• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENGHADAPI ANAK KORBAN NARKOBA

(Studi Kualitatif pada Keluarga Anak Korban Narkoba di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat)

SKRIPSI

OLEH

AYU WINDARI 150904040 Advertising

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENGHADAPI ANAK KORBAN NARKOBA

(Studi Kualitatif pada Keluarga Anak Korban Narkoba di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata-1 (S-1) pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

AYU WINDARI 150904040

Program Studi: Advertising

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan dengan benar. Jika di kemudian hari saya

terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Ayu Windari NIM : 150904040 Tanda Tangan :

Tanggal :

(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh

Nama : Ayu Windari

NIM : 150904040

Departemen : Ilmu Komunikasi/Advertising

Judul Skripsi : Pola Komunikasi Keluarga dalam Menghadapi Anak Korban Narkoba (Studi Kualitatif pada Keluarga Anak Korban Narkoba di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ( )

Penguji : ( )

Penguji Utama : ( )

Ditetapkan di : Medan Tanggal :

(6)

KATA PENGANTAR

Assalammu‘alaikum Wr Wb.

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang tetap setia dalam setiap perbuatanNya. Bersyukur untuk setiap pertolonganNya yang terus memelihara bahkan sampai selesainya skripsi ini, sungguh bukan karena kuat dan hebat peneliti, Dialah yang berkarya. Pada kesempatan ini peneliti dengan rendah hati mempersembahkan skripsi yang berjudul ―Pola Komunikasi Keluarga dalam Menghadapi Anak Korban Narkoba‖.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana (S1) di Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak yang mendukung secara fisik maupun moril peneliti. Untuk itu dengan hati yang tulus ikhlas peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan dukungan, bimbingan, kemudahan yang diberikan kepada peneliti selama proses penyelesaian skripsi.

3. Ibu Emilia Ramadhani, S.Sos, M.A selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Safrin, M.Si selaku dosen pembimbing akademik peneliti yang membimbing peneliti dari pertama kali memulai perkuliahan di Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(7)

5. Seluruh dosen dan staff pengajar yang telah banyak mendidik dan membimbing selama masa perkuliahan. Seluruh staff administrasi Program Studi Ilmu Komunikasi, Kak Maya dan Kak Yanti yang telah banyak membimbing dan membantu peneliti selama masa perkuliahan dan membantu proses administrasi penulis.

6. Kedua orang tua peneliti yang terkasih dan luar biasa Muhammad Adharuddin dan Kesuma Widiarti yang selalu memberikan do‘a. kasih sayang, dukungan, perhatian dan bantuan yang sangat tak ternilai kepada peneliti selama menjalani masa perkuliahan di Universitas Sumatera Utara serta kedua adik peneliti Adhli Agwinsyah dan Aliq Akhtar.

7. Sahabat terkasih Widya Pratiwi, Nurpida Damanik, dan Widya Ika Vanessa yang merupakan teman saat menghadapi berbagai kesulitan dan kesenangan selama menjalani perkuliahan di Universitas Sumatera Utara dan membantu peneliti dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Riri Pratama Putri, Irma Syahfitri Pasaribu, Dina Sakinah Puteri, Niki Fadillah, Treny Sarah dan Cut Farah Zhafirah yang menjadi teman seperjuangan peneliti dari awal kuliah hingga menyelesaikan skripsi bersama yang sangat banyak membantu peneliti dan saling bertukar pikiran dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Para grup godaan setan yang terdiri dari Shah Dhazia, Khairunnisa Nasution, Ulfia Rizky, Muhammad Ikhsan Azmy, Dicky Ageng Pangestu dan Syafrizal yang menjadi tempat curhat dan penghibur peneliti serta selalu memberikan dukungan dari jauh.

10. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara (IMAJINASI FISIP USU) terima kasih banyak atas pengalaman berharga di keorganisasian serta kekeluargaan didalamnya.

11. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fisip Usu, terima kasih atas pengalaman berharga di keorganisasian dan kekeluargaan yang dibangun hingga peneliti menjadi bagian dari ILIOS.

(8)

12. ILIOS; Insan Lima Belas Solid Selamanya, terima kasih sudah banyak memberikan pencerahan kepada peneliti dalam segi apapun itu dan atas kekeluargaan yang telah dibangun. Dulu kini dan sampai nanti.

13. Satu-satunya orang yang tidak pernah berhenti untuk memberikan semangat dan mengeluarkan waktu serta tenaganya dalam membantu peneliti untuk menjadi insan yang lebih baik. Terima kasih Valanthio Wenalsya Chaniago.

14. Seluruh informan yang telah bersedia menjadi informan dan berdiskusi dengan peneliti untuk membantu menyelesaikan skripsi peneliti.

15. Seluruh teman-teman Program Studi S1 Ilmu Komunikasi stambuk 2015 yang telah banyak mendukung dan memberikan kritik dan sarannya selama pengerjaan skripsi ini.

16. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, peneliti mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih perlu penyempurnaan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan adanya saran maupun kritik yang bersifat membangun.

Peneliti berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan ilmu komunikasi dan memberikan manfaat bagi kita semua.

Wassalammu‘alaikum Wr Wb.

Medan, Januari 2020

Ayu Windari 150904040

(9)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ayu Windari

NIM : 150904040

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non Exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

―POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENGHADAPI ANAK KORBAN NARKOBA‖

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non- Eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan Pada Tanggal : Yang menyatakan

(Ayu Windari)

(10)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Pola Komunikasi Keluarga dalam Menghadapi Anak Korban Narkoba (Studi Kualitatif pada Keluarga dan Anak Korban Narkoba di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola komunikasi keluarga dalam menghadapi anak korban narkoba (Studi kualitatif pada keluarga dan anak korban narkoba di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat). Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Komunikasi Keluarga Fungsional dan Disfungsional. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma Post-positivistik dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan teknik pengambilan data menggunakan wawancara mendalam dan observasi. Paradigma Post-positivistik mendefenisikan komunikasi sebagai suatu proses linier atau proses sebab akibat.

Pemilihan informan dilakukan dengan Purposive Sampling Technique yaitu cara penentuan sejumlah informan sebelum penelitian dilaksanakan dengan menyebutkan secara jelas siapa yang dijadikan informan serta informasi apa yang diinginkan dari masing-masing informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola komunikasi keluarga dalam menghadapi anak korban narkoba oleh empat informan didominasi oleh pola komunikasi keluarga disfungsional, pola ini mengartikan komunikasi yang terjadi dikeluarga tidak dapat berfungsi dengan baik. Peneliti juga menemukan beberapa faktor pendukung yang membuat keempat anak informan bisa mengkonsumsi narkoba yaitu kurangnya kehangatan dalam keluarga berupa kasih sayang dan kepedulian, waktu berkumpul secara berkala didalamnya, komunikasi atau penyuluhan mengenai keagamaan dan lingkungan tempat tinggal yang buruk.

Kata Kunci: Pola komunikasi keluarga, komunikasi keluarga, anak, narkoba

(11)

ABSTRACT

This research entitled Family Communication Pattern in Facing Children of Drug Victims (Qualitative Study on Family and Children of Drug Victims in Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat). The purpose of this study was to determine the pattern of family communication in dealing with child victims of drugs (Qualitative study on families and children of drug victims in in Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat). The theory used in this study are: Family, Functional and Dysfunctional Family Communication. The paradigm used in this study is the post positivistic paradigm by using qualitative research methods, with data collection techniques using in-depth interviews and observation. The post positivistic paradigm defines communication as a linear process or a causal process. The selection of informants was carried out by purposive sampling technique which was the method of determining a number of informants before the research was carried out by clearly mentioning who was made the informant and what information was wanted from each informant. The results showed that the family communication patterns in dealing with child victims of drugs by four informants were dominated by dysfunctional family communication patterns, this patterns meant that communication that occurred in the family could not function properly. Researchers also found several supporting factors that made the four children of informants able to consume drugs, namely the lack of warmth in the family in the form of love and care, time to gather regularly in it, communication or counseling about religious and bad living environments.

Keywords: Pattern of family communication, family communication, children, drug

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Konteks Masalah ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 5

2.1 Paradigma Kajian ... 5

2.2 Kajian Pustaka ... 6

2.2.1 Komunikasi ... 7

2.2.1.1 Proses Komunikasi ... 9

2.2.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi ... 10

2.2.1.3 Fungsi-Fungsi Komunikasi ... 12

2.2.1.4 Strategi Komunikasi ... 14

2.2.1.5 Pola Komunikasi ... 16

2.2.1.5.1 Pola Komunikasi Keluarga ... 19

2.2.2 Keluarga ... 26

2.2.2.1 Ciri-ciri Keluarga ... 26

2.2.2.2 Tugas Keluarga ... 26

2.2.2.3 Tujuan dan Fungsi Keluarga ... 27

2.2.2.4 Sosialisasi dalam Keluarga ... 31

2.2.3 Anak ... 32

2.2.4 Narkoba ... 33

2.2.4.1 Narkotika ... 33

2.2.4.2 Penyalahgunaan Narkoba ... 35

2.2.7 Model Teoritik ... 37

(13)

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

3.1 Metode Penelitian... 38

3.2 Objek Penelitian ... 38

3.3 Subjek Penelitian ... 39

3.4 Unit Analisis... 39

3.5 Kerangka Analisis ... 39

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.6.1 Data Primer ... 40

3.6.2 Data Sekunder ... 41

3.6.3 Keabsahan Data ... 41

3.7 Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 44

4.1 Hasil Penelitian ... 44

4.1.1 Deskripsi Hasil Penelitian ... 44

4.1.2 Proses Penelitian ... 45

4.1.3 Deskripsi Informan ... 48

4.1.4 Hasil Temuan Lapangan ... 51

4.2 Pembahasan ... 72

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 78

5.1 Simpulan ... 78

5.2 Saran ... 79

DAFTAR REFERENSI ... 80 LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

4.1. Profil Informan 51

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1 Pola Komunikasi Rantai 17

2.2 Pola Komunikasi Lingkaran 18

2.3 Pola Komunikasi Roda 18

2.4 Pola Komunikasi Semua Saluran 19

2.5 Model Teoritik 37

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari pola komunikasi orang tua sangat penting untuk perkembangan pertumbuhan remaja yang lebih baik. Pola komunikasi yang dibangun akan mempengaruhi pola asuh orang tua. Dengan pola komunikasi yang baik diharapkan akan terciptanya pola asuh yang baik juga. Hal ini telah membuktikan bahwa betapa pentingnya pola asuh orang tua dalam keluarga dalam upaya untuk mendidik dan membina remaja agar tidak terjadinya perilaku- perilaku yang menyimpang dengan norma-norma yang telah ada. Menurut Graig dan Glick dalam Hawari (1996) penyimpangan perilaku anak ternyata juga disebabkan oleh kondisi komunikasi yang disharmoni. Orang tua dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak, yang selanjutnya anak mempunyai resiko tinggi untuk menjadi anak nakal dengan tindakan-tindakan yang menyimpang atau delinquent.

Kegiatan pengasuhan anak akan berhasil dengan baik jika pola komunikasi yang tercipta dilembari dengan cinta dan kasih sayang. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dalam anggota masyarakat sehat, namun banyak persoalan muncul ketika pola komunikasi dalam mendidik yang diterapkan oleh orang tua tidak mampu menciptakan suasana kehidupan yang efektif baik bagi remaja maupun didalam keluarga. Suasana kehidupan yang kurang efektif itu, misalnya sering terjadinya konflik antara orang tua dan anak disaat remaja bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Hal ini dapat membuat anak terjerumus dalam narkoba dan obat-obatan terlarang.

Keluarga merupakan instansi kecil yang seharusnya menjadi tempat pertama untuk anak menceritakan masalah dalam kehidupannya. Keluarga dapat dikatakan sebagai suatu badan sosial yang berfungsi mengarahkan kehidupan afektif seseorang. Keluarga menjadi tempat pertama kali bagi anak mengalami

(16)

kesenangan, kesedihan kekecewaan, kasih sayang, bahkan mungkin celaan-celaan (Gunarsa, 2002: 19).

Peralihan umur anak kepada masa remaja seringkali menjadi kekhawatiran tertentu bagi orangtua. Lingkungan sosial merupakan salah satu hal yang sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter juga bagaimana remaja di dalam pergaulannya. Pergaulan yang baik tentu akan membawa dampak positif.

Sebaliknya, pergaulan negatif seperti mabuk-mabukan, seks bebas, sampai kepada narkoba adalah suatu hal yang sering menghancurkan masa depan remaja tersebut.

Di Indonesia penyebaran narkoba sudah mampu mencapai seluruh lapisan masyarakat. Tidak heran mengapa barang haram ini menjadi sebuah kekhawatiran karena untuk mendapatkannya dianggap tidaklah menjadi sebuah kesulitan.

Narkoba yang beredar dipasaran seperti ganja, sabu-sabu, ekstasi, dan berbagai macam pil lainnya diketahui memiliki dampak dalam kerusakan sel-sel syaraf otak manusia. Selain itu narkoba mampu menimbulkan efek ketergantungan, perubahan perilaku, perasaan, persepsi, dan kesadaran.

Menurut Deputi Pemberdayaan Masyarakat Badan Narkotika (BNN) Irjen Pol Bachtiar H.Tambunan, sebanyak 4 juta jiwa (2,18%) dari jumlah penduduk Indonesia merupakan penyalahgunaan narkoba dengan usia populasi 10-59 tahun, 1,6 juta orang diantaranya tercatat dalam tahap coba pakai, 1,2 juta orang pemakaian teratur dan 943 ribu orang merupakan pecandu narkoba. Provinsi Sumatera Utara berada diposisi ketiga sebagai daerah terbanyak penyalahgunaan narkoba seluruh Indonesia. Sebagaimana diungkapkan dari data penelitian BNN dengan Universitas Indonesia, peringkat ditentukan berdasarkan prevelensi, yaitu persentase jumlah pengguna dengan jumlah penduduk provinsi berumur 10-59 tahun.

Peringkat pertama diduduki oleh Jakarta dengan jumlah pengguna narkoba sebanyak 364.174 jiwa dengan persentase 4,74%. Peringkat kedua berada Kalimantan Timur dengan jumlah pengguna 56.195 jiwa dengan persentase 3,07%. Dari segi jumlah pengguna yang paling banyak pengguna narkoba sebenarnya ada di wilayah Jawa Barat, dengan jumlah pengguna 792.206, disusul

(17)

Jawa Timur dengan pengguna 568.304 jiwa dan selanjutnya Jawa Tengah, dengan jumlah pengguna 452.743 jiwa. (www.sipayo.com)

Untuk provinsi Sumatera Utara sendiri memiliki 300.134 jiwa yang menjadi penyalahgunaan narkoba. Artinya ada sekitar 3,06 % penduduk Sumatera Utara yang berumur 10-59 tahun sudah memakai narkoba. Fenomena ini juga kunjung dirasakan oleh peneliti tepatnya disekitaran Kecamatan Pangkalan Susu di Kabupaten Langkat yang merupakan tempat kediaman peneliti sendiri.

Kecamatan ini memiliki 9 desa dan 2 kelurahan yaitu Desa Sei Siur, Desa Paya Tampak, Desa Pulau Sembilan, Desa Pulau Kampai, Desa Pangkalan Siata, Desa Pintu Air, Desa Sei Meran, Desa Tanjung Pasir, Kelurahan Beras Basah dan Kelurahan Bukit Jengkol.

Berdasarkan pengamatan singkat dari peneliti dan sumber yang dapat dipercaya, peneliti menemukan fenomena remaja hingga dewasa merokok dan menggunakan narkoba, bahkan beberapa dari mereka adalah pengedar. Mereka biasanya memakai narkoba dirumah salah satu warga juga di hutan-hutan.

Kebanyakan warga sekitar merasa risih dengan kegiatan tersebut, kekhawatiran warga juga meningkat mengingat para warga memiliki anak dan mereka berada dilingkungan yang tidak baik. Beberapa juga pernah tertangkap mencuri disalah satu perusahaan yang ada di pangkalan susu dan diketahui oleh sumber terpercaya hasil curian tersebut digunakan untuk membeli narkoba.

Berdasarkan konteks masalah yang diuraikan oleh peneliti, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana ―Pola Komunikasi Keluarga dalam Menghadapi Anak Korban Narkoba (Studi Kualitatif pada Keluarga dan Anak Korban Narkoba di Desa Sei Siur, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat)‖.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan diatas maka dapat dirumuskan fokus masalah dalam penelitian ini adalah: ―Bagaimana pola komunikasi keluarga dalam menghadapi anak korban narkoba (Studi kualitatif

(18)

pada keluarga dan anak korban narkoba di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat)?".

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: ―Pola komunikasi keluarga dalam menghadapi anak korban narkoba (Studi kualitatif pada keluarga dan anak korban narkoba di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat)".

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan dari penelitian yang dilakukan peneliti dengan cara mengaplikasikan teori-teori yang didapat selama perkuliahan dalam pembahasan masalah mengenai pola komunikasi keluarga dalam menghadapi anak korban narkoba di kecamatan pangkalan susu, kabupaten langkat.

2. Bagi pemerintah, lembaga ataupun instansi terkait, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menyelenggarakan sosialisasi yang lebih mendalam pada masyarakart Indonesia hingga penerapan kebijakan yang lebih lanjut terkait penggunaan narkoba.

3. Bagi Keluarga Korban Narkoba, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berupan ide dan gagasan kepada masyarakat yang memiliki atau akan membentuk sebuah keluarga agar memperhatikan komunikasi yang terjalin di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat dan masyarakat Indonesia umumnya

4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi yang bisa dijadikan acuan dalam melakukan penelitian yang bertema sejenis.

(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian

Paradigma atau paradigm (Inggris) atau paradigme (Perancis), istilah tersebut berasal dari bahasa Latin, yakni para dan deigma. Secara etimologis, para berarti (di samping, di sebelah) dan deigma berarti (memperlihatkan, yang berarti, model, contoh, arketipe, ideal). Deigma dalam bentuk kata kerja deiknynai berarti menunjukkan atau mempertunjukkan sesuatu. Berdasarkan uraian tersebut, paradigma berarti di sisi model, di samping pola atau di sisi contoh. Paradigma juga bisa berarti, sesuatu yang menampakkan pola, model atau contoh (Bagus, 2005:779).

Dalam buku (Suyanto dan Sutinah, 2005:25) paradigma menurut Ritzer adalah pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang pengetahuan. Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya menjawabnya serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang dikumpulkan dalam rangka menjawab persoalan-persoalan tersebut.

Menurut Ihalauw dalam buku (Pujileksono, 2015:26) paradigma adalah seperangkat asumsi tersurat dan tersirat yang menjadi gagasan-gagasan ilmiah.

Paradigma bukan masalah salah atau benar, melainkan lebih memberikan manfaat atau kurang bermanfaat sebagai sebuah cara pandang terhadap sesuatu. Dalam uraian yang lebih sederhana, paradigma penelitian merupakan sudut pandang peneliti dalam memandang realitas yang diteliti. Sudut pandang penelitian akan berimplikasi pada pendekatan, prosedur, asumsi dan teori yang dipilih. Dari definisi paradigma tersebut, penulis menyimpulkan, bahwa paradigma adalah satu set asumsi, konsep, nilai-nilai dan praktek dan cara pandang atau pola pikir komunitas ilmu pengetahuan atas peristiwa/realitas/ilmu pengetahuan yang dikaji, diteliti, dipelajari, dipersoalkan, dipahami dan untuk dicarikan pemecahan persoalannya.

(20)

Paradigma penelitian merupakan perspektif penelitian yang digunakan oleh peneliti tentang bagaimana peneliti: (a) melihat realita (world views), (b) bagaimana mempelajari fenomena, (c) cara cara yang digunakan dalam penelitian dan (d) cara cara yang digunakan dalam menginterpretasi temuan. Ada beberapa alasan, mengapa peneliti perlu memilih paradigma sebelum melakukan penelitian, yaitu:

1. Paradigma penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan mendasari dan memberi pedoman seluruh proses penelitian.

2. Paradigma penelitian menentukan rumusan masalah, tujuan penelitian dan tipe penjelasan yang digunakan.

3. Pemilihan paradigma memiliki implikasi terhadap pemilihan metode, teknik penentuan subyek penelitian/sampling, teknik pengumpulan data, teknik uji keabsahan data dan analisis data.

Menurut Neuman dalam buku (Pujileksono, 2015:29) metode penelitian terdapat tiga jenis paradigma, yaitu paradigma positivistik, post-positivistik, konstruktivistik dan kritis.

Peneliti menggunakan paradigma post-positivistik pada penelitian ini, paradigma post-positivistik adalah paradigma yang menganggap bahwa penelitian tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai pribadi peneliti sendiri. Peneliti perlu memasukkan nilai-nilai sebagai pendapatnya sendiri dalam menilai realita yang diteliti. Dengan hal itu maka peneliti dapat lebih memandang suatu realita secara kritis. Paradigma penelitian ini lebih bersifat kualitatif. Realita yang diteliti berada di luar dan peneliti berinteraksi dengan objek penelitian tersebut. Jarak hubungan antara peneliti dengan objek lebih dekat. Paradigma post-positivistik ini bertujuan untuk mengetahui pola umum yang ada dalam masyarakat.

2.2 Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan acuan atau landasan berpikir peneliti dengan basis pada bahan pustaka yang membahas tentang teori atau hasil penelitian terdahulu

(21)

yang berkaitan dengan penelitian yang akan dijalankan. Pencarian dan penelusuran kepustakaan atau literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian sangat diperlukan. Penelitian tidak dilakukan di ruang kosong dan tidak pula dapat dikerjakan dengan baik, tanpa basis teoritis yang jelas. Penelitian kekinian sesungguhnya menelusuri atau meneruskan peta jalan yang telah dirintis oleh peneliti terdahulu (Iskandar, 2009: 100). Dengan adanya kajian pustaka, maka peneliti dapat menentukan tujuan dan arah penelitiannya. Adapun teori yang relevan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2.2.1 Komunikasi

Komunikasi adalah proses yang setiap saat terjadi dalam aktivitas manusia, baik secara vertikal dengan Tuhan maupun secara horizontal dengan sesamanya.

Komunikasi menyangkut suatu proses yang terjadi antara sumber dan penerima.

Komunikasi adalah hubungan kontak dengan manusia, baik individu maupun kelompok. Janis & Kelley mendefinisikan komunikasi demikian: komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya. (Sendjaja, 2008: 5).

Definisi Ilmu komunikasi menurut Carl I. Hovland dalam buku (Effendy, 2006:9) adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Secara khusus Hovland juga mengatakan definisi pendapat tersebut menunjukkan bahwa komunikasi itu meliputi proses penyampaian pesan, pembentukan kepercayaan, sikap, pendapat, serta tingkah laku orang lain dan juga publik.dari komunikasi itu sendiri adalah proses untuk mengubah perilaku orang lain.

Menurut Wilbur Schramm seorang ahli linguistik mengatakan, communication berasal dari kata Latin ―communis‖ yang artinya common atau sama. Jadi menurut Schramm jika mengadakan komunikasi dengan suatu pihak, maka kita menyatakan gagasan kita untuk memperoleh commoners dengan pihak lain mengenai objek tertentu. (Amir Purba, 2006 : 30)

(22)

Paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell (1960) dalam karyanya The Structure and Function of Communication in Society sering kali dikutip oleh para peminat komunikasi. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: who says what in which channel to whom with what effect ?. Paradigma Lasswell tersebut menunjukan bahwa pada komunikasi terdapat lima unsur di dalamnya. Unsur- unsur yang terdapat di dalam komunikasi menurut paradigma Lasswell, yaitu:

1. Penyampai Pesan (Komunikator)

Komunikator adalah seseorang yang memberikan pesan kepada komunikan.

Dalam hal ini seorang komunikator harus mampu mengetahui dan memahami apa yang ingin disampaikannya kepada komunikan, karena sebuah pesan tidak akan sampai dengan baik apabila komunikatornya tidak memahami apa yang ingin disampaikan.

2. Pesan

Sebuah pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator kepada komunikan harus memiliki makna. Makna tersebut sebaiknya bukan makna yang harus dicerna terlebih dahulu melainkan makna yang mudah dipahami agar dalam berkomunikasi pesan yang ingin disampaikan komunikator dapat mudah dimengerti oleh komunikan.

3. Media

Sebuah pesan dapat disalurkan menggunakan berbagai macam media.

Media yang dapat digunakan untuk menyalurkan sebuah pesan antara lain udara, televisi, radio, telepon, surat, koran, majalah, dan yang lainnya.

4. Penerima Pesan (Komunikan)

Seorang pengirim pesan sebaiknya mengetahui kepada siapa pesan tersebut ingin disampaikan. Sebuah komunikasi dikatakan berhasil jika pesan yang disampaikan oleh komunikator sampai dan diterima dengan baik oleh komunikan.

5. Efek

Efek atau dampak apa yang terjadi kepada komunikan setelah menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator. Sebuah pesan dikatakan memiliki makna atau arti bagi orang yang menerimanya apabila pesan tersebut memiliki

(23)

dampak yang dapat merubah sudut pandang orang lain misalnya cara berpikir, sikap, perilaku dan lain-lain.

Berdasarkan paradigma Lasswell tersebut dapat disimpulkan, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang dapat menimbulkan efek tertentu. (Effendy, 2006 : 10)

2.2.1.1 Proses Komunikasi

Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yaitu secara primer dan secara sekunder (Effendy, 2005: 11-17).

1. Proses Komunikasi Secara Primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu ‗menerjemahkan‘ pikiran dan perasaan komunikator kepada komunikan. Akan tetapi, demi efektifnya komunikasi, lambang-lambang tersebut sering dipadukan penggunaanya. Dalam kehidupan sehari-hari bukanlah hal yang luar biasa apabila kita terlibat dalam komunikasi yang menggunakan bahasa disertai gambar-gambar berwarna. Berdasarkan paparan di atas, pikiran dan perasaan seseorang baru akan bisa diketahui dampaknya kepada orang lain apabila ditransmisikan dengan menggunakan media primer tersebut, yakni lambang-lambang. Dengan perkataan lain, pesan (message) yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan terdiri atas isi (the content) dan lambang (symbol).

2. Proses Komunikasi Secara Sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada

(24)

di tempat yang relatif jauh atau jumlah yang banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, msajalah, radio, televisi, film dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Pada akhirnya, sejalan dengan berkembangnya masyarakat beserta peradaban dan kebudayaan.

Komunikasi bermedia (mediated communications) mengalami kemajuan pula dengan memadukan komunikasi berlambang bahasa dengan komunikasi berlambang gambar dan warna. Maka film, televisi dan video pun sebagai media yang mengandung bahasa, gambar dan warna melanda masyarakat di negara manapun.

Pentingnya peranan media, yakni media sekunder dalam proses komunikasi, disebabkan oleh efisiennya dalam mencapai komunikan.

Surat kabar, radio atau televisi misalnya, merupakan media yang efisien dalam mencapai komunikan dalam jumlah yang amat banyak. Akan tetapi, oleh para ahli komunikasi diakui bahwa keefektifan dan efisiensi komunikasi bermedia hanya dalam menyebarkan pesan-pesan yang bersifat informatif. Proses komunikasi sekunder ini merupakan sambungan dari komunikasi primer untuk menembus dimensi ruang dan waktu, maka dalam menata lambang-lambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi, komunikator harus memperhitungkan ciri-ciri atau sifat-sifat media yang akan digunakan. Dengan demikian, proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa dan media nonmassa.

2.1.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi

Komunikasi telah didefinisikan sebagai usaha penyampaian pesan antar manusia, sehingga untuk terjadinya proses komunikasi minimal terdiri dari 3 unsur yaitu: 1. Pengirim pesan (komunikator). 2. Penerima pesan (komunikan). 3.

Pesan itu sendiri.

Menurut Pratminingsih (2006: 3) unsur-unsur komunikasi adalah sebagai berikut:

(25)

1. Sumber informasi (source) adalah orang yang menyampaikan pesan. Pada tahap ini sumber informasi melakukan proses yang kompleks yang terdiri dari timbulnya suatu stimilus yang menciptakan pemikiran dan keinginan untuk berkomunikasi, pemikiran ini diencoding menjadi pesan, dan pesan tersebut disampaikan melalui saluran atau media kepada penerima.

2. Encoding adalah suatu proses di mana sistem pusat syaraf sumber informasi. Encoding adalah suatu proses di mana sistem pusat syaraf sumber informasi memetintahkan sumber informasi untuk memilih simbol-simbol yang dapat dimengerti yang dapat menggambarka pesan.

3. Pesan (Message) adalah segala sesuatu yang memiliki makna bagi Pesan (Message) adalah segala sesuatu yang memiliki makna bagi penerima. Pesan merupakan hasil akhir dari proses encoding. Pesan ini dapat berupa kata-kata, ekspresi wajah, tekanan suara, dan penampilan.

4. Media adalah cara atau peralatan yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada penerima. Media tersebut dapat berupa surat, telepon atau tatap muka langsung.

5. Decoding adalah proses di mana penerima pesan menginterpretasikan pesan Decoding adalah proses di mana penerima pesan menginterpretasikan pesan yang diterimanya sesuai dengan pengetahuan, minat dan kepentingannya.

6. Feedback (Umpan Balik) adalah respon yang diberikan oleh penerima pesan kepada pengirim sebagai tanggapan atas informasi yang dikirim sumber pesan. Pesan ini dapat berupa jawaban lisan bahwa si penerima setuju atau tidak setuju dengan informasi yang diterima.

7. Hambatan (Noise) adalah berbagai hal yag dapat membuat proses Hambatan (Noise) adalah berbagai hal yag dapat membuat proses komunikasi tidak berjalan efektif.

(26)

2.2.1.3 Fungsi-Fungsi Komunikasi

Berdasarkan kerangka yang dikemukakan William I. Gorden dalam buku (Mulyana, 2005:5) terdapat empat fungsi komunikasi. Keempat fungsi komunikasi tersebut, yakni komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental. Fungsi suatu peristiwa (communication event) tampaknya tidak sama sekali indenpenden, melainkan juga berkaitan dengan fungsi-fungsi lainnya, meskipun terdapat suatu fungsi yang dominan.

1. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi-diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, RW, desa, kota, dan negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.

Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi, seseorang tidak akan tahu bagaimana makan, minum, berbicara sebagai manusia dan memperlakukan manusia lain secara beradab, karena cara-cara berperilaku tersebut harus dipelajari lewat pengasuhan keluarga dan pergaulan dengan orang lain yang intinya adalah komunikasi.

Implisit dalam fungsi komunikasi sosial ini adalah fungsi komunikasi kultural. Para ilmuwan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya.

2. Erat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif yang dapat dilakukan baik sendirian ataupun dalam kelompok. Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut dikomunikasikan terutama melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati,

(27)

gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata- kata, namun terutama lewat perilaku nonverbal. Seorang ibu menunjukkan kasih sayangnya dengan membelai kepala anaknya. Seorang atasan menunjukkan simpatinya kepada bawahannya yang istrinya baru meninggal dengan menepuk bahunya.

3. Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual, yang biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun (nyanyi Happy Birthday dan pemotongan kue), pertunangan (melamar, tukar cincin), pernikahan, ulang tahun perkawinan, hingga upacara kematian. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku simbolik. Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen mereka kepada tradisi keluarga, komunitas, suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama mereka.

Komunikasi ritual sering juga bersifat ekspresif, menyatakan perasaan terdalam seseorang. Orang menziarahi makan Nabi Muhammad, bahkan menangis di dekatnya, untuk menunjukkan kecintaannya kepadanya. Para siswa yang menjadi pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka) mencium bendera merah putih, sering dengan berlinang airmata, dalam pelantikan mereka, untuk menunjukkan rasa cinta mereka kepada nusa dan bangsa, terlepas dari apakah kita setuju terhadap perilaku mereka atau tidak.

4. Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum:

menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan, dan juga menghibur. Bila diringkas, maka kesemua tujuan tersebut dapat disebut membujuk (bersifat persuasif). Komunikasi yang berfungsi memberitahukan atau menerangkan (to inform) mengandung muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara menginginkan pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya akurat dan layak diketahui. Ketika seorang dosen menyatakan bahwa ruanf kuliah kotor, pernyataannya dapat membujuk mahasiswa untuk membersihkan ruang

(28)

kuliah tersebut. Bahkan komunikasi yang menghibur (to entertain) pun secara tidak langsung membujuk khalayak untuk melupakan persoalan hidup mereka.

Sebagai instumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut.

Studi komunikasi membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama. Komunikasi berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka-pendek ataupun tujuan jangka-panjang.

2.2.1.4 Strategi Komunikasi

Pemahaman tentang suatu strategi merupakan suatu gagasan atau konsepsi, yang dimana gagasan atau konsepsi tersebut digunakan sebagai standar dan batasan-batasan untuk melangkah. Kata strategi sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu ―stratos‖ yang artinya tentara dan kata ―agein‖ yang berarti pemimpin. Tetapi disini yang dimaksud bukanlah strategi yang digunakan untuk menyusun kekuatan untuk perang atau untuk melawan musuh, tetapi strategi yang dimaksud disini adalah rencana, cara, taktik atau siasat agar komunikasi yang disampaikan komunikator kepada pendengar dapat diterima dengan baik (Cangara, 2013: 61).

Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya (Effendy, 2007: 32).

Semua aktivitas yang berhubungan dengan komunikasi sudah tentu tidak asal jadi. Komunikasi manusia harus direncanakan, diorganisasikan, ditumbuhkembangkan agar menjadi komunikasi yang lebih berkualitas, salah satu langkah terpenting adalah menetapkan ―strategi komunikasi‖. Dalam banyak kasus komunikasi manusia, yang disebut strategi komunikasi yang baik adalah

(29)

strategi komunikasi yang dapat menetapkan atau menempatkan posisi seseorang secara tepat dalam komunikasi dengan lawan komunikasinya, sehingga dapat mencapai tujuan komunikasi yang telah ditetapkan (Liliweri, 2011: 238).

Selain itu strategi komunikasi merupakan paduan perencanaan komunikasi (communication planning) dengan manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi komunikasi ini harus mampu menunjukkan bagaimana operasionalnya secara praktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu- waktu bergantung pada situasi dan kondisi. Pelaksanaan strategi komunikasi memerlukan perencanaan mendalam agar strategi yang akan dilaksanakan berjalan dengan optimal Effendy (2007: 32).

Menurut Effendy dalam bukunya ―Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek‖

(2005: 240), strategi komunikasi adalah tahapan konkret dalam rangkaian aktifitas komunikasi yang berbasis pada satuan teknik bagi pengimplementasian tujuan komunikasi, adapun teknik adalah satu pilihan tindakan komunikasi tertentu berdasarkan strategi yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan menurut seorang pakar perencanaan komunikasi Middleton mendefinisikan dengan menyatakan strategi komunikasi adalah kombinasi terbaik dari semua elemen komunikasi mulai dari komunikator, pesan, saluran (media) penerima sampai pada pengaruh (efek) yang dirancang untuk mencapai tujuan komunikasi yang optimal (Cangara, 2013: 61).

Strategi komunikasi juga merupakan rangkaian kegiatan komunikasi yang sudah tersusun rapih sehingga pelaksanaan maupun penyampaiannya bisa mencapai target dan tujuan yang diharapkan. Dalam menyusun strategi komunikasi atau sikap tertentu yang ditimbulkan oleh komunikan itu menjadi indikator atau tolak ukur keberhasilan komunikasi pada kegiatan komunikasi yang kita lakukan. Menurut Alo Liliweri dalam bukunya ―Komunikasi Serba Ada Serba Makna‖ (2011: 166), sikap manusia tersebut tersusun oleh tiga komponen utama, yaitu: Kognitif, Afektif, dan Konatif.

(30)

Jadi efek kognitif (cognitive effect) itu berhubungan dengan pemikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas. Efek afektif (affective effect) berkaitan dengan perasaan. Akibat dari membaca surat kabar atau majalah, mendengarkan radio, menonton acara televisi atau film bioskop. Jadi efek ini timbul akibat dari terpaan media massa. Kemudian efek konatif (behavioral effect) bersangkutan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan (Effendy, 2011: 11).

2.2.1.5 Pola Komunikasi

Pola komunikasi menurut Effendy adalah proses yang dirancang untuk mewakili kenyataan keterpautannya unsur-unsur yang dicakup beserta keberlangsungannya, guna memudahkan pemikiran secara sistematik dan logis.

Komunikasi adalah salah satu bagian dari hubungan antar manusia baik individu maupun kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Pola komunikasi dibagi menjadi tiga (Effendy, 2007: 11) yaitu:

1) Pola Komunikasi Linier

Pola komunikasi linier adalah pola komunikasi satu arah. Dimana proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan baik menggunakan media maupun tanpa media, tanpa ada umpan balik dari komunikan dalam hal ini komunikan bertindak sebagai pendengar saja.

2) Pola Komunikasi Dua Arah atau Timbal Balik

Pola komunikasi dua arah atau timbal balik adalah di mana komunikator dan komunikan menjadi saling tukar fungsi dalam menjalani fungsi mereka. komunikator pada tahap pertama menjadi komunikan dan pada tahap berikutnya saling bergantian fungsi. Namun pada hakikatnya, yang memulai percakapan adalah komunikator utama. Komunikator utama mempunyai tujuan tertentu melalui proses komunikasi tersebut. Prosesnya dialogis serta umpan balik terjadi secara langsung.

3) Pola Komunikasi Multi Arah

Pola komunikasi multi arah adalah proses komunikasi yang terjadi dalam suatu kelompok yang lebih banyak, di mana komunikator dan komunikan akan saling bertukar pikiran secara langsung (dialog).

(31)

Menurut Syaiful Bahri Djamarah bahwa pola komunikasi dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004: 1). Pola komunikasi dapat dipahami sebagai pola pengiriman dan penerimaan pesan yang dimaksud dapat di pahami sehingga menimbulkan efek atau respon. Pola komunikasi dan aktifitas kelompok sangat tergantung pada tujuan, gaya manajemen dan iklim kelompok yang bersangkutan.

Artinya bahwa komunikasi itu tergantung pada kekuatan-kekuatan yang bekerja dalam kelompok tersebut, yang ditujukan oleh mereka yang melakukan pengiriman dan penerimaan pesan.

Ada 4 (empat) pola komunikasi menurut Pratminingsih (2006: 14) yaitu:

1. Pola Rantai

Pola komunikasi rantai sama dengan pola lingkaran, namun para anggota yang paling ujung hanya dapat berkomunikasi dengan satu orang saja. Keadaan terpusat juga terdapat pada struktur kelompok. Orang yang berada di posisi tengah lebih berperan sebagai pemimpin daripada mereka yang berada di posisi lain.

Dalam struktur ini, sejumlah saluran terbuka dibatasi. Orang hanya bisa secara resmi berkomunikasi dengan orang-orang tertentu saja.

Gambar 2.1 Pola Komunikasi Rantai

2. Pola Lingkaran

Pola komunikasi lingkaran tidak memiliki pemimpin. Semua anggota posisinya sama. Mereka memiliki wewenang atau kekuatan yang sama untuk mempengaruhi kelompok. Setiap anggota bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain di sisinya tanpa melalui prantara sebelumnya.

(32)

Gambar 2.2 Pola Komunikasi Lingkaran

3. Pola Roda

Pola komunikasi roda merupakan sistem komunikasi birokrasi seperti pada umumnya yang mengikuti suatu pola komunikasi formal. Pola roda memiliki pemimpin yang jelas, yaitu posisinya berada di pusat. Orang ini merupakan satu- satunya yang dapat mengirim dan menerima pesan dari semua anggota. Oleh karena itu, jika seseorang anggota ini berkomunikasi dengan anggota lain, maka pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya. Orang yang berada di tengah (pemimpin) mempunyai wewenang dan kekuasaan penuh untuk mempengaruhi anggotanya. Penyelesaian masalah dalam struktur roda bisa dibilang cukup efektif tapi keefektifan itu hanya mencakup masalah sederhana saja.

Gambar 2.3 Pola Komunikasi Roda

4. Pola Semua Saluran (all channel)

Pola komunikasi semua saluran (all channel communication) hampir sama dengan struktur lingkaran, dalam arti semua anggota adalah sama dan semuanya memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya. Akan tetapi dalam pola semua saluran, setiap anggota siap berkomunikasi dengan setiap anggota lainnya. Pola komunikasi ini menjamin komunikasi diantara setiap

(33)

anggota kelompok. Setiap anggota kelompok dapat secara langsung berkomunikasi dengan anggota-anggota lain tanpa melalui perantara.

Gambar 2.4 Pola Komunikasi Semua Saluran

Adapun kebaikan pola komunikasi semua saluran/all channel ini, adalah sebagai berikut:

 Berorientasi pada penyelesaian tugas.

 Sangat baik untuk pengambilan keputusan.

 Dapat menghindari dan menyelesaikan konflik.

 Dapat berfungsi sebagai ―information sharing‖

Adapun kelemahan-kelemahan dari pola komunikasi semua saluran/ all channel adalah sebagai berikut:

 Komunikasi formal yang telah direncanakan semula melalui struktur organisasi atau kelompok hampir tidak berfungsi.

 Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab hampir tidak jelas batasan- batasannya.

 Sukar untuk diterapkan pada organisasi yang besar seperti organisasi pemerintahan, yang mempunyai jaringan kerja cukup luas.

2.2.1.5.1 Pola Komunikasi Keluarga

Kata pola komunikasi dibangun oleh dua suku kata yaitu pola dan komunikasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola ―berarti bentuk (struktur) yang tetap‖. Sedangkan dalam kamus Ilmiah Populer artinya adalah

―model,contoh,pedoman dan rancangan‖. Pola dalam komunikasi ini dapat dimaknai atau diartikan sebagai bentuk, pedoman, rancangan.

(34)

Pola komunikasi adalah suatu gambaran yang sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komponen lainnya (Soejanto, 2005: 27). Pola komunikasi identik dengan dengan proses komunikasi, karena pola komunikasi merupakan rangkaian dari aktivitas menyampaikan pesan sehingga diperoleh feedback dari penerimaan pesan. Berdasarkan hal proses komunikasi, akan timbul pola, model, bentuk dan juga bagian-bagian kecil yang berkaitan erat dengan proses komunikasi (Efendy, 1993: 33)

Menurut Friedman, 1998 komunikasi keluarga didefenisikan sebagai suatu proses simbolik, transaksional untuk menciptakan dan mengungkapkan pengertian dalam keluarga. Pola komunikasi keluarga ada dua, yaitu pola komunikasi keluaraga fungsional dan pola komunikasi keluarga disfungsional.

(Friedman:1998)

a. Pola Komunikasi Keluarga Fungsional

Komunikasi fungsional dipandang sebagai kunci bagi sebuah keluarga yang berhasil dan sehat, transmisi langsung, dan penyambutan terhadap pesan, baik tingkat instruksi maupun isi, dan juga kesesuaian antara tingkat printah/instruksi dan isi. Komunikasi fungsional dalam lingkungan keluarga menuntut bahwa maksud dan arti dari pengirim yang dikirim lewat saluran- saluran yang relatif jelas dan bahwa penerima pesan mempunyai suatu pemahaman terhadap arti dari pesan itu yang mirip dengan pengirim (Sell 1973, dalam Friedman 1998).

Komunikasi yang efektif akan mencocokkan arti, mencapai konsistensi, dan mencapai kesesuaian antara pesan yang diterima dan diharapkan. Dengan demikian komunikasi yang efektif dalam keluarga merupakan suatu proses definisi konstan dan redefinisi yang akan mencapai suatu kecocokan dari pesan tingkat instruksi dan isi. Baik pengirim dan penerima harus terlibat secara aktif dan mampu saling tukar-menukar posisi dengan menjadi pengirim maupun penerima selama proses berlangsungnya. Pola-pola komunikasi dalam sistem keluarga mempunyai suatu pengaruh besar terhadap anggota individu.

(35)

Individualisasi, belajar tentang orang lain, perkembangan dan mempertahankan harga diri dan mampu membuat pilihan, semuanya tergantung kepada informasi yang masuk melewati para anggota keluarga. Sebuah keluarga yang fungsional menggunakan komunikasi untuk menciptakan suatu hubungan timbal balik yang bermanfaat. Interaksinya menyatakan adanya suatu toleransi dan memahami ketidaksempurnaan dan individualitas anggota. Dengan adanya suatu keterbukaan dan kejujuran yang cukup jelas, anggota keluarga mampu mengakui kebutuhan dan emosi satu sama lain. Pola-pola komunikasi dalam sebuah keluarga fungsional menunjukkan adanya penyambutan terhadap perbedaan, dan juga penilaian minimum dan kritik tidak realistis yang dilontarkan satu sama lain.

Penilaian terhadap perilaku individual diharuskan oleh tekanan tuntutan sosial eksternal atau perlunya sistem keluarga atau perkembangan pribadi, melahirkan penilaian yang sehat dalam keluarga secara keseluruhan. Komunikasi dalam keluarga yang sehat merupakan proses dua arah yang sangat dinamis. Pesan tidak semata- mata hanya dikirim dan diterima oleh seorang penerima dan pengirim. Akan tetapi, sifat dinamis dari komunikasi ini menciptakan interaksi fungsional yang kompleks dan tidak bisa diprediksi. Bahkan dalam keluarga yang paling sehat sekali pun, komunikasi banyak kali menjadi renggang dan problematis. Dalam keluarga fungsional, telah dicatat bahwa perasaan dari para anggota keluarga merupakan ekspresi yang diperbolehkan. Ciri pertama dari keluarga sehat adalah komunikasi yang jelas dan kemampuan mendengar satu sama lain. Komunikasi sangat penting bagi kedekatan hubungan agar berkembang dan terpelihara. Kemampuan anggota keluarga untuk mengenal dan memberi respon terhadap peran-peran non verbal, diidentifikasi sebagai suatu atribut penting keluarga sehat (Curran, 1983 dalam Friedman, 1998).

Selanjutnya Friedman (2003) menyebutkan bahwa karakteristik pola komunikasi keluarga fungsional terdiri dari :

 Komunikasi emosional. Komunikasi ini berkaitan dengan ekspresi dari berbagai macam emosi dan perasaan yang dalam hal ini dapat dicontohkan seperti keluarga yang memiliki keterbukaan dengan

(36)

mengutarakan isi hati secara penuh. Ketika komunikasi terjadi, disanalah emosi masing-masing anggota keluarga akan terlihat.

 Area-area terbuka dari komunikasi dan membuka diri. Hal ini berarti bahwa komunikasi memerlukan suatu keterbukaan nilai, rasa saling menghormati dan membuka diri antar anggota keluarga dengan menyediakan waktu berinteraksi satu sama lain.

 Hirarki kekuasaan dan aturan-aturan keluarga. Minuchin dalam Friedman (2003) menyebutkan bahwa system keluarga tergantung dari hirarki kekuatan dimana komunikasi yang mengandung

―komando atau perintah‖ secara umum mengalir ke bawah dalam jaringan komunikasi keluarga. Dalam suatu keluarga terdapat hirarki kekuasaan dimana komunikasi yang ada mengandung perintah dari pihak yang berkuasa seperti orangtua.

 Konflik keluarga dan resolusi keluarga. Pada pola komunikasi keluarga fungsional, konflik yang terjadi dapat diselesaikan dengan cara terbuka dan komunikasi yang baik.

b. Pola Komunikasi Keluarga Disfungsional.

Komunikasi disfungsional didefenisikan sebagai suatu pengiriman dan penerimaan isi dan instruksi/perintah dari pesan yang tidak jelas antara isi dan perintah dari pesan. Salah satu faktor utama yang melahirkan pola-pola komunikasi yang tidak berfungsi (disfungsional) adanya harga diri yang rendah dari keluarga maupun anggota. Tiga nilai terkait yang terus menerus menghidupkan harga diri rendah adalah pemusatan pada diri sendiri, perlunya persetujuan total, dan kurangnya empati (Anderson,1972 dalam Friedman, 1998).

Pemusatan pada diri sendiri dicirikan dengan memfokuskan pada kebutuhan sendiri seseorang untuk mengesampingkan kebutuhan, perasaan dan perspektif orang lain. Jika individu ini harus memberi, mereka akan melakukannya dengan enggan dan dengan cara bermusuhan, defensif dan mengorbankan diri. Dengan

(37)

demikian tawar-menawar atau negosiasi secara efektif merupakan hal yang sulit, karena orang orang-orang memusatkan pada diri sendiri percaya bahwa mereka tidak bisa kehilangan sekecil apapun yang mereka harus berikan (Satir, 1983 dalam Friedman, 1998).

Nilai yang dimiliki keluarga menyangkut upaya memelihara persetujuan total dan menghindari tercetusnya konflik karena berbeda satu sama lain, meskipun apa yang secara tepat bahwa masing-masing berbeda yang mungkin sulit dijelaskan. Perbedaan dalam opini-opini, kebiasaan-kebiasaan, keinginan, dan harapan-harapan mungkin dipandang sebagai suatu ancaman karena hal itu dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan sadar bahwa mereka adalah individuindividu yang berbeda.

Sebagai bagian dari proses sosialisasi, anggota keluarga mempelajari nilai-nilai yang sama dan cara-cara untuk berhubungan dan begitu pula memiliki kesulitan mengenal dan menginterpretasikan bermacam-macam perasaan dan pengalaman. Kurang empati saat anggota keluarga tidak dapat mengenal efek dari pikiran, perasaan dan perilaku mereka sendiri terhadap anggota keluarga lain dan dengan berpura-pura tidak punya perhatian sehingga individu ini boleh jadi mengalami perasaan tidak memiliki kekuatan, menciptakan iklim ketegangan, ketakutan dan/atau bersalah.

Dari sebab itu tahap ini membentuk sebuah gaya komunikasi yang membingungkan, kabur, tidak langsung, tidak jelas, dengan sikap bertahan bukan terbuka, jelas dan sopan. Komunikasi dari pengirim yang disfungsional bersifat defensif secara pasif maupun aktif dan sering kali menghapuskan kemungkinan untuk mencari umpan balik yang jelas dari penerima. Komunikasi yang tidak sehat pada pengirim dibagi dalam lima kategori; asumsi-asumsi, ungkapan perasaan-perasaan yang tidak jelas, ekspresi yang menghakimi, ketidakmampuan mendefenisikan kebutuhan- kebutuhan, komunikasi yang tidak cocok.

Jika penerimanya tidak berfungsi (disfungsional) maka akan terjadi kegagalan komunikasi karena pesan tidak diterima sebagai mana diharapkan, mengingat kegagalan penerima mendengar, menggunakan diskualifikasi,

(38)

memberikan respon secara efensif, gagal menggali pesan pengirim, gagal memvalidasi pesan. Proses yang disfungsional biasanya tidak jelas dan maksud dari komunikasi pun tidak jelas atau tersembunyi (Siboro:2012).

Menurut Friedman dalam Herlita (2012:34), adapun ciri pola komunikasi keluarga disfungsional adalah :

 Sindrom mengabaikan diri. Seseorang biasanya tidak mendengar pendapat orang lain dan tetap berpegang teguh kepada pendapatnya sendiri sehingga dapat menimbulkan terjadinya komunikasi disfungsional.

 Ketidakmampuan berfokus pada satu isu. Hal ini dapat digambarkan dengan contoh keluarga hanya membahas masalah yang satu dengan masalah yang lain dan tidak ada upaya lanjut untuk menyelesaikan permasalahan tersebut satu persatu.

Area komunikasi tertutup. Friedman (2003) menjelaskan bahwa keluarga yang kurang fungsional sering memperlihatkan area komunikasi yang lebih tertutup. Terdapat aturan yang melarang untuk membahas satu topik yang tidak disetujui oleh keluarga, baik secara tertulis maupun tidak tertulis

2.2.2 Keluarga

Keluarga adalah kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat.

Menurut Iver dan Page, keluarga dirumuskan sebagai kelompok sosial yang terkecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Secara historis, keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan organisasi terbatas dan mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan. Disimpulkan bahwa keluarga tetap merupakan bagian dari masyarakat total yang lahir dan berada di dalamnya, yang secara berangsur- angsur akan melepaskan ciriciri tersebut karena tumbuhnya mereka ke arah pendewasaan. Beberapa pengertian tentang keluarga, pada hakikatnya keluarga merupakan hubungan seketurunan maupun tambahan (adopsi) yang diatur melalui kehidupan perkawinan bersama searah dengan keturunannya yang merupakan satuan yang khusus. Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang

(39)

terbentuk dari suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak dalam keluarga tersebut (Su‘adah, 2005:22-23).

Menurut para ahli Koerner dan Fitzpatrick dalam buku (Lestari, 2012:5) definisi tentang keluarga setidaknya dapat ditinjau berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu definisi struktural, definisi fungsional dan definisi interaksional.

1. Definisi struktural. Keluarga didefinisikan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota keluarga, seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya, definisi ini memfokuskan pada siapa yang menjadi bagian dari keluarga. Dari perspektif ini dapat muncul pengertian tentang keluarga sebagai asal usul (families of origin), keluarga sebagai wahana melahirkan keturunan (families of procreation) dan keluarga batih (extended family).

2. Definisi fungsional. Keluarga didefinisikan dengan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi- emosi dan materi fungsi tersebut mencakup perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan dan pemenuhan peran-peran tertentu. Definisi ini memfokuskan pada tugas-tugas yang dilakukan oleh keluarga.

3. Definisi interaksional. Keluarga didefinisikan sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku yag memunculkan rasa identitas sebagai kelurga (family identity), berupa ikatan emosi pengalaman historis, maupun cita-cita masa depan. Definisi ini memfokuskan pada bagaimana keluarga melaksanakan fungsinya.

Sebuah keluarga yang fungsional menggunakan komunikasi untuk menciptakan suatu hubungan timbal balik yang bermanfaat. Interaksinya menyatakan adanya suatu toleransi dan memahami ketidaksempurnaan dan individualitas anggota. Dengan adanya suatu keterbukaan dan kejujuran yang cukup jelas, anggota keluarga mampu mengakui kebutuhan dan emosi satu sama lain. (Lestari, 2012: 5)

(40)

2.2.2.1 Ciri-ciri Keluarga

Iper dan Page dalam buku (Su‘adah, 2005:22) memberikan ciri-ciri umum keluarga yang meliputi :

1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.

2. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara.

3. Suatu sistem tata-tata norma termasuk perhitungan garis keturunan.

4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan- kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak.

5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaimana pun tidak mungkin menjadi terpisah terhadap kelompok keluarga.

2.2.2.2 Tugas Keluarga

Pada dasarnya tugas keluarga ada delapan tugas pokok sebagai berikut:

1. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.

2. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.

3. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-masing.

4. Sosialisasi antar anggota keluarga.

5. Pengaturan jumlah anggota keluarga.

6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.

7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.

8. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya.

(41)

2.2.2.3 Tujuan dan Fungsi Keluarga

Keluarga yang utuh adalah yang terdiri atas ayah, ibu, anak. Namun lagilagi ada yang merasa dengan jumlah yang masih utuh tapi tidak meras utuh dalam kualitas. Di antara keluarga tersebut selalu terselip rasa tidak aman karena antara ayah dan ibu tidak memiliki kesatuan perhatian atas anak-anaknya. Hal ini berimbas pada hasil negatif yang membawa pada situasi keluarga yang tidak hangat dan kurang menguntungkan bagi perkembangan anak, sehingga si anak mengalami maladjusment.Maladjusment adalah fenomena yang bersumber dari hubungan keluarga yang tidak memuaskan, frustasi, dan lain sebainya (Ahmadi, 2009:230).

Mengenai fungsi keluarga adalah sebagai suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan di dalam atau diluar keluarga. Adapun fungsi keluarga sebagai berikut:

1. Fungsi Sosialisasi Anak

Fungsi sosialisasi menunjuk pada peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak.Melalui fungsi ini, keluarga berusaha mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya kepada anak dengan memperkenalkan pola tingkah laku, sikap keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan yang diharapkan akan dijalankan oleh mereka. Dengan demikian sosialisasi berarti melakukan proses pembelajaran terhadap seorang anak.

2. Fungsi Afeksi

Salah satu kebutuhan dasar manusia ialah kebutuhan kasih sayang atau rasa cinta. Pandangan psikiatri mengatakan bahwa penyebab utama gangguan emosional, perilaku dan bahkan kesehatan fisik adalah ketiadaan cinta, yakni tidak adanya kehangatan dan hubungan kasih sayang dalam suatu lingkungan yang intim. Banyak fakta menunjukkan bahwa kebutuhan persahabatan dakeintiman sangat penting bagi anak. Data-data menunjukan bahwa kenakalan anak serius

(42)

adalah salah satu ciri khas dari anak yang tidak mendapatkan perhatian atau merasakan kasih sayang.

3. Fungsi Edukatif

Keluarga merupakan guru pertama dalam mendidik anak. Hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan seorang anak mulai dari bayi, belajar jalan, hingga mampu berjalan. Kemudian keluarga juga menyekolahkan anaknya untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depannya, akan tetapi bimbingan di rumah sangat penting karena anak lebih banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga.

4. Fungsi Religius

Bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan kehidupan lain setelah dunia.

5. Fungsi Protektif

Keluarga merupakan tempat yang nyaman bagi para anggotanya. Fungsi ini bertujuan agar para anggota keluarga dapat terhindar dari hal-hal yang negatif.

Dalam setiap masyarakat, keluarga memberikan perlindungan fisik, ekonomis, dan psikologis bagi seluruh anggotanya.

6. Fungsi Rekreatif

Fungsi ini bertujuan untuk memberikan suasana yang menyenangkan dalam keluarga, seperti nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya.

7. Fungsi Ekonomis

Bagaimana kepala keluarga mencari penghasilan, mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.

Gambar

Gambar 2.2 Pola Komunikasi Lingkaran
Tabel 4.1 Profil Informan

Referensi

Dokumen terkait

Roncana Umum Pengadaan Barang/Jass untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2012, seperti tsrsebut dibatvah ini:. No NAMA PAKET PEKERJAAN VOLUME LOKASI PERKIRMN

[r]

[r]

Penyusunan Rencana Induk SPAM Regional Semarsalat Pembangunan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah Organik Berbahan Baku Kompos Sampah Perkotaan.. Penyusunan Rencana Induk

operasional pada penelitian ini yaitu tingkat penggunaan pembelajaran ICT (Information and Communication Technology)1. Tingkat penggunaan pembelajaran ICT (Information and

Yang dimaksud dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan adalah bahan hukum publik yang bertanggung jawab kepada presiden dan berfungsi

- Menjelaskan tata cara berwudhu dengan benar - Menunjukkan contoh tata cara berwudhu

Daft ar I sian Pelak sanaan Anggaran, yang selanj ut nya disebut DI PA, adalah dokum en pelak sanaan anggar an yang dibuat oleh Ment er i/ Pim pinan Lem baga selaku Pengguna