• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA BARAT (ANALISIS INPUT OUTPUT) OLEH DEWINTA STANNY H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERANAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI JAWA BARAT (ANALISIS INPUT OUTPUT) OLEH DEWINTA STANNY H"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

DEWINTA STANNY H14052935

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

MUHAMMAD FINDI ALEXANDI).

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu, dalam jangka waktu yang cukup panjang, dan di dalamnya terdapat kemungkinan terjadi penurunan atau kenaikan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dicerminkan dari pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB dapat diartikan sebagai total nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu (satu tahun).

Kondisi geografis dapat menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan perekonomian suatu wilayah. Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penyangga ibukota negara Indonesia merupakan wilayah yang sangat strategis. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai sektor industri pengolahan melihat kontribusinya yang sangat besar terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis peranan sektor industri pengolahan dalam pembentukan nilai tambah bruto, permintaan antara dan permintaan akhir di Provinsi Jawa Barat. Kemudian menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor –sektor perekonomian lainnya di Provinsi Jawa Barat, baik bagi penyedia input maupun sektor-sektor yang menggunakan output dari sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat. Menganalisis koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat, serta menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri pengolahan berdasarkan efek multiplier terhadap output, pendapatan, dan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat dan menganalisis peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah untuk mendukung sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat.

Pada penelitian ini, untuk mengetahui peranan sektor industri digunakan analisis Input-Output untuk melihat keterkaitan, dampak penyebaran dan efek multiplier. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat 2003 klasifikasi 9 dan 29 sektor.

Hasil penelitian menunjukkan sektor industri pengolahan memiliki peranan yang diatas rata-rata terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat. Dilihat dari sumbangannya terhadap permintaan total sebesar 57,15 persen dari jumlah total output wilayah, dan sumbangan ekspor 77,57 persen dari total ekspor sektor-sektor perekonomian yang ada di Provinsi Jawa Barat, dengan surplus neraca perdagangan sebesar Rp. 80 trilyun atau 84,77 persen dari total surplus neraca perdagangan di Provinsi Jawa Barat.

Besarnya nilai tambah bruto yang dihasilkan sektor industri pengolahan dalam tahun 2003 adalah sebesar Rp. 131 trilyun (44,43%). Jika dilihat dari struktur permintaan akhir sektor industri pengolahan yang sebesar Rp. 201 triliun atau sekitar 57,98 persen dari total permintaan akhir wilayah ini. Sektor industri pengolahan mempunyai keterkaitan yang tinggi dengan sektor-sektor pengguna output dan juga

(3)

mendorong pertumbuhan industri hilirnya.

Untuk mendorong peningkatan kontribusi sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat hendaknya memprioritaskan kebijakan untuk mengembangkan subsektor industri pengolahan yang mampu mengahdapi permasalahan yang sedang dihadapi karena berperan besar terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat dan perekonomian di Provinsi Jawa Barat.

(4)

Oleh

DEWINTA STANNY H14052935

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Dewinta Stanny

Nomor Registrasi Pokok : H14052935 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi :Analisis Peranan Sektor Industri Pengolahan terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Barat (Analisis Input-Output)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Muhammad Findi A, M.E. NIP. 19730124 200710 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D. NIP. 19641023 198903 2 002

(6)

BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, 29 Juli 2009

Dewinta Stanny H14052935

(7)

adalah anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Somdi dan Sunaryati. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Kebon Baru V Cirebon pada tahun 1999, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bekasi dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 2 Bekasi dan lulus pada tahun 2005.

Setelah lulus dari SMA, Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan penulis dapat memperoleh ilmu yang bermanfaat dan menggali potensi diri sehingga bisa menjadi insan yang berguna bagi bangsa, negara, agama, dan keluarga.

Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswi, penulis sempat aktif di beberapa organisasi seperti menjadi anggota HIPOTESA (Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan), Tim Asisten Dosen Mata Kuliah Sosiologi Umum, ikut serta di berbagai kepanitiaan acara, menjadi penerima beasiswa PPA-IPB 2008-2009 dan juga sempat berpartisipasi sebagai surveyor di lembaga survey seperti RDI dan CIRUS.

(8)

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Peranan Sektor Industri Pengolahan terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Barat (Analisis Input Output)”. Kajian tentang peranan sektor industri pengolahan menjadi topik yang menarik karena dapat dilihat sejauh mana peran sektor industri pengolahan sehingga tercipta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, khususnya di Provinsi Jawa Barat.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1) Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar membimbing penulis baik secara teknis maupun teoritis selama proses penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

2) Dosen penguji utama Dr. Ir. Wiwiek Rindayati dan dosen penguji dari Komisi Pendidikan Syamsul Hidayat Pasaribu, M.Si. atas saran dan kritiknya terkait penulisan skripsi ini. Saran dan kritikan beliau sangat berharga bagi penyempurnaan skripsi ini.

3) Para peserta Seminar Hasil Penelitian skripsi ini atas kritik dan sarannya.

4) Orang tua tercinta, Ayahanda Somdi, ibunda Sunaryati dan ibu Nurul, atas doa, motivasi, kesabaran serta kasih sayang dan segala fasilitas yang membuat penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

5) Keluarga terkasih, bude, enin, teteh hanny, dan adik-adik tersayang atas segala dukungan dan bantuannya, serta kenakalannya yang menyemangati.

6) Apa, Ibu, Aki, Ne, Teteh dan Nda atas kesediaannya membantu, menampung dan menemani penulis dalam mencari data, juga atas doa dan motivasi yang telah diberikan.

7) Teman-teman satu bimbingan: Etti, Diana dan Rininta atas motivasi, doa, dan kesediaannya dalam membantu penulis.

8) Sahabat-sahabat satu sekolah yang terus menyemangati hingga sekarang atas dukungannya Indra, Aria, Dhila, Rajendra, Tasya, Dodit, Yudha. Terima kasih atas doanya.

(9)

10)Renny, Mba Phella, Dinda, Bayu, Riri, Ciput, Triyanto, Babeh, Tia Rahmina, Vivi, Vagha, Adhit, Rina, Fitri, K’ Surya, A’Eja, Jenny, Via, Bowo, Dito, Dhamar, Adrian, Riza, Acun, Awi, atas segala kebersamaan dan yang telah banyak membantu penulis.

11)Semua teman-teman seperjuangan IE ’42 yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun penulis berterima kasih atas doa dan motivasi yang telah diberikan.

12)Teman-teman kelas matrikulasi dan B-20 angkatan 42 atas segala kenangan dan pembelajaran.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, 26 Juli 2009

Dewinta Stanny H14052935

(10)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... vi I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan Penelitian ... 5 1.4. Kegunaan Penelitian ... 6

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 8

2.1. Industri Pengolahan ... 8

2.2. Peran Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian... ... 8

2.3. Kebijakan Dalam Sektor Industri ... 10

2.4. Penelitian Terdahulu ... 12

2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 16

2.5.1. Model Input-Output ... 16

2.5.2. Struktur Input-Output ... 17

2.5.3. Analisis Keterkaitan ... 22

2.5.4. Analisis Multiplier ... 23

2.6. Kerangka Pemikiran Analitis ... 26

III. METODE PENELITIAN... 30

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 30

3.3. Metode Analisis ... 31

3.3.1. Analisis Keterkaitan ... 34

3.3.1.1. Keterkaitan Langsung ke Depan ... 34

3.3.1.2. Keterkaitan Langsung ke Belakang ... 34 3.3.1.3. Keterkaitan Langsung

(11)

dan Tidak Langsung ke Depan... 34

3.3.1.4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang ... 35

3.3.2.Dampak Penyebaran ... 35

3.3.2.1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang / Daya Menarik) ... 36

3.3.2.2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan / Daya Mendorong) ... 36

3.3.3.Analisis Multiplier ... 37

3.4. Definisi Operasional Data ... 39

IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT ... 45

4.1. Gambaran Umum Wilayah……... ... 45

4.2. Perkembangan Penduduk dan Tenaga Kerja ... 48

4.3. Perkembangan Transportasi, Komunikasi dan Pariwisata ... 50

4.4. Perkembangan Perekonomian ... 52

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

5.1. Industri Pengolahan dalam Perekonomian Provinsi Jawa Barat .... 54

5.1.1. Komposisi Permintaan dan Penawaran ... 54

5.1.2. Analisis Ekspor dan Impor Wilayah ... 59

5.1.3. Struktur Nilai Tambah Bruto ... 61

5.1.4. Struktur Permintaan Akhir ... 65

5.2. Analisis Keterkaitan ... 71

5.2.1. Keterkaitan ke Depan ... 71

5.2.2. Keterkaitan ke Belakang ... 75

5.3. Analisis Dampak Penyebaran ... 77

5.3.1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang) ... 77

5.3.2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan) ... 79

5.4. Analisis Multiplier ... 82

5.4.1. Analisis Multiplier Output ... 83

5.4.2. Analisis Multiplier Pendapatan ... 86

5.4.3. Analisis Multiplier Tenaga Kerja ... 87

(12)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 102

6.1. Kesimpulan……... ... 102

6.2. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 106

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Atas

Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2007 .. 4

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu tentang Keterkaitan ... 13

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu tentang Multiplier ... 14

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu tentang Dampak Penyebaran ... 15

2.4. Ilustrasi Input-Output ... 18

3.1. Rumus Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja ... 38

4.1. Jumlah Kecamatan dan Klasifikasi Perkotaan/Perdesaan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 2007 ... 46

4.2. Luas Wilayah, Rata-Rata Penduduk per Km2, per Desa di Provinsi Jawa Barat 2006 ... 47

4.3. PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2007 ... 52

4.4. Persentase Sumbangan PDRB Lima Provinsi Terbesar terhadap PDB Nasional Tahun 2003-2005 (Persen) ... 53

5.1. Struktur Output Provinsi Jawa Barat 2003 (dalam Juta Rupiah) ... 55

5.2. Struktur Output Subsektor Industri Pengolahan di Provinsi Jawa Barat 2003 (dalam Juta Rupiah) ... 56

5.3. Permintaan Antara Dan Permintaan Akhir Sektor-Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ... 58

5.4. Permintaan Antara Dan Permintaan Akhir Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ... 59

5.5. Nilai Ekspor dan Impor 9 Sektor Ekonomi Provinsi Jawa Barat, 2003 (dalam Juta Rupiah) ... 60

5.6. Nilai Ekspor dan Impor Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat,2003 (dalam Juta Rupiah) ... 61

5.7. Struktur Nilai Tambah Bruto Provinsi Jawa Barat, 2003 (dalam Juta Rupiah) ... 62

5.8. Nilai Tambah Bruto Provinsi Jawa Barat 2003 ... 63

5.9. Nilai Tambah Bruto Subsektor Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat 2003 ... 64

(14)

5.10. Struktur Nilai Tambah Bruto Sektor Industri Pengolahan

di Provinsi Jawa Barat, 2003 (dalam Juta Rupiah) ... 65 5.11. Komposisi Permintaan Akhir Provinsi Jawa Barat 2003

Menurut Komponen ... 66 5.12. Komponen Permintaan Akhir Provinsi Jawa Barat 2003

Per Sektor (dalam Juta Rupiah) ... 67 5.13. Komponen Permintaan Akhir Subsektor Industri Pengolahan

Provinsi Jawa Barat 2003 (dalam Juta Rupiah) ... 71 5.14. Keterkaitan Output ke Depan dan ke Belakang 9 Sektor

Perekonomian Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ... 72 5.15. Keterkaitan Output ke Depan Sektor Industri Pengolahan Provinsi

Jawa Barat Tahun 2003 ... 73 5.16. Keterkaitan Output ke Depan Subsektor Industri Pengolahan

Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ... 74 5.17. Keterkaitan Output ke Belakang Sektor Industri Pengolahan

Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ... 76 5.18. Indeks Daya Penyebaran ke Belakang

Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ... 78 5.19. Indeks Daya Penyebaran ke Belakang Subsektor Industri

Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ... 79 5.20. Indeks Daya Penyebaran ke Depan

Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ... 80 5.21. Indeks Daya Penyebaran ke Depan Subsektor

Industri Pengolahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ... 81 5.22. Multiplier Output Sektor Perekonomian Provinsi Jawa Barat

Tahun 2003 ... 84 5.23. Multiplier Output Subsektor Industri Pengolahan

Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ... 85 5.24. Multiplier Pendapatan Sektor Perekonomian

Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ... 86 5.25. Multiplier Pendapatan Subsektor Industri Pengolahan

Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ... 87 5.26. Multiplier Tenaga Kerja Sektor Perekonomian

Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ... 88 5.27. Multiplier Tenaga Kerja Subsektor Industri Pengolahan

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Input-Output Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ... 108 2. Koefisien Input Input-Output Provinsi Jawa Barat ... 111 3. Matriks Kebalikan Leontief ... 114

(16)

 

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Krisis ekonomi dunia seperti saat ini bisa terjadi kapan saja, bukan hanya sekarang namun juga dapat terjadi lagi di masa yang akan datang. Untuk itu, Indonesia harus siap untuk menghadapi dan mengantisipasi datangnya kembali krisis ekonomi dengan penguatan industri dalam negeri. Langkah yang dapat dilakukan untuk menguatkan industri dalam negeri diantaranya adalah dengan melakukan pembatasan impor barang konsumsi dan penguatan industri unggulan dalam negeri yang memiliki pasar ekspor.

Perindustrian Indonesia memerlukan strategi untuk melindungi industri dalam negeri dari gelombang krisis. Konsep tentang industrialisasi baru harus mulai dibahas secara serius dengan menjadikan krisis global ini sebagai dorongan untuk mengembangkan industri bangsa, pengembangan industrialisasi baru dapat dilakukan sambil berjalan sebagai solusi jangka panjang. Kita harus mengembangkan beberapa industri baru yang memiliki keunggulan dan kekhasan agar Indonesia dapat menjadi Negara Industri Baru (NIB) yang akan lebih kuat terhadap hempasan krisis global di masa depan.

Ketika krisis ekonomi berlangsung ekspor dan impor harus sangat diwaspadai. Pembatasan terhadap impor barang konsumsi harus segera dilakukan, selain karena harganya yang tinggi seiring dengan kenaikan kurs dollar AS terhadap Rupiah, impor ini juga berpotensi menurunkan daya beli dan mematikan industri dalam negeri untuk barang sejenis. Namun kesempatan ini dapat

(17)

 

dimanfaatkan bagi industri dalam negeri untuk menjadi substitusi untuk impor barang konsumtif dan mendapat tambahan pendapatan. Sebagaimana diusulkan Kadin untuk segera mengadakan disinsentif untuk barang impor yang konsumtif, dan tidak berlaku untuk impor barang modal. Meskipun tetap akan lebih baik jika barang modal itu dibuat di dalam negeri seperti dulu Indonesia sempat memiliki Texmaco yang harus dibangun kembali jika yang dibicarakan adalah industrialisasi baru. Disamping itu ada juga insentif bagi industri dalam negeri yang mampu mensubstitusi produk impor, daripada terus menerus dilakukan ekspor terhadap barang yang harganya terus turun di pasar global, lebih baik ditingkatkan penggunaannya oleh masyarakat dalam negeri agar dapat menikmatinya dengan harga lebih murah.

Berdasarkan pernyataan Menteri Perindustrian Fahmi Idris, pemerintah telah memiliki garis besar pembangunan industri hingga 2025. Untuk jangka menengah sasaran kualitatif yang ingin dicapai adalah tumbuhnya industri yang mampu menciptakan kesempatan kerja dalam jumlah besar, meningkatkan daya saing industri berorientasi ekspor, dan tumbuhnya industri potensial yang menjadi motor industri masa depan. Sedangkan untuk periode 2010-2020 diharapkan Indonesia mampu menjadi Negara Industri Baru (NIB) dan pada 2025 menjadi Negara Industri Tangguh (NIT).

Pertumbuhan ekonomi nasional tidak dapat dipisahkan dari peranan sektor industri pengolahan yang menjadi primadona perekonomian Indonesia. Sejak tahun 1991 sektor industri telah menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Di samping untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik, industri pengolahan

(18)

 

bukan migas juga memiliki pangsa pasar internasional yang baik. Pertumbuhan sektor industri pengolahan dari tahun ke tahun selalu positif. Pada tahun 2007 pertumbuhan sektor industri pengolahan sekitar 4,7 persen, meningkat dibandingkan tahun 2006 yaitu sebesar 4,6 persen. Meningkatnya permintaan akan produk barang jadi atau setengah jadi baik domestik maupun internasional, telah mendorong peranan sektor industri pengolahan menjadi peringkat pertama dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) sejak tahun 1991.

Peranan sektor ekonomi suatu daerah terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menggambarkan potensi perekonomian suatu wilayah. Tingginya peranan suatu sektor dalam perekonomian, akan memberikan gambaran bahwa sektor tersebut merupakan sektor andalan wilayah tersebut yang terus dapat dikembangkan dan dapat menjadi pendorong roda perekonomian agar semakin berkembang. Secara umum, yang menjadi mesin pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat adalah sektor industri pengolahan.

Hal ini dilihat dari peranan sektor industri yang tetap mendominasi perekonomian Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun. Sektor industri tersebut, disamping mendominasi perekonomian Provinsi Jawa Barat, juga memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap industri nasional. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor industri merupakan salah satu sektor andalan perekonomian nasional. Bahkan sektor industri pengolahan, merupakan lapangan usaha terbesar kedua menyerap tenaga kerja setelah Pertanian.

Pada tahun 2007 sektor industri pengolahan masih mendominasi PDRB Provinsi Jawa Barat dengan kontribusi sebesar 44,97 persen terhadap

(19)

 

perekonomian Provinsi Jawa Barat. Begitu pula di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Selain itu sektor industri pengolahan mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 5 persen dengan nilai Rp. 119,89 triliun pada tahun 2007. Pertumbuhan sektor industri pengolahan menempati posisi kedua dari seluruh sektor ekonomi di Jawa Barat.

Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2007

(Milyar Rupiah)

Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 Pertanian, Perkebunan, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan 34.457,71 34.942,01 34.822,02 35.687,49 Pertambangan dan Penggalian 7.705,21 7.143,20 6.982,24 6.491,51

Industri Pengolahan 96.978,41 105.334,04 114.299,62 122.702,67

Listrik, Gas dan Air Minum 5.337,89 5.649,82 5.427,57 5.750,57

Bangunan /Konstruksi 6.602,39 7.780,82 8.232,95 8.928,17

Perdagangan, Hotel,dan Restoran 45.529,02 47.259,96 50.719,35 54.789,91

Pengangkutan dan Komunikasi 10.309,02 10.329,16 11.143,25 12.271,02

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 7.247,00 7.623,68 7.672,32 8.645,55 Jasa-jasa 15.836,80 16.821,14 18.200,09 18.728,21

TOTAL PDRB 230.003,49 242.883,88 257.499,44 273.995,14

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2008.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, beberapa hal yang diidentifikasi adalah sebagai berikut :

(20)

 

(1) Bagaimana peranan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian di Provinsi Jawa Barat?

(2) Bagaimana keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor-sektor lainnya di Provinsi Jawa Barat?

(3) Bagaimana dampak penyebaran sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat terhadap sektor-sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat? (4) Bagaimana dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri

pengolahan berdasarkan efek multiplier di Provinsi Jawa Barat?

(5) Peraturan apa saja yang diberlakukan oleh pemerintah dalam rangka mendukung sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan penulisan skripsi ini adalah :

(1) Menganalisis peranan sektor industri pengolahan dalam pembentukan nilai tambah bruto, permintaan antara dan permintaan akhir di Provinsi Jawa Barat.

(2) Menganalisis keterkaitan sektor industri pengolahan dengan sektor –sektor perekonomian lainnya di Provinsi Jawa Barat, baik bagi penyedia input maupun sektor-sektor yang menggunakan output dari sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat.

(3) Menganalisis koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat.

(21)

 

(4) Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri pengolahan berdasarkan efek multiplier terhadap output, pendapatan, dan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat.

(5) Menganalisis peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah untuk mendukung sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi sektoral yang akan membawa dampak makro bagi perekonomian Jawa Barat dan perekonomian Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam pengambilan kebijakan atau sebagai literatur dalam pengaplikasian Tabel Input-Output.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini menggunakan analisis input-output. Dengan menggunakan tabel input output transaksi domestik atas dasar harga produsen Provinsi Jawa Barat tahun 2003 klasifikasi 9 sektor dan 29 sektor. Tabel I-O tahun 2003 merupakan tabel terbaru yang dikeluarkan oleh BPS Provinsi Jawa Barat, tabel ini masih tetap dianggap masih relevan sampai 10 tahun setelah tahun dikeluarkannya selama tidak ada kejadian ekonomi yang signifikan. Pada klasifikasi 29 sektor industri pengolahan dibagi menjadi 10 sub sektor yang mencakup pengilangan minyak bumi; industri makanan dan minuman; industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki; industri kayu, bambu, rotan dan furnitur;

(22)

 

industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan; industri kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet dan plastik; industri barang mineral bukan logam; industri logam dasar; industri barang jadi dari logam; industri pengolahan lainnya.

(23)

Sektor industri pengolahan meliputi semua kegiatan produksi yang bertujuan meningkatkan mutu barang dan jasa (BPS, 2007). Proses produksi dapat dilakukan secara mekanis, kimiawi ataupun proses yang lainnya dengan menggunakan alat-alat sederhana dan mesin-mesin. Proses tersebut dapat dilakukan oleh perusahaan industri, perusahaan pertanian, pertambangan atau perusahaan lainnya. Jasa-jasa yang sifatnya menunjang sektor industri seperti jasa maklon, perbaikan dan pemeliharaan mesin-mesin, kapal, kereta api dan pesawat terbang juga termasuk dalam sektor ini.

Jasa perbaikan yang dicakup oleh sektor ini adalah perbaikan terhadap barang modal, baik yang dilakukan oleh perusahaan itu sendiri maupun oleh pihak lain. Perbaikan mesin-mesin milik rumah tangga dan kendaraan bermotor tidak termasuk ke dalam sektor ini, melainkan dalam sektor jasa-jasa (Jasa Perbengkelan). Sektor industri pengolahan mencakup pula kegiatan sederhana seperti pembuatan gaplek dan sagu, kopra, minyak nabati rakyat, gula merah, pengupasan dan pembersihan kopi, pengirisan tembakau serta penggaraman dan pengeringan ikan (BPS, 2007).

2.2. Peran Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian

Peranan sektor industri pengolahan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor industri pengolahan telah menjadi tulang

(24)

punggung perekonomian nasional sejak tahun 1991, di samping untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, industri pengolahan non migas juga memiliki pangsa pasar luar negeri yang baik. Dari tahun ke tahun sektor industri pengolahan selalu mengalami pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2006 sektor ini tumbuh 4,6 persen dan 4,7 persen di tahun 2007.

Sejak tahun 1991, sektor industri pengolahan telah menjadi kontributor utama dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Peranannya mencapai 27,00 persen pada tahun 2007, nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai kontributor terbesar kedua.

Subsektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia ialah subsektor industri bukan migas sebesar 22,4 persen pada tahun 2007. Sementara subsektor industri migas menyumbang sekitar 4,6 persen. Pada tahun 2007 sumbangan industri bukan migas didominasi oleh industri makanan, minuman dan tembakau sebesar 6,7 persen, disusul oleh industri alat angkutan, mesin dan peralatan sebesar 6,4 persen terhadap PDB Indonesia. Subsektor industri bukan migas yang lainnya hanya menyumbang kurang dari 3 persen terhadap PDB Indonesia. Meskipun demikian kontribusi dari tiap-tiap industri tersebut relatif meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Peran sektor industri pengolahan dalam perekonomian nasional dan Provinsi Jawa Barat beberapa tahun terakhir meningkat. Berdasarkan Nilai Tambah Bruto (NTB) Tabel I-O Indonesia 2005, sektor industri pengolahan merupakan sektor yang terbesar kontribusinya terhadap penciptaan Produk

(25)

Domestik Bruto (PDB) Indonesia. NTB sektor industri sebesar Rp. 779,513 trilyun atau sebesar 26,5 persen dari nilai PDB. Sektor ini juga menciptakan permintaan akhir terbesar pada tahun 2005, yaitu sebesar Rp. 1.690,458 trilyun atau sebesar 45,5 persen dari total nilai akhir dan mendominasi komposisi nilai ekspor pada tahun 2005 dengan nilai ekspor mencapai Rp. 657,912 trilyun setara dengan 67,3 persen dari total ekspor keseluruhan sektor. Hal lain yang menunjukkan peran sektor ini dalam perekonomian Indonesia ialah permintaan terhadap produk industri pengolahan merupakan yang terbesar dengan nilai Rp. 3.141,208 trilyun dan permintaan antara sebesar Rp. 1.450,750 trilyun sebagai yang terbesar pula.

Peranan sektor industri tetap mendominasi perekonomian Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun. Bahkan sektor industri pengolahan, merupakan lapangan usaha terbesar ke tiga penyerap tenaga kerja setelah sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Dan memberikan kontribusi 44,97 persen terhadap PDRB Provinsi Jawa Barat (BPS, 2008).

2.3. Kebijakan dalam Sektor Industri

Di bidang ekonomi, krisis berdampak pada menurunnya kinerja bisnis pada berbagai sektor usaha dan sangat dirasakan terutama di sektor industri. Hal ini karena umumnya industri-industri besar yang tidak berorientasi pada pemanfaatan bahan baku dan bahan setengah jadi dalam negeri. Semakin terpuruknya sektor swasta juga berdampak pada meningkatnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

(26)

Perekonomian Indonesia serta kondisi riil paska krisis ekonomi akan menjadi faktor pendorong pertumbuhan sektor industri. Setelah terjadinya krisis ekonomi pertumbuhan sektor industri masih sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada saat sebelum krisis. Upaya mempercepat pembangunan, membangun kemandirian ekonomi, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh wilayah dengan cara memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengatur dan mengelola seluruh potensi sumber daya yang dimiliki, telah dilakukan dengan terbitnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi oleh pemerintah dan DPR menjadi UU No. 33 Tahun 2004.

Di sisi lain, isu-isu globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia terkait dengan sektor industri telah bergerak begitu cepat, secara kasat mata negara-negara maju lebih siap sehingga cenderung lebih mampu memanfaatkan kesempatan dibandingkan dengan negara-negara sedang berkembang. Dalam upaya mempercepat proses industrialisasi untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional sekaligus mengantisipasi dampak negatif globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia dan perkembangan di masa yang akan datang, diperlukan suatu arahan dan kebijakan yang jelas dalam jangka menengah, maupun jangka panjang baik oleh Pemerintah Pusat maupun prakarsa daerah.

Kebijakan ini dapat berupa Undang-Undang Industri Nasional, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri Perindustrian, Peraturan

(27)

Menteri Perdagangan, dan lain lain. Dapat pula berupa regulasi dari pemerintah dan Bank Indonesia. Peraturan daerah dibuat dengan pendekatan terhadap daerah masing-masing dengan merujuk kepada peraturan pusat dengan tujuan agar peraturan tersebut dapat lebih berhasil dalam pelaksanaannya.

Hal terpenting adalah arah dan kebijakan industri nasional yang disepakati bersama, sangat dibutuhkan agar industri tidak tumbuh secara alami tanpa kejelasan akan bentuk bangun industri yang akan terjadi, yang akan menimbulkan dampak pemborosan sumber daya pembangunan (inefisiensi) dan tidak terwujudnya tujuan pembangunan industri yang diinginkan.

Semua pihak yang bersangkutan dan berkepentingan mempunyai kewajiban untuk berpartisipasi aktif terhadap peraturan/regulasi yang telah dibuat agar dapat mencapai hasil yang optimal sehingga peraturan/regulasi tersebut tidak sia-sia.

2.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai peran dan keterkaitan suatu sektor dalam perekonomian dengan menggunakan analisis Input-Output telah banyak dilakukan. Diantaranya ialah penelitian terhadap seluruh sektor perekonomian, penelitian terhadap salah satu sektor dalam perekonomian, penelitian terhadap sektor pertanian dan industri pengolahan, dan sebagainya.

Pada umumnya setiap penelitian memiliki tujuan yang sama yaitu

mempelajari keterkaitan, baik keterkaitan langsung ke depan (direct forward

(28)

langsung dan tidak langsung ke depan, dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang.

Tabel 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Keterkaitan

Penelitian Keterkaitan Ke Depan Keterkaitan Ke Belakang

No Lokasi Tahun Langsung Tidak Langsung Langsung & Langsung Tidak Langsung Langsung & 1 2 3 Sumatera Barat Pertanian Agroindustri Non Agroindustri Jawa Tengah Industri Pengolahan Pandeglang Padi Melinjo Pertanian Lainnya 2001 2005 2008 0,433 0,256 0,205 1,709 0,01 0,01 0,02 1,582 1,341 1,230 2,102 1,01 1,02 1,04 0,106 0,596 0,413 0,437 0,01 0,01 0,02 1,138 1,746 1,560 1,606 1,03 1,02 1,03 Sumber : Putri (2001), Mustikasari (2005), Ramanto (2008).

Secara umum, nilai keterkaitan langsung ke depan relatif kecil, kecuali untuk Provinsi Jawa Tengah, yaitu sebesar 1,709 pada sektor industri pengolahan, nilai ini lebih besar daripada nilai keterkaitan langsung ke belakangnya yaitu sebesar 0,437. Hal ini mengartikan bahwa sektor industri pengolahan secara langsung lebih peka dalam menciptakan kenaikan output apabila terjadi peningkatan satu-satuan permintaan akhir terhadap sektor industri dibandingkan dengan kemampuannya untuk mendorong pertumbuhan sektor yang menyediakan input bagi keperluan proses produksi.

Nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung yang paling mencolok juga ditunjukkan oleh data Provinsi Jawa Tengah untuk sektor industri pengolahan yaitu sebesar 2,102 meskipun keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang tetap memiliki nilai yang lebih kecil yaitu sebesar 1,606. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan secara langsung dan tidak

(29)

langsung lebih kuat mendorong peningkatan produksi terhadap sektor yang membutuhkan input dari sektor ini dibandingkan dengan kemampuannya untuk mendorong pertumbuhan sektor yang menyediakan input untuk keperluan proses produksinya.

Tabel 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Multiplier

Penelitian Multiplier

No Lokasi Tahun Output Pendapatan Tenaga Kerja

Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II

1 2 3 Sumatera Barat Pertanian Agroindustri Non Agroindustri Jawa Tengah Industri Pengolahan Pandeglang Padi Melinjo Pertanian Lainnya 2001 2005 2008 1,738 1,746 1,510 1,606 1,0858 1,1511 1,2326 1,176 1,834 1,608 2,132 1,1688 1,1225 1,3401 1,192 1,506 1,383 1,314 1,3986 3,9292 1,3776 1,260 1,593 1,462 1,586 1,6214 4,552 1,5972 1,075 8,268 1,521 4,774 1,0296 1,1076 1,152 1,690 8,760 1,689 7,397 1,0391 1,1146 1,2065 Sumber : Putri (2001), Mustikasari (2005), Ramanto (2008).

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai multiplier output tipe I terbesar ditunjukkan oleh Provinsi Sumatera Barat pada sektor agroindustri sebesar 1,746. Sedangkan multiplier output tipe II terbesar oleh Provinsi Jawa Tengah pada sektor industri pengolahan sebesar 2,123. Untuk multiplier pendapatan tipe I dan II, nilai terbesar ialah 3,9292 dan 4,552 keduanya dari Kabupaten Pandeglang pada sektor melinjo. Dan untuk multiplier tenaga kerja terbesar ditunjukkan oleh Provinsi Sumatera Barat pada sektor agroindustri baik untuk tipe I maupun untuk tipe II yaitu sebesar 8,268 dan 8,760.

(30)

Perbedaan multiplier tipe I dan II ialah pada faktor rumah tangga, dimana pada multiplier tipe I rumah tangga dianggap sebagai faktor eksogen sedangkan pada multiplier tipe II rumah tangga sebagai faktor endogen.

Tabel 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Dampak Penyebaran

Penelitian

Koefisien Penyebaran Kepekaan Penyebaran

No Lokasi Tahun 1 2 3 Sumatera Barat Pertanian Agroindustri Non Agroindustri Jawa Tengah Industri Pengolahan Pandeglang Padi Melinjo Pertanian Lainnya 2001 2005 2008 0,875 1,342 1,160 1,168 0,24 0,47 0,65 1,216 1,831 0,945 1,528 0,95 0,46 0,76 Sumber : Putri (2001), Mustikasari (2005), Ramanto (2008).

Tabel 2.3. memperlihatkan bahwa nilai dari koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran bervariasi. Nilai koefisien penyebaran yang lebih besar dari satu menandakan bahwa sektor tersebut mempunyai kemampuan untuk menarik sektor hulunya. Dan nilai kepekaan penyebaran lebih besar dari satu berarti sektor tersebut memiliki kemampuan untuk mendorong sektor hilirnya.

Dari tabel di atas nilai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran terbesar diperoleh Provinsi Sumatera Barat dari sektor agroindustri yaitu 1,342 dan 1,831, artinya sektor agroindustri selain mampu menarik sektor hulunya melalui distribusi manfaat dari pengembangan sektor tersebut terhadap perkembangan sektor yang lainnya, juga mampu untuk mendorong perkembangan sektor hilirnya.

(31)

Analisis Input-Output telah banyak digunakan sebagai alat untuk penelitian ekonomi. Dalam penelitian ini peneliti hanya akan meneliti salah satu sektor perkonomian saja yaitu sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat.

2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis 2.5.1. Model Input-Output

Tabel I-O adalah uraian statistik dalam bentuk matriks yang berisikan informasi tentang barang dan jasa serta saling keterkaitan antarsektor, dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu. Dengan menggunakan tabel I-O dapat dilihat bagaimana output dari suatu sektor di dalam perekonomian didistribusikan ke sektor-sektor lainnya dan bagaimana pula suatu sektor memperoleh input yang diperlukan dari sektor yang lainnya (BPS, 2007).

Dalam suatu model input-output yang bersifat terbuka statis, menurut Jensen dan West (1986) transaksi-transaksi yang digunakan dalam penyusunan tabel I-O harus memenuhi tiga asumsi atau prinsip dasar, yaitu berikut ini :

(1) Keseragaman (Homogenity), yaitu asumsi bahwa output hanya dihasilkan

secara tunggal, artinya setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis antaroutput dari sektor yang berbeda.

(2) Kesebandingan (Proportionality), yaitu asumsi bahwa hubungan antara output

dan input pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, yang berarti kenaikan atau penurunan terhadap penggunaan input oleh suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut.

(32)

(3) Penjumlahan (Additivitas), yaitu asumsi bahwa total efek dari kegiatan

produksi berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing sektor tersebut.

Dalam Priyarsono, Sahara, dan Firdaus (2007), beberapa kegunaan dari analisis I-O, antara lain adalah sebagai berikut.

(1) Untuk memperkirakan dampak permintaan akhir terhadap output, nilai

tambah, impor, penerimaan pajak dan penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor produksi.

(2) Untuk melihat komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa

terutama dalam analisis terhadap kebutuhan impor dan kemungkinan substitusinya.

(3) Untuk mengetahui sektor-sektor yang pengaruhnya paling dominan terhadap

pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian.

(4) Untuk menggambarkan perekonomian suatu wilayah dan mengidentifikasi

karakteristik struktural suatu perekonomian wilayah.

2.5.2. Struktur Tabel Input-Output

Format dari Tabel I-O terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran n x n dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan

suatu hubungan tertentu (Priyarsono et al., 2007). Untuk memperoleh gambaran

(33)

Tabel 2.4. Ilustrasi Tabel Input-Output Alokasi Output

Susunan Output

Permintaan Antara Permintaan

Akhir Jumlah Output Sektor Produksi 1 2 … n Input Antara Sektor Produksi 1 2 . . n x11 x21 . . xn1 x12 x22 . . xn2 … … . . … x1n x2n . . xnn F1 F2 . . Fn X1 X2 . . Xn

Jumlah Input Primer V1 V2 … Vn

Jumlah Input X1 X2 … Xn

Sumber : Tabel Input-Output Indonesia, BPS Pusat, 2007.

Dari tabel di atas isian sepanjang baris memerlihatkan bagaimana output dari suatu sektor dialokasikan, yaitu sebagian untuk memenuhi permintaan antara

(intermediate demand) dan sebagian lagi untuk memenuhi permintaan akhir (final

demand). Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan pemakaian input

antara dan input primer oleh suatu sektor.

Jika Tabel 2.4. dilihat secara baris maka alokasi output secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan aljabar berikut :

x11 x21 . . xn1 + + + x12 x22 . . xn2 + + + … … . . … + + + x1n x2n . . xnn + + + F1 F2 . . Fn = = = X1 X2 . . Xn………...(2.1)

(34)

Arti dari penjumlahan di atas ialah jika seluruh output suatu sektor yang digunakan oleh sektor lain dijumlahkan secara baris kemudian ditambahkan dengan permintaan akhir sektor tersebut, maka hasil penjumlahannya adalah jumlah output total yang dihasilkan sektor tersebut.

dan secara umum persamaan di atas dapat dirumuskan kembali menjadi :

………...…..(2.2)

dimana xij adalah banyaknya output sektor i yang dipergunakan sebagai input oleh

sektor j dan Fi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta Xi adalah jumlah output sektor i. Sebaliknya jika dibaca secara kolom, terutama di sektor produksi, angka-angka itu menunjukkan susunan input suatu sektor. Dengan mengikuti cara-cara membaca seperti secara baris di atas, maka persamaan secara aljabar menurut kolom dapat dituliskan menjadi :

Arti dari penjumlahan di atas ialah jika seluruh input suatu sektor yang diperoleh dari sektor lain dijumlahkan secara kolom kemudian ditambahkan

x11 x21 . . xn1 + + + x12 x22 . . xn2 + + + … … . . … + + + x1n x2n . . xnn + + + V1 V2 . . Vn = = = X1 X2 . . Xn………...(2.3)

(35)

dengan input primer sektor tersebut, maka hasil penjumlahannya adalah jumlah input total yang digunakan sektor tersebut.

dan secara umum dapat ditulis menjadi :

………...(2.4) dimana Vj adalah input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j.

Selanjutnya empat kuadran yang terdapat dalam suatu tabel I-O dibagi menjadi kuadran I, II, III, dan IV. Isi dan pengertian masing-masing kuadran tersebut adalah sebagai berikut;

a. Kuadran I (Intermediate Quadran)

Setiap sel dalam kuadran I merupakan transaksi antara, yaitu transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi. Kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antarsektor produksi dalam suatu perekonomian. Dalam analisis I-O kuadran ini berperan penting karena menunjukkan keterkaitan antarsektor ekonomi dalam melakukan proses produksinya.

b. Kuadran II (Final Demand Quadran)

Kuadran ini menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Permintaan akhir adalah output suatu sektor yang langsung dipengaruhi oleh rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok dan ekspor. Konsumsi rumah tangga terdiri dari pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dan badan-badan yang tidak mencari keuntungan dikurangi nilai neto

(36)

penjualan barang bekas dan sisa. Pengeluaran konsumsi pemerintah adalah pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk konsumsi pemerintah itu sendiri. Pembentukan modal tetap mencakup pembelian semua barang baru oleh semua sektor produksi, termasuk pembelian barang bekas dari luar negeri. Perubahan stok merupakan nilai persediaan akhir dikurangi persediaan awal tahun. Kemudian komponen yang terakhir adalah ekspor, yaitu meliputi pembelian barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri oleh pihak asing.

c. Kuadran III (Primary Input Quadran)

Menunjukkan pembelian input yang dihasilkan di luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran III terdiri dari pendapatan rumah tangga (upah dan gaji), surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan oleh wilayah tersebut. Upah dan gaji adalah pembayaran para buruh dan pegawai atas partisipasi mereka dalam kegiatan produksi. Surplus usaha meliputi sewa tanah, bunga atas modal, dan keuntungan produsen. Penyusutan merupakan perkiraan pengurangan nilai barang modal tetap yang dipakai dalam proses produksi. Pajak tak langsung neto adalah selisih antara pajak tak langsung dengan subsidi.

d. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadran)

Kuadran ini merupakan kuadran input primer permintaan akhir yang menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara.

(37)

Penyebab dari asumsi-asumsi yang ada maka tabel I-O sebagai model kuantitatif memiliki keterbatasan, yaitu koefisien input atau koefisien teknis diasumsikan tetap selama periode analisis. Jika koefisien teknis dianggap tetap maka teknologi yang digunakan dalam proses produksi juga dianggap tetap. Sehingga mengakibatkan besarnya perubahan yang terjadi pada kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan besarnya perubahan kuantitas dan harga output. Meskipun demikian, model I-O masih menjadi model yang lengkap dan komprehensif.

2.5.3. Analisis Keterkaitan

Konsep keterkaitan biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam suatu sistem

perekonomian (Priyarsono, et al. 2007). Konsep keterkaitan ini dirumuskan

menjadi keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang

(backward linkage). Hubungan keterkaitan antar industri/sektor dalam penjualan

terhadap total penjualan output yang dihasilkannya diperlihatkan dalam

keterkaitan ke depan (forward linkage) sedangkan hubungan keterkaitan antar

industri/sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan

untuk proses produksi diperlihatkan dalam keterkaitan ke belakang (backward

linkage).

Berdasarkan konsep ini kita dapat mengetahui besarnya pertumbuhan suatu sektor yang dapat menstimulir pertumbuhan sektor lainnya melalui mekanisme industri. Koefisien langsung akan menunjukkan keterkaitan langsung

(38)

antarsektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara, sedangkan matriks kebalikan Leontief akan menunjukkan keterkaitan langsung

dan tidak langsungnya. Matriks kebalikan Leontief (α) disebut sebagai matriks

koefisien keterkaitan karena matriks ini mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antarsektor perekonomian.

2.5.4. Analisis Multiplier

Multiplier adalah pengukuran suatu respon atau merupakan dampak dari stimulus ekonomi. Stimulus ekonomi yang dimaksud ialah output, pendapatan, dan tenaga kerja. Ketiga stimulus ekonomi ini diasumsikan sebagai peningkatan penjualan sebesar satu satuan mata uang kepada permintaan akhir suatu sektor (Kriswantriyono, 1994).

a. Multiplier Output

Multiplier output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal, yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter.

Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief α menunjukkan total pembelian

input baik langsung maupun tidak langsung dari sektor i sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matriks invers dirumuskan dengan persamaan :

α = (I - A)-1 = [αij] …..……….(2.5)

Dengan demikian matriks kebalikan Leontief mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat keterkaitan antarsektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien

(39)

dari matriks invers ini [αij] menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan memengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain.

b. Multiplier Pendapatan

Dalam Jensen (1986), Multiplier pendapatan mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian. Dalam tabel I-O, yang dimaksud dengan pendapatan adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga. Pendapatan di sini tidak hanya mencakup beberapa jenis pendapatan yang umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga tetapi juga dividen dan bunga bank.

c. Multiplier Tenaga Kerja

Multiplier tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier tenaga kerja tidak diperoleh dari elemen-elemen dalam tabel I-O seperti pada multiplier output dan pendapatan, karena dalam tabel I-O tidak mengandung elemen-elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja. Multiplier tenaga kerja dapat diperoleh dengan menambahkan baris yang menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk masing-masing sektor dalam perekonomian suatu negara atau wilayah. Penambahan baris ini untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja. Penambahan baris dilakukan untuk

mendapatkan koefisien tenaga kerja (ei). Cara untuk memeroleh koefisien tenaga

kerja adalah dengan membagi setiap jumlah tenaga kerja masing-masing sektor dengan jumlah total output dari masing-masing sektor tersebut.

Koefisien tenaga kerja (ei) menunjukkan efek langsung ketenagakerjaan

(40)

tidak langsung ditunjukan dengan αij ei untuk setiap sektor, dan Σiαij ei untuk

semua sektor dalam perekonomian wilayah atau negara. Sedangkan efek total ditunjukan dengan αij* ei.

d. Multiplier Tipe I dan Tipe II

Multiplier tipe I dan II digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan, dan tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah. Efek multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja terdiri dari beberapa tahap yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Efek Awal (Initial Impact)

Dampak awal merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit satuan moneter. Peningkatan output tersebut akan memberikan efek terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan

oleh koefisien pendapatan rumah tangga (hi), sedangkan efek awal dari sisi

tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja (ei).

2) Efek Putaran Pertama (First Round Effect)

Efek ini menunjukkan efek langsung dari pembelian masing-masing sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter. Dari sisi output, efek putaran pertama ditunjukkan oleh koefisien langsung (koefisien input-output/aij), sedangkan efek putaran pertama dari sisi pendapatan (Σiaij hi)

(41)

putaran pertama dari sisi tenaga kerja (Σiaij ei) menunjukkan peningkatan

penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output.

3) Efek Dukungan Industri (Industrial Support Effect)

Dari sisi output, efek ini menunjukkan peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek dukungan industri menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang menghasilkan output.

4) Efek Induksi Konsumsi (Consumption Induced Effect)

Efek ini dari sisi output menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi (peningkatan konsumsi rumah tangga) akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh masing-masing dengan mengalikan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja.

5) Efek Lanjutan (Flow-on_Effect)

Efek lanjutan merupakan efek yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara atau suatu wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek lanjutan dapat diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal.

2.6. Kerangka Pemikiran Analitis

Pembangunan nasional pada dasarnya berusaha mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan makmur. Dengan keadaan negara Indonesia yang

(42)

memiliki banyak sumber daya alam dan manusia, dan Provinsi Jawa Barat sebagai provinsi terdekat dengan ibukota memiliki potensi yang sangat besar yang dalam pengembangannya harus diatur dan ditata dengan baik agar membuahkan hasil yang maksimal.

Sejarah pembangunan ekonomi Indonesia menunjukkan bahwa selama beberapa dasawarsa, sektor pertanian masih menjadi tumpuan harapan negara sebagai penggerak ekonomi, terutama kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja. Potensi agraris yang demikian besar menjanjikan hasil yang sangat menggiurkan jika diolah dan ditangani dengan benar, kondisi sosial-teknologi negara yang masih dalam taraf seperti sekarang ini memberikan hasil yang kurang maksimal dari sektor pertanian. Penebangan hutan liar, pencurian hasil laut oleh nelayan asing dan berbagai masalah lainnya ikut serta di dalam menurunkan hasil dari sektor pertanian.

Setelah sekian tahap pembangunan dilaksanakan, perkembangan menunjukkan bahwa sektor pertanian tidak dapat selamanya dijadikan dasar tumpuan sumber pendapatan negara karena ternyata kontribusi sektor ini dalam perekonomian Indonesia menunjukkan kecenderungan yang menurun. Di sisi lain sektor industri menunjukkan perkembangan yang pesat.

Seiring dengan kebutuhan berbagai kebijakan baru yang mendukung bidang industri pengolahan yang dikeluarkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Hasilnya adalah sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan yang cepat. Industri yang umumnya tumbuh dengan cepat ialah industri yang bersifat padat modal, jenis industri yang nilai produktivitasnya sangat tinggi. Suatu dilema

(43)

dalam mengembangkan sektor industri di Indonesia adalah masalah pemilihan teknologi dan hubungannya dengan kesempatan kerja.

Pembangunan industri telah banyak berdampak positif dalam pembangunan regional, sektor industri mampu meningkatkan kualitas daerah, perataan investasi dan pendapatan daerah (Kriswantriyono, 1991). Tahun-tahun belakangan ini sektor industri pengolahan memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Indonesia.

Berkembangnya sektor industri pengolahan di daerah tidak terlepas dari perkembangan sektor industri nasional. Di Provinsi Jawa Barat, sifat sektor industri pengolahan berhubungan erat dengan sektor pertanian. Kemunculan bengkel-bengkel mesin di Provinsi Jawa Barat bersamaan dengan mulai berkembangnya sektor industri nasional, dikarenakan pada saat awal industri logam dan mesin didirikan untuk memenuhi kebutuhan sektor perkebunan.

Sampai saat ini sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat masih mendapatkan modal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) dalam jumlah yang terbesar. Rp. 10.713.020 juta untuk PMA dan sebesar Rp. 11.295.288 juta untuk PMDN (BPMD Jawa Barat, 2007). Persentase penanaman modal untuk sektor industri pengolahan di Jawa Barat mencapai 95,22 persen dari total keseluruhan modal yang ditanamkan di seluruh sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat.

Tidak semua daerah mengalami hal yang serupa dengan Provinsi Jawa Barat. Pola dan strategi pembangunan sektoral di daerah selalu didasarkan atas potensi dan prospek masing-masing daerah, apalagi setelah adanya otonomi

(44)

daerah. Beberapa wilayah yang termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat dikhususkan untuk dikembangkan sebagai daerah industri. Letaknya yang strategis sebagai daerah penyangga bagi wilayah ibukota memberi arti yang tersendiri. Bagaimana peranan sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Barat sangat menarik bagi penulis untuk dilihat. Bagaimana pengaruh sektor industri pengolahan terhadap perekonomian wilayah Provinsi Jawa Barat, keterkaitan antarsektor, dampak multiplier, dan pengaruh kebijakan yang diambil. Untuk mengetahui hal-hal tersebut, penulis menggunakan analisis Tabel Input Output Provinsi Jawa Barat tahun 2003 serta analisis dilengkapi dengan regulasi dari pemerintah Provinsi Jawa Barat terhadap sektor industri pengolahan agar tercipta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan seperti yang tergambarkan dalam kerangka di bawah ini.

Sektor Industri Pengolahan Sektor Perekonomian

PDRB

Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan Regulasi Pemerintah Analisis Multiplier Analisis Keterkaitan Analisis Input-Output Analisis Pembentukan

(45)

 

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Provinsi Jawa Barat dipilih sebagai tempat penelitian karena sektor industri pengolahan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap PDRB daerah ini, selain itu Provinsi Jawa Barat juga sebagai wilayah penyangga yang berperan terhadap pembangunan ibukota. Dengan pertimbangan ini akan diteliti perkembangan sektor industri pengolahan dalam perekonomian wilayah Provinsi Jawa Barat, keterkaitannya dengan sektor lain, pengaruhnya terhadap penyerapan dan perluasan kesempatan kerja, dan terhadap pendapatan daerah.

Penulisan penelitian telah dimulai sejak Februari 2009. Penelitian selesai pada bulan Juli 2009, telah mencakup waktu yang diperlukan untuk penulisan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, hingga penulisan laporan diselesaikan.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam Jensen (1986), metode yang digunakan dalam pengambilan data ini adalah metode non-survei atau survei minimal. Kelemahan metode ini adalah analisis akan sangat tergantung pada ketersediaan data yang ada serta hasil pengolahan data. Terjadinya penyimpangan di luar teori akan sulit dijustifikasi, kecuali peneliti sudah sangat memahami dan terbiasa dengan penelitian sejenis.

(46)

 

Kekurangan metode non-survei dalam penelitian ini akan tertutupi dengan beberapa kelebihannya, yaitu diantaranya adalah murahnya biaya yang dikeluarkan serta cepatnya waktu penelitian jika dibandingkan dengan bila penelitian dilakukan dengan metode survei.

Data dari Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat tahun 2003. Data-data tersebut diambil dari BPS Pusat, BPS Provinsi Jawa Barat, Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) IPB, Departemen Perindustrian serta instansi-instansi terkait.

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat keras komputer

serta perangkat lunak GRIMP dan Microsoft Excel 2007. Pemilihan perangkat

lunak ini didasarkan atas kemampuannya dalam melakukan analisis Input-Output yang sangat lengkap dan komprehensif.

3.3. Metode Analisis

Alat analisis yang digunakan untuk memelajari peranan sektor industri pengolahan terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya adalah Tabel Input-Output. Dari Tabel I-O dapat diketahui secara langsung peranan sektor industri pengolahan dalam pembentukan output, nilai tambah bruto, permintaan akhir dan permintaan antara karena sudah disajikan di dalam tabel. Sedangkan untuk mengetahui peranan sektor industri pengolahan baik sebagai sektor penyedia input maupun sebagai sektor pengguna input serta dampak yang ditimbulkan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian wilayah dapat dikaji dengan analisis multiplier dan keterkaitan.

(47)

 

Dari persamaan dasar yang telah disajikan pada sub bab 2.4.2. yaitu :

Jika diketahui matriks koefisien input :

……….…(3.2)

Dan jika persamaan (2) disubstitusikan ke persamaan (1) maka didapat persamaan (3) sebagai berikut :

x11 x21 . . xn1 + + + x12 x22 . . xn2 + + + … … . . … + + + x1n x2n . . xnn + + + F1 F2 . . Fn = = = X1 X2 . . Xn………...(3.1) a11X1 a21X1 . . an1X1 + + + a12X2 a22X2 . . an2X2 + + + … … . . … + + + a1nXn a2nXn . . annXn + + + F1 F2 . . Fn = = = X1 X2 . . Xn...(3.3)

(48)

 

Jika ditulis dalam bentuk persamaan matriks, persamaan (3) akan menjadi persamaan berikut :

A X + F = X

AX + F = X atau ( I –A ) X = F atau X = ( I - A)-1F ……...………..(3.4)

dimana :

I = matriks identitas yang elemennya memuat angka satu pada diagonalnya

dan nol pada selainnya,

F = permintaan akhir,

X = jumlah output,

(I - A) = matriks Leontief,

(I - A)-1=matriks kebalikan Leontief.

Dari persamaan (4) ini terlihat bahwa output setiap sektor memiliki

hubungan fungsional terhadap permintaan akhir, dengan (I - A)-1 sebagai koefisien

antaranya. Matriks kebalikan ini mempunyai peranan penting sebagai alat analisis ekonomi karena menunjukkan adanya saling keterkaitan antara tingkat permintaan akhir terhadap tingkat produksi.

a11 a21 : : a21 a12 a22 : : a22 … … … a1n a2n : : a2n Xn Xn : : Xn + F1 F2 : : Fn = X1 X2 . . Xn

(49)

 

3.3.1. Analisis Keterkaitan

3.3.1.1. Keterkaitan Langsung ke Depan

Keterkaitan langsung ke depan memperlihatkan akibat dari suatu sektor terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan ini dirumuskan sebagai berikut :

……….………….(3.5)

= keterkaitan langsung ke depan sektor i, = unsur matriks koefisien teknis.

3.3.1.2. Keterkaitan Langsung ke Belakang

Keterkaitan jenis ini memperlihatkan akibat dari suatu sektor terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Dinyatakan dalam rumus berikut:

………..………(3.6)

= keterkaitan langsung ke belakang sektor i, = unsur matriks koefisien teknis.

3.3.1.3. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan

Jensen (1986), keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan memperlihatkan akibat dari suatu sektor terhadap sektor-sektor yang

(50)

 

menggunakan output bagi sektor tersebut secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. Dirumuskan sebagai berikut:

………(3.7)

= keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor i, = unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka.

3.3.1.4. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang

Keterkaitan jenis ini menyatakan akibat dari suatu sektor terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor-sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total (Jensen, 1986). Dinyatakan dalam rumus berikut:

……….………(3.8)

= keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor i, = unsur matriks kebalikan Leontief model terbuka.

3.3.2. Dampak Penyebaran

Indeks keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung ke depan ataupun ke belakang belum mencukupi dijadikan landasan pemilihan sektor kunci. Indikatornya tidak dapat diperbandingkan antarsektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama, sehingga harus dilakukan penormalan. Untuk

(51)

 

menormalkan indeks tersebut dilakukan dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang dilakukan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini dikenal dengan dampak penyebaran yang terbagi menjadi kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran.

3.3.2.1. Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang / Daya Menarik)

Konsep koefisien penyebaran diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Konsep ini bermanfaat untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input.

Sektor j dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi apabila Pdj

mempunyai nilai lebih besar dari satu, dan berlaku sebaliknya jika nilai Pdj lebih

kecil dari satu (Priyarsono, et al. 2007). Rumus yang digunakan untuk mencari

nilai koefisien penyebaran adalah:

………..……….(3.9) = koefisien penyebaran sektor j,

= unsur matriks kebalikan Leontief.

3.3.2.2. Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan / Daya Mendorong)

Konsep ini diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini. Kepekaan penyebaran bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu

(52)

 

sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Sektor I

dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai Sdi lebih

besar dari satu. Berlaku pula sebaliknya bila nilai Sdi lebih kecil dari satu. Rumus

yang digunakan untuk mencari nilai kepekaan penyebaran adalah:

………..(3.10)

= kepekaan penyebaran sektor i, = unsur matriks kebalikan Leontief.

3.3.3. Analisis Multiplier

Berdasarkan matriks kebalikan Leontief, baik pada model terbuka (αij)

maupun pada model tertutup (α*ij) nilai-nilai multiplier output, pendapatan, dan

(53)

 

Tabel 3.1. Rumus Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja

Nilai Output Pendapatan Tenaga Kerja

Efek Awal 1 hi ei

Efek Putaran Pertama Σiaij Σiaij hi Σiaij ei

Efek Dukungan Industri Σiαij -1 - Σiaij Σiαij hi -hj - Σiaij hi Σiαij eij -ej - Σiaij ei

Efek Induksi Konsumsi Σiα*ij - Σiαij Σiα*ij hi - Σiαijhi Σiα*ijei - Σiαijei

Efek Total Σiα*ij Σiα*ijhi Σiα*ijei

Efek Lanjutan Σiα*ij – 1 Σiα*ijhi - hi Σiα*ijei - ei

Sumber: Priyarsono, et al. 2007.

Dimana :

aij = Koefisien Output,

hi = Koefisien Pendapatan Rumah Tangga,

ei = Koefisien Tenaga kerja,

αij = Matriks Kebalikan Leontief Model Terbuka,

(54)

 

Untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan, dan tenaga kerja maka dihitung dengan menggunakan rumus multiplier tipe I dan tipe II sebagai berikut:

Tipe II =

3.4. Definisi Operasional Data a. Industri Pengolahan

Industri pengolahan ialah semua kegiatan mengubah suatu barang yang bertujuan meningkatkan mutu barang dan jasa. Proses pengubahan dapat dilakukan secara mekanis, kimiawi maupun dengan menggunakan alat-alat sederhana dan mesin-mesin. Kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan termasuk ke dalam kegiatan ini.

Pada klasifikasi 29 sektor industri pengolahan dibagi menjadi 10 sub sektor yang mencakup pengilangan minyak bumi; industri makanan dan minuman; industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki; industri kayu, bambu, rotan dan furnitur; industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan; industri kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet dan plastik; industri barang mineral bukan logam; industri logam dasar; industri barang jadi dari logam; industri pengolahan lainnya.

(55)

 

b. Output

Berdasarkan Tabel Input-Output, output adalah output domestik, yaitu nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di wilayah dalam negeri (domestik), tanpa membedakan asal usul yang melakukan produksi barang dan jasa tersebut. Pelaku produksi dapat berupa perusahaan dan perorangan baik dari dalam negeri maupun asing. Bagi unit usaha yang produksinya berupa barang, maka output merupakan hasil kali kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit barang tersebut. Sedangkan bagi unit usaha yang bergerak di bidang jasa, maka outputnya merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan kepada pihak lain.

c. Transaksi Antara

Transaksi antara adalah transaksi yang terjadi antara sektor yang berperan sebagai konsumen dan produsen. Sektor yang berperan sebagai produsen atau sektor produksi merupakan sektor pada masing-masing baris, sedangkan sektor yang berperan sebagai konsumen merupakan sektor pada setiap kolom. Transaksi antara hanya meliputi transaksi barang dan jasa yang terjadi dalam hubungannya dalam proses produksi. Jadi, isian sepanjang baris pada transaksi antara memperlihatkan alokasi output suatu sektor dalam memenuhi kebutuhan input sektor-sektor lain untuk keperluan produksi dan disebut sebagai permintaan antara. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan input barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor dan disebut sebagai input antara.

(56)

 

d. Permintaan Akhir dan Impor

Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan konsumsi. Permintaan akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor.

i. Pengeluaran Rumah Tangga

Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran yang dilakukan rumah tangga untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi penjualan netto barang bekas. Barang dan jasa dalam hal ini mencakup barang tahan lama dan barang tidak tahan lama kecuali pembelian rumah tempat tinggal. Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup konsumsi yang dilakukan di dalam dan di luar negeri. Untuk menjaga konsistensi data, maka konsumsi oleh penduduk asing di wilayah negara tersebut diperlakukan sebagai ekspor.

ii. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup semua pengeluaran barang dan jasa untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan pertahanan, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

iii. Pembentukan Modal Tetap

Meliputi pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik dari dalam maupun luar negeri termasuk barang modal bekas dari luar daerah.

(57)

 

iv. Perubahan Stok

Perubahan stok merupakan selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok barang pada awal tahun. Perubahan stok dapat digolongkan menjadi : (1) perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan oleh produsen, termasuk perubahan jumlah ternak dan unggas serta barang-barang strategis yang merupakan cadangan nasional, (2) perubahan stok bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen, (3) perubahan stok di sektor perdagangan, yang terdiri dari barang-barang dagangan yang belum terjual.

v. Ekspor dan Impor

Pada Tabel Input-Output regional, yang dimaksud dengan ekspor dan impor barang dan jasa adalah meliputi transaksi barang dan jasa antara penduduk suatu negara/daerah dengan penduduk negara/daerah lain. Transaksi tersebut terdiri dari ekspor dan impor untuk barang dagangan, jasa pengangkutan, komunikasi, asuransi dan berbagai jasa lainnya. Transaksi ekspor mencakup juga pembelian langsung di suatu daerah oleh penduduk negara/daerah lain, sebaliknya pembelian langsung di luar negeri/luar daerah oleh penduduk suatu daerah dikategorikan sebagai transaksi impor.

Transaksi ekspor barang ke luar negeri dinyatakan dangan nilai free on board

(f.o.b) yaitu suatu nilai yang mencakup juga semua biaya angkutan di negara pengekspor, bea ekspor dan biaya pemuatan barang sampai ke kapal yang akan mengangkutnya. Sedangkan transaksi impor dari luar negeri dinyatakan

Gambar

Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Atas Dasar  Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2007
Tabel 2.4. Ilustrasi Tabel Input-Output
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 4.1.  Jumlah Kecamatan dan Klasifikasi Perkotaan/Perdesaan Menurut  Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Martapura Lama pada saat ini adalah sebagai berikut: Operasional dan pelayanan pada angkutan umum dengan rute Terminal Antasari sampai Terminal Pasar Sungai Tabuk

Adanya peningkatan kandungan C organik pada tanah yang diaplikasi dengan kombinasi pupuk hayati dan kompos jerami padi dan pupuk urea dari 1,25% (analisis tanah awal) menjadi di atas

Modul yang terakhir adalah modul klasifikasi menggunakan metode k-nearest neighbor yang bertujuan mengklasifikasikan citra daging segar, daging gelonggongan dan

Sumber data dalam penelitian ini ada 3 jenis, yaitu narasumber (orang), peristiwa, dan dokumen. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan

Kinerja pengisian sistem ditunjukkan dengan kenaikan tegangan tertinggi pada baterai telepon seluler sebesar 0,03 volt untuk pengujian selama 30 menit pada cuaca cerah (panel

Pada model pertama yaitu model yang memasukkan rasio keuangan yang berasal dari laporan laba rugi dan neraca menunjukkan bahwa rasio TLTA dapat digunakan untuk memprediksi kondisi

Sabirin, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika yang telah memberikan arahan penulisan skripsi yang sesuai dengan kepentingan pengembangan Jurusan

Sesuai dengan tingkat perkembangan pemikiran dan tahapan pertumbuhan sosial saat itu, Nabi memberikan petunjuk-petunjuk operasional dan teladan- teladan nyata