• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, pemerintah membagi fungsi dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, pemerintah membagi fungsi dan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, pemerintah membagi fungsi dan peran dalam pelaksanaan program pembangunan nasional antara lain kepada Kementerian-Kementerian yang telah dibentuk. Masing-masing Kementerian mempunyai peran yang penting dan saling berkaitan. Indonesia sebagai negara seluas 1,9 juta kilometer persegi yang berpenduduk 237,4 juta jiwa dan terdiri dari 17.500 pulau membutuhkan suatu sistem yang mengatur dan mendukung kelancaran arus manusia, barang serta jasa demi kelancaran pembangunan dan menjaga ketahanan nasional. Untuk itu mutlak dibutuhkan sistem perhubungan yang kuat melalui sektor transportasi yang memadai. Transportasi merupakan salah satu mata rantai jaringan distribusi barang dan mobilitas penumpang yang berkembang sangat dinamis, serta berperan di dalam mendukung, mendorong dan menunjang segala aspek kehidupan baik dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan (dalam Rencana Jangka Panjang Departemen Perhubungan 2005-2025, 2008). Kementerian yang menyelenggarakan sebagian tugas pemerintah di bidang perhubungan adalah Kementerian Perhubungan, sehingga terpenuhinya kebutuhan akan transportasi yang memadai untuk kemajuan pembangunan di Indonesia akan sangat terpengaruh oleh kinerja dari Kementerian Perhubungan. Kemudian, unit kerja yang berperan penting dalam efektivitas dan efisiensi kerja Kementerian

(2)

2 Perhubungan salah satunya adalah Sekretariat Jenderal Kementerian Perhubungan, dimana unit kerja ini antara lain bertugas untuk melakukan koordinasi dan penyusunan rencana dan program, serta melakukan pembinaan, pemberian dukungan administrasi yang meliputi ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, arsip, dan dokumentasi Kementerian Perhubungan.

Jadi dapat dikatakan bahwa Sekretariat Jenderal Kementerian Perhubungan merupakan unit kerja yang berperan penting dalam Kementerian Perhubungan yang merupakan organisasi penyelenggara tugas pemerintahan di bidang perhubungan yang sangat besar pengaruhnya terhadap pembangunan nasional.

Oleh karena itu, segala aktivitas yang dapat mendukung efektivitas kerja unit kerja ini termasuk penelitian-penelitian demi pengembangannya penting untuk dilakukan.

Keberhasilan sebuah organisasi atau unit kerja sangat ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya. Kinerja dari organisasi merupakan akumulasi dari kinerja individu-individu yang ada di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia (SDM) merupakan penggerak utama jalannya organisasi, sehingga efektivitas dan efisiensi dari pemanfaatan sumber daya-sumber daya yang dimiliki oleh organisasi demi mencapai tujuan, sangat tergantung pada kehandalan SDM organisasi tersebut. Mengingat akan arti penting dari SDM, pengelolaan SDM dalam organisasi sudah sejak lama menjadi perhatian. Dilakukannya penelitian-penelitian dari berbagai sudut pandang dan penerapan berbagai macam cara serta strategi dalam mengelola SDM dan juga telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kapabilitas dari SDM tersebut.

(3)

3 Seiring dengan usaha-usaha tersebut, terjadi pergeseran atau perubahan paradigma mengenai pemahaman akan SDM itu sendiri. Ingham (2006) menyatakan bahwa kunci sumber daya strategis organisasi berubah dari modal finansial menjadi organizational capabiltiy dan berubah lagi menjadi human and intellectual capital. Kemudian disebutkan juga terjadi perubahan perspektif mengenai SDM, yaitu dari perspektif yang menganggap orang sebagai faktor produksi menjadi sumber daya yang berharga, dan bahkan pandangan tersebut bergeser menjadi menganggap orang sebagai “talent investor”. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa manusia dalam organisasi dianggap sebagai aset penting. Namun menurut Chenoweth (2011) tidak seperti modal struktural (structural capital), orang dalam organisasi yang dianggap sebagai aset tersebut, tidak pernah benar- benar menjadi “milik” dari organisasi. Mereka dapat sewaktu-waktu keluar kecuali organisasi menemukan cara untuk mempertahankan mereka dan salah satu cara untuk membangun keunggulan kompetitif (yang akan membuat pegawai tetap berada di organisasi) adalah dengan meningkatkan kesehatan dan well being dari pegawai. Tujuannya selain meningkatkan motivasi kerja, juga menjaga agar SDM sebagai aset yang berharga tersebut memilih untuk tetap berada dalam organisasi. Oleh karena itu perlu untuk dipastikan bahwa pengelolaan SDM benar-benar memperhatikan well being pegawai, antara lain dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu yang dapat dijadikan sebagai patokan yang memberikan gambaran efektivitas dan efisiensinya.

Salah satu ukuran yang penting dan menggambarkan well being dari SDM secara luas (dari berbagai macam faktor) adalah employee engangement.

(4)

4 Siddhanta dan Roy (2010) menyebutkan bahwa sebagian besar ukuran-ukuran yang menggambarkan dan mempengaruhi kinerja organisasi (termasuk kepuasan konsumen, inovasi, profitabilitas, produktivitas, loyalitas dan kualitas) merupakan hasil atau akibat dari adanya para pegawai yang berkomitmen dan engaged.

Engagement dalam hal ini diartikan sebagai sikap positif yang ditunjukan karyawan terhadap organisasi dan nilai perusahaan. Seorang karyawan yang terikat (engaged employee) memiliki kesadaran terhadap bisnis, dan bekerja dengan rekan kerja untuk meningkatkan kinerja dalam pekerjaan untuk keuntungan organisasi (Robertson dan Cooper, 2010). Kemudian menurut Gibbons (dalam Hughes dan Rog, 2008), employee engagement adalah hubungan emosional dan intelektual yang tinggi yang dimiliki oleh karyawan terhadap pekerjaannya, organisasi, manajer, atau rekan kerja yang memberikan pengaruh untuk menambah discretionary effort (usaha untuk memberikan yang lebih dari yang diharapkan) dalam pekerjaannya. Hubungan yang baik dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, organisasi tempat dimana dia bekerja, manajer yang menjadi atasannya dan memberikan dukungan dan nasehat, atau rekan kerja yang saling mendukung membuat individu dapat memberikan upaya terbaik yang melebihi persyaratan dari suatu pekerjaan. Lebih lanjut, Markos & Sridevi (2010) menyatakan bahwa employee engagement merupakan prediktor kuat bagi kinerja organisasi positif yang dengan jelas menunjukkan hubungan dua arah antara pemberi kerja (organisasi) dengan pegawai. Dari definisi-definisi di atas, dapat dikatakan bahwa keberadaan engaged employee dapat menggambarkan kepemimpinan dan hubungan dengan atasan serta kerja

(5)

5 sama dengan rekan kerja yang baik, dan juga kepuasan terhadap pekerjaan dan lingkungan kerjanya yang tinggi. Selain itu dapat disimpulkan juga bahwa cukup banyak faktor-faktor yang mempengaruhi employee engagement, dan mengingat pentingnya gambaran yang diberikan oleh employee engagement, maka penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap employee engagement juga menjadi penting untuk dilakukan.

Hermawan (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang berulang kali muncul dalam berbagai penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuhnya employee engagement di berbagai organisasi, yaitu: organisasi, kepemimpinan, lingkungan kerja, kompensasi dan reward. Menurut penulis, faktor lingkungan kerja, kompensasi dan reward cenderung dapat dikendalikan oleh pimpinan melalui kebijakan-kebijakan yang diterapkannya, sehingga faktor kepemimpinan merupakan faktor yang perannya sangat penting dalam membentuk employee engagement.

Kepemimpinan dalam organisasi sering dikaitkan dengan gaya dari kepemimpinan tersebut, hubungan antara atasan dengan para bawahannya dan kepercayaan bawahan pada atasan. Terlepas dari gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinan, kepercayaan terhadap atasan sangat mempengaruhi hubungan antara atasan dengan bawahan, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap efektivitas dari kepemimpinan tersebut. Kepercayaan pada atasan menurut Dirks dan Ferrin (2002), didefinisikan sebagai hubungan antara atasan dengan bawahan yang berdasar pada rasa saling menghormati, kerjasama, komitmen, kesetaraan dan dapat saling mengandalkan. Ketika para bawahan

(6)

6 mempercayai pimpinan, mereka bersedia untuk selalu mengikuti tindakan- tindakan pimpinan dan beryakinan bahwa hak-hak serta kepentingan-kepentingan mereka tidak akan terabaikan dan disalahgunakan (Hosmer, 1995).

Seperti telah disebutkan di atas, keberhasilan (efektivitas dan efisiensi) organisasi ditentukan SDM yang dimilikinya, dimana sebagian gambaran efektivitas pengelolaan SDM dapat dilihat dari tingkat employee engagement dalam organisasi tersebut. Hal ini juga berlaku bagi organisasi pemerintah seperti Kementerian Perhubungan. Seiring dengan tuntutan refomasi, pemerintah melakukan berbagai macam pembenahan termasuk dalam sistem dan tata cara pengelolaan SDM organisasi pemerintah (Pegawai Negeri Sipil) yang dikenal dengan sebutan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi merupakan upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia aparatur. Dengan adanya perubahan pada aspek sumber daya manusia aparatur, reformasi juga dapat mempengaruhi employee engagement yang merupakan sebagian gambaran dari pengelolaan SDM organisasi.

Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan.

Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan atau resistance to change (Mustafa, 2001). Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan &

RB) Nomor 10 tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen

(7)

7 Perubahan, disebutkan bawa perubahan berpeluang memunculkan resistensi pada individu di dalam organisasi. Oleh karena itu agar penerapan dari perubahan- perubahan reformasi birokrasi dapat berjalan dengan baik, perlu juga diketahui gambaran mengenai pendapat dari para pegawai yang mencerminkan tingkat penolakan atau resistensi mereka terhadap perubahan. Kreitner dan Kinicki (2010), mendefinisikan resistensi terhadap perubahan sebagai suatu reaksi emosional/tingkah laku yang muncul sebagai respon terhadap munculnya ancaman, baik nyata atau imajiner bila terjadi perubahan pada pekerjaan rutin.

Dengan adanya gambaran mengenai resistance to change akan membantu untuk mengidentifikasi hal-hal apa yang perlu untuk diperkuat, diperbaiki, dan dipertahankan agar pelaksanaan perubahan dapat berjalan sesuai dengan perencanaan dan harapan.

Employee engagement menunjukkan hubungan dua arah antara pemberi kerja (organisasi) dengan pegawai dan di dalam hubungan tersebut pasti terjadi komunikasi. Ross (dalam Mulyana, 2004) mengatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh komunikator. Jadi dapat dikatakan bahwa employee engagement dipengaruhi oleh efektivitas komunikasi yang terjadi antara organisasi dengan pegawai. Efektivitas dari komunikasi sendiri dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah intensitas dari komunikasi tersebut. Intensitas merupakan suatu tindakan yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu dan dititikberatkan pada kuantitas atau frekuensinya (Tuasikal, 2001),

(8)

8 sehingga intensitas komunikasi ialah proses komunikasi yang terjalin dengan melihat kuantitas pada kurun waktu tertentu. Definisi lain dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia online (dalam http://kbbi.web.id), yang menyebutkan bahwa intensitas adalah keadaan tingkatan atau ukuran intensnya, dimana intens didefinisikan sebagai hebat atau kuat dalam hal kekuatan atau efek, tinggi dalam hal mutu, bergelora atau penuh semangat atau berapi-api dalam hal perasaan, dan sangat emosional dalam hal orang. Jadi intensitas komunikasi adalah keadaan tingkat frekuensi dan kuatnya penyampaian pesan. Semakin tinggi intensitas komunikasi maka semakin efektif komunikasi tersebut, apalagi mengingat hubungan antara organisasi dengan pegawai merupakan hubungan yang berlangsung terus menerus.

1.2 Rumusan Masalah

Sebagai aset yang penting, dalam pengelolaannya juga harus memperhatikan kebaikan (well being) aset tersebut. Salah satu ukuran yang penting dan menggambarkan well being dari SDM secara luas (dari berbagai macam faktor) adalah employee engangement. Employee Engagement sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, faktor yang perannya sangat penting dalam membentuk employee engagement adalah kepemimpinan. Kepemimpinan dalam organisasi sering dikaitkan dengan gaya dari kepemimpinan tersebut, hubungan antara atasan dengan para bawahannya dan kepercayaan bawahan pada atasan.

Terlepas dari gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinan, kepercayaan terhadap atasan sangat mempengaruhi hubungan antara atasan dengan bawahan,

(9)

9 yang pada akhirnya berpengaruh terhadap efektivitas dari kepemimpinan tersebut.

Kemudian berdasarkan uraian latar belakang di atas, diketahui juga bahwa employee engagement menunjukkan hubungan dua arah antara pemberi kerja (organisasi) dengan pegawai dan di dalam hubungan tersebut pasti terjadi komunikasi, sehingga komunikasi juga merupakan faktor penting pembentuk employee engagement. Lebih jauh komunikasi juga memegang peran yang sangat penting dalam efektivitas program-program reformasi birokrasi yang dijalankan oleh pemerintah. Kemudian sejalan dengan program reformasi birokasi yang dilakukan oleh organisasi-organisasi pemerintahan, perlu juga dilihat mengenai aspek-aspek dalam perubahan dalam kaitannya dengan employee engagement.

Dalam melaksanakan perubahan, akan terdapat masalah, dan masalah yang paling sering muncul dan menonjol adalah penolakan terhadap perubahan (resistance to change) itu sendiri. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, rumusan masalah penelitian ini adalah mengenai pengaruh dari kepercayaan pada atasan, intensitas komunikasi, dan resistance to change terhadap employee engagement di Sekretariat Jenderal Kementerian Perhubungan, baik sebagai individual factor maupun secara bersama-sama.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah pengaruh kepercayaan pada atasan terhadap employee engagement di Sekretariat Jenderal Kementerian Perhubungan?

(10)

10 2. Apakah pengaruh intensitas komunikasi terhadap employee engagement di

Sekretariat Jenderal Kementerian Perhubungan?

3. Apakah pengaruh resistance to change terhadap employee engagement di Sekretariat Jenderal Kementerian Perhubungan?

4. Di antara ketiga variabel independen yang dianalisis pengaruhnya terhadap employee engagement, variabel manakah yang pengaruhnya paling dominan?

Sejalan dengan pertanyaan penelitian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari kepercayaan pada atasan, intensitas komunikasi, dan resistance to change terhadap employee engagement di Sekretariat Jenderal Kementerian Perhubungan. Kemudian juga akan dianalisis variabel mana di antara variabel-variabel independen yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap employee engagement.

1.4 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan pertanyaan penelitian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari kepercayaan pada atasan, intensitas komunikasi, dan resistance to change terhadap employee engagement di Sekretariat Jenderal Kementerian Perhubungan, baik sebagai individual factor maupun secara bersama-sama. Kemudian juga akan dianalisis variabel mana di antara variabel- variabel independen yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap employee engagement.

(11)

11 1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat bagi Sekretariat Jenderal Kementerian Perhubungan:

1) Mengetahui tingkat employee engagement yang merupakan gambaran dari berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kinerja termasuk kepuasan konsumen, inovasi, profitabilitas, produktivitas, loyalitas dan kualitas, sehingga dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam evaluasi pengelolaan SDM terutama masalah well being dari SDM tersebut.

2) Mengetahui tingkat kepercayaan para pegawai pada atasan (langsung maupun tidak langsung) yang dapat digunakan untuk melihat sejauh mana efektivitas kepemimpinan yang dilakukan dalam rangka mendorong, mengarahkan dan mengembangkan SDM demi tercapainya tujuan organisasi.

3) Melakukan evaluasi terhadap sistem dan kebiasan dalam komunikasi juga efektivtias dari komunikasi itu sendiri melalui pengukuran tingkat intensitas komunikasi.

4) Mendapatkan gambaran bagaimana tingkat penolakan terhadap perubahan yang dilakukan oleh organisasi, sehingga dapat diambil langkah-langkah pencegahan dan perbaikan yang sekiranya perlu untuk meningkatkan efektivitas penerapan dari perubahan.

5) Mengetahui bagaimana pengaruh dari tingkat kepercayaan para pegawai pada atasan, intensitas komunikasi, dan penolakan terhadap perubahan terhadap employee engagement, yang dapat digunakan untuk menetapkan prioritas atau penekanan dalam melakukan perbaikan dan perubahan serta

(12)

12 menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan dan penerapan kebijakan dalam pengelolaan SDM.

Manfaat lainnya:

1) Menjadi sarana bagi penulis dalam menerapkan dan mengembangkan kemampuan di bidang sumber daya manusia.

2) Sebagai referensi penelitian-penelitian lebih lanjut mengenai sumber daya manusia terutama yang berkaitan dengan kepemimpinan, perubahan, komunikasi dalam organisasi, dan hubungan antara pegawai dengan organisasi sebagai upaya peningkatan efektivitas dan efisiensi pengelolaan SDM.

1.6 Batasan Penelitian

Penelitian ini hendak melihat gambaran respon responden yang menitikberatkan pada beberapa hal yaitu:

1. Pengukuran terhadap tingkat kepercayaan pegawai Sekretariat Jenderal Kementerian Perhubungan terhadap atasan mereka baik atasan langsung maupun tidak langsung.

2. Pengukuran tingkat intensitas komunikasi yang dilakukan dalam organisasi.

3. Pengukuran tingkat penolakan terhadap perubahan (resistance to change) yang dilakukan oleh organisasi.

4. Pengukuran tingkat employee engagement yang dirasakan.

(13)

13 5. Identifikasi pengaruh tingkat kepercayaan pada atasan, intensitas komunikasi, dan penolakan terhadap perubahan terhadap tingkat employee engagement baik sebagai individual factor maupun secara bersama-sama.

1.7 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang alasan pentingnya dilakukan penelitian, rumusan masalah, pertanyaan dan tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori, berisi tentang tinjauan teoritis yang dipakai menjadi acuan dan untuk mendukung penelitian beserta kerangka pemikiran dan hipotesis dari penelitian ini.

Bab III Metode Penelitian, berisi tentang pendekatan penelitian, populasi dan sampel, sumber data, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

Bab IV Hasil Analisis dan Pembahasan.

Bab V Penutup, yang berisi kesimpulan, keterbatasan dan implikasi, serta saran dari hasil penenelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Pada pembelajaran konvensional, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, sedang, dan rendah mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya (4) Pada

Pemerintah Aceh perlu bekerja lebih keras lagi untuk dapat memberikan komitmen besar terhadap label wisata halal tersebut, baik dari sisi tata kelola wisatanya, lingkungan bisnis

Untuk pernyataan yang keempat “Anak-anak saya mempunyai sikap bertanggung jawab dari proses pendidikan formal” menunjukan bahwa dari keseluruhan informan penelitian

Selain berdasarkan pasal tersebut diatas, berkaitan dengan pengangkatan anak diatur pula dalam Pasal 39 Ayat (3) Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2002 tentang

Khusus untuk Kuasa Pengguna Anggaran yang merangkap Pejabat Pembuat Komitmen diberikan honor tiap bulan selama pelaksanaan kegiatan yang dikelolanya. Untuk SKPD yang

Simpulan dari hasil penelitian Pengaruh Modal Insani dan Modal Sosial Terhadap Kinerja UKM makanan dan minuman Kota Bogor adalah sebagai berikut : 1) Hasil analisis

Hasil dari aktivitas siswa terhadap LKS berbasis etnosains pada materi bioteknogi untuk melatihkan keterampilan proses sains siswa kelas IX yaitu pada aspek

Variabel bebas yang nilai t-nya lebih kecil dari tstatistik (t kritis ), maka variabel tersebut tidak lolos uji hipotesis (memiliki kemungkinan nilai koefisiennya sama dengan