• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. seolah tidak ada habis-habisnya dan selalu terjadi di dunia ini karena kebutuhan manusia akan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. seolah tidak ada habis-habisnya dan selalu terjadi di dunia ini karena kebutuhan manusia akan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persoalan tentang pertanahan seringkali menimbulkan konflik yang berkepanjangan antara orang dengan orang maupun orang dengan badan hukum. Sengketa tentang tanah ini seolah tidak ada habis-habisnya dan selalu terjadi di dunia ini karena kebutuhan manusia akan tanah selalu bertambah seiring pertambahan penduduk. Di Indonesia, jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2015 sudah mencapai 252.370.792 jiwa dan semuanya memerlukan tanah yang digunakan sebagai tempat tinggal maupun untuk bercocok tanam1.

Permasalahan tersebut semakin lama semakin banyak yang belum diselesaikan, karena kurangnya pemahaman para penegak hukum terhadap substansi perundang-undangan agrarian dan adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang bersifat sektoral, misalnya antara Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 ternyata substansinya berbeda dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah dalam hal menentukan diperbolehkannya tanah negara yang berstatus sebagai tanah hutan untuk digunakan dalam program pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan.

Di dalam sistem hukum nasional demikian halnya dengan hukum tanah, maka harus sejalan dengan kontitusi yang berlaku di negara kita yaitu Undang Undang Dasar 1945. Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar Tahun 1945, yang mengatakan bahwa : “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, yang penguasaannya ditugaskan kepada Negara Republik Indonesia, harus dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.” Sebagai dasar hukum politik pertanahan nasional dengan satu tujuan yaitu untuk sebesar-besarnya bagi

1 Iwan Permadi, “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI TANAH BERSERTIFIKAT GANDA DENGAN CARA ITIKAD BAIK DEMI KEPASTIAN HUKUM”, Yustisia. Vol. 5 No. 2 Mei - Agustus 2016

(2)

2 kemakmuran rakyat dengan mekanisme penguasaan oleh negara yang kemudian dijabarkan lebih lanjut antara lain dalam pasal 1, 2, 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Jadi penguasaan, pengaturan dalam penggunaan dan penguasaan tanah seyogyanya tidak boleh lari jauh dari tujuan yang diamanahkan konstitusi negara kita.2

Undang-undang Pokok Agraria berpedoman pada suatu prinsip bahwa untuk menuju cita-cita yang diamanahkan oleh pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar Tahun 1945 itu tidak perlu dan tidak pada tempatnya apabila Negara (sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh bangsa Indonesia) menjadi pemilik dalam arti keperdataan atas bumi, air dan kekayaan alam lainnya, tetapi yang tepat adalah Negara sebagai Badan Penguasa demikian pengertian yang harus dipahami oleh pelaksana kekuasaan negara dan aparat-aparatnya serta seluruh masyarakat mengenai arti kata Negara dalam ketentuan pasal 2 ayat (1) Undang-undang Pokok Agraria, yang mengatakan bahwa3: “Bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, pada tingkatan yang tertinggi dikuasai oleh Negara”4.

Tanah merupakan kebutuhan dasar dalam pelaksanaan kegiatan produktif manusia, baik sebagai wadahnya maupun sebagai faktor produksi5. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang sebagian besar rakyatnya menggantungkan hidup pada sektor agraris juga mengalami masalah yang sama. Tanah sebagai salah satu sektor agraris merupakan faktor penting bagi masyarakat Indonesia. Tanah menurut Pasal 4 ayat (1) UUPA adalah “permukaan bumi yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum”. Pasal 4 ayat (2) UUPA menegaskan

2 Darwis Anatami, “TANGGUNG JAWAB SIAPA, BILA TERJADI SERTIFIKAT GANDA ATAS SEBIDANG TANAH”, Volume 12, Nomor 1, Januari-Juni 2017

3 Arie S. Hutagalung, Perlindungan Pemilikan Tanah dari Sengketa Menurut Hukum Tanah Nasional, Tebaran Seputar Masalah Hukum Tanah, Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005, hlm. 295.

4 Ibid ., hlm. 395

5 Irawan Soerodjo, 2002, Kepastian Hukum Hak atas Tanah di Indonesia, Surabaya: Penerbit Arkola, hlm. 26

(3)

3 bahwa tanah – tanah yang dimaksud pada ayat (1) memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan sekedar diperlukan untuk kepentingan langsung berhubungan dengan penggunaan tanah dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan yang lebih tinggi.6

Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Pasal 4 ayat (1) tentang Pendaftaran Tanah dinyatakan bahwa untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf (a) kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah”. Dalam uraian pasal 4 Ayat (1) dapat diartikan bahwa dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah, akan berguna sebagai alat bukti kepemilikan suatu hak atas tanah bagi pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

Dalam Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tidak pernah disebutkan sertipikat tanah, namun seperti yang dijumpai dalam pasal 19 ayat (2) huruf c ada disebutkan

“surat tanda bukti hak”. Dalam pengertian sehari-hari surat tanda bukti hak ini sering ditafsirkan sebagai sertifikat tanah7. Mengenai hak-hak atas tanah, Undang-undang juga mewajibkan kepada pemegang hak untuk mendaftarkan masing-masing tanahya. Pendaftaran tanah merupakan persoalan yang sangat penting dalam UUPA, karena pendaftaran tanah merupakan awal dari proses lahirnya sebuah bukti kepemilikan hak atas tanah8

Walaupun fungsi utama sertifikat hak atas tanah adalah sebagai alat bukti, tetapi sertifikat bukan satu-satunya alat bukti hak atas tanah. Hak atas tanah seseorang masih mungkin dibuktikan dengan alat bukti lain, misalnya akta register yang di keluarkan oleh Pemerintah Desa letak tanah tersebut berada. Sertifikat sebagai alat bukti sangat penting misalnya di dalam hal pemindahan hak, dan perbuatan hukum pemindahan hak bertujuan untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain (yang memenuhi syarat sebagai pemegang

6 Ali Achmad Chomzah, 2002, Hukum Pertanahan, Jakarta: Prestasi Pustaka, hlm. 111

7 Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Jakarta: Mandar Maju, 2008), hlm. 2

8 Supriadi, 2008, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.154

(4)

4 hak), yang berupa jual – beli tanah, tukar menukar, hibah atau hibah wasiat dan lain – lainnya.

Tapi sayangnya, permasalahan tentang sertifikat tanah masih tetap ada dan muncul lagi dengan permasalahan berbeda. Sebidang tanah yang mempunyai sertifikat ganda muncul dan menjadi akar pahit bagi hukum pertanahan yang ada di Indonesia. Untuk itulah berdasarkan uraian diatas maka penulis berkeinginan untuk mendalami lagi apa itu sertifikat tanah, bagaimana sampai timbul sertifikat ganda dan apa solusinya dari pihak berwenang dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional. Dan itu dimuat dalam satu judul.9

Terkait pemberian kepastian dan perlindungan hukum bagi pemegang sah hak atas tanah yang sudah mendaftarkan tanah haknya, sebagai tanda bukti hak diterbitkan sertipikat yang merupakan salinan register10 . Disebutkan dalam Pasal 32 ayat (1) PP No.24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, yakni bahwa: “Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan”.

Memahami kekuatan hukum suatu sertifikat tanah, diperlukan pengetahuan mengenai jaminan kepastian hukum tentang pendaftaran tanah yang dimuat dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA. Hal ini untuk menghindari penerbitan sertifikat tanah bukan kepada orang yang berhak (bukan pemilik). Oleh karena itu, pendaftaran tanah di Indonesia menganut sistem stelsel negatif. Sistem stelsel negatif ini mengandung arti bahwa segala apa yang tercantum dalam sertifikat tanah adalah benar sampai dapat dibuktikan sebaliknya di muka sidang pengadilan negeri.7 Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA menegaskan bahwa surat-surat tanda bukti hak yang diberikan itu berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dalam hubungannya dengan sistem

9 Angga. B. Ch. Eman2, “PENYELESAIAN TERHADAP SERTIFIKAT GANDA OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL”, Lex et Societatis, Vol. I/No. 5/September/2013

10 Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, hlm 78

(5)

5 negatif berarti tidak mutlak, ini mengandung arti bahwa sertifikat tanah masih dapat digugurkan sepanjang ada pembuktian sebaliknya yang menyatakan ketidakabsahan sertifikat tanah tersebut11

Namun dalam praktiknya, kepastian hukum terhadap hak atas tanah tersebut tidak seperti yang diharapkan. Seperti yang terjadi di Kabupaten Tapin, bahwa terdapat kasus objek sengketa tanah terhadap Herlina Wati yang terletak di Jl. Jend. Sudirman RT III Kelurahan Rangda Malingkung, Kecamatan Tapin Utara, Kabupaten Tapin. Kasus ini disadari ketika pada saat Perdamean Situmorang ingin menjual tanah tersebut akan tetapi warga sekitar mengatakan bahwa tanah tersebut dimiliki oleh Herlina Wati memiliki sertifikat Hak Kepemilikan Atas Tanah tersebut sedangkan Perdamean Situmorang sudah menguasai lahan tersebut dengan SKKT (Surat Ketrangan Keadaan Tanah) dan mempunyai Akta Jual Beli

Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti kasus nomor 10/Pdt.G/PN.Rtu terhadap objek sengketa tanah di Kabupaten Tapin. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam aspek empiris yang berkaitan dengan masalah tersebut dengan judul “ANALISIS HUKUM PUTUSAN HAKIM NOMOR 11 /Pdt.G/ 2009/ PN.RTU TENTANG PERBUATAN MELANGGAR HUKUM SERTIFIKAT HAK MILIK AKIBAT PROYEK PRONA DI KABUPATEN TAPIN“

11 Septivany Christa Perdana, “SERTIFIKAT GANDA PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN”, Jurnal Legal Reasoning Vol. 1, No. 1, Desember 2018. P-ISSN 2654-8747

(6)

6 B. Rumusan Masalah

Dalam suatu penelitian, perumusan masalah merupakan hal yang penting, agar dalam penelitian dapat lebih terarah dan terperinci sesuai dengan tujuan yang ingin di capai. Adapun permusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa dasar pertimbangan hakim dalam perkara putusan No.11/Pdt.G/2009/ PN.Rtu terjadi perbuatan melawan hukum?

2. Bagaimana akibat hukum dari putusan hakim dalam putusan No.11/Pdt.G/2009/

PN.Rtu?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa dasar pertimbangan hakim dalam perkara putusan No.11/Pdt.G/2009/ PN.Rtu terjadi perbuatan melawan hukum

2. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum dari putusan hakim dalam putusan No.11/Pdt.G/2009/ PN.Rtu

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Bagi Penulis

Penulis dapat mengetahui prosedur dari analisis hukum pada putusan hakim nomor 11/Pdt.G/2009/ PN.Rtu tentang objek sengketa tanah di pengadilan negeri rantau.

Serta guna memenuhi Penulisan Tugas Akhir dan menyelesaikan studi Strata-I di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiah Malang dengan gelar Sarjana Hukum.

2. Manfaat Bagi pembaca

(7)

7 Bagi pembaca, penelitian ini dapat di jadikan acuan atau referensi mengenai masalah yang berkaitan dengan analisis hukum pada putusan hakim nomor 11/Pdt.G/2009/ PN.Rtu tentang objek sengketa tanah di pengadilan negeri rantau bagaimana dasar pertimbangan hakim dan apa akibat hukumnya

3. Manfaat Bagi Mahasiswa

Yaitu sebagai tambahan pengetahuan dan informasi bagi mahasiswa dalam mata kuliah Hukum Perdata mengenai analisis hukum pada putusan hakim nomor 11/Pdt.G/2009/ PN.Rtu tentang objek sengketa tanah di pengadilan negeri rantau bagaimana dasar pertimbangan hakim dan apa akibat hukumnya

4. Manfaat Bagi Masyarakat

Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang analisis hukum pada putusan hakim nomor 11/Pdt.G/2009/ PN.Rtu tentang objek sengketa tanah di pengadilan negeri rantau bagaimana dasar pertimbangan hakim dan apa akibat hukumnya.

E. Kegunaan Penelitian

Secara Garis besar dan sesuai dengan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan dalam perkembangan ilmu Hukum Perdata, khususnya mengenai analisis hukum pada putusan hakim nomor 11/Pdt.G/2009/ PN.Rtu tentang objek sengketa tanah di pengadilan negeri rantau bagaimana dasar pertimbangan hakim dan apa akibat hukumnya.

2. Kegunaan Praktis

(8)

8 Penelitian ini dapat berguna untuk menambah wawasan dan ilmu Pengetahuan mengenai analisis hukum pada putusan hakim nomor 11/Pdt.G/2009/ PN.Rtu tentang objek sengketa tanah di pengadilan negeri rantau bagaimana dasar pertimbangan hakim dan apa akibat hukumnya

F. Metode Penulisan

Dalam penelitian ini bahwa salah satu faktor penting adalah terdapat pada metode penelitian yang digunakan. Penggunaan metode penelitian hukum dalam penulisan suatu karya tulis ilmiah dapat digunakan dan berfungsi untuk menggali, mengolah dan merumuskan bahan-bahan hukum yang diperoleh sehingga mendapat kesimpulan yang sesuai dengan kebenaran ilmiah dalam menjawab isu hukum yang dihadapi dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode penelitian hukum merupakan prosedur atau langkah-langkah yang dianggap efektif12.

1. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kasus, yaitu pendekatan yang meneliti alasan-alasan hakim untuk sampai dalam putusannya terhadap suatu kasus. Selain itu juga menggunakan pendekatan konseptual yaitu pendekan yang dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada. Hal itu dilakukan karena memang belum atau tidak ada aturan hukum untuk masalah yang dihadapi.

12 Peter Mahmud Marzuki, 2007. Penelitian hukum, Jakarta, Kencana. Hlm. 30

(9)

9 2. Sumber hukum

Dalam penelitian ini jenis-jenis bahan hukum yang digunakan adalah sumber hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang terbentuk dalam bahan hukum primer dan sekunder sepertiundangundang, peraturan yang terkait, putusan-putusan pengadilan,para ahli, sarjana, buku-buku, jurnal hukum, surat kabar, media internet, maupun dokumen-dokumen. Adapun sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Premier

Yang dimaksud dengan bahan hukum premier adalah bahan hukum yang dari hukum positif atau bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat, bahan hukum primer yang digunakan adalah putusan pengadilan. Adapun bahan-bahan tersebut terdiri dari adapun sebagai berikut:

a) UU Nomor 5 tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria b) Hukum Acara Perdata/HIR

c) Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional

d) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah e) Putusan Nomor 11 /Pdt.G/ 2009/ PN.RTU

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer yang bersifat menunjang sehingga membantu dalam menganalisis dan memahami bahan hukum primer. Dalam hal ini, yang digunakan penulis adalah buku-buku, jurnal, majalah, internet, artikel, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan topik bahasan.

(10)

10 c. Teknik Pengumpulan Data

Di dalam penelitian ini penulis menggunakan tehnik pengumpulan data sebagai berikut :

Dalam analisa bahan hukum di penelitian ini, penulis menggunakan library research (penelitian kepustakaan), yaitu suatu cara memperoleh data melalui kepustakaaan, yang di dalam kepustakaan ini penulis mencari data dan keterangan-keterangan dengan membaca dan mengkaji Putusan Pengadilan, buku-buku, bahan kuliah, karya ilmiah, dan sumber-sumber hukum yang berlaku dengan terkait penyelesaian perkara

d. Studi Kepustakaan

Yaitu suatu metode pengumpulan data dengan cara mempelajari buku-buku kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang dilakukan dengan cara menginventarisasi dan mempelajari bahan hukum.

Internet

Yaitu dengan melakukan penelusuran dan pencarian bahan-bahan melalui internet dan website untuk melengkapi bahan hukum dalam penulisan ini.

G. Teknik Analisis Data

Teknik Analisa Bahan Hukum yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah analisa isi (content analysis) yakni dengan menganalisa isi dari putusan nomor 11 /Pdt.G/ 2009/

PN.Rtu. yang dipadukan dengan analisis hukum.

H. Sistematika Penulisan

Agar mudah dalam penyusunan karya tulis ini, penulis membagi menjadi 4 (empat) bagian, supaya sistematika penelitian hukum menjadi lebih mudah untuk dipahami secara teratur seperti, urutan berikut :

(11)

11 BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulisa akan memaparkan landasan konsep, teori atau kajian teori, berkaitan dengan permasalahan yang akan di teliti, meliputi: pertama, pendaftaran tanah, didalamnya memuat tentang bagaimana cara mendaftarkan tanah, kedua, sertifikat hak atas tanah, didalamnya memuat tentang bagaimana perngertian sertifikat hak milik, ketiga, hak milik, didalamnya memuat tentang bagaiamana hak milik, keempat, putusan hakim, didalamnya memuat tentang bagaimana putusan hakim dilakukan, kelima, perbuatan melawan hukum, didalamnya memuat tentang bagaimana perbuatan melawan hukum dilakukan, keenam, prona, didalamnya memuat tentang bagaimana prona itu dilakukan.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini diuraikan tentang gambaran mengenai pembahasan dari rumusan masalah yang diangkat, yaitu Apa dasar pertimbangan hakim dalam perkara putusan No.11/Pdt.G/2009/

PN.Rtu terjadi perbuatan melawan hukum dan Bagaimana akibat hukum dari putusan hakim dalam putusan No.11/Pdt.G/2009/ PN.Rtu. Uraian pembahasan yang diangkat oleh penulis serta dianalisis secara normatif berdasarkan putusan dan dasar pertimbangan hakim dan kenyataan yang ada telah didukung oleh teori-teori yang relevan dengan permasalahan penulisan ini.

BAB IV : PENUTUP

Pada Bab IV ini berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran dari pembahasan serta saran- saran yang disampaikan oleh penulis

Referensi

Dokumen terkait

Kepedulian Allah terhadap kesehatan juga terlihat dari pengalaman pribadi seseorang dalam Alkitab yang mengalami kesembuhan, seperti: Rahel yang mandul, Yabes yang.. 20

untuk empat buah arester seri tiga dengan spesifikasi yang sama dihasilkan tegangan residu sebesar 1,73283 kV, untuk empat buah arester seri empat dengan

(2) Dalam hal setelah berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pembelian saham Bank lain dan mengakibatkan yang

Yang dimaksud dengan jenis penilaian adalah berbagai tagihan yang harus dikerjakan oleh murid setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu jenis penilaian

Penulis mengungkapkan bahwa hipotesis nol atau nihil (H 0 ) dalam penelitian ini adalah tidak adanya perbedaan kecerdasan interpersonal antara anak sulung, anak tengah,

Definisi perlindungan hukum yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 2

Secara garis besar ada dua macam keseimbangan, yaitu static balance dan dynamic balance definisi balance yang pertama kali muncul dilaporkan oleh bass (1939) yang menyebutkan dua

Seharusnya dengan didukungnya pengetahuan mahasiswa, yang mana mahasiswa IAIN Walisongo khususnya jurusan Ekonomi Islam di dalam perkuliahan telah dibekali dengan adanya