1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1. Profil Perusahaan
Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Barat (Jabar) dan Banten merupakan bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Provinsi Banten bersama-sama dengan pemerintah kota/kabupaten se-Jawa Barat dan Banten. Dasar pendiriannya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia (RI) Nomor 33 Tahun 1960 tentang Penentuan Perusahaan di Indonesia Milik Belanda yang Dinasionalisasi.
Pendirian Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dilatar belakangi oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 33 tahun 1960 tentang penentuan perusahaan di Indonesia milik Belanda yang dinasionalisasi. Salah satu perusahaan milik Belanda yang berkedudukan di Bandung yang dinasionalisasi yaitu NV Denis (De Erste Nederlansche Indische Shareholding) yang sebelumnya perusahaan tersebut bergerak di bidang bank hipotek. Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah nomor 33 tahun 1960 Pemerintah Propinsi Jawa Barat dengan Akta Notaris Noezar nomor 152 tanggal 21 Maret 1961 dan nomor 184 tanggal 13 Mei 1961 dan dikukuhkan dengan Surat Keputusan Gubernur Propinsi Jawa Barat nomor 7/GKDH/BPD/61 tanggal 20 Mei 1961, mendirikan PD Bank Karya Pembangunan dengan modal dasar untuk pertama kali berasal dari Kas Daerah sebesar Rp. 2.500.000,00.
Untuk menyempurnakan kedudukan hukum Bank Karya Pembangunan
Daerah Jawa Barat, dikeluarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat nomor
11/PD-DPRD/72 tanggal 27 Juni 1972 tentang kedudukan hukum Bank Karya
Pembangunan Daerah Jawa Barat sebagai perusahaan daerah yang berusaha di
bidang perbankan. Selanjutnya melalui Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat
nomor 1/DP-040/PD/1978 tanggal 27 Juni 1978, nama PD. Bank Karya
2
Pembangunan Daerah Jawa Barat diubah menjadi Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat.
Pada tahun 1992 aktivitas Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat ditingkatkan menjadi Bank Umum Devisa berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 25/84/KEP/DIR tanggal 2 November 1992 serta berdasarkan Perda Nomor 11 Tahun 1995 mempunyai sebutan "Bank Jabar"
dengan logo baru.
Dalam rangka mengikuti perkembangan perekonomian dan perbankan, maka berdasarkan Perda Nomor 22 Tahun 1998 dan Akta Pendirian Nomor 4 Tanggal 8 April 1999 berikut Akta Perbaikan Nomor 8 Tanggal 15 April 1999 yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman RI tanggal 16 April 1999, bentuk hukum Bank Jabar diubah dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi Perseroan Terbatas (PT).
Dalam rangka memenuhi permintaan masyarakat akan jasa layanan perbankan yang berlandaskan Syariah, maka sesuai dengan izin Bank Indonesia No. 2/ 18/DpG/DPIP tanggal 12 April 2000, sejak tanggal 15 April 2000 Bank Jabar menjadi Bank Pembangunan Daerah pertama di Indonesia yang menjalankan dual banking system, yaitu memberikan layanan perbankan dengan sistem konvensional dan dengan sistem syariah.
Berdasarkan Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB)
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat tanggal 3 Juli 2007 di Bogor, sesuai
dengan Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia No. 9/63/KEP.GBI/2007
tanggal 26 November 2007 tentang Perubahan Izin Usaha Atas Nama PT Bank
Pembangunan Daerah Jawa Barat menjadi Izin Usaha Atas Nama PT Bank
Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten serta SK Direksi Nomor
1065/SK/DIR-PPN/2007 tanggal 29 November 2007 maka nama perseroan
berubah menjadi PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten dengan
sebutan (call name) Bank Jabar Banten.
3
Berdasarkan Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS- LB) PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat & Banten Nomor 26 tanggal 21 April 2010, sesuai dengan Surat Bank Indonesia No.12/78/APBU/Bd tanggal 30 Juni 2010 perihal Rencana Perubahan Logo serta Surat Keputusan Direksi Nomor 1337/SK/DIR-PPN/2010 tanggal 5 Juli 2010, maka perseroan telah resmi berubah menjadi Bank BJB.
1.1.2. Visi dan Misi Bank BJB Visi Bank BJB
Menjadi 10 bank terbesar serta berkinerja baik di Indonesia.
Misi Bank BJB
Menjadi penggerak dan pendorong laju pembangunan daerah, melakukan penyimpanan uang dan menjadi salah satu pendapatan daerah.
1.1.3. Logo Perusahaan
Berikut merupakan logo Bank BJB:
Gambar 1.1 Logo Bank BJB
Sumber: www.bankbjb.co.id
Dalam bentuk sayap pada logonya mempunyai arti menjangkau jauh
dalam memberikan pelayanan terbaik melambangkan tekad serta upaya untuk
4
memberikan yang terbaik kepada nasabah. Dari segi pemilihan warna Bank BJB tersebut terinspirasi oleh sejarah masa lampau, warna tersebut terdiri :
Biru tua : tegas, kosisten, institusional, berwibawa, teduh dan mapan.
Biru muda : visioner, fleksibel, modern.
Kuning : melayani, kekeluargaan, tumbuh berkembang.
1.1.4. Struktur Organisasi Bank BJB
Berikut merupakan Struktur Organisai Bank BJB:
Gambar 1.2 Struktur Organisasi Bank BJB
Sumber: www.bankbjb.co.id
1.2. Latar Belakang Penelitian
Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM) merupakan usaha
yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi
secara luas ke masyarakat. Pertumbuhan dan ketahanan KUMKM terhadap badai
krisis moneter yang pernah melanda dunia termasuk Indonesia telah membuktikan
bahwa sektor ini salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh
kesempatan, dukungan, perlindungan, dan pengembangan seluas-luasnya. Sektor
5
ini juga dapat berperan dalam pemerataan dan peningkatan pendapatan, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan mewujudkan stabilitas nasional. Terlebih lagi bila melihat ketentuan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang menegaskan bahwa Koperasi merupakan bagian dari perekonomian nasional yang berwawasan kemandirian dan memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pasca krisis ekonomi dan perbankan 1997, ketika perbankan nasional telah banyak melakukan konsolidasi, ternyata terjadi perubahan yang sangat signifikan, khususnya di segmen bisnis mikro. Didasari pembuktian bahwa saat krisis hanya pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), termasuk pengusaha mikro, yang mampu bertahan. Segmen pasar bisnis mikro pun menjadi sangat menarik bagi semua bank. Suatu pendekatan yang sangat logis karena disertai dengan pembuktian empiris.
KUMKM merupakan mayoritas pelaku usaha di Indonesia. Dalam menjalankan usahanya, persoalan finansial khususnya permodalan merupakan kendala KUMKM yang sering menghambat untuk pengembangan akses usaha.
Pelaku usaha di Indonesia menurut Asisten Deputi Urusan Pembiayaan dan
Penjaminan Kredit Kementrian Koperasi dan UMKM berjumlah 55.201.420
usaha, dengan rincian sebagai berikut:
6
Gambar 1.3 Kondisi Eksisting
Sumber: Ir. Suprapto M.Sc, Perkembangan Koperasi Dan UMKM Di Indonesia Serta Proyeksi 5 Tahun Ke Depan, Yogyakarta, 17 Desember 2015
Sumber pembiayaan KUMKM di bagi dua, yaitu sebagai berikut:
1. Menurut UU Nomor 20 Tahun 2008 pemerintah dan pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat.
2. Pembiayaan dari dunia usaha & masyarakat: Perbankan, Lembaga Jasa Keuangan Bukan Bank, Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi (KSP/USP Kop) atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi (KJKS/UJKS Kop) dan Koperasi Kredit (Kopdit), Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dan Pasar Modal.
Kredit merupakan salah satu sumber permodalan yang sangat memiliki pengaruh yang besar dalam kegiatan usaha. KUMKM adalah skala bisnis yang memerlukan kredit sebagai tambahan permodalan dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya. Fungsi pokok kredit adalah untuk pemenuhan jasa pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat (To Service The Society) dalam rangka mendorong dan melancarkan perdagangan, produksi dan jasa-jasa yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Usaha Besar
± 4,95 ribu (0,01%)
• Layak Go ± 4,4 Rb (10%)
• Public ± 39,85 Rb (90%) Usaha Menengah
± 44,28 ribu (0,08%)
• Layak Usaha Dan Bankable ± 361,3 Rb (60%)
• Layak Usaha Dan Belum Bankable ± 240,9 Rb (40%) Usaha Kecil ± 602,19
Ribu (1,01%)
• Layak Usaha dan Belum Bankable ±16,36 Jt (30%)
• Belum Layak Usaha dan Belum Bankable ± 38,19 Jt (70%) Usaha Mikro ± 54,55 Juta
(98,85%)
7
Pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang selama ini digalangkan pemerintah dengan tujuan memberantas pengangguran dengan membuka lapangan usaha mandiri untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dilihat sebagai hal yang sangat potensial bagi perusahaan-perusahaan perbankan.
Dengan menawarkan pemberian penyaluran kredit untuk para masyarakat yang membutuhkan modal maupun tambahan dana untuk mengembangkan usahanya diharapkan dapat merangsang motif pembelian konsumen.
Salah satu bank daerah yang menawarkan produk mikro adalah Bank Jabar Banten (Bank BJB). Meskipun bukan menjadi pionir diantara beberapa bank-bank pemerintah, swasta maupun bank asing lainnya yang telah menawarkan produk kredit mikronya jauh lebih dulu. Produk dan layanan mikro yang ditawarkan Bank BJB salah satunya adalah Kredit Cinta Rakyat (KCR).
Salah satu bentuk perhatian pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam pengembangan usaha skala kecil digulirkannya program Kredit Cinta Rakyat (KCR). KCR merupakan salah satu produk dari Bank Jabar Banten (Bank BJB) yang ditujukan bagi para pelaku usaha perorangan dengan skala mikro dan kecil.
KCR ini berawal dari kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Bank BJB berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Dana Bergulir Bagi Usaha Mikro dan Kecil, Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 57 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 8 Tahun 2011 kemudian ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerjasama antara Bank BJB dengan Pemprov Jawa Barat tentang Pengelolaan Dana Bergulir bagi Usaha Mikro dan Kecil. Minat masyarakat Jawa Barat dan sekitarnya khususnya para pelaku KUMKM untuk memperoleh fasilitas KCR terbilang cukup tinggi. Program KCR, menjadi program andalan Pemerintah Provinsi Jabar untuk membantu KUMKM.
Kata kredit berasal dari bahasa latin yaitu “credere”, yang artinya percaya
atau to believe atau to trust. Kredit adalah semua jenis pinjaman yang harus
dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang
8
telah disepakati (Hasibuan, 2001:87). Menurut Rivai (2004:4), Kredit adalah penyerahan barang, jasa, atau uang dari satu pihak (kreditur atau pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain (nasabah atau pengutang) dengan janji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah pihak. Sastradipoera (2004:151) menyebutkan, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan (yang disamakan dengan uang) berdasarkan kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang dalam hal ini peminjam berkewajiban melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu dengan (biasanya) sejumlah bunga yang ditetapkan lebih dahulu.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Dalam memutuskan kredit atau melakukan pencairan dana melalui kredit maka ada beberapa hal yang harus dipikirkan dengan baik oleh kreditur ataupun debitur secara umum dan itu sudah menjadi penilaian umum, yaitu yang biasa dikenal dengan prinsip 5C (Kasmir, 2011:108) : Character (Karakteristik), Capacity (Kemampuan), Capital (Modal), Collateral (Jaminan), dan Condition of Economy (Kondisi Perekonomian)
Berikut saya uraikan prosedur pemberian kredit pada Gambar 1.4:
9
Gambar 1.4 Prosedur Pemberian Kredit
Sumber: www.repository.usu.ac.id
Realisasi Kredit
Diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan
Penandatanganan akad kredit/perjanjian lainnya
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka sebelum kredit dicairkan terlebih dahulu calon nasabah menandatangani akad kredit.
Keputusan Kredit
Keputusan kredit dalam hal ini adalah menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak, jika diterima, maka dipersiapkan administrasinya
Penilaian dan analisis kebutuhan modal
Merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka menilai kebutuhan kredit yang sebenarnya
Wawancara II
Merupakan bagian perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangan pada saat setelah dilakukan on the spot di lapangan
On the Spot (OTS)
Merupakan kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai obyek yang akan dijadikan usaha atau jaminan
Wawancara I
Merupakan penyelidikan kepada calon peminjam dengan langsung berhadapan dengan calon peminjam
Pemeriksaan berkas-berkas
Berkas lengkap, lanjut ke alur berikutnya belum lengkap atau cukup, maka nasabah diminta untuk segera melengkapinya
Pengajuan berkas-berkas
(a) latar belakang perusahaan/kelompok usaha (b) maksud dan tujuan (c) besarnya kredit dan jangka waktu (d) cara pengembalian kredit (e) jaminan kredit
10
Selanjutnya seperti diketahui bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Untuk mewujudkan kemandirian ekonomi, negara harus memberikan perhatian terhadap dunia usaha, khususnya KUMKM yang sering kesulitan mendapatkan akses permodalan dalam bentuk kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dari lembaga keuangan dan di luar lembaga keuangan karena terbatasnya jaminan.
Setelah melakukan wawancara awal terhadap beberapa UMK di Kota Bandung didapat permasalahan, yaitu:
1. Belum memiliki SDM yang kompeten yang dimana kemampuan SDM kurang baik untuk mengelola UMK.
2. UMK belum mempunyai pembukuan yang jelas, dikarenakan masih menggunakan pembukuan tradisional.
3. Proses mudah, tetapi terdapat beberapa persyaratan perbankan yang harus dipenuhi oleh UMK, yaitu berkas-berkas pengajuan yang lengkap, agunan yang senilai atau lebih dari jumlah kredit yang diberikan dan kesesuaian data jaminan yang diberikan dengan kenyataan pada saat on the spot.
4. Banyaknya UMK di Kota Bandung yang sudah layak usaha (feasible) ataupun belum layak usaha (unfeasible) dan belum memenuhi persyaratan perbankan (unbankable).
5. Ketidaksesuaian penggunaan dana kredit, yang dimana kreditnya digunakan untuk keperluan pribadi.
Pengembangan suatu usaha adalah tanggung jawab dari setiap pengusaha
atau wirausaha yang membutuhkan pandangan kedepan, motivasi dan kreativitas
(Anoraga, 2007:66). Menurut Hafsah (2000:198), Pengembangan adalah upaya
yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melalui pemberian
11
bimbingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha usaha kecil agar menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.
Mangkuprawira (2004:135) menyatakan bahwa, Pengembangan merupakan upaya meningkatkan pengetahuan yang mungkin digunakan segera atau sering untuk kepentingan di masa depan.
Perkembangan usaha adalah perdagangan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang terorganisasi untuk mendapatkan laba dengan memproduksi dan menjual barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Mahmud Machfoedz, 2005), dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penilaian suatu perkembangan usaha dapat dinilai dari hasil laba, memproduksi barang/jasa dan sales.
Sedangkan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan. Selanjutnya, kata mengembangkan menurut KBBI memiliki makna menjadikan besar (luas, merata, dan sebagainya) dan maju (baik, sempurna dan sebagainya). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengembangan adalah segala sesuatu yang dilaksanakan untuk memperbaiki pelaksanaan pekerjaan yang sekarang maupun yang akan datang memberikan informasi, pengarahan, pengaturan, dan pedoman dalam pengembangan usaha.
Untuk mengembangkan KUMKM perlu adanya pemberdayaan masyarakat, KUMKM dalam mencapai kesejahteraan masyarakat sebenarnya bukan merupakan hal yang baru, tetapi konsep pengembangan ekonomi dan teknik impelementasinya terus berkembang. Secara umum pengembangan ekonomi lokal maupun nasional merupakan usaha untuk mengembangkan ekonomi di daerah.
Perkembangan KUMKM yang besar ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan
pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional, dan penyediaan
lapangan kerja. Dinas Koperasi, UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota
Bandung memiliki target pencapaian KUMKM meningkat 5%-10% dari jumlah
KUMKM atau 500 unit KUMKM setiap tahunnya. Pengusaha UMK di Kota
12
Bandung terus meningkat setiap tahunnya, jumlah UMK dapat di lihat pada tebel 1.1 berikut:
Tabel 1.1 Jumlah UMK di Kota Bandung TH. 2012-2016
SEKTOR
JUMLAH UMK
2012 2013 2014 2015 2016
MIKRO KECIL MIKRO KECIL MIKRO KECIL MIKRO KECIL MIKRO KECIL
FASHION 26 4 25 4 52 5 65 9 23 1
MAMIN 40 2 40 2 85 7 146 5 60 3
HANDYCRAFT 9 2 9 2 28 - 26 1 9 1
JASA 3 - 3 0 15 2 23 9 10 1
PRODUKSI 11 2 11 3 - - - -
PERDAGANGAN 5 2 5 2 11 3 17 4 6 -
TOTAL 94 12 93 13 191 17 277 28 108 6