SERI DISKUSI PUBLIK DPP PARTAI GOLKAR BIDANG ESDA, 23 SEPTEMBER 2011
I R . S ATYA W IDYA Y UDHA , M.S C
W
AKILS
EKJENDPP P
ARTAIG
OLKARB
ID. ESDA
MENGELOLA SUBSIDI ENERGI,
MENJAGA KESEIMBANGAN ANGGARAN
A SUMSI M AKRO S EKTOR ESDM
URAIAN UNIT
2010 2011 2012
REALISASI APBN REALISASI s.d
31 AGT 2011 APBN-P NOTA KEUANGAN
1 (ICP) US$ 78,07 80 109,56 95 90
2 Lifting Mbopd 945 970 905 945 950
3 Volume BBM+BBN
Juta KL
38,23 38,59 27,29 40,49 40,00
• Premium 22,93 23,19 16,61 24,54 24,41
• Kerosene 2,35 2,32 1,20 1,8 1,70
• Solar 12,95 13,08 9,48 14,15 13,89
BIODIESEL Rp/liter
2.000 2.000
3000
BIOETHANOL 3.500
LPG Juta Ton 2,71 3,52 2.07 3,52 3,61
4 ELECTRICITY Triliun Rp 58,11 40,71 41,82 65,48 45,00
0 45 90 135 180 225
Subsidi (Rp. Tril)
0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0
Rasio thd PDB (%)
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010-R 2011APBN 1,5 1,3
2,5 3,1
2,4 3,0
4,5
1,7 2,2 1,9
Subsidi Energi Rasio terhadap PDB SUBSI DI ENERGI
Ta hun 2002 - 2011 (APBN)
50 100 150 200 250 300
Penerimaan Migas (Rp. Tril)
0 200 400 600 800 1000
Penerimaan Non-Migas (Rp Tril)
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010-R 2011APBN Penerimaan M igas Penerimaan Non-M igas
PEND APATAN NEGARA Ta h u n 2000 - 2011 (APBN)
-150 -120 -90 -60 -30 0
Defisit (Rp Triliun)
-3,0 -2,4 -1,8 -1,2 -0,6 0,0
% PDB
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007 2008
2009 2010-R
2011APBN -40,5
-23,6
-35,1-23,8-14,4 -29,1
-49,8 -4,1
-88,6 -40,0
-124,7 -2,5
-1,1 -1,5
-0,9 -0,4
-0,7 -1,3
-0,1
-1,6 -0,6
-1,8
Defisit % PDB
DEFI SI T APBN Ta hun 2001 - 2011 (APBN)
S UBSIDI E NERGI
APBN 2011
APBN-P 2011
RAPBN 2012
Subsidi Energi 136,6 T 187,16 T 163,9 T Subsidi BBM 95,9 T 120,8 T 123,6 T Subsidi Listrik 40,7 T 66,3 T 40,3 T
APBN 2011 APBN-P 2011 RAPBN 2012 Penerimaan
Sektor Migas 149,3 T 173,2 T 156,0 T
R
ATA-
RATAP
ROPORSIA
LOKASIB
ELANJAP
USATM
ENURUTJ
ENISP
ENGELUARANT
AHUN2005-2011 (%)
SUBSIDI, 27.81 %
BELANJA PEGAWAI 18.89 %
PEMBAYARAN BUNGA UTANG 14.77 % BELANJA MODAL /
INFRASTRUKTUR 10 %
BELANJA BARANG, 12.52%
BANTUAN SOSIAL, 18.98 %
BELANJA LAIN- LAIN, 4.81%
BELANJA HIBAH 0.08 %
P ENGELOLAAN S UBSIDI E NERGI
Mengontrol Subsidi Energi Secara Ketat
Subsidi Harus Tepat Sasaran Dan Tepat Guna Bagi Rakyat
Konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) atau Batubara
Menaikkan Harga BBM Bersubsidi, Beranikah?
Membuat Skema Harga Ke-ekonomian untuk
Pengembangan Energi Terbarukan seperti: Panas Bumi, Mikrohydro, dll.
Pengembangan Geothermal secara progresif sebagai
energi pembangkit listrik.
K EMANDIRIAN E NERGI
Jaminan Ketersediaan Pasokan
Infrastruktur yang Memadai
Harga Ekonomis yang Mendorong Daya Beli
Diversifikasi dan Konversi Energi secara
Berkesinambungan
P ERGESERAN P ARADIGMA
Konversi BBM ke BBG → mengurangi, BUKAN menghilangkan subsidi BBM
Revenue Based toward Economic Growth Based
Industry should follow the Energy
Menciptakan Iklim Investasi yang Kondusif Meningkatkan Harga Keekonomian Domestik Mengembangkan Energi Baru & Terbarukan
Transformasi Global Value Change to National Value Change
Revisi
UU Migas No.
22/2001
K EBIJAKAN E NERGI
B AHAN B AKAR N ABATI (BBN)
BIOFUEL
Berbasis CPO
BIOETHANOL Berbasis Tebu
(sugar gane)
OIL FOR FOOD
Jagung (corn)
Singkong (casava)
OIL FOR FUEL Jarak Pagar
(Jatropha)
T ARIK U LUR BBM B ERSUBSIDI
P ENGATURAN BBM B ERSUBSIDI
1. Adanya pemisahan penjualan Premium Bersubsidi dengan Premium Non-Subsidi.
2. Harga Premium naik menjadi 5.000 Rp/ltr. Angkutan umum plat kuning mendapat subsidi lebih banyak dengan sistem cashback 500 Rp/ltr. Pembayaran cashback dilakukan dengan sistem elektronik.
3. Harga Premium naik menjadi 5.500 Rp/ltr. Penjatahan volume
Premium dengan harga 4.500 Rp/ltr. kepada kendaraan umum pelat kuning dan sepeda motor. Memerlukan alat kendali, misal RFID
(Radio Frequency Identification).
Dengan memilih opsi pertama, yaitu dengan menaikkan harga BBM subsidi jenis Premium sebesar Rp 500 per liter dan asumsi volume BBM subsidi masih utuh, akan diperoleh penghematan sekitar Rp 12,27 triliun .
Sedangkan dengan menerapkan kenaikan BBM sebesar Rp 500 per liter untuk jenis premium dan solar sekalipun, penghematan yang dapat
diperoleh adalah sekitar Rp 19,35 triliun. Jika terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 500 per liter, akan ada penambahan inflasi sebesar 0,25 persen.
C ATATAN P ENGATURAN BBM B ERSUBSIDI
Kenaikan harga 500 rupiah/lt secara historis masih dalam batas yang wajar dan dampak inflasi minimal
Dasar hukum pasal 7 UU APBN 2011 telah memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk menaikkan harga Premium.
Sederhana, adil bagi sesama pengguna premium dengan subsidi lebih kepada kendaraan umum pelat kuning yang melakukan pelayanan dan tarif diatur pemerintah
Infrastruktur Sistem cashback sudah tersedia di hampir
seluruh SPBU di Jawa/Bali dan pengembangan sistem serupa di luar Jawa dapat dilaksanakan ( 1000 SPBU di seluruh
Indonesia).
P ENGENDALIAN Q UOTA P ANDANGAN P ARTAI G OLKAR
Penghematan Subsidi BBM dalam APBN 2011 sekitar Rp 7.3
triliun, dengan asumsi rasio volume konsumsi kendaraan umum pelat kuning sekitar 15%
Persoalan BBM bersubsidi harus dipecahkan secara komprehensif.
Jika penjatahan BBM bersubsidi sudah melebihi quota, maka masyarakat mempunyai opsi untuk memilih Premium Non- Subsidi maupun BBM Non-Subsidi (Pertamax, Pertamax Plus).
Perlu diterapkan pengenaan pajak progresif bagi masyarakat pemilik lebih dari 2 kendaraan bermotor (mobil/sepeda motor).
Pembatasan pengajuan kredit kendaraan bermotor.
M ASALAH H ARGA E CERAN T ERTINGGI (HET) LPG 3 KG
Saat ini HET elpiji 3 kg ditetapkan Rp 12.750 yang mengacu kepada Perpres No. 104 tahun 2007. Namun, harga di
lapangan sudah mencapai Rp 15.000 per tabung.
Kerancuan Regulasi dalam penetapan HET Elpiji 3 kg:
Peraturan Presiden (Perpres) No. 104/2007 tentang penyediaan, pendistribusian dan penetapan harga elpiji 3 kg.
Permen ESDM No. 28/2008, Pasal 1 ayat 1 ditetapkan bahwa HET LPG 3 kg adalah Rp 4.250 per kg. Jika distribusi mencapai jarak 60 km, maka harga menjadi Rp 12.750. Namun ketika jarak distribusi melebihi 60 km harga akan ditentukan oleh pemda setempat selaku penerima distribusi produk.
Surat Menteri ESDM kepada Mendagri Nomor 3940/12/MEM.M/2009 tertanggal 26 Agustus, perihal rekomendasi HET Elpiji 3kg.
Permen ESDM No. 26/2009, pasal 24 ayat 4 yang menyatakan bahwa
Pemerintah Daerah (Pem.Provinsi/Pemkot/Pemkab) menetapkan HET Elpiji 3 kg untuk radius 60 km ke atas dari supply point/SPBE.
Peraturan bersama Menteri ESDM dan Mendagri No. 05 tahun 2011.
P ANDANGAN P ARTAI G OLKAR
Selama ini tidak ada kontrol yang ketat atas distribusi elpiji 3 kg dari pemerintah, sehingga menimbulkan disparitas harga yang cukup mencolok di daerah-daerah dari HET sesuai harga
subsidi. Ini sangat memberatkan masyarakat ekonomi lemah.
Karena itu, F-PG meminta kepada pemerintah untuk mengkaji ulang bahkan jika dimungkinkan untuk mencabut regulasi yang tumpang tindih dalam penentuan HET elpiji 3 kg yang
melibatkan pemerintah daerah.
Wewenang penentuan HET oleh Pemda HARUS DICABUT.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM-lah yang
seharusnya mengontrol penuh harga elpiji 3 kg di lapangan agar seragam dan tidak timbul disparitas sehingga subsidi elpiji 3 kg tepat sasaran.
M ASALAH R ENCANA K ENAIKAN T ARIF T ENAGA L ISTRIK (TTL)
Berdasarkan Nota Keuangan tgl 16 Agustus 2011, Subsidi Listrik RAPBN 2012 sebesar Rp 45,0 triliun dengan rincian:
Subsidi tahun berjalan : Rp 40,5 T
Kekurangan thn 2010 hasil audit BPK : Rp 4,5 T
Carry over subsidi 2011 : Rp 4,5 T
Jumlah : Rp 49,5 T
Carry over subsidi 2012 ke 2013 : (Rp 4,5 T)
Jumlah : Rp 45,0 T
Pemerintah merencanakan adanya kenaikan TTL sebesar 10% mulai 1 April 2012.
Kenaikan TTL 10% TIDAK berlaku bagi pelanggan 450 VA
P ANDANGAN P ARTAI G OLKAR
Meminta kepada pemerintah untuk melakukan kajian secara
komprehensif atas rencana kenaikan TTL 10 % mulai 1 Apri 2012.
Patut dipertanyakan seberapa besar dampak/pengaruhnya
terhadap kelangsungan sektor usaha mikro dan kecil-menengah atas kenaikan TTL tersebut.
Pemerintah juga harus menghitung dampak kenaikan TTL tersebut terhadap laju inflasi nasional.
Mendorong penggunaan/pemanfaatan energi mix seperti panas bumi dan air sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM) untuk mengoptimalkan pembangkit listrik.
Harus dilakukan efisiensi secara ketat terhadap cost operasional di PT PLN.