kota Palu yaitu mencuci tangan dengan sabun sebelummakan.

SARAN

1. Perilaku cuci tangan dengan

sabun

sebelum makan perlu di tekankan

khususnya pada anak-anak sekolah.

2.

Ketersediaan

tempat mencuci

tangan

yang

dilengkapi sabun,

penting ada

di toilet-toilet sekolah.

3.

Pemasangan pamflet dan sosialisasi cara

mencuci tangan yang benar perlu ditempelkan pada

ruangan-ruangan di

sekolah agar anak-anak berperilaku

sehat.

UCAPANTERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis

mengucapkan

terima kasih

kepada Kepala Badan Litbang Kesehatan

atas

disetujuinya

penelitian ini,

Kepala

Balai Litbang

PZBZ Donggala, Kepala Dinas Kesehatan Kota Palu

yang telah memberikan izin

pelaksanaan

penelitian. Ucapan yang sama ditujukan

kepada teman-teman

peneliti

dan staf Balai

Litbang

P2B2 Donggala

yang telah

banyak membantu dalam pelaksanaan kegiatan baik

di lapangan maupun dalam

penyusunan, khususnya Hayani Anastasia, SKM, MPH yang

telah membantu dalam

penyempurnaan artikel ini.

DAFTARPUSTAKA

1.

Sudomo M. Penyakit Parasitik yang Kurang Diperhatikan di Indonesia Orasi Pengukuhan Professor Riset Entomologi

dan

Moluska;

|akarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan;2008.

Z. Departemen Kesehatan.

Pedoman

Pengendalian Kecacingan. Jakarta; 2006.

(7)

.

Faktor Risiko Infeksi Ascans Lumbricoides ... (Made Agus Nurjana, et aI)

6.

3. 15.

4. 76.

5. L7.

18.

22.

24.

Mardiana, Djarismawati. Prevalensi Caing Usus Pada Murid Sekolah Dasar Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh Di Wilayah DKI

|akarta. furnal Ekologi Kesehatan. 2008;Vol.

7(2)t76e-74.

Lalandos jL, Kareri DGR. Prevalensi infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah pada siswa SD GMIM Lahai Roy Malayang.

'Majalah

Kesehatan Masyarakat. 2008;Vol 3(2):86-e7.

Irga. Tinjauan Umum Ascariasis (lnfeksi Cacing

Gelang). 20L3 [cited 2013

5

Septemberl; Available from:

www. dokterirga.

com/tini

auan-umum- ascariasis-infeksi-cacing-gelang-/.

Wachidaniyah, Sutomo AH, Padmawati RS.

Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Anak Serta Lingkungan Rumah

dan

Sekolah dengan Kejadian Infeksi Kecacingan Anak Sekolah

dasar. Berita Kedokteran

Masyarakat.

2002;YoLXYIU @):77 7 -83.

Anastasia H. Studi Penyakit Cacing Usus Di Sulawesi Tengah Tahun 2009. Palu: Balai LitbangP 2BZ D onggala 2 0 0 9.

Ompusunggu S, Budi.

Perbandingan sensitifitas beberapa metode pemeriksaan

tinja

manusia terhadap

telur

cacing usus.

Cermin Dunia Kedokteran. 1999;No. 124:37- +0.

9. Ismid I, Winita R,

Sutanto

I,

Zulhasril,

Sjarifuddin P. Penuntun Praktikum

Parasitologi Kedokteran. |akarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2 0 00.

Miyazaki I. An illustrated book of helmintic zoonoses. Tokyo:

International

Medical Foundation o f lapan; 199 L.

Ginting SA. Hubungan antara status sosial ekonomi dengan kejadian kecacingan pada Anak Sekolah Dasar di Desa Suka Kecamatan

Tiga

Panah, Kabupaten

Karo,

Propinsi Sumatera Utara2003.

Departemen Kesehatan. Pedoman umum program nasional pemberantasan cacingan di

era desentralisasi. |akart a; 200 4.

Ascariasis dan upaya penanggulangannya.

FKM Universitas Sumatera Utara. 2001.

Suriptiastuti. Infeksi Soil-transmitted

helminth: ascariasis, trichiuriasis dan cacing tambang. Universa Medicina. 2006;25(2):84- 93.

Moentrarsi

fi,

Noerhayati S, Sumarni S,

Soenarno, Winoto E. Infeksi Cacing Usus pada Anak Balita dan Pengobatannya di Desa Berta,

Susukan Banjarnegara.

Cermin

Dunia Kedokteran. 1980;Nomor Khusus Simposium Masalah Penyakit Parasit: 7 1 -5.

Samarang, Nurwidayati A, Leonardo. Tingkat Kecacingan

pada Anak

Sekolah Dasar Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah.

furnal

Vektor Penyakit.

2009;Volume III [1) :41-4.

Suyoko, Musfiroh S, Sutarti, S N. Prevalensi ParasitUsus pada Panti Asuhan di Yogyakarta.

Berkala Ilmu Kedokteran. 19S0;filid XII (1):1- 6.

AyalewA" Debebe T, Worku A. Prevalence and Risk Factors

of

Intestinal Parasites among Delgi Scholl Children, North Gondar; Ethiopia.

fournal

of

Parasitology and Vector Biology.

Desember 2011;Vol. 3[5) :75-81.

Ernaningsih, Mulyaningsih

B,

Hadianto T.

Prevalensi Parasit Usus di daerah Kalikutes, Pituruh, Purworejo. 1989: 370-5.

Elmi, Sembiring T, Dewiyani BS, Hamid ED, Pasaribu S, Lubis CP. Status gizi dan infestasi cacing usus padaAnak Sekolah Dasar2004.

Dewayani BS, Situmeang R, Sembiring f,,

hamid ED, Pasaribu S, Lubis CP. Albendazole

pada Soil Transmitted

Helminthiasis.

Sumatera Utara: e-USU Repository

Universitas Sumatera Utara20 0 4.

Ariffin AHBZ. Hubungan infeksi

A.

Iumbricoides dengan status gizi pada siswa- siswi SD negeri No. 101837 Suka Makmu{, Kecamatan

Sibolangit, kabupaten

Deli Serdang

tahun

2011. Medan: Universitas Sumatera Utara;201"7.

Seffiyanti Y. Hubungan penyakit cacingan dengan prestasi belajar pada anak sekolah dasar. Malang: Universitas Muhammadiyah;

2006.

Lestari S. Status gizi, infeksi kecacingan dan

prestasi belajar serta faktor

yang berhubungan dengan prestasi belajar pada

anak sekolah dasar di daerah

kumuh perkotaan Kota Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara;2009.

Silitonga MM, Sudharmono U, Hutasoit M, Prevalensi kecacingan pada murid Sekolah Dasar Negeri

di

Desa Cihanjung Rahayu Parongpong Bandung Barat2009.

L9,

20.

21..

7.

B.

23.

10.

1.L.

25.

1.2.

13.

74.

Referensi

Dokumen terkait

0, maka variasi dari variabel terikat tidak dapat diterangkan oleh variabel bebas. Sehingga, jika R² = 1, maka semua titik observasi berada tepat pada garis. regresi. Uji

Penelitian kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) penelitian kualitatif dilakukan dengan latar alamiah, (2) penelitian kualitatif memakai manusia sebagai

menggunakan model Problem Based Learning pada mata pelajaran PKn. Meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Kertasinduyasa 02 dengan. menggunakan model

Hasil penelitian ini menunjukkan tiga subjek yang cocok dengan kelompok orang lain berdasarkan keinginan diri untuk melibatkan mereka, dalam bentuk pemujaan dan cinta yang an-

Bagaimana efek potensial soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada materi barisan dan deret bilangan di SMA

Matriks Usulan Kebutuhan Pembiayaan Sektor Pembinaan dan Pengembangan Penataan Bangunan dan Lingkungan Tahun : 2018-2022 Kota : Surakarta Anggaran dalam X1000 N O KODE AKUN

Untuk menjaga kelancaran kebijakan preventif dihitung pula interval penggantian mata gerinda untuk setiap mesin dengan rata-rata penggantian mata gerinda untuk