1. LANGKAH I: MENENTUKAN TEMA DAN JUDUL
Berdasarkan pareto dari jenis-jenis kecacatan yang ada pada rokok ABC di SKM 3, ternyata kecacatan yang terbesar adalah yang berasal dari Long Short Tipping dan Poor Heat Sealing.
Defect ^ «** c^
&9^ c^ o&» / V / , / / 9^ °
&d^
Count Percent Cum %
13 21 21
9 14 35
8 13
• ' , 8 6 10 57
4 6 63
4 6 7 0
3 5 75
3 5 79
3 5 84
2 3 87
2 3 90
2 3 94
1 2 95
3 5 100
Gam bar 5.1 Pareto Defect Rokok ABC
Keterangan Kode LST
PHS CigAnc PcCd CtGlue CtMis PcDmg CigSea!
Defect pada grafik : : Long short tipping : Poor heat sealing : Poor anchorage
: No or wrong production : Insufficient glue on side flap
; Missing carton 's element : Damaged pack
: Improper sealed tipping
PcAppGI PcDiff PcStm PcTT FBP LOC PFF DC
Insufficient glue on pack Difficult to open
Insufficient glue on stamp Misaligment tear tape
Alufoil berwarna gold di luar spec Loose OPP carton
Poor foldeoI foil Damaged carton
Berdasarkan data dari NCR selama enam bulan terakhir diperoleh bahwa mesin yang paling bermasalah untuk kasus Long Short Tipping adalah mesin maker 37 (M-37). Hal ini disebabkan karena mesin M-37 merupakan mesin yang paling sering terkena NCR untuk kasus Long Short Tipping.
Jumlah NCR yang diterima oleh mesin maker 11 selama enam bulan terakhir adalah sebanyak tiga NCR.
Tabel 5.1
NCR untuk LST dari Mesin Maker
Machine M-30 M-31 M-32 M-33 M-34 M-35 M-36 M-37 M-38 M-39
Jumlah NCR untuk LST 2
2 0 2 0 2 0 3 0 2
Berdasarkan data dari NCR selama enam bulan terakhir diperoleh bahwa mesin yang paling bermasalah untuk kasus Poor Heal Sealing adalah packer 33 (GD-33). Hal ini disebabkan karena mesin GD-33 merupakan
mesin yang paling sering terkena NCR untuk kasus Poor Heal Sealing.
Jumlah NCR yang diterima oleh mesin packer 33 selama enam bulan terakhir adalah sebanyak tiga NCR.
Tabel 5.2
NCR untuk PHS dari Mesin Packer
Machine GD-30 GD-31 GD-32 GD-33 GD-34 GD-35 GD-36 GD-37 GD-38 GD-39
Jumlah NCR untuk PHS 0
0 1 3 0 1 2 1 1 0
Mesin yang akan digunakan sebagai pilot project dalam penelitian ini adalah mesin maker 37 dan mesin packer 33.
T E M A :
Menurunkan deject Long Short Tipping dan Poor Heat Sealing pada rokok A B C d i S K M 3 .
J U D U L :
• Meningkatkan sigma quality level untuk karakteristik mutu panjang tipping paper cigarette di mesin maker 37 dengan menekan jumlah kecacatan long short tipping.
• Meningkatkan sigma quality level untuk karakteristik mutu kemasan OPP film pada pack cigarette di mesin packer 33 dengan menekan jumlah kecacatan poor heat sealing.
2. PENANGANAN KASUS LONG SHORT TIPPING (LST)
2.1 Langkah II: Membentuk LST Team dan Menganalisa Penyebab LST.
QAT (Quality Action Team) yang diberi nama LST Team ini dibentuk pada pertengahan bulan Maret 2002. LST Team bertugas unruk melakukan improvement (dapat pada mesin, manusia, material, ataupun metode kerja) dengan tujuan meningkatkan sigma quality- level untuk karakteristik mutu panjang tipping paper pada cigarette. Dengan kata lain.
ini juga merupakan usaha meminimalkan timbulnya cacat long short tipping. Adapun anggota LST Team yaitu:
1. Sandra Veronica sebagai team fasilitator atau dalam istilah six sigma disebut black belt.
2. Hamdhany sebagai penanggung jawab langsung dari usaha-usaha yang dilakukan oleh LST team atau dalam istilah six sigma dikeaal dengan sebutan green belt. Beliau mempunyai jabatan sebagai production shift manager.
3. Hafid sebagai anggota LST Team. Beliau mempunyai jabatan sebagai mekanik.
4. Imron sebagai anggota LST Team. Beliau mempunyai jabatan sebagai mekanik.
5. Rahmat sebagai anggota LST Team. Beliau mempunyai jabatan sebagai mekanik.
6. Dwi Agus sebagai anggota LST Team. Beliau mempunyai jabatan sebagai QC supervisor.
7. Sugiono sebagai anggota LST Team. Beliau mempunyai jabatan sebagai operator mesin maker.
8. Mashudi sebagai anggota LST Team. Beliau mempunyai jabatan sebagai operator mesin maker.
Orang-orang yang terlibat pada QAT tersebut bukanlah orang- orang sembarangan tetapi merupakan orang-orang yang memang mempunyai pengetahuan/pengalaman dan terlibat langsung pada proses yang bersangkutan.
Setelah tim selesai dibentuk. selanjutnya adalah inventarisasi penyebab long short lipping. Dimana pengumpulan penyebab ini dilakukan dengan brainstorming dari anggota LST Team. Setelah semua kemungkinan penyebab LST terkumpul maka dilanjutkan dengan stratifikasi penyebab menggunakan fishbone diagram (diagram tulang ikan). Penentuan penyebab yang dominan dilakukan dengan NGT (Nominal Group Technique) terhadap penyebab-penyebab yang telah diinventarisasi sebeliimnya. NGT merupakan suatu teknik untuk memadukan ide perseorangan sehingga tercapai kesepakatan bersama.
Sebagai hasil akhir NGT diperoleh bahwa ada lima penyebab yang dianggap dominan long short tipping, yaitu:
1. Pengaturan cork alignment yang tidak tepat.
2. Preheater kotor.
3. Tipping lifter kotor.
4. Operator tidak melakukan inspeksi tiap 15 menit.
5. Saat pergantian tipping baru (splicing).
tipping baru
Ketidakstabilan SLiction
Setting nead pengontrol tidak sesuai
Center point tipping holder tidak tepat
Vacum blower tidak stabil
Pengaturan cork alignment kurang tepat Tipping lifter kotor
(terkena lem) Pengaturan kertas tipping tidak pas di tengah
Preheater kotor karena tumpukan lem
Posisi tipping paper tidak tepat
Roll macet
Visual Inprocess Control tidak berfungsi baik
Operator tidak melakukan inspeksi tiap 15 '
Roller lintasan tipping kotor
Counter roller aus
Gulungan tipping paper tidak rata
Gulungan tipping paper oleng
Pressure roller aus
Tipping scrapper aus
Spesifikasi terlalu ketat
LONG SHORT TIPPING (> 1 mm)
Roll tipping tinggal sedikit
Core tipping goyang
Core tipping tidak rata dengan tipping papernya
Gambar 5.2
Fishbone Diagram Penyebab Cacat Long Short Tipping
C
NGTTahap I imtuk LST
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Penyebab Masalah Pengaturan cork alignment tidak tepat Posisi preheating menyentuh tipping paper Preheater kotor
Roller lintasan tipping kotor Tipping lifter kotor
Roll macet
Pressure roller aus Counter roller aus Lock nut kendor
Operator tidak melakukan inspeksi (tiap 15') Gulungan tipping paper tidak rata
Roll tipping tinggal sedikit Saat pergantian tipping baru Roll tipping tidak rata
Setting head pengontrol tidak sesuai Vacum blower tidak stabil
Cork drum buntu Tipping scrapper aus Spesifikasi terlalu ketat
Center point tipping holder tidak tepat Posisi aplikasi lem tidak tepat
Hamdhany 4 3 21 14 20 7 8 9 5 19 18 16 17 10 2 11 15 13 1 12
6
Imron 4 17 20 3 21
9 16
7 18 19 15 14 13 12 8 10 11 2 5 6 1
Rahmat 11 12 13 5 10
2 18 17 21 19 16 9 15 14 6 3 1 8 4 20
7
Nur Sai'in 20
17 19 15 21 18 14 7 16
4 13 12 9 11
6 8 10
2 3 5 1
Muryanto 16 11 17 6 12
7 18 13 14 5 8 9 10
4 19 20 21 3 2 15
1
Hafid 21
8 19 12 20 7 14 10 11 2 18
1 15
4 6 17 16 9 13
3 5
Total 76 68 109
55 104
50 88 63 85 68 88 61 79 55 47 69 74 37 28 61 21 Sementara penyebab dominan hasil NGT Tahap I adalah dengan nilai minimum 64.
= [( Nx Jml. Anggota ) / 2 ] + 1
= [(21 x 6 ) / 2 ] + 1
= 64.
Jadi ada 11 faktor yang berpengaruh dominan terhadap munculnya LST berdasarkan hasil NGT Tahap I.
NGT Tahap II untuk LST
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Penyebab Masalah Pengaturan cork alignment tidak tepat Posisi preheating menyentuh tipping paper Preheater kotor
Tipping lifter kotor Pressure roller aus Lock nut kendor
Operator tidak melakukan inspeksi (tiap 15') Gulungan tipping paper tidak rata
Saat pergantian tipping baru Vacum blower tidak stabil Cork drum buntu
Hamdhany 2 1 11 10 5 4 9 7 8 3 6
Imron 2
1 11 10 3 7 9 5 6 4 8
Rahmat 6 4 5 11
3 7 8 2 9 10
1
NurSai'in 11
8 9 10
7 6 1 4 2 3 5
Muryanto 11
2 10
8 7 4 9 5 3 1 6
Hafid 10
2 1 11
8 5 9 3 7 6 4
Total 42 18 47 60 33 33 45 26 35 27 30 Sementara penyebab dominan hasil NGT Tahap II adalah dengan nilai minimum 34
= [ ( N x Jml. Anggota ) / 2 ] + 1
= [(11 x 6 ) / 2 ] + 1
= 34
Jadi ada 5 faktor yang berpengaruh dominan terhadap munculnya LST berdasarkan hasil NGT Tahap II.
LA fO
2.3 Langkah III: Menguji dan Menentukan Penyebab Dominan Long Short Tipping
Sebagai hasil dari stratifikasi dan NGT diketahui ada lima faktor yang diduga sebagai faktor-faktor dominan terhadap munculnya kasus long short tipping. Hasil NGT sifatnya masih subyektif maka perlu diuji lagi secara ilmiah di langkah III ini. Pengujian ini untuk menyakinkan apakah penyebab-penyebab tersebut benar-benar berkaitan dengan munculnya kasus long short tipping.
Faktor dimana "operator tidak melakukan inspeksi tiap 15 menit"
tidak diuji karena faktor ini merupakan penyebab tidak langsung. Dari hasil penyelidikan ternyata operator tidak melakukan inspeksi tiap 15 menit disebabkan oleh huruf-huruf yang ada pada form inspeksi terlalu kecil dan tercetak dalam bahasa inggris sehingga mereka sukar untuk membaca dan memahaminya. Pada akhirnya hal-hal seperti ini menyebabkan mereka malas menjalankan form inspeksi yang telah disediakan. Ternyata penyebab mengapa operator tidak menjalankan inprocess inpection ini juga telah diketahui oleh atasannya. Sebagai tindak lanjutnya mereka telah berencana untuk merevisi form inspeksi yang telah ada dan setelah itu operatomya d'Uraimng agar dapat melakukan inspeksi tersebut dengan baik. Hanya saja kapan form yang baru tersebut akan mulai dijalankan masih belum pasti. Selain itu penyebab ini erat kaitannya dengan faktor pengatiiran cork alignment. Jadi hanya ada 4 faktor yang akan diuji pada langkah III. Adapun keempat faktor yang akan diuji yaitu:
1. Pengatiiran cork alignment yang tidak tepat
2. Preheater kotor 3. Tipping lifter kotor
4. Saat pergantian bobbin/tipping bam (splicing)
Sebelum melakukan pengujian, maka sebelumnya hams dilakukan pengumpulan data-data bam yang berkaitan antara faktor penyebab dan kemungkinan munculnya long short tipping. Selanjutnya data-data ini akan diolah secara statistik dengan uji proporsi.
2.2.1 Pengujian cork alignment. Saat cork alignment dladjust LST hilang sebanyak 11 kali dan LST tetap ada sebanyak 6 kali. Total pengamatan sebanyak 17 kali.
LST hilang (11, 64 7%)
LST ada ( 6, 35.3%)
Gambar 5.3
Pie Chart Ada / Tidaknya LST saat Cork Alignment diadjust
Untuk membuktikan kebenaran setelah cork alignment d\adjust, proporsi hilangnya LST lebih besar dari proporsi tetap adanya LST maka disusun hipotesa sebagai berikut:
Ho : proporsi LST hilang = proporsi LST tetap ada H1 : proporsi LST hilang > proporsi LST tetap ada
Test and CI for Two Proportions Sample X N Sample p 1 11 17 0.647059 2 6 17 0.352941 Estimate for p(l) - p(2): 0.294118
95% lower bound for p(l) - p(2): 0.0245046
Test for p(l) - p(2) = 0 (vs > 0): Z = 1.79 P-value = 0.036
Karena p-value = 0.036 (~<a) maka tolak Ho, artinya secara statistik proporsi hilangnya LST lebih besar dibandingkan dengan proporsi tetap adanya LST setelah cork alignment diadjust pada taraf signifikansi 95%.
Jadi kesimpulannya pengaturan cork alignment merupakan faktor penyebab yang dominan (kritikal) terhadap kemunculan long short tipping.
2.2.2 Pengujian Preheater. Saat preheater kotor dari 25 kali percobaan. ada 19 kali terjadi LST dan enam kali tidak terjadi LST.
Preheater kotor dapat menyebabkan LST karena timbunan I em pada preheater jika menyentuh cigarette paper saat berjalan akan menyebabkan cigarette paper goyang. Jika cigarette paper goyang maka saat terpotong tidak akan persis ditengahnya sehingga menyebabkan long short tipping.
LST hilang (11, 64.7%)
LST ada (6, 35.3%)
Gambar 5.4
Pie Chart Ada/Tidaknya LST Saat Preheater Kotor
Untuk membuktikan apakah benar saat preheater kotor proporsi inuncul LST lebih besar dari proporsi tidak munculnya LST disusun hipotesa sebagai berikut:
Ho : proporsi LST inuncul = proporsi LST tidak inuncul HI : proporsi LST inuncul > proporsi LST tidak inuncul
Test and CI for Two Proportions Sample
1 2
X
] •
6
N 25 :.c.
Sample p 0.760000 0.240000 Estimate for p(l) - p(2): 0.52
95sc CI for p(l) - p(2): (0.283242, 0.756758)
Test for p(l) - p(2) = 0 (vs not = 0 ) : Z = 4.30 P-value = 0.000
Karena p-value = 0 (<a) maka tolak Ho, artinya secara statistik proporsi munculnya LST lebih besar dibandingkan dengan proporsi tidak
munculnya LST saat preheater kotor, pada taraf signifikansi 95%. Jadi kesimpulannya preheater kotor merupakan faktor penyebab yang dominan (kritikal) terhadap kemunculan LST.
2.2.3 Pengujian Tipping Lifter. Saat tipping lifter kotor, LST ada sebanyak 18 kali dan LST tidak ada sebanyak 7 kali. Total pengamatan sebanyak 25 kali. Tipping lifter kotor disebabkan oleh lem yang menumpuk pada rubber roll tipping lifter. Akibat yang ditimbulkan karena rubber roll kotor serupa pada preheater yaitu jika kotor dapat menyebabkan cigarette paper goyang. Cigarette paper yang goyang akan menyebabkan cigarette paper tidak terpotong dengan tepat di tengah.
LST ada (18.72.0%
LST hilang ( 7. 28.0%)
Gam bar 5.5
Pie Chart Ada/Tidaknya LST Saat Tipping Lifter Kotor
Untuk membuktikan apakah benar saat tipping lifter kotor proporsi muncul LST lebih besar dari proporsi tidak munculnya LST maka disusun hipotesa sebagai berikut:
Ho : proporsi LST muncul = proporsi LST tidak muncul HI : proporsi LST muncul > proporsi LST tidak muncul
Test and CI for Two Proportions Sample X N Sample p 1 18 25 0.720000 2 7 25 0.280000 Estimate for p(l) - p(2): 0.44
95% CI for p(l) - p(2): (0.191092, 0.688908)
Test for p(l) - p(2) = 0 (vs not = 0 ) : Z = 3.46 P-value = 0.001
Karena p-valne = 0.001 (<cc) maka tolak Ho. artinya secara statistik proporsi munculnya LST lebih besar dibandingkan dengan proporsi tidak munculnya LST saat lipping lifter kotor, pada taraf signifikansi 95%.
2.2.4 Pengujian Splicing. Saat terjadi splicing dari 24 kali percobaan, muncul LST sebanyak 10 kali dan tidak muncul LST sebanyak
14 kali. Total pengamatan terjadinya splicing adalah sebanyak 24 gulungan cigarette paper. Splicing merupakan saat pergantian lipping baru, dimana tipping paper lama habis dan terjadi penyambungan cigarette paper pada tipping paper yang baru. Seringkali saat terjadi splicing menyebabkan timbulnya LST, hal ini dikarenakan adanya getaran saat perpindahan dari lipping paper lama ke lipping baru, sehingga menyebabkan timbul cacat tipping paper panjang pendek
tidak muncul (14. 58,3%)
mjnculLST (10,41.7%)
Gam bar 5.6
Pie Chart Ada/Tidaknya LST Saat Splicing
Hipotesa untuk meinbuktikan apakah benar proporsi munculnya LST sama dengan proporsi ketidakmunciilan LST.
Ho : proporsi muncul LST = proporsi tidak muncul LST H I : proporsi muncul L S T ^ proporsi tidak muncul LST Test and CI for Two Proportions
Sample X M Sample p 1 10 24 0.416667 2 14 24 0.583333 Estimate for p(i' - pi2): -0.166667
95L CI for p(l! - p(2): (-0.445606, 0.112273)
T e s t f o r p ( l ) - p ( 2 ) = 0 ( v s n o t = 0 ) : Z = - 1 . 1 7 P-value 0 . 2 4 2
Karena p-value = 0.242 (>a) maka gagal tolak Ho. artinya proporsi kemunciilan LST dan ketidakmunciilan LST akibat splicing dapat dikatakan sama secara stalistik pada taraf signifikansi 95%.
Jadi kesimpulannya splicing merupakan salah satu penyebab yang tidak terlalu dominan (kritikal) pengaruhnya terhadap kemunculan LST.
2.3 Langkah IV: Merancang dan Melaksanakan Perbaikan Untuk Kasus Long Short Tipping
2.3.1 Merancang Perbaikan
• Pre/water
Kondisi support preheater Kondisi support preheater sebelum perbaikan setelah perbaikan
Gambar 5.7
Support Preheater Sebelum dan Setelah Perbaikan
Preheater yang kerapkali kotor karena timbunan lem diatasi dengan pemberian jarak antara preheater dan tipping paper sebesar dua mm. Semula antara preheater dan tipping paper menempel. Perbaikan
dilakukan dengan redesign pada bagian support preheater-nya yaitu dengan mengurangi 8 mm dari tinggi support preheater mula-mula.
Tinggi support preheater semula 87 mm menjadi 79 mm.
• Tipping Lifter
Untuk mengatasi tipping lifter yang kerapkali kotor karena timbunan lem maka dilakukan modifikasi pada rubber roll tipping lifter.
Dilakukan pemotongan rubber roll dari 76 mm menjadi 56 mm. Gambar di bawah ini menunjukkan kondisi rubber roll tipping lifter sebelum dan setelah perbaikan.
CD CM
Sebelum Perbaikan
70 100
CO CM
Setelah Perbaikan 56
100 Gambar 5.8
Rubber roll Tipping Lifter Sebelum dan Setelah Perbaikan
• Cork Alignment
Pengaturan cork alignment merupakan faktor yang kritikal berdasarkan hasil pengujian di langkah 111. Jadi faktor ini juga perlu diperliatikan secara khusus. Agar pengaturan cork alignment dilakukan pada saat yang tepat maka ditetapkan bahwa tiap 15 menit harus dilakukan QC inprocess untuk mencegah timbulnya kasus LST. Pelaksanaannya sebagai berikut:
Tiap 15 menit sekali operator mesin maker harus melakukan pengambilan sampel sejumlah 5-10 batang rokok untuk mengecek apakah saat itu terjadi LST atau tidak. Jika ditemukan ada rokok yang LST maka operator harus segera melakukan adjustment pada cork alignment.
• Splicing
Saat pergantian tipping baru atau splicing merupakan faktor yang pengaruhnya tidak terlalu signifikan berdasarkan hasil pengujian di langkah III. Meskipun demikian hal ini tidak dapat diabaikan. Solusi untuk mertgatasi terjadinya LST pada saat splicing adalah dengan melakukan inspeksi sesaat setelah splicing terjadi, dengan mengambil sampel rokok sejumlah 5-10 batang. Jika saat inspeksi tersebut ditemukan ada rokok yang LST maka segera lakukan adjustment pada cork alignmentnya. Oleh karena itulah dikatakan bahwa inspeksi inprocess ini sangat erat kailannya dengan pengaturan cork alignment seperti yang disebutkan pada bagian 2.3 avval.
2.3.2 Melaksanakan Perbaikan. Perbaikan yang telah dirancang akan diimplementasikan pada mesin maker 37, sesuai dengan judul yang telah diangkat untuk penelitian ini. Jadi mesin maker 37 sebagai contoh pilot project untuk menangani kasus long short tipping. Desainan support prehcater dan tipping lifter yang baru dipasang pada mesin maker 37
pada hari jumat, tanggal 10 Mei 2002.
Mulai 13 Mei 2002 sampai dengan 14 Juni 2002 dimulailah monitoring hasil perbaikan yang dilakukan di mesin maker 37. Monitoring yang dilakukan disini adalah dengan melakukan inspeksi tiap satu jam sekali oleh OC inspector dan juga dengan check sheet tiap 15 menit sekali dan ini dilakukan oleh operator mesin masing-masing.
2.4 Langkah V: Meneliti Hasil Untuk Kasus Long Short Tipping
2.4.1 kondisi Sebelum Perbaikan di Maker 37. Dari data finished product visual defect yang dikumpulkan selama enam bulan terakhir (I September 2001 hingga 28 Pebruari 2002) ditemukan jumlah pack cigarette yang tcrkena cacat poor heat sealing ada sebanyak 126 cig dari total inspeksi sebanyak 1667 kali. Jumlah sampel yang diambil tiap inspeksi adalah 48 cig. Dari hasil perhitungan diperoleh kondisi awalnya sebagai berikut:
SQL awal = 4,44 a DPMO = 1604 Cpk = 0.983
• % out of spec = 0 . 1 6 %
Perincian perhitungannya adalah sebagai berikut:
D = 126 cig.
U = 48 Ci8/i„speksi x 1637 inspeksi = 78576 Cig.
nnM,„ Dx\Ob 126.vl06 ,^nA
DPMO = = = 1604 UxOP- 78576.vl
Berdasarkan Six Sigma Conversion Table:
D P M O = 1589 ^ SQL = 4,45 D P M O = 1866 -> SQL = 4,40
DPMO = 1604, SQL-nya diperoleh dengan interpolasi = 4,44 DPU - D/U = 1,604 x 10"3 -» Nilai Z i .6 0W3 = 2,95
Z "> 95 Cpk = - = — = 0,983
3 3
o/ . /• - i -DPU _ , -0.0016 n ,/-m n/
% om o/ .v/?ec = 1 -e = 1 -e = 0.1602 %
2.4.2 Kondisi Setelah Perbaikan di Maker 37. Setelah dilakukan perbaikan maka dilakukan monitoring hasil dengan check sheet ataupun dengan SPC untuk data attribut. Disamping melakukan monitoring juga dilakukan pembandingan hasil antara kondisi sebelum dan setelah perbaikan. Berdasarkan hasil yang diperoleh mulai tanggal 13 Mei 2002 hingga 7 Juni 2002 diketahui bahwa jumlah rokok yang cacat long short tipping ada sejumlah nol cigarette dari total inspeksi sebanyak 31 1 kali.
Jumlah sampel yang diambil tiap inspeksi adalah 48 cig. Dari hasil perhitungan diperoleh kondisi setelah perbaikan sebagai berikut:
• SQL akhir = 6 o
• DPMO = 0
• Cpk = 2
• % out of spec = 0 %
Perincian perhitungannya adalah sebagai berikut:
D = Ocis.
U = 48 cig/insPeksi x 311 inspeksi = 14.928 Cig.
UxOP 14928-vl
Berdasarkan Six Sigma Conversion Table:
DPMO = 0 ^ SQL = 6 a DPU = D/U = 0 - > N i l a i Z = 6
Vo out of spec = I -e"Dm = 0 %
2.5 Langkah VI: Standarisasi Untuk Kasus Long Short Tipping
2.5.1 Standarisasi Parameter Proses A!ACHI.\'E (Mesln)
1. Tinggi support preheater turun 8 mm dari kondisi mula-mula.
sehingga jarak tipping paper terhadap preheater yang semula nol (menempel) menjadi 2 mm.
2. Lebar rubber roll tipping lifter dikurangi masing-masing 10 mm dari sisi kiri maupun kanan. sehingga lebar roll dari 76 mm menjadi 56 mm.
3. Tiga rubber roller di lintasan tipping, yaitii dua counter roller dan satu rubber roller pada splicing, harus dalam kondisi baik (tidak aus dan tidak macet).
4. Cork dram dalam kondisi bersih.
5. Vacitm untuk suction di cork drum normal yaitu bertekanan -2 milibar.
6. Jarak antara bodi mesin dan tipping holder adalah 90 mm.
7. Setting aplikasi lem harus standar, artinya :
• Glue Roller: <j) 90 mm, minimum (j) 89,2 mm, reduction in <f> per grinding operation 0.09 mm dan concentricity 0,01 mm.
• Transfer roller: <j> 60 mm, minimum § 59,5 mm, reduction in <p per grinding operation 0,06 mm dan concentricity 0.005 mm.
8. Feed roller tipping dalam kondisi baik.
MATERIAL iQahan baku)
I. Gulungan roll lipping harus rata supaya tidak oleng.
A/.-J.Y (Manusia)
1. Pemasangan tipping paper harus sesuai lintasan
2. Operator maker harus melakukan inprocess inspection tiap 15 menit 3. Memperhatikan kebersihan mesin pada setiap awal shift.
METHODS i Metode)
I. Pada form Inprocess Visual Defect Inspection ditambahkan kolom keterangan penyebab defect. Tujuannva adalah untuk memudahkan penelusuran jika terjadi defect dan memudahkan melakukan
perbaikan. Oleh karena itu saat ditemukan suatu defect harus dilakukan pencatatan penyebab defect tersebut.
2. Pembersihan mesin dengan menggunakan filter vacuum, dilakukan saat mesin kotor dan pembersihan yang rutin secara mingguan.
3. Saat start avval harus kontrol terutama pada pengaturan cork alignmentnya.
4. Saat teradi perpindahan tipping dari holder atas ke bavvah harus melakukan kontrol terutama pada pengaturan cork alignment.
5. Saat splicing harus kontrol khususnya pada bagian cork alignmentnya.
ENVIRONMENT (Lingkunaan)
Faktor lingkungan kebanyakan tidak terlalu berpengaruh terhadap kemunculan cacat long short tipping. Salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah suhu ruangan dijaga sekitar 22°C untuk mempertahankan MC (moisture content) tembakau dan laju mesin dalam kondisi yang optimal.
2.5.2 Standarisasi Hasil. Hasil yang dicapai setelah adanya perbaikan adalah sebagai berikut:
SQL untuk karakteristik mutu panjang tipping cigarette = 6 c Cpk = 2
% out of spec = 0 %
Karakteristik mutu panjang lipping paper cigarette mempunyai standar sebagai berikut: panjang tipping paper pada sebuah rokok adalah 30 mm
dan diberi toleransi penyimpangan makr.imal 1 mm. Jadi spesifikasinya 30+1 mm, jika terjadi penyimpangan lebih dari 1 mm berarti rokok tersebiit dianggap cacat long short tipping. Diberi nama long short tipping karena cacat ini menyebabkan panjang tipping paper antara rokok yang satu dengan yang lain tidak sama. Lebih jauh lagi hal ini dapat mengakibatkan penurunan nilai estetika. Maksudnya akan terlihat tidak baik saat tertata dalam pak rokok. Cacat LST dapat menurunkan customer satisfaction, hal ini terbukti dari banyaknya pelanggan-pelanggan dari seluruh wilayah Indonesia yang komplain terhadap cacat LST yang mereka temui pada produk yang mereka beli tersebiit. Penjabaran detilnya dapat dilihat dari database on line QC bagian customer complaint. Jika cacat LST ini diabaikan berarti sama dengan tidak memperhatikan suara pelanggan dan itu dapat membuat produk kita kalah bersaing dengan produk yang sejenis dari kompetitor.
3. P E N A N G A N A N K A S U S POOR HE A T SEA 1.1NG (P H S)
3.1 Langkah II : Membentuk PHS Team dan Menganalisa Penyebab PITS
QAT {Quality Action Team) yang diberi nama PHS Team ini dibentuk pada pertengahan bulan Maret 2002. PHS Team ini bertugas untuk melakukan improvement (dapat pada mesin, manusia. material, ataupun metode kerja) dengan tujuan meningkatkan sigma quality level untuk karaktcristik mutu kemasan OPP film pack cigarette. Hal ini
dilakukan dengan cara meminimalkan timbulnya defect poor heat sealing.
Adapun anggota PHS Team yaitu :
1. Sandra Veronica sebagai team fasilitator atau dalatn istilah six sigma dikenal dengan sebutan black belt.
2. David K. sebagai penanggimg javvab langsiing dari usaha-usaha perbaikan yang dilakukan oleh PHS team atau dalam istilah six sigma dikenal dengan sebutan green belt. Beliau mempunyai jabatan sebagai Production Shift Manager.
3. Jumadi sebagai anggota PHS Team. Beliau mempunyai jabatan sebagai Electrician.
4. Edy S. sebagai anggota PHS Team. Beliau mempunyai jabatan sebagai First Line Supervisor.
5. Suharto sebagai anggota PHS Team. Beliau mempunyai jabatan sebagai Mechanician.
6. Nur SaPm sebagai anggota PHS Team. Beliau mempunyai jabatan sebagai QC Supervisor.
7. Wasiran sebagai anggota PHS Team. Beliau mempunyai jabatan sebagai Operator Packer 33.
8. Suharmi sebagai anggota PHS Team. Beliau mempunyai jabatan sebagai Operator Packer 33.
Orang-orang yang tedibat pada QAT tersebut bukanlah orang- orang sembarangan tetapi merupakan orang-orang yang memang mempunyai pengetahuan/pegalaman dan terlibat langsiing pada proses yang bersangkutan. Setelah tim selesai dibcntuk. langkah berikutnya
adalah inventarisasi penyebab poor heat sealing. Pengumpulan penyebab ini dilakukan dengan brainstorming dari anggota PHS Team. Setelah semua kemungkinan penyebab poor heat sealing terkumpul maka dilanjutkan dengan stratifikasi penyebab menggunakan fishbone diagram (diagram tulang ikan). Dan untuk mengetahui penyebab yang dominan terhadap kemiinciilan defect poor heat sealing, maka dilakukan NGT {Nominal Group Technique) terhadap penyebab-penvebab yang telah diinventarisasi sebeiumnya. NGT meriipakan suatu teknik untuk memadukan ide perseorangan sehingga tercapai konsensus kelompok.
Sebagai hasil akhir NGT PHS Team diperoleh ada empat penyebab dominan poor heat sealing, yaitu:
1. Setting pisau pemotong OPPfilm tidak tepat 2. Setting bottom folder tidak tepat
3. Kunci cutting unit OPP film hams tertutup 4. Kualitas OPP film tidak sama
Pada halaman berikutnya dapat dilihat hasil stratifikasi penyebab poor lieal sealing dengan fishbone diagram (Gambar 5.9) dan pemilihan faktor- faktor penyebab poor heat sealing yang dominan (Tabel 5.5 dan 5.6) dengan NGT {Nominal Group Technique).
Rotating head aus
POSISI rotating head pocket tidak tepat
Kunci cutting unit OPP tidak tertutup
Posisi bottom folder tidak tepat
Core OPP melebihi OPP-nya
Kualitas OPP film tidak sama
Posisi inner half ring tidak tepat
Posisi pisau pemotong OPP tidak tepat
OPP film tidak terpotong sempurna Pisau pemotong
film tumpul
Setting sensor OPP film tidak tepat
Frekuensi cleaning pada lintasan proses.
sealing kurang
Suhu heater terlalu rendah/
terlalu tmggi
Setting posisi heater kurang pas atau
kurang nempel
Penempatan TB ke hopper belum dikontrol/dicek
POOR HEAT SEALING
Setting OPP tidak tepat
Setting OPP top dan bottom tidak sama
MESIN MANUSIA
Gambar 5.9
I'islihone Diagram Penycbab Cacal Poor Ileal Scaling
NGT Tahap I untuk PI IS
No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Penyebab Masalah Rotating head aus
OPP film tidak terpotong dengan baik Setting rotating head pocket tidak sesuai Posisi inner half ring tidak tepat
Suhu heater terlalu rendah/tinggi
Setting heater kurang pas/kurang nempel Setting bottom folder tidak tepat
Setting OPP top & bottom tidak sama Setting sensor OPP film tidak tepat Core melebihi OPP-nya
Kunci cutting unit OPP tidak tertutup Kualitas OPP tidak sama
Frekuensi cleaning pada lintasan proses sealing kurang Penempatan TB ke hopper belum kontrol
David 11 10 14 13 7 5 6 9 3 1 8 12
4 2
EdyS.
1 10
2 14 12 4 13
7 8 3 9 11
6 5
NurSai'in 9 14
8 7 4 3 10 11 6 5 13 12 2 1
Jumadi 8 14
7 2 3 6 9 5 4 1 13 11 10 12
Suharto 1 9 8 3 14 12 13 2 7 4 11
6 5 10
Jumlah 30 57 39 39 40 30 51 34 28 14 54 52 27 30 Sementara penyebab dominan hasil NGT Tahap I adalah dengan nilai minimum 36.
= [ ( N x Jml. Anggota ) / 2 ] + 1
= [ (14 x 5) / 2 ] + 1
= 36
Jadi ada 7 faktor yang berpengaruh dominan terhadap munculnya kasus poor heat sealing berdasarkan NGT Tahap I
j o
NGT Tahap II untuk PHS
No.
1 2 3 4 5 6 7
Penyebab Masalah OPP film tidak terpotong dengan baik Setting rotating head pocket tidak sesuai Posisi inner half ring tidak tepat
Suhu heater terlalu rendah/tinggi Setting bottom folder tidak tepat Kunci cutting unit OPP tidak tertutup Kualitas OPP tidak sama
David 4 7 5 1 2 3 6
E d y S . 2
1 4 3 5 6 7
Nur Sai'in 7 4 2 3 5 6 1
Jumadi 7 4 2 1 3 6 5
Suharto 3 1 2 7 4 6 5
Jumlah 23
17 15 15 19 27 24
Sementara penyebab dominan hasil NGT Tahap I adalah dengan nilai minimum 19.
= [ ( N x Jml. Anggota ) / 2 ] + 1
= [ ( 7 x 5 ) / 2 ] + 1
= 19
Jadi ada 4 faktor yang berpengaruh dominan terhadap munculnya kasus poor heat sealing berdasarkan NGT Tahap II
3.2 Langkah III: Menguji dan Menentukan Penyebab Dominan PHS.
Untuk melakukan pengujian terhadap penyebab cacat poor heat sealing ini dilakiikan dengan Design of Experiment. Berdasarkan hasil NGT PHS Team ada empat faktor yang masuk dalam desain. Faktor-faktor penyebab yang akan dimasukkan dalam desainannya yaitu:
1. Setting pisau pemotong OPPjilm tidak tepat 2. Setting bottom folder
3. Kunci cutting unit OPP tidak tertutup 4. Kualitas OPP film tidak sama
Untuk masing-masing penyebab diatas ada yang terdiri dari dua kondisi.
tiga kondisi bahkan ada yang hanya satu kondisi saja. Untuk lebih jelasnya, penjabaran kondisi yang ada pada masing-masing faktor
penyebab adalah sebagai berikut:
1. Setting pisau ada dua kemungkinan kondisi, yaitu:
• Kondisi bam: kondisi dimana pisau pemotong ini masa pakainya masih kurangdari 2500 jam.
• Kondisi lama: kondisi dimana pisau pemotong ini masa pakainya sudah lebih dari 2500 jam tetapi masih layak pakai.
2. Selling bottom folder ada dua kemungkinan kondisi, yaitu:
• Kondisi P artinya jarak bottom folder terhadap rotating head pocket adalah 58,3 mm.
• Kondisi M artinya jarak bottom folder terhadap rotating head pocket adalah 59,3 mm.
3. Kunci cutting unit OPP hanya ada satu kondisi yaitu selalu tertutup karena telah dicoba bahwa jika kunci cutting unit dalam keadaan terbuka maka semua produk akan poor heat sealing semuanya. Oleh karena itu kondisi kunci terbuka tidak perlu dicoba.
4. Kualitas OPP film ada tiga kemungkinan, yaitu:
• OPP film Astrea
• OPP film Ilene
• OPP film Arlene
Banyaknya kombinasi percobaan yang dilakukan ada sebanyak 12 desain dan akan dilakukan replikasi sebanyak dua kali. Jadi total percobaan yang dilakukan sebanyak 24 kali. Replikasi yang dilakukan disini bertujuan untuk validity, apakah basil yang diperoleh sebelumnya untuk kondisi yang sama itu konsisten atau tidak sehingga hasil yang diperoleh nantinya akan lebih akurat. Konsep lain yang digunakan disini adalah randomisasi.
Randomisasi ini sangat perlu karena untuk menjainin bahwa hasil-hasil yang diperoleh bersifat independen. artinya hasil yang diperoleh dari kondisi saat ini tidak dipengaruhi oleh kondisi yang sebelumnya. Jika data-data yang dihasilkan tidak independen maka pada akhirnya kesimpulan yang diambil dapat menjadi tidak tepat.
Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah saat pengambilan sampel yaitu harus dalam keadaan yang sudah stabil (steady state). Jadi dalam percobaan ini. tidak boleh langsung diambil sampel sesaat setelah settingannya diubah. tetapi harus dibiarkan dahulu beberapa saat hingga stabil barulah diambil sampel. Hal ini bertujuan supaya data-data yang
dihasilkan oleh tiap-tiap desain yang ada.
Data hasil percobaan untuk pengujian faktor-faktor penyebab PHS dapat dilihat pada Lampiran 11. Untuk mengetahui seberapa kuat pengaruhnya faktor-faktor penyebab terhadap kemunculan cacat poor heat sealing.
dilakukan pengolahan dengan software ininitab. Output yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
General Linear Model: Jumlah PHS versus Pisau, BF, OPP
Factor Type Levels Values Pisau fixed 2 baru lama BF fixed 2 M P
OPP fixed 3 arlene astrea ilene
Analysis of Variance for Jumlah P, using Adjusted SS for Tests Source
Pisau BF OPP Pisau'BF Pisau*OPP BF-OPP Pisau*BF*OPP Error
Total
DF 1 1 2 1 2 2
9
12
— -5
Seq SS 1.
13 4 1 10 4 , 10
G
56 Unusual Observations fo:
Obs Jumlah P 5 6.00000 14 3.00000
4.
4.
Fit 50000 5000C
5000 . 5000 .7500 . 5000 .7500
7500 .7500 .0000 . 5000 : Juml.
i
0 0
ah 5E . 6' . 6!
Ac 1.
13.
4 . 1.
10.
4.
10.
Q
P Fit L23"
12 3"
ij S S 5 0 0 0 5000 7500 5000
"500 7500
"500 0000
: Res 1.
' - 1 .
Adj MS 1.5000 13.5000 2.3750 1.5000 5.3750 2.3750 5.3750 0.7500
ldual St 50000
50000
F 2.00 18.00 3.17 2.00 7.17 3.17 7.17
Resid 2 . 2
.45R . 4 5R
0, 0 0 0 0 0 0
p
.183 .001 .079 .183 .009 .079 .009
P. denotes an observation with a larse standardized residual.
3.2.1 Uji Faktor-faktor Utama Liji Kondisi Bottom Folder
Ho : Kondisi bottom folder tidak mempengaruhi munculnya PHS H I : Kondisi bottom folder berpengaruh terhadap munculnya PHS
Ternyata p-value bottom folder = 0,001. Tingkat resiko kesalahan yang digiinakan adalah 5%. Jadi karena p-value < a maka tolak Ho pada taraf signifikansi 95%. Artinya kondisi bottom folder mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap munculnyapoor heat sealing.
Uji Kondisi Pisau Pemotong OPP
Ho : Kondisi pisau pemotong tidak mempengaruhi munculnya PHS.
HI : Kondisi pisau pemotong mempengaruhi munculnya PHS.
Ternyata p-value pisau pemotong OPP = 0,183. Tingkat resiko kesalahan yang digiinakan adalah 5%. Jadi karena p-va/ue>a maka gagal tolak Ho pada taraf signifikansi 95%. Artinya Kondisi pisau pemotong OPP tidak berpengaruh signifikan terhadap munculnya poor heat .sealing.
Uji Jenis OPP film vang digiinakan
Ho : Jenis OPP film tidak berpengaruh terhadap munculnya PHS.
HI : Jenis OPP film berpengaruh terhadap munculnya PHS.
Ternyata p-value OPP = 0.079. Tingkat resiko kesalahan yang digunakan adalah 5%. Jadi karena p-value > a maka gagal tolak Ho pada taraf signifikansi 95%. Artinya jenis OPP yang digunakan tidak berpengaruh signifikan terhadap munculnya poor heat sealing.
3.2.2 Uji Interaksi Antar Faktor
Uji interaksi antara kondisi pisau dan kondisi bottom folder
Ho : interaksi pisau dan bottom folder tidak berpengaruh terhadap PHS I I I : interaksi pisau dan bottom folder berpengaruh terhadap PHS
Ternyata p-value interaksi pisau dan bottom folder = 0,183. Tingkat resiko kesalahan yang digunakan adalah 5%. Jadi karena p-value >a maka gagal tolak Ho pada taraf signifikansi 95%. Artinya interaksi antara pisau dan bottom folder tidak berpengaruh signifikan terhadap munculnya/poor heat sealing.
Uji interaksi antara kondisi pisau dan jenis OPP film vang digunakan Ho : interaksi pisau dan jenis OPP tidak berpengaruh terhadap PHS HI : interaksi pisau dan jenis OPP berpengaruh terhadap PHS
Ternyata p-value interaksi pisau dan jenis OPP = 0,009. Tingkat resiko kesalahan yang digunakan adalah 5%. Jadi karena p-value<a maka tolak Ho pada taraf signifikansi 95%. Artinya interaksi antara pisau dan jenis OPP yang digunakan berpengaruh signifikan terhadap munculnyapoor heat sealing.
Uji interaksi antara kondisi bottom folder dan jenis OPP
Ho : interaksi bottom folder dan OPP tidak berpengaruh terhadap PHS III : interaksi bottom folder dan jenis OPP berpengaruh terhadap PHS Ternyata p-value interaksi bottom folder dan jenis OPP = 0,079.
Tingkat resiko kesalahan yang digunakan adalah 5%. Jadi karena p- value>a maka gagal tolak Ho pada taraf signifikansi 95%. Artinya interaksi antara bottom folder dan jenis OPP yang digunakan tidak berpengaruh signifikan terhadap munculnya poor heat sealing.
Uji interaksi antara kondisi pisau. bottom folder dan jenis OPP Ho : interaksi ketiga faktor tidak berpengaruh terhadap PHS 111 : interaksi ketiga faktor berpengaruh terhadap PHS
Ternyata p-value interaksi ketiga faktor = 0,009. Tingkat resiko kesalahan yang digunakan adalah 5%. Jadi karena p-value < a maka tolak Ho pada taraf signifikansi 95%. Artinya interaksi antara ketiga faktor berpengaruh signifikan terhadap munculnyapoor heat sealing.
3.3 Langkah IV: Merancang dan Melaksanakan Perbaikan Untuk Kasus PHS
3.3.1 Merancang Perbaikan. Berdasarkan uji faktor-faktor utama pada tahap sebelumnya diperoleh hasil bahwa hanya faktor bottom folder saja yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kemunculan cacat poor heat sealing. Dari gambar plot untuk faktor-faktor utama ini dapat
dilihat lebih jelas kondisi bagaimana yang terbukti lebih baik dari tiap-tiap faktor utama yang ada.
Main Effects Plot - LS Means for Jml. PHS
Kond.pisau Botl.folder OPP film
CO I D
1
9 <? ,<? „c?
Gambar 5.10
Main Effects Plot Faktor-faktor Penyebab PHS
o a
^
Dari gambrr diatas jika dilihat secara terpisah-pisah untuk tiap-tiap faktor utama yang ada, maka berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa:
• Kondisi pisau baru lebih baik dibanding pisau lama karena pisau baru menghasilkan cacat PHS yang minimal.
• Kondisi bottom folder M lebih baik daripada P karena kondisi M menghasilkan cacat PHS yang minimal.
• Jenis OPP film astrea lebih baik daripada arlene dan ilene karena menghasilkan cacat PHS minimal.
• Sedangkan kunci cutting unit OPP film dalam kondisi tertutup adalah yang terbaik. Faktor irti tidak dimasukkan dalam percobaan karena sudah jelas hanya ada satu kondisi yaitu tertutup.
Interaction Plot - LS Means for Jml. PHS
« # / <r
Kond.pisau
Bott.folder
OPP film
Gambar 5.11
Interaction Plot Faktor-faktor Penyebab PHS
Berdasarkan hasil uji interaksi antar faktor ternyata diketahui bahwa interaksi antar dua faktor yang berpengaruh signifikan hanyalah interaksi faktor pisau dan OPP film. Dan jika diuji lebih jauh lagi ternyata interaksi antar ketiga faktor tersebut sangatlah kuat pengaruhnya terhadap kemunculan cacat long short tipping. Oleh karena itu penulis mencoba inerangkum kombinasi antara ketiga faktor saat poor heat sealingnya. nol.
Tetapi karena dari pengujian faktor titama diketahui bahwa hanyalah bottom folder yang berpengaruh signifikan maka pembahasan untuk rencana perbaikan difokuskan pada bagian kondisi bottom folder M (kondisi bottom folder yang menghasilkan cacat PHS minimal berdasarkan percobaan). Perincian altematif desain yang menghasilkan PHS nol saat bo/tom folder dalam kondisi M adalah sebagai berikut:
Tabel 5.7
Rangkuman Hasil Percobaan Saat PHS Nol untuk Faktor Bottom Folder Posisi M
Posisi M (59.3 mm)
Pisau Bam
Pisau Lama
Astrea llene Arlene Astrea llene Aiiene
2 design 2 design 2 design 2 design 2 design 2 design
Pada tabel diatas terlihat bahwa posisi bottom /older ada pada kondisi M, sedangkan untuk pisau ada dua kondisi dan untuk jenis OPP yang digunakan ada 3 kondisi. Berdasarkan data hasil percobaan menunjukkan
PHS nol ada sebanyak dua design untuk masing-masing kombinasi faktor.
Oleh karena itu jika menggunakan bottom folder pada posisi M maka baik pisau baru maupun pisau lama, baik OPP astrea, ilene ataupun arlene akan menghasilkan jumlah poor heal sealing yang minimal.
3.3.2 Melaksanakan Perbaikan. Perbaikan yang telah dirancang akan diimplementasikan pada mesin packer 33, sesuai dengan judul yang telah diangkat untuk penelitian ini. Jadi mesin packer 33 sebagai contoh pilot project untuk menangani kasus poor heat sealing. Rancangan perbaikan
yang akan diimplementasi di mesin packer 33 adalah sebagai berikut:
Mulai 1 Mei 2002 hingga 15 Mei 2002 penerapan perbaikan yang dilakukan di mesin packer 33 adalah sebagai berikut:
• Bottom folder : kondisi M (59.3 mm)
• Pisau pemotong : lama
• Jenis OPP film : astrea. ilene dan arlene
• Kunci cutting unit : tertutup
Mulai 16 Mei 2002 hingga 14 Juni 2002 penerapan perbaikan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
• Bottom folder : kondisi M (59.3 mm)
• Pisau pemotong : baru
• Jenis OPP film : astrea. ilene dan arlene
• Kunci cutting unit : tertutup
Setelah usaha-usaha perbaikan diterapkan. langkah selanjutnya adalah monitoring liasil. Monitoring yang dilakukan disini adalah dengan
melakukan inspeksi tiap satu jam sekali oleh QC inspector dan juga dengan check sheet tiap 15 menit sekali dan ini dilakiikan oleh operator mesin masing-masing.
3.4 Langkah V: Meneliti Hasil Untuk Kasus Poor Heat Sealing
Tahap meneliti hasil artinya melihat kembali kondisi sebelum adanya perbaikan dan membandingkannya dengan kondisi setelah dilakiikan perbaikan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kemajuan yang telah dicapai. Yang ditinjau disini adalah karakteristik mutu mengenai kemasan OPP film pada pack cigarette di mesin packer 33.
3.4.1 Kondisi Sebelum Perbaikan di Packer 33
Dari data finished product visual defect yang dikumpulkan selama enam bulan terakhir (1 September 2001 hingga 28 Pebruari 2002) ditemukan jumlah pack cigarette yang terkena cacat poor heal sealing ada sebanyak 29 pak dari total inspeksi sebanyak 1667 kali. Jumlah sampel vangdiambil tiap inspeksi adalah 10 pak. Dari hasil perhitungan diperoleh kondisi awalnya sebagai berikut:
• SQL awal = 4,43
• DPMO = 1740
• Cpk = 0.973
• % out of spec - 0.17 %
Perinciau perhitungannya adalah sebagai berikut:
D = 29 pack
U = 10 Pa<*/inSpeksi x 1667 inspeksi = 16.670 Pack.
DvlO6 29x106 DPMO = =^- = = 1740
UxOP 16.670.vl
Berdasarkan Six Sigma Conversion Table:
DPMO = 1589 -» SQL = 4,45 DPMO= 1866 -> SQL = 4,40
DPMO = 1740. SQL-nya diperoleh dengan interpolasi = 4,43 DPU = D/U= 1.74 x 10° ->NilaiZ|.74xio"3 = 2,92
Z "> 91
Cpk = - = — = 0.973 3 3
0 / . t _ 1 o-DI'U _ -O.OHI74 _ n i-7-. o o /
% oirt »/.s/vc = I -e - e = 0,1 7JO %
3.4.2 Kondisi Setelah Perbaikan di Packer 33. Setelah dilakukan perbaikan maka dilakukan monitoring hasil dengan check sheet.
Disamping melakukan monitoring juga dilakukan pembandingan hasil antara kondisi sebelum dan setelah perbaikan. Berdasarkan hasil yang diperoleh mulai tanggal 1 Mei 2002 hingga 14 Juni 2002 diketaluii bahwa jumlah pak yang cacat poor heat sealing ada sejumlah 0 pak dari total inspeksi sebanyak 298 kali. Jumlah sampel yang diambil tiap inspeksi adalah 10 pak. Dari hasil perhitungan diperoleh kondisi setelah perbaikan sebagai berikut:
• SQL akhir = 6 a
• DPMO = 0
• Cpk = 2
• % out of spec = 1 -eD P U = 0 %
Perincian perhitungannya adalah sebagai berikut:
D = 0 pak
U = 10 pak/inspeksi x 298 inspeksi = 2980 pak.
UxOF
Berdasarkan Six Sigma Conversion Table:
DPMO = 0 -» SQL = 6 a DPU = D/U = 0 -^ Nilai Z = 6
% o/// O/A/WC = eD P U - 0 %
3.5 Langkah VI: Standarisasi Untuk Kasus Poor Heat Sealing 3.5.1 Standarisasi Parameter Proses
MACHINE (Mesin)
1. Bottom folder terhadap rotating pocket berjarak 59.3 cm.
2. Pisau pemotong OFF yang dapat digunakan ada dua macam yaitu:
• Pisau yang barn digerinda atau pisau yang umur pakainva kurang dari 2500 jam.
• Pisau yang biasa digunakan di mesin yaitu pisau yang umur pakainva masih kurang dari 2500 jam.
3. Kunci cutting unit OFF film hams tertutup.
4. Kerapatan pocket rotating head harus sesuai jig.
5. Suhu heater 1 5 0 - 160°C
6. Setting posisi heater hams menggunakan jig
7. Setting posisi inner half ring hams menggunakan jig
8. Setting sensor OPP film terhadap OPP top-bottom hams tepat.
MATERIAL (Bahmbaku)
1. Core hams sejajar dengan OPPnya
2. OPP yang dapat digiinakan ada tiga macam yaitu: astrea, ilene dan arlene.
M4/V (Manusia)
1. Setting OPP top dan bottom harus sama/seimbang panjangnya.
2. Mengecek TB yang dimasukkan ke hopper, dimana TB tersebut harus bebas cacat.
3. Mengecek kebersihan lintasan sealing tiap pergantian material 4. Operator packer menjalankan inprocess visual defect inspection
tiap 15 men it.
5. Dilakukan pengecekan terhadap kelayakan pakai pisau setelah pisau tersebut mencapai 2500 jam kerjanya.
6. Penguncian core OPP harus kencang.
METHODS (Melode)
1. Pada form Inprocess Visual Deject Inspection ditambahkan kolom keterangan penyebab defect. Tujuannya adalah untuk memudahkan penelusuran jika terjadi defect dan memudahkan melakukan perbaikan. Oleh karena itu saat ditemukan suatu defect harus dilakukan pencatatan penyebab defect tersebut.
2. Pembersilian yang dilakukan pada lintasan sealing menggunakan kain basah.
ENVIRONMENT (Li n gkun gan)
Faktor lingkungan kebanyakan tidak terlalu berpengaruh terhadap kemunculan cacat poor heat sealing. Salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah suhu ruangan, dijaga sekitar 22°C untuk mempertahankan MC (moisture content) tembakau dan laju mesin dalam kondisi yang optimal.
3.5.2 Standarisasi Hasil. Hasil yang dicapai setelah adanya perbaikan adalah sebagai berikut:
SQL untuk karakteristik mutu kemasan OPP pak rokok = 6 a Cpk = 2
% out of spec = 0 %
Karakteristik mutu kemasan OPP film pada pak rokok dikatakan poor heat sealing jika OPP film tidak melekat dengan baik pada bagian atas. bawah dan samping kemasan. (ni jelas-jelas berpengaruh pada nilai estetikanya.
Jadi jika performance kemasan pak jelek maka pastilah pelanggan tidak akan man beli. Oleh karena itu parameter mutu ini merupakan salah satu parameter mutu yang kritikal. jadi harus diperhatikan.
4. ANALISA BIAYA KUALITAS PADA PROSES MAKER DAN PACKER
4.1 Process Model untuk Maker dan Packer
Gambar process model untuk maker maupun packer dapat dilihat pada Lampiran 17 dan Lampiran 18. Process model menggambarkan suatu proses secara utuh, mulai dari input, output, sumber daya pendukung dan pengontrolnya. Secara garis besar process model untuk kedua proses tersebut mempunyai pola dasar seperti pada Gambar 2.3 halaman 28.
Pada Lampiran 20-21 dapat dilihat tabel cost model untuk maker maupun packer. Tabel tersebut mencantumkan aktivitas-aktivitas beserta biaya-biaya yang terkait dengan proses di maker maupun packer. Selain itu tabel-tabel ini juga dilengkapi keterangan tiap-tiap aktivitas yang ada tergolong COC atau CONC.
4.2 Perhitungan Biaya
Untuk perhitungan biaya hanya dibatasi pada biaya-biaya yang mengalami perubahan saja, sedangkan biaya-biaya yang tetap (fixedcost) akan dianggap sebagai faktor yang konstan. Perhitungan biaya kualitas disini hanyalah untuk membartdingkan sejauh mana perbedaan biaya yang dikeluarkan untuk kondisi sebelum dan setelah adanya perbaikan.
a. Proses Maker
Biaya-biaya yang mengalami perubahan setelah adanya improvement oleh LST Team adalah pada aktivitas ke-14. 15 dan 17. Untuk perhitungan yang berkaitan dengan proses maker maka hal yang perlu diperhatikan antara kondisi sebelum dan setelah perbaikan adalah besarnya persen defect. Dari data sebelum perbaikan (1 September 2001 sampai dengan 28 Pebruari 2002) diketahui bahwa persen defect
untuk kasus LST adalah sebesar 11,76% (117.600 unit). Dan setelah perbaikan, berdasarkan data tgl. 13 Mei 2002 sampai dengan 14 Juni 2002 diketahui bahvva pcrsen defectnya menjadi 0 % (3 unit). Patokan yang digunakan adalah jumlah yang diproduksi sebesar 1.000.000 unit.
Point 14: Penyudetan terhadap waste cigarette.
Biaya-biaya yang terkait disini adalah biaya petugas reclaim, biaya listrik dan biaya material.
• Sebelum perbaikan: D = 117.600 cig
Kapasitas mesin penyudet: 24.000cig/jam, jadi jika ada 1 17.600 cig yang akan disudet berarti membutuhkan waktu 4,9 jam. Biaya seorang petugas reclaim - Rp 3.125,00/jam. Biaya petugas reclaim yang dikeluarkan untuk menyudet 117.600 cig adalah Rp. 3.125.00 x 4.9 jam = Rp. 15.312.50. Pemrosesan 10.000 cig oleh mesin penyudet cigarette membutuhkan 30 Kwh. Jadi jika 117.600 cig akan menghabiskan 352,8 Kwh. Biaya listrik/Kwh = Rp. 2000,00. Jadi biaya listrik yang dikeluarkan sebelum perbaikan = Rp 529.200.00.
Biaya material yang terbuang karena defect ini adalah biaya yang berkaitan dengan cig.paper, filter, tern, dan tipping paper. Biaya material untuk I stick cigarette (tanpa termasuk tembakau) adalah Rp.100.00. Jika defectnya. 117.600 cig maka biaya material yang terbuang adalah 1 1 7.600 cig x Rp. 100,00 = Rp. I 1.760.000.00.
• Setelah perbaikan: D = 3 cig
Tiga cig. hanya membutuhkan waktu 0.000125 jam untuk menyudetnya. Biaya seorang petugas reclaim = Rp 3.l25,-/hari. Biaya
netugas reclaim yang dikeluarkan untuk menyudet 3 cig adalah Rp 3.125,-/hari x 0,000125 jam = Rp. 0,39. Proses penyiidetan 10.000 cig oleh mesin penyudet cigarette akan menghabiskan 30 Kwh. Jadi jika hanya ada 3 cig akan menghabiskan 0,0003 Kwh. Biaya listrik/Kwh = Rp. 2000,00. Jadi biaya listrik yang dikeluarkan setelah perbaikan = Rp 0,60. Biaya material yang terbuang karena defect ini adalah biaya yang berkaitan dengan cig.paper, filer, lem, dan tipping paper. Biaya material untuk 1 stick cigarette (tanpa termasuk tembakau) adalah Rp.100,-. Jika defectnya 3 cig maka biaya material yang terbuang adalah 3 cig x Rp. 100,- = Rp. 300,00.
Point 15: Pengiriman cigarette yang d'ireject ke bagian reclaim.
• Sebelum perbaikan: D = 117.600 cig
Biaya sewa truk/hari = Rp 200.000.00. Rata-rata sebuah truk dapat mengangkut sebanyak 500.000 cig/hari, jadi jika ada 1 17.600 cig yang diangkut akan membutuhkan waktu 0,2352 hari. Total biaya truk sebelum perbaikan adalah sebesar Rp. 47.040,00.
Biaya sewa forklift/hari = Rp. 70.000,00. Rata-rata sebuah forklift dapat mengangkut sebanyak 50.000 cig/hari, jadi jika ada 1 17.600 cig membutuhkan waktu 2,352 hari untuk tnengangkutnya. Total biaya forklift sebelum perbaikan sebesar Rp 164.640,00.
Biaya petugas rejector/han = Rp 25.000,00. Seorang petugas rejector dapat mereject 50.000 cigarette dalain sehari. Jika ada 117.600 cig membutuhkan 2,352 hari untuk merejectnya. Total biaya petugas rejector sebelum perbaikan adalah sebesar Rp 58.800.00.
• Setelah perbaikan: D = 3 cig
Biaya sewa truk/hari = Rp 200.000,00. Rata-rata sebuah truk dapat mengangkut sebanyak 500.000 cig/hari, jadi jika ada 3 cig yang diangkiit akan membutuhkan waktu 6.10"6 hari. Total biaya truk sebelum perbaikan adalah sebesar Rp 3,00.
Biaya sewa forklift/hari = Rp 70.000,00. Rata-rata sebuah forklift dapat mengangkut sebanyak 50.000 cig/hari, jadi jika ada 3 cig membutuhkan waktu 6.100 hari untuk mengangkutnya. Total biaya forklift sebelum perbaikan sebesar Rp 4,20.
Biaya petugas rejector/hari = Rp 25.000,00. Seorang petugas rejector dapat mereject 50.000 cigarette dalam sehari. Jika ada 3 cig membutuhkan 6.10"5 hari untuk merejectnya. Total biaya petugas rejector sebelum perbaikan adalah sebesar Rp 1,50.
Point 17: Pelaksanaan proyek perbaikan
• Sebelum perbaikan:
Biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan aktivitas ini sebelum perbaikan dilakukan sama dengan nol.
• Setelah perbaikan:
Biaya modifikasi mesin terdiri dari modifikasi support preheater dan rubber roll tipping lifter. Biaya modifikasi support preheater sebesar Rp 25.000.- dan biaya modifikasi rubber roll tipping lifter sebesar Rp 20.000,-. Jadi total biaya untuk modifikasi mesin sebesar Rp 45.000.- Jani kerja yang dipakai team keperluan improvement project adalah sekitar 24 jam selama 3 bulan ini. Orang-orang yang terlibat dalam
LST team ini ada 7 orang. Biaya tenaga kerja/orang/jam = Rp 3125,-.
Jadi biaya yang berkaitan dengan waktu yang dipakai untuk perbaikan ini adalah Rp. 3.125,00/orang/jam x 7 orang x 24 jam = Rp 525.000,00.
b. Proses Packer
Biaya-biaya yang mengalami pembahan setelah adanya improvement oleh PHS Team adalah pada point aktivitas ke-10 dan 11. Untuk perhitungan yang berkaitan dengan proses packer, hal yang perlu diperhatikan antara kondisi sebelum dan setelah perbaikan adalah besarnya persen defect. Dari data sebelum perbaikan (1 Sept 2001 s/d 28 Pebr 2002) diketahui bahvva persen defect untuk kasus PHS adalah sebesar 3,94% (39.400 unit). Dan setelah perbaikan, berdasarkan data tgl. 1 Mei 2002 s/d 14 Juni 2002 diketahui bahvva persen defectnya menjadi 0% (3 unit). Patokan yang digunakan adalah jumlah yang diproduksi 1.000.000 pak. Dari satu juta unit yang diproduksi. jika semula ada 39.400 pak yang deject menjadi 3 pak saja yang defect.
Point 10: Pelepasan OPP film yang poor heut sealing
• Sebelum perbaikan: D = 39.400 pak
Biaya petugas rework /hari = Rp 25.000.00. Petugas rework dapat melepasi OPP film sekitar 15.000 pak sehari. Jika ada 39.400 pak maka dibutuhkan 2.63 hari untuk melepasi pak OPP film yang defect tersebut.
Total biaya petugas rework sebesar Rp 65.750.00.
Biaya material yang terbuang karena kasus poor heat sealing adalah OPP filttmya. Harga OPPfi/m untuk I pak rokok adalah sebesar Rp 10,-.