• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Peranan Aktivitas Sektor-Sektor Ekonomi terhadap Perekonomian Jawa Barat: Aplikasi Model Input-Output.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Peranan Aktivitas Sektor-Sektor Ekonomi terhadap Perekonomian Jawa Barat: Aplikasi Model Input-Output."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Peranan Aktivitas Sektor-Sektor Ekonomi terhadap

Perekonomian Jawa Barat: Aplikasi Model Input-Output

Oleh: Victor Firmana dan Ari Tjahjawandita

1

Latar belakang

Dalam konteks proses pembangunan wilayah, kondisi ekonomi di suatu wilayah dianggap efisien apabila memenuhi tiga ciri pokok. Pertama, ekonomi ini mampu memroduksi output wilayah sesuai dengan preferensi sosial yang ada secara optimal dengan memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang ada dalam suasana kompetisi yang sehat. Kedua, seiring dengan tercapainya tingkat yang optimal dalam produksi barang dan jasa ‒yang dimaksudkan dalam ciri pokok yang pertama‒ ekonomi hendaklah juga mampu memenuhi struktur permintaan efektif yang mencerminkan distribusi pendapatan yang ada. Ketiga,ekonomi ini hendaknya telah dilandasi dengan kondisi-kondisi yang kukuh untuk mampu melakukan ekspansi yang optimal pada masa-masa yang akan datang.

Dalam suatu perencanaan pembangunan ekonomi diperlukan penentuan prioritas kegiatan diantara sektor-sektor perekonomian. Pada dasarnya masing-masing sektor tersebut tidak berdiri sendiri namun saling memiliki keterkaitan. Kemajuan suatu sektor tidak akan terlepas dari dukungan yang diberikan oleh sektor-sektor lainnya sehingga sebenarnya keterkaitan antar sektor ini dapat dimanfaatkan untuk memajukan seluruh sektor-sektor yang terdapat dalam perekonomian.

Keterbatasan pada pendanaan pembangunan menuntut agar pembangunan dilaksanakan lebih efisien. Salah satu cara supaya dana pembangunan digunakan secara lebih efisien adalah dengan menentukan skala prioritas bagi berbagai aktivitas kegiatan yang dianggap strategis. Untuk perencanaan di bidang ekonomi, penentuan sektor-sektor strategis merupakan salah satu cara melaksanakan pembangunan yang lebih efisien. Penentuan sektor-sektor strategis dilakukan dengan melihat keterkaitan antar sektor yang ada dalam suatu perekonomian.

Dengan melihat keterkaitan antar sektor dan memperhatikan efisiensi dan efektifitas yang hendak dicapai dalam pembangunan maka sektor yang mempunyai keterkaitan tinggi dengan banyak sektor pada dasarnya merupakan sektor yang perlu mendapatkan perhatian lebih. Hal ini karena jika sektor utama yang mendapatkan perhatian lebih tersebut mengalami pertumbuhan maka sektor yang terkait dengannya akan mengalami pertumbuhan juga. Konsep keteRp aduan program pembangunan ekonomi menjadi semakin penting dalam konsep perencanaan pembangunan jangka panjang. Secara ideal, output dari suatu program pembangunan dapat menjadi input bagi program pembangunan lainnya. Program pembangunan yang bersifat “ego-sektor” semakin tidak populer karena akan mengesampingkan pembangunan sector-sektor lainnya yang terkait secara langsugn maupun tidak langsung.

(2)

Tabel 1.1 Kontribusi Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat 2006-2012 (dalam persen)

Sektor 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Pertanian 11.11 11.94 11.45 12.34 12.61 11.98 11.52

Pertambangan dan Penggalian 2.73 2.47 2.35 1.92 2.02 2.02 1.86

Industri Pengolahan 45.28 44.93 43.70 40.77 37.73 37.16 35.79

Listrik, Gas, dan Air Minum 3.00 2.93 2.67 2.83 2.76 2.55 2.51

Konstruksi 3.03 3.02 3.41 3.51 3.77 3.99 4.29

Perdagangan, Hotel, dan

Restoran 19.02 19.12 20.51 21.61 22.41 22.58 23.90

Pengangkutan dan Komunikasi 5.88 5.85 5.75 6.06 7.09 7.70 7.79

Keuangan, Real Estate & Jasa

Perusahaan 2.70 2.90 2.72 2.73 2.75 2.84 2.95

Jasa-jasa 7.24 6.84 7.44 8.22 8.86 9.17 9.40

Sumber: BPS, diolah

Berdasarkan uraian di atas, akan sangat menarik apabila dilakukan pengkajian lebih mendalam tentang peranan sektor-sektor ekonomi secara lebih mendetail dalam konteks pembangunan ekonomi di wilayah provinsi Jawa Barat. Hal ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk merumuskan kebijakan yang lebih ideal dalam pengembangan pembangunan sektoral di provinsi Jawa Barat.

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan aktivitas sektor-sektor perekonomian di provinsi Jawa Barat yang dilihat dari analisis struktur, keterkaitan antar sektor, efek pengganda, dan economic landscape. Hasil analisis dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai kerangka dasar dalam perencanaan ekonomi makro di provinsi Jawa Barat. Secara khusus, penelitian ini juga memiliki beberapa tujuan.

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar perencanaan dan analisis ekonomi makro terutama yang berkaitan dengan produksi, konsumsi dalam kerangka pembangunan jangka menengah.

b. Hasil penelitian ini mampu menyediakan informasi yang teRp adu dan menyeluruh tentang struktur penggunaan barang dan jasa dimasing-masing sektor serta pola distribusi produksi yang dihasilkan di Jawa Barat.

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai kerangka model untuk studi kuantitatif seperti analisis dampak dan keterkaitan antar sektor, proyeksi ekonomi dan ketenagakerjaan;

(3)

3

Tinjauan Literatur

3.1

Model Input-Output

Konsep keteRp aduan program pembangunan ekonomi menjadi semakin penting dalam era Pembangunan Jangka Panjang. Secara ideal, output dari suatu program pembangunan dapat menjadi input bagi program pembangunan lainnya. Program pembangunan yang bersifat “ego-sektor” semakin tidak populer karena diyakini akan merugikan kepentingan pembangunan secara keseluruhan.

Dalam perekonomian yang lebih luas, hubungan antar kegiatan ekonomi juga menunjukkan keterkaitan yang semakin kuat dan dinamis. Jenis-jenis kegiatan baru bermunculan untuk mengisi kekosongan mata rantai kegiatan yang semakin panjang dan kait mengait. Kemajuan di suatu sektor tidak mungkin dapat dicapai tanpa dukungan sektor-sektor lain. Begitu juga sebaliknya, hilangnya kegiatan suatu sektor akan berdampak terhadap kegiatan sektor lain. Berbagai hubungan antar-kegiatan ekonomi (inter-industry relationship) selanjutnya dapat direkam dalam suatu instrumen yang dikenal dengan model input-output (I-O).

Pada awalnya, penggunaan model I-O untuk perencanaan dan analisis ekonomi kurang dikenal oleh para analis dan praktisi perencana pembangunan. Setelah melalui proses yang agak lama dan meningkatnya kebutuhan untuk menggunakan Tabel I-O sebagai instrumen perencanaan yang bersifat lintas sektoral maka penggunaan model I-O telah semakin meningkat.

Dari sisi analisis ekonomi, model I-O juga telah banyak digunakan. Untuk menyebut beberapa contoh: analisis dampak ekonomi sektor pariwisata, dampak pertumbuhan ekonomi terhadap penggunaan sumberdaya alam, teknologi dan lingkungan merupakan analisis yang menggunakan model I-O.

3.2

Analisis Keterkaitan Antar sektor dan Sektor Kunci

Model I-O telah secara luas digunakan untuk meneliti keterkaitan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Misalnya, Sritua Arief (1981) telah menggunakan model I-O untuk meneliti sektor-sektor kunci (key sectors) dalam ekonomi Indonesia. Alaudin (1986) telah mengidentifikasi sektor-sektor kunci dalam perekonomian Bangladesh dengan pendekatan keterkaitan antar sektor. Muchdie dan M.Handry Imansyah (1995) menerapkan analisis keterkaitan dalam analisis sektor-sektor unggulan pada perekonomian Indonesia. Analisis indeks keterkaitan mulanya dikembangkan oleh Rasmussen (1956) dan Hirschman (1958) untuk melihat keterkaitan antar sektor, terutama untuk menentukan strategi kebijakan pembangunan. Konsep ini kemudian diperbaiki oleh Cella (1984) dan diterapkan oleh Clements dan Rossi (1991). Dikenal dua jenis keterkaitan, yaitu (1) keterkaitan ke belakang (backward linkages) yang merupakan keterkaitan dengan bahan mentah dan dihitung menurut kolom, dan (2) keterkaitan ke depan (forward linkages) yang merupakan keterkaitan penjualan barang jadi dan dihitung menurut baris.

(4)

nilai yang menunjukkan efek relatif dari peningkatan output suatu sektor terhadap dorongan peningkatan output sektor-sektor yang lainnya (melalui pendistribusian output sektor tersebut untuk menjadi input sektor lain). Sedangkan Index of Backward Lingkage merupakan nilai yang menunjukkan efek relatif kenaikan output suatu sektor yang akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada output sektor-sektor yang lain (melalui kebutuhan tambahan input sektor tersebut yang berasal dari output sektor-sektor lain).

3.3

Multiplier Pada Tabel Input-Output

Salah satu kegunaan utama dari tabel input-output adalah kemampuannya untuk mengkaji dampak perubahan ekonomi yang ada pada sektor eksogen (final demand) terhadap perekonomian, seperti yang telah ditunjukkan pada bagian sebelumnya, sehingga tabel I-O dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk perencanaan ekonomi melalui kemampuannya untuk memproyeksikan dan meramalkan perubahan-perubahan tersebut. Kemampuan proyeksi dan peramalan terhadap perubahan yang terjadi dengan menggunakan tabel I-O bagi perencanaan ekonomi mempunyai keterbatasan terutama yang berkaitan dengan waktu proyeksi dan peramalan tersebut. Hal ini perlu disadari bahwa tidak ada suatu metode yang dapat digunakan untuk jangka waktu yang panjang mampu memproyeksikan dan meramalkan secara pasti perubahan-perubahan yang terjadi, oleh sebab itu maka kegunaan tabel I-O bagi perencanaan-melalui kemampuannya untuk memproyeksi dan meramalkan-juga terbatas yaitu hanya sebatas pada perencanaan jangka menengah saja (hingga batas waktu kurang lebih lima tahun).

Pada dasarnya, pengganda merupakan ukuran respon terhadap rangsangan perubahan suatu perekonomian, yang dinyatakan dalam hubungan sebab-akibat. Pengganda pada model I-O diasumsikan sebagai respon meningkatnya permintaan akhir suatu sektor. West dan Jensen (1980) dan West dkk (1989) membedakan kategori pengganda menjadi: dampak awal (initial impact), dampak imbasan kegiatan produksi (production induced impact), yang terdiri atas: pengaruh langsung (direct effect) yang juga kadang-kadang disebut dengan pengaruh putaran pertama (first-round effect), dan pengaruh tidak langsung (indirect effect) yang merupakan pengaruh putaran kedua dan seterusnya, yang juga dikenal dengan pengaruh dukungan industri (industrial support effect) dan dampak imbasan konsumsi (consumption induced effect). Selain itu, juga ada kategori lain yang disebut dampak luberan (flow-on impact). Berikut penjelasan masing-masing jenis pengganda:

a. Pengganda Output (Output Multiplier)

Ide dasar dari pendekatan ini mirip dengan kerangka multiplier Keynesian. Jika misalnya ada perubahan pada variabel eksogen (dalam hal ini unsur dari permintaan akhir), maka dapat dilihat berapa besar pengaruh perubahan tersebut pada peningkatan output di seluruh sektor.

(5)

kebalikan Leontief I-O tertutup disebut dengan pengganda output Tipe II. b. Pengganda Pendapatan (Income Multiplier)

Analisis pengganda pendapatan di sini merupakan suatu alat analisis untuk melihat pengaruh dari perubahan-perubahan permintaan akhir di dalam satu sektor terhadap pendapatan di sektor tersebut di dalam perekonomian (yang tercermin dalam nilai tambah bruto pada Table I-O). Jadi nilai angka pengganda pendapatan sektor j menunjukan jumlah pendapatan rumah tangga total yang tercipta akibat adanya tambahan satu unit permintaan akhir disektor j tersebut. Pengaruh disebut dengan pengganda pendapatan rumah tangga (household income multiplier) yang sering disebut juga dengan efek pendapatan (income effect).

c. Pengganda Tenaga Kerja (Labor Multiplier)

Untuk mencari nilai pengganda tenaga kerja perlu ditambahkan baris baru pada Tabel I-O yang memuat informasi tenaga kerja yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam melakukan proses produksinya. Dan data tenaga kerja sektoral tidak terdapat di dalam Tabel I-O, sehingga diperoleh dari sumber eksternal. Umumnya, satuan jumlah tenaga kerja sektoral yang digunakan adalah orang. Analisis pengganda tenaga kerja ini digunakan untuk melihat peran suatu sektor dalam hal meningkatkan besarnya jumlah tenaga kerja yang terserap oleh perekonomian. Jika nilai pengganda tenaga kerja disuatu sektor lebih besar dari satu menunjukkan daya serap tenaga kerja di sektor yang bersangkutan cukup tinggi.

3.4

Analisis Multiplier Product Matrix (MPM) dan Economic Landscape

Analisis dengan menggunakan tabel I-O tidak hanya terbatas menghitung besaran multiplier dan penggambaran keterkaitan antar sektor saja. Analisis tabel I-O juga dapat digunakan untuk menganalisis bagaimana terjadinya perubahan struktur perekonomian. Metode Multiplier Product Matrix (MPM) merupakan salah satu metode yang berusaha untuk menjelaskan ukuran keterkaitan sektor-sektor dalam perekonomian yang menggambarkan adanya pengaruh suatu sektor terhadap sektor lainnya pada periode waktu yang berbeda. Keterkaitan antarsektor tersebut dapat berupa keterkaitan ke depan (forward linkage), maupun keterkaitan ke belakang (backward linkage). Metode MPM merupakan metode yang menggabungkan kedua analisis keterkaitan dalam model input-output tersebut (keterkaitan ke depan dan ke belakang) secara bersamaan. Bentuk visualisasi dari metode MPM oleh Sonis dan Hewing (1999) dinamakan sebagai economic landscape.

(6)

Teknik MPM pada prinsipnya adalah suatu teknik penggambaran urutan sektor yang ada dalam perekonomian berdasarkan nilai forward dan backward linkage sekaligus. Perhitungan MPM merupakan suatu instrument yang dikembangkan untuk melihat dampak suatu sektor secara keseluruhan dalam suatu perekonomian. Secara matematis MPM menunjukkan nilai first order intensity dan field of influence dari seluruh sel dalam matriks invers Leontief-yang dapat menjelaskan bagaimana reaksi pertama akan terjadi pada field of interest dari masing-masing sel jika terjadi perubahan suatu sel pada invers matriks Leontief akibat dari adanya perubahan variabel eksogen-misalkan saja permintaan akhir.

Analisis dengan menggunakan metode MPM berkaitan erat dengan analisis keterkaitan antar sektor. Analisis MPM merupakan penggabungan dari kedua indeks keterkaitan yang ada pada tabel I-O-yaitu indeks keterkaitan ke depan dan ke belakang. Nilai MPM biasanya akan divisualisasikan melalui gambar 3 dimensi untuk melihat interaksi antarsektor dalam perekonomian. Penggambaran nilai MPM dalam bentuk grafis dikenal dengan nama lanskap ekonomi (economic landscape). Ketinggian nilai grafis dari gambar 3 dimensi merupakan gambaran interaksi atau ketergantungan antarsektor, sehingga dapat diketahui sektor mana yang paling dominan pada perekonomian (sektor yang memiliki keterkaitan ke- depan dan ke belakang yang besar).

Analisis perubahan struktur dengan menggunakan MPM dan analisis lanskap ekonomi dilakukan dengan cara membandingkan minimal dua buah grafis lanskap ekonomi (membandingkan minimal dua buah tabel input-ouput), dan kemudian melihat arah perubahan yang terjadi. Apabila pola kedua grafis tersebut mengalami perubahan hal tersebut menandakan adanya perubahan struktur dari perekonomian-yang disebabkan oleh adanya perubahan pada pola forward dan backward linkage dari sektor-sektor dalam perekonomian. Keuntungan menggunakan metode MPM untuk kepentingan analisis perubahan struktur dari suatu perekonomian disebabkan karena MPM dapat divisualisasikan kedalam grafik 3 dimensi-yang akan mempermudah seseorang membayangkan proses perubahan struktur perekonomian dari adanya perubahan bentuk dalam visualisasi nilai MPM yang didapatkan.

4

Metodologi Penelitian

Dalam bagian ini diuraikan beberapa metode analisis input-output Jawa Barat tahun 2010. Pembahasan dimulai dengan analisis keterkaitan yang menggunakan indeks derajat kepekaan dan daya penyebaran, kemudian dilanjutkan dengan bermacam analisis dampak akibat kenaikan permintaan akhir terhadap output, nilai tambah, kebutuhan impor, kebutuhan tenaga kerja. Terakhir adalah analisis perubahan struktur ekonomi Jawa Barat. Secara detail, analisis kuantitatif yang akan dilakukan pada analisis tabel input-output Jawa Barat tahun 2010 diantaranya adalah:

- Analisis Keterkaitan antara sektor, baik keterkaitan ke depan maupun keterkaitan ke belakang.

Rumus yang digunakan untuk menghitung angka keterkaitan ke depan adalah

α

ij j=1

n

,

sedangkan untuk menghitung angka keterkaitan ke belakang menggunakan rumus

α

ij i=1

n

(7)

Nilai keterkaitan ke depan dari suatu sektor i digunakan untuk mengetahui dampak dari peningkatan permintaaan akhir dari sektor i terhadap pasokan bagi kebutuhan input dari sektor-sektor lain pada perekonomian, sedangkan nilai keterkaitan ke belakang dari sektor j berguna untuk memberikan informasi mengenai kebutuhan input dari sektor-sektor lain yang harus di pasok ke sektor-sektor j, untuk setiap penambahan peningkatan permintaan akhir di sektor j sebesar satu satuan.

- Analisis indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan (index of backward-forward linkage effect), yang kemudian dilakukan melalui pemetaan secara serempak dalam satu salib sumbu dapat menentukan beberapa sektor yang dapat dijadikan sebagai sektor unggulan dalam perekonomian.

- Analisis Pengganda Output

Perhitungan angka pengganda output dilakukan dengan menggunakan rumus angka penggada output sederhana, yaitu

O

j

=

α

ij

i=1

n

, dimana akan didapatkan hasil berupa nilai

angka pengganda output dari masing-masing sektor. Selanjutnya pengganda output tersebut akan diurutkan berdasarkan ranking yang paling besar hingga yang paling kecil, untuk mengetahui sektor-sektor mana saja yang memiliki nilai pengganda output terbesar. Para pengambil kebijakan dapat menentukan sektor-sektor mana yang harus dijadikan prioritas ketika tujuan dari pembangunan ekonomi ditunjukkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sektor-sektor yang memiliki pengganda output terbesar merupakan sektor yang menjadi prioritas untuk dikembangkan.

- Analisis Pengganda Pendapatan

Perhitungan angka pengganda pendapatan dilakukan dengan menggunakan rumus angka pengganda pendapatan sederhana, yaitu

H

j

=

a

n+1,i

.

α

ij

i=1 n

. Dengan menggunakan rumus

tersebut akan dihitung angka pengganda pendapatan untuk masing-masing sektor, sehingga dapat diketahui sektor-sektor perekonomian mana yang memiliki angka pengganda pendapatan rumah tangga terbesar. Para pengambil kebijakan dapat menentukan sektor-sektor mana yang menjadi prioritas untuk dikembangkan jika tujuan pembangunan ditekankan pada upaya untuk peningkatan pendapatan rumah tangga. Sektor-sektor yang memilki angka pengganda pendapatan terbesar dapat dijadikan sebagai sektor prioritas untuk dikembangkan.

- Analisis Pengganda Tenaga Kerja

Perhitungan angka pengganda kesempatan kerja dilakukan dengan menggunakan rumus angka pengganda tenaga kerja sederhana, yaitu

E

j

=

w

n+1,i

.

α

ij

i=1

n

. Dengan menggunakan
(8)

- Analisis perubahan struktur perekonomian Jawa Barat, yang dilakukan melalui ukuran 3 dimensi yang akan menggambarkan adanya perubahan pada lanskap perekonomian yang ada di Jawa Barat. Sebagai pembanding analisis perubahan struktur digunakan tabel I-O Jawa Barata tahun 2003, yang merupakan tabel I-O yang juga sudah dibuat oleh BPS pada periode sebelumnya.

Agar analisis yang dilakukan dapat dengan mudah dimengerti, maka beberapa teknik presentasi ditampilkan pada bab ini, seperti dalam bentuk grafik, atau dalam bentuk gambar yang berisi ranking dari nilai-nilai pengganda yang dianalisis.

5

Hasil dan Pembahasan

5.1

Analisis Keterkaitan Antar Sektor

Keterkaitan antar sektor, baik Forward maupun backward lingkage merupakan 2 hal penting yang sering digunakan pada saat kita hendak mencari dan menganalisis sektor-sektor unggulan (leading sector) dalam perekonomian suatu wilayah. Dengan mempelajari keterkaitan kedepan atau kebelakang kita dapat menyadari seberapa kuat hubungan antara suatu sektor dengan sektor lainnya. baik dari sisi penyediaan input terhadap sector-sektor lainnya (forward linkage) maupun dari sisi kebutuhan input yang berasal dari sektor-sektor yang lain (backward lingkage).

(9)

Gambar 5.1 Keterkaitan Ke Belakang Sektor-Sektor Ekonomi di Jawa Barat Tahun 2010

Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah

Sedangkan sektor-sektor yang memiliki keterkaitan ke depan paling besar pada perekonomian Jawa Barat tahun 2010 adalah sektor industri barang jadi dari logam (dengan nilai FL sebesar 3,78). Dengan demikian maka untuk setiap kenaikan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta di sektor ini akan mendorong adanya peningkatan output perekonomian sebesar Rp 3,78 juta (melalui pasokan input produksi sekor industri barang jadi dari logam ke sektor-sektor lainnya dalam perekonomian). Sektor kedua dan ke tiga terbesar dari perekonomian Jawa Barat yang memiliki nilai keterkaitan ke depan terbesar adalah sektor pengangkutan (dengan nilai FL sebesar 2,61) dan sektor perdagangan (dengan nilai FL sebesar 2,61). Sementara itu, 3 sektor yang memiliki keterkaitan ke depan yang terkecil adalah kehutanan dan sektor air bersih (nilai BL sebesar 1,02) dan sektor kehutan (dengan nilai FL sebesar 1,01).

Gambar 5.2 Keterkaitan Ke Depan Per Sektor di Jawa Barat Tahun 2010

Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah

Jika suatu sektor memiliki nilai forward dan backward linkage yang besar berarti keterkaitan sektor tersebut dengan sektor-sektor lainnya semakin erat. Oleh sebab itu kebijakan yang

(10)

ditujukan untuk mempengaruhi besaran output perekonomian tidak perlu dari setiap sektor yang ada pada perekonomian, akan tetapi cukup dari sektor-sektor yang memiliki forward dan backward linkage yang saja, sehingga pemerintah dapat menghemat biaya pembangunan. Untuk mempermudah analisis, menurut Rasmusen analisis forward dan backward linkage dapat ditunjukkan oleh index of forward linkage/IFL (yang biasa disebut sebagai indices of the sensitivity of dispersion atau indeks derajat kepekaan) dan index of backward linkage/IBL (yang biasa disebut sebagai indices of the power of dispersion atau indeks daya penyebaran). Kedua indeks tersebut merupakan bentuk normalisasi dari keterkaitan kedepan dan kebelakang-yaitu setelah dinormalisasi dengan rata-rata nilai intensitas global. IFL merupakan nilai yang menunjukkan efek relatif dari peningkatan output suatu sektor terhadap dorongan peningkatan output sektor yang lainnya (melalui pendistribusian output sektor tersebut untuk menjadi input sektor lain). Sedangkan IBL merupakan nilai yang menunjukkan efek relatif kenaikan output suatu sektor yang akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada output sektor yang lain (melalui kebutuhan tambahan input sektor tersebut yang berasal dari output sektor-sektor lain). Jika nilai IFL atau IBL dari suatu sektor lebih besar dari 1 maka berarti efek relatif peningkatan output sektor yang bersangkutan lebih besar dibandingkan dengan rata-ratanya, sehingga sektor tersebut dianggap memiliki keterkaitan ke depan atau keterkaitan ke belakang yang besar.

Jika suatu sektor memiliki nilai IBL dan IFL lebih besar dari 1, maka sektor tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah sektor kunci (sektor unggulan) dari sebuah perekonomian, sedangkan jika hanya memiliki nilai IBL yang lebih besar dari 1 maka sektor tersebut termasuk kedalam sektor yang memiliki intensitas keterkaitan ke belakang yang besar, dan sebaliknya jika hanya memiliki nilai IFL yang lebih besar dari 1 maka sektor tersebut disebut termasuk kedalam sektor yang memiliki intensitas keterkaitan ke belakang yang besar. Tabel di bawah ini menunjukkan besaran nilai IBL dan IFL dari masing-masing sektor perekonomian di Jawa Barat. Dari tabel tersebut terlihat bahwa ada beberapa sektor dalam perekonomian Jawa Barat yang dapat dikategorikan sebagai sektor kunci (unggulan), diantaranya adalah sektor industri makanan dan minuman, sektor industri barang jadi dari logam, sektor listrik, sektor bangunan dan sektor pengangkutan, serta sektor jasa sosial dan kemasyarakatan.

Tabel 5.1 Indeks Keterkaitan Kebelakang dan Indeks Keterkaitan Kedepan Per Sektor di Jawa Barat Tahun 2010

Sektor IBL IFL

1. Tanaman Bahan Makanan 1.103992 0.774118

2. Perkebunan 1.203870 0.637540

3. Peternakan 1.189857 0.676150

4. Kehutanan 1.099886 0.643188

5. Perikanan 1.147814 0.649036

6. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 0.994077 0.979716

7. Pertambangan Tapa Migas dan Penggalian 0.933685 0.724764

8. Industri Makanan dan Minuman 1.127069 1.036099

9. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 0.821999 0.801575

(11)

Sektor IBL IFL

11. Industri Kertas dan barang-barang dari kertas, Percetakan dan Penerbitan

1.028777 0.745690

12. Industri Kimia, Barang-barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 0.871091 1.138469

13. Pengilangan Minyak Bumi 0.890639 1.507844

14. Industri Barang Mineral bukan Logam. 0.812432 0.863767

15. Industri Logam Dasar. 0.991156 0.760662

16. Industri Barang Jadi dari Logam 1.046856 2.386219

17. Industri Pengolahan Lainnya 1.057579 0.793079

18. Listrik 1.147814 1.366909

19. Gas Kota 0.994077 1.176206

20. Air Bersih 0.933685 0.641790

21. Bangunan 1.127069 1.007869

22. Perdagangan Besar dan Eceran 0.821999 1.645275

23. Hotel dan Restoran 1.006812 0.853162

24. Pengangkutan 1.028777 1.646656

25. Komunikasi 0.871091 0.756926

26. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 0.890639 1.206852

27. Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 0.812432 0.805723

28. Pemerintahan Umum dan Pertahanan 0.991156 0.683539

29. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan serta Jasa Lainnya. 1.046856 1.400159 Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah

Dari tabel 5.1 di atas, ringkasan dari indikator keterkaitan tersebut dapat dikelompokkan kedalam 4 kelompok sebagai berikut:

- Kelompok I adalah sektor-sektor yang mempunyai indeks keterkaitan ke belakang dan indeks keterkaitan ke depan yang relatif tinggi (di atas rata-rata).

- Kelompok II adalah sektor-sektor yang mempunyai indeks keterkaitan ke belakang rendah (di bawah rata-rata) tetapi memiliki indeks keterkaitan ke depan yang tinggi (di atas rata-rata).

- Kelompok III adalah sektor-sektor yang mempunyai indeks keterkaitan ke belakang tinggi dan indeks keterkaitan ke depan rendah

- Kelompok IV adalah sektor-sektor yang mempunyai indeks keterkaitan ke belakang dan indeks keterkaitan ke depan rendah (di bawah rata-rata).

Berdasarkan hasil perhitungan indeks keterkaitan ke belakang dan indeks keterkaitan ke depan secara lengkap kelompok sektor-sektor ekonomi Jawa Barat untuk tahun 2010 adalah sebagai berikut:

Kelompok I

Sektor IBL IFL

8. Industri Makanan dan Minuman 1.13 1.04

16. Industri Barang Jadi dari Logam 1.05 2.39

18. Listrik 1.15 1.37

21. Bangunan 1.13 1.01

24. Pengangkutan 1.03 1.65

(12)

Kelompok II

Sektor IBL IFL

12. Industri Kimia, Barang-barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 0.87 1.14

13. Pengilangan Minyak Bumi 0.89 1.51

19. Gas Kota 0.99 1.18

22. Perdagangan Besar dan Eceran 0.82 1.65

26. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 0.89 1.21

Kelompok III

Sektor IBL IFL

1. Tanaman Bahan Makanan 1.10 0.77

2. Perkebunan 1.20 0.64

3. Peternakan 1.19 0.68

4. Kehutanan 1.10 0.64

5. Perikanan 1.15 0.65

10. Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan Furniture. 1.01 0.69 11. Industri Kertas dan barang-barang dari kertas, Percetakan dan Penerbitan 1.03 0.75

17. Industri Pengolahan Lainnya 1.06 0.79

23. Hotel dan Restoran 1.01 0.85

Kelompok IV

Sektor IBL IFL

6. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 0.99 0.98 7. Pertambangan Tapa Migas dan Penggalian 0.93 0.72 9. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 0.82 0.80 14. Industri Barang Mineral bukan Logam. 0.81 0.86

15. Industri Logam Dasar. 0.99 0.76

20. Air Bersih 0.93 0.64

25. Komunikasi 0.87 0.76

27. Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 0.81 0.81 28. Pemerintahan Umum dan Pertahanan 0.99 0.68

5.2

Analisis Dampak Pengganda

Perilaku perusahaan-perusahaan dalam suatu sektor/industri tidak pernah lepas dari struktur industri dan pasar yang dihadapi oleh masing-masing perusahaan. Perilaku yang ditempuh oleh perusahaan, yang didasarkan pada struktur industri yang ada, akan beRp engaruh terhadap kinerja perusahaan dan industri yang bersangkutan. Untuk menganalisis perilaku sektor-sektor ekonomi di Jawa Barat, digunakan alat analisis efek pengganda output, pengganda pendapatan dan pengganda tenaga kerja dari tiap-tiap sektor-sektor ekonomi di Jawa Barat.

Pengganda Output

(13)

output perekonomian yang ditunjukkan pada dasarnya dapat didekomposisikan kedalam dua hal, yaitu dampak langsung dan dampak tidak langsung. Dampak langsung dari nilai pengganda output sektor j merupakan besaran peningkatan output sektor j sebagai akibat dari adanya peningkatan pada permintaan akhir di sektor j sebesar satu satuan. Sementara itu, dampak tidak langsung dari nilai pengganda output sektor j merupakan besaran peningkatan output seluruh sektor perekonominan, selain sektor j, sebagai akibat dari adanya peningkatan pada permintaan akhir di sektor j sebesar satu satuan.

Besaran total pengganda output dari seluruh sektor dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Berdasarkan tabel tersebut dapat ditunjukkan bahwa sektor-sektor yang berasal dari aktivitas primer mampu memberikan pengganda output yang besar. Sektor perkebunan, peternakan dan perikanan merupakan 3 sektor dari aktivitas sektor primer yang memiliki pengganda output paling besar, diikuti oleh sektor listrik dan industri makanan dan minuman. Sektor perkebunan memiliki nilai pengganda output sebesar 1,907 yang berarti setiap tambahan sebesar Rp 1 juta di sektor perkebunan, maka sektor perkebunan mampu menciptakan tambahan output pada perekonomian sebesar Rp 1,907 juta. Besaran nilai pengganda dari 4 sektor terbesar lainnya masing-masing sebesar 1,885; 1,818; 1,818 dan 1,785.

Gambar 5.3 Pengganda Output Per Sektor di Jawa Barat Tahun 2010

Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah

Tiga sektor yang memiliki nilai pengganda output terkecil pada perekonomian Jawa Barat tahun 2010 adalah sektor perdagangan besar dan eceran, sektor usaha sewa bangunan dan jasa perusahaan, serta sektor industri barang mineral bukan logam. Besaran pengganda output yang dimiliki oleh ke tiga sektor tersebut masing-masing adalah sebesar 1,302, dan 1,287 serta 1,286. Jika dilihat dari karakteristiknya ketiga sektor yang memiliki pengganda output yang terkecil akan memiliki keterkaitan ke belakang yang juga lemah, dalam pengertian sektor-sektor tersebut tidak memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor-sektor lain yang memasok kebutuhan bahan baku untuk menghasilkan output sektor tersebut. Menganalisis tabel I-O dengan jumlah sektor yang berbeda menuntut adanya kehati-hatian dalam pembahasannya, karena jika kita bandingkan hasil pengganda output antara tabel I-O 29 sektor dengan pengganda output tabel I-O 9 sektor maka akan didapatkan beberapa

1.907

1.885 1.818

1.818 1.785

1.785 1.749

1.742 1.675

1.658 1.658

1.630 1.630

1.595 1.595

1.575 1.575

1.570 1.570

1.479 1.479

1.411 1.411

1.380 1.380

1.302 1.302

1.287 1.287

(14)

perbedaan dalam urutan sektor-sektor yang memiliki angka pengganda outputnya. Tabel di bawah ini menjelaskan bagaimana perbedaan dari pengganda output hasil perhitungan antara tabel I-O 9 sektor dibandingkan dengan tabel I-O 29 sektor.

Berdasarkan tabel 5.2. tersebut terlihat bahwa, jika dilihat pada tabel I-O9 sektor maka sektor bangunan merupakan sektor yang memiliki output multiplier terbesar (dengan nilai 1,96 yang berarti untuk setiap peningkatan permintaan akhir di sektor bangunan sebesar 1 juta rupiah, maka sektor bangunan akan meningkatkan output perekonomian sebesar 1,96 juta rupiah), sedangkan sektor pertanian hanya memiliki nilai output multiplier sebesar 1,25 saja. Jika dibandingkan dengan hasil perhitungan output multiplier dari tael IO 29 sektor terlihat bahwa yang memiliki nilai output multiplier terbesar tidak lain adalah sektor perkebunan dengan output multiplier sebesar 1,91 sedangkan sektor bangunan hanya memiliki nilai output multiplier sebesar 1,79 saja.

Perbedaan nilai yang terjadi antara analisis tabel I-O 9 sektor dengan tabel I-O 29 sektor (atau juga dengan analisis tabel I-O 86 sektor) terjadi karena adanya perbedaan pada hubungan keterkaitan antar sektor di masing-masing jenis tabel I-O. Dengan melakukan agregasi (membuat jumlah sektor dari tabel I-O menjadi lebih kecil) pada dasarnya menyederhanakan pola hubungan yang terjadi, sehingga proses agregasi ini akan memberikan hasil yang berbeda ketika analisis pola keterkaitannya dilakukan berdasarkan tingkat sub sektor atau pada tingkatan komoditas.

Tabel 5.2 Output Multiplier Tabel I-O 29 Sektor dan 9 Sektor

Sektor (29 sektor) Output

Multiplier Sektor (9 Sektor)

Output Multiplier 1. Tanaman Bahan Makanan 1.75 1. Pertanian 1.25

2. Perkebunan 1.91

3. Peternakan 1.88

4. Kehutanan 1.74

5. Perikanan 1.82

6. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 1.57 2. Pertambangan dan Penggalian 1.17 7. Pertambangan Tapa Migas dan Penggalian 1.48

8. Industri Makanan dan Minuman 1.79 3. Industri Pengolahan 1.95 9. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 1.30

10. Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan Furniture. 1.59 11. Industri Kertas dan barang-barang dari kertas,

Percetakan dan Penerbitan 1.63 12. Industri Kimia, Barang-barang dari Bahan Kimia,

Karet dan Plastik 1.38

13. Pengilangan Minyak Bumi 1.41 14. Industri Barang Mineral bukan Logam. 1.29 15. Industri Logam Dasar. 1.57 16. Industri Barang Jadi dari Logam 1.66 17. Industri Pengolahan Lainnya 1.68

18. Listrik 1.82 4. Listrik, Gas, dan Air Minum 1.85

19. Gas Kota 1.57

20. Air Bersih 1.48

21. Bangunan 1.79 5. Bangunan 1.96

22. Perdagangan Besar dan Eceran 1.30 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1.36 23. Hotel dan Restoran 1.59

(15)

Sektor (29 sektor) Output

Multiplier Sektor (9 Sektor)

Output Multiplier

25. Komunikasi 1.38

26. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya

1.41

8. Bank & Lembaga Keuangan

Lain 1.37

27. Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 1.29

28. Pemerintahan Umum dan Pertahanan 1.57 9. Jasa-jasa 1.66 29. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan serta Jasa

Lainnya. 1.66

Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah

Semua analisis, baik 9 sektor, 29 sektor, maupun 86 sektor; pada dasarnya valid, kegunaan dari berapa jumlah sektor yang dibutuhkan sangat tergantung dari tujuan analisis yang hendak dilakukan. Jika analisis ditunjukkan untuk kegiatan aktivitas ekonomi secara makro, maka analisis tabel I-O 9 sektor sudah dapat dilakukan untuk melihat keterkaitan hubungan antar sektor secara makro. Akant tetapis sebaliknya jika analisis ingin dilakukan hingga tingkatan komoditas, maka tabel I-O 86 sektor harus digunakan sebagai dasar analisisnya. Tabel di bawah ini menunjukkan besaran dampak langsung dan tidak langsung dari dampak output di masing-masing sektor perekonomian Provinsi Jawa Barat yang diurutkan berdasarkan nilai dampak tidak langsung yang terbesar. Berdasarkan tabel tersebut telihat bahwa besaran dampak langsung selalu lebih besar dibandingkan dengan dampak tidak langsungnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa perubahan permintaan akhir suatu sektor akan memberikan dampak kenaikan ouput yang lebih besar pada sektornya sendiri dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian.

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa perubahan dampak output yang terbesar tidak secara otomatis akan memberikan dampak langsung yang paling besar. Meskipun sektor perkebunan, peternakan dan perikanan memiliki dampak output terbesar dalam perekonomian akan tetapi dampak langsung sektor-sektor tersebut lebih kecil dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Bahkan nilai dampak langsung dari sektor perkebunan dan perikanan adalah sebesar satu, yang berarti setiap kenaikan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta di sektor perkebunan dan sektor perikanan, hanya akan meningkatkan output ke sektor-sektor tersebut dengan jumlah yang sama dengan perubahan permintaan akhirnya, yaitu sebesar Rp 1 juta. Akan tetapi sektor-sektor ini mampu mendorong pertumbuhan output ke sektor lainnya dalam jumlah yang lebih besar. Sebagai contoh Jika peningkatan output sektor perkebunan dan perikanan besarnya sama dengan dengan peningkatan jumlah permintaan akhirnya, maka kedua sektor tersebut mampu meningkatkan output kepada sektor-sektor lain sebesar masing-masing Rp 907 ribu dan Rp 818 ribu untuk setiap Rp 1 juta permintaan akhir di sektor perkebunan dan perikanan. Dengan kata lain kedua sektor tersebut memiliki dampak pada peningkatan output ke sektor-sektor lain yang menjadi pemasok input kedua sektor tersebut. Oleh karenanya kedua sektor tersebut dikatakan memiliki dampak keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang besar.

Tabel 5.3 Dampak Langsung dan Tidak Langsung dari Dampak Output

No. Sektor Dampak

Output

Dampak Langsung

Dampak Tdk Langsung

1 2. Perkebunan 1.907 1.000 0.907

(16)

No. Sektor Dampak Output

Dampak Langsung

Dampak Tdk Langsung

3 5. Perikanan 1.818 1.000 0.818

4 8. Industri Makanan dan Minuman 1.785 1.011 0.774

5 21. Bangunan 1.785 1.015 0.771

6 1. Tanaman Bahan Makanan 1.749 1.003 0.745

7 4. Kehutanan 1.742 1.001 0.742

8 17. Industri Pengolahan Lainnya 1.675 1.006 0.670

9 18. Listrik 1.818 1.159 0.659

10 29. Jasa Sosial dan Kemasy. serta Jasa Lainnya. 1.658 1.016 0.642 11

11. Industri Kertas dan barang-barang dari kertas,

Percetakan dan Penerbitan 1.630 1.003 0.627 12 10. Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan Furniture. 1.595 1.005 0.590 13 23. Hotel dan Restoran 1.595 1.006 0.589 14 15. Industri Logam Dasar. 1.570 1.000 0.570 15 28. Pemerintahan Umum dan Pertahanan 1.570 1.002 0.568

16 24. Pengangkutan 1.630 1.087 0.543

17 6. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 1.575 1.061 0.513 18 7. Pertambangan Tapa Migas dan Penggalian 1.479 1.000 0.479

19 20. Air Bersih 1.479 1.005 0.474

20 19. Gas Kota 1.575 1.134 0.441

21 13. Pengilangan Minyak Bumi 1.411 1.013 0.398 22

12. Industri Kimia, Barang-barang dari Bahan Kimia,

Karet dan Plastik 1.380 1.005 0.375

23 25. Komunikasi 1.380 1.015 0.365

24 16. Industri Barang Jadi dari Logam 1.658 1.299 0.359 25 26. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 1.411 1.105 0.306 26 9. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 1.302 1.005 0.297 27 22. Perdagangan Besar dan Eceran 1.302 1.016 0.286 28 27. Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 1.287 1.006 0.281 29 14. Industri Barang Mineral bukan Logam. 1.287 1.007 0.280

Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah

Lima sektor yang memiliki dampak langsung terbesar dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat tahun 2010 adalah sektor industri barang jadi dari logam, sektor listrik, sektor gas kota, sektor bank dan lembaga keuangan lain, serta sektor pengangkutan. Sektor industri barang jadi dari logam memliki nilai dampak langsung sebesar 1,229 yang berarti untuk setiap Rp 1 juta kenaikan pada permintaan akhir di sektor tersebut maka nilai output yang dihasilkan oleh sektor industri barang jadi dari logam akan bertambah sebesar Rp 1,229 juta-atau terjadi kelebihan sebesar Rp 229 ribu untuk setiap Rp 1 juta peningkatan permintaan akhirnya. Begitu juga dengan keempat sektor lainnya, output sektor listrik akan meningkat lebih besar Rp 159 ribu untuk setiap Rp 1 juta peningkatan permintaan akhir di sektor listrik, sedangkan untuk sektor gas kota, sektor bank dan lembaga keuangan lainnya serta sektor pengangkutan besaran kelebihan output di bandingkan dengan permintaan akhirnya masing-masing sebesar Rp 134 ribu, Rp 105 ribu dan Rp 87 ribu untuk setiap Rp 1 juta peningkatan permintaan akhir di masing-masing sektor.

Pengganda Pendapatan

(17)

satu juta rupiah) melalui besarnya peningkatan output yang terjadi pada perekonomian. Seperti juga angka pengganda output, peningkatan pendapatan rumah tangga perekonomian yang ditunjukkan pada dasarnya dapat didekomposisikan kedalam dua hal, yaitu dampak langsung dan dampak tidak langsung. Dampak langsung dari nilai pengganda pendapatan sektor j merupakan besaran peningkatan pendapatan rumah tangga di sektor j sebagai akibat dari adanya peningkatan pada permintaan akhir di sektor j sebesar satu satuan (dalam kasus ini sebesar Rp 1 juta). Sementara itu, dampak tidak langsung dari nilai pengganda pendapatan sektor j merupakan besaran peningkatan pendapatan rumah tangga di seluruh sektor perekonominan, selain sektor j, sebagai akibat dari adanya peningkatan pada permintaan akhir di sektor j sebesar satu satuan.

Sektor perekonomian Jawa Barat yang memiliki pengganda pendapatan terbesar adalah sektor pemerintahan umum dan pertahanan. Tidak hanya di tahun 2010 sektor ini memiliki nilai pengganda pendapatan yang terbesar, di tahun 2003 juga sektor ini merupakan sektor dengan nilai pengganda terbesar. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa PNS dan TNI-Polri-pada berbagai tingkatan pemerintahan baik nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota-merupakan sektor penting dalam meningkatkan pendapatan masyarakat.

Gambar 5.4 Pengganda Pendapatan Per Sektor di Jawa Barat Tahun 2010

Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah

Peningkatan konsumsi sektor pemerintah (dalam bentuk peningkatan anggaran pemerintah) sangat beRp eran dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga yang pada akhirnya akan meningkatkan konsumsi dalam perekonomian. Untuk kasus di Jawa Barat tahun 2010, setiap peningkatan konsumsi (permintaan akhir) dari sektor jasa pemerintahan umum dan pertahanan sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga di perekonomian Jawa Barat sebesar Rp 613 ribu, dengan rincian kenaikan pendapatan rumah tangga di sektor jasa pemerintahan umum dan pertahanan sebesar Rp 529 ribu, sedangkan sektor perekonomian lainnya sebesar Rp 84 ribu.

Secara berurutan sektor-sektor yang memiliki nilai pengganda pendapatan terbesar dalam perekonomian Jawa Barat tahun 2010 ditunjukkan oleh gambar di atas. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa selain sektor pemerintahan umum dan pertahanan, sektor air bersih (dengan nilai pengganda pendapatan sebear 0,373), sekror peternakan (dengan nilai

0.613

0.373

0.372 0.367

0.340 0.294

0.289 0.278

0.277 0.276

0.260 0.254

0.253 0.242

0.240 0.227

0.220 0.213

0.205 0.187

0.183 0.175

0.162 0.158

0.157 0.153

0.153 0.151

0.139

(18)

pengganda pendapatan sebear 0,372), sektor perkebunan (dengan nilai pengganda pendapatan sebear 0,367), dan sektor jasa sosial dan kemasyarakatan (dengan nilai pengganda pendapatan sebear 0,340) merupakan 5 sektor perekonomian yang memiliki pengganda pendapatan terbesar di Provinsi Jawa Barat tahun 2010. Sedangkan sektor industri kimia, sektor industri TPT, sektor industri logam dasar, sektor pertambangan, minyak dan gas bumi, serta sektor listrik merupakan 5 sektor dengan nilai pengganda pendapatan paling kecil.

Seperti juga pada output multiplier, nilai yang didapat dari analisis pengganda pendapatan juga mengalami perbedaan nilai antara tabel I-O 9 sektor dan tabel I-O 29 sektor. Meskipun sektor jasa-jasa perintahan umum (pada tabel I-O 29 sektor) memiliki angka pengganda pendapatan terbesar, sama dengan nilai pengganda pendapatan sektor jasa-jasa (pada tabel I-O 9 sektor) akan tetapi besaran nilai penggandanya sedikit berbeda. Jika pada tabel I-O 29 sektor angka pengganda pendapatan terbesar nya adalah sebesar 0,61 maka pada tabel I-O 9 sektor angka pengganda pendapatan terbesarnya hanya sebesar 0,52 (atau setiap peningkatan permintaan akhir di sektor jasa-jasa sebesar 1 juta rupiah, maka sektor jasa-jasa dapat meningkatkan pendapatan seluruh rumah tangga dalam perekonomian Jawa Barat sebesar Rp 520 ribu).

Tabel 5.4 Income Multiplier Tabel I-O 29 Sektor dan 9 Sektor

Sektor (29 sektor) Income

Multiplier Sektor (9 Sektor)

Income Multiplier 1. Tanaman Bahan Makanan 0.24 1. Pertanian 0.21

2. Perkebunan 0.37

3. Peternakan 0.37

4. Kehutanan 0.29

5. Perikanan 0.25

6. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 0.15

2. Pertambangan dan

Penggalian 0.12 7. Pertambangan Tapa Migas dan Penggalian 0.28

8. Industri Makanan dan Minuman 0.17 3. Industri Pengolahan 0.23 9. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 0.15

10. Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan Furniture. 0.19 11. Industri Kertas dan barang-barang dari kertas,

Percetakan dan Penerbitan 0.21 12. Industri Kimia, Barang-barang dari Bahan Kimia,

Karet dan Plastik 0.16

13. Pengilangan Minyak Bumi 0.16 14. Industri Barang Mineral bukan Logam. 0.18 15. Industri Logam Dasar. 0.15 16. Industri Barang Jadi dari Logam 0.20 17. Industri Pengolahan Lainnya 0.25 18. Listrik

0.14

4. Listrik, Gas, dan Air

Minum 0.17

19. Gas Kota 0.28

20. Air Bersih 0.37

21. Bangunan 0.23 5. Bangunan 0.25

22. Perdagangan Besar dan Eceran

0.26

6. Perdagangan, Hotel &

Restoran 0.27

23. Hotel dan Restoran 0.29

(19)

Sektor (29 sektor) Income

Multiplier Sektor (9 Sektor)

Income Multiplier Komunikasi

25. Komunikasi 0.22

26. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya

0.28

8. Bank & Lembaga

Keuangan Lain 0.24 27. Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 0.16

28. Pemerintahan Umum dan Pertahanan 0.61 9. Jasa-jasa 0.52 29. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan serta Jasa Lainnya. 0.34

Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah

Perbedaan nilai angka pengganda pendapatan antara tabel I-O 29 sektor dengan tabel I-O 9 sektor tersebut disebabkan adanya agregasi. Pada kasus sektor jasa-jasa (dimana pada tabe IO 29 sektor sektor jasa-jasa di disagregasi menjadi jasa pemerintahan dan jasa swasta). Jika dari perhitungan tabel I-O 29 sektor, aktivitas jasa swasta memiliki nilai pengganda pendapatan yang lebih rendah yaitu 0,34 sedangkan jasa pemerintahan memiliki nilai pengganda pendapatan sebesar 0,61. Oleh sebab itu, ketika dihitung nilai rata-rata tertimbangnya akan didapatkan angka sebesar 0,52 yang merupakan nilai pengganda pendapatan pada tabel I-O 9 sektor. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pengganda pada tabel I-O yang diagregasi (yang memiliki sektor perekonomian lebih kecil), maka nilai pengganda yang didapatkan merupakan nilai rata-rata tertimbang dari nilai pengganda tabel I-O yang lebih besar.

Tabel 5.5 Dampak Langsung dan Tidak Langsung dari Pengganda Pendapatan di Jawa Barat Tahun 2010

No. Sektor Pengganda

Pendapatan

Dampak Langsung

Dampak Tdk Langsung 1 1. Tanaman Bahan Makanan 0.242 0.150 0.092

2 2. Perkebunan 0.367 0.259 0.108

3 3. Peternakan 0.372 0.253 0.119

4 4. Kehutanan 0.294 0.182 0.112

5 5. Perikanan 0.253 0.160 0.093

6 6. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 0.151 0.075 0.076 7 7. Pertambangan Tapa Migas dan Penggalian 0.276 0.216 0.060 8 8. Industri Makanan dan Minuman 0.175 0.065 0.110 9 9. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 0.153 0.109 0.044 10 10. Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan Furniture. 0.187 0.109 0.078 11

11. Industri Kertas dan barang-barang dari kertas, Percetakan dan Penerbitan

0.213 0.109 0.103

12

12. Industri Kimia, Barang-barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik

0.157 0.095 0.062 13 13. Pengilangan Minyak Bumi 0.162 0.089 0.072 14 14. Industri Barang Mineral bukan Logam. 0.183 0.138 0.045 15 15. Industri Logam Dasar. 0.153 0.068 0.085 16 16. Industri Barang Jadi dari Logam 0.205 0.147 0.057 17 17. Industri Pengolahan Lainnya 0.254 0.163 0.092

18 18. Listrik 0.139 0.053 0.086

19 19. Gas Kota 0.277 0.222 0.054

20 20. Air Bersih 0.373 0.315 0.058

21 21. Bangunan 0.227 0.118 0.109

(20)

No. Sektor Pengganda Pendapatan

Dampak Langsung

Dampak Tdk Langsung

24 24. Pengangkutan 0.240 0.148 0.092

25 25. Komunikasi 0.220 0.160 0.060

26 26. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 0.278 0.226 0.052 27 27. Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 0.158 0.113 0.045 28 28. Pemerintahan Umum dan Pertahanan 0.613 0.529 0.084 29 29. Jasa Sosial dan Kemasy. serta Jasa Lainnya. 0.340 0.253 0.087

Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah

Jika nilai pengganda pendapatan didekomposisikan menjadi dampak langsung dan tidak langsung, maka dapat diketahui bahwa untuk seluruh sektor dalam perekonomian Jawa Barat, nilai dampak langsung dari pengganda pendapatan lebih besar dibandingkan dengan dampak tidak langsungnya. Berdarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa untuk setiap Rp 1 juta peningkatan permintaan akhir dari seluruh sektor pada perekonomian Jawa Barat tahun 2010, maka sektor rumah tangga dari sektor yang bersangkutan akan memiliki tambahan pendapatan lebih besar dibandingkan dengan penambahan pendapatan rumah tangga sektor-sektor lainnya. Kondisi ini agak berbeda dengan dekomposisi dari pengganda output, dimana pada pengganda output masih dapat ditemui beberapa sektor yang dampak langsungnya lebih kecil dibandingkan dengan dampak tidak langsungnya

Pengganda Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat tahun 2010 tercatat sebanyak 16,99 juta orang (atau hampir sekitar 40% dari total penduduk Jawa Barat). Sektor pertanian dan perdagangan merupakan sektor yang paling besar menyerap tenaga kerja terbesar di Jawa Barat dengan persentase sebesar 43,79% (dengan rincian di sektor pertanian sebesar 23,39% sedangkan di sektor perdagangan sebesar 20,39%). Rincian sebaran tenaga kerja per sektor di Provinsi Jawa Barat tahun 2010 ditunjukkan seperti pada tabel di bawah ini.

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa sektor-sektor yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Jawa Barat pada tahun 2010 adalah sektor perdagangan (dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 3,46 juta atau 20,39% dari total tenaga kerja Jawa Barat), sektor pertanian tanaman pangan-dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 3,2 juta-merupakan sektor perekonomian yang menyerap tenaga kerja kedua terbesar (dengan persentase sebesar 18,92% dari total tenaga kerja Jawa Barat). Sektor jasa sosial dan kemasyarakatan dan sektor hoterl dan restoran merupakan dua sektor lainnya yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Jawa Barat. Sebanyak masing-masing 10,11% atau sebanyak 1,72 juta orang, dan 10,07% atau sebanyak 1,71 juta orang terserap di kedua sektor tersebut. Sedangkan dari sektor industri, TPT merupakan sektor industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Sebanyak 8,5% penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat mampu diserap oleh sektor industri TPT, dengan jumlah tenaga krja sebanyak 1,45 juta orang.

Tabel 5.6 Jumlah dan Persentase Tenaga Kerja di Jawa Barat Tahun 2010

Sektor TK Persen

1. Tanaman Bahan Makanan 3,215,584 18.92

2. Perkebunan 246,283 1.45

3. Peternakan 358,900 2.11

4. Kehutanan 45,841 0.27

(21)

Sektor TK Persen 6. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi 16,202 0.10 7. Pertambangan Tapa Migas dan Penggalian 90,406 0.53

8. Industri Makanan dan Minuman 88,151 0.52

9. Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Kulit dan Alas Kaki 1,447,188 8.51 10. Industri Kayu, Bambu, Rotan, dan Furniture. 561,419 3.30 11. Industri Kertas dan barang-barang dari kertas, Percetakan dan Penerbitan 159,158 0.94 12. Industri Kimia, Barang-barang dari Bahan Kimia, Karet dan Plastik 430,297 2.53

13. Pengilangan Minyak Bumi 13,243 0.08

14. Industri Barang Mineral bukan Logam. 183,009 1.08

15. Industri Logam Dasar. 26,165 0.15

16. Industri Barang Jadi dari Logam 404,799 2.38

17. Industri Pengolahan Lainnya 95,702 0.56

18. Listrik 36,461 0.21

19. Gas Kota 7,721 0.05

20. Air Bersih 15,059 0.09

21. Bangunan 1,007,226 5.93

22. Perdagangan Besar dan Eceran 3,466,355 20.39

23. Hotel dan Restoran 1,710,814 10.07

24. Pengangkutan 113,711 0.67

25. Komunikasi 145,812 0.86

26. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya 185,790 1.09 27. Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan 150,692 0.89 28. Pemerintahan Umum dan Pertahanan 946,522 5.57 29. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan serta Jasa Lainnya. 1,719,048 10.11 Total Tenaga Kerja 16,996,718 100.00

Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah

Dengan mengetahui jumlah tenaga kerja dan juga hubungan ekonomi yang ada pada tabel input-output, maka dapat dihitung pengganda tenaga kerja untuk masing-masing sektor perekonomian. Pengganda tenaga kerja pada tabel input-output merupakan suatu analisis yang melihat potensi penyerapan tenaga kerja pada perekonomian sebagai akibat dari adanya peningkatan permintaan akhir di suatu sektor tertentu sebesar satu juta rupiah. Dengan mengetahui pengganda tenaga kerja maka akan dapat diidentifikasi sektor-sektor mana saja dalam perekonomian mampu meyerap tenaga kerja paling besar, sehingga jika Pemerintah Daerah Jawa Barat sudah memiliki rencana penyerapan tenaga kerja sebanyak 2 juta orang selama 5 tahun, sejak tahun 2013 maka dapat di ketahui sektor-sektor mana saja yang harus didorong peningkatan outputnya agar mampu meningkatkan kesempatan kerja di Jawa Barat.

(22)

orang tenaga kerja untuk setiap peningkatan permintaan akhir di sektor hotel dan restoran sebesar Rp 1 milyar.

Gambar 5.5 Pengganda Tenaga Kerja Sektor-Sektor Ekonomi di Jawa Barat Tahun 2010

Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah

Biasanya sektor-sektor yang berada dalam kelompok sektor pertanian selalu memiliki pengganda tenaga kerja yang paling besar dalam perekonomian. Akan tetapi untuk tahun 2010 di Provinsi Jawa Barat, dari kelompok pertanian, sektor kehutanan dan sektor pertanian tanaman pangan merupakan dua sektor yang memiliki pengganda tenaga kerja terbesar. Sektor kehutanan berada di urutan ke 3, sektor yang memiliki pengganda tenaga kerja terbesar di Jawa Barat, sedangkan sektor pertanian tanaman pangan merupakan sektor ke 5 terbesar yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar di Jawa Barat. Sektor kehutanan dan sektor pertanian tanaman pangan masing-masing memiliki nilai pengganda tenaga kerja sebesar 0,051 dan 0,043. Jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 milyar di kedua sektor tersebut, maka sektor kehutanan akan mampu menciptakan tenaga kerja dalam perekonomian sebanyak 51 orang, sedangkan sektor pertanian tanaman pangan akan dapat menciptakan kesempatan kerja sebanyak 43 orang. Selain kedua sektor tersebut, sektor perkebunan juga termasuk kelompok di aktivitas pertanian yang memiliki kesempatan kerja cukup besar yaitu sebesar 0,04 yang berarti akan tercipta kesempatan kerja sebanyak 40 orang untuk setiap peningkatan permintaan akhir di sektor perkebunan sebesar Rp 1 milyar. Sektor pertanian baru terlihat menjadi sektor yang memiliki pengganda tenaga kerja yang terbesar ketika kita menganalisis tabel I-O 9 sektor. Berdasarkan gambar 4.9. terlihat bahwa secara makro regional, sektor pertanian memiliki nilai pengganda tenaga kerja sebesar 0,036 (yang berarti setiap penambahan permintaan akhir sektor pertanian sebesar Rp 1 milyar, maka sektor pertanian akan meningkatkan kesempatan kerja dalam perekonomian sebanyak 36 orang). Sedangkan urutan kedua sektor yang memiliki nilai pengganda tenaga kerja terbesar adalah sektor jasa-jasa (dengan nilai pengganda tenaga kerja sebesar 0,03).

Sektor indsutri pengolahan hanya memiliki nilai pengganda tenaga kerja sebesar 0,014 (berada di urutan ke-7 dari 9 sektor perekonomian), meskipun pada tabel I-O 29 sektor sektor industri kayu, bambu, rotan dan furnitur memiliki niai pengganda tenaga kerja terbesar akan tetapi secara aggregat sektor ini hanya memiliki pengganda tenaga kerja yang relatif kecil. Untuk setiap peningkatan permintaan akhir sektor industri pengolahan sebesar

0.069 0.055 0.051 0.043 0.043 0.040 0.032 0.024 0.021 0.021 0.020 0.019 0.019 0.018 0.018 0.017 0.016 0.016 0.016 0.013 0.012 0.010 0.010

(23)

Rp 1 milyar sektor ini hanya akan menyerap tenaga kerja pada perekonomian sebesar 14 orang saja. Sektor listrik, gas dan air minum merupakan sektor yang paling sedikit menyerap tenaga kerja, setiap peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 milyar di sektor listrik, gas dan air minum, sektor ini hanya akan mendorong peningkatan tenaga kerja hanya sebesar 7 orang saja.

5.3

Perubahan Struktur Perekonomian Jawa Barat 2003-2010

Analisis perubahan struktur dengan menggunakan MPM dan analisis lanskap ekonomi dilakukan dengan cara membandingkan minimal dua buah grafis lanskap ekonomi (membandingkan minimal dua buah tabel input-ouput), dan kemudian melihat arah perubahan yang terjadi. Apabila pola pada kedua gambar tersebut di atas mengalami perubahan, hal tersebut menandakan adanya perubahan struktur dari perekonomian-yang disebabkan oleh adanya perubahan pada pola forward dan backward linkage dari sektor-sektor dalam perekonomian.

(24)

Gambar 5.6 Struktur Perekonomian Jawa Barat Per Sektor Tahun 2003

Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2003, diolah

(25)

Gambar 5.7 Struktur Perekonomian Jawa Barat Per Sektor Tahun 2010 Dengan struktur yang Sama dengan Perekonomian Tahun 2003

Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah

(26)

Gambar 5.8 Struktur Perekonomian Jawa Barat Per Sektor Tahun 2010

Sumber: Tabel Input-Output Jawa Barat Tahun 2010, diolah

6

Simpulan dan Implikasi Kebijakan

6.1

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap tabel input-output Provinsi Jawa Barat tahun 2010, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil diantaranya adalah sebagai berikut: 1.) Pada tahun 2010 perekonomian Jawa Barat mampu menciptakan PDRB (berdasarkan

harga berlaku) sebesar Rp 771,59 triliun, dimana komponen terbesar dari PDRB sisi permintaan adalah konsumsi rumah tangga (61,12%) diikuti oleh pembentukan modal tetap bruto/investasi (17,43%) dan pengeluaran pemerintah (8,67%). Aktivitas Net-export (selisih dari ekspor dan impor) Jawa Barat memberikan kontribusi sebesar 17,22% terhadap PDRB Jawa Barat.

2.) Ada 6 sektor yang dapat dijadikan sektor unggulan bagi perekonomian Jawa Barat dilihat dari keterkaitan ke depan dan ke belakang yang dimilikinya. Keenam sektor tersebut adalah industri makanan dan minuman, industri barang jadi dari logam, sektor listrik, sektor bangunan, sektor pengangkutan, serta sektor jasa sosial dan kemasyarakatan dan jasa lainnya.

3.) Sektor-sektor yang berasal dari aktivitas primer mampu memberikan pengganda output yang terbesar. Sektor perkebunan, peternakan dan perikanan merupakan 3 sektor dari aktivitas sektor primer yang memiliki pengganda output paling besar, diikuti oleh sektor listrik dan industri makanan dan minuman.

4.) Sektor pemerintahan umum dan pertahanan, sektor air bersih, sektor peternakan, sektor perkebunan, dan sektor jasa sosial dan kemasyarakatan merupakan 5 sektor perekonomian yang memiliki pengganda pendapatan terbesar di Provinsi Jawa Barat tahun 2010. 16 24 22 13 29 18 26 19 12 8 21 6 14 23 27 9 17 1 15 25 11 7 10 28 3 5 4 20 2 - 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100 0.120 0.140 0.160 0.180 0.200 14 27 22 9 25 12 13 26 20 7 15 28 6 19 10 23 24 11 16 29 17 4 1 21 8 18 5 3 2

(27)

5.) Industri furnitur, sektor hotel dan restoran, sektor kehutanan, sektor jasa sosial dan kemasyarakatan, serta sektor perkebunan merupakan 5 sektor yang mampu memberikan angka pengganda kesempatan kerja terbesar dalam perekonomian Jawa Barat.

6.) Dibandingkan dengan struktur perekonomian tahun 2003, struktur perekonomian Provinsi Jawa Barat berubah cukup signifikan di tahun 2010. Perubahan yang paling terlihat adalah perubahan pada pola keterkaitan ke belakang dan ke depan dari sektor-sektor perekonomian Jawa Barat, yang menandakan adanya perubahan pada struktur produksi. Paling tidak beberapa sektor unggulan di tahun 2010 sudah berbeda dibandingkan dengan sektor unggulan di tahun 2003.

6.2

Implikasi Kebijakan

Hasil kesimpulan penelitian ini memberikan konsekuensi bagi kebijakan rencana pembangunan ekonomi Provinsi Jawa Barat di masa yang akan datang. Paling tidak perencanaan strategis ekonomi jangka menengah Jawa Barat dapat didasari dari hasil kesimpulan yang diperoleh pada analisis tabel input-output ini. Diantara beberapa usulan yang perlu diperhatikan diantaranya adalah:

1.) Prioritas utama pengembangan ekonomi di Provinsi Jawa Barat harus diberikan kepada 6 sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan Jawa Barat. Keenam sektor tersebut adalah industri makanan dan minuman, industri barang jadi dari logam; sektor listrik; sektor bangunan; sektor pengangkutan; serta sektor jasa sosial dan kemasyarakatan dan jasa lainnya.

2.) Apabila fokus dari pembangunan daerah provinsi Barat adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka prioritas pengembangan sektor adalah pengembangan sektor-sektor yang pemiliki peringkat pengganda output terbesar, yaitu sektor perkebunan; peternakan; perikanan; listrik; dan sektor industri makanan dan minuman. 3.) Apabila fokus pembangunan daerah provinsi Jawa Barat adalah peningkatan

pendapatan/kesejateraan, maka pengembangan sektor lebih diarahkan kepada sektor-sektor yang memiliki peringkat pengganda pendapatan terbesar di Jawa Barat, yaitu sektor pemerintahan umum dan pertahanan; peternakan; air bersih; perkebunan; dan sektor jasa sosial kemasyarakatan serta jasa lainnya.

4.) Apabila fokus pembangunan daerah di provinsi Jawa Barat adalah peningkatan penyerapan tenaga kerja, maka pengembangan sektor-sektor perekonomian diarahkan pada pengembangan sektor-sektor dengan peringkat pengganda tenaga kerja teratas, yaitu sektor industri kayu,bambu, rotan dan furnitur; sektor hotel dan restoran; kehutanan; dan sektor jasa sosial kemasyarakatan serta jasa lainnya.

(28)

perubahan yang sangat penting dalam perekonomian Jawa Barat-karena sektor logistik menjadi salah satu sektor unggulan di Jawa Barat. Selain itu Jawa Barat juga sudah mulai beralih dari perekonomian yang berbasis industri menjadi perekonomian yang berbasis pada jasa, yang ditunjukkan oleh berkembangnya jasa sosial dan kemasyarakat. Semuanya ini menunjukkan bahwa perekonomian Jawa Barat sudah berkembang kearah kedewasaan (economic maturity), oleh karenanya antisipasi perkembangan penduduk dan perekonomian menjadi satu hal yang perlu dilakukan, mengingat kedewasaan ekonomi menuntut kualitas sumberdaya manusia yang lebih tinggi. Oleh sebab itu keberhasilan pembangunan manusia di Jawa Barat perlu dikawal dengan ketat agar arah perkembangan ekonomi yang terjadi dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Jawa Barat.

7

DAFTAR PUSTAKA

Bagdja Muljarijadi. (2003). Dampak Ekonomi Pemekaran Wilayah Provinsi Jawa Barat: Suatu Analisis Input-Output, Thesis Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Bagdja Muljarijadi. (2007). Perencanaan Regional, Edisi Pertama, Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta

Bagdja, Muljarijadi (2006), Modul Ajar Teknik Dasar Economic Base Analysis, Jenjang Fungsional Perencana Pertama, Bapenas-ITB-UNPAD

Bendavid-Val, Avrom (1991), Regional and Local economic Analysis for practitioners, 4th Edition, Praeger Publishers

Blakely, Edward J (1989), Planning Local economic Development, Theory and Practice, Sage Publications

McCann, Philip (2001), Urban and Regional Economics, Oxford University Press,

Hoover, Edgar M (1974), An Introduction to Regional Economics, Second Edition, New York, Alfrend A Knopf

Hoover, Edgar M., Frank Giarratani. (1999). An Introduction to Regional Economics, 3rd

Edition, Regional Research Institute, West Virginia University, (http://www.rri.mvu.edu/WebBook/Giarratani/main.htm).

Jacob, Jojo. (2003). Structural Change, Liberalisation and Growth: The Indonesian Experience in an Input-Output, ECIS, Eindhoven University of Technology, The Netherlands.

Jacob, Jojo. (2004). Late Industrialisation and Structural Changes: The Indonesian Experience, Working Paper 04.18 Eindhoven Centre for Innovation Studies, The Netherlands. Jensen, R.C., Hewings, G. J. D., west, G. R. (1987). On a Taxonomy of Economics, The Australian

Journal of Regional Studies, Vol. 2.

Kavoussi, R. M. (1984). Export expansion and economic growth: Further empirical evidence, Journal of Development Economics, 14, 1/2 (January/February)

Knottenbauer, Karin. (2002). An Evolutionary Framework for Structural Change Analysis,internet Edition.

(29)

Lahr, Michael L., and Louis De Mesnard. (2004). Biproportional Techniques In Input-Output Analysis: Table Updating And Structural Analysis, Economics Systems Research, Vol. 16 (2)

Liu, Aying., and David S. Saal. (2001). An Input-Output Analysis of Structural Change in Apartheid Era South Africa: 1975-93 Economic Systems Research, Vol. 13 (3)

McCann, Philip. (2001). Urban and Regional Economics, Oxford University Press.

MENG, Bo., and Chao QU. (2007). Application of the Input Output Decomposition Technique to China’s Regional Economies, The 16th International Input Output Confrence, Vol. 1 (1).

Mesnard, Louis de., Michael L. Lahr. (2004). Biproportional Techniques in Input-Output Analysis, Economic Systems Research, Vol. 16 (2).

Miller, Ronald E., and Peter D. Blair. (1985). Input-Output Analysis: Foundations And Extensions,First Edition,Prentice Hall,New Jersey.

Miller, Ronald E., and Peter D. Blair. (2009). Input0Output Analysis: Foundations And Extensions,2nd Edition,Prentice Hall,New Jersey

Percoco, Marco., Geoffrey J.D. Hewings, and Lanfranco Senn. (2004). Structural Change Decomposition Through Global Sensitivity: Analysis of Input-Output Models, Regional Economics Applications Laboratoty (REAL), University of Illinois at Urbana-Champaign.

Raa, Thijs Ten., and Pierre Mohnen. (1994). Neoclassical Input-Output Analysis, Regional Science & Urban Economics, Vol. 24 (1).

Raa, Thijs Ten. (2005). The Economics of Input-Output Analysis, Cambridge University Press,Cambridge,United Kingdom.

Sonis, Michael., and Geoffrey J.D. Hewing. (1999). Economic Landscape: Multiplier Product matrix Analysis For Multregional Input-Output System, Hitotsubashi Journal of economics 40, pp. 59-74.

Suahasil Nazara. (1997). Analisis Input-Output, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Gambar

Tabel 1.1 Kontribusi Sektor-Sektor Ekonomi Terhadap Produk Domestik Regional
Gambar 5.1 Keterkaitan Ke Belakang Sektor-Sektor Ekonomi di Jawa Barat Tahun 2010
Tabel 5.1 Indeks Keterkaitan Kebelakang dan Indeks Keterkaitan Kedepan Per Sektor di Jawa Barat Tahun 2010
Gambar 5.3 Pengganda Output Per Sektor di Jawa Barat Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Permintaan akhir sektor ikan darat dan hasil perairan darat lebih besar dibandingkan dengan sektor ikan laut dan hasil laut lainnya dan permintaan akhir yang tercipta

Berdasarkan analisis dampak pengganda tenaga kerja terhadap kesembilan sektor perekonomian di Provinsi Jawa Timur tahun 2010, menunjukkan bahwa industri

Hal ini sejalan dengan nilai keterkaitan ke belakang sektor jasa yang menduduki peringkat pertama; (2) analisis dampak pengganda pendapatan menunjukkan bahwa

Disertasi ini berjudul Peranan Sektor Unggulan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah: Pendekatan Input-Output Multiregional Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat ,

Meskipun memberikan kontribusi yang tinggi pada investasi, sektor industri kayu, gergajian dan awetan, sektor industri kertas, percetakan dan penerbitan, dan

Meskipun memberikan kontribusi yang tinggi pada investasi, sektor industri kayu, gergajian dan awetan, sektor industri kertas, percetakan dan penerbitan, dan

Hal ini sejalan dengan nilai keterkaitan ke belakang sektor jasa yang menduduki peringkat pertama; (2) analisis dampak pengganda pendapatan menunjukkan bahwa

Suatu sektor dikatakan mempunyai daya penyebaran yang tinggi jika pertumbuhan sektor-sektor tersebut mempengaruhi sektor-sektor lainnya, sehingga dapat pula