• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TEORI DASAR 2.1 Sifat Kelistrikan Batuan Konduksi Elektrik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TEORI DASAR 2.1 Sifat Kelistrikan Batuan Konduksi Elektrik"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TEORI DASAR

2.1 Sifat Kelistrikan Batuan

Resistivitas adalah karakteristik batuan yang menunjukkan kemampuan batuan tersebut untuk menghantarkan arus listrik. Aliran arus listrik dalam batuan dan mineral dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik dan konduksi secara dielektrik [13]. Sifat konduktivitas listrik tanah dan batuan pada permukaan bumi sangat dipengaruhi oleh jumlah air, kadar garam/salinitas air serta bagaimana cara air didistribusikan dalam tanah dan batuan tersebut. Konduktivitas listrik batuan yang mengandung air sangat ditentukan terutama oleh sifat air, yakni elektrolit (larutan garam yang terkandung dalam air yang terdiri dari anion dan kation yang bergerak bebas dalam air). Adanya medan listrik eksternal menyebabkan kation dalam larutan elektrolit dipercepat menuju kutub negatif sedangkan anion menuju kutub positif. Tentu saja, batuan berpori atau pun tanah yang terisi air, nilai resistivitas (ρ) listriknya berkurang dengan bertambahnya kandungan air. Begitu pula sebaliknya, nilai resistivitas listriknya akan bertambah dengan berkurangnya kandungan air [13]

2.1.1 Konduksi Elektrik

Konduksi elektronik terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektron-elektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga dipengaruhi oleh karakteristik dari masing- masing batuan yang dilewatinya. Salah satu karakteristik tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis) yang menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan arus listrik. Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya. Resistivitas memiliki pengertian yang berbeda dengan resistansi (hambatan), dimana resistansi tidak hanya bergantung pada bahan tetapi juga bergantung pada faktor geometri atau bentuk bahan tersebut, sedangkan resistivitas tidak bergantung pada faktor geometri [14].

(2)

Jika ditinjau sebuah silinder dengan panjang L, luas penampang A dan resistansi R seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Silinder konduktor [14]

Maka dapat dirumuskan:

ρL

A (1)

dimana ρ esistivitas (Ωm) L = Panjang silinder (m) A = Luas penampang (m2) esistansi (Ω)

Berdasarkan hukum Ohm resistansi (R) dirumuskan sebagai berikut:

V

I (2)

dengan esistansi (Ω) V = Potensial (volt) I = Arus (ampere)

Dari persamaan 1 dan 2 didapatkan nilai resistivitas (ρ) sebesar:

ρ VA

IL (3)

Secara umum nilai resistivitas berbanding terbalik dengan sifat konduktivitas (σ) dengan satuan Ω/m.

A

L

(3)

σ I ρ

IL VA (I

V) (L A) J

E (4)

Dimana J adalah rapat arus (ampere/m2) dan E adalah medan listrik (volt/m) [14].

2.1.2 Konduksi Elektrolitik

Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki resistivitas yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya batuan biasanya bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air. Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, dimana konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang. Berdasarkan rumus Archie:

ρe a mS nρm (5)

dimana ρe esistivitas batuan (Ωm) Ø = Porositas (%)

S = Fraksi pori-pori yang berisi air (%) ρm esistivitas air (Ωm)

a,m,n = Konstanta

Untuk nilai m disebut faktor sementasi, nilai a disebut konstanta jenis batuan dan nilai n untuk Schlumberger menyarankan n=2 [14].

2.1.3 Konduksi Dielektrik

Konduksi pada batuan atau mineral bersifat dielektrik merupakan batuan yang memiliki elektron bebas sedikit, bahkan tidak ada sama sekali. Elektron dalam batuan

(4)

berpindah dan berkumpul terpisah dalam inti karena adanya pengaruh medan listrik dari luar, sehingga terjadi polarisasi. Resistivitas akan semakin kecil jika kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang.

2.2 Metode Geolistrik Resistivitas

Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik didalam bumi dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Direct current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Umumnya metode geolistrik ini baik untuk eksplorasi dangkal, yaitu sekitar 100 meter. Jika kedalaman lapisan lebih dari harga tersebut, informasi yang diperoleh kurang akurat, hal ini disebabkan karena melemahnya arus listrik untuk jarak bentang yang semakin besar[15].

Metode pengamatan geofisika pada dasarnya adalah mengamati gejala-gejala gangguan yang terjadi pada keadaan normal. Gangguan ini dapat bersifat statik dapat juga bersifat dinamik, yaitu gangguan yang dipancarkan ke bawah permukaan bumi.

Pada metode ini, arus listrik dialirkan ke dalam lapisan bumi melalui dua buah elektroda arus. Dengan diketahuinya harga arus potensialnya maka bisa ditentukan nilai resistivitasnya. Berdasarkan nilai resistivitas struktur lapisan bawah permukaan bumi, dapat diketahui jenis material pada lapisan tersebut [13].

Berdasarkan teknik pengukuran geolistrik, dikenal dua teknik pengukuran yaitu metode geolistrik resistivitas mapping dan sounding (drilling). Metode geolistrik resistivitas mapping merupakan metode resistivitas yang bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas lapisan bawah permukaan secara horisontal. Oleh karena itu, pada metode ini digunakan jarak spasi elektroda yang tetap untuk semua titik sounding (titik amat) di permukaan bumi. Metode geolistrik resistivitas sounding bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan dibawah permukaan bumi secara vertikal. Pada metode ini, pengukuran di suatu titik sounding dilakukan dengan mengubah-ubah jarak elektroda. Perubahan jarak elektroda dilakukan dari jarak elektroda kecil kemudian membesar secara gradual. Jarak elektroda ini sebanding dengan kedalaman lapisan batuan yang terdeteksi. Semakin besar jarak elektroda,

(5)

semakin dalam lapisan batuan yang terdeteksi. Pada pengukuran di lapangan, pembesaran jarak elektroda dapat dilakukan jika menggunakan alat geolistrik yang memadai. Dalam hal ini alat tersebut harus dapat menghasilkan arus yang besar atau arus yang cukup sensitif dalam mendeteksi beda potensial yang kecil di dalam bumi.

Oleh karena itu, alat geolistrik yang baik adalah alat yang dapat menghasilkan arus listrik cukup besar dan mempunyai sensitivitas tinggi [16].

2.3 Resistivitas Semu

Metode geolistrik tahanan jenis didasarkan pada anggapan bahwa bumi mempunyai sifat homogen isotropis. Dengan asumsi ini, tahanan jenis yang terukur merupakan tahanan jenis yang sebenarnya dan tidak tergantung pada spasi elektroda.

Namun pada kenyataanya bumi tersusun atas lapisan-lapisan dengan resistivitas yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh dari lapisan- lapisan tersebut. Sehingga harga resistivitas yang diukur seolah-olah merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan saja. Resistivitas yang terukur dilapangan adalah resistivitas semu (ρa) [16].

ρa K V

I (6)

K 2

[(1 r1 1

r2) (1 r3 1

r4)] (7)

Dimana K = Faktor geometri (m)

∆V = Beda potensial (volt) I = Arus (ampere)

Untuk kasus tak homogen (Gambar 2.2), bumi diasumsikan berlapis-lapis dengan masing-masing lapisan mempunyai harga resistivitas yang berbeda. Resistivitas semu merupakan resistivitas dari suatu medium fiktif homogen yang ekuivalen dengan medium berlapis yang ditinjau.

(6)

Gambar 2.2 Medium berlapis dengan variasi resistivitas

Medium berlapis yang ditinjau terdiri dari dua lapis yang berbeda resistivitasnya (ρ1 dan ρ2) dianggap sebagai medium satu lapis homogen yang mempunyai satu harga resistivitas, yaitu resistivitas semu ρa. Beberapa hal yang mempengaruhi nilai resistivitas semu adalah sebagai berikut:

1. Ukuran butir penyusun batuan, semakin kecil besar butir maka kelolosan arus akan semakin baik, sehingga mereduksi nilai tahanan jenis.

2. Komposisi mineral dari batuan, semakin meningkat kandungan mineral clay akan mengakibatkan menurunnya nilai resisivitas.

3. Kandungan air, dimana air tanah dan air permukaan merupakan media yang mereduksi tahanan jenis.

4. Kelarutan garam dalam air di dalam batuan akan mengakibatkan meningkatnya kandungan ion dalam air sehingga berfungsi sebagai konduktor.

5. Kepadatan, semakin padat batuan akan meningkatkan nilai resistivitas.

Pendugaan geolistrik merupakan salah satu cara penelitian dari permukaan tanah untuk mengetahui lapisan-lapisan batuan. Model pendugaan ini menggunakan prinsip bahwa lapisan batuan atau material mempunyai tahanan yang bervariasi, yang disebut dengan tahanan jenis (resistivitas atau ρ). Besarnya resistivitas diukur dengan mengalirkan arus listrik ke dalam bumi dan memperlakukan lapisan batuan sebagai media penghantar arus. Setiap material atau batuan mempunyai kisaran resistivitas yang berbeda dengan material lain. Sedangkan interpretasi data dilakukan dengan membaca dan mengevaluasi kurva-kurva sounding berdasarkan nilai ρ dan h yang diperoleh, informasi geologi, serta semua informasi pada saat survei.

Kurva sounding merupakan model 1D dari survei menggunakan VES, terdapat beberapa tipe kurva antara lain kurva A, kurva H, kurva K, kurva Q, kurva HK, dan

(7)

kurva KH (Gambar 2.3). Berdasarkan tipe kurva yang ada dapat mengidentifikasi jumlah lapisan dan harga resistivitas yang tinggi ataupun rendah. Kurva sounding terbentuk adantar resistivitas semu dan jarak elektroda arus (AB/2).

Gambar 2.3 Tipe kurva sounding [13]

2.4 Konfigurasi Schlumberger

Metode resistivitas dengan konfigurasi Schlumberger dilakukan dengan cara mengkondisikan spasi antar elektrode potensial adalah tetap sedangkan spasi antar elektrode arus berubah secara bertahap. Dalam konfigurasi ini jarak elektroda arus lebih kecil dibandingkan jarak elektroda potensial. Pengukuran resistivitas pada arah vertikal atau Vertical Electrical Sounding (VES) merupakan salah satu metode geolistrik resistivitas untuk menentukan perubahan resistivitas tanah terhadap kedalaman yang bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan di bawah permukaan bumi secara vertikal [13].

Pengukuran resistivitas suatu titik sounding dilakukan dengan jalan mengubah jarak elektrode secara acak tetapi mulai dari jarak elektrode kecil kemudian membesar secara gradual. Jarak antar elektrode ini sebanding dengan kedalaman lapisan batuan yang terdeteksi. Makin besar jarak elektrode maka makin dalam

(8)

lapisan batuan yang dapat diselidiki. Interpretasi data resistivitas didasarkan pada asumsi bahwa bumi terdiri dari lapisan-lapisan tanah dengan ketebalan tertentu dan mempunyai sifat kelistrikan homogen isotropis, dimana batas antar lapisan dianggap horizontal. Berikut gambar konfigurasi Schlumberger di tunjukan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Konfigurasi Schlumberger [14]

Dengan;

R1 = (a-b) R3 = (a+b) R2 = (a+b) R4 = (a-b)

K 2 (1

1

1

2

1

3

1

4)

1

(8)

K 2 ( 1 a b

1 a b

1 a b

1 a b)

1

(9)

K 2 ( 2 a b

2 a b)

1

(10)

K 2 (2 ( 1 a b

1 a b))

1

(11)

K 2 (2 ((a b) (a b) (a b)(a b)))

1

(12)

K 2 (2 ((a b) (a b) a2 ab ba b2))

1

(13)

K (a2 b2)

a b a b (14)

(9)

K (a2 b2)

2b (15)

2.5 Resistivitas Batuan

Dari semua sifat fisik batuan dan mineral, sifat resistivitas menunjukkan variasi yang paling besar. Berdasarkan nilai resistivitasnya , batuan dan mineral dibagi menjadi 3 [13]

yaitu:

a. Konduktor, material dengan resistivitas hingga 1Ωm b. Semikonduktor, material dengan resistivitas 1 hingga Ωm c. Isolator, material dengan resistivitas diatas Ωm

Berikut variasi resistivitas batuan berdasarkan Venhord pada tahun 1994 (Tabel 2.1) dan Telford pada tahun 1990 (Tabel 2.2).

Tabel 2.1 Variasi resistivitas batuan [17]

Jenis Batuan Nilai Resistivitas (Ωm)

Gambut dan lempung 8-50

Lempung pasiran dan lapisan kerikil 40 – 250

Pasir dan kerikil jenuh 40 – 100

Pasir dan kerikil kering 100 – 3000

Batu lempung, napal dan serpih 8 – 100 Batu pasir dan batu kapur (breksi) 100 – 4000

Tabel 2.2 Variasi resistivitas batuan [13]

Material esistivitas (Ωm)

Udara ~

Pirit (pyrite) 0,01-100

Kwarsa (quartz)

Kalsit (calcite)

Garam batu (rock salt)

Granit (granite)

Andesit (andesite)

Basal (basalt)

Batu gamping (limestone)

Batu pasir (sandstone)

Batu tulis (shales) 20-2000

Pasir (sand) 1-1000

(10)

Lempung (clay) 1-100

Air tanah (ground water) 0,5-300

Air laut (sea water) 0,2

Magnetit (magnetite) 0,01-1000

Kerikil (gravel) 600-1000

Aluvium (alluvium) 10-800

2.6 Pemodelan 1D

Jika resistivitas medium yang diteliti melalui prospeksi kelistrikan permukaan maka akan memiliki variasi terhadap kedalaman, dalam bentuk lapisan homogen dengan berbagai ketebalan dan resistivitas konstan. Umumnya solusi secara teoritis pada distribusi arus untuk media berlapis didasarkan pada Transformasi Hankel. Pada investigasi konfigurasi Schlumberger dan suksesi lapisan N dengan resistivitas sebenarnya , ,…, dan ketebalan , ,…, (lapisan terakhir dianggap memiliki ketebalan tanpa batas), maka resistivitas yang diberika oleh transformasi [18]:

ρa(AB

2 ) (AB 2 )

2

∫ T1( )

0

J1( AB

2 ) d (16)

dimana, AB adalah jarak dari elektroda arus, adalah variable integrasi, fungsi Bessel orde 1 dan ( ) adalah transformasi resistivitas. Pada setiap lapisan yang terukur, transformasi ini diformulasi sebagai:

Ti( ) Ti 1( ) ρitanh ( hi) 1 Ti 1( ) tanh ( hi)/ρi

(17)

Pada transformasi resistivitas hanya bergantung pada resistivitas dan ketebalan lapisan. Perhitungan dimulai dari lapisan terakhir, dengan Ti ρi secara berturut- turut untuk menghitung transformasi TN-1 T2, T1 .

(11)

Perhitungan persamaan (12) dapat dilakukan dengan metode filter linear yang secara umum dinyatakan oleh persamaan berikut:

ρa ∑ Ti

i

( )fk (18)

dimana fk adalah harga koefesien filter yang diturunkan oleh Ghosh [4]. Dari persamaan-persamaan tersebut di atas tampak bahwa hubungan antara data resistivitas semu (ρa) dengan parameter model resistivitas dan ketebalan lapisan (ρi hi) adalah sangat tidak linier [19].

Dalam pemodelan inversi geolistrik 1-D, data dinyatakan sebagai d [ρai] yaitu resistivitas semu dengan i = 1,2,…,N dan N adalah jumlah data sesuai dengan variabel bebas AB/2. Pada model resistivitas bawah permukaan 1-D adalah m [ρk,hk], k 1,2,…n. Jumlah parameter model adalah M 2n-1, masing-masing parameter model adalah n lapisan terhadap n harga resistivitas dan n-1 dalah harga ketebalan lapisan.

Persamaan pemodelan kedepan (forward modeling) geolistrik 1-D secara umum dinyatakan dengan d = g(m). Untuk mendapatkan elemen matriks Jacobi dilakukan melalui pendekatan beda hingga (finite-difference) sebagai berikut:

* g1(m)

mk + g1(m|mk mk) g1(m mk)

mk (19)

Setiap elemen Jacobi memerlukan pemodelan ke depan sebanyak dua kali yaitu pada model m dan kemudian pada model yang sama namun dengan model ke- k dari m diperturbasi dengan mk. Besarnya perturbasi umumnya berkisar antara 5%

sampai 10% dari harga parameter model [19].

(12)

2.7 Lingkungan Pengendapan

Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan, istilah fasies sering digunakan. Istilah fasies sendiri mengarah kepada perbedaan unit stratigrafi akibat pengaruh litologi, struktur, dan karakteristik organik yang terdeteksi di lapangan, dengan kata lain fasies merupakan suatu unit batuan yang memperlihatkan suatu pengendapan pada lingkungan.

Lingkungan pengendapan adalah tempat terendapkan sifat-sifat karakteristik batuan sedimen dihasilkan melalui aksi gabungan dari berbagai proses fisika, kimia, dan biologis yang membentuk siklus sedimen [1]. Klasifikasi lingkungan pengendapan ada tiga yaitu lingkungan pengendapan darat (terrestrial) umunya dipengaruhi oleh aliran, gletser dan angin (eolian). Lingkungan pengendapan transisi, identik dengan garis pantai yang merupakan zona transisi lingkungan laut dan darat.

Lingkungan pengendapan marine seperti laut dangkal dan laut dalam [20].

1. Lingkungan Pengendapan Darat

Lingkungan pengendapan darat yang dipengaruhi aliran terdapat beberapa bagian seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.5 berikut penjelasannya:

 Kipas Aluvial (Alluvial fans)

Kipas aluvial berasal dari aliran air dari tebing atau pegunungan menuju ke daerah yang memiliki dataran rendah. Alirannya sangat cepat menghilang saat air menyebar.

Jika aliran tidak memiliki energi yang cukup untuk membawa muatannya, sehingga sedimen lebih cepat mengendap. Lapisan sedimen tadi akan menumpuk saat aliran menyebar dalam bentuk kipas.

 Floodplain dan levee

Floodplain dan levee dapat ditemukan di hulu sungai. Floodplain adalah bidang datar yang melebar di kedua sisi sungai. Umumnya terdapat endapan lumpur pada floodplain. Sedangkan levee terjadi akibat adanya pengendapan sedimen di tepi sungai membentuk tanggul. Pada saat banjir, sungai akan kehilangan energi sehingga

(13)

sebagian sedimen berukuran besar terendapkan di sisi-sisi tepi sungai. Sedimen berukuran kecil dibawa lebih jauh ke floodplain.

 Braided stream

Braided stream adalah sungai yang memiliki banyak saluran berulir yang bercabang dan membentuk suatu pola yang khas. Braided stream umumnya sangat dinamis dengan adanya daratan yang berada di tengah channel dan terbentuk secara terus menerus. Faktor utama terbentuknya braided stream adalah beban dari batuan yang terendapkan pada tepi sungai yang mudah tererosi [21].

 Danau (lake)

Danau adalah sistem yang dinamis dan kompleks, dimana proses pengendapan dan sedimentasinya dipengaruhi oleh peristiwa tektonik dan pengaruh iklim [22]. Sistem danau jika dibandingkan dengan lingkungan pengendapan seperti sungai dicirikan dengan energi yang rendah sehingga sedimen lacustrine secara umum ditandai dengan campuran lumpur, pasir halus, dan tanah liat [23].

 Meandering river

Meandering river adalah sungai yang memiliki saluran yang tunggal yang berkelok-kelok seperti memiliki lembah. Hal ini menimbulkan erosi di tepi luar (cut bank) dan terdapat permukaan yang terjadi karena deposisi di tepi sungai bagian dalam (point bar). Sungai meandering dapat mengubah posisi karena adanya pengikisan ke samping dan sedikit ke hilir.

Gambar 2.5 Lingkungan pengendapan darat [20]

(14)

 Gurun (Aeolian environments)

Proses Aeolian melibatkan erosi, transportasi, dan pengendapan sedimen oleh angin (Gambar 2.6). Hal ini dipengaruhi meningkatnya kecepatan angin, maka terangkat partikel sedimen akan lebih besar [20]. Hal ini yang menyebabkan daerah gurun didominasi oleh sedimen yang berukuran kurang dari pasir kasar. Kecepatan angin yang konstan akan mengangkat pasir berbutir menengah dan akan mengendapkan dalam jarak yang sama membentuk ripple crest dan membentuk sand dunes (bukit pasir).

Gambar 2.6 Lingkungan pengendapan darat daerah gurun (aeolian envirotment) [20]

 Gletser

Pembentukan dan pergerakan sedimen di lingkungan glasial ditunjukkan pada Gambar 2.7. Puing-puing di lingkungan gletser dapat diendapkan langsung oleh es (till) atau oleh aliran air lelehan (outwash). Endapan yang dihasilkan disebut drift glacial. Pengendapan diawali dengan sedimen supraglasial (berada di atas es) dan englacial (di dalam es) yang meluncur dan mencair akan membentuk bukit sedimen yang tidak tersortasi disebut dengan end moraine.

(15)

Gambar 2.7 Ilustrasi transportasi sedimen di lingkungan pengendapan dipengaruhi gletser [23]

2. Lingkungan Pengendapan Transisi

Lingkungan pengendapan transisi terdapat beberapa bagian seperti pada Gambar 2.8. Disepanjang garis pantai terdapat barrier island (daerah pembatas) yang memisahkan laut bebas dari lagoon yang letaknya di antara barrier dan dataran pantai. Barrier island terdiri dari pasir atau material kerikil yang dipengaruhi oleh adanya gelombang dari laut. Lagoon umumnya berada di antara tidal flat, daerah ini biasanya dipengaruhi dari pasang surut [20].

Gambar 2.8 Lingkungan pengendapan transisi [20]

(16)

3. Lingkungan Pengendapan Marine

Lingkungan pengendapan marine dipengaruhi oleh lingkungan pengendapan transisi dimulai dari transportasi sedimen berasal dari delta dan juga pantai. Delta terbentuk di muara sungai dimana sebagian besar sedimen klastik seperti pasir akan ditransportasikan menuju laut. Sedimen tersebut akan diteruskan ke continental shelf (Gambar 2.9). Daerah yang berada pada tepi continental shelf terdapat continental slope dan continental rise. Continental slope dan continental rise adalah daerah yang dipengaruhi dengan gaya gravitasi yang umumnya membawa sedimen jatuh ke dalam ocean basin [20].

Gambar 2.9 Ilustrasi dari continental shelf, continental slope and rise serta abyssal plain [23]

Referensi

Dokumen terkait

Nilai resisitivitas sebenarnya berbeda dengan nilai resistivitas semu yang tidak memiliki informasi kedalaman melainkan hanya memiliki nilai AB/2 atau ½ L yang menunjukkan

Tekanan maksimum yang ditimbulkan di arteri sewaktu darah disemprotkan masuk ke dalam arteri selama sistol, atau tekanan sistolik, rata-rata adalah 120 mmHg.. Tekanan minimum di

Pengertian kata “konvensional” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan. Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa

Hal yang paling menarik dari bisnis adalah, Anda dapat bermanfaat lebih banyak bagi orang lain, salah satunya adalah dengan sendirinya akan membuka lapangan pekerjaan bagi orang

“Setelah anak saya sering melanggar saya sebagai orang tua menyerahkan kepada gurunya jika melakukan penyimpangan perilaku yang melanggar tata tertib di sekolahnya

Hasil analisis data diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,009 < 0,05 artinya terdapat hubungan antara daya ledak otot tungkai dengan kemampuan jump shoot pemain bola basket

Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan sebagai data awal penelitian yang berupa jumlah siswa, daftar nama siswa, dan daftar

Karakter jumlah sub-pulse/pulse dari populasi Danau Ecology Park dan populasi Curug Nangka tidak berbeda nyata, selain itu struktur oscillograms dan energi frekuensi