• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS KEGIATAN FOTOKOPI BUKU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS KEGIATAN FOTOKOPI BUKU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA SKRIPSI"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh : Joseph Tambunan

150200500

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Joseph Tambunan

NIM : 150200500

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN (BW)

Judul Skripsi : Perlindungan Hak Cipta Atas Kegiatan Fotokopi Buku Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Dengan ini menyatakan:

1. Skripsi yang saya tulis ini adalah benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terjadi di kemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan seharusnya tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Februari 2019

Joseph Tambunan Nim. 150200500

(4)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HAK CIPTA ATAS KEGIATAN FOTOKOPI BUKU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

HAK CIPTA Joseph Tambunan *

Prof. Dr. OK. Saidin,SH., M.Hum. **

Syamsul Rizal,SH., M.Hum ***

Buku merupakan kebutuhan utama bagi semua manusia, termasuk bagi pelajar, mahasiswa, dan dosen dalam proses pembelajaran. Buku sebagai objek dari Hak Kekayaan Intelektual seseorang. Perlindungannya diatur dalam perundang-undangan. Perundang-undangan yang paling baru terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Maraknya kegiatan fotokopi buku ataupun penggandaan buku secara ilegal yang dilakukan oleh masyarakat luas yang berkepentingan untuk mendapatkan akses memanfaatkan karya cipta tersebut secara komersial.

Adapun permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana pengaturan hak cipta di Indonesia, bagaimana perlindungan hukum kepada pencipta buku atas kegiatan fotokopi buku atau penggandaan buku, dan bagaimana akibat hukum terhadap kegiatan fotokopi buku atau penggandaan buku menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.

Metode penelitian yang digunakan dalam menyelesaikan skrispsi ini adalah hukum normatif dan hukum empiris. Jenis sumber data untuk penulisan skripsi adalah data primer dan data sekunder.

Undang-Undang Hak Cipta tahun 2014 ini memberikan perlindungan kepada pencipta atau pemegang Hak Cipta terhadap maraknya kegiatan fotokopi buku atau penggandaan buku yang dilakukan oleh masyarakat. Pencipta mempunyai hak eksklusif, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta, sedangkan Pemegang Hak Cipta yang bukan Pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi. Undang-Undang Hak Cipta 2014 ini menyatakan larangan kepada setiap orang bahwa dilarang menggandakan ciptaan secara komersial tanpa izin pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

Kata Kunci : Perlindungan Hak Cipta, Fotokopi, Buku

* Joseph, Mahasiswa fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** OK. Saidin, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Syamsul Rizal, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat mengikuti perkuliahan dan mampun menyelesaikan tugas skripsi ini. Skripsi ini disusun agar memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Perdata BW di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam hal ini penulisan skripsi ini berjudul “Perlindungan Hak Cipta Atas Kegiatan Fotokopi Buku Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta”. Penulis menyadari bahwasannya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstrukstif untuk mendekati kesempurnaan didalam skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada seluruh pihak yang secara langsung ataupun yang tidak langsung telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini maupun selama penulis menempuh perkuliahan, khususnya kepada:

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Saidin, SH, M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

(6)

Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Rosnidar Sembiring, SH., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Syamsul Rizal, SH., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Saidin, SH., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan banyak waktu untuk membantu dalam penyempurnaan skripsi ini dan memberikan banyak masukan serta bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Syamsul Rizal, SH., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktu untuk membantu dalam penyempurnaan skripsi ini dan memberikan banyak masukan serta bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada seluruh Dosen, Staf Administrasi dan Pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada Kedua Orang Tua, Abang dan Adik saya yang selalu memberi dukungan, motivasi serta doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada Theo, Priscilla, Neysa, Indira, Maulana, Deby, Khumairah, Rahmad, Gabriela, Indri, Tommy Squad, Obadiah, yang selalu memberi dukungan, motivasi serta doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(7)

10. Kepada teman-teman stambuk 015 yang tidak bisa disebutkan penulis satu persatu, terima kasih atas dukungan dan motivasinya sehingga terselesaikan skripsi ini.

Maupun kalimat yang disebutkan oleh keterbatasan dan kekurangan dan kesalahan baik isi maupun kalimat yang disebabkan oleh keterbatasan dan kekurangan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini.

Penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan pembaca. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan semoga apa yang telah kita lakukan mendapat rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Februari 2019 Penulis,

Joseph Tambunan 150200500

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI……….…… v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan... 10

C. Tujuan Penulisan... 10

D. Manfaat Penulisan... 10

E. Keaslian Penulisan... 11

F. Metode Penelitian... 12

G. Sistematika Penulisan... 14

BAB II PENGATURAN HAK CIPTA DI INDONESIA ... 16

A. Konsep Dasar Hak Cipta ... 16

B. Pengaturan Hak Cipta Di Indonesia ... 25

C. Penerapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Dalam memberi Perlindungan Hukum Bagi Penciptanya ... 35

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA PENCIPTA BUKU ATAS KEGIATAN FOTOKOPI ATAU PENGGANDAAN BUKU ... 44

A. Pengertian Perlindungan Hukum ... 44

B. Perlindungan Hak Cipta Atas Buku ... 51

C. Perlindungan Hukum Yang Diberikan Kepada Pencipta Atas Hak Cipta Dalam Tindakan Fotokopi Atau Penggandaaan Buku ... 55

(9)

BAB IV AKIBAT HUKUM TERHADAP KEGIATAN FOTOKOPI

ATAU PENGGANDAAN BUKU ... 62

A. Pengaturan Hak Cipta Dalam Tindakan Fotokopi Atau Penggandaan Buku ... 62

B. Sanksi Terhadap Tindak Pidana Di Bidang Hak Cipta ... 67

BAB V PENUTUP ... 78

A. Kesimpulan... 78

B. Saran... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81 LAMPIRAN

A. Daftar Kuesioner Pada Pihak Pemakai Buku Hasil Fotokopi

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengaruh perkembangan teknologi sangat besar terhadap kehidupan sehari-hari dan dalam beberapa dekade terakhir ini, perkembangan tersebut sangat pesat. Perkembangan itu tidak hanya di bidang teknologi tinggi, seperti komputer, elektro, telekomunikasi dan bioteknologi, tetapi juga di bidang mekanik, kimia atau lainnya. Bahkan, sejalan dengan itu makin tinggi pula kesadaran masyarakat untuk meningkatkan pendayagunaan teknologi yang sederhana. Perkembangan teknologi yang pesat ini sangat tidak terlepas dari kebutuhan masyarakat yang ingin memperoleh informasi secara cepat untuk mempermudah kegiatan sehari- hari, sejalan dengan perkembangan teknologi tersebut maka muncullah hak atas kekayaan intelektual.

Kemampuan intelektual masyarakat yang dapat melahirkan suatu karya yang baik, baik itu karya seni maupun sastra diantaranya seperti karya menciptakan sebuah buku yang dapat memberikan informasi atau pemahaman ilmu yang mendalam. Proses lahirnya sebuah karya tidaklah mudah, membutuhkan banyak pengorbanan.

Baik dari segi waktu, pikiran, tenaga, bahkan pengeluaran biaya sekalipun yang tentunya tidak sedikit. Maka dari itu pencipta harus bisa melahirkan suatu karya yang bisa menuangkan inspriasinya dalam karya ciptaannya berdasarkan

(11)

kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

Hak atas kekayaan intelektual adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar, hasil kerjanya itu berupa benda immaterial atau benda tidak berwujud. 1 Hukum Kekayaan Intelektual sebagai benda bergerak yang tidak berwujud dan memiliki nilai ekonomis, tentunya HKI juga dapat dijadikan sebagai jaminan dalam perjanjian Hutang-piutang. Undang-Undang Hak Cipta yang lama tidak mengatur terkait HKI dapat dijadikan sebagai jaminan.

Namun dalam perubahan yang baru yaitu UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta telah mengatur bahwa hak cipta dapat dijadikan objek jaminan fidusia.

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan atas benda melalui kepercayaan, sedangkan benda tetap dalam penguasaaan pemilik benda. Jika hak cipta dapat dijadikan jaminain fidusia, maka tentunya juga akan melibatkan, penerbit, lembaga manajemen kolektif, pencipta, pemilik hak cipta, dan penerima jaminan fidusia.2

Hak Kekayaan Intelektual pada umumnya berhubungan dengan perlindungan penerapan ide dan informasi yang memiliki nilai komersial,3 kemampuan intelektual manusia yang timbul atau lahir menghasilkan karya-karya intelektual berupa; pengetahuan, seni, sastra, teknoligi, dimana dalam mewujudkan membutuhkan pengorbanan tenaga, waktu, biaya, dan pikiran.

1 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Cetakan ke 4, Jakarta, PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2004, hlm 9.

2 Khoirul Hidayah, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Malang, Setara Press, 2017, hlm 3.

3 Tim Lindsey dkk, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, PT Alumni, 2006, hlm 3.

(12)

Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya intelektual tersebut menjadi memiliki nilai.4 Hak kekayaan intelektual akhir-akhir ini begitu sering terdengar di telinga kita, seolah sudah tidak asing lagi.

Hak Kekayaan Intelektual dapat dianggap sebagai aset yang bernilai, hal ini dikarenakan karya-karya intelektual dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, atau teknologi yang dilahirkan dengan pengorbanan tenaga, waktu dan biaya, menjadikannya berharga dan bernilai. Manfaat ekonomis yang dapat dinikmati dan nilai ekonomis yang melekat memunculkan konsep property terhadap karya-karya intelektual tersebut.5

Perkembangan hak kekayaan intelektual itu sendiri memang sudah terdengar oleh kita dari beberapa waktu yang lalu. Hal ini paling tidak merupakan sebuah indikasi awal bahwa HKI mengalami perkembangan yang signifikan sebagai sebuah fenomena baru yang mencoba memberikan nuansa baru dalam kerangka pengaturan dibidangnya.6 Pengelompokan Hak Atas Kekayaan Intelektual dapat dikategorikan dalam beberapa kelompok, antara lain hak cipta (copy rights) dan hak milik perindustrian (industrial property rights).7

Dalam perkembangannya karya cipta yang bersumber dari hasil kreasi akal dan budi manusia tersebut telah melahirkan suatu hak yang disebut dengan hak cipta (copy right), yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang antara lain terdiri dari buku, program komputer,

4 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2005, hlm 31.

5 Khoirul Hidayah, Op.Cit, hlm 3.

6 Arif lutviansori, hak cipta dan perlindungan folklore di Indonesia, Graha Ilmu 2010, hlm 27.

7 OK. Saidin, Op.Cit., hlm 9.

(13)

ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu, serta hak terkait dengan hak cipta. Bagi dunia usaha, karya-karya tersebut dapat disebut sebahai aset perusahaan.8

Indonesia menjadi negara terbesar keempat dalam tingginya angka pembajakan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Kerugian dari kasus pembajakan software saja bisa mencapai Rp. 65,1 triliun. Berdasarkan lembaga pengawasan dari Amerika Serikat yakni USTR (United States Trade Representative), Indonesia masuk dalam negara empat besar dalam tingginya angka pembajakan di dunia,9 kementerian hukum dan hak asasi manusia (kemenkumham) melalui Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual (Ditjen KI) terus berupaya memberikan jaminan kepastian hukum bagi pemilik Hak kekayaan intelektual, salah satunya adalah melakukan penguatan fungsi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam proses penegakan hukum KI.10

Hukum memberi jaminan tetap terpeliharanya kepentingan masyarakat, jaminan ini tercermin dalam sistem Hak Kekayaan Intelektual yang berkembang dengan menyeimbangkan antara dua kepentingan yaitu pemilik hak cipta dan kepentingan umum.11 Dalam kepemilikan terhadap hak cipta, hukum bertindak dan menjamin pencipta untuk menguasai dan menikmati secara eksklusif hasil karyanya itu dan jika perlu dengan bantuan negara untuk penegakan hukumnya.12

8 Tim Lindsey dkk, Op.Cit., hlm 96.

9 https://www.liputan6.com/news/read/2527345/pembajakan-hak-intelektual-di-indonesia-masuk- 4-besar-dunia , diakses pada tanggal 10 November 2018, pukul 15.00.

10https://news.okezone.com/read/2017/11/16/337/1815394/kemenkumham-serius-tangani- pelanggaran-hak-kekayaan-intelektual , diakses pada tanggal 10 November 2018, pukul 15.05.

11 Tim Lindsey dkk, Op.Cit., hlm 90.

12 Ibid

(14)

Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum adalah merupakan kepentingan pemilik Hak Cipta baik secara individu maupun kelompok sebagai subjek hak. Hak cipta adalah sejenis kepemilikan pribadi atas suatu ciptaan yang berupa perwujudan dari suatu ide pencipta di bidang seni, yang berupa perwujudan dari suatu ide pencipta di bidang seni, sastra, dan ilmu pengetahuan13. Salah satu ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra adalah buku.

Keberadaan buku merupakan kebutuhan utama bagi masyarakat baik itu dalam proses belajar mengajar, maupun sebagai sarana untuk peningkatan karir dan jabatan. Bila dicermati, lahirnya satu buku sampai pada format yang dapat digunakan oleh masyarakat tidaklah sederhana. Proses pembuatan suatu buku dibutuhkan banyak modal dan sumber daya manusia, baik itu penerbit, distributor, dan pengedar kesemuanya yang bersinergi untuk mewujudkan buku tersebut.

Maka sepatutnya lah hasil karya cipta intelektual manusia tersebut diberikan perlindungan hukum yang memadai.

Perlindungan hukum terhadap HKI pada dasarnya berintikan pengakuan terhadap hak atas kekayaan dan hak untuk menikmati kekayaan itu dalam waktu tertentu, artinya selama waktu tertentu pemilik atau pemegang hak atas HKI dapat mengizinkan ataupun melarang orang lain untuk menggunakan karya intelektualnya.14 Salah satu bentuk pelanggaran terhadap buku adalah fotokopi buku atau penggandaan buku, penggandaan buku ini sudah sering terjadi di

13 Ibid 96

14 Denny Kusmawan, Perlindungan Hak Cipta Atas Buku, Perspektif Volume XIX No. 2 Tahun 2014 Edisi Mei, hlm 138

(15)

tengah masyarakat. Buku-buku yang sering sekali digandakan adalah buku-buku referensi, kamus, dan buku-buku teks popular. Penggandaan buku menempati urutan ke-3 setelah pembajakan terhadap software dan music.

Pelanggaran karya cipta buku dengan cara digandakan baik menggunakan peralatan modern maupun tradisional mulai eksis, bahwa dalam pelanggaran suatu karya cipta lahir jika terdapat pihak-pihak lain tidak menjalankan apa yang telah menjadi hak eksklusif pencipta yang salah satunya adalah hak ekonomi. Selain itu, bisa juga dianggap pelanggaran terhadap karya cipta buku jika pihak lain menggandakan buku secara besar-besaran tanpa penggunaan dan pembatasan yang wajar.15

Pada dasarnya, pelanggaran hak cipta terjadi apabila materi hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dan harus ada kesamaan antara dua karya yang ada.

Si penuntut harus membuktikan bahwa karyanya ditiru atau dilanggar atau dijiplak, atau karya lain tersebut berasal dari karya ciptaan yang telah dilindungi hak cipta telah dikopi. Tugas pengadilannlah untuk menilai dan meneliti apakah bagian yang digunakan tersebut penting, memiliki unsur pembeda atau bagian yang mudah dikenali. Substansi dimaksudkan sebagai bagian yang penting bukan bagian dalam jumlah besar. Demikian pula, patut dipertimbangkan keseimbagan hak atau kepentingan antara pemilik dan masyarakat/sosial.16

15 Vina Maulani, Perlindungan Hak Ekonomi Pencipta Buku Terhadap Budaya Hukum Right To Copy Dengan Mesin Fotokopi (Analisis Yuridis Pasal 9, 10, 87, 44 huruf a Undang- Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dan Konvensi Berne), Artikel Ilmiah Univ Brawijaya FH.

Malang 2015, hlm 4-5.

16 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights Kajian Hukum Terhadap Ha katas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2005, hlm6.

(16)

Seorang pemegang hak cipta yaitu pengarang itu sendiri, memiliki suatu kekayaan intelektual yang bersifat pribadi dan memberikan kepadanya sebagai pencipta untuk mengeksploitasi hak-hak ekonomi dari suatu ciptaan yang tergolong dalam bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan. 17 Hak cipta didefenisikan sebagai hak eksklusif bagi para pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberikan izin kepada pihak lain untuk melakukan hal yang sama dalam batasan hukum yang berlaku, yang penting untuk diingat adalah hak tadi mengizinkan pemegang hak cipta untuk mencegah pihak lain memperbanyak tanpa izin.

Dengan kata lain, karya tersebut haruslah dihasilkan oleh orang yang mengakui karya tersebut sebagai karangan atau ciptaannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum adalah merupakan kepentingan pemilik hak cipta baik secara individu maupun kelompok sebagai subjek hak, untuk membatasi penonjolan kepentingan individu, hukum memberikan jaminan tetap terpeliharanya kepentingan masyarakat. 18

Buku sebagai salah satu objek dari Hak Kekayaan Intelektual seorang pencipta, yang mana perlindungannya diatur dalam perundang-undangan yaitu Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014. Dalam menentukan terjadinya pelanggaran, undang-undang hak cipta telah menetapkan peraturan terhadap seseorang yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan. Salah satu bentuk

17 Tim Lindsey dkk, Op.Cit., hlm 96.

18 Ibid, hlm 90.

(17)

pelanggaran yang dilakukan seseorang yaitu pemfotokopian buku atau penggandaan buku yang kemudian diperjualbelikan.

Kegiatan seseorang yang melakukan penggandaan buku yang dibuat lebih dari satu salinan untuk dikomersialkan bertentangan akan dikenakan sanksi dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, pada dasarnya hak cipta sendiri memberikan perlindungan terhadap ciptaan yaitu hasil karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan.

Penggandaan buku yang dilakukan tanpa izin pencipta secara komersial akan dipidana penjara paling lama 4 (empat) dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) diatur dalam Pasal 113 (3) dan Pasal 10 UUHC mengatur tentang barangsiapa mengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya.

Definisi Penggandaan ada didalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta menyatakan “Penggandaan adalah proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan Ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara” penggandaan buku atau fotokopi buku ini sering kali dilakukan dikalangan pelajar karena harganya yang jauh lebih murah dari pada buku asli.19

Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Hak Cipta memang menyebutkan,

“setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang

19 http://www.sindikat.co.id/blog/apakah-penggandaan-buku-fotokopi-melanggar-hak-cipta , diakses tanggal 10 november 2018, pukul 15.30.

(18)

melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan”. Akan tetapi pada Pasal 44 ayat (1) memberikan pengecualian dimana penggandaan untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta diperbolehkan.

Pasal 46 ayat (1) UUHC menegaskan bahwa “Penggandaan untuk kepentingan pribadi atas ciptaan yang telah dilakukan pengumuman hanya dapat dibuat sebanyak 1 (satu) salinan dan dapat dilakukan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta” penggandaan atas ciptaan yang telah dilakukan pengumuman hanya dapat dibuat sebanyak 1 (satu) salinan. Namun pada pasal 46 ayat (2) mengatur yang tidak mencakup atas penggandaan untuk kepentingan pribadi, terdiri dari :

1. karya arsitektur dalam bentuk bangunan atau konstruksi lain;

2. seluruh atau bagian yang substansi dari suatu buku atau notasi muik;

3. seluruh atau bagian

Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi problematika adalah kurangnya penegakan hukum terhadap kegiatan penggandaan buku atau fotokopi buku yang terjadi di dalam kegiatan sehari-hari. Sehingga penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian dengan judul, Perlindungan Hak Cipta Atas Kegiatan Fotokopi Buku Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

(19)

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai hal-hal sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hak cipta di Indonesia ?

2. Bagaimana perlindungan hukum kepada pencipta buku atas kegiatan fotokopi atau penggandaan buku ?

3. Bagaimana akibat hukum terhadap kegiatan fotokopi atau penggandaan buku ? C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. untuk mengetahui pengaturan hak cipta di Indonesia dalam menyikapi masalah kegiatan fotokopi buku atau penggandaan buku

2. untuk mengetahui perlindungan hukum apa saja yang diberikan pemerintah kepada pencipta buku

3. untuk mengetahui apa akibat hukum ataupun sanksi terhadap pelaku fotokopi buku atau penggandaan buku.

D. Manfaat penulisan

Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penulisan ini adalah : 1. Manfaat teoritis

a) Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat agar mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum dalam hal penegakan hukum bagi pelaku fotokopi buku atau penggandaan buku.

b) Sebagai landasan untuk penelitian lebih lanjut bagi mereka yang tertarik untuk mengkaji mengenai Hak Kekayaan Intelektual khususnya Hak Cipta atas Kegiatan Fotokopi Buku atau Penggandaan Buku.

2. Manfaat Praktis

(20)

a) Bagi penulis, diharapkan dapat digunakan sebagai pengembangan penalaran, membentuk pola piker dinamis, sekaligus untuk mengembangkan pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam mengkritisi persoalan-persoalan hukum yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap permasalahan mengenai Hak Cipta.

b) Bagi pemerintah, diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan untuk penyusunan produk hukum kaitannya dalam perlindungan Hak Cipta.

c) Bagi masyarakat, dapat dijadikan sebagai ilmu pengetahuanan dan diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti, juga untuk menyadarkan masyarakat agar dapat menyadari bahwa kegiatan fotokopi buku adalah perbuatan melanggar hukum.

E. Keaslian Penulisan

Penulisan ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Perlindungan Hak Cipta Atas Kegiatan Fotokopi Buku Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta”

belum pernah dilakukan oleh penelitian lain sebelumnya. Sehingga penelitian ini adalah asli.

F. Metode Penulisan

Penulisan harus dilakukan secara sistematis dan teratur agar data yang diperoleh valid dan akurat, sehingga metode yang dipakai sangatlah menentukan. Metode penelitian yaitu urutan-urutan bagaimana penelitian itu dilakukan. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

(21)

Dalam penelitian ini penulis melakukan dua jenis penelitian hukum, yaitu penelitian hukum normatif dan empiris.

Penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Pada penelitian hukum jenis ini, hukum sering dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law on book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan

perilaku manusia yang dianggap pantas. Penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penulisan skripsi penulis.

Penelitian hukum empiris, yaitu penelitian hukum yang memperoleh datanya dari data primer atau data yang diperoleh langsung dari masyarakat. Penelitian ini memberikan gambaran secara jelas, lengkap, dan teliti.

2. Sumber data

Jenis sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder yang diperoleh melalui bahan kepustakaan. Adapun data-data sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a) Bahan hukum primer, data primer dalam penelitan hukum adalah data yang diperoleh terutama dari hasil penelitian empiris. Sumber data primer yaitu data yang diambil dari melakukan kuesioner, juga berbagai dokumen perundang- undangan yang tertulis yang ada dalam dunia Hak Cipta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 serta peraturan perundang-undangan lain dibawah undang-undang.

b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer terdiri dari buku-buku, laporan, jurnal/artikel ilmiah, serta berbagai hasil penemuan ilmiah yang berkaitan dengan pembahasan.

(22)

c) Bahan hukum tersier atau bahan penunjang, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik pengumpulan data

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dan mempergunakan data sekunder, maka pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research) serta dibantu dengan media elektronik yakni internet, yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada relevan nya dengan permasalahan penelitian. Teknik pengolahan data dilakukan dengan menganalisis semua bahan hukum yang ada secara kualitatif untuk selanjutnya dikonstruksikan dalam bentuk kesimpulan.

4. Analisa data

Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.20Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai

20 Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002, Hal.103.

(23)

dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan rangkaian urutan dari beberapa uraian suatu sistem penulisan dalam suatu penulisan karya ilmiah. Untuk memudahkan dalam pemahaman materi, sistematika penulisan dibagi ke dalam lima bab dengan beberapa sub bab di dalamnya. Sistematika penulisan skripsi ini tersusun, yaitu sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN HAK CIPTA DI INDONESIA

Pada bab ini akan dibahas tentang konsep dasar hak cipta, pengaturan hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, juga penerapan Undang-Undang Hak Cipta dalam memberi perlindungan hukum bagi penciptanya.

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA PENCIPTA BUKU ATAS KEGIATAN FOTOKOPI ATAU PENGGANDAAN BUKU

Pada bab ini akan dibahas tentang pengertian perlindungan hukum, menjelaskan perlindungan hak cipta atas buku, juga menjelaskan perlindungan hukum yang diberikan kepada pencipta atas hak cipta dalam tindakan fotokopi atau penggandaan buku.

(24)

BAB IV AKIBAT HUKUM TERHADAP KEGIATAN FOTOKOPI ATAU PENGGANDAAN BUKU

Pada bab ini akan dibahas tentang pengaturan hak cipta dalam tindakan fotokopi buku atau penggandaan buku, juga menjelaskan sanksi terhadap tindak pidana di bidang hak cipta.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran atas pembahasan yang telah diulas dalam bab-bab sebelumnya dan juga berisi kesimpulan atas permasalahan yang terjadi.

(25)

BAB II

PENGATURAN HAK CIPTA DI INDONESIA

A. Konsep Dasar Hak Cipta

Sejarah perkembangan hukum tentang Hak Cipta di Indonesia menunjukkan bahwa perlindungan secara hukum terhadap hak cipta di Indonesia baru mulai zaman pemerintahan Hindia Belanda. Pada masa–masa kerajaan sebelum Belanda masuk ke Indonesia, tidak ada referensi yang menginformasikan bahwa masalah Hak Cipta pernah diatur dalam hukum. Sementara bila ditelusuri pengaturan hak cipta di Kerajaan Belanda, mereka sudah memiliki Undang- Undang Hak Cipta pada akhir abad XVIII, yang dibuat berdasarkan Undang- Undang Hak Cipta Perancis 1793.21

Kemudian Belanda memperbarui Undang-Undang Hak Ciptanya pada tanggal 1 November 1912 yang disebut Auteurswet 1912. Di Hindia Belanda (Indonesia) sebagai daerah jajahan Kerajaan Belanda juga diberlakukan Auteurswet 1992 dengan Staatsblad 1912 No. 600. Dengan demikian pula Konvensi Bern, pada tanggal 1 Agustus 1931 dinyatakan berlaku untuk wilayah Hindia Belanda dengan Staatsblad 1931 No. 325, dan Konvensi Bern yang dinyatakan berlaku itu adalah menurut teks yang telah direvisi di Roma pada tanggal 2 Juni 1928.22

21 Bernard Nainggolan, Komentar Undang-Undang Hak Cipta, Bandung PT Alumni, 2016, hlm 3.

22 Ibid, hlm 4.

(26)

Setelah Indonesia merdeka, Auteursweet (Staatsblad 1912 No. 600) dan Konvensi Bern (Staatsblad 1931 No. 325) tetap berlaku. Walaupun Indonesia pernah mengalami beberapa perubahan Undang-Undang Dasar atau Konstitusi.

Negara kita baru mempunyai peraturan hak cipta nasional setelah 37 tahun merdeka, yaitu dengan dibentuknya Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Undang-Undang tersebut pada prinsipnya peraturannya sama dengan Auteurswet 1912 dan disesuaikan dengan keadaan Indonesia pada saat itu. Dengan berlakunya UU No. 6 Tahun 1982 tersebut, maka Auteurswet 1912 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Dengan adanya perkembangan baru setelah diundangkannya Undang- Undang Hak Cipta 1982, ternyata banyak dijumpai terjadinya pelanggaran hak cipta, terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan. Dari laporan masyarakat, terutama dari masyarakat yang tergabung dalam berbagai asosiasi profesi yang erat hubungannya dengan hak cipta dibidang lagu atau music, buku, film, rekaman video serta komputer, menyatakan bahwa pelanggaran hak cipta telah berlangsung dari waktu ke waktu. Pembajakan ini semakin meluas dan telah mencapai tingkat yang membahayakan dan dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat serta mengurangi kreativitas mencipta.23

Maka diperlukan penyempurnaan atas undang-undang hak cipta 1982 tersebut, maka pada tanggal 23 September 1987 Pemerintah atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, diundangkanlah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Indonesia Nomor 6 Tahun 1982

23 Rooseno Harjowidigdo, Mengenal Hak Cipta Indonesia, Jakarta, Pustaka Sinar Haapan, 1998, hlm 16.

(27)

tentang Hak Cipta, melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 42. Undang-undang ini diharapkan dapat lebih melindungi pencipta dan pemegang hak cipta sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. 24

Namun undang-undang no 7 tahun 1987 ini tidak mengubah seluruh pasal- pasalnya melainkan hanya mengubah sebagian pasal-pasal dari Undang-undang nomor 6 Tahun 1982. Pasal-pasal yang tidak diubah dalam UU No. 6 Tahun 1982 masih tetap berlaku. 25Sasaran perubahan undang-undang ini adalah untuk lebih meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan hak cipta di Indonesia yang diharapkan dapat memberikan dorongan kepada para pencipta untuk lebih giat lagi dalam mencipta karya-karya mereka, khususnya di bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Sama dengan perubahan sebelumnya, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 ini juga mengalami perubahan. Perubahan kali ini lebih mengarah pada tuntutan yang harus dipenuhi oleh Indonesia karena keikutsertaannya dalam GATT yang kemudian meghasilkan TRIPs, sehingga penyempurnaan undang- undang hak cipta Indonesia dilakukan untuk menyesuaikan dengan TRIPs ini karena partisipasi Indonesia ke dalam anggota WTO yang memberikan konsekuensi terhadap Indonesia untuk melakukan penyesuaian peraturan perundang-undangan nasional HKI dengan persetujuan internasional tersebut, maka lahirlah Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997. 26

24 Ibid

25 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm 6

26 Arif Lutviansori, Op.Cit., hlm 65

(28)

Meskipun Undang-undang Hak Cipta sudah diubah dengan mengikuti ketentuan TRIPs, namun lima tahun kemudian undang-undang tersebut diganti dengan yang baru yaitu Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Pengganti undang-undang membawa pengaruh untuk memudahkan membaca dan memahami ketentuan hak cipta karena apabila dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya maka seseorang harus membaca ketiga undang-undang yang telah berubah-ubah dan menemui kesulitan untuk memahaminya berhubungan tidak mudah untuk mengetahui mana pasal yang telah mengalami perubahan dan pasal mana yang masih tetap.27

Perubahan pada Undang-Undang ini juga lebih diarahkan pada adanya perkembangan perdagangan, investasi, industri dan teknologi yang pengaturannya belum sempat diatur dalam undang-undang sebelumnya, terutama mengenai permasalahan hak terkait (neighbouring rights),28 yaitu hak para pelaku seperti penyanyi, hak produser rekaman suara dan hak lembaga penyiaran.

Undang-Undang ini dapat dikatakan signifikan perbedaannya dengan undang-undang sebelumnya. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 lebih mengupayakan agar ketentuannya lebih disesuaikan dengan standar Trade Related Aspects of Itelectual Property Rights (TRIPs).29 Berdasarkan penelitian penulis tahun 2010-2011, terdapat beberapa faktor penyebab mengapa di Indonesia

27 Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek HUkumnya, Pekanbaru, PT Rineka Cipta, 2009, hlm 6.

28 agus brotosusilo. 1995. Analisis Dampak Yuridis Ratifikasi Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia OPD/WTO. Kerja sama Departemen Perdagangan RI dengan Program Pasca Sarjana UI, tidak dipublikasikan. Jakarta. Tanpa Penerbit. Hlm. 33, dalam OK Saidin. Op.Cit., Hlm. 24.

29 Tim Lindsey, Op.Cit., Hlm. 25.

(29)

perlindungan hak cipta masih lemah terutama dengan masih maraknya pelanggaran hak cipta, yakni :30

a. pemerintah kurang memiliki political will (basis keyakinan public terhadap pemerintah) untuk menegakkan hukum hak kekayaan intelektual umumnya dan hak cipta khususnya;

b. Hukum hak cipta kurang komprehensif;

c. Lembaga penegakan hukum dan lembaga kemasyarakatan yang terkait dengan perwujudan hak pencipta kurang berdaya;

d. Masyarakat kurang memiliki budaya taat hukum dan menghargai karya orang lain.

Banyak hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk menegakkan hak cipta dan juga hak terkait agar lebih baik, selama ini pemerintah hanya bertindak apa adanya dalam rangka meningkatkan pelindungan hak cipta di Indonesia.

Lebih kurang 14 (empat belas) tahun berlakunya UUHC 2002, selama itu pula kalangan pencipta dan pemilik hak terkait di Indonesia merasakan bahwa hak-hak mereka belum terlindungi sebagaimana mestinya. Ada dua hal penting yang menjadi sorotan dari kalangan akademisi dan juga kalangan pencipta sendiri dari UUHC 2002 tidak mengatur hak ekonomi pencipta secara jelas, lalu tidak ada ketentuan Lembaga Manajemen Kolektif yang sangat berperan penting dalam mewujudkan hak ekonomi pencipta.31Kurang komprehensifnya pengaturan hak ekonomi pencipta tentu sangat berdampak pada pengekanm hak cipta itu sendiri.

30 Hasil penelitian penulis berupa disertasi (UNPAD, 2011) telah dibukukan, dengan judul:

Pemberdayaan Hukum Hak Cipta dan Lembaga Manajemen Kolektif, diterbitkan Penerbit PT Alumni tahun 2011. Kajian penulis dalam penelitian tersebut adalah menyangkut hak cipta lagu atau music, tetapi lagu atau music juga terjadi dalam rangka penegakan hak cipta di bidang ciptaan-ciptaan lainnya. Dalam Bernard Nainggolan, Op.Cit.,hlm 26.

31 Ibid, hlm 27

(30)

Maka diperbaruilah Undang-Undang Hak Cipta tersebut menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 .

Dalam Konsiderans menimbang Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dinyatakan beberapa hal yang dapat dipandang sebagai latar belakang lahirnya undang-undang yang baru ini :32

a. Bahwa hak cipta merupakan kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Bahwa perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan sastra, sudah demikian pesat sehingga memerlukan peningkatan peindungan dan jaminan kepastian hukum bagi pencipta, pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait;

c. Bahwa Indonesia telah menjadi anggota berbagai perjanjian internasional di bidang hak cipta dan hak terkait sehingga diperlakukan implemantasi lebih lanjut dalam sistem hukum nasional agar para pencipta dan kreator nasional mampu berkompetisi secara internasional;

d. Bahwa Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;

e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Hak Cipta

32 Ibid, hlm 28

(31)

Dalam Undang-undang Hak Cipta 2014, substansi hak ekonomi pencipta telah dijabarkan secara detail, yaitu hak-hak untuk : penerbitan Ciptaan;

penggandaan Ciptaan; pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan; pendistribusian Ciptaan; atau salinannya; pertunjukan Ciptaan;

pengumuman Ciptaan; komunikasi Ciptaan; dan penyewaan Ciptaan. Pengaturan yang sedemikian sudah sesuai dengan Konvensi Bern 1886. Sebelumnya, dalam UUHC tahun 2002, substansi hak ekonomi pencipta hanya disebut: hak mengumumkan dan memperbanyak ciptaan dan hak ekonomi pencipta menjadi sangat kabur.33

UUHC 2014 ini sudah diatur tentang Lembaga Manajemen Kolektif, karena peranan lembaga ini sangat menentukan dalam mewujudkan salah satu hak ekonomi pencipta atau pemilik hak terkait dalam hal penggunaan ciptaan atau produk hak terkait secara komersial yang berhubungan dengan pengkomunikasian kepada public, pertunjukan dan penyiaran atau yang secara internasional sering disebut dengan performing rights. Akan tetapi, agar Lembaga Manajemen Kolektif dapat berfungsi secara optimal sebagaimana yang diharapkan, pemerintah perlu mengatur lebih lanjut hal Lembaga Manajemen Kolektif tersebut.34

Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 ini diharapkan mampu untuk memberikan perlindungan penegakan hukum Hak Cipta di Indonesia, juga diharapkan mampu memberikan efek jera kepada para pelaku yang melakukan tindakan yang dapat merugikan pencipta, Perlindungan hukum hak cipta akan

33 Ibid, hlm 36.

34 Ibid, hlm 37.

(32)

sangat bermanfaat bagi pencipta, pemegang hak cipta, maupun pemegang hak terkait dalam rangka memperoleh kemanfaatan atas hak yang melekat pada hak cipta.

Hak cipta merupakan bidang penting HKI yang mengatur perlindungan berbagai ragam karya cipta seperti antara lain karya tulis, termasuk ilmu pengetahuan, karya seni, drama, tari, lagu dan film atau sinematografi.35 Karya – karya tersebut diciptakan oleh penciptanya, baik secara sendiri maupun bersama orang lain. Secara normatif, hukum memberi perlindungan terhadap segala jenis ciptaan dengan batasan jangka waktu tertentu. Article 7 Konvensi Bern menetapkan beberapa varian jangka waktu perlindungan, termasuk yang ditetapkan dengan batasan selama hidup pencipta dan berlangsung terus hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.

Hukum mengakui, Hak Cipta lahir secara otomatis sejak ciptaan selesai diwujudkan. Artinya, selesai diwujudkan dalam material form (fixation) sesuai dengan keinganan pencipta dan sesuai dengan kekhasan karakter ciptaan. Secara implisit, Konvensi Bern juga mengakui bahwa Hak Cipta tidak melindungi ide semata,36 karena merupakan hal yang secara teoretis mungkin dan dapat terjadi apabila terdapat ciptaan ganda yang memiliki unsur-unsur serupa yang dihasilkan oleh pencipta yang berbeda. Sepanjang dapat dibuktikan bahwa masing-masing ciptaan itu dihasilkan dari ide, gagasan atau inspirasi dan jerih payahnya sendiri dan tidak merupakan peniruan dari ciptaan orang lain, Hak Ciptanya diakui dan

35 Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Yogyakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2011, hlm 11

36 “Implications of the TRIPS Agreement on Treaties Administered by WIPO”. World Intellectua Property Organization (WIPO), 1997, hlm. 15. Dalam Dr, Henry Soelistyo, Sh. LL.M, Op.Cit.

hlm 12

(33)

dilindungi. Di Indonesia mekanisme pendaftaran Hak Cipta dilakukan semata- mata untuk memberikan pelayanan administratif. Pendaftaran tersebut sama sekali tidak mengesahkan isi, artinya maupun jaminan legalitas hubungan kepemilikan ciptaan dengan penciptanya, pendaftaran ciptaan hanya digunakan sebagai bukti awal kepemilikan hak.

Konsepsi hak cipta juga mengenal pembatasan hak yang dikukuhkan dalam norma undang-undang. Di antaranya, suatu ciptaan tidak boleh bertentangan dengan norma kesusilaan, ketertiban umum, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembatasan juga ditetapkan dalam bentuk pengecualian tindakan yang dalam keadaan normal dikualifikasi sebagai pelangaran, tetapi oleh undang-undang dinyatakan sebagai pelanggaran, tetapi oleh undang-undang dinyatakan sebagai fair use atau fair dealing.37 Misalnya, pengutipan sebagian dari ciptaan secara tanpa izin dengan syarat harus menyebutkan sumbernya. Sejalan dengan pembatasan itu, hak cipta juga tidak berlaku bagi produk perundang-undangan, pidato kenegaraan dan putusan pengadilan, termasuk misalnya diktum-diktum putusan badan arbitrase.

Menurut David Bainbridge, justifikasi perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dapat digambarkan dengan ungkapan sederhana. Intinya, setiap orang harus diakui dan berhak memiliki apa yang dihasilkannya. Bila hak itu diambil darinya, ia tak lebih dari seorang budak. Ungkapan ini menjadi semakin penting untuk mengingat dalam perspektif HKI, apa yang dihasilkan sepenuhnya berasal dari otak atau kemampuan intelektual manusia. Justifikasi seperti ini lazim

37 Ibid, hlm14.

(34)

digunakan untuk menerangkan arti penting sistem perlindungan paten.

Rasionalitasnya logis bahwa adanya perlindungan paten akan menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan riset kreatif dan kegiatan-kegiatan inovatif yang sangat kontributif bagi kemajuan kehidupan manusia.

Dalam konteks ciptaan, perlindungan Hak Cipta diperlukan untuk mendorong apresiasi dan membangun sikap masyarakat untuk menghargai hak seseorang atas ciptaan yang dihasilkannya. Sikap apresiasi memang lebih menyentuh dimensi moral. Sedangkan sikap menghargai lebih bermuara pada aspek ekonomi. Hak cipta diarahkan untuk memungkinkan penggunaan ciptaan berlangsung secara tertib dan memberi manfaat ekonomi pada pencipta. Itu semua pada gilirannya juga akan memperkaya khazanah kehidupan masyarakat pada umumnya.

B. Pengaturan Hak Cipta dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak cipta

Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.38

Istilah hak cipta yang dikenal adalah hak pengarang sesuai dengan terjemahan harfiah bahasa Belanda, Auteursrecht. Baru pada Kongres Kebudayaan Indonesia ke-2, Oktober 1951 di Bandung, penggunaan istilah hak

38 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

(35)

pengarang dipersonalkan karena dipandang menyempitkan pengertian hak cipta.39 Pada hakikatnya, hak cipta adalah hak yang dimiliki pencipta untuk mengekploitasi dengan berbagai cara karya cipta yang dihasilkannya. Tentang hubungan antara Hak Cipta dan Hak Terkait dapat dijelaskan, bahwa di dunia internasional sudah ada konvensi sendiri-sendiri tentang Hak Cipta dan Hak Terkait, tetapi di Indonesia pengaturan hak terkait masih menyatu dalam UUHC.

Bila ditinjau sekilas ke belakang, hampir seabad usia Konvensi Bern 1886 yang menandai keseakatan dunia internasional tentang perlunya perlindungan hak cipta baru kemudian menyusul perbincangan tentang perlunya perlindungan hak para pelaku atau penampil dan orang atau lembaga yang melahirkan karya turunan dari ciptaan.

Pada konferensi internasional yang membicarakan revisi Konvensi Bern di Roma tahun 1928, muncul suatu rekomendasi dari negara-negara peserta Bern Union yang berkepentingan mengatur perlindungan hak-hak pelaku artis (performing rights). Kemudian, setelah mengalami suatu proses panjang melalui berbagai perundingan, akhirnya pada tahun 1961 berhasil ditandatangani suatu perjanjian internasional di Roma. Dalam konvensi Roma 1961, hak-hak dari penampil, produser rekaman, dan lembaga penyiaran, disebut dengan

“neighbouring rights”. Di Indonesia pernah muncul berbagai istilah (sebagai terjemahan dari neighbouring rights): hak berdekatan, hak tetangga, hak saluran, hak sejalan, dan sebagainya.

39 Eddy Damain, Hukum Hak Cipta, edisi ke-2, cetakan ke-3. Bandung, Alumni, 2009, hlm 111.

(36)

Jadi, pencipta adalah orang yang atas inspirasinya melahirkan karya cipta atau ciptaan, seperti buku, lagu, drama, tari, dan sebagainya, pemilik hak terkait adalah orang atau lembaga yang melahirkan karya-karya turunan (derivative works) dari pada karya ciptaan, seperti karya rekaman suara, karya rekaman gambar pertunjukan, dan karya siaran. 40Menurut Prof. Mahadi, hak cipta memberikan hak untuk menyita benda yang diumumkan bertetangan dengan hak cipta itu serta perbanyakan yang tidak diperbolehkan, dengan cara dan dengan memperhatikan ketentuan yang ditetapkan untuk penyitaan benda bergerak baik untuk menuntut penyerahan benda tersebut menjadi miliknya ataupun untuk menuntut suatu benda itu dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipakai lagi. Hak cipta tersebut juga memberikan hak yang sama untuk penyitaan dan penuntutan terhadap jumlah uang tanda masuk yang dipungut untuk menghadiri ceramah, pertunjukan atau pameran yang melanggar hak cipta41

Pandangan Mahadi tersebut jelas menunjukkan bahwa hak cipta itu termasuk dalam ruang lingkup hak kebendaan, sebab di samping mempunyai sifat mutlak juga hadirnya sifat droit de suit. Sifat tersebut tidak hilang dalam hal hak cipta itu dibajak di luar negeri, di mana negara si pencipta atau si pemegang hak tidak turut dalam konvensi internasional.42

Dalam bahasa Belanda hak kebendaan ini disebut zakelijk recht. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, memberikan rumusan tentang hak kebendaan yakni:

“hak mutlak atas suatu benda di mana hak itu memberikan kekuasaan langsung

40 Bernard Nainggolan, Op.Cit.,hlm 52

41 OK. Saidin, Op.Cit, hlm 51

42 Ibid

(37)

atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga.43 Rumusan bahwa hak kebendaan itu adalah hak mutlak yang juga berarti hak absolut yang dapat dipertentangkan atau dihadapkan dengan hak relative, hak nisbi atau biasanya disebut juga persoonlijk atau hak peroranghan. Hak yang disebut terakhir ini hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu, tidak terhadap semua orang seperti pada hak kebendaan.

Ada beberapa ciri pokok yang membedakan hak kebendaan ini dengan hak relatif atau hak perorangan yaitu :

1. Merupakan hak yang mutlak, dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.

2. Mempunyai zaaksgevlog atau droit de suite (hak yang mengikuti). Artinya hak it uterus mengikuti bendanya di mana pun juga (dalam tangan siapa pun juga) benda itu berada. Hak it uterus saja mengikuti orang yang mempunyainya.

3. Sistem yang dianut dalam hak kebendaan di mana terhadap yang lebih dahulu terjadi mempunyai kedudukan dan tingkat yang lebih tinggi dari pada yang terjadi kemudian. Misalnya, seorang eigenar menghipotikkan tanahnya, kemudian tanah tersebut juga diberikan kepada orang lain dengan hak memungut hasil, maka di sini hak hipotik itu masih ada pada tanah yang dibebani hak memungut hasil itu, dan mempunyai derajat dan tingkat yang lebih tinggi dari pada hak memungut hail yang baru terjadi kemudian.

4. Mempunyai sifat droit de preference (hak yang didahulukan).

5. Adanya apa yang dinamakan gugat kebendaan.

6. Kemungkinan untuk dapat memindahkan hak kebendaan itu dapat secara sepenuhnya dilakukan.44

43 Ibid, hlm 49

44 Ibid

(38)

Demikian ciri-ciri hak kebendaan itu meskipun dalam praktiknya ciri-ciri itu kelihatannya tidak tajam lagi jika dihadapkan dengan hak perorangan. Artinya perbedaan yang semacam itu tidak begitu penting lagi dalam praktik. Sebab dalam kenyataannya ada hak perorangan yang mempunyai ciri-ciri sebagaimana ciri-ciri yang terdapat pada hak kebendaan. Hal ini dapat kita lihat sifat absolut terhadap hak sewa, yang dilindungi berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata, juga hak sewa ini mempunyai sifat mengikuti bendanya. Hak sewa itu akan terus mengikuti bendanya meskipun berpindahnya atau dijualnya barang yang disewa, perjanjian sewa tidak akan putus. 45

Mariam Darus Badrulzaman, berpendapat bahwa hak kebendaan ini dibaginya atas dua bagian, yaitu :

“hak kebendaan yang sempurna dan hak kebendaan yang terbatas. Hak kebendaan yang sempurna adalah hak kebendaan yang memberikan kenikmatan yang sempurna (penuh) bagi si pemilik. Selanjutnya untuk hak yang demikian dinamakannya hak kemilikan. Sedangkan hak kebendaan terbatas adalah hak yang memberikan kenikmatan yang tidak penuh atas suatu benda. Jika dibandibgkan dengan hak milik. Artinya hak kebendaan terbatas itu tidak penuh atau kurang sempurnanya jika dibandingkan dengan hak milik.”46

Jadi jika disimpulkan pandangan Mariam Darus Badrulzaman di atas, maka yang dimaksudkan dengan hak kebendaan yang sempurna itu adalah hanya hak milik, sedangkan selebihnya termasuk dalam kategori hak kebendaan yang terbatas, maka dapatlah dikatakan hak cipta itu sebagai hak kebendaan. 47

Menurut OK. Saidin, “Semua benda yang tidak dapat dilihat atau diraba dan dapat dijadikan objek hak kekayaan adalah merupakan hak kekayaan immaterial”. Hak kekayaan immaterial adalah suatu hak kekayaan yang objek haknya adalah benda tidak

45 Ibid

46 OK. Saidin, Op.Cit, hlm 50

47 Ibid

(39)

berwujud (benda tidak bertubuh). Dalam hal ini banyak yang dapat dijadikan objek hak kekayaan yang termasuk dalam cakupan benda tidak bertubuh. Misalnya, hak tagihan, hak yang ditimbulkan dari penerbitan surat-surat berharga , hak sewa dan lain-lain sebagainya. 48

Jika hendak memastikan tempat atau kedudukan hak cipta itu sebagai hak kekayaan immaterial maka ada baiknya lihat dulu rumusan pasal 499 KUH Perdata. Pasal ini secara implisit (tersirat) yang menunjukkan, bahwa hak cipta itu dapat digolongkan sebagai benda yang dimaksudkan oleh pasal tersebut.

Pasal 499 KUH Perdata memberikan batasan tentang rumusan benda, menurut pasal tersebut bahwa: Menurut paham undang-undang yang dinamakan benda ialah tiap- tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasi menjadi objek kekayaan (property) atau hak milik. Hak cipta menurut rumusan ini dapat dijadikan objek hak milik, oleh karena itu ia memenuhi kriteria pasal 499 KUH Perdata. Si pemegang hak cipta dapat menguasai hak cipta sebagai hak milik. 49 Satu hal yang perlu dicermati adalah, yang dilindungi dalam hak cipta ini adalah haknya, bukan benda yang merupakan perwujudan dari hak tersebut. Jadi, bukan buku, patung, dan lukisan, tetapi hak untuk menerbitkan atau memperbanyak mengumumkan buku, patung atau lukisan tersebut. Buku, patung, kain batik, kepingan VCD, program komputer yang terekam dalam kepingan CD Room, dilindungi sebagai ha katas benda terwujud, benda materil yang dalam terminology Pasal 499 KUH Perdata dirumuskan sebagai “barang”. Dengan demikian semakin jelas bahwa benda yang dilindungi dalam hak cipta ini, adalah benda immateril (benda tidak berwujud) yaitu dalam bentuk hak.50

48Ibid

49 Ibid

50 Ibid

(40)

Dalam membahas hukum hak cipta tidak cukup hanya memberi pengertian tentang hak cipta saja, akan tetapi perlu juga memberi pengertian tentang ciptaan, pencipta, dan pemegang hak cipta karena masing-masing berkaitan erat antara yang satu dengan yang lainnya. Pengertian tentang ciptaan, pencipta, hak cipta, dan pemegang hak cipta. Masing-masing telah dirumuskan dalam UU NO. 28 Tahun 2014. 51

1. Ciptaan

Dalam pasal 1 angka 3 UU hak cipta 2014 menegasakan bahwa yang dimaksud dengan ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.52 Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa ciptaan sebagai hasil karya pencipta yang menunjukkan ciptaan itu bentuknya konkret dan tidak abstrak. Artinya hasil karya cipta harus dapat ditunjukkan dengan nyata kepada orang lain. Hasil karya cipta sebagai bukti wujud dari ciptaan si pencipta. 53

2. Pencipta

Menurut pasal 1 angka 2 UU Hak Cipta 2014, Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.54Hal ini menunjukkan agar jangan sampai membuat suatu ciptaan dilakukan secara sembarangan atau asal jadi, yang dapat

51 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm 7.

52 Pasal 1 angka 3, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

53 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm 7-8.

54 Pasal 1 angka 2, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

(41)

mengakibatkan ciptaan kurang bermutu, ciptaan dibuat dalam bentuk yang khas sebagai ciri-ciri tertentu hasil karya cipta seorang pencipta dan bersifat pribadi.55

3. Hak Cipta

Hak cipta sebagai hak ekslusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.56

Hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa seizin pemegangnya. Hak ini dimiliki pencipta atau pihak yang menerima hak dari pecipta.57Sebagai hak eksklusif (exclusive rights), Hak Cipta mengandung dua esensi hak, yaitu : hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak moral dan hak ekonomi merupakan dua hal yang saling berdampingan, semua sistem perlindungan hak cipta mengatur kedua hak ini, dengan penekanan yang berbeda-beda.58

Hak ekonomi (economic rights) merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta Untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan.59 Pasal 8 UUHC ini menegaskan dasar dan sekaligus tujuan adanya hak ekonomi bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, yakni agar Pencipta atau Pemegang Hak Cipta mendapatkan manfaat ekonomi atas karyanya atau ciptaannya.60

Pencipta melahirkan karya cipta berupa lagu, buku , lukisan, dan lain-lain, selain untuk memuaskan batinnya juga ingin mendapatkan hasil materi dari ciptaanya itu untuk memenuhi kebutuhan materiilnya. Faktanya, sudah banyak

55 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm 8-9.

56 Pasal 1 angka 1, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

57 Gatot Supramono, Loc.Cit.

58 R. Diah Imaningrum Susanti, Hak Cipta, Malang, Setara Press, 2017, hlm 70.

59 Pasal 8, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

60 Bernard Nainggolan, Op.Cit.,hlm 62.

(42)

orang yang pekerjaan utamanya adalah mencipta (menulis lagu, menulis buku, melukis, mematung, menerjemah, dan sebagainya). Jadi, kalau orang bekerja sudah seharusnya ada imbalan materi atas pekerjaan atau hasil pekerjaannya.61

Pencipta jelas telah memperkaya budaya masyarakat dengan ciptaannya dan juga pencipta telah memberi kepuasan atau sesuatu yang bermakna atau bernilai tambah bagi masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat yang mendapat manfaat dari karya cipta sangatlah wajar memberi penghargaan penghargaan berupa imbalan kepada para Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Maka dari itu Pencipta, pengarang, penemu atau apapun istilahnya sama seperti pekerja, sebagai imbalan atas pekerjaan kepada mereka diberi upah. Royalti yang diterima pencipta atau pengarang adalah upah karya intelektualnya. Pencipta memiliki hak moral untuk menikmati hasil kerjanya, termasuk keuntungan yang dihasilkan oleh keintelektualnya. Karena pencipta telah memperkaya masyarakat melalui imbalan yang sepadan dengan nilai sumbangannya. 62

Adapun hak moral meliputi hak pencipta untuk dicantumkan namanya dalam ciptaan dan hak pencipta untuk melarang orang lain mengubah ciptaannya, termasuk judul ataupun anak judul ciptaan. Hak Moral adalah adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah telah diahlikan.63

61 Ibid.

62 Ibid.

63 https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta , di akses pada tanggal 10 November 2018, pukul 16.00.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pengaruh arah serat terhadap nilai kriteria kegagalan Hill komposit dapat diketahui dengan memodelkan 20 lamina dengan sudut [+ θ] yang disusun secara berulang

Untuk penampang lingkaran ini sering digunakan untuk poros berputar ataupun konstruksi yang mengalami torsi. Untuk hal ini momen inersia yang digunakan dalam

Represi/ tekanan dalam proporsi berlebih terhadap hasrat, impuls, dan dorongan-dorongan instingtual adalah penyebab utama neurosis (Freud: 2006). Pada kutipan fragmen

Variabel Credit Risk (CR) atau yang biasa disebut dengan rasio Non Performing Financing (NPF), variabel ini memiliki nilai koefisien 0.0843 dengan nilai t-Stat

berbagi sesuatu yang sudah dibicarakan bersama pasangannya masing-masing dengan seluruh kelas. Lebih efektif bagi dosen untuk berjalan mengelilingi ruangan, dari

Penerapan Model Pembelajaran Quantum Learning Dengan Media Flashcard Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Kelas X Di Sma Negeri 1 Purwoharjo-Banyuwangi.. Tahun

Koordinasi dengan seluruh Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi diseluruh Indonesia untuk menyamakan persepsi tentang upaya keberatan sebagaimana ketentuan Pasal 19

menjalankan aktiviti „Bedah Karya‟ untuk mengesan unsur gaya bahasa dan unsur bunyi dalam sajak „Dirgahayu Bahasaku‟ dengan merujuk sifir Akronim yang disediakan.. 