ABSTRAK
PERCINTAAN MELALUI CHATTING PADA USIA DEWASA AWAL
Mikael Mardi Raharjo
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2007
Interaksi di dunia maya dipandang sebagai suatu hal yang menarik dan menjanjikan bagi para penggunanya, termasuk juga bagi mereka yang berusia dewasa awal yang tengah mencari pasangan. Chatting digunakan sebagai salah satu cara mereka untuk mencari pasangan. Simbol-simbol dan huruf-huruf yang digunakan dalam chatting dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka. Berawal dari rasa ketertarikan yang kemudian berkembang pada interaksi terus menerus, seseorang dapat mengalami perasaan jatuh cinta. Oleh karena itu bagaimana percintaan melalui chatting pada usia dewasa awal dirasa sebagai suatu hal yang menarik untuk diteliti .
Penelitian kualitatif ini menggunak an pendekatan fenomenologi yang akan menguraikan phenomenon berupa perilaku pengguna warnet dalam menjalin cinta melalui chatting. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 10 orang, menggunakan criterion sampling. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, sedangkan verifikasi data menggunakan intersubyektive validity.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa percintaan melalui chatting pada pengguna warnet berusia dewasa awal dimaknai sebagai jalinan cinta yang main -main. Jalinan cinta ini cenderung membatasi hubungannya dengan pasangan, menghindari keterlibatan hubungan yang mendalam, dan tidak melekatkan diri pada pasangannya tetapi membuat pasangannya lekat padanya.
ABSTRACT
LOVING TROUGH CHATTING AT EARLY ADULTHOOD
Mikael Mardi Raharjo
Psychology Department of Sanata Dharma University Yogyakarta
2007
Illusory World interaction viewed as an interested and promised to all its consumers, including also for the men who have early ad ult which is being look for partner. Chatting used as one of their ways to look for partner. Symbols, letters, used in chatting could lay open their feeling and mind. Started from interest feeling; then develop to continuous interaction, it can make someo ne fall in love. In the end, how love in chatting at early adult felt as an interest to be researched.
This qualitative research used phenomenological approach to elaborate phenomenon in the form of behavior of consumers to use Internet in braiding chatt ing love. Amount of samples in this research were 10, used criterion sampling. Taking of data used a circumstantial interview, while data verification use intersubjective validity.
The research indicates that love in chatting at early adult consumer of Internet meant as love braid which trifle. This loving is tend to to limit its relation with his or her partner, avoiding depth relationship involvement, and not attach into his or her partner but making his or her partner attach him or her.
PERCINTAAN MELALUI
CHATTING
PADA USIA DEWASA AWAL
(pendekatan fenomenologis)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)
Program Studi Psikologi
DISUSUN OLEH :
Mikael Mardi Raharjo
019114044
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
HALAMAN MOTTO
Put the LOVE, which is the bond of
perfection (Collasians 3:14).
"Hereby perceive we the love of God, because he laid dow n his life for us:
and we ought to lay down our lives for the brethren. But whoso hath this world's good,
and seeth his brother have need, and shutteth up his bowels of compassion from him,
how dwelleth the love of God in him? My little children,
let us not love in word, neither in tongue; but in deed and in truth." (I John 16 -18)
dan hanya karena cintaNya
HALAMAN PERSEMBAHAN
Ibu,
Engkau melakukannya untuk hidup saya
Sebagaimana yang saya butuhkan.
Saya berutang segala yang saya miliki kepadamu.
Ketika saya muda, engkau memperlihatkan saya tentang
kebenaran,
jauh dari apa yang sebaiknya dilakukan.
Tanpa cintamu, di mana saya ada?
Engkau memberi saya kebahagiaan, lebih banyak lagi
daripada kata-kata.
Saya berdoa kepada Tuhan
agar Dia memberkatimu setiap malam dan setiap hari.
Ibu,
Skarang saya tumbuh.
Dan saya bisa membawa lurus semua langkahku sendiri.
Saya akan dengan senang hati memberikan apa yang tlah
Karya ini kupersembahkan kepada :
Orang tuaku, Ayah Ibuku tercinta yang selalu memberikan
dukungan, doa, dan cinta yang tulus ikhlas.
Mba Cil, Mba Anna, Paklik bulik sekeluarga yang senantiasa
mendoakan, membantu dan mendukung saya.
Pakdhe terima kasih banyak atas dukungan, dorongan
semangat, serta ilmunya.
Suster Paula ADM, terima kasih, atas dukungannya, doa dan
kebaikannya.
Serta mereka yang selalu mendoakanku dan mendukungku di
segala suasana hati …..
Thanks God
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang dituliskan dalam kutipan dan
daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 23 Juni 2007
Penulis
ABSTRAK
PERCINTAAN MELALUI CHATTING PADA USIA DEWASA AWAL
Mikael Mardi Raharjo
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2007
Interaksi di dunia maya dipandang sebagai suatu hal yang menarik dan menjanjikan bagi para penggunanya, termasuk juga bagi mereka yang berusia dewasa awal yang tengah mencari pasangan. Chatting digunakan sebagai salah satu cara mereka untuk mencari pasangan. Simbol-simbol dan huruf-huruf yang digunakan dalam chatting
dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka. Berawal dari rasa ketertarikan yang kemudian berkembang pada interaksi terus menerus, seseorang dapat mengalami perasaan jatuh cinta. Oleh karena itu bagaimana percintaan melalui chatting pada usia dewasa awal dirasa sebagai suatu hal yang menarik untuk diteliti .
Penelitian kualitatif ini menggunak an pendekatan fenomenologi yang akan menguraikan phenomenon berupa perilaku pengguna warnet dalam menjalin cinta melalui chatting. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 10 orang, menggunakan
criterion sampling. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, sedangkan verifikasi data menggunakan intersubyektive validity.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa percintaan melalui chatting pada pengguna warnet berusia dewasa awal dimaknai sebagai jalinan cinta yang main -main. Jalinan cinta ini cenderung membatasi hubungannya dengan pasangan, menghindari keterlibatan hubungan yang mendalam, dan tidak melekatkan diri pada pasangannya tetapi membuat pasangannya lekat padanya.
ABSTRACT
LOVING TROUGH CHATTING AT EARLY ADULTHOOD
Mikael Mardi Raharjo
Psychology Department of Sanata Dharma University Yogyakarta
2007
Illusory World interaction viewed as an interested and promised to all its consumers, including also for the men who have early ad ult which is being look for partner. Chatting used as one of their ways to look for partner. Symbols, letters, used in chatting could lay open their feeling and mind. Started from interest feeling; then develop to continuous interaction, it can make someo ne fall in love. In the end, how love in chatting at early adult felt as an interest to be researched.
This qualitative research used phenomenological approach to elaborate phenomenon in the form of behavior of consumers to use Internet in braiding chatt ing love. Amount of samples in this research were 10, used criterion sampling. Taking of data used a circumstantial interview, while data verification use intersubjective validity.
The research indicates that love in chatting at early adult consumer of Internet meant as love braid which trifle. This loving is tend to to limit its relation with his or her partner, avoiding depth relationship involvement, and not attach into his or her partner but making his or her partner attach him or her.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul Percintaan melalui chatting pada usia dewasa awal.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan:
1. Pertama kali penulis mengucapkan terima kasih sedalam -dalamnya kepada Bp. A Supratiknya selaku dosen pembimbing s kripsi. Terima kasih atas kesabarannya untuk membimbing saya serta senantiasa menunggu perkembangan dari skripsi saya.
2. Kepada Ibu Silvia Carolina, selaku pembimbing akademik. Bapak Siswo Widyatmoko, Bapak Wijoyo Adi Nugroho, Ibu Agnes Indar E, serta Ibu Nimas, terima kasih atas masukan yang berharga untuk skripsi saya. Terima kasih pula untuk seluruh dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmunya selama saya kuliah di Universitas Sanata Dharma.
3. Terima kasih juga untuk Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si yang telah memberiku kesempatan untuk bergabung dalam P2TKP angkatan 2006. Terima kasih juga kepada Ibu Tiwi, Mba Tia dan Pak Toni atas bimbingannya selama di P2TKP. Buat teman-teman P2TKP angkatan 2006 : Anita, Deasy, Tyo, Etik, Lisna, Adi, Desta dan Catrine. Special thanks to Desi atas recordernya serta Adi atas koreksian abstraknya. Tak lupa senior-senior di P2TKP : Cawet, Eko, Rani dan Juli. Serta teman-teman P2TKP Angkatan 2007: Otik, Iput, Tita, Abe, Elvin, Ina, dan Obet. Terima kasih atas kebersamaan kita selama ini.
4. Buat Mbak Nanik, Mas Gandung dan Pak Gie untuk segala bantuannya terutama dalam administrasi perkuliahan selama berada di Fakultas Psikologi. Buat Mas Muji trimakasih atas pinjaman tape recordernya. Mas Doni terima kasih untuk segala bantuannya selama di ruang baca, praktikum dan selama menjadi asisten. 5. Terima kasih untuk para chatters (Galih, Tia, Linda, Mira, Cindy, Lucky, Iwan,
teman-teman cyberku yang kadang juga selalu memberikan dukungan kala saya dalam kesulitan, memberi kecerian yang telah diberikan serta kekonyolan -kekonyolan dalam kita berkomunikasi melalui chatting .
6. Terima kasih untuk Bp Emanuel Baskoro, atas dorongan, dukungan dan masukan selama saya menuliskan skripsi ini. Tak lupa kepada Bp Budiantara atas bantuan dan masukan yang beharga yang telah diberikan kepada saya selama saya menuliskan skripsi ini.
7. Terima kasih untuk Cik Tanti, Koh Dennies, dan Aan yang telah memberikan kesempatan saya untuk belajar banyak mengenai internet, juga teman teman OP Secondhome yang tak bisa saya sebutkan satu-persatu atas suka dukanya serta dinamikanya selama menjadi Operator Warnet.
8. Buat teman teman satu angkatan; Achong, Eko, Vembri, Tumbur, Nining, Ninik, Vera, dan semua yang tak bisa kusebutkan satu persatu, trima kasih atas kebersamaan selama menjalani studi di Psikologi. Buat Donie terima-kasih aku bisa discankan lembar pengesahan di tempatmu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurang an dan keterbatasannya. Oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan guna membangun dan memperbaiki skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL --- i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING --- ii
HALAMAN PENGESAHAN --- iii
HALAMAN MOTTO --- iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ---v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA --- vii
ABSTRAK --- viii
ABSTRACT ---ix
KATA PENGANTAR --- x
DAFTAR ISI ---xii
DAFTAR TABEL --- xv
DAFTAR BAGAN --- xvi
DAFTAR LAMPIRAN ---xvii
BAB I PENDAHULUAN --- 1
A. Latar Belakang Masalah --- 1
B. Rumusan Permasalahan --- 6
C. Tujuan Penelitian --- 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA --- 8
A. CINTA --- 8
1. Definisi Cinta --- 8
2. Aspek dari cinta menurut Segitiga Cinta Stenberg --- 9
3. Tipe-tipe cinta berdasarkan komponen Segitiga Stenberg --- 11
4. Proses perkembangan sebuah hubungan ---12
B. DEWASA AWAL ---13
1. Definisi Dewasa awal --- 13
2. Ciri-ciri dewasa awal ---14
3. Karakteristik minat sosial dewasa awal---16
C. CHATTING --- 17
D. PERCINTAAN MELALUI CHATTING PADA USIA DEWASA AWAL---19
E. PERTANYAAN PENELITIAN---21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN --- 23
A. Jenis Penelitian --- 23
B. Pandangan Peneliti mengenai Cyberlove --- 26
C. Fokus Penelitian --- 27
D. Informan Penelitian --- 28
E. Metode Pengumpulan Data --- 28
F. Metode Analisis Data ---29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ---32
A.. Hasil Penelitian --- 32
1. Apa yang dialami oleh pengguna internet usia dewasa awal yang melakukan chatting --- 32
2. Bagaimana percintaan melalui ch atting tersebut dialami pengguna warnet berusia dewasa awal---35
3. Apa makna percintaan melalui chatting bagi pengguna warnet berusia dewasa awal---43
B. Pembahasan Penelitian ---45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ---49
A. Kesimpulan --- 49
B. Saran --- 49
DAFTAR PUSTAKA --- 51
DAFTAR TABEL
DAFTAR BAGAN
DAFTAR BAGAN --- 55
Daftar bagan proses pengolahan data ---55
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Verbatim informan 1 ---57
LAMPIRAN 2. horizonalization informan 1 --- 68
LAMPIRAN 3. tekstural, struktural informan 1 --- 73
LAMPIRAN 4. informen concern form informan 1 ---74
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Saat ini dunia maya hampir dapat dipastikan membawa budaya baru bahkan
menjadi trend bagi berbagai kalangan mulai dari anak-anak muda usia sekolah,
kuliah, bahkan bagi mereka yang sudah bekerja (Sumsel.com, 2003). Bagi mereka,
dunia maya memang menarik dan menjanjikan banyak hal terutama untuk suatu
hubungan, mulai dari hanya mencari teman hingga mencari jodoh. Hal ini dapat
terfasilitasi, terlebih dengan maraknya situs perkawanan seperti friendster.com,
HI5.com, Cyberspace.com, temanster.com, friendfinder.com, bahkan hingga situs
Blogger. Ada pula situs yang memang mengkhususkan untuk temu jodoh layaknya
biro jodoh konvensional di koran-koran seperti situs Personals.AOL.com, iwantu.com,
matchmaker.com, friendfinder.com dan lain sebagainya (Tempo, 2004).
Di samping situs perkawanan dan situs jodoh tersebut, para pengguna internet
juga dapat menemukan teman-teman baru melalui chatting. Chatting dianggap lebih
banyak dilakukan oleh orang-orang dan cukup fenomenal. Berdasarkan survai Nielsen
dan Netratings tahun 2005, pengguna Gtalk sekitar 866 ribu, sedangkan AOL
Messenger mencapai 53 juta, MSN Messenger 27 juta, dan Yahoo Messenger ¹) 22
juta(http://www.wemaster.net/modules.php?).
Meski sebagian kalangan menganggap chatting sebagai kegiatan buang-buang
waktu, ada juga yang berkeyakinan bisa mendatangkan manfaat. Tidak sedikit yang
di antaranya adalah tambah teman, wawasan dan mencari pacar (Minggu pagi, 2004).
Denny Chasmala misalnya, lelaki lajang 31 tahun adalah seorang produser rekaman di
Jakarta yang terbiasa chating. Dengan melalui chating, ia bertemu dengan Octriasari
Maharani bekas tetangganya yang tinggal di Yogyakarta. Keduanya merasakan
kecocokan dan pada tanggal 28 Agustus 2005 mereka menikah. Hal yang hampir
sama dialami Sri Rahati Hadiningrum (Nining) yang saat itu berusia 34 tahun.
Wanita asal Cirebon ini memperoleh jodoh melalui situs iwantu.com. Jodohnya pria
asal Inggris bernama Jacob Andrew Purches (Jake). Mereka kemudian menjalin
hubungan melalui chating dan email. Pada mulanya Nining ragu karena mereka
berbeda agama, namun Jake menunjukkan keseriusannya dengan bersedia pindah
agama dari Katolik Anglikan ke Islam, Nining pun semakin tertarik. Merekapun
akhirnya menikah pada tanggal 29 Mei 2001 dan sekarang sudah dikaruniai seorang
anak. (Tempo, 2004).
Bagi sebagian orang akan sulit percaya bahwa sepasang manusia bisa menjalin
cinta melalui Internet (virtual love atau cyberlove). Kemungkinan untuk berbohong
dan dibohongi di dunia maya lebih besar daripada jika bertatap muka langsung.
Zondra Hughes (2003) mendukung pernyataan ini dengan mengemukakan bahwa
wanita berusia 47 mungkin saja mengaku dirinya sebagai seorang gadis berusia17
tahun. Padahal kejujuran merupakan sebuah pembukaan diri yang nantinya akan
menentukan seseorang menjadi lebih akrab. Kendati demikian, sebuah relasi dalam
dunia maya dianggap sama pentingnya dengan menjalin relasi di dunia nyata (Whitty
and Gavin, 2001). Hal ini di tegaskan dengan sebuah penelitian yang menunjukkan
dunia maya dalam hal kepuasan berelasi dan potensi penerimaan emosional (Cornwell
dan Lundgren, 2001).
Donny (2003) mencoba menjelaskan bagaimana keterlibatan pelaku virtual
love selama mereka chatting. Ia mengungkapkan bahwa sinyal-sinyal emosional dari
pasangan virtual lover ditransfomasikan dalam bentuk bit dan byte ² ) di internet. Ide
dasarnya sebenarnya sama dengan teknik surat menyurat. Melalui sepucuk surat
tersebut, mereka mentransformasikan hasrat, gairah dan emosi cintanya melalui tinta
yang dituliskan pada kertas putih polos. Hanya bedanya emosi para virtual lover akan
saling dipertukarkan saat itu juga (real time) manakala mereka menekan tombol
'Enter' pada keyboard. Sedangkan para conventional lover, dapat dikatakan harus
menunggu berhari-hari balasan dari suratnya terhitung sejak mereka menutup amplop
dan menempelkan perangko.
Berhubungan melalui internet dirasa memiliki sensasi yang berbeda dengan
berkenalan langsung di dunia nyata. Disamping itu, berelasi di internet dirasa
memberikan kenyamanan tersendiri. Tak sedikit orang yang merasa canggung jika
harus berkata-kata dan bertatap muka langsung dalam menuangkan pikiran dan
perasaannya (Kompas, 2005). Artinya, rasa malu, kaku, atau takut yang sering muncul
bila bicara berhadapan langsung, akan berkurang ataupun hilang bila komunikasi
dilakukan di internet.
Dengan makin menjamurnya warnet-warnet, akses komunikasi untuk para
virtual lover atau cyberlover semakin mudah. Hal ini ditegaskan oleh Heru Nugroho
selaku sekretaris jendral APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) yang
mengatakan jumlah pelanggan internet dari sektor pribadi (residence) dan warnet
pelanggan korporasi yang masing-masing hanya mencapai 40 ribu. Beliau juga
menunjukkan bahwa pada tahun 2003 pengguna internet mengalami peningkatan
hingga 5,5 juta orang dibanding tahun sebelumnya 2002 yang hanya 4,2 juta orang.
(www.kompas.com). Dengan maraknya warung internet tersebut, pada virtual love
tak perlu susah-susah memiliki komputer, perangkat internet beserta modemnya.
Mereka tinggal sewa komputer dengan internetnya selama yang mereka mau. Dengan
menyewa internet di net-café, dirasa lebih murah jika dibandingkan dengan
memasang layananan internet di rumah sendiri. Yang penting bagi mereka, untuk
menjalin sebuah hubungan tidak perlu harus mahal.
Hubungan semacam itu rupanya menarik perhatian Boyd yang menganalisis
situs MySpace.com. Ia mengemukakan bahwa situs tersebut memiliki anggota 15 juta
orang dan setengahnya berusia rata-rata 24 tahun (http://www.unissula.ac.id/sinau/
default.asp). Usia 24 tahun termasuk dewasa awal karena , usia dewasa awal dimulai
pada usia 21 tahun hingga 35 tahun. Pada usia tersebut, rata-rata mereka masih
menjalani status mereka sebagai mahasiswa dan mulai merintis di dunia kerja
(Santrock,2002). Hal ini dipertegas lagi dengan hasil polling atau jajak pendapat
mahasiswa di Kanada yang menemukan bahwa 87% atau lebih dari 2.500 orang
mahasiswa yang mengikuti polling pernah atau sudah melakukan cyber seks dan
cyberlove di balik program Instant Message (chatting), baik menggunakan webcam
ataupun menggunakan voice mail ( http://www.hostingcentre.com).
Bagi para pengguna warnet yang berusia dewasa, khususnya mereka yang
melakukan virtual love, orientasi untuk sebuah jalinan semata-mata tidak hanya
sebatas mengetahui lawan bicara saja tetapi juga mengenal lebih mendalam. Hal ini
lebih intim. Mereka juga lebih banyak diarahkan pada harapan sosial yang
sebenarnya. Seperti yang dikemukakan Ekorini (2004) yakni saat tersebut adalah saat
setiap orang akan dihadapkan pada masalah sosial untuk bisa beradaptasi dengan
lawan jenis dan lingkungan sosial di sekitarnya.
Seseorang akan merasa tertarik berelasi dengan orang lain diawali dengan
suatu hubungan yang akrab, dan munculnya kecocokan antar kedua belah pihak
(Santrock, 2002). Apabila hubungan akrab tersebut didukung pula oleh bangkitnya
afek, dan mereka termotivasi untuk saling memiliki hubungan, akan menimbulkan
rasa saling suka (Baron& Byrne, 2005). Hasil penelitian Simpson (2007)
menunjukkan bahwa hubungan yang diawali dari persahabatan pada masa
kanak-kanak, pada usia dewasa dapat dimungkinkan terbentuk hubungan romantisme yang
nantinya memunculkan rasa nikmat yang lebih. Munculnya perasaan saling suka
didalam persahabatan atau dalam hubungan yang akrab merupakan awal bagi mereka
untuk saling jatuh cinta.
Dalam percintaan melalui chatting, chatting merupakan sarana untuk
mengakrabkan kedua belah pihak. Kendati hubungan melalui chatting ini berawal dari
tanpa adanya keterlibatan fisik secara nyata seperti kisah cinta di dunia nyata pada
umumnya, namun bagi para virtual lover, mereka tetap menganggap dan memaknai
hubungannya ini sebagai hubungan percintaan terlebih bila keduanya memiliki rasa
saling suka dan ada kecocokan. Percintaan yang mereka bangun ini sebagian
berdasarkan khayalan dan ilusi yang positif. Bahkan, ilusi semacam ini tampaknya
membantu menciptakan hubungan yang lebih baik (Martz, Murray, Holmes, Griffin,
dalam Baron & Byrne , 2005). Agar keintiman yang mereka bangun berdasarkan
menerus yakni dengan melakukan kontak secara online ataupun berkirim surat
melalui email.
Dari uraian tersebut, peneliti ingin mendapatkan gambaran secara menyeluruh
mengenai pemaknaan akan percintaan melalui chating ini. Secara khusus, peneliti
ingin mengetahui hal tersebut pada usia dewasa awal karena pada usia tersebut, lebih
banyak memfokuskan hubungannya pada relasi lawan jenis.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
Apa makna percintaan melalui chatting pada usia dewasa awal?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna percintaan melalui chatting
pada usia dewasa awal.
D. MANFAAT PENELITIAN
Dari hasil penelitian ini diperoleh :
1. Manfaat secara teoretis
Manfaat penelitian ini adalah menambah wawasan dan khasanah ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang psikologi sosial dengan memberikan
2. Manfaat secara praktis.
a. Bagi para cyberlover.
Hasil penelitian ini sebagai sarana merefleksikan pengalaman mereka
dan memberikan informasi dan gambaran mengenai hal-hal apa yang
akan dialami.
b. Bagi peneliti yang tertarik di bidang psikologi sosial.
Hasil penelitian ini dapat menjadi sarana acuan bagi penelitian
selanjutnya, khususnya penelitian tentang interaksi antar manusia
ataupun jalinan yang di bentuk di dunia maya.
1 )Gtalk, AOL Messanger (AIM), MSN Messanger, Yahoo Messanger adalah software yang biasa
digunakan untuk chating dengan menginduk pada situs portalnya yaitu Google, AOL, MSN, &Yahoo
²) Byte adalah istilah yang biasa dipergunakan sebagai satuan dari penyimpanan data dalam komputer.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. CINTA
1. Definisi cinta
Kamus Online Wikipedia mengemukakan cinta adalah rasa kasih-sayang
yang sangat kuat, rasa tertarik seseorang kepada orang lain. Hal ini tidak mudah
bisa tergambar karena merupakan campuran emosi, orang bisa mencintai dan
dicintai dengan cara berbeda. Cinta ditimbulkan oleh reaksi kimia di otak dan
merupakan sensasi relatif; masing masing orang dapat merasakan hal yang
berbeda atau mengalaminya dengan cara yang berbeda. Dengan demikian
seseorang akan memberikan pemaknaan yang berbeda atas apa yang dialaminya.
Banyak orang percaya bahwa mencintai akan menjadikan seseorang obsessive;
orang memikirkan orang itu atau perihal mereka terus-menerus.
(http://simple.wikipedia. org/wiki/Love).
Fromm ( 2002) menyebutkan bahwa cinta adalah proses. Proses terpenting
dari cinta adalah kesediaan saling memberi dan menerima. Ada 3 hal pokok dari
cinta yaitu : a) cinta adalah perasaan, b) perasaan yang diwujudkan dengan adanya
obyek yang dicintai, c) perasaan cinta adalah penyerahan diri pada suatu obyek
yang dicintai. Dari hubungan cinta inilah seseorang memiliki kapasitas besar
untuk belajar tentang diri mereka (Master dkk,1992).
Stenberg dan Grajek (1988) menyatakan bahwa cinta terdiri dari
sekumpulan afeksi, kognisi, dan motivasi yang berhubungan satu dengan yang
Kassin (1992) menambahkan bahwa cinta adalah emosi yang bersifat mendalam
dan vital yang merupakan jalinan erat dan signifikan dengan orang lain sehingga
mereka dapat merasakan sesuatu atas apa yang dialami dan memunculkan
berbagai macam pengekspresiannya.
Peneliti menyimpulkan bahwa cinta adalah emosi yang bersifat mendalam
atas rasa tertarik terhadap orang lain, juga bersifat vital dan menetap, yang
merupakan sensasi relatif, seseorang dapat merasakan, mengalami dan
memberikan makna dengan cara yang berbeda, melibatkan afeksi, kognisi dan
motivasi untuk menjalin dengan erat dan berproses untuk saling memberi dan
menerima.
2. Aspek dari cinta menurut segitiga cinta Stenberg
Stenberg (1987) memformulasikan cinta dalam bentuk segitiga cinta (triangular
model of love ). Formulasi ini terdiri dari 3 komponen dasar yang hadir pada
derajat yang berbeda pada masing-masing pasangan. Komponen itu meliputi :
a) Keintiman (intimacy)
Keintiman adalah kedekatan yang dirasakan oleh kedua orang dan
kekuatan dari ikatan yang menahan mereka bersama. Pasangan yang
memiliki derajat keintiman yang tinggi, mempedulikan kesejahteraan
dan kebahagiaan satu sama lain, dan mereka saling menghargai,
menyukai, bergantung dan memahami satu sama lain.
b) Hasrat (passion).
Hasrat muncul dari ketertarikan fisik dan seksualitas. Disebutkan bahwa
Cinta sempurna= keintiman +hasrat+ komitmen
(consummate love)
(Fehr & Broughton, dalam Baron & Byrne, 2005). Waltser dan Haldfield
( dalam Stenberg, 1988) mendefinisikan hasrat sebagai ekspresi dari
sebagian besar keinginan (desires) dan kebutuhan (need) seperti need of
dominance (dominan) , need of submission(mengalah), need of affiliance
(berteman), need of nurturance (menolong) dan sexual fulfillment
(pemenuhan kebutuhan seks).
c) Komitmen (commitment).
Komponen ini mempresentasikan faktor kognitif seperti keputusan untuk
saling mencintai, kesediaan untuk bersama dengan pasangannya dan juga
untuk kesediaan untuk mempertahankan hubungan manakala hubungan
mereka dalam masalah.
a. keintiman
(liking)
romantic love companionate love
b. c.
hasrat komitmen (infatuation) fatous love (empty love)
3. Tipe- tipe cinta berdasarkan komponen Segitiga Stenberg
Ada 6 macam type cinta yang terbentuk dari ketiga komponen diatas :
a. Liking
Cinta pada type ini hanya terdiri atas aspek keintiman saja. Untuk tipe
cinta ini, yang muncul adalah rasa kedekatan, saling pengertian,
dukungan emosional, dan kehangatan yang biasanya ada pada hubungan
persahabatan.
b. Infatuation
Cinta pada tipe ini hanya gairahlah yang paling menonjol. Tipe cinta ini,
dapat digambarkan seperti pada cinta pada pandangan pertama ketika
muncul ketertarikan secara fisik pada seseorang, dan biasanya mudah
hilang.
c. Empty Love
Cinta pada tipe ini, komitmen dianggap paling menonjol. Cinta ini,
biasanya ditemukan pada pasangan yang telah menikah dalam waktu
yang panjang namun sudah berkurang kehangatan dalam hubungan
mereka (misalnya pada pasangan usia lanjut).
d. Romantic Love
Romantic love memunculkan aspek keintiman dan gairah. Hubungan ini
melibatkan gairah fisik maupun emosi yang kuat, namun tanpa ada
komitmen (pacaran atau perkawinan)
e. CompanionateLove
Aspek keintiman dan komitmen membentuk tipe cinta ini. Hubungan ini
termasuk persahabatan (juga persahabatan suami-istri).
f. Fatous Love
Hubungan ini melibatkan komponen gairah dan komitmen. Hubungan
macam ini membentuk komitmen tertentu (misalnya perkawinan) atas
dasar gairah seksual. Biasanya ada pada pasangan kawin kontrak atau
pada suami istri yang sudah kehilangan keintimannya.
g. Consummate Love
Semua komponen muncul, apabila ketiga komponen tersebut dapat
berkombinasi, hasil yang didapat yaitu cinta sempurna (consummate
love), yakni cinta yang ideal namun biasanya sangat sulit untuk diacapai
(Baron & Byrne, 2005).
4. Proses perkembangan suatu hubungan.
Levinger dan Snoek ( dalam Stenberg, 1987) menyebutkan beberapa tahap
seseorang mengembangkan hubungan interpersonal :
a) No contact (Tidak ada kontak)
Tahap ini sebagai tahap nol yakni mereka tidak saling mengenal satu
sama lain.
b) Awareness (kesadaran)
Pada tahap ini, pasangan menyadari akan kemungkinan seseorang
dalam menjalin hubungan interpersonal.
c) The Potential Patner meet (kemungkinan bertemu pasangan).
Para pasangan akan melakukan percakapan baik melakukan telepon
kepentingan individu.
d) Relationship Development (perkembangan hubungan interpersonal)
Pada tahap ini terbagi menjadi tiga sub tahap, yakni minor intersection,
moderate intersection, dan major intersection. Masing masing sub
tahap ini ditunjukkan dari derajat tingkat saling ketergantungan
terhadap pasangan.Tahap minor terjadi apabila pasangan tidak terlalu
bergantung padanya namun kontak mereka tetap terjalin, untuk tahap
moderat, nilai ketergantungannya sudah cukup membawa pada pada
keterikatan namun masih ada hal hal yang secara prinsip tidak menjadi
permasalahan, sedangkan tahap major apabila pasagan ini saling
ketergantungan satu sama lain bahkan hampir dalam berbagai hal.
B. DEWASA AWAL
1. Definisi Dewasa Awal
Havighrust & Neugarten ( dalam Stevens and Long, 1984) membagi dewasa
menjadi dua yaitu dewasa awal (18-35 tahun) dan dewasa madya (35- 65 tahun).
Lain halnya dengan Hurlock (1993) yang menyebutkan bahwa seseorang dapat
dikatakan berusia dewasa dini ketika ia berusia 18 hingga 40 tahun, berusia
dewasa madya ketika 40 hingga 60 tahun, kemudian dewasa akhir ketika
seseorang berusia 60 akhir hingga seseorang telah mencapai tutup usia/ mati.
Sedangkan Haditomo (dalam Monks dkk, 1998) membagi usia dewasa menjadi
tiga yaitu dewasa awal (21 – 35 tahun), dewasa madya ( 33 – 55 tahun) dan
. Di Indonesia batasan kedewasaan adalah 21 tahun yang berarti pada usia
tersebut seseorang telah dapat dianggap dewasa dan sudah punya tanggung jawab
terhadap perbuatannya (Monks dkk, 1998). Santrock (2002) memperjelas dengan
pendapatnya bahwa dewasa awal adalah masa penyesuaian diri terhadap pola-pola
kehidupan baru dan harapan sosial baru. Pada masa ini seseorang dianggap
memiliki kemandirian dari segi ekonomi dan kemandirian dalam membuat
keputusan.
Jadi dewasa awal adalah usia seseorang menyesuaikan diri terhadap pola-pola
kehidupan baru dan harapan sosial baru, dan dianggap sudah dapat bertanggung
jawab terhadap perbuatannya, memiliki kemandirian dari segi ekonomi dan
kemandirian dalam membuat keputusan dengan batasan usia 21 hingga 35 tahun.
2. Ciri-ciri Dewasa Awal
Individu dengan masa dewasa awal akan menyesuaikan terhadap pola-pola
kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial yang baru yakni sebagai calon
pembentuk keluarga baru, dan sebagai warga negara yang memiliki status dewasa.
Mappiare (1983) secara spesifik menyebutkan ciri-cirinya sebagai berikut :
a) Dewasa awal sebagai usia reproduktif
Pada masa ini fungsi reproduksi meliputi organ kelamin serta siklus hormonal
telah matang. Mereka disiapkan menjadi calon orang tua baru dan mereka
akan memiliki peran sebagai ayah ataupun ibu. Bagi mereka yang mulai
mempersiapkan untuk memasuki hidup berumah tangga, ia akan
mempersiapkan diri sebagai orang tua khususnya dalam melahirkan dan
b) Dewasa awal sebagai usia memantapkan letak kedudukan (settle down)
Sejak seorang telah mulai memainkan peranannya sebagai orang dewasa dan
menyetujui atas peranannya itu, mereka akan mengikuti pola-pola perilaku
tertentu dalam banyak aspek kehidupan sehingga akan menjadi cirri khas
seseorang sampai akhir hayatnya. Banyak orang setelah mencapai
kematangan, langsung memasuki hidup perkawinan, memperoleh kemantapan
diri dalam suatu lapangan kerja. Mereka akan berkesempatan pula untuk
mengambil kedudukan yang mantap dalam masyarakat.
c) Dewasa awal sebagai usia banyak masalah
Pada masa ini mereka akan dihadapkan oleh berbagai permasalahan baru yang
berhubungan dengan pekerjaan yakni tentang kesempatan kerja yang tersedia.
Dari segi lingkungan sosial, terutama dari orang tua terdapat pengaruh berupa
keinginan dan harapan yang kadang bertentangan dengannya. Permasalahan
lainnya yaitu tentang pemilihan pasangan hidup. Sebelum memasuki jenjang
perkawinan, mereka akan dihadapkan pada persoalan penyesuaian diri
terhadap pasangan, orang lain yang berhubungan, beserta norma-norma dan
nilai sosial yang berlaku.
d) Dewasa awal merupakan usia tegang dalam hal emosi
Pada masa ini, mereka banyak mengalami ketegangan emosi yang
berhubungan dengan persoalan-persoalan yang dialaminya seperti persoalan
jabatan, perkawinan, keuangan, tuntutan sosial dan sebagainya. Ketegangan
emosi yang timbul itu bertingkat-tingkat pula selaras dengan intensitas
persoalan yang dihadapi tersebut. Disamping itu bila mereka memiliki harapan
yang terlalu tinggi serta tidak selaras dengan kemampuan yang dimiliki,
mereka akan merasa kepayahan dan bahkan kegagalan yang pada akhirnya
dapat membuat kecewa. Harapan harapan yang tinggi merupakan peluang bagi
mereka untuk mendapatkan stress, patah hati yang selanjutnya dapat
menimbulkan kekacauan-kekacauan psikologis atau masalah psikosomatis.
3. Karakteristik minat sosial dewasa awal.
Erikson (dalam Papalia & Old, 1986) mengatakan bahwa pada usia 20 hingga
40 tahun seseorang dalam fase intimacy versus isolation ini, akan memiliki
perasaan identitas diri yang dikembangkan pada masa remaja, yang
memungkinkan orang dewasa dini untuk memadukan identitasnya pada masa
lalu. Pada masa dewasa awal cenderung mengembangkan prinsip etis mengenai
perkawanan yang akrab, dan persaingan. Mereka akan menyiapkan untuk masuk
ke suatu hubungan heterosexual, hubungan penuh kasih dengan tujuan terakhir
mepersiapan untuk anak-anak mereka. Erikson menegaskan (dalam Hurlock,
1993, Papalia & Old, 1986) masa dewasa awal merupakan masa “krisis
keterpencilan”, pada masa itu mereka akan sering merasa kesepian. Mereka akan
merasakan seolah olah kehilangan teman yang menyenangkan layaknya pada
masa remaja manakala mereka selalu berbincang-bincang atau melakukan
kegiatan bersama-sama. Hal ini dikarenakan adanya berbagai macam perubahan
a) Perubahan dalam peran serta sosial
Pada masa ini, kegiatan yang biasa dilakukan pada masa remaja cenderung
dikurangi, karena kegiatannya akan dipusatkan di rumah, pada keluarga dan
pada pekerjaan.
b) Perubahan dalam persahabatan
Keinginan untuk popular dan mempunyai banyak teman akan memudar
menjelang masa dewasa awal, terutama bagi mereka yang memiliki tugas dan
tanggung jawab keluarga. Pada masa dewasa awal, seseorang akan memilih
teman-teman berdasarkan kecocokan kepentingan dan nilai-nilai yang sama.
c) Perubahan dalam kelompok sosial
Pada masa ini, mereka umumnya mempunyai teman akrab atau teman yang
dapat dipercaya yang jumlahnya kecil. Biasanya mereka adalah teman-teman
lama, kecuali bila keadaan telah berubah banyak. Jumlah teman akrab ini juga
bergantung pada keterbukaan mereka akan minat, aspirasi dan masalah.
Banyak yang enggan membahas masalah pribadi dengan orang luar karena
mereka ingin menciptakan kesan yang menarik dan juga tidak ingin
mengambil resiko masalahnya dibicarakan oleh orang lain.
C. CHATTING
Chatting merupakan bentuk komunikasi langsung namun tanpa adanya
tatap muka, bersifat informal, dapat dilakukan kapan saja, dengan siapa saja
secara simultan diberbagai belahan bumi (Evita, 2002). Dahulu, IRC (internet
terfavorit dan MIRC sebagai software yang terkenal. IRC seakan menjadi sarana
wajib di warnet-warnet. Kini, fasilitas-fasilitas messenger seperti Yahoo
Messenger atau MSN Messenger mulai menggeser keberadaan MIRC
(http://id.wikipedia.org/wiki/Komunitas_maya). Melalui fasilitas messenger ini,
kita akan mengenal istilah instant message yakni berkomunikasi langsung antar
dua atau lebih orang-orang dalam suatu jaringan Internet itu. Instan messaging
memerlukan penggunaan suatu program klien relai yakni suatu jasa atau layanan
penyampaian pesan sekejap yang berbeda dengan e-mail, sehingga penggunanya
mampu melakukan percakapan secara langsung (realtime) ( http://en.wikipedia.
org/wiki/ Instant_messanger).
Dalam dunia chating, sebagian komunikasi lebih pada bahasa tulis
sehingga terkadang para penggunanya sering mengalami kesulitan untuk
mengekspresikan perasaan mereka, karena itulah muncul emoticon yakni simbol
penggambaran emosi yang dibentuk dari pengetikan tanda baca (Chenault, 1997).
Sebagai contoh, untuk menampilkan symbol bunga mawar (melalui layanan yahoo
messenger), seseorang tinggal mengetikkan @};- lalu menekan tombol “enter’
dan seketika akan muncul gambar bunga mawar di dalam instant message
tersebut.
Dalam perkembangan pada tahun terakhir ini, fasilitas chatting lebih
dipermudah dengan adanya sarana web cam dan voice mail terutama bagi para
pengguna Yahoo Messanger dan MSN Messanger. Bagi mereka yang memiliki
fasilitas web cam dapat menampilkan tayangan dirinya sehingga lawan chatting
dapat melihat dirinya layaknya melihat tampilan kamera. Fasilitas ini akan terasa
terpasangkan pada komputer pasangan chatting karena dengan sarana tersebut,
mereka dapat bercakap-cakap secara langsung seperti layaknya berbicara di
telephone.
Apabila seseorang berinteraksi terus menerus dengan orang yang sama
maka seseorang dimungkinkan mengalami jatuh cinta. Hal ini disebut sebagai
cyberlove jika dilihat secara etimologi yaitu berasal dari kata cyber (diambil dari
kata cyberspace) dan love. Dengan demikian cyberlove dapat diartikan jalinan
cinta yang menggunakan jaringan komputer sebagai medium untuk berkomunikasi
online.
D. PERCINTAAN MELALUI CHATTING USIA DEWASA AWAL
Usia dewasa awal adalah usia dimana seseorang merasakan kesepian. Ada
berbagai macam perubahan yang mereka alami, terutama dalam berelasi sosial,
tidak sebebas seperti pada masa remaja. Hal ini dikarenakan pada usia ini, mereka
dihadapkan pada berbagai macam tanggung jawab, baik terhadap keluarga
(merawat orang tua ataupun keluarga) dan juga tanggung jawab untuk dirinya
sendiri (mulai belajar mencari nafkah untuk dirinya). Disamping itu, ada berbagai
macam penyesuaian diri yang harus mereka lakukan salah satunya penyesuaian
diri terhadap hubungan lawan jenis. Pada fase ini mereka dihadapkan, tidak hanya
untuk bersenang-senang, tetapi mereka juga perlu mempersiapkan diri untuk
membangun rumah tangga.
Mereka memiliki dorongan untuk menjalin relasi yang lebih intim terhadap
lawan jenis. Dunia maya dirasa dapat memberikan peluang bagi mereka untuk
termotivasi untuk berelasi, dan menjalin hubungan yang lebih intim melalui dunia
maya. Suller (1997) berpendapat bahwa seseorang terdorong menggunakan
internet dikarenakan seseorang ingin menjalin hubungan dengan orang lain. Hal
ini merupakan kebutuhan afiliasi, yang menurut Murray merupakan kebutuhan
untuk berteman dengan orang lain, berdekatan dengan orang lain, membuat
senang dan mencari afeksi dari orang lain (Hall dan Lindzey, 1993). Maslow juga
menyebutkan bahwa manusia juga memiliki kebutuhan untuk dicintai dan
mencintai, yang ini akan terpenuhi bila ia berafiliasi dengan orang lain (Aiken
dalam Ermida, 2001).
Mc Kenna & Bargh ( dalam Baron & Byrne, 2005) berpendapat bahwa unsur
anonimitas didalam internet merupakan suatu keuntungan yang besar. Dengan
adanya minimalisir dari kualitas penampilan fisik dan jarak fisik menyebabkan
seseorang merasa bebas berinteraksi dan tidak perlu mengambil langkah pertama
seperti di dunia nyata manakala takut ditolak ataupun disakiti.
Anstey (1999) berkata bahwa seseorang menjalin relasi di dunia maya
manakala mereka tidak menemukan sesuatu di dunia nyata dan mereka akan
mencarinya di dunia cyber. Dengan mereka mencari di dunia maya, mereka
berharap dapat menemukan seseorang sesuai dengan keinginannya. Dunia maya
dirasa memiliki cakupan yang luas dan dapat menjangkau hampir seluruh
permukaan bumi.
Melalui warnet, mereka dapat lebih mudah mengakses internet, terlebih
dengan makin menjamurnya warnet-warnet di Indonesia. Mereka dapat
mengakses berbagai macam komunikasi, baik melalui surat elektronik, hingga
karena para penggunanya dapat berinteraksi secara online. Dari seseorang
berinteraksi melalui chating ini, tak sedikit pula yang pada akhirnya menemukan
pasangan cyber bahkan hingga menjalin cinta melalui cyber ini. Fenomena ini
cukup menarik untuk diteliti sehingga muncul pertanyaan, “bagaimana mereka
bisa menjalin cinta melalui dunia maya, sementara hal tersebut sesuatu yang tidak
nyata?”. “Seberapa menariknya menjalin cinta di dunia maya sehingga seseorang
dengan rela meluangkan waktu dan uangnya untuk chating?”. Sungguhlah
gagasan akan cinta ini, terkadang dianggap begitu irasional oleh banyak orang.
Kendati demikian, ketika kita “memandang” sesuatu terkadang tidak sama
pula dengan cara pandang orang lain. Demikian juga halnya dengan cinta yang
mereka alami. Hal ini dikarenakan cinta memiliki kekuatan emosi yang bersifat
mendalam atas rasa tertarik terhadap orang lain, bersifat vital dan menetap, yang
merupakan sensasi relatif. Artinya seseorang dapat merasakan, mengalami dan
memberikan makna dengan cara yang berbeda dengan, melibatkan afeksi, kognisi
dan motivasi untuk menjalin dengan erat dan berproses untuk saling memberi dan
menerima terhadap orang yang dicintainya itu.
E. PERTANYAAN PENELITIAN
Dalam penelitian kualitatif, pertanyaan penelitian merupakan hal yang sangat
penting dan sangat mendasar. Ada dua macam pertanyaan penelitian pada
penelitian kualitatif pendekatan fenomenologi, yaitu central question dan
subquestion. Menurut Morse (Creswell, 1997), pertanyaan penelitian pada
mampu mengungkap arti dan makna pengalaman individu mengenai suatu
fenomenon.
Berikut ini adalah pertanyaan dari penelitian , yaitu :
1. central question
Central question merupakan pertanyaan utama penelitian qualitatif dengan
pendekatan fenomenologi. Central Question penelitian ini “Apa makna
percintaan melalui chatting pada usia dewasa awal?”
2. subquestion
Subquestion adalah pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada
pertanyaan penelitian ( Creswell, 1997). Berikut pertanyaan subquestion:
a. Bagaimana awal mula ketertarikan informan melakukan chatting
sehingga pengalaman percintaan melalui chatting diperoleh?
b. Pengalaman apa saja selama menjalin percintaan di dunia maya?
c. Bagaimana pengalaman itu dialami?
d. Bagaimana dampak pengalaman itu terhadap kehidupan informan?
e. Apa yang bisa disimpulkan dari pengalaman selama bercinta melalui
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
menurut Creswell (1998) digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami suatu
central phenomenon, seperti suatu proses atau kejadian, suatu fenomena, atau
suatu konsep yang terlalu kompleks untuk diuraikan variabel-variabel yang
menyertainya. Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi. Menurut Schutz
(dalam Hasan,2005), fenomenologi sebagai metode dirumuskan sebagai media
untuk memeriksa dan menganalisis kehidupan batiniah individu yang berupa
pengalaman mengenai fenomena atau penampakan sebagaimana adanya. Menurut
Schutz, dunia sosial merupakan sesuatu yang intersubyektif dan pengalaman yang
penuh makna (meaningfull).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode fenomenologi
dengan pertimbangan bahwa fenomenologi memungkinkan untuk mengetahui
pengunjung warnet berusia dewasa awal dalam menjalinan cinta melalui chatting.
Disamping itu, penelitian ini dapat dilakukan dalam natural setting (Creswell,
1998), artinya individu tidak terpisahkan dari konteks lingkungannya sehingga
tidak memungkinkan untuk membatasi atau variabel yang menentukan
variabel-variabel apa yang dapat mempengaruhi seseorang berusia dewasa awal didalam
menjalin cinta melalui chatting. Dengan demikian percintaan melalui chatting
variabel yang ada di dalam individu berusia dewasa awal yang menjalin cinta
melalui chatting.
Ada beberapa proses inti dalam penelitian fenomelogi yaitu epoche,
reduction, imaginative variation, synthesis of meanings dan essences (Moustakas,
1994). Epoche berasal dari bahasa Yunani yang berarti menjauh dari atau
menahan diri. Pengertian epoche adalah menyingkirkan prasangka, penyimpangan
(bias), dan bentuk-bentuk opini tentang sesuatu. Dalam menerima kehidupan
(perceiving life) memerlukan cara untuk melihat, memperhatikan, menjadi peka,
tanpa melibatkan prasangka peneliti pada apa yang dilihat, dipikirkan,
dibayangkan, atau dirasakan.
Pada phenomenological reduction, tugas peneliti adalah menggambarkan
dalam textural language (bahasa yang terpola) mengenai apa yang telah dilihat
oleh seseorang, tidak hanya obyek eksternal tetapi juga tindakan internal dari
kesadaran, pengalaman itu sendiri, seperti ritme dan hubungannya antara
phenomenon (fenomena yang diteliti) dan diri sendiri (self). Kualitas dari
pengalaman menjadi fokus; keterlibatan (filling in) atau penyempurnaan sifat
alamiah dan arti dari pengalaman menjadi suatu tantangan. Langkah-langkah
dalam phenomenological reduction meliputi : bracketing. Dalam hal ini fokus dari
penelitian ditempatkan di dalam bracket, hal-hal yang lain dikesampingkan
sehingga seluruh proses penelitian berasal dari topik dan pernyataan;
horizonalizing, setiap pernyataan pada awalnya diperlakukan memiliki nilai yang
sama. Selanjutnya, pernyataan yang tidak relevan dengan topik dan pertanyaan
sehingga yang tersisa hanyalah horizon (arti tekstural dan unsur pembentukan /
penyusun dari phenomenon yang tidak mengalami penyimpangan).
Tugas pada proses imaginative variation adalah untuk mencari
makna-makna yang memungkinkan melalui penggunaan imajinasi, pembedahan berbagai
macam bingkai referensi, pengelompokkan dan pembalikan, dan pendekatan
phenomenon dari perspektif yang divergen, posisi, peran-peran, atau fungsi yang
berbeda. Tujuannya adalah untuk mencapai deskripsi struktural dari pengalaman,
faktor-faktor yang mendasar dan mempengaruhi apa yang telah dialami. Dengan
kata lain bagaimana pengalaman dari phenomenon menjadi yang seperti sekarang
ini.
Langkah-langkah imaginative variation meliputi :
1. Membuat sistematika dari berbagai kemungkinan semua makna
yang tersusun yang mungkin menjadi dasar dari makna secara
tekstural.
2. Mengenali tema-tema atau konteks-konteks sebagai dasar
penyebab munculnya phenomenon.
3. Mencari ilustrasi sebagai contoh yang dapat memberikan
gambaran secara jelas mengenai struktur dari tema-tema yang
tidak berubah dan memfasilitasi pengembangan deskripsi
phenomenon yang struktural.
Langkah terakhir dari proses penelitian fenomenologi adalah integrasi
fundamental dari deskripsi tekstural dan struktural menjadi satu pernyataan
sebagai esensi pengalaman dari phenomenon secara keseluruhan. Esensi artinya
pernah kering. Sintesis tekstural-struktural yang mendasar mewakili esensi waktu
dan tempat tertentu dari sudut pandang peneliti, mengikuti studi imajinatif dan
reflektif dari phenomenon.
B. PANDANGAN PENELITI MENGENAI CYBERLOVE
Bagi peneliti, cinta pada lawan jenis adalah sebuah perasaan ketertarikan
pada seseorang, rasa ingin memiliki seseorang yang dapat diungkapkan secara
verbal dan juga melalui tindakan. Apabila perasaan ini diungkapkan pada
seseorang, tinggal menunggu responnya, apabila pasangan juga menyukai dan
memiliki rasa tertarik yang sama serta menyetujui cara pengungkapan itu maka
mereka dapat membentuk ikatan “hubungan percintaan” melalui komitmen. Bisa
macam-macam bentuk komitmen misalnya saling setia kepada pasangan. Dengan
adanya ikatan tesebut maka dapat dikatakan “secara resmi” seseorang dapat
mengungkapkan rasa cintanya tanpa harus merasa canggung.
Ketika berbicara mengenai percintaan didunia maya, tak jauh berbeda
dengan cinta yang terjadi di dunia “real”. Hanya saja, hubungan ini ataupun awal
pertemuan mereka diperantarai oleh perangkat elektronik dalam penelitian ini
adalah komputer yang dilengkapi dengan modem. Dengan adanya perangkat
tersebut, internet dapat diakses sehingga kita dapat dengan mudah memilih situs
portal yang akan menjadi tujuan kita.
Peneliti berangapan bahwa percintaan didunia maya dapat dimungkinkan
terjadi ketika seseorang merasakan adanya kecocokan satu sama lain ditandai
dengan komunikasi yang berkesinambungan. Seseorang dapat merasakan adanya
melalui bahasa yang digunakan atau atau melalui cara penulisan, maupun
pengungkapan kata-kata saat chatting. Rasa tertarik secara fisikpun dapat
dimunculkan ketika lawan dalam chatting tersebut mendeskripsikan fisiknya
secara rinci (misal tinggi, berat, usia), dan bertukaran foto terlebih dengan adanya
web cam seseorang dapat menampilkan dirinya seseorang secara online.
Dalam berelasi di dunia maya, peneliti melihat banyak kendala yang
ditempuh oleh para pelaku cyberlove. Hal yang paling mendasar yakni
mempercayai pasangan. Besar kemungkinan seseorang untuk berbohong melalui
chatting sehingga terkadang seseorang cenderung ragu-ragu dalam menjalani
komitmen mereka. Anggapan ini akan semakin dibenarkan ketika berkali-kali ia
dibohongi. Pada akhirnya semua tergantung pada pelaku cyberlove tersebut
apakah ia akan memaknai hubungan tersebut dengan sungguh-sungguh ataukah
hanya main-main saja.
C. FOKUS PENELITIAN
Untuk memperjelas konsep penelitian ini, maka ditegaskan kembali berkaitan
dengan fokus penelitian ini bahwa fenomenon yang ingin diteliti adalah hubungan
percintaan melalui chatting pada usia dewasa awal. Wawancara merupakan cara
yang dilakukan peneliti untuk menemukan deksripsi dari fenomenon. Deskripsi
tersebut berbentuk transkrip wawancara mengenai percintaan melalui chatting
pada usia dewasa awal. Adapun fokus dari penelitian ini adalah menemukan
esensi dari pengalaman informan dalam menjalin percintaan melalui chatting pada
D. INFORMAN PENELITIAN
Memilih informan penelitian sesuai tujuan penelitian adalah kunci hasil
kesimpulan pada penelitian kualitatif. Untuk penelitian fenomenologi, criterion
sampling bisa digunakan untuk menemukan informan penelitian. Criterion
sampling adalah cara menentukan informan penelitian berdasarkan kriteria
tertentu. Hal yang terpenting adalah semua informan memiliki pengalaman atas
fenomenon yang hendak diteliti (Creswell, 1998). Kriteria informan yaitu :
Berusia 21 – 35 tahun
Memiliki pengalaman yang dapat diceritakan didalam menjalin
cinta melalui chatting.
Berdasarkan kriteria diatas, diperoleh 10 informan yakni 5 laki-laki, 5
perempuan dengan rentang usia mulai dari 21 hingga 30 tahun dengan status
masih lajang. Dari ke sepuluh informan 7 diantaranya adalah mahasiswa
sedangkan 3 sisanya sudah bekerja. Dari 9 informan berdomisili di Yogyakarta
sedangkan 1 informan berdomisili di Purworejo.
E. METODE PENGUMPULAN DATA
Metode yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah dengan
menggunakan metode wawancara. Wawancara adalah percakapan atau tanya
jawab yang dilakukan oleh dua orang dengan melibat satu orang untuk mencari
informasi tertentu dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan
pertanyaan yang mempunyai suatu topik tertentu yang akan dibahas, dalam hal ini
“percintaan melalui chatting” pada usia dewasa awal (Mulyana, 2001).
Wawancara yang akan dilakukan sifatnya mendalam, agar dapat diperoleh
keterangan yang lebih lengkap dan mendalam mengenai seputar pengalaman dan
pemaknaan akan cinta di dunia maya. Wawancara mendalam kepada informan,
dimaksudkan agar peneliti dapat mengetahui alasan yang sebenarnya dari respon
informan tentang pemaknaan tersebut. Maka diharapkan wawancara ini akan
menghasilkan gambaran-gambaran dalam bentuk cerita-cerita yang sifatnya
pribadi dan individual atas pengalaman psikologi pengguna internet ataupun
warnet pada usia dewasa awal yang melakukan cyberlove.
Proses pengumpulan data mengikuti pola “zig-zag” artinya peneliti ke
lapangan mencari informasi, kemudian menganalisis data yang diperoleh, kembali
ke lapangan lagi informasi lagi dan menganalisis data yang diperoleh dan
seterusnya sehingga diperoleh informasi yang mampu menggambarkan
pengalaman informan secara utuh(Creswell,1998). Data wawancara ini berbentuk
transkrip wawancara yang berasal dari perekaman dengan tape recorder. Adapun
pelaksanaan wawancara ini dimulai dari tanggal 25 Juli 2006 hingga 6 Mei 2007.
F. ANALISIS DATA
Menurut Creswell (1998) metode analisis dan interpretasi data yang paling
sering digunakan adalah modifikasi metode Stevick-Colaizzi-Keen dari
Moustakas (1994). Prosedur ini meliputi :
1. Memulai dengan deskripsi tentang pengalaman peneliti terhadap
2. Peneliti kemudian mencari pernyataan dalam interview mengenai
bagaimana individu mengalami topik tersebut(cyberlove). Selanjutnya
peneliti membuat daftar dari pernyataan-pernyataan tersebut
(horizonalization) dan memberi perlakukan tiap pernyataan dengan
seimbang atau yang memiliki nilai yang sama dan mengembangkan daftar
dari pernyataan yang tidak berulang atau tidak tumpang tindih.
3. Pernyataan kemudian dikelompokkan kedalam unit-unit makna (meaning
units), buat daftar dari unit-unit ini, dan menuliskan deskripsi dari tekstur
(deskripsi tekstural) dari pengalaman, yaitu apa yang terjadi.
4. Peneliti kemudian merefleksikan berdasarkan deskripsinya sendiri dan
menggunakan imaginative variation atau deskripsi struktural, mencari
semua makna yang memungkinkan dan prespektif yang divergen,
memperkaya kerangka pemahaman dari phenomenon, dan membuat
deskripsi dari bagaimana phenomenon dialami.
5. Peneliti kemudian membuat deskripsi keseluruhan dari makna dan esensi
dari pengalaman.
6. Dari deskripsi tekstural-struktural individu, berdasarkan pengalaman tiap
informan, peneliti menghubungkan deskripsi textural-structural dari
makna-makna dan esensi pengalaman, mengintegrasikan semua deskripsi
tekstural-struktural individu menjadi deskripsi yang universal dari
pengalaman, yang mewakili kelompok (informan) secara keseluruhan
G. KEABSAHAN DATA
Moustakas mengatakan bahwa tehnik verifikasi data pada penelitian
fenomenologi dengan intersubjektive validity yakni dengan membagikan salinan
deskripsi secara tekstural-struktural dari hasil interview (Humphrey dalam
Moustakas, 1994). Kemudian tiap responden diminta untuk secara hati-hati
memeriksa deskripsi tersebut, mereka dapat memberikan tambahan masukkan dan
pembetulan. Terakhir, peneliti merevisi kembali pernyataan sintesisnya. Proses ini
disebut intersubjective validity, yaitu menguji kembali (testing out) pemahaman
peneliti dengan pemahaman responden melalui interaksi sosial yang timbal balik
BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Apa yang dialami oleh usia dewasa awal yang melakukan percintaan melalui
chatting ?
Dari wawancara secara keseluruhan, terungkap pengalaman percintaan melalui
chatting pada usia dewasa awal. Hal ini mulai dengan munculnya dorongan untuk
melakukan chating yakni ingin mencari teman. Dengan berteman di dunia maya para
pelaku chatting merasa dapat belajar bergaul serta mendapatkan pengetahuan baru
dari chatting. Disamping itu siapa tahu, mereka juga dapat menemukan kekasih
ataupun teman kencan. Dengan chatting mereka merasa lebih bebas berbicara.
Munculnya perasaan ingin tahu terhadap lawan chatting menyebabkan ketagihan
chatting karena hal ini merupakan suatu hal yang menyenangkan yang dapat
dilakukan pada waktu luang.
Para pelaku chatting didalam membangun hubungan lebih dekat dengan
seseorang diawali dengan berkenalan melalui chatting. Pada saat berkenalan apabila
muncul kesesuaian dengan lawan chatting, mereka merasa ingin lebih dekat dengan
lawan chattingnya bahkan terkadang bila tidak chatting mereka selalu memikirkan
pasangan serta kangen ingin bertemu. Oleh sebab itu informan akan menjalin kontak
kendati tidak chatting. Sebelum mereka melakukan kopi darat, chatting biasanya
dilakukan untuk melakukan pendekatan dengan memberikan perhatian. Melalui
chatting, para pelakunya dapat lebih mengenal karakter pasangan serta memahami
Para pelaku chatting menemukan tantangan dalam membangun hubungan
percintaan di dunia maya ketika pasangan tidak sesuai dengan harapan dan pasangan
terlalu sibuk sehingga perhatian dan kontak mereka berkurang. Dengan adanya cap
masyarakat mengenai chatting bahwa chatting lebih banyak berbohong serta mudah
memperdayai pasangan chatting, mereka menjadi ragu untuk menjalani komitmen.
Terlebih dengan adanya pengalaman dibohongi menyebabkan mereka mudah
cemburu terhadap pasangan, serta meragukan kesetiaan pasangan. Pada akhirnya
hubungan mereka dapat putus karena ada perselingkuhan.
Ketidak seriusan dalam berkomitmen dinilai dari banyaknya pacar yang dimiliki
di dunia maya. Mereka biasanya tidak sungguh-sungguh dalam mengatakan
komitmennya. Karena itulah, banyak informan tidak ingin berhubungan terlalu jauh
ataupun tidak ingin berlebihan dalam berhubungan bahkan tidak ingin terikat dengan
pasangan. Biasanya mereka mudah berganti ganti pasangan dan berselingkuh karena
bosan. Mereka merasa bahwa dalam dunia chatting tidak perlu ditanggapi sungguh
sungguh.
Dalam chatting ada kecenderungan seseorang melakukan aktifitas seksual. Hal ini
diawali ketika mereka menyukai fisik lawan chattingnya. Mereka akan lebih banyak
berbicara mengenai seks saat chatting, memberikan rangsangan seksual melalui
webcam serta melakukan phoneseks. Pada akhirnya mereka bertemu untuk
berhubungan seks ataupun melakukan kontak seksual bahkan melakukan transaksi
seks. Bagi mereka yang senang berhubungan seks, hal ini dapat dilakukan dengan
siapa saja. Untuk melihat bagaimana pengalaman percintaan di dunia maya tersebut
Tabel 1
Ringkasan Hasil Analisis
Deskripsi Tekstural (Apa yang
dialami?)
Deskripsi Struktural (Bagaimana percintaan tersebut
dialami?)
Makna percintaan melalui chatting pada usia dewasa
awal
1. Muncul keinginan untuk melakukan
chating
Munculnya keinginan untuk melakukan chating:
ingin mencari teman, atau teman kencan.
merasa lebih bebas berbicara.
munculnya perasaan ingin tahu terhadap lawan chatting
untuk mengisi waktu luang
mencari kesenangan.
2. Membangun hubungan lebih dekat
Membangun hubungan lebih dekat dengan seseorang dengan :
berkenalan melalui chatting.
melakukan kontak kendati tidak
chatting.
melakukan kopi darat
selalu memikirkan pasangan
chatting untuk melakukan pendekatan
3. Menemukan tantangan dalam membangun
hubungan percintaan melalui chatting
Tantangan dalam membangun hubungan percintaan melalui chatting:
pasangan tidak sesuai dengan harapan pasangan terlalu sibuk, kurang kontak Mispersepsi saat chatting
ada kemungkinan dibohongi
4. Ketidak seriusan
dalam berkomitmen Ketidak seriusan dalam berkomitmen dilihat dari :
Komitmen tidak dijalani sungguh-sungguh
selingkuh
Membatasi hubungannya
Menanggapi chatting tidak sungguh-sungguh
5. Melakukan
aktifitas seksual Aktifitas seksual dilakukan ketika informan menyukai fisik pasangannya.
membangun fantasi seks (pembicaraan, cam, phone)
melakukan kontak seksual saat bertemu, berhubungan seks
2. Bagaimana percintaan melalui chatting tersebut dialami pada usia dewasa
awal ?
Ada beberapa macam pengalaman yang mencerminkan bagaimana proses
percintaan melalui chatting tersebut dialami usia dewasa awal.
a. Muncul keinginan untuk melakukan chating
Ketika para pelaku chatting ingin mencari teman, dengan chatting ia
lebih bebas dan mudah mencari kenalan sesuai keinginannya, dapat belajar
bergaul dengan orang lain.. Teman dalam hal ini tidak hanya sebatas teman
biasa tetapi bisa jadi teman kencan.
“...Klo misalnya chatting, kenapa kok ngga cari di sini aja, disini khan kita jarang ketemu bule ya. Lagian klo dalam kehidupan nyata klo ngajak kenalan itupun pasti ada rasa-rasa malu gimana gitu.Biasanya masuk ke regional dan masuk ke UK, lebih suka orang-orang ke Inggris. Pertama yah lebih suka ke aksennya, trus mereka lebih sopan yah jadinya yah enak aja gitu.” (RS).
“3 tahun lalu, ehm kenal dunia chatting dikenalin ama temenku, setelah dikenalin ya udah...Sama anak jogja tepatnya jalan godean Km XXX...Ya seneng aja dapat temen bisa buat ngomong-ngomong disisi lain hmm apa yah, dapet temen buat ML..” (AD).
Para pelaku chatting juga merasa lebih bebas berbicara saat chatting,
misalnnya ia bisa berbagi pengalamannya, serta mengutarakan masalahnya
pada lawan chattingnya.
“Biasanya bila saya berada di depan publik saya ngga berani mengungkapkannya, tetapi karena di chatting, saya utarakan persoalan saya, mereka juga bisa mengatasi dan membantu memecahkan masalah yang saya hadapi “ (LB)
Dengan chatting, para pelakunya merasa mendapatkan kesenangan
dalam mengobrol terlebih bila mereka melaku